2
adalah Adam dan orang-orang yang mengikuti jejaknya dalam ketaatan kepada Allah Swt. Mereka menjadi pengganti Allah dalam menjalankan hukum secara adil. Kalau kita cermati dari berbagai pandangan mufassir di atas baik dari kalangan para sahabat Nabi dan mufassir setelahnya maka tu- juan Allah menghadirkan manusia di muka bumi ini agar di antara mereka menjadi makhluk yang bisa menciptakan dan mengelola bumi ini agar tercipta kehidupan yang aman, damai, tenteram, adil, sejahtera. Untuk itu manusia harus melakukan kerja sebaik-baiknya dan tidak melanggar aturan-aturan Allah. Mereka ini me- nurut al-Qurthubi harus menjadi imam (pemimpin) yang adil. Sedang Nabi Saw sendiri mengi- ngatkan kepada kita bahwa setiap diri manusia adalah pemimpin dan setiap manusia nanti akan ditanya tentang kepemimpinannya. Untuk Agama Allah SWT menciptakan dan menghadirkan manusia di muka bumi ini sejatinya bukan tanpa tujuan. Ada dua tujuan setidaknya maksud Allah menghadirkan manusia di dunia ini. Tujuan yang pertama dan sangat esensial sekali seperti yang tertera dalam al-Qur’an surat al-Dzariyat: 56 yakni agar manusia ini beribadah, mengabdi kepada Allah dengan segala bentuknya. Namun demikian seorang mufassir kenamaan dan termasuk salah satu sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas r.a menafsirkan ayat di atas ‘ibadah’ yakni agar manusia hadir di muka bumi ini untuk bermakrifat (mengetahui) Allah. menghadirkan manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah (pengelola) dunia ini. Tujuan Allah menghadirkan ma- nusia di muka bumi sebagai khalifah seperti dalam penjelasan di atas dapat kita ketahui melalui firman-Nya. Hal ini seperti yang termaktub dalam al-Qur’an al-Baqarah: 30. Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi...” . Khalifah yang dimaksud dalam ayat ini menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yakni kaum (manusia) yang silih berganti, abad demi abad, generasi demi generasi menghuni bumi untuk menjadi penguasa. Mereka adalah kelompok para Nabi, Rasul, Siddiqin, Syuhada’ dan orang- orang shalih yang benar-benar taat mengikuti ajaran Allah dan jejak para Nabi. Menurut Ibnu Jabir, khalifah dimaksud dalam ayat di atas U ntuk mencapai tingkat makrifatullah ini tentu manusia harus melakukan riadho atau mujahadah (beribadah). Dalam kalangan kaum sufi, agar mereka mampu mencapai tingkatan makrifat Allah maka harus melakukan tarikat yakni jalan menuju perjumpaan dengan Allah. Sedang menurut Syaikh Abdul Qadir Jilani tokoh sufi ternama untuk mencapai perjumpaan dengan Allah ini seorang muslim bisa melakukannya dengan cara shalat. Dengan melakukan cara-cara sufi ini diharapkan seorang muslim setelah melakukan mujahadah, riyadho, shalat, hatinya senantiasa tetap berkomunikasi dengan-Nya baik waktu di masjid (tempat ibadah), di rumah, di jalan, di kantor, pasar dan tempat lainnya sambil tetap memberdayakan potensi akal pikirannya untuk memikirkan kekuasaan Allah yang ada di muka bumi ini. Hal ini sangat penting karena tujuan Allah yang kedua Bekerja Sebuah Ibadah Oleh : Dr. Djoko Hartono, S.Ag, M.Ag, M.M* 22 MPA 311 / Agustus 2012

Bekerja Sebuah Ibadah - jatim.kemenag.go.id · Dengan melakukan caracara sufi ini diharapkan seorang muslim setelah melakukan mujahadah, riyadho, shalat, hatinya senantiasa tetap

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bekerja Sebuah Ibadah - jatim.kemenag.go.id · Dengan melakukan caracara sufi ini diharapkan seorang muslim setelah melakukan mujahadah, riyadho, shalat, hatinya senantiasa tetap

adalah Adam dan orang­orang yang mengikuti jejaknya dalam ketaatan kepada Allah Swt. Mereka menjadi pengganti Allah dalam menjalankan hukum secara adil.

Kalau kita cermati dari berbagai pandangan mufassir di atas baik dari kalangan para sahabat Nabi dan mufassir setelahnya maka tu­juan Allah menghadirkan manusia di muka bumi ini agar di antara mereka menjadi makhluk yang bisa menciptakan dan mengelola bumi ini agar tercipta kehidupan yang aman, damai, tenteram, adil, sejahtera. Untuk itu manusia harus melakukan kerja sebaik­baiknya dan tidak melanggar aturan­aturan Allah. Mereka ini me­nurut al­Qurthubi harus menjadi imam (pemimpin) yang adil.

Sedang Nabi Saw sendiri mengi­ngat kan kepada kita bahwa setiap diri manusia adalah pemimpin dan setiap manusia nanti akan ditanya tentang kepemimpinannya. Untuk

Agama

Allah SWT menciptakan dan menghadirkan manusia di muka bumi ini sejatinya bukan tanpa tujuan. Ada dua tujuan setidaknya maksud Allah menghadirkan manusia di dunia ini. Tujuan yang pertama dan sangat esensial sekali seperti yang tertera dalam al-Qur’an surat

al-Dzariyat: 56 yakni agar manusia ini beribadah, mengabdi kepada Allah dengan segala bentuknya. Namun demikian seorang mufassir kenamaan dan termasuk salah satu

sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas r.a menafsirkan ayat di atas ‘ibadah’ yakni agar manusia hadir di muka bumi ini untuk bermakrifat (mengetahui) Allah.

menghadirkan manusia di muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah (pengelola) dunia ini.

Tujuan Allah menghadirkan ma­nusia di muka bumi sebagai khalifah seperti dalam penjelasan di atas dapat kita ketahui melalui firman­Nya. Hal ini seperti yang termaktub dalam al­Qur’an al­Baqarah: 30. Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi...” .

Khalifah yang dimaksud dalam ayat ini menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya yakni kaum (manusia) yang silih berganti, abad demi abad, generasi demi generasi menghuni bumi untuk menjadi penguasa. Mereka adalah kelompok para Nabi, Rasul, Siddiqin, Syuhada’ dan orang­orang shalih yang benar­benar taat mengikuti ajaran Allah dan jejak para Nabi. Menurut Ibnu Jabir, khalifah dimaksud dalam ayat di atas

Untuk mencapai tingkat makrifatullah ini tentu manusia harus melakukan riadho

atau mujahadah (beribadah). Dalam kalangan kaum sufi, agar mereka mampu mencapai tingkatan makrifat Allah maka harus melakukan tarikat yakni jalan menuju perjumpaan dengan Allah. Sedang menurut Syaikh Abdul Qadir Jilani tokoh sufi ternama untuk mencapai perjumpaan dengan Allah ini seorang muslim bisa melakukannya dengan cara shalat.

Dengan melakukan cara­cara sufi ini diharapkan seorang muslim setelah melakukan mujahadah, riyadho, shalat, hatinya senantiasa tetap berkomunikasi dengan­Nya baik waktu di masjid (tempat ibadah), di rumah, di jalan, di kantor, pasar dan tempat lainnya sambil tetap memberdayakan potensi akal pikirannya untuk memikirkan kekuasaan Allah yang ada di muka bumi ini. Hal ini sangat penting karena tujuan Allah yang kedua

Bekerja Sebuah IbadahOleh : Dr. Djoko Hartono, S.Ag, M.Ag, M.M*

22 MPA 311 / Agustus 2012

Page 2: Bekerja Sebuah Ibadah - jatim.kemenag.go.id · Dengan melakukan caracara sufi ini diharapkan seorang muslim setelah melakukan mujahadah, riyadho, shalat, hatinya senantiasa tetap

itu manusia harus menyadari akan keberadaannya di muka bumi ini, untuk apa mereka hidup dan apa yang telah dilakukannya selama hidupnya ini. Bagi yang berkeluarga maka akan ditanya tentang kepemimpinannya dalam rumah tangganya. Bagi yang bekerja akan ditanya tentang pekerjaan yang telah dilakukannya. Apakah semua telah memenuhi harapan Allah. Untuk itu selama manusia bekerja dalam rangka menjalankan perintah Allah maka ia memiliki nilai ibadah di hadapan Allah.

Dalam hal ini Allah mengingatkan kepada manusia agar senantiasa semangat bekerja untuk kehidupan dunia. Semua ini seperti yang difir­mankan Allah dalam al­Qur’an surat al­Qashash: 77. Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik

mahan asal tidak melampau batas. Selanjutnya harta kekayaan tersebut hendaknya tidak digunakan untuk berbuat kerusakan dan berlaku sewe­nang­wenang di atas bumi ini. Hal ini karena Allah tidak menyukai orang­orang yang berbuat kerusakan.

Sebagai umat Islam yang baik, maka seyogyanya ia harus benar­benar menjalankan perintah Allah Swt untuk beribadah baik secara khusus atau pun secara umum. Bertitik tolak dari semua ini maka diharapkan umat Islam akan menjadi sosok yang shalih secara individual dan sosial. Hal ini karena setelah ia melakukan kerja du niawi semua hasil daripadanya hendaknya digunakan untuk pengab­

dian kepada Allah.Ia menjadi bertanggungjawab

ter hadap pemenuhan kewajibannya mencukupi dan mensejahterakan ke ­luarga dan rumah tangganya, dengan har tanya ia memenuhi perin tah Allah menyantuni para dhuafa, anak yatim piatu, fakir mis kin, dan mentasharufkan di jalan Allah guna menghidupkan syiar agama, membangun dan meng­hi dup kan madrasah, masjid, pe san­tren, serta fasilitas umat yang lain. Ketika menjadi pejabat maka ia beru­saha mensejahterakan bawahan dan rakyatnya. Semua itu dilakukan dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai khalifah (pemimpin) agar terjadi ke hi dupan yang damai, sejahtera, aman, tata tentren karta raharja se­hingga terwujud negeri seperti yang diha rapkan Allah yakni baldatun thayyibatun wa robbun ghofur.

Kita perlu mengingat kembali bahwa bekerja merupakan bentuk ibadah. Bersemangatlah untuk mela­kukannya seakan­akan kita hidup selamanya. Semua akan memiliki nilai akhirat jika dalam pelaksanaanya kita maksudkan dalam rangka melakukan perintah Allah. Sebaliknya betapa banyak orang yang secara lahiriyah tampak melakukan ibadah semisal shalat, baca al­Qur’an, puasa, dan lain, namun karena di antara mereka hanya ingin dipuji dan mengharap penghargaan dari makhluk maka ia sedikit pun tidak mendapatkan nilai akhirat sedang yang ia dapatkan hanya nilai duniawi, penghargaan dan pujian dari manusia lain.

Mengakhiri dari tulisan ini maka perlu kita sadari bahwa sejatinya Islam merupakan agama yang mengajarkan kesempurnaan. Hal ini karena Islam mengajarkan dan mengajak manusia agar menjadi sosok yang sempurna nan ideal. Manusia yang ideal adalah mereka yang menjalani hidup ini dengan cara menyeimbangkan untuk urusan duniawinya dan akhirat secara bersama­sama. Semua dilakukannya semata­mata hanya mengharap keri­dhaan Allah Swt. Semoga Allah menjadikan kita kelompok manusia yang sukses, bahagia dan selamat di dunia dan akhirat, yang senatiasa mendapat bimbingan dan keberkahan hidup daripada­Nya.

(*) Pengasuh & Pendiri Ponpes Mahasiswa Jagad ‘Alimussirry Surabaya,

Direktur PPs STAI Al-Khoziny Sidoarjo,Dosen Fakultas Tarbiyah

IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Agama

Sedang Nabi Saw sendiri mengi ngat kan kepada kita bahwa setiap diri manusia adalah pemimpin dan setiap manusia nanti akan ditanya tentang kepemimpinannya.

kepadamu janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Menyikapi ayat di atas, menurut Ibnu Katsir bahwa seseorang yang bekerja hingga ia menjadi kaya raya, hendaknya kekayaan yang diberikan Allah kepadanya digunakan untuk beribadah kepada­Nya dan berbuat baik kepada sesama manusia dengan jalan menafkahkan sebagian dari harta kekayaannya untuk menolong mereka yang membutuhkan pertolongan. Selain itu hartanya hendaknya juga digunakan pula untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri untuk makan, minum, pakaian, perkawinan (keluarga), peru­

23MPA 311 / Agustus 2012