Upload
wibowoella
View
103
Download
20
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bedah anak
Citation preview
OBSTRUKSI USUS NEONATUS
ANAK ------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------
--
Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan
obstruksi usus karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat
darurat bedah yang paling sering pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan
mortalitas yang cukup menjadi tantangan para dokter bedah anak. Disamping itu
sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan homeostasis, temperatur juga
tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pada diagnosa
yang cepat dan terapi segera. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan
yang cepat adalah mutlak pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus. Tidak
bisa dipungkiri bahwa banyak pasien pediatrik dengan kondisi obstruksi usus
pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila dokter tersebut cepat
mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera merujuk pasien
tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat
penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali
masalah bedah pada pasien tersebut tentu akan terlambat ia merujuk pasien ke
dokter bedah / bedah anak dan akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan
mungkin berakhir dengan morbiditas atau bahkan kematian.
Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang
memerlukan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya
belum ada yang menjelaskan secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan
berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 10-15% dari seluruh obstruksi usus. Angka
kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya frequensi berbeda-beda
berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang sudah pernah
dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang
sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat
menyebabkan obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan
bahwa intususepsi merupakan penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak.
Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak
tinggi, medium dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas.
Penatalaksanaan obstruksi total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu
agar jadi baik kembali meskipun tindakan bervariasi berdasarkan penyakit yang
mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak melupakan sebelumnya
untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat memberikan hasil yang
memuaskan .
Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan
tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita
mengetahui gejala-gejala obstruksinya yaitu S (sakit) O (obstipasi) K (kembung) M
(muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi .
Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah
adanya gangguan pasase pada saluran gastrointestinal antara lain :
Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan stenosis pilorika hipertropi),
Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular), mekoneum ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia
diafragmatika, adhesiva
Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas
tertentu berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi
gambaran klinis
1. Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen dan proyektil ) sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan
didapatkan abdomen scapoid. 2. Obstruksi letak medium dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan
obstipasi yang gejalanya tidak saling dominan,
3. Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran abdomen yang khas yaitu distensi, darm contour dan darm staifung
Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali
tanda-tanda obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi
untuk dapat dengan pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, contoh untuk pemeriksaan
penunjang akan bervariasi sesuari etiologi yang mendasarinya seperti SPH gambaran
OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran OMDnya double bubble (+)
sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gaster single bubble (+). Pada
invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia
diafragmatika tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro
thoraks).
Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif sesuai dengan kausanya, tindakan
ini dapat berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif
waktu selanjutnya atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf.
Tindakan operasi penyebab obstruksi total pada anak
Kausa obstruksi total Tindakan operasi
HIL Dextra Inkarserata Herniotomi
Megacolon Congenital Sigmoidostomi
Atresia Ani Transvesocoloctomi dextra
Invaginasi Laparotomi explorasi Milking
HIL sinistra Inkarserata Herniotomi
Stenosis Duodenum Shunt anastosmose Duodeno duodenostomi
Atresia Duodenum Reseksi-anastosmose Duodeno-duodenostomi
Adhesive Laparotomi explorasi Adhesiolisis
Hernia Diafragmatika Laparotomi explorasi tutup defek
Post Boley Prosedure Laparotomi explorasi abdominal perineal
pulltrough
Total Colon Aganglionik Ileostomi
Pankreas Anular Reseksi-anastosmosi Duodeno-duodenostomi
Penanganan etiologi tersebut diatas ada yang bersifat sementara (untuk menjaga
kelancaran pasase usus) yang selanjutnya akan dilakukan operasi definitif dan pada
kasus kasus tertentu tindakan sudah langsung tindakan operatif definitif, ada 2 pasien yang meninggal sebelum dioperasi karena datang terlambat dan sepsis.
Etiologi
Penyebab obstruksi usus dapat berupa kelainan kongenital dan sering terjadi pada
periode neonatal. Sebagai contoh atresia usus (atresia duodenum, jejuno-ileal, atresia
rekti dan lain-lain), intestinal aganglionosis, mekonium ileus, atau duplikasi
intestinal.
Penyebab / kelainan didapat (acquired) diantaranya intususepsi, obstruksi usus
sebagai konsekuensi dari kelainan bawaan lain misalnya volvulus midgut karena
adanya malrotasi, hernia inguinal lateral yang mengalami inkarserata atau sebagai
konsekuensi dari inflamasi intra abdomen misalnya abses appendiks, striktur usus
akibat NEC (Neonatal enterocolitis). Penyakit neoplastik dapat pula menyebabkan
obstruksi usus. Limfoma maligna merupakan neoplasma maligna yang paling sering
menyebabkan obstruksi usus halus dan polip usus merupakan neoplasma jinak
tersering sebagai penyebab obstruksi usus pada anak.
Akhir-akhir ini terdapat peningkatan insidensi karsinoma kolon pada anak dan tipe
yang sering ditemukan adalah karsinoma jenis signet ring cell yang tingkat
keganasannya sangat tinggi. Adhesi usus setelah tindakan laparotomi adalah
kelainan didapat lainnya yang bisa menyebabkan obstruksi usus halus. Setiap anak
yang pernah menjalani operasi laparotomi mempunyai risiko untuk terjadinya
adhesi usus halus. Kira-kira 70% kejadian obstruksi disebabkan oleh adhesi
tunggal
Di bawah ini adalah beberapa penyebab obstruksi usus pada pasien pediatrik.
Obstruksi setinggi gaster : - Volvulus gaster - Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)
Obstruksi setinggi duodenum : - Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) - Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) - Stenosis duodenum - Volvulus midgut pada malrotasi
Obstruksi setinggi jejenoileal : - atresia jejuno-ileal - adhesi - mekonium ileus - intususepsi - komplikasi dari divertikel Meckel
Obstruksi setinggi kolon rektum: - morbus Hirschsprung - atresia kolon, rektum - malformasi anorektal - meconium plug syndrome - mekonium ileus - karsinoma kolo-rektal
Klasifikasi
Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi. Obstruksi simpel
terjadi bila salah satu ujung usus mengalami bendungan. Obstruksi ini dapat parsial
maupun total. Bila pada segmen usus terbendung pada bagian proksimal dan distal
maka kondisi ini disebut closed loop obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada
herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia inguinal indirek atau defek
mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop obstruction dapat terjadi
pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana katup
ileosaekal masih intak.
Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang
terbendung terganggu sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi
ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi bedah. Volvulus dimana suplai darah
mesenterial mengalami puntiran adalah salah satu contoh obstruksi strangulasi yang
jelas. Contoh lainnya adalah kondisi closed loop obstruction.
Diagnosis Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat
menimbulkan iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi
nekrosis dan gangren usus. Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari muntah,
distensi abdominal, nyeri abdomen yang bersifat kolik dan obstipasi.
Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus
merupakan tanda kardinal lain yang penting.
Gejala tersebut dapat bermanifestasi
dalam berbagai tingkat berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak
jelas dan tidak spesifik terutama pada neonatus. Kebanyakan penyebab obstruksi
usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis
sederhana
Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan informasi yang penting bagi dokter
anak / Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang
tidak bersifat bilious bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan
obstruksi diatas level ampula Vater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu
disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut
menunjukan level obstruksi distal dari ampula Vater. Kira-kira 85% atresia jejunum
memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang mengalami muntah
bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak
Pemeriksaan Fisik
Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level
obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut,
Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen
menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum,
atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain.
Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa
terlihatnya peristaltik. Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat
mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah
inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi
anorektal sebagai penyebab.
Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien
dengan Hypertropic Pyloric Stenosis8, massa pada intususepsi, infiltrat pada
inflamasi intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rontgen
Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab
obstruksi. Pada anak yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral
decubitus sebagai pengganti posisi tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus proksimal dan distal. Makin
distal letak obstruksi, makin banyak jumlah loop usus yang distensi dan air fluid
level akan tampak.
Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum
dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon)
dan dapat pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus6.
Pemeriksaan kontras oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial.
Tetapi pada kondisi obstruksi total pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6.
Atresia duodenum merupakan penyebab tersering obstruksi usus proksimal
memperlihatkan gambaran spesifik double bubble dengan air fluid level tanpa
udara di bagian distal
Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level)
dan pada bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen
atretik semakin banyak jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak
gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level
obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan
gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus
terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti
paruh burung (birds beak sign) dapat terlihat pada barium enema.
Pemeriksaan Ultrasonogafi
Ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosa pasien dengan massa di
abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk
diagnostik dengan kriteria diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal
pylorus 16 mm dan tebal otot pylorus 4 mm5. Dengan USG intussusepsi ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang dan pseudokidney
sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan
diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses
inflamasi seperti abses apendiks yang menyebabkan obstruksi. Pemeriksaan foto
kontras barium (Upper GI) dapat memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan
indentasi garis antrum (shoulders sign )
Tatalaksana Obstruksi Usus Tatalaksana Pra-Operasi Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi
dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan
ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan
terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.
Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila
penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus selalu diingat bahwa setiap
kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER), sehingga
perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan. Perkiraan
dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung
dan diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus
biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip
cairan ekstraselular adalah Ringer asetat.
Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat
hipokloremik dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat
yang dipakai melainkan cairan NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari
nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer asetat atau NaCl sesuai volume9,11
.
Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat bilious, sebaliknya bila
cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti.
Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat
sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih
dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui
lubang hidung. Dekompresi dengan NGT / OGT kadang dapat menolong dan
menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus parsial karena adhesi pasca
pembedahan.
Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada
pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus. Antibiotik ini dapat bersifat
profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan
terjadinya translokasi flora usus.
Tatalaksana Bedah Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan.
Penanganan konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab
seperti meconium ileus dan adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi.
Gastrografin enema digunakan sebagai penanganan nonoperatif pada meconium
ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus parsial dapat dicoba dekompresi
konservatif. Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan obstruksi sebelum
terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam maka
harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Pada intussusepsi reduksi hidrostatik
dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan
selama tidak terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah
jalan keluarnya. Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis
penyebab obstruksi ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy
merupakan tindakan bedah pilihan.
Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan
akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan tindakan tergantung situasi
anatomis intraoperatif. Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas
annulare, duodeno-duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya
duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal
duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis. Sedangkan bila
penyebab obstruksinya berupa duodenal web atau diafragma duodenum,
duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan
terbaik. Pada saat eksisi web perlu diingat untuk menghindari injury pada ampula
Vater. Tekanan ringan pada kantung empedu dilakukan untuk mengidentifikasi
ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu. Bila eksisi komplit tidak
memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian medial
yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus.
Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya
obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan
distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit
kembali15. Ladds procedure dikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan oleh Ladds band dengan cara memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus dan peritoneum parietal dan antara usus dan usus, mobilisasi sekum dan
menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya diangkat untuk
menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari.
Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses
terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia,
panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium
peritonitis, mekonium ileus. Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh
rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi
dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi. Inspeksi dilakukan mulai dari
duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan
penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat
bersamaan.
Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis.
Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan
berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-
end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi
dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa
tailoring segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang
berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang
terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen
atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan
Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus
Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada
pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap
penyebab obstruksi ususnya. Pada periode pasca operatif awal, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi
biasa terjadi. Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya
mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan
jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.
Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti
sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam
instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah rutin dalam intruksi pasca operasi
terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus
dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau
kebutuhan metabolic
Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus
yang normal merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi
bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir
selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia
duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi
lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat
sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan berwarna hijau dapat keluar dari
nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya
karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik
pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat15
. Kesabaran yang
tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-operasi pada bayi dengan
obstruksi anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang.
Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase
gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian
diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding
tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi
parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca
operasi.
Obstruksi setinggi gaster : 1. Volvulus gaster 2. Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)
1. Volvulus Gaster ------------------------------ RD - Collection 2002
Manifestasi klinik volvulus gaster tergantung pada derajat rotasi dan obstruksi.
secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun intermiten/
kronis. Berdasarkan axis rotasi kejadian volvulus terdapat tiga tipe, yaitu volvulus
organoaxial, mesenterikoaxial,dan kombinasi kedua tipe tersebut. Apabila
terjadinya rotasi gaster akibat kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
sekunder, dan apabila tanpa kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster
idiopatik. Hampir semua kasus yang telah dilaporkan adalah tipe sekunder dan akut.
Pemeriksaan radiologis abdomen cukup penting dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis. Volvulus gaster akut memerlukan tidakan pembedahan
emergensi setelah resusitasi yang semestinya. Keterlambatan diagnosis dan
penanganan dapat menyebabkan komplikasi berupa iskemik pada gaster dan
kematian.
Volvulus gaster merupakan rotasi yang abnormal dari bagian gaster
terhadap gaster yang lain .
Berdasarkan axis rotasi terdapat tiga tipe volvulus :
Volvulus organoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang menghubungkan dari hiatus esofagus dengan pilorus.
Volvulus mesenterikoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang menghubungkan pada pertengahan curvatura minor dengan curvatura major.
kombinasi yang bersumbu pada kedua axis tersebut.
Rotasi dapat terjadi 180 360 derajat, rotasi lebih besar 180 derajat dapat menyebabkan strangulasi gaster. Volvulus organoaxial merupakan dua pertiga
(59%) dari semua kasus yang dilaporkan, mesenterikoaxial 29% kasus, kombinasi
2% kasus dan 10% kasus tidak dapat diklarifikasikan.
Gaster terfiksasi oleh hiatus esofagus di bagian proksimal dan pilorus di bagian
distal, serta mendapat perlekatan dari 4 ligamentum. Hal tersebut memungkinkan
terjadinya perubahan bentuk dan posisi gaster. Ligamentum tersebut adalah
ligamentum gastrophrenika, gastrohepatika, gastrosplenika dan gastrokolika.
Sebagian besar volvulus gaster yaitu sekitar 75% kasus merupakan keadaan
sekunder dari kelainan intraabdominal yang mengakibatkan lemahnya fiksasi.
Apabila terjadinya volvulus tidak diakibatkan oleh kelainan intraabdominal dinamakan
idiopatik. Mobilitas abnormal pada hiatus esofagus merupakan sebagian kasus pada
anak-anak Pada cadaver, ligamentum gastrokolika dan gastrosplenika mempunyai
peran penting untuk menghindari terjadi rotasi 180 derajat pada gaster normal,.
Kelainan intraabdominal lain yang dapat menyebabkan terjadinya volvulus gaster
adalah adhesi, dimana ada tiga kasus yang pernah dilaporkan.
Manifestasi klinis volvulus gaster targantung pada derajat rotasi obstruksi. Pada
dewasa, Trias Borchardt merupakan pertanda diagnosis volvulus gaster akut yaitu :
1) muntah dan tidak produktif,
2) distensi epigastrik akut
3) pipa lambung sulit/ tidak bisa masuk.
Gejala dan tanda tersebut merupakan hasil dari obstruksi pada bagian cardia dan/
atau pilorus. Gambaran klinis tersebut kadang-kadang sulit diterapkan pada usia
anak. Pada bayi seringkali terdapat regurgitasi dan muntah serta timbul bersama
penyakit lain. Secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun
intermiten/ kronis. Pada volvulus kronik bisa tanpa gejala dan ditemukan pada saat
pemeriksaan dengan barium dan/atau foto toraks. Apabila timbul gejala, biasanya
gejala ringan, seperti perasaan tidak enak pada abdomen bagian atas, sakit perut dan
kembung berulang.
Pemeriksaan radiologis abdomen dan toraks cukup penting dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis. Pada volvulus mesenterikoaxial, gaster tampak
berbentuk sferis pada foto polos posisi supinasi, dan double air-fluid level pada
posisi erect (tampak fundus pada bagian bawah dan antrum pada bagian atas).
Pemeriksaan dengan barium menunjukkan gaster terbalik (upside down) dan tampak
obstruksi.
Volvulus organoaxial lebih mudah didiagnosis dengan foto polos abdomen
(terutama bila tidak ada hubungannya dengan defek diafragma) dan bisa tidak
tampak pada pemeriksaan dengan barium. Pada foto polos tampak gaster lebih
horizontal dengan single fluid level. Pada pemeriksaan dengan barium,
esophagogastrik junction tampak terletak lebih rendah dari normal, antrum dan
deodenum yampak terpuntir.
PENATALAKSANAAN Volvulus gaster akut memerlukan tindakan bedah emergensi setelah dilakukan
resusitasi. Tindakan bedah yang dianjurkan yaitu pendekatan abdominal
(laparotomi), derotasi, menentukan viabilitas gaster, gastropeksi dan repair
kalainan organ lain. Keterlambatan diagnosis dan penanganan dapat menyebabkan
komplikasi berupa iskemik pada gaster dan kematian. Baru-baru ini, dilaporkan
kasus volvulus gaster akut idiopatik dilakukan gastropeksi anterior secara
laparoskopi. Gastropeksi anterior merupakan tindakan simpel dan cukup efektif
untuk mencegah rekurensi volvulus.
2. Obstruksi Gastroduodenal --------------------------------------------------------------------------------------- RD - Collection 2002
Obstruksi gastroduodenal khas ditandai dengan distensi abdomen minimal, bentuk
abdomen skafoid terutama setelah tindakan dekompresi yang efektif atau setelah
muntah. Muntah merupakan gejala klinis yang penting dan bermakna kelainan
bedah bila berwarna hijau, proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat
badan atau gagal kenaikan berat badan. Keterlambatan dan kesalahan diagnostik
sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting) dianggap
kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pasien-pasien
obstruksi gastroduodenal sering datang terlambat di rumah sakit atau terlambat
dalam mendiagnosisnya, sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Foto polos
abdomen mempunyai nilai diagnostik tinggi dengan melihat gambaran distribusi
udara. Gambaran single bubble dan double bubble menunjukkan lokasi obstruksi
dan jenis obstruksi, total atau parsial. Gambaran single bubble terdapat pada
obstruksi di proksimal dari gastric outlet antara lain pada stenosis pilorus hipertrofik
dan membran prepilorik. Gambaran double bubble terdapat pada obstruksi klinis
setinggi duodenum, antara lain atresia atau stenosis duodenum dan pankreas
annulare.
Obstruksi gastroduodenal merupakan suatu obstruksi gastrointestinal letak tinggi.
Obstruksi gastrointestinal letak tinggi adalah gangguan passase intestinal mulai
dari gaster dan duodenum sampai dengan pertengahan ileum.
Gambaran klinis bayi dengan obstruksi intestinal letak tinggi, khas ditandai dengan
distensi adomen yang minimal, bentuk skaphoid terutama setelah tindakan yang
efektif dari dekompresi atau setelah muntah Terdapat hubungan yang penting antara
kelainan gastroduodenal dengan muntah pada bayi dan anak. Setiap muntah yang
persisten dengan kegagalan kenaikan berat badan, terutama muntah hijau selalu
dipikirkan suatu kelainan bedah. Juga dapat merupakan suatu keadaan gawat pada
perut sebagai kelainan kongenital maupun akuisita, serta sering memerlukan
tindakan pembedahan untuk mengurangi morbiditas Keterlambatan dan kesalahan
diagnostik sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting)
dianggap kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pada
obstruksi duodenum kongenital, 15 % obstruksi diatas muara saluran empedu
(ampula Vater). Bahkan 45 % obstruksi duodenum kongenital letak preampula,
sehingga muntah tidak berwarna hijau
Insidensi obstuksi gastric outlet relatif sedikit yaitu 1 dari 100.000 kelahiran bayi
hidup, tidak termasuk stenosis pilorus hipertrofik infantilis. Insidensi stenosis pilorus
hipertrofik infantilis adalah 1,5-3/1000 kelahiran bayi hidup. Penderita laki-laki 4 kali
lebih banyak dibandingkan perempuan. Frekuensi tertinggi dijumpai pada usia 2-3
minggu, etnik kulit putih lebih sering daripada bayi Cina dan India. Insidensi obstruksi
duodenum kongenital diperkirakan 1/10.000 kelahiran bayi hidp dan separuhnya lahir
prematur. Bayi perempuan 2 kali lebih sering dari laki-laki.
Etiologi Etiologi dari obstruksi intrinsik kongenital antrum, pilorus dan duodenum belum
diketahui secara pasti sampai saat ini, termasuk teratogenik spesifik yang diketahui
sebagai penyebab utama. Hubungan garis familier transmisi genetik resesif
autosomal masih merupakan postulat. Teori lain yang dapat diterima secara umum
adalah obstruksi intrinsik kongenital berhubungan dengan kegagalan rekanalisasi
lumen saluran intestinal setelah fase solid dari siklus proliferasi epitel mukosa7.
Obstruksi ekstrinsik duodenum bagian kedua (pars descendens) dapat disebabkan
oleh pankreas annulare atau malrotasi dengan Ladds band. Sedangkan etiologi stenosis pilorus hipertrofik diduga melibatkan multifaktorial,
termasuk pengaruh genetik dan lingkungan. Resiko anak laki-laki menderita stenosis
pilorus hipertrofik adalah sebesar 20 % dan anak perempuan 7 % bila ibunya
menderita stenosis pilorus hipertrofik. Dan bila ayahnya yang menderita maka resiko
anak laki-laki 5 % dan anak perempuan 2,5 % terutama bila anak yang pertama lahir
laki-laki. Anak kembar monozigotik, bila salah satu menderita stenosis pilorus
hipertrofik maka kemungkinan yang lain akan terkena adalah sebesar 85,7 %, bila
kembar dizigotik, maka kemungkinannya 8,4 %. Hal ini ada hubungannya dengan
faktor yang diturunkan suatu modifikasi seks poligenik, multiple genetic X-linked.
Faktor lain adalah pengaruh lingkungan sosial ekonomi tinggi, stress maternal pada
trimester tiga, termasuk pemakaian obat-obatan sewaktu maternal, pemberian
spesific breastfeeding transpyloric dan peningkatan serum gastrin maternal atau bayi
dan kelainan interaksi gastrin-sekretin.
Diagnosis Anamnesis riwayat penyakit penderita dengan keluhan muntah (72 %) merupakan
hubungan penting kelainan gastroduodenalis pada bayi dan anak. Bayi dengan
obstruksi intestinalis letak tinggi, distensi abdomen minimal karena tindakan
dekompresi atau setelah muntah. Dan konstipasi yang terjadi, dapat karena intake
yang memang sedikit akibat sering muntah. Mekonium dapat keluar normal pada
atresia duodenum. Muntah tersebut bermakna dalam menentukan diagnosis
obstruksi gastroduodenal karena berhubungan dengan kelainan bedah traktus
gastrointestinalis, yaitu bila muntah hijau atau fekal, muntah persisten, muntah
bercampur darah atau berwarna gelap, muntah yang disertai penurunan atau
kegagalan kenaikan berat badan. Bayi dengan keluhan muntah hijau, harus
dianggap terdapat obstruksi traktus gastrointestinalis sampai dapat dibuktikan
adanya kelainan lain.
Pemeriksaan fisik meliputi penilaian keadaan umum yang meliputi ada tidaknya
dehidrasi, tanda-tanda ikterik, dan gangguan keseimbangan hemodinamik.
Ikterik sering ditemukan pada obstruksi duodenum. Pemeriksaan status lokalis
abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan palpasi
abdomen diharapkan dapat menemukan adanya massa epigastrik yang
merupakan salah satu tanda bagi stenosis pilorus hipertrofik.
Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang meliputi pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, dan analisa gas darah. Bila terdapat dehidrasi, gangguan cairan dan
elektrolit, alkalosis metabolik, anemia, dan infeksi, maka akan terdapat kelainan
dalam pemeriksaan laboratorium tersebut.
Pemeriksaan foto polos abdomen rutin dikerjakan dengan posisi anteroposterior dan
lateral. Bila terjadi obstruksi pada gastric outlet, terutama pada stenosis pilorus
hipertrofik, maka akan terlihat gambaran distribusi udara berupa single bubble
karena dilatasi lambung akibat penuh dengan udara. Pada pemeriksaan foto
abdomen dengan zat kontras pada stenosis pilorus hipertrofik, tampak pilorus
menyempit (string sign), tanda pyloric tit terjadi bila gelombang peristalsis gagal
menembus obstruksi pilorus, tanda ini terjadi pada kurvatura minor proksimal dari
pilorus, dan tanda pyloric beak dapat terjadi bersamaan dengan pyloric tit dan
menunjukkan konfigurasi peluru pada saat barium mau memasuki kanalis pilorus.
Tanda pyloric shoulder menunjukkan batas barium yang konkaf antara pyloric tit di
atas dan pyloric beak di bawah. Tanda ini terjadi karena barium menempel pada
batas proksimal massa pilorus. Sedangkan dengan pemeriksaan ultrasonografi
menunjukkan gambaran target sign.
Untuk atresia duodenum, dengan pemeriksaan foto polos abdomen akan tampak
gambaran double bubble. Tanda itu disebabkan karena dilatasi lambung dan
duodenum bagian proksimal dari atresia, yang tidak diikuti pilorus yang
menggembung karena pilorus tidak bebas berkembang. Gambaran double bubble
dengan disertai gambaran gelembung-gelembung udara kecil yang minim
(scattered) di bagian distal, harus dicurigai kemungkinan suatu malrotasi, sehingga
harus dikerjakan pemeriksaan barium enema.
Terapi Pada pra operasi, dilkukan dekompresi dengan pipa nasogastrik dan bila terjadi
dehidrasi, kekurangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa, maka
dilakukan resusitasi cairan dan koreksi elektrolit dan asam basa terlebih dahulu.
Tindakan operasi piloromiotomi Fredet-Ramsted dikerjakan pada stenosis pilorus
hipertrofik. Sedangkan piloroplasti dikerjakan atresia dan stenosis pilorus, dan
membran pra-pilorik. Dan prosedur operasi duodeno-duodenostomi, atau modifikasi
dari Kimura dengan diamond-shape anastomosis, dikerjakan pada atresia
duodenum, stenosis duodenum, dan pankreas annulare. Dekompresi dengan
pemasangan gastrostomi dan transanastomotic tube masih kontroversial sampai
sekarang.
Secara umum penegakan diagnosis obstruksi gastroduodenal meliputi anamnesis yang
akurat dan sistematis mengarah pada kelainan suatu organ. Gejala klinis yang penting
adalah muntah, yang bermakna bedah bila muntahnya hijau (bercampur empedu),
proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat badan atau kegagalan
kenaikan berat badan. Muntah bercampur empedu menunjukkan bahwa obstruksi di
distal ampula vater dan muntah tanpa empedu menunjukkan obstruksi di proksimal
ampula vater. Pemeriksaan fisik yang patognomonis untuk stenosis pilorus hipertrofik
adalah massa di epigastrik.
Bilamana pemeriksaan fisik belum dapat menegakkan diagnosis, maka perlu
dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen, dimana akan
ditemukan tanda single bubble untuk obstruksi di proksimal dari ampula vater dan
double bubble untuk obstruksi di duodenum. Pada kasus stenosis pilorus hipertrofik,
muntah projektil sejak lahir 1 kasus dan lainnya setelah 2 minggu. Muntahnya tidak
berwarna hijau dan terdapat kegagalan pertumbuhan serta dehidrasi. Pada
pemeriksaan palpasi hanya 1 kasus ditemukan massa epigastrik. Pada foto polos
ditemukan single bubble.
Penemuan klinis yang penting dari obstruksi gastroduodenal adalah semua kasus
datang terlambat, karena distensi abdomen yang minimal dan kadang defekasi masih
ada. Karenanya, pasien dengan muntah persisten atau hijau disertai dengan
penurunan berat badan atau kegagalan tumbuh kembang maka perlu dipikirkan suatu
obstruksi gastroduodenal. Selain itu, juga sering terdapat dehidrasi, hipokalemi
karena seringnya muntah, dan alkalosis metabolik.
Gambaran klinis yang khas dari obstruksi gastroduodenal adalah distensi abdomen
minimal, bentuk abdomen skaphoid terutama setelah tindakan dekompresi yang
efektif atau setelah muntah. Muntah yang tidak berwarna hijau menunjukkan
obstruksi di proksimal ampula vater, sedangkan bila berwarna hijau menunjukkan
obstruksi distal ampula vater.
Pemeriksaan foto polos abdomen mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan
melihat gambaran distribusi udara. Gambaran single bubble terdapat pada obstruksi
gastric outlet, yaitu stenosis pilorus hipertrofik dan membran prepilorik. Gambaran
double bubble terdapat pada obstruksi setinggi duodenum, yaitu atresia atau stenosis
duodenum dan pankreas anulare.
Untuk mencari kausa intrinsik atau ekstrinsik dari obstruksi gastroduodenal perlu
prosedur lain untuk penegakan diagnosis lebih lanjut, tidak dapat terlihat pada foto
polos ataupun foto barium enema.
Obstruksi setinggi duodenum : o Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) o Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) o Stenosis duodenum o Volvulus midgut pada malrotasi
Malrotasi Usus ------------------------------------------ RD - Collection 2002
Malrotasi telah lama dikenal sebagai kelainan yang khas dan berdiri sendiri.
Obstruksi duodenum kongenital pertama kali dikemukakan oleh Calder pada tahun
1752. Perkembangan normal dari usus manusia meliputi rotasi dan fiksasi dari
midgut embrional. Kejadian normal ini pertama kalinya dikemukakan oleh Mall
pada tahun 1898 dan dijelaskan lebih lanjut oleh Dott pada tahun 1923. Kelainan
rotasi dan fiksasi membuat suatu spektrum dari keadan anatomis yang berkisar pada
kepentingan klinis dari pasien yang sama sekali tidak mengeluhkan gejala hingga
mereka yang mengalami volvulus midgut dan bahkan kematian. Gambaran klinis
dan anatomis dari kelainan ini dikemukakan oleh William E. Ladd pada tahun 1941
dalam bukunya yang berjudul Abdominal Surgery of Infancy and Childhood.
Walaupun outcome yang didapatkan saat ini mengalami kemajuan yang berarti,
namun hanya diperoleh sedikit penambahan dalam memahami kelainan anatomis
dasar atau penatalakasanaan operatif kelainan tersebut. Pemahaman yang
komprehensif mengenai embriologi usus, khususnya midgut, penting untuk dapat
memahami gambaran klinis dan hasil yang ditemukan dalam operasi yang
berhubungan dengan kelainan rotasi usus.
Embriologi Gut primitif bentuk awalnya adalah berupa struktur tubuler yang lurus dan terdiri
dari jaringan endodermal yang terletak di tengah-tengah dari embrio. Seluruh
saluran pencernaan dan organ-organ digestif berasal dari dari struktur ini dan
turunannya. Pada manusia, midgut embrional adalah bagian dari gut primitif yang
terbuka bagian depannya ke arah yolk sac. Pada 5 minggu gestasi, bagian depan
yang membuka ke arah yolk sac tersebut menyempit hingga hampir menjadi sama
ukurannya dengan diameter longitudinal gut itu sendiri, yang kemudian dinamakan
duktus omfalomesenterikus. Proses rotasi dari midgut berawal pada 5 minggu
gestasi yang terbagi kedalam tiga tahap .
Pertama, herniasi dari loop midgut primer ke dalam pangkal dari korda umbilikalis. Hal ini terjadi pada minggu 6-10 minggu gestasi. Bila terjadi
kelainan dalam proses ini, maka akan terjadi omphalocele.
Stadium kedua dari perkembangan midgut adalah kembalinya usus kedalam abdomen. Proses ini terjadi antara minggu ke-10 hingga ke-12 gestasi.
Normalnya, segmen pre-arterial masuk terlebih dahulu dan mengalami rotasi,
dengan aksis arteri mesenterika superior.
Segmen pre-arterial akan berotasi 270 derajat berlawanan arah dengan jarum jam
sehingga nantinya akan terletak di posterior dari a. mesenterika superior. Bagian
segmen pre-arterial yang lebih kranial dan bagian dari foregut akan membentuk
duodenum proksimal, yang terletak di sebelah kanan dari linea mediana. Bagian
yang lebih distal dari segmen pre-arterial bergerak ke posterior dan akan
terfiksasi di sebelah kiri dari a. mesenterika superior. Segmen horizontal ini
membentuk duodenum pars ke-3 dan ke-4 dan normalnya difiksasi ke dinding
abdomen belakang oleh ligamen Treitz di sebelah kiri aorta abdominalis.
Jejunum dan ileum mengalami pemanjangan yang cukup bermakna, membentuk kurang lebih enam loop usus primer saat lahir. Segmen post-arterial dari midgut
akan menjadi ileum terminal, sekum, kolon kanan dan kolon transversum bagian
proksimal. Segmen-segmen ini juga mengalami rotasi sebesar 270 derajat
berlawanan arah dengan jarum jam, tetapi terjadi di sebelah anterior dari a.
mesenterika superior. Jadi, sekum awalnya terletak di sebelah kiri, kemudian
menjadi sebelah anterior dan selanjutnya di sebelah kanan dari a. mesenterika
superior hingga akhirnya berada di fossa iliaka dekstra. Sebagian besar kelainan
rotasi terjadi pada tahap ini.
Tahap akhir dalam proses penempatan midgut normal adalah fiksasi usus ke dinding posterior abdomen. Proses ini terjadi setelah 12 minggu gestasi hingga
lahir. Titik-titik normal dari fiksasi meliputi sekum di fossa iliaka dekstra dan
duodenojejunal junction pada ligamentum Treitz di sebelah kiri aorta
abdominalis dan anterior terhadap vena renalis. Hasil dari proses ini, fiksasi
mesenterium usus halus mempunyai pangkal yang lebar yang membentang dari
perlekatan ligamentum Treitz hingga perlekatan sekum sehingga normalnya
tidak mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus. Sebaliknya, bila proses rotasi
dan fiksasi terganggu, maka pangkal dari mesenterium tidaklah terfiksasi dengan
baik ataupun sempit, dan usus mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus.
Selain itu, sebagian besar pasien kelainan rotasi mempunyai potensi untuk
terjadinya kompresi dan obstruksi duodenum yang diakibatkan oleh band
peritoneum aberrant (Ladds band), yang memfiksasi sekum dan kolon yang malposisi terhadap dinding posterior abdomen.
Kelompok dari kelainan rotasi diberi istilah sebagai malrotasi yang diakibatkan oleh
gangguan dari kejadian-kejadian embriologis yang telah dijelaskan diatas. Kelainan-
kelainan yang umum terjadi meliputi nonrotasi, rotasi inkomplit, dan bentuk-bentuk
malrotasi lainnya. Yang lebih jarang terjadi adalah hernia mesokolika dan kelainan
lainnya. Walaupun kurang tepat, tetapi istilah malrotasi digunakan dalam praktek
sehari-hari untuk menjelaskan proses malformasi yang penting menurut seperti yang
telah dijelaskan diatas. Kelainan-kelainan rotasi ini tidaklah semuanya menimbulkan
gejala atau masalah. Gejala klinis timbul dikarenakan terdapatnya obstruksi duodenum
atau volvulus midgut dengan insufisiensi vaskuler pada usus
Kelainan rotasi ini juga berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain, yang
ditemukan pada sekitar 62 % dari seluruh kasus, seperti hernia diafragmatika
kongenital, defek dinding abdomen anterior, atresia duodenum, atresia intestinal,
refluks gastroesofageal, web duodenum intrinsik, atresia jejunoileum, Hirschprungs disease, dan kista mesenterial. Nonrotasi adalah salah satu bagian dari kelainan yang
berhubungan dengan omphalocele dan hernia diafragmatika. Obstruksi duodenum
intrinsik akibat dari web luminal atau atresia jarang terjadi, namun dilaporkan terjadi
pada 8-12 % bayi yang menderita kelainan rotasi. Karenanya, menyingkirkan
kemungkinan ini sangat penting pada saat atau sebelum waktu operasi.
Klasifikasi Nonrotasi
Nonrotasi khas ditandai dengan kegagalan rotasi berlawanan arah dengan jarum jam
dari loop midgut memutari a. mesenterika superior. Pada non rotasi, midgut tidak
melakukan rotasi atau berhenti sebelum mencapai 90 derajat. Kolon berada di
abdomen sebelah kiri, sekum berada di linea mediana atau di dekatnya, dan usus
halus berada di sebelah kanan linea mediana. Volvulus midgut dan obstruksi
duodenum ekstrinsik merupakan resiko yang mungkin terjadi. Volvulus terjadi
karena pedikel dari mesenterium seluruh usus sempit dan obstruksi terjadi karena
terdapat perlekatan peritoneum dari sekum yang posisinya abnormal ke dinding
posterior abdomen, yang melalui sebelah anterior dan lateral dari duodenum pars
descendens. Duodenojejunal junction berada lebih kaudal dan anterior terhadap
posisi normal, dekat dengan ileocecal junction, dan khas gagal melewati linea
mediana. Obstruksi duodenum parsial dikarenakan kompresi ekstrinsik oleh karena
band yang melekatkan sekum ke dinding posterior abdomen khas pada non rotasi.
Rotasi Inkomplet
Rotasi inkomplet juga merupakan kelainan posisi yang umum terjadi. Kelainan ini
diakibatkan oleh berhentinya proses rotasi pada atau hampir mencapai 180 derajat2.
Pada kelainan ini, segmen pre-arterial gagal untuk menyelesaikan rotasi yang
normalnya nanti akan berada di posterior dan kiri dari a. mesenterika superior.
Sedangkan segmen post-arterial juga gagal untuk menyelesaikan rotasinya yang
normalnya berada di sebelah anterior dari a. mesenterika superior. Sekum khas
berada di abdomen bagian atas, dan di sebelah kiri dari a. mesenterika superior, serta
perlekatannya ke dinding posterior abdomen melalui band peritoneum (Ladds band) berpotensi untuk menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum. Pedikel vaskuler
mesenterial a. mesenterika superior sempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
volvulus.
Rotasi Terbalik
Dalam rotasi terbalik, usus berotasi dalam derajat yang bervariasi searah dengan
arah jarum jam dengan aksis a. mesenterika superior. Duodenum (segmen pre-
arterial) terletak di sebelah anterior dari a. mesenterika superior dan kolon
transversum, membentuk saluran retroarterial yang menyebabkan sumbatan
parsial arteri, vena dan pembuluh limfe. Sedangkan segmen post-arterial posisinya
bervariasi, tetapi dapat berada di sebelah posterior dari a. mesenterika superior
atau didalam hernia mesokolika. Pada kasus lain, sekum dapat terletak di sebelah
kanan atau kiri abdomen. Kelainan ini dapat menyebabkan obstruksi kolon
transversum.
Tidak terdapatnya vena mesenterika superior dilaporkan terdapat dalam kasus ini.
Kasus ini jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari seluruh kasus.
Hernia Paraduodenal Mesokolika
Hernia mesokolika (paraduodenal) sangat jarang terjadi tetapi secara bedah
merupakan kelainan yang penting yang disebabkan oleh karena kegagalan fiksasi
mesokolon kiri atau kanan ke dinding posterior abdomen dalam struktur yang
normal. Akibatnya dapat terjadi sekuestrasi atau terjepitnya usus halus diantara
mesokolon dan dinding posterior abdomen baik di sebelah kiri maupun kanan.
Hernia mesokolika kanan terjadi karena segmen pre-arterial gagal melakukan rotasi.
Kelainan ini khas ditandai dengan terjepitnya usus halus di sebelah posterior dari
kolon kanan dan sekum oleh mesenteriumnya. Fenomena yang sama juga terjadi di
sebelah kiri; namun, hal ini terjadi pada kolon dan sekum yang posisinya normal.
Pada kasus terakhir, usus halus yang terjepit berada dalam kantong hernia dengan
leher kantong berupa vena mesenterika inferior dan perlekatan peritoneum ke
dinding posterior abdomen. Baik hernia mesokolika kanan dan kiri berpotensial
untuk menyebabkan terjadinya obstruksi, inkarserasi, dan strangulasi dari usus
halus.
Epidemiologi Insidensi malrotasi yang sebenarnya masih belum dapat ditentukan. Insidensi dari
kelainan rotasi dari midgut kurang lebih satu dari lima ratus kelahiran hidup1,6,7
. Ada
pendapat lain yang menyatakan bahwa insidensi malrotasi adalah sebesar 1 dari
6000 kelahiran hidup dan frekuensi dari pasien yang dirawat inap di rumah sakit
adalah sebesar 1 dari 25.000 populasi serta prevalensi yang ditemukan pada autopsi
adalah sebesar 0,5- 1 % dari populasi total.
Malrotasi biasanya muncul dalam periode neonatus, bahkan dapat terjadi dalam
kehamilan, yang mengakibatkan terjadinya volvulus prenatal dan menimbulkan
terjadinya atresia gastrointestinal. Pada kejadian ini, perbandingan antara pria
dengan wanita adalah 2:1. Kurang lebih 20 %-30 % muncul setelah umur 1 tahun,
dan disini dominasi pria berkurang1. Sedangkan Kamal (2000) melaporkan bahwa
60 % kasus terjadi pada bulan pertama kehidupan, 20 % antara umur 1 bulan hingga
1 tahun, dan sisanya setelah umur 1 tahun.
Diagnosis
Gambaran Klinis
Pada kasus malrotasi, gambaran klinisnya dibagi menjadi asimtomatis dan simtomatis.
Pada pasien asimtomatis, malrotasi biasanya diketahui pada anak-anak dengan umur
yang lebih tua dari 1 tahun. Istilah asimtomatis ini sebenarnya kurang tepat, karena
gejala-gejala malrotasi sebenarnya muncul pada pasien tersebut, namun tidak khas dan
berlangsung kronik. Hal ini diakibatkan karena tidak terjadinya volvulus ataupun
insufisiensi vaskuler.
Gambaran klinisnya berupa nyeri perut, dengan atau tanpa muntah yang intermitten,
diare kronis, malabsorpsi, dan kegagalan tumbuh. Diare kronis dan malabsorpsi yang
tampak pada pasien-pasien itu diperkirakan diakibatkan karena limfedema
kronis dan kehilangan protein kedalam lumen dari usus yang mengalami obstruksi
kronis.
Gejala-gejala pada pasien malrotasi umumnya merupakan akibat dari obstruksi
parsial duodenum atau volvulus midgut. Obstruksi duodenum umumnya merupakan
akibat kompresi ekstrinsik dari Ladds band. Ladds band merupakan bentuk matur dari mesogastrium dorsal pada embrio yang berfungsi untuk memfiksasi sekum dan
mesokolon ke dinding perut bagian belakang. Ladds band menyilang di sebelah anterior dan lateral terhadap duodenum pars descendens, sehingga regio postampula
merupakan tempat terjadinya obstruksi. Volvulus terjadi pada separuh dari seluruh
kasus malrotasi yang datang ke rumah sakit untuk dioperasi.
Onset dari gejala-gejala selama periode neonatus biasanya akut. Muntah adalah
gejala utama pada sebagian besar pasien, sekitar 95 %. Awalnya, muntahnya
berwarna coklat atau bilus, tetapi kemudian berubah menjadi bercampur darah bila
terjadi bowel compromised. Terdapatnya cairan bilus dalam muntah pada neonatus
adalah salah satu tanda dari malrotasi dan volvulus midgut dikarenakan obstruksi
dari duodenum. Gejala-gejala yang jarang terjadi adalah muntah seperti kopi,
distensi abdomen, nyeri perut, dan berak darah. Pada anak-anak dengan umur lebih
tua, Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa distensi adalah tanda klinis yang sering
tampak, dan ketika volvulus berkembang menjadi infark. Namun, kurang lebih 50 %
kasus, pemeriksaan abdomennya normal.
Masalah klinis yang paling kritis sehubungan dengan malrotasi dan volvulus midgut
adalah potensi terjadinya torsi pedikel dari a. mesenterika superior yang dapat
menyebabkan terjadinya insufisiensi vaskuler akut dari usus. Hal ini dapat
mengancam jiwa pasien. Test benzidin positif atau terdapatnya haematoschezia yang
diakibatkan oleh cedera mukosa usus merupakan tanda awal dari volvulus. Bilamana
terjadi nekrose usus transmural dan sepsis, maka hipotensi, asidosis sistemik,
kegagalan nafas, trombositopenia, dan tanda-tanda akut abdomen yang lain akan
muncul. Outcome dari penanganan volvulus adalah tergantung dengan waktu,
karenanya pasien neonatus dengan gejala dan tanda obstruksi usus harus segera
ditangani sampai diagnosis pasti ditegakkan. Dan terlambat beberapa jam dapat
menyebabkan terjadinya nekrose usus masif. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa
reseksi usus hanya dilakukan pada 15 % operasi pada kasus malrotasi2.
Radiologis
Dalam menegakkan diagnosis malrotasi, selain dengan klinis, juga dapat
dilakukan secara radiologis, yaitu dengan pemeriksaan sebagai berikut :
- Foto abdomen polos; akan ditemukan gambaran double bubble akibat obstruksi duodenum akut
3. Namun, banyak penulis yang menyatakan
gambarannya normal dan tidak spesifik1,2,4,8
. Juga menghilangnya gambaran
udara kolon normal. Dan bila terjadi volvulus dari midgut maka gambaran
udara abdomen akan menghilang (gasless abdomen)
- Dengan serial foto kontras gastrointestinal bagian atas akan didapatkan beberapa gambaran khas untuk malrotasi. Pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan radiologis definitive untuk kasus malrotasi. Dengan pemeriksaan
ini akan didapatkan duodenojejunal junction letaknya berada di sebelah
kanan dari linea mediana dan agak ke anterior, begitu pula dengan
ligamentum Treitz. Kemudian didapatkan juga gambaran obstruksi
duodenum. Selain itu, didapatkan gambaran pengisian kontras di jejunum
yang berada di abdomen bagian kanan. Pada rotasi inkomplit, didapatkan
gambaran Z-sign sudutnya sangat tajam, dimana pada orang normal sudutnya
tumpul. Gambaran volvulus usus khas ditandai dengan corckscrew appearance. Selain itu, juga akan didapatkan gambaran penebalan membran mukosa dari usus halus
- Serial foto gastrointestinal bagian bawah (barium enema) tidak dapat menentukan lokasi dari duodenojejunal junction, tetapi dapat
mengidentifikasi lokasi dari sekum, walaupun letak sekum yang normal
belum dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya malrotasi, perlu
dibandingkan dengan hasil penemuan klinis. Serial foto ini juga dapat
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya obstruksi kolon
dan atresia ileum
- USG; alat ini berguna untuk menentukan aliran darah dalam pembuluh darah mesenterika superior pada penderita dengan tersangka mengalami
volvulus dari midgut. Gambaran transversal USG dapat menentukan posisi
dari pembuluh darah ini pada pangkal dari mesenterium. Normalnya, vena
mesenterika superior berjalan sejajar terhadap arteri dan berada di sebelah
kanan arteri sebelum vena tersebut bergabung dengan vena lienalis untuk
kemudian membentuk vena porta. Vena yang terletak di sebelah kiri atau
anterior dari arteri meningkatkan kecurigaan kemungkinan terjadinya
malrotasi usus. Gambaran lain yang ditemukan dengan pemeriksaan USG
adalah duodenum yang distensi dan penuh dengan cairan, dan usus yang
mengalami penebalan dinding yang terutama berada pada sebelah kanan
vertebra, serta terdapatnya gambaran cairan peritoneum bebas.
- CT-scan, MRI, dan angiografi juga dilaporkan digunakan dalam beberapa kasus. Perangkat tersebut digunakan untuk menentukan kelainan pembuluh
darah mesenterika untuk diagnosis. Perlu diperhatikan apabila menggunakan
rotasi vena mesenterika sebagai penanda diagnosis pada pasien-pasien
dengan pembesaran hepar, aneurisma aorta abdominalis, atau kelainan
kurvartura spinalis yang bermakna. Dari angiografi akan ditemukan
gambaran barber pole. Pemeriksaan ini berguna pada pasien anak yang
berumur lebih tua dengan gejala-gejala kronik yang berulang. Perangkat
diagnostik ini tidak dapat digunakan pada fase akut, khususnya pada periode
neonatal. Namun, diagnosis pasti dan sekaligus untuk evaluasi terapi adalah
dengan laparotomi eksplorasi1.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan malrotasi dengan atau tanpa volvulus adalah dengan pembedahan
menurut prinsip yang dikemukakan oleh William E. Ladd. Namun untuk pasien yang
asimtomatis, penanganannya masih kontroversial. Beberapa penulis menyatakan
bahwa koreksi dari malrotasi harus dilakukan bila malrotasi sudah diketahui dan tidak
ada kontra indikasi untuk dilakukan operasi.
Alasannya adalah, meskipun gejalanya tidak spesifik, tetapi pasien tersebut
sebenarnya tetap mengeluhkan gejala namun tanpa disertai dengan tanda-tanda
obstruksi atau insufisiensi vaskuler.
Persiapan pra-operasi untuk pasien malrotasi yang mengalami volvulus tidaklah jauh
berbeda dengan pasien-pasien bayi yang mengalami sakit serius lainnya yang
memerlukan laparotomi segera. Dilakukan resusitasi cairan melalui infus,
pemasangan NGT, kateter uretra, pemberian antibiotik pre-operasi, dan penunjang
lainnya untuk mengatasi kekurangan elektrolit dan gangguan nafas Pasien diletakkan
di atas meja operasi dalam posisi terlentang (supine). Dilakukan insisi transversal
supra umbilikal. Setelah peritoneum dibuka, maka akan keluar cairan asites limfe
akibat obstruksi pembuluh limfe atau akibat ruptur pembuluh limfe saat terjadi
volvulus. Seluruh usus dan mesenterium dikeluarkan dari abdomen untuk
identifikasi, dan biasanya ditemukan sekum dan kolon ascendens tidak berada dalam
posisi normal. Bila terdapat volvulus, setelah mengidentifikasi pangkal dari
mesenterium, maka dilakukan detorsi berkebalikan dengan arah torsi, biasanya
berlawanan arah dengan jarum jam. Kemudian, dilakukan observasi dan pemberian
cairan hangat pada usus. Viabilitas dari usus kemudian dinilai. Bila usus masih
viabel, dilakukan milking ke arah distal untuk mengetahui patensinya.
Untuk mencegah terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari, pedikel
vaskuler mesenterium a. mesenterika superior diperlebar pangkalnya dengan
membelah band peritoneum yang melekat pada sekum, mesenterium usus halus,
mesokolon, dan duodenum disekitar pangkal dari a. mesenterika superior. Setelah
hal ini dilakukan, maka mesokolon dan mesenterika menjadi lebar. Hal ini dapat
mengurangi resiko terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari. Pasca
operasi, obstruksi usus halus dilaporkan hanya terjadi kurang dari 10 %, dan itu
umumnya diakibatkan oleh adhesi Ladds band yang letaknya melintang dan menekan duodenum kemudian dipotong. Pemotongan Ladds band haruslah sampai bersih, karena bila tidak masih dapat menyebabkan terjadinya kompresi dan kinking
dari duodenum di kemudian hari. Setelah itu, dilakukan pemotongan seluruh
ligamen anterior, posterior, dan lateral duodenum agar duodenum menjadi mobil.
Kemudian, duodenum diluruskan dan ditempatkan pada regio abdomen kanan atas.
Dilakukan penilaian patensi dari lumen duodenum. Hal ini dapat dilakukan dengan
menginjeksikan udara atau salin ke dalam duodenum. Cara lain adalah dengan
memasukkan kateter via transgastrik. Cara terakhir ini mudah karena duodenum
sekarang menjadi lebih mobil. Kemudian dilakukan apendektomi insidental,
dikarenakan natinya sekum dan apendiks yang diletakkan di kuadaran kiri bawah
akan dapat menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosisnya bila kelak timbul
apendisitis. Prosedur yang terakhir adalah mengembalikan seluruh usus ke dalam
abdomen. Umumnya, sekum diletakkan pada kiri bawah, kolon diletakkan di
kuadran kiri, dan usus halus diletakkan di abdomen regio kanan. Tidak perlu
dilakukan fiksasi sekum pada tempatnya yang baru ini, karena dilaporkan tidak
ada keuntungannya Bila terdapat segmen dari usus halus yang mengalami
nekrotik, dilakukan reseksi anastomose. Pada kasus-kasus dimana seluruh midgut
mengalami gangren dan ddiperlukan reseksi usus total, maka dilakukan penutupan
abdomen tanpa reseksi.
Pasien tersebut hanya diberikan cairan intra vena dan analgesik. Dan, kemudian
perlu dilakukan motivasi terhadap keluarganya. Tetapi bila terjadi iskemia midgut
masif tanpa disertai dengan gangren, dilakukan detorsi dari volvulus tanpa reseksi.
Usus dikembalikan ke dalam abdomen. Sedangkan pada pasien-pasien dimana
ususnya mengalami edema sehingga untuk menutup abdomen sangat sulit
dikarenakan terdapat peningkatan tekanan abdomen, maka digunakan silo atau patch
Gortex untuk menutup abdomen. Pasien dijaga keseimbangan cairannya dan
kemudian dilakukan laparotomi ulang dalam waktu 36-48 jam berikutnya. Selama
masa menunggu tersebut, keseimbangan cairan dan elektrolit haruslah dijaga.
Plasma expander (seperti Dextran 40 10 ml/kgBB) diberikan setiap 6 jam untuk
mempertahankan perfusi darah. Usaha ini dapat menyelamatkan usus yang
mengalami iskemik yang mungkin akan direseksi dalam operasi pertama.
Komplikasi - Short-bowel syndrome : adalah komplikasi yang sering terjadi pada operasi
malrotasi dengan volvulus midgut. Hal ini diakibatkan oleh karena dilakukan
reseksi usus akibat nekrosis usus yang masif. Pasien-pasien ini mempunyai
resiko yang tinggi untuk terjadinya malabsorbsi.
- Infeksi : infeksi ini dapat berasal dari luka dan juga sering terjadi sepsis pasca operasi.
- Reoperasi : reoperasi dilakukan karena terjadi karena obstruksi usus akibat adhesi, rekurensi dari volvulus midgut dan sekum, kista dinding abdomen, dan
dehisiensi.
- Gejala-gejala gastrointestinal persisten : pasca operasi, penderita malrotasi dapat mengalami gejala-gejala gastrointestinal yang persisten, seperti konstipasi, diare,
nyeri abdomen, vomitus, dan sulit makan.
Obstruksi setinggi jejenoileal : o atresia jejuno-ileal o adhesi o mekonium ileus o intususepsi o komplikasi dari divertikel Meckel
Atresia Ileum --------------------------------------------- RD - Collection 2002
Atresia ileum merupakan salah satu penyebab obstruksi Gastrointestinal pada
neonatus. Angka insidensinya adalah 1:1500 2000 kelahiran.. Telah dipercaya bahwa penyebab atresia ileum adalah oklusi pembuluh darah mesenterium,
misalnya akibat volvulus atau invaginasi saat kehidupan intrauterine. Gejala yang
timbul pada atresia ileum adalah muntah yang timbul lebih dini, Distensi
abdomen, Pasase mekonium biasanya normal. Atresia ileum lebih sering terjadi
pada bayi premature. Kasus atresia ileum pertama kali dilaporkan tahun 1683 oleh
Goeller yang kemudian diikuti oleh Bland Sutton tahun 1869 yang mendiagnosis
atresia ileum pada neonatus hidup dan dilakukan ileostomi tetapi kemudian
meninggal. Foekens pada tahun 1911 telah berhasil melakukan operasi atresia ileum
yang pertama kali. Insidensi atresia intestinal adalah 1: 20.000 kelahiran hidup
sedangkan insidensi atresia jejunoileal bervariasi antara 1: 330 sampai 1:1500
kelahiran hidup.
Etiologi
Penyebab Atresia ileum lebih dimungkinkan berhubungan dengan kondisi
lingkungan intrauterine dibanding oleh karena anomali kongenital. Percobaan pada
fetus anjing yang dilakukan oleh Louw dan Barnard pada tahun 1955 menunjukan
bahwa gangguan vaskularisasi arteri mesenteri intrauterine menyebabkan
atresia pada segmen usus yang mengalami devaskularisasi. Luas dan derajat
atresia segmen usus yang bervariasi bergantung pada waktu terjadi dan derajat
gangguan aliran darah mesenter i. Kelainan gastrointestinal lainnya, seperti
Gastroschizis atau intusepsi intrauterine kadang disertai atresia ileum, yang
diduga disebabkan oleh kinking, regangan, atau gangguan aliran darah usus fetus.
Kelainan kromosom sangat jarang ( 1%) pada anak dengan atresia ileum. Faktor-
faktor maternal misalnya pemakaian obat-obat cafergot dan terjadinya anafilaksi
syok dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada fetus sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya atresia intestinal.
Diagnosis
Distensi abdomen dan muntah merupakan tanda atresia ileum pada bayi. thumb size loops of bowel dan air fluid level ditemukan pada plain foto abdomen. Adanya kalsifikasi merupakan kelanjutan dari nekrosis segmen usus yang
mengalami atresia. Aliran darah pada segmen yang berada tepat di proksimal atresia
mungkin mengalami gangguan. Dengan alasan ini preoperative dekompresi dengan
nasogastrik tube sangat vital dilakukan untuk mencegah distensi usus proksimal
atresia. Keterlambatan diagnosis atau operasi akan mengakibatkan distensi dan
memperburuk vaskularisasi segmen usus proksimal atresia. Beberapa ahli bedah
menyarankan pemeriksaan colon in loop untuk menyingkirkan adanya atresia
kolon (mikrocolon), sementara beberapa ahli bedah yang lain hanya melakukan
penilaian kolon intraoperatif untuk menilai patensi usus bagian bawah.
Dalam penegakan diagnosis atresia ileum sering mengalami kesulitan oleh karena
gejala dan tanda-tandanya tidak khas. Muntah empedu merupakan tanda klinis
yang paling sering dijumpai. Semakin tinggi letak atresia, kejadian muntah akan
semakin awal, meskipun Lister telah menemukan 5 kasus atresia ileum tanpa disertai
gejala muntah. Distensi perut terjadi pada bagian atas dan biasanya bersifat
progresif. Pada beberapa kasus, mekonium tetap dapat dijumpai. Untuk membantu
diagnosis perlu ditanyakan pada ibunya apakah ada riwayat hidramnion Muntah
kehijauan (bilous), dinding abdomen distended, tidak / sulit BAB merupakan
gejala dan tanda obstruksi distal dari ampula vateri yang dapat disebabkan oleh
penyebab lain selain atresia ileum seperti meconium disease, Hirschprungs disease, malrotasi, intussusepsi usus dan lai-lain. Pemeriksaan radiologi plain foto abdomen
dan colon in loop tidak dapat secara langsung memastikan diagnosis atresia ileum .
Pemeriksaan radiologis biasanya akan menunjukkan adanya multiple air fluid level
dan distensi usus. Pemeriksaan dengan contrast enema dapat membantu
membedakan atresia intestinal dengan penyakit Hirschprung dan mekoneum ileus
Ada 4 tipe atresia jejunoileal, dan satu subtipe telah ditambahkan baru-baru ini.
Pembagian tipe ini berdasarkan variasi pada defek usus yang terjadi.
Tipe I Mukosa dan submukosa membentuk
jaringan atau diafragma intraluminal,
sehingga terjadi obstruksi. Tidak terjadi
defek pada mesenterium, usus tidak
memendek.
Tipe II : Mesenterium masih utuh, tetapi usus tidak
berhubungan. Bagian proksimal mengalami
dilatasi terhubung dengan jaringan fibrosa
ke bagian yang distal. Keseluruhan usus
halus biasanya tidak memendek
Tipe IIIa Mirip tipe II dimana sama-sama
memiliki puntung proksimal dan
distal, bedanya pada tipe ini kedua
bagian usus terpisah sepenuhnya.
Dapat terjadi defek mesenterium
yang berbentuk V. Usus mengalami
pemendekan
Pada tipe IIIa kedua akhiran (pungtum) atresia buntu dan diantaranya tidak
terdapat jaringan fibrous yang menghubungkan kedua akhiran (pungtum)
tersebut. Dilatasi proksimal segmen atresia kadang merupakan bagian yang
aperistaltik dan lebih sering mengalami torsi atau menjadi overdistensi, yang
dapat menyebabkan
komplikasi berupa nekrosis dan perforasi. Pada tipe ini sering disertai dengan
adanya cystic fibrosis
Tipe IIIb :
Terdapat defek yang besar pada
mesenterium dan usus sangat
memendek. Defek ini juaga dikenal
sebagai deformitas pohon Natal.
Dapat juga disebut deformitas apple
peel.. Pada tipe dijumpai kelainan
seperti prematuritas, malrotasi,
dimana angka morbiditas dan
mortalitasnya dapat meninggi.
Tipe IV : tipe ini melibatkan atresia yang multipel atau kombinasi dari
tipe I sampai III. Kelainan ini dapat
menampakkan gambaran rentetan
sosis yang disebabkan atresia
multipel
Atresia intestinal tipe apple peel dapat disebabkan oleh karena gangguan vaskuler
intrauterin pada minggu ke-10 sampai 11 akibat oklusi arteria mesenterika
superior, sedangkan Adejuyigbe dan Odesanmi melaporkan adanya kasus atresia
intestinal yang diakibatkan oleh karena invaginasi intrauterin. Keadaan-keadaan
lain yang diduga dapat menyebabkan terjadinya atresia intestinal adalah volvulus
dan kegagalan rekanalisasi.
Penatalaksanaan
Tindakan bedah pada atresia ileum berupa reseksi dan anastomosis primer
segmen usus yang atresia. Post operasi dilakukan gastric drainase dengan NGT,
pemberian antibiotika, pemberian nutrisi parenteral. Irigasi per rectal menggunakan
NaCl 0,9 % dilakukan dua kali sehari dengan tujuan untuk melunakan mekonium di
dalam kolon sehingga dapat keluar dan untuk menstimulasi peristaltic Tindakan
pembedahan pada atresia intestinal adalah emergensi berhubung adanya bahaya
perforasi dan peritonitis. Yang menjadi masalah pada atresia intestinal adalah
sehubungan dengan perbedaan kaliber antara ujung proksimal dan distal yang sangat
besar, sehingga akan mempersulit melakukan anastomosis. Untuk mengatasi
masalah perbedaan kaliber ini, telah banyak diperkenalkan teknik operasi antara lain
reseksi, tapering plasty, plikasi dan enterostomi yang kemudian diikuti
anastomosis.
Kizilcan mengatasi perbedaan kaliber ujung proksimal dan distal dengan
mengerjakan striping seromusculer dengan plikasi mukosa. Lister menganjurkan
reseksi ujung proksimal yang dilatasi sebanyak mungkin dan reseksi distal 5 sampai
10 cm kemudian dilakukan end to end anastomosis. Anastomosis yang dikerjakan
pada ujung-ujung usus dengan perbedaan kaliber yang besar, akan mengakibatkan
terpuntirnya ujung usus distal dan menyebabkan terjadinya obstruksi. Untuk
mengatasi hal ini ujung distal perlu dikembungkan terlebih dahulu dengan
menyuntikkan NaCl supaya kalibernya bertambah besar, setelah itu baru dikerjakan
anastomosis. Tapering usus dengan reseksi sepanjang tepi antimesenterik dianjurkan
sebagai cara untuk mempertahankan panjang usus, namun harus diingat bahwa
resiko terjadinya kebocoran akan meningkat. Apabila dijumpai komplikasi-
komplikasi perforasi, peritonitis ataupun volvulus, maka anastomosis primer sangat
berbahaya oleh karena dapat terjadi kebocoran, sehingga dalam keadaan ini lebih
baik dilakukan enterostomi terlebih dahului. Untuk menentukan panjangnya reseksi
Hamdy et al. telah melakukan pemeriksaan histokimia dari ujung proksimal maupun
ujung distal yang buntu, dimana pada ujung proksimal maupun distal tidak dijumpai
adanya aktifitas acetylcholin esterase, tidak dijumpai ganglion maupun saraf
cholinergik dan otot-ototnya diganti dengan jaringan fibrous. Pemotongan 2 cm dari
ujung proksimal ternyata telah didapatkan ganglion intermuskuler dengan otot-otot
yang tipis. Pemotongan 4 cm dari ujung proksimal yang buntu, didapatkan lebih
banyak lagi ganglion dengan ukuran yang lebih besar, otot terbentuk lebih baik dan
lebih tebal dengan aktifitas acetylcholin esterase yang lebih baik. Pemotongan 1 cm
dari ujung distal yang buntu, menunjukkan adanya sedikit ganglion, sedangkan
pemotongan 2 cm telah didapatkan ganglion dan saraf yang ukurannya normal.
Senocak telah melakukan reseksi ujung proksimal sepanjang 15 cm dan reseksi ujung
distal sepanjang 2 cm diikuti end to end anastomosis pada satu kasus atresia ileum
akibat invaginasi intrauterin.
Lister menganjurkan agar pasca operasi tetap dipasang nasogastric tube, infus
sedangkan Raffenssperger menekankan pentingnya pemberian antibiotik, rektal irigasi
dan pengukuran lingkaran perut. Pemberian makanan peroral merupakan masa kritis
pasca operasi, dimulai apabila cairan yang keluar dari nasogastric tube telah sedikit
dan telah buang air besar.
Obstruksi setinggi kolon rektum: morbus Hirschsprung atresia kolon, rektum malformasi anorektal meconium plug syndrome mekonium ileus karsinoma kolo-rektal
Atresia Kolon ------------------------------------- RD - Collection 2002
Insidensi Atresis Colon adalah 1,8% - 15% dari Atresia dan Stenosis Intestinal.
Sedangkan Insidensi dari Atresia dan Stenosis Intestinal adalah 1 : 20.000 40.000 per kelahiran bayi hidup. Atresia Colon menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus
distal dengan perut distensi, muntah bilius dan mekonium tidak keluar. Penegakan
diagnosis prenatal dengan Ultrasonografi menunjukkan adanya obstruksi usus dan
pembesaran diameter usus yang tidak sesuai dengan masa kehamilan. Pilihan terapi
pembedahan dengan Colostomi atau Reseksi Anastomose secara primer tergantung
pada keadaan klinis pasien,patensi usus bagian distal dan kelainan yang
menyertainya. Prognosis biasanya baik. Atresis Colon terjadi akibat kerusakan
pembuluh darah yang mendarahi Colon dalam perkembangan intra uterin yang
diikuti oleh iskemia Colon sehingga terjadi hilang/atresia dari segmen Colon yang
mengalami iskemia. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan
muntah bilius biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih
dari 24 jam dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Insidensinya sekitar 1,8% -
15% dari atresia dan stenosis intestinal.Sedang Atresia dan Stenosis Intestinal
insidensinya 1 : 20.000 40.000 per bayi kelahiran hidup. Diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan klinis ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa
Radiologi Babygram dan Kontras Enema.
Etiologi
Atresia Colon pertama kali tecatat tahun1673,tetapi pasien dengan kondisi
tersebut tidak ada yang selamat sampai tahun 1922 ketika Gaub tercatat dengan
sukses melakukan tindakan Colostomi pada Atresia Colon. Potts pada tahun 1947
tercatat melakukan repair secara primer dengan selamat. Penyebab terjadinya
Atresia Colon sama dengan terjadinya Atresia Intestinal
Banyak teori yang menyatakan terjadinya Atresia Intestinal, tetapi yang terbaru
adalah teori akibat cedera vaskuler intra uterin yang menyebabkan nekrosis dari
segmen yang vaskulernya mengalami cedera dan selanjutnya mengalami absorbsi
Hipotesis dari atresia intestinal disebabkan karena terputusnya vaskuler ke
intestinal seperti yang digambarkan oleh Louw dan Barnard(1955). Seperti halnya
terjadi pada intestinal, proses tersebut terjadi juga pada colon.
Trombosis,volvulus,dan hernia dengan strangulasi merupakan mekanisme terjadinya
gangguan vaskuler intra uterin dengan akibat terjadi reabsorbsi secara bertahap
jaringan yang mati dan meninggalkan sisa usus yang buntu didalam janin, seperti
digambarkan oleh Louw pada tahun 1964. Isi usus steril sehingga tidak ditemukan
adanya sepsis. Perlukaan pada usus menyebabkan luka meliputi dinding usus
memungkinkan aliran darah kolateral untuk mendarahi jaringan yang rusak.Seperti
halnya iskemia hanya sebagian yang mendapat aliran darah, berakibat perlukaan
usus menjadi inkomplet. Luka mengalami penyembuhan dan terbentuk jaringan
parut dengan akibat penyempitan usus akhirnya timbul sebagai atresia aquisita.
Selain itu pada palpasi menyebabkan trauma seperti halnya pembedahan dan infeksi
akan menyebabkan kerusakan mesothelium cavum peritoneum yang berakibat
keluarnya exudat fibrous dalam cavum peritoneum menurunkan aktifitas fibrinolitik
dan selanjutnya terbentuk adhesi. Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum
adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan
merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi didalamnya. Keadaan
ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum serta devaskularisasi
sepanjang anastomose usus.
Klasifikasi Atresia Colon sama dengan klasifikasi
Atresia Intestinal
Klasifikasi Atresia Intestinal pertama kali oleh Sulton pada tahun 1889 dibagi
menjadi 3 type.Kemudian dibagi lagi menjadi 4 type ( Louw 1955,Louw
1959,Martin 1976 ) dan ditambahkan subtype.
Pembagian menurut Martin
Type I Terdapat membrane dalam lumen usus yang menyebabkan obstruksi Panjang usus tetap dan tidak ada defek jaringan mesenterial
Type II Segmen usus terpisah dan dihubungkan oleh jaringan fibrous Jaringan mesenterial utuh
Type IIIa Seperti type II terpisah distal dan proximal tetapi tidak terdapat jaringan fibrous dan terdapat defek pada jaringan mesenterial berbentuk V.
Type IIIb Segmen usus memendek dan terdapat defek yang luas pada jaringan mesenterikus. Dikenal juga sebagai kelainan seperti pohon Natal karena segmen
distal ileum hanya mendapat vaskularisasi tunggal arteri Ileocolica atau arteri
Colica Media.
Type IV Terdapat multiple atresia, sehingga memberikan gambaran seperti tali sosis.
Atresia Colon dapat ditemukan pada semua level tetapi lesi type II ditemukan
disebelah kanan dari flexura Lienalis dan type I ditemukan diantara dua vaskuler yang
dominant.
Atresia Colon pertama kali dilaporkan oleh Benninger pada tahun 1673. Pada tahun
1922 Gaub melaporkan pasien Atresia Colon dapat bertahan hidup setelah dilakukan
tindakan operasi Colostomi. Pertama kali dilaporkan pasien dapat bertahan hidup tanpa
Colostomi tetapi dengan Reseksi Anastomose primer pada tahun 1947.
Dignosis
Bayi biasanya full term dan tampak gambaran obstruksi distal secara cepat dan
progresif. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan muntah bilius
biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih dari 24 jam
dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Bentuk usus tampak dan teraba pada
perut yang distensi. Diagnosis prenatal, pada pemeriksaan
Ultrasonografi didapatkan gambaran obstruksi Colon dan perbesaran Colon yang
tidak sesuai dengan umur kehamilan. Diagnosis setelah lahir pada pemeriksaan
radiology tampak gambaran air-fluit level dan dilatasi usus yang hebat pada segmen
usus proximal dari obstruksi. Pada posisi Pone tak tampak gambaran udara di dalam
rectum Pada pemeriksaan dengan kontras enema tampak gambaran colon dengan
diameter yang kecil dan tiba-tiba terhenti pada bagian yang obstruksi.
Penatalaksanaan
Terapi Medis pada pasien dengan atresia colon langsung dilakukan resusitasi cairan
karena pasien biasanya dehidrasi.Dekompresi dengan Nasogastric tube, pemberian
antibiotic intravena. Perlu diperhatikan dan diterapi abnormalitas system organ yang
lain.
Terapi pembedahan tergantung pada status klinis pasien,letak atresia, keadaan usus
proximalnya, patensi usus distalnya dan kelainan lain yang menyertainya. Pada saat
operasi segmen distal dan proximal diidentifikasi dan dilakukan biopsi Colon. Jika
ditemukan Hirscphrungs Disea (aganglionik) dilakukan Colostomi. Jika tidak ditemukan Hirscphrungs Disea ada dua pilihan, pertama dilakukan reseksi bagian yang atresia dan dilakukan Colostomi sebagai pilihan terapi initial karena biasanya
ditemukan dilatasi yang hebat pada Colon proximal dan dilakukan Anastomose
Colocolica pada prosedur operasi selanjutnya.. Reseksi anastomose secara primer
mempunyai komplikasi lebih besar karena bagian distal biasanya tidak terdiagnosis.
Atresia Sigmoid -------------------------------------- RD - Collection 2002
Kolon adalah situs atresia yang paling tidak umum dalam traktus gastrointestinalis.
Anomali kongenital ini dideteksi pada neonatus yang terkena tidak lama setelah
kelahiran. Kelainan kongenital ini dapat dideteksi pada bayi baru lahir tidak lama
setelah lahir. Pasien biasanya datang dengan distensi abdomen dan kegagalan
pengeluaran mekonium. Stenosis kolon adalah jauh lebih umum, namun pasien
biasanya datang lebih lambat. Dengan stenosis kongenital, suatu membran
intraluminal biasanya ada dan kontinuitas usus terpelihara, namun jelas ada
ketimpangan antara segmen pra-stenotik dengan pasca-stenotik. Pada stenosis
akuisita, seluruh segmen yang terkena menjadi sempit. Cedera, inflamasi, infeksi,
dan neoplasma masing-masing telah dikaitkan dengan perkembangan striktur
Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang
dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.
Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada
sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi
usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.
Angka kejadian stenosis atau atresia ini kira-kira satu dari 20.000 kelahiran, dan ini
merupakan 16%-30% penyebab obstruksi usus pada masa neonatus.
Etiologi dan Patofisiologi
Kolon berkembang dari tuba digestiva, yang ada pada akhir bulan pertama
kehamilan. Pemanjangan cepat mulai selama minggu ke-5 kehamilan. Selama 5
minggu berikutnya, tuba intestinalis, dapat terpisah ke sefalad dan kaudal (berdasar
pada hubungan dengan ductus omphalomesentericus), berotasi melawan arah jarum
jam dan kembali pada posisi yang umum dalam abdomen. Extremitas kaudal
proximal menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior, sementara bagian
distal disuplai oleh arteri mesenterika inferior. Hipotesis tentang interupsi vaskuler
pada atresia usus kecil digambarkan oleh Louw & Barnard (1955), yang dapat
menjelaskan proses terjadinya atresia kolon. Trombosis, volvulus, dan herniasi
dengan strangulasi adalah mekanisme yang dapat berakibat cedera vaskuler in utero
dan nekrosis usus dengan reabsorpsi yang menyertai. Kegagalan vakuolisasi
duodenum, seperti yang digambarkan oleh Tandler pada 1900, nampaknya bukan
mekanisme atresia kolon. Atresia kolon secara khas digolongkan mengunakan
deskripsi atresia intestinal tahun 1989 oleh Bland-Sutton dan deskripsi 1964 oleh
Louw. Pada lesi tipe 1, usus dan mesenterium tetap intak, namun lumen usus terputus
oleh suatu membran komplit. Lesi tipe 2 adalah di mana usus terdiskontinu, terkoneksi
oleh suatu korda fibrosa. Pada lesi tipe 3, akhiran usus terpisah secara komplit, dan
mesenterium memiliki celah. Lesi stenotik berkarakter usus intak dengan oklusi
inkomplit Dua pertiga dari atresia kolon ada dalam distribusi arteri mesenterika
inferior.
Hal ini mungkin terkait dengan kurangnya suplai darah kolateral atau proses
penyakit yang membuat bagian kolon ini lebih rentan terhadap cedera. Serupa
dengan atresia jejunoileal, atresia kolon diyakini disebabkan oleh suatu gangguan
vaskuler in utero yang berakibat cedera iskemik. Ini terjadi setelah usus tengah
(midgut) telah kembali ke rongga selomik. Ia adalah yang paling tidak umum dan
merupakan 1,8-15% dari semua atresia dan stenosis intestinal. Atresia dapat terjadi
sepanjang seluruh kolon; akan tetapi, lesi di sebelah kanan dari flexura lienalis dan
distal dari area vaskuler adalah yang paling umum. Atresia kolon kadang-kadang
dikaitkan dengan anomali usus belakang (hindgut) lainnya.
Diagnosis
Diagnosis prenatal dimungkinkan dengan melakukan ultrasonografi dan menemukan
satu kolon yang lebih besar daripada yang sesuai untuk usia kehamilan. Diagnosis
setelah kelahiran biasanya tepat karena neonatus menunjukkan tanda-tanda obstruksi
usus distal. Distensi abdomen adalah prominen dalam 24 jam pertama, dan
kelokan usus proximal yang berdilatasi besar sering terpalpasi.
Radiograf menunjukkan suatu kelokan usus yang besar dengan level udara-cairan
proximal. Suatu enema kontras