24
OBSTRUKSI USUS NEONATUS ANAK ------------------------------------------------- RD - Collection 2002 --------------------------------------------- -- Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan obstruksi usus karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat darurat bedah yang paling sering pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan mortalitas yang cukup menjadi tantangan para dokter bedah anak. Disamping itu sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan homeostasis, temperatur juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pada diagnosa yang cepat dan terapi segera. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan yang cepat adalah mutlak pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak pasien pediatrik dengan kondisi obstruksi usus pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila dokter tersebut cepat mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera merujuk pasien tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali masalah bedah pada pasien tersebut tentu akan terlambat ia merujuk pasien ke dokter bedah / bedah anak dan akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan mungkin berakhir dengan morbiditas atau bahkan kematian. Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang memerlukan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya belum ada yang menjelaskan secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 10-15% dari seluruh obstruksi usus. Angka kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya frequensi berbeda-beda berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang sudah pernah dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat menyebabkan obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan bahwa intususepsi merupakan penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak. Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak tinggi, medium dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas. Penatalaksanaan obstruksi total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu agar jadi baik kembali meskipun tindakan bervariasi berdasarkan penyakit yang mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak melupakan sebelumnya untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat memberikan hasil yang memuaskan . Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita mengetahui gejala-gejala obstruksinya yaitu S (sakit) O (obstipasi) K (kembung) M (muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi . Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah adanya gangguan pasase pada saluran gastrointestinal antara lain : Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan stenosis pilorika hipertropi), Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular), mekoneum ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia diafragmatika, adhesiva Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas tertentu berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi gambaran klinis 1. Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen dan proyektil ) sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan didapatkan abdomen scapoid. 2. Obstruksi letak medium dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan obstipasi yang gejalanya tidak saling dominan, 3. Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran abdomen yang khas yaitu distensi, darm contour dan darm staifung Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali tanda-tanda obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi untuk dapat dengan pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, contoh untuk pemeriksaan penunjang akan bervariasi sesuari etiologi yang mendasarinya seperti SPH gambaran OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran OMDnya double bubble (+) sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gaster single bubble (+). Pada invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia diafragmatika tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro thoraks). Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif sesuai dengan kausanya, tindakan ini dapat berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif waktu selanjutnya atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf.

Bedah Anak_Obstruksi Usus Neonatus Anak-RD2002(1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah anak

Citation preview

  • OBSTRUKSI USUS NEONATUS

    ANAK ------------------------------------------------- RD - Collection 2002 ---------------------------------------------

    --

    Obstruksi usus pada neonatus mempunyai tempat tersendiri dalam penanganan

    obstruksi usus karena beberapa kondisi dapat merupakan suatu keadaan gawat

    darurat bedah yang paling sering pada neonatus dan menghasilkan morbiditas dan

    mortalitas yang cukup menjadi tantangan para dokter bedah anak. Disamping itu

    sifat neonatus yang sangat rentan terhadap perubahan homeostasis, temperatur juga

    tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

    Keberhasilan penanganan neonatus dengan obstruksi usus tergantung pada diagnosa

    yang cepat dan terapi segera. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat dan penanganan

    yang cepat adalah mutlak pada pasien-pasien obstruksi usus pada neonatus. Tidak

    bisa dipungkiri bahwa banyak pasien pediatrik dengan kondisi obstruksi usus

    pertama kali datang kepada dokter spesialis anak. Bila dokter tersebut cepat

    mengenali masalah bedah pada pasien tersebut maka ia akan segera merujuk pasien

    tersebut kepada dokter bedah bedah anak sehingga pasien bisa segera mendapat

    penanganan bedah. Sebaliknya bila dokter spesialis anak tersebut tidak mengenali

    masalah bedah pada pasien tersebut tentu akan terlambat ia merujuk pasien ke

    dokter bedah / bedah anak dan akan terlambat pula penanganan bedah pasien ini dan

    mungkin berakhir dengan morbiditas atau bahkan kematian.

    Obstruksi total pada anak merupakan salah satu bentuk akut abdomen yang

    memerlukan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat. Angka insidensinya

    belum ada yang menjelaskan secara nominal tanpa melihat etiologinya, sedangkan

    berdasarkan etiologi adhesi didapatkan 10-15% dari seluruh obstruksi usus. Angka

    kejadian obstruksi pada anak berdasarkan penyebabnya frequensi berbeda-beda

    berdasarkan keadaan atau penyakit yang mendasarinya , seperti yang sudah pernah

    dilaporkan fallat bahwa intususpsi merupakan penyebab obstruksi pada anak yang

    sering, keadaan lainnya seperti stenosis duodenum, hernia inkarserata juga dapat

    menyebabkan obstruksi dengan frequensi yang lebih kecil, Anderson menyatakan

    bahwa intususepsi merupakan penyebab yang umum terjadi pada kasus bedah anak.

    Keadaan obstruksi gastrointestinal ini dapat kita bagi dalam 3 kategori yaitu letak

    tinggi, medium dan rendah yang masingmasing memberikan gambaran yang khas.

    Penatalaksanaan obstruksi total pada prinsipnya adalah mengembalikan pasase usu

    agar jadi baik kembali meskipun tindakan bervariasi berdasarkan penyakit yang

    mendasarinya dan temuan durante operasinya, yang tidak melupakan sebelumnya

    untuk memperhatikan tiga stabilitas, agar outcomenya dapat memberikan hasil yang

    memuaskan .

    Obstruksi total merupakan salah satu keadaan akut abdomen yang memerlukan

    tindakan yang cepat dan tepat, diagnosis dapat dengan cepat dan tepat bila kita

    mengetahui gejala-gejala obstruksinya yaitu S (sakit) O (obstipasi) K (kembung) M

    (muntah) A (abdominal sign) berdasarkan inspeksi palpasi perkusi dan auskultasi .

    Etiologi obstruksi berbagai sebab penyakit yang mendasarinya, prinsipnya ialah

    adanya gangguan pasase pada saluran gastrointestinal antara lain :

    Gangguan gastric outlet (aplasia pylorus, atresia pylorus, stenosis pylorus dan stenosis pilorika hipertropi),

    Pada duodenum (atresia duodenum, stenosis duodenum dan pankreas anular), mekoneum ileus, atresia ani, megacolon kongenital, invaginasi, hernia

    diafragmatika, adhesiva

    Gambaran klinis pada obstruksi umumnya sama hanya ada beberapa sfesifitas

    tertentu berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Secara umum dapat dibagi

    gambaran klinis

    1. Obstruksi letak tinggi, disini akan lebih dominan muntah ( yang bersifat frequen dan proyektil ) sedangkan pada pemeriksaan fisik kemungkinan akan

    didapatkan abdomen scapoid. 2. Obstruksi letak medium dapat didapatkam muntah tetapi tidak frequen dan

    obstipasi yang gejalanya tidak saling dominan,

    3. Obstruksi letak rendah akan lebih dominan obstipasinya dan gambaran abdomen yang khas yaitu distensi, darm contour dan darm staifung

    Cara mendiagnosis obstruksi dapat dengan mudah dikenali bila kita mengenali

    tanda-tanda obstrksi yaitu dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberpa etiologi

    untuk dapat dengan pasti kita harus memerlukan pemeriksaan penunjang mulai

    pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi, contoh untuk pemeriksaan

    penunjang akan bervariasi sesuari etiologi yang mendasarinya seperti SPH gambaran

    OMDnya stringsign(+), stenosis duodenum gambaran OMDnya double bubble (+)

    sedangkan pada atresia duodenum atau aplasi gaster single bubble (+). Pada

    invaginasi pada palpasi didpatkan sousage sign, dancing sign, pada hernia

    diafragmatika tampak gambaran usus pada rongga thorak (pada baby grama atau ro

    thoraks).

    Penanganan obstuksi adalah dengan cara operatif sesuai dengan kausanya, tindakan

    ini dapat berupa tindakan sementara yang kemudian akan dilakukan operasi definitif

    waktu selanjutnya atau satu kali tindakan operasi langsung tindakan definitf.

  • Tindakan operasi penyebab obstruksi total pada anak

    Kausa obstruksi total Tindakan operasi

    HIL Dextra Inkarserata Herniotomi

    Megacolon Congenital Sigmoidostomi

    Atresia Ani Transvesocoloctomi dextra

    Invaginasi Laparotomi explorasi Milking

    HIL sinistra Inkarserata Herniotomi

    Stenosis Duodenum Shunt anastosmose Duodeno duodenostomi

    Atresia Duodenum Reseksi-anastosmose Duodeno-duodenostomi

    Adhesive Laparotomi explorasi Adhesiolisis

    Hernia Diafragmatika Laparotomi explorasi tutup defek

    Post Boley Prosedure Laparotomi explorasi abdominal perineal

    pulltrough

    Total Colon Aganglionik Ileostomi

    Pankreas Anular Reseksi-anastosmosi Duodeno-duodenostomi

    Penanganan etiologi tersebut diatas ada yang bersifat sementara (untuk menjaga

    kelancaran pasase usus) yang selanjutnya akan dilakukan operasi definitif dan pada

    kasus kasus tertentu tindakan sudah langsung tindakan operatif definitif, ada 2 pasien yang meninggal sebelum dioperasi karena datang terlambat dan sepsis.

    Etiologi

    Penyebab obstruksi usus dapat berupa kelainan kongenital dan sering terjadi pada

    periode neonatal. Sebagai contoh atresia usus (atresia duodenum, jejuno-ileal, atresia

    rekti dan lain-lain), intestinal aganglionosis, mekonium ileus, atau duplikasi

    intestinal.

    Penyebab / kelainan didapat (acquired) diantaranya intususepsi, obstruksi usus

    sebagai konsekuensi dari kelainan bawaan lain misalnya volvulus midgut karena

    adanya malrotasi, hernia inguinal lateral yang mengalami inkarserata atau sebagai

    konsekuensi dari inflamasi intra abdomen misalnya abses appendiks, striktur usus

    akibat NEC (Neonatal enterocolitis). Penyakit neoplastik dapat pula menyebabkan

    obstruksi usus. Limfoma maligna merupakan neoplasma maligna yang paling sering

    menyebabkan obstruksi usus halus dan polip usus merupakan neoplasma jinak

    tersering sebagai penyebab obstruksi usus pada anak.

    Akhir-akhir ini terdapat peningkatan insidensi karsinoma kolon pada anak dan tipe

    yang sering ditemukan adalah karsinoma jenis signet ring cell yang tingkat

    keganasannya sangat tinggi. Adhesi usus setelah tindakan laparotomi adalah

    kelainan didapat lainnya yang bisa menyebabkan obstruksi usus halus. Setiap anak

    yang pernah menjalani operasi laparotomi mempunyai risiko untuk terjadinya

    adhesi usus halus. Kira-kira 70% kejadian obstruksi disebabkan oleh adhesi

    tunggal

    Di bawah ini adalah beberapa penyebab obstruksi usus pada pasien pediatrik.

    Obstruksi setinggi gaster : - Volvulus gaster - Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)

    Obstruksi setinggi duodenum : - Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) - Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) - Stenosis duodenum - Volvulus midgut pada malrotasi

    Obstruksi setinggi jejenoileal : - atresia jejuno-ileal - adhesi - mekonium ileus - intususepsi - komplikasi dari divertikel Meckel

    Obstruksi setinggi kolon rektum: - morbus Hirschsprung - atresia kolon, rektum - malformasi anorektal - meconium plug syndrome - mekonium ileus - karsinoma kolo-rektal

    Klasifikasi

    Tipe obstruksi terdiri dari obstruksi simpel dan strangulasi. Obstruksi simpel

    terjadi bila salah satu ujung usus mengalami bendungan. Obstruksi ini dapat parsial

    maupun total. Bila pada segmen usus terbendung pada bagian proksimal dan distal

    maka kondisi ini disebut closed loop obstruction. Kondisi ini dapat terjadi pada

    herniasi loop usus melalui celah sempit seperti hernia inguinal indirek atau defek

    mesenterial atau pita adhesi (Adhesive band). Closed loop obstruction dapat terjadi

    pula pada kolon yang mengalami obstruksi pada bagian distal dimana katup

    ileosaekal masih intak.

    Obstruksi usus strangulasi terjadi bila sirkulasi menuju segmen usus yang

    terbendung terganggu sehingga terjadi iskemi yang dapat berlanjut menjadi

    ganggren bila tidak segera dilakukan koreksi bedah. Volvulus dimana suplai darah

  • mesenterial mengalami puntiran adalah salah satu contoh obstruksi strangulasi yang

    jelas. Contoh lainnya adalah kondisi closed loop obstruction.

    Diagnosis Evaluasi diagnostik obstruksi usus harus cepat karena beberapa penyebab dapat

    menimbulkan iskemi (obstruksi strangulasi) yang kemudian potensial untuk terjadi

    nekrosis dan gangren usus. Gejala kardinal obstruksi usus terdiri dari muntah,

    distensi abdominal, nyeri abdomen yang bersifat kolik dan obstipasi.

    Pada neonatus polihidramion maternal dan tidak keluarnya mekonium pada neonatus

    merupakan tanda kardinal lain yang penting.

    Gejala tersebut dapat bermanifestasi

    dalam berbagai tingkat berat gejala. Kadang-kadang tanda dan gejala dapat tidak

    jelas dan tidak spesifik terutama pada neonatus. Kebanyakan penyebab obstruksi

    usus dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis

    sederhana

    Muntah atau aspirat lambung dapat memberikan informasi yang penting bagi dokter

    anak / Bedah Anak dalam diagnosa kelainan gastrointestinal. Warna muntah yang

    tidak bersifat bilious bila dicurigai disebabkan kelainan bedah menggambarkan

    obstruksi diatas level ampula Vater.Muntah yang bersifat bilious tidak selalu

    disebabkan oleh obstruksi, tetapi bila ada kecurigaan obstruksi gejala tersebut

    menunjukan level obstruksi distal dari ampula Vater. Kira-kira 85% atresia jejunum

    memperlihatkan muntah bilious. Sebagai pegangan, anak yang mengalami muntah

    bilious harus dipertimbangkan adanya obsruksi usus sampai terbukti tidak

    Pemeriksaan Fisik

    Distensi abdomen yang terlokalisir pada epigastrium menggambarkan level

    obstruksi pada usus proksimal misalnya volvulus gaster, volvulus midgut,

    Hypertropic pyloric stenosis atau atresia duodenum. Sedangkan distensi abdomen

    menyeluruh menggambarkan level obstruksi yang lebih distal seperti atresia ileum,

    atresia kolon, morbus Hirschsprung dan lain lain.

    Pada inspeksi kadang-kadang dapat terlihat kontur usus dengan atau tanpa

    terlihatnya peristaltik. Adanya parut bekas operasi pada abdomen dapat

    mengarahkan kita pada kecurigaan adhesi usus sebagai penyebab Inspeksi daerah

    inguinal atau perineal mungkin dapat menemukan adanya hernia atau malformasi

    anorektal sebagai penyebab.

    Palpasi kadang dapat membantu diagnosa misalnya olive sign pada 62 % pasien

    dengan Hypertropic Pyloric Stenosis8, massa pada intususepsi, infiltrat pada

    inflamasi intra abdomen, tumor intra abdomen dan lain-lain.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan Rontgen

    Foto polos abdomen datar dan tegak harus dibuat untuk mencari penyebab

    obstruksi. Pada anak yang sakit berat dan lemah dapat dilakukan foto left lateral

    decubitus sebagai pengganti posisi tegak. Pola distribusi gas abdomen dapat

    digunakan untuk membedakan antara obstruksi usus proksimal dan distal. Makin

    distal letak obstruksi, makin banyak jumlah loop usus yang distensi dan air fluid

    level akan tampak.

    Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan antara distensi ileum

    dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai atau tidak/ unused (mikrokolon)

    dan dapat pula mengevaluasi lokasi sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus6.

    Pemeriksaan kontras oral mungkin bermanfaat pada kondisi obstruksi usus parsial.

    Tetapi pada kondisi obstruksi total pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi6.

    Atresia duodenum merupakan penyebab tersering obstruksi usus proksimal

    memperlihatkan gambaran spesifik double bubble dengan air fluid level tanpa

    udara di bagian distal

    Pada atresia jejunum proksimal terlihat beberapa gelembung udara air-fluid level)

    dan pada bagian distal dari obstruksi tidak ada udara. . Semakin distal lokasi segmen

    atretik semakin banyak jumlah gelembung yang terlihat Jika ditemukan lebih banyak

    gelembung / loop usus berisi udara tetapi tidak terlihat udara di rektum, maka level

    obstruksi usus lebih distal. Malrotasi dengan volvulus midgut dapat memperlihatkan

    gambaran dilatasi lambung dan duodenum yang membesar, sedangkan usus halus

    terlihat berisi udara sedikit-sedikit yang tersebar (Scattered). Gambaran seperti

    paruh burung (birds beak sign) dapat terlihat pada barium enema.

    Pemeriksaan Ultrasonogafi

    Ultrasonografi dapat membantu menegakkan diagnosa pasien dengan massa di

    abdominal. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis USG merupakan gold standard untuk

    diagnostik dengan kriteria diagnosa diameter pilorus lebih dari 14 mm, kanal

    pylorus 16 mm dan tebal otot pylorus 4 mm5. Dengan USG intussusepsi ditegakkan bila terlihat target sign pada penampang melintang dan pseudokidney

    sign pada penampang longitudinal. USG dapat pula membantu menegakkan

    diagnosa obstruksi usus yang disebabkan tumor intra abdomen, atau proses

    inflamasi seperti abses apendiks yang menyebabkan obstruksi. Pemeriksaan foto

    kontras barium (Upper GI) dapat memperlihatkan elongasi kanal pilorus dan

    indentasi garis antrum (shoulders sign )

    Tatalaksana Obstruksi Usus Tatalaksana Pra-Operasi Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus adalah mengatasi

    dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi nasogastrik atau orogastrik dengan

    ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan

    terhadap hipotermi penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.

    Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan penyerta bila

    penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus selalu diingat bahwa setiap

    kelainan kongenital dapat disertai kelainan kongenital lain (VACTER), sehingga

  • perlu dicari karena mungkin memerlukan penanganan secara bersamaan. Perkiraan

    dehidrasi baik dari muntah atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung

    dan diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan obstruksi usus

    biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan pengganti yang ideal yang mirip

    cairan ekstraselular adalah Ringer asetat.

    Tetapi pada Hypertropic Pyloric Stenosis karena dehidrasi yang terjadi bersifat

    hipokloremik dengan alkalosis hipokalemik sehingga bukan cairan ringer asetat

    yang dipakai melainkan cairan NaCl dengan tambahan KCl . Cairan yang keluar dari

    nasogastrik juga harus diganti dengan Ringer asetat atau NaCl sesuai volume9,11

    .

    Ringer asetat dipakai sebagai pengganti cairan yang bersifat bilious, sebaliknya bila

    cairan bening cairan NaCl digunakan sebagai pengganti.

    Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran yang adekuat

    sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah aspirasi. Orogastric tube lebih

    dipilih untuk pasien neonatus karena neonatus bernapas lebih dominan melalui

    lubang hidung. Dekompresi dengan NGT / OGT kadang dapat menolong dan

    menghindarkan pembedahan pada pasien obstruksi usus parsial karena adhesi pasca

    pembedahan.

    Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu diberikan pada

    pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus. Antibiotik ini dapat bersifat

    profilaktif atau terapeutik bila lamanya obstruksi usus telah memungkinkan

    terjadinya translokasi flora usus.

    Tatalaksana Bedah Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus adalah tindakan pembedahan.

    Penanganan konservatif atau non-operatif dapat dilakukan pada beberapa penyebab

    seperti meconium ileus dan adhesi usus pasca laparotomi dan intususepsi.

    Gastrografin enema digunakan sebagai penanganan nonoperatif pada meconium

    ileu9, sedangkan pada adhesi dengan obstruksi usus parsial dapat dicoba dekompresi

    konservatif. Tujuan utama penanganan ini adalah pembebasan obstruksi sebelum

    terjadi trauma iskemik usus. Jadi bila tidak tercapai perbaikan dalam 12 jam maka

    harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Pada intussusepsi reduksi hidrostatik

    dengan barium (fluoroscopy- guided) atau NaCl (USG-guided) patut dilakukan

    selama tidak terdapat kontraindikasi. Bila usaha tersebut gagal, pembedahan adalah

    jalan keluarnya. Tatalaksana bedah amat bervariasi tergantung kepada jenis

    penyebab obstruksi ususnya. Pada Hypertropic Pyloric Stenosis, pyloromyotomy

    merupakan tindakan bedah pilihan.

    Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus memberikan

    akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan tindakan tergantung situasi

    anatomis intraoperatif. Pada obstruksi yang disebabkan oleh atresia atau pankreas

    annulare, duodeno-duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya

    duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian distal

    duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak fisiologis. Sedangkan bila

    penyebab obstruksinya berupa duodenal web atau diafragma duodenum,

    duodenotomi vertikal dan eksisi dari web tersebut (septectomy) adalah pilihan

    terbaik. Pada saat eksisi web perlu diingat untuk menghindari injury pada ampula

    Vater. Tekanan ringan pada kantung empedu dilakukan untuk mengidentifikasi

    ampula Vater dengan melihat keluarnya cairan empedu. Bila eksisi komplit tidak

    memungkinkan, maka eksisi parsial dengan meninggalkan segmen bagian medial

    yang mengandung bagian terminal dari duktus koledokus.

    Setelah prosedur tersebut jangan lupa untuk menilai ulang kemungkinan adanya

    obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke proksimal dan

    distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka duodenotomi segera dijahit

    kembali15. Ladds procedure dikerjakan pada obstruksi duodenum yang disebabkan oleh Ladds band dengan cara memotong adhesinya, melepaskan adhesi antara usus dan peritoneum parietal dan antara usus dan usus, mobilisasi sekum dan

    menempatkan kolon pada abdomen kiri. Apendiks sebaiknya diangkat untuk

    menghindari kesulitan diagnosis apendisitis dikemudian hari.

    Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga merupakan akses

    terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan patologi, seperti tipe atresia,

    panjang usus, ada tidaknya perforasi usus, malrotasi dan volvulus, mekonium

    peritonitis, mekonium ileus. Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh

    rongga abdomen diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi

    dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi. Inspeksi dilakukan mulai dari

    duodenum sampai sigmoid untuk mencari area atresia lainnya, ada tidaknya kelainan

    penyerta seperti malrotasi, atau mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat

    bersamaan.

    Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-anastomosis.

    Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan

    berkembang dari eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-

    end atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi

    dan hipertofi diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa

    tailoring segmen proksimal. Perlu diingat bahwa segmen atresia proksimal yang

    berdilatasi dan hipertrofi dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang

    terlambat setelah koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen

    atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan

    Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus

    Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang signifikan kepada

    pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik setelah koreksi bedah terhadap

    penyebab obstruksi ususnya. Pada periode pasca operatif awal, gangguan

    keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi

    biasa terjadi. Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya

    mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan tambahan

    jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan pemeliharaan disesuaikan

    dengan kondisi pasien. Semua kehilangan cairan tubuh harus diperhitungkan.

    Kehilangan cairan melalui muntah, NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti

    sesuai volume yang hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam

    instruksi pasca operasi! Tidak ada istilah rutin dalam intruksi pasca operasi

  • terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan untuk terapi harus

    dikalkulasi secara individual dengan mempertimbangkan berat badan, umur atau

    kebutuhan metabolic

    Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai tercapai fungsi usus

    yang normal merupakan bantuan yang tak dapat dipungkiri dalam dekompresi

    bagian proksimal usus dan fasilitasi penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir

    selalu terjadi pada pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia

    duodenum atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi

    lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum dapat lambat

    sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan berwarna hijau dapat keluar dari

    nasogastrik dalam periode waktu yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya

    karena edema di daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik

    pada segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat15

    . Kesabaran yang

    tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-operasi pada bayi dengan

    obstruksi anastomose, karena diskrepansi ukuran lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara dapat menyebabkan ileus yang memanjang.

    Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat dimulai bila drainase

    gaster mulai berkurang atau warnanya mulai kecoklatan atau jernih yang kemudian

    diikuti oleh susu formula (progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding

    tersebut tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka nutrisi

    parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan asupan nutrisi pasca

    operasi.

    Obstruksi setinggi gaster : 1. Volvulus gaster 2. Gastric outlet obstruction ( hypertropic pyloric stenosis, atresia pylorus, bezoar)

    1. Volvulus Gaster ------------------------------ RD - Collection 2002

    Manifestasi klinik volvulus gaster tergantung pada derajat rotasi dan obstruksi.

    secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun intermiten/

    kronis. Berdasarkan axis rotasi kejadian volvulus terdapat tiga tipe, yaitu volvulus

    organoaxial, mesenterikoaxial,dan kombinasi kedua tipe tersebut. Apabila

    terjadinya rotasi gaster akibat kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster

    sekunder, dan apabila tanpa kelainan organ lain dinamakan volvulus gaster

    idiopatik. Hampir semua kasus yang telah dilaporkan adalah tipe sekunder dan akut.

    Pemeriksaan radiologis abdomen cukup penting dilakukan untuk membantu

    menegakkan diagnosis. Volvulus gaster akut memerlukan tidakan pembedahan

    emergensi setelah resusitasi yang semestinya. Keterlambatan diagnosis dan

    penanganan dapat menyebabkan komplikasi berupa iskemik pada gaster dan

    kematian.

    Volvulus gaster merupakan rotasi yang abnormal dari bagian gaster

    terhadap gaster yang lain .

    Berdasarkan axis rotasi terdapat tiga tipe volvulus :

    Volvulus organoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang menghubungkan dari hiatus esofagus dengan pilorus.

    Volvulus mesenterikoaxial apabila rotasi gaster bersumbu pada garis yang menghubungkan pada pertengahan curvatura minor dengan curvatura major.

    kombinasi yang bersumbu pada kedua axis tersebut.

    Rotasi dapat terjadi 180 360 derajat, rotasi lebih besar 180 derajat dapat menyebabkan strangulasi gaster. Volvulus organoaxial merupakan dua pertiga

    (59%) dari semua kasus yang dilaporkan, mesenterikoaxial 29% kasus, kombinasi

    2% kasus dan 10% kasus tidak dapat diklarifikasikan.

    Gaster terfiksasi oleh hiatus esofagus di bagian proksimal dan pilorus di bagian

    distal, serta mendapat perlekatan dari 4 ligamentum. Hal tersebut memungkinkan

    terjadinya perubahan bentuk dan posisi gaster. Ligamentum tersebut adalah

    ligamentum gastrophrenika, gastrohepatika, gastrosplenika dan gastrokolika.

    Sebagian besar volvulus gaster yaitu sekitar 75% kasus merupakan keadaan

    sekunder dari kelainan intraabdominal yang mengakibatkan lemahnya fiksasi.

  • Apabila terjadinya volvulus tidak diakibatkan oleh kelainan intraabdominal dinamakan

    idiopatik. Mobilitas abnormal pada hiatus esofagus merupakan sebagian kasus pada

    anak-anak Pada cadaver, ligamentum gastrokolika dan gastrosplenika mempunyai

    peran penting untuk menghindari terjadi rotasi 180 derajat pada gaster normal,.

    Kelainan intraabdominal lain yang dapat menyebabkan terjadinya volvulus gaster

    adalah adhesi, dimana ada tiga kasus yang pernah dilaporkan.

    Manifestasi klinis volvulus gaster targantung pada derajat rotasi obstruksi. Pada

    dewasa, Trias Borchardt merupakan pertanda diagnosis volvulus gaster akut yaitu :

    1) muntah dan tidak produktif,

    2) distensi epigastrik akut

    3) pipa lambung sulit/ tidak bisa masuk.

    Gejala dan tanda tersebut merupakan hasil dari obstruksi pada bagian cardia dan/

    atau pilorus. Gambaran klinis tersebut kadang-kadang sulit diterapkan pada usia

    anak. Pada bayi seringkali terdapat regurgitasi dan muntah serta timbul bersama

    penyakit lain. Secara klinis volvulus gaster dapat timbul sebagai gejala akut maupun

    intermiten/ kronis. Pada volvulus kronik bisa tanpa gejala dan ditemukan pada saat

    pemeriksaan dengan barium dan/atau foto toraks. Apabila timbul gejala, biasanya

    gejala ringan, seperti perasaan tidak enak pada abdomen bagian atas, sakit perut dan

    kembung berulang.

    Pemeriksaan radiologis abdomen dan toraks cukup penting dilakukan untuk

    membantu menegakkan diagnosis. Pada volvulus mesenterikoaxial, gaster tampak

    berbentuk sferis pada foto polos posisi supinasi, dan double air-fluid level pada

    posisi erect (tampak fundus pada bagian bawah dan antrum pada bagian atas).

    Pemeriksaan dengan barium menunjukkan gaster terbalik (upside down) dan tampak

    obstruksi.

    Volvulus organoaxial lebih mudah didiagnosis dengan foto polos abdomen

    (terutama bila tidak ada hubungannya dengan defek diafragma) dan bisa tidak

    tampak pada pemeriksaan dengan barium. Pada foto polos tampak gaster lebih

    horizontal dengan single fluid level. Pada pemeriksaan dengan barium,

    esophagogastrik junction tampak terletak lebih rendah dari normal, antrum dan

    deodenum yampak terpuntir.

    PENATALAKSANAAN Volvulus gaster akut memerlukan tindakan bedah emergensi setelah dilakukan

    resusitasi. Tindakan bedah yang dianjurkan yaitu pendekatan abdominal

    (laparotomi), derotasi, menentukan viabilitas gaster, gastropeksi dan repair

    kalainan organ lain. Keterlambatan diagnosis dan penanganan dapat menyebabkan

    komplikasi berupa iskemik pada gaster dan kematian. Baru-baru ini, dilaporkan

    kasus volvulus gaster akut idiopatik dilakukan gastropeksi anterior secara

    laparoskopi. Gastropeksi anterior merupakan tindakan simpel dan cukup efektif

    untuk mencegah rekurensi volvulus.

    2. Obstruksi Gastroduodenal --------------------------------------------------------------------------------------- RD - Collection 2002

    Obstruksi gastroduodenal khas ditandai dengan distensi abdomen minimal, bentuk

    abdomen skafoid terutama setelah tindakan dekompresi yang efektif atau setelah

    muntah. Muntah merupakan gejala klinis yang penting dan bermakna kelainan

    bedah bila berwarna hijau, proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat

    badan atau gagal kenaikan berat badan. Keterlambatan dan kesalahan diagnostik

    sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting) dianggap

    kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pasien-pasien

    obstruksi gastroduodenal sering datang terlambat di rumah sakit atau terlambat

    dalam mendiagnosisnya, sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Foto polos

    abdomen mempunyai nilai diagnostik tinggi dengan melihat gambaran distribusi

    udara. Gambaran single bubble dan double bubble menunjukkan lokasi obstruksi

    dan jenis obstruksi, total atau parsial. Gambaran single bubble terdapat pada

    obstruksi di proksimal dari gastric outlet antara lain pada stenosis pilorus hipertrofik

    dan membran prepilorik. Gambaran double bubble terdapat pada obstruksi klinis

    setinggi duodenum, antara lain atresia atau stenosis duodenum dan pankreas

    annulare.

    Obstruksi gastroduodenal merupakan suatu obstruksi gastrointestinal letak tinggi.

    Obstruksi gastrointestinal letak tinggi adalah gangguan passase intestinal mulai

    dari gaster dan duodenum sampai dengan pertengahan ileum.

    Gambaran klinis bayi dengan obstruksi intestinal letak tinggi, khas ditandai dengan

    distensi adomen yang minimal, bentuk skaphoid terutama setelah tindakan yang

    efektif dari dekompresi atau setelah muntah Terdapat hubungan yang penting antara

    kelainan gastroduodenal dengan muntah pada bayi dan anak. Setiap muntah yang

    persisten dengan kegagalan kenaikan berat badan, terutama muntah hijau selalu

    dipikirkan suatu kelainan bedah. Juga dapat merupakan suatu keadaan gawat pada

    perut sebagai kelainan kongenital maupun akuisita, serta sering memerlukan

    tindakan pembedahan untuk mengurangi morbiditas Keterlambatan dan kesalahan

    diagnostik sering terjadi, karena muntah tidak berwarna hijau (non bilous vomiting)

    dianggap kelainan fungsional daripada pertimbangan suatu obstruksi mekanik. Pada

    obstruksi duodenum kongenital, 15 % obstruksi diatas muara saluran empedu

    (ampula Vater). Bahkan 45 % obstruksi duodenum kongenital letak preampula,

    sehingga muntah tidak berwarna hijau

  • Insidensi obstuksi gastric outlet relatif sedikit yaitu 1 dari 100.000 kelahiran bayi

    hidup, tidak termasuk stenosis pilorus hipertrofik infantilis. Insidensi stenosis pilorus

    hipertrofik infantilis adalah 1,5-3/1000 kelahiran bayi hidup. Penderita laki-laki 4 kali

    lebih banyak dibandingkan perempuan. Frekuensi tertinggi dijumpai pada usia 2-3

    minggu, etnik kulit putih lebih sering daripada bayi Cina dan India. Insidensi obstruksi

    duodenum kongenital diperkirakan 1/10.000 kelahiran bayi hidp dan separuhnya lahir

    prematur. Bayi perempuan 2 kali lebih sering dari laki-laki.

    Etiologi Etiologi dari obstruksi intrinsik kongenital antrum, pilorus dan duodenum belum

    diketahui secara pasti sampai saat ini, termasuk teratogenik spesifik yang diketahui

    sebagai penyebab utama. Hubungan garis familier transmisi genetik resesif

    autosomal masih merupakan postulat. Teori lain yang dapat diterima secara umum

    adalah obstruksi intrinsik kongenital berhubungan dengan kegagalan rekanalisasi

    lumen saluran intestinal setelah fase solid dari siklus proliferasi epitel mukosa7.

    Obstruksi ekstrinsik duodenum bagian kedua (pars descendens) dapat disebabkan

    oleh pankreas annulare atau malrotasi dengan Ladds band. Sedangkan etiologi stenosis pilorus hipertrofik diduga melibatkan multifaktorial,

    termasuk pengaruh genetik dan lingkungan. Resiko anak laki-laki menderita stenosis

    pilorus hipertrofik adalah sebesar 20 % dan anak perempuan 7 % bila ibunya

    menderita stenosis pilorus hipertrofik. Dan bila ayahnya yang menderita maka resiko

    anak laki-laki 5 % dan anak perempuan 2,5 % terutama bila anak yang pertama lahir

    laki-laki. Anak kembar monozigotik, bila salah satu menderita stenosis pilorus

    hipertrofik maka kemungkinan yang lain akan terkena adalah sebesar 85,7 %, bila

    kembar dizigotik, maka kemungkinannya 8,4 %. Hal ini ada hubungannya dengan

    faktor yang diturunkan suatu modifikasi seks poligenik, multiple genetic X-linked.

    Faktor lain adalah pengaruh lingkungan sosial ekonomi tinggi, stress maternal pada

    trimester tiga, termasuk pemakaian obat-obatan sewaktu maternal, pemberian

    spesific breastfeeding transpyloric dan peningkatan serum gastrin maternal atau bayi

    dan kelainan interaksi gastrin-sekretin.

    Diagnosis Anamnesis riwayat penyakit penderita dengan keluhan muntah (72 %) merupakan

    hubungan penting kelainan gastroduodenalis pada bayi dan anak. Bayi dengan

    obstruksi intestinalis letak tinggi, distensi abdomen minimal karena tindakan

    dekompresi atau setelah muntah. Dan konstipasi yang terjadi, dapat karena intake

    yang memang sedikit akibat sering muntah. Mekonium dapat keluar normal pada

    atresia duodenum. Muntah tersebut bermakna dalam menentukan diagnosis

    obstruksi gastroduodenal karena berhubungan dengan kelainan bedah traktus

    gastrointestinalis, yaitu bila muntah hijau atau fekal, muntah persisten, muntah

    bercampur darah atau berwarna gelap, muntah yang disertai penurunan atau

    kegagalan kenaikan berat badan. Bayi dengan keluhan muntah hijau, harus

    dianggap terdapat obstruksi traktus gastrointestinalis sampai dapat dibuktikan

    adanya kelainan lain.

    Pemeriksaan fisik meliputi penilaian keadaan umum yang meliputi ada tidaknya

    dehidrasi, tanda-tanda ikterik, dan gangguan keseimbangan hemodinamik.

    Ikterik sering ditemukan pada obstruksi duodenum. Pemeriksaan status lokalis

    abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan palpasi

    abdomen diharapkan dapat menemukan adanya massa epigastrik yang

    merupakan salah satu tanda bagi stenosis pilorus hipertrofik.

    Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang meliputi pemeriksaan darah rutin,

    elektrolit, dan analisa gas darah. Bila terdapat dehidrasi, gangguan cairan dan

    elektrolit, alkalosis metabolik, anemia, dan infeksi, maka akan terdapat kelainan

    dalam pemeriksaan laboratorium tersebut.

    Pemeriksaan foto polos abdomen rutin dikerjakan dengan posisi anteroposterior dan

    lateral. Bila terjadi obstruksi pada gastric outlet, terutama pada stenosis pilorus

    hipertrofik, maka akan terlihat gambaran distribusi udara berupa single bubble

    karena dilatasi lambung akibat penuh dengan udara. Pada pemeriksaan foto

    abdomen dengan zat kontras pada stenosis pilorus hipertrofik, tampak pilorus

    menyempit (string sign), tanda pyloric tit terjadi bila gelombang peristalsis gagal

    menembus obstruksi pilorus, tanda ini terjadi pada kurvatura minor proksimal dari

    pilorus, dan tanda pyloric beak dapat terjadi bersamaan dengan pyloric tit dan

    menunjukkan konfigurasi peluru pada saat barium mau memasuki kanalis pilorus.

    Tanda pyloric shoulder menunjukkan batas barium yang konkaf antara pyloric tit di

    atas dan pyloric beak di bawah. Tanda ini terjadi karena barium menempel pada

    batas proksimal massa pilorus. Sedangkan dengan pemeriksaan ultrasonografi

    menunjukkan gambaran target sign.

    Untuk atresia duodenum, dengan pemeriksaan foto polos abdomen akan tampak

    gambaran double bubble. Tanda itu disebabkan karena dilatasi lambung dan

    duodenum bagian proksimal dari atresia, yang tidak diikuti pilorus yang

    menggembung karena pilorus tidak bebas berkembang. Gambaran double bubble

    dengan disertai gambaran gelembung-gelembung udara kecil yang minim

    (scattered) di bagian distal, harus dicurigai kemungkinan suatu malrotasi, sehingga

    harus dikerjakan pemeriksaan barium enema.

    Terapi Pada pra operasi, dilkukan dekompresi dengan pipa nasogastrik dan bila terjadi

    dehidrasi, kekurangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa, maka

    dilakukan resusitasi cairan dan koreksi elektrolit dan asam basa terlebih dahulu.

    Tindakan operasi piloromiotomi Fredet-Ramsted dikerjakan pada stenosis pilorus

    hipertrofik. Sedangkan piloroplasti dikerjakan atresia dan stenosis pilorus, dan

    membran pra-pilorik. Dan prosedur operasi duodeno-duodenostomi, atau modifikasi

    dari Kimura dengan diamond-shape anastomosis, dikerjakan pada atresia

    duodenum, stenosis duodenum, dan pankreas annulare. Dekompresi dengan

    pemasangan gastrostomi dan transanastomotic tube masih kontroversial sampai

    sekarang.

  • Secara umum penegakan diagnosis obstruksi gastroduodenal meliputi anamnesis yang

    akurat dan sistematis mengarah pada kelainan suatu organ. Gejala klinis yang penting

    adalah muntah, yang bermakna bedah bila muntahnya hijau (bercampur empedu),

    proyektil, persisten, dan disertai dengan penurunan berat badan atau kegagalan

    kenaikan berat badan. Muntah bercampur empedu menunjukkan bahwa obstruksi di

    distal ampula vater dan muntah tanpa empedu menunjukkan obstruksi di proksimal

    ampula vater. Pemeriksaan fisik yang patognomonis untuk stenosis pilorus hipertrofik

    adalah massa di epigastrik.

    Bilamana pemeriksaan fisik belum dapat menegakkan diagnosis, maka perlu

    dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto polos abdomen, dimana akan

    ditemukan tanda single bubble untuk obstruksi di proksimal dari ampula vater dan

    double bubble untuk obstruksi di duodenum. Pada kasus stenosis pilorus hipertrofik,

    muntah projektil sejak lahir 1 kasus dan lainnya setelah 2 minggu. Muntahnya tidak

    berwarna hijau dan terdapat kegagalan pertumbuhan serta dehidrasi. Pada

    pemeriksaan palpasi hanya 1 kasus ditemukan massa epigastrik. Pada foto polos

    ditemukan single bubble.

    Penemuan klinis yang penting dari obstruksi gastroduodenal adalah semua kasus

    datang terlambat, karena distensi abdomen yang minimal dan kadang defekasi masih

    ada. Karenanya, pasien dengan muntah persisten atau hijau disertai dengan

    penurunan berat badan atau kegagalan tumbuh kembang maka perlu dipikirkan suatu

    obstruksi gastroduodenal. Selain itu, juga sering terdapat dehidrasi, hipokalemi

    karena seringnya muntah, dan alkalosis metabolik.

    Gambaran klinis yang khas dari obstruksi gastroduodenal adalah distensi abdomen

    minimal, bentuk abdomen skaphoid terutama setelah tindakan dekompresi yang

    efektif atau setelah muntah. Muntah yang tidak berwarna hijau menunjukkan

    obstruksi di proksimal ampula vater, sedangkan bila berwarna hijau menunjukkan

    obstruksi distal ampula vater.

    Pemeriksaan foto polos abdomen mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan

    melihat gambaran distribusi udara. Gambaran single bubble terdapat pada obstruksi

    gastric outlet, yaitu stenosis pilorus hipertrofik dan membran prepilorik. Gambaran

    double bubble terdapat pada obstruksi setinggi duodenum, yaitu atresia atau stenosis

    duodenum dan pankreas anulare.

    Untuk mencari kausa intrinsik atau ekstrinsik dari obstruksi gastroduodenal perlu

    prosedur lain untuk penegakan diagnosis lebih lanjut, tidak dapat terlihat pada foto

    polos ataupun foto barium enema.

  • Obstruksi setinggi duodenum : o Intrinsik (Atresia duodenum, web, stenosis) o Ekstrinsik /kompresi eksternal (pancreas anular, preduodenal portal vein) o Stenosis duodenum o Volvulus midgut pada malrotasi

    Malrotasi Usus ------------------------------------------ RD - Collection 2002

    Malrotasi telah lama dikenal sebagai kelainan yang khas dan berdiri sendiri.

    Obstruksi duodenum kongenital pertama kali dikemukakan oleh Calder pada tahun

    1752. Perkembangan normal dari usus manusia meliputi rotasi dan fiksasi dari

    midgut embrional. Kejadian normal ini pertama kalinya dikemukakan oleh Mall

    pada tahun 1898 dan dijelaskan lebih lanjut oleh Dott pada tahun 1923. Kelainan

    rotasi dan fiksasi membuat suatu spektrum dari keadan anatomis yang berkisar pada

    kepentingan klinis dari pasien yang sama sekali tidak mengeluhkan gejala hingga

    mereka yang mengalami volvulus midgut dan bahkan kematian. Gambaran klinis

    dan anatomis dari kelainan ini dikemukakan oleh William E. Ladd pada tahun 1941

    dalam bukunya yang berjudul Abdominal Surgery of Infancy and Childhood.

    Walaupun outcome yang didapatkan saat ini mengalami kemajuan yang berarti,

    namun hanya diperoleh sedikit penambahan dalam memahami kelainan anatomis

    dasar atau penatalakasanaan operatif kelainan tersebut. Pemahaman yang

    komprehensif mengenai embriologi usus, khususnya midgut, penting untuk dapat

    memahami gambaran klinis dan hasil yang ditemukan dalam operasi yang

    berhubungan dengan kelainan rotasi usus.

    Embriologi Gut primitif bentuk awalnya adalah berupa struktur tubuler yang lurus dan terdiri

    dari jaringan endodermal yang terletak di tengah-tengah dari embrio. Seluruh

    saluran pencernaan dan organ-organ digestif berasal dari dari struktur ini dan

    turunannya. Pada manusia, midgut embrional adalah bagian dari gut primitif yang

    terbuka bagian depannya ke arah yolk sac. Pada 5 minggu gestasi, bagian depan

    yang membuka ke arah yolk sac tersebut menyempit hingga hampir menjadi sama

    ukurannya dengan diameter longitudinal gut itu sendiri, yang kemudian dinamakan

    duktus omfalomesenterikus. Proses rotasi dari midgut berawal pada 5 minggu

    gestasi yang terbagi kedalam tiga tahap .

    Pertama, herniasi dari loop midgut primer ke dalam pangkal dari korda umbilikalis. Hal ini terjadi pada minggu 6-10 minggu gestasi. Bila terjadi

    kelainan dalam proses ini, maka akan terjadi omphalocele.

    Stadium kedua dari perkembangan midgut adalah kembalinya usus kedalam abdomen. Proses ini terjadi antara minggu ke-10 hingga ke-12 gestasi.

    Normalnya, segmen pre-arterial masuk terlebih dahulu dan mengalami rotasi,

    dengan aksis arteri mesenterika superior.

    Segmen pre-arterial akan berotasi 270 derajat berlawanan arah dengan jarum jam

    sehingga nantinya akan terletak di posterior dari a. mesenterika superior. Bagian

    segmen pre-arterial yang lebih kranial dan bagian dari foregut akan membentuk

    duodenum proksimal, yang terletak di sebelah kanan dari linea mediana. Bagian

    yang lebih distal dari segmen pre-arterial bergerak ke posterior dan akan

    terfiksasi di sebelah kiri dari a. mesenterika superior. Segmen horizontal ini

    membentuk duodenum pars ke-3 dan ke-4 dan normalnya difiksasi ke dinding

    abdomen belakang oleh ligamen Treitz di sebelah kiri aorta abdominalis.

    Jejunum dan ileum mengalami pemanjangan yang cukup bermakna, membentuk kurang lebih enam loop usus primer saat lahir. Segmen post-arterial dari midgut

    akan menjadi ileum terminal, sekum, kolon kanan dan kolon transversum bagian

    proksimal. Segmen-segmen ini juga mengalami rotasi sebesar 270 derajat

    berlawanan arah dengan jarum jam, tetapi terjadi di sebelah anterior dari a.

    mesenterika superior. Jadi, sekum awalnya terletak di sebelah kiri, kemudian

    menjadi sebelah anterior dan selanjutnya di sebelah kanan dari a. mesenterika

    superior hingga akhirnya berada di fossa iliaka dekstra. Sebagian besar kelainan

    rotasi terjadi pada tahap ini.

    Tahap akhir dalam proses penempatan midgut normal adalah fiksasi usus ke dinding posterior abdomen. Proses ini terjadi setelah 12 minggu gestasi hingga

    lahir. Titik-titik normal dari fiksasi meliputi sekum di fossa iliaka dekstra dan

    duodenojejunal junction pada ligamentum Treitz di sebelah kiri aorta

    abdominalis dan anterior terhadap vena renalis. Hasil dari proses ini, fiksasi

    mesenterium usus halus mempunyai pangkal yang lebar yang membentang dari

    perlekatan ligamentum Treitz hingga perlekatan sekum sehingga normalnya

    tidak mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus. Sebaliknya, bila proses rotasi

    dan fiksasi terganggu, maka pangkal dari mesenterium tidaklah terfiksasi dengan

    baik ataupun sempit, dan usus mempunyai resiko untuk terjadinya volvulus.

    Selain itu, sebagian besar pasien kelainan rotasi mempunyai potensi untuk

    terjadinya kompresi dan obstruksi duodenum yang diakibatkan oleh band

    peritoneum aberrant (Ladds band), yang memfiksasi sekum dan kolon yang malposisi terhadap dinding posterior abdomen.

    Kelompok dari kelainan rotasi diberi istilah sebagai malrotasi yang diakibatkan oleh

    gangguan dari kejadian-kejadian embriologis yang telah dijelaskan diatas. Kelainan-

    kelainan yang umum terjadi meliputi nonrotasi, rotasi inkomplit, dan bentuk-bentuk

    malrotasi lainnya. Yang lebih jarang terjadi adalah hernia mesokolika dan kelainan

  • lainnya. Walaupun kurang tepat, tetapi istilah malrotasi digunakan dalam praktek

    sehari-hari untuk menjelaskan proses malformasi yang penting menurut seperti yang

    telah dijelaskan diatas. Kelainan-kelainan rotasi ini tidaklah semuanya menimbulkan

    gejala atau masalah. Gejala klinis timbul dikarenakan terdapatnya obstruksi duodenum

    atau volvulus midgut dengan insufisiensi vaskuler pada usus

    Kelainan rotasi ini juga berhubungan dengan kelainan kongenital yang lain, yang

    ditemukan pada sekitar 62 % dari seluruh kasus, seperti hernia diafragmatika

    kongenital, defek dinding abdomen anterior, atresia duodenum, atresia intestinal,

    refluks gastroesofageal, web duodenum intrinsik, atresia jejunoileum, Hirschprungs disease, dan kista mesenterial. Nonrotasi adalah salah satu bagian dari kelainan yang

    berhubungan dengan omphalocele dan hernia diafragmatika. Obstruksi duodenum

    intrinsik akibat dari web luminal atau atresia jarang terjadi, namun dilaporkan terjadi

    pada 8-12 % bayi yang menderita kelainan rotasi. Karenanya, menyingkirkan

    kemungkinan ini sangat penting pada saat atau sebelum waktu operasi.

    Klasifikasi Nonrotasi

    Nonrotasi khas ditandai dengan kegagalan rotasi berlawanan arah dengan jarum jam

    dari loop midgut memutari a. mesenterika superior. Pada non rotasi, midgut tidak

    melakukan rotasi atau berhenti sebelum mencapai 90 derajat. Kolon berada di

    abdomen sebelah kiri, sekum berada di linea mediana atau di dekatnya, dan usus

    halus berada di sebelah kanan linea mediana. Volvulus midgut dan obstruksi

    duodenum ekstrinsik merupakan resiko yang mungkin terjadi. Volvulus terjadi

    karena pedikel dari mesenterium seluruh usus sempit dan obstruksi terjadi karena

    terdapat perlekatan peritoneum dari sekum yang posisinya abnormal ke dinding

    posterior abdomen, yang melalui sebelah anterior dan lateral dari duodenum pars

    descendens. Duodenojejunal junction berada lebih kaudal dan anterior terhadap

    posisi normal, dekat dengan ileocecal junction, dan khas gagal melewati linea

    mediana. Obstruksi duodenum parsial dikarenakan kompresi ekstrinsik oleh karena

    band yang melekatkan sekum ke dinding posterior abdomen khas pada non rotasi.

    Rotasi Inkomplet

    Rotasi inkomplet juga merupakan kelainan posisi yang umum terjadi. Kelainan ini

    diakibatkan oleh berhentinya proses rotasi pada atau hampir mencapai 180 derajat2.

    Pada kelainan ini, segmen pre-arterial gagal untuk menyelesaikan rotasi yang

    normalnya nanti akan berada di posterior dan kiri dari a. mesenterika superior.

    Sedangkan segmen post-arterial juga gagal untuk menyelesaikan rotasinya yang

    normalnya berada di sebelah anterior dari a. mesenterika superior. Sekum khas

    berada di abdomen bagian atas, dan di sebelah kiri dari a. mesenterika superior, serta

    perlekatannya ke dinding posterior abdomen melalui band peritoneum (Ladds band) berpotensi untuk menyebabkan terjadinya obstruksi duodenum. Pedikel vaskuler

    mesenterial a. mesenterika superior sempit, sehingga dapat menyebabkan terjadinya

    volvulus.

    Rotasi Terbalik

    Dalam rotasi terbalik, usus berotasi dalam derajat yang bervariasi searah dengan

    arah jarum jam dengan aksis a. mesenterika superior. Duodenum (segmen pre-

    arterial) terletak di sebelah anterior dari a. mesenterika superior dan kolon

    transversum, membentuk saluran retroarterial yang menyebabkan sumbatan

    parsial arteri, vena dan pembuluh limfe. Sedangkan segmen post-arterial posisinya

    bervariasi, tetapi dapat berada di sebelah posterior dari a. mesenterika superior

    atau didalam hernia mesokolika. Pada kasus lain, sekum dapat terletak di sebelah

    kanan atau kiri abdomen. Kelainan ini dapat menyebabkan obstruksi kolon

    transversum.

    Tidak terdapatnya vena mesenterika superior dilaporkan terdapat dalam kasus ini.

    Kasus ini jarang terjadi, hanya sekitar 4 % dari seluruh kasus.

    Hernia Paraduodenal Mesokolika

    Hernia mesokolika (paraduodenal) sangat jarang terjadi tetapi secara bedah

    merupakan kelainan yang penting yang disebabkan oleh karena kegagalan fiksasi

    mesokolon kiri atau kanan ke dinding posterior abdomen dalam struktur yang

    normal. Akibatnya dapat terjadi sekuestrasi atau terjepitnya usus halus diantara

    mesokolon dan dinding posterior abdomen baik di sebelah kiri maupun kanan.

    Hernia mesokolika kanan terjadi karena segmen pre-arterial gagal melakukan rotasi.

    Kelainan ini khas ditandai dengan terjepitnya usus halus di sebelah posterior dari

    kolon kanan dan sekum oleh mesenteriumnya. Fenomena yang sama juga terjadi di

    sebelah kiri; namun, hal ini terjadi pada kolon dan sekum yang posisinya normal.

    Pada kasus terakhir, usus halus yang terjepit berada dalam kantong hernia dengan

    leher kantong berupa vena mesenterika inferior dan perlekatan peritoneum ke

    dinding posterior abdomen. Baik hernia mesokolika kanan dan kiri berpotensial

    untuk menyebabkan terjadinya obstruksi, inkarserasi, dan strangulasi dari usus

    halus.

    Epidemiologi Insidensi malrotasi yang sebenarnya masih belum dapat ditentukan. Insidensi dari

    kelainan rotasi dari midgut kurang lebih satu dari lima ratus kelahiran hidup1,6,7

    . Ada

    pendapat lain yang menyatakan bahwa insidensi malrotasi adalah sebesar 1 dari

    6000 kelahiran hidup dan frekuensi dari pasien yang dirawat inap di rumah sakit

    adalah sebesar 1 dari 25.000 populasi serta prevalensi yang ditemukan pada autopsi

    adalah sebesar 0,5- 1 % dari populasi total.

    Malrotasi biasanya muncul dalam periode neonatus, bahkan dapat terjadi dalam

    kehamilan, yang mengakibatkan terjadinya volvulus prenatal dan menimbulkan

    terjadinya atresia gastrointestinal. Pada kejadian ini, perbandingan antara pria

    dengan wanita adalah 2:1. Kurang lebih 20 %-30 % muncul setelah umur 1 tahun,

    dan disini dominasi pria berkurang1. Sedangkan Kamal (2000) melaporkan bahwa

    60 % kasus terjadi pada bulan pertama kehidupan, 20 % antara umur 1 bulan hingga

    1 tahun, dan sisanya setelah umur 1 tahun.

    Diagnosis

  • Gambaran Klinis

    Pada kasus malrotasi, gambaran klinisnya dibagi menjadi asimtomatis dan simtomatis.

    Pada pasien asimtomatis, malrotasi biasanya diketahui pada anak-anak dengan umur

    yang lebih tua dari 1 tahun. Istilah asimtomatis ini sebenarnya kurang tepat, karena

    gejala-gejala malrotasi sebenarnya muncul pada pasien tersebut, namun tidak khas dan

    berlangsung kronik. Hal ini diakibatkan karena tidak terjadinya volvulus ataupun

    insufisiensi vaskuler.

    Gambaran klinisnya berupa nyeri perut, dengan atau tanpa muntah yang intermitten,

    diare kronis, malabsorpsi, dan kegagalan tumbuh. Diare kronis dan malabsorpsi yang

    tampak pada pasien-pasien itu diperkirakan diakibatkan karena limfedema

    kronis dan kehilangan protein kedalam lumen dari usus yang mengalami obstruksi

    kronis.

    Gejala-gejala pada pasien malrotasi umumnya merupakan akibat dari obstruksi

    parsial duodenum atau volvulus midgut. Obstruksi duodenum umumnya merupakan

    akibat kompresi ekstrinsik dari Ladds band. Ladds band merupakan bentuk matur dari mesogastrium dorsal pada embrio yang berfungsi untuk memfiksasi sekum dan

    mesokolon ke dinding perut bagian belakang. Ladds band menyilang di sebelah anterior dan lateral terhadap duodenum pars descendens, sehingga regio postampula

    merupakan tempat terjadinya obstruksi. Volvulus terjadi pada separuh dari seluruh

    kasus malrotasi yang datang ke rumah sakit untuk dioperasi.

    Onset dari gejala-gejala selama periode neonatus biasanya akut. Muntah adalah

    gejala utama pada sebagian besar pasien, sekitar 95 %. Awalnya, muntahnya

    berwarna coklat atau bilus, tetapi kemudian berubah menjadi bercampur darah bila

    terjadi bowel compromised. Terdapatnya cairan bilus dalam muntah pada neonatus

    adalah salah satu tanda dari malrotasi dan volvulus midgut dikarenakan obstruksi

    dari duodenum. Gejala-gejala yang jarang terjadi adalah muntah seperti kopi,

    distensi abdomen, nyeri perut, dan berak darah. Pada anak-anak dengan umur lebih

    tua, Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa distensi adalah tanda klinis yang sering

    tampak, dan ketika volvulus berkembang menjadi infark. Namun, kurang lebih 50 %

    kasus, pemeriksaan abdomennya normal.

    Masalah klinis yang paling kritis sehubungan dengan malrotasi dan volvulus midgut

    adalah potensi terjadinya torsi pedikel dari a. mesenterika superior yang dapat

    menyebabkan terjadinya insufisiensi vaskuler akut dari usus. Hal ini dapat

    mengancam jiwa pasien. Test benzidin positif atau terdapatnya haematoschezia yang

    diakibatkan oleh cedera mukosa usus merupakan tanda awal dari volvulus. Bilamana

    terjadi nekrose usus transmural dan sepsis, maka hipotensi, asidosis sistemik,

    kegagalan nafas, trombositopenia, dan tanda-tanda akut abdomen yang lain akan

    muncul. Outcome dari penanganan volvulus adalah tergantung dengan waktu,

    karenanya pasien neonatus dengan gejala dan tanda obstruksi usus harus segera

    ditangani sampai diagnosis pasti ditegakkan. Dan terlambat beberapa jam dapat

    menyebabkan terjadinya nekrose usus masif. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa

    reseksi usus hanya dilakukan pada 15 % operasi pada kasus malrotasi2.

    Radiologis

    Dalam menegakkan diagnosis malrotasi, selain dengan klinis, juga dapat

    dilakukan secara radiologis, yaitu dengan pemeriksaan sebagai berikut :

    - Foto abdomen polos; akan ditemukan gambaran double bubble akibat obstruksi duodenum akut

    3. Namun, banyak penulis yang menyatakan

    gambarannya normal dan tidak spesifik1,2,4,8

    . Juga menghilangnya gambaran

    udara kolon normal. Dan bila terjadi volvulus dari midgut maka gambaran

    udara abdomen akan menghilang (gasless abdomen)

    - Dengan serial foto kontras gastrointestinal bagian atas akan didapatkan beberapa gambaran khas untuk malrotasi. Pemeriksaan ini merupakan

    pemeriksaan radiologis definitive untuk kasus malrotasi. Dengan pemeriksaan

    ini akan didapatkan duodenojejunal junction letaknya berada di sebelah

    kanan dari linea mediana dan agak ke anterior, begitu pula dengan

    ligamentum Treitz. Kemudian didapatkan juga gambaran obstruksi

    duodenum. Selain itu, didapatkan gambaran pengisian kontras di jejunum

    yang berada di abdomen bagian kanan. Pada rotasi inkomplit, didapatkan

    gambaran Z-sign sudutnya sangat tajam, dimana pada orang normal sudutnya

    tumpul. Gambaran volvulus usus khas ditandai dengan corckscrew appearance. Selain itu, juga akan didapatkan gambaran penebalan membran mukosa dari usus halus

    - Serial foto gastrointestinal bagian bawah (barium enema) tidak dapat menentukan lokasi dari duodenojejunal junction, tetapi dapat

    mengidentifikasi lokasi dari sekum, walaupun letak sekum yang normal

    belum dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya malrotasi, perlu

    dibandingkan dengan hasil penemuan klinis. Serial foto ini juga dapat

    digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan terjadinya obstruksi kolon

    dan atresia ileum

    - USG; alat ini berguna untuk menentukan aliran darah dalam pembuluh darah mesenterika superior pada penderita dengan tersangka mengalami

    volvulus dari midgut. Gambaran transversal USG dapat menentukan posisi

    dari pembuluh darah ini pada pangkal dari mesenterium. Normalnya, vena

    mesenterika superior berjalan sejajar terhadap arteri dan berada di sebelah

    kanan arteri sebelum vena tersebut bergabung dengan vena lienalis untuk

    kemudian membentuk vena porta. Vena yang terletak di sebelah kiri atau

    anterior dari arteri meningkatkan kecurigaan kemungkinan terjadinya

    malrotasi usus. Gambaran lain yang ditemukan dengan pemeriksaan USG

    adalah duodenum yang distensi dan penuh dengan cairan, dan usus yang

    mengalami penebalan dinding yang terutama berada pada sebelah kanan

    vertebra, serta terdapatnya gambaran cairan peritoneum bebas.

    - CT-scan, MRI, dan angiografi juga dilaporkan digunakan dalam beberapa kasus. Perangkat tersebut digunakan untuk menentukan kelainan pembuluh

    darah mesenterika untuk diagnosis. Perlu diperhatikan apabila menggunakan

    rotasi vena mesenterika sebagai penanda diagnosis pada pasien-pasien

    dengan pembesaran hepar, aneurisma aorta abdominalis, atau kelainan

    kurvartura spinalis yang bermakna. Dari angiografi akan ditemukan

    gambaran barber pole. Pemeriksaan ini berguna pada pasien anak yang

  • berumur lebih tua dengan gejala-gejala kronik yang berulang. Perangkat

    diagnostik ini tidak dapat digunakan pada fase akut, khususnya pada periode

    neonatal. Namun, diagnosis pasti dan sekaligus untuk evaluasi terapi adalah

    dengan laparotomi eksplorasi1.

    Penatalaksanaan Penatalaksanaan malrotasi dengan atau tanpa volvulus adalah dengan pembedahan

    menurut prinsip yang dikemukakan oleh William E. Ladd. Namun untuk pasien yang

    asimtomatis, penanganannya masih kontroversial. Beberapa penulis menyatakan

    bahwa koreksi dari malrotasi harus dilakukan bila malrotasi sudah diketahui dan tidak

    ada kontra indikasi untuk dilakukan operasi.

    Alasannya adalah, meskipun gejalanya tidak spesifik, tetapi pasien tersebut

    sebenarnya tetap mengeluhkan gejala namun tanpa disertai dengan tanda-tanda

    obstruksi atau insufisiensi vaskuler.

    Persiapan pra-operasi untuk pasien malrotasi yang mengalami volvulus tidaklah jauh

    berbeda dengan pasien-pasien bayi yang mengalami sakit serius lainnya yang

    memerlukan laparotomi segera. Dilakukan resusitasi cairan melalui infus,

    pemasangan NGT, kateter uretra, pemberian antibiotik pre-operasi, dan penunjang

    lainnya untuk mengatasi kekurangan elektrolit dan gangguan nafas Pasien diletakkan

    di atas meja operasi dalam posisi terlentang (supine). Dilakukan insisi transversal

    supra umbilikal. Setelah peritoneum dibuka, maka akan keluar cairan asites limfe

    akibat obstruksi pembuluh limfe atau akibat ruptur pembuluh limfe saat terjadi

    volvulus. Seluruh usus dan mesenterium dikeluarkan dari abdomen untuk

    identifikasi, dan biasanya ditemukan sekum dan kolon ascendens tidak berada dalam

    posisi normal. Bila terdapat volvulus, setelah mengidentifikasi pangkal dari

    mesenterium, maka dilakukan detorsi berkebalikan dengan arah torsi, biasanya

    berlawanan arah dengan jarum jam. Kemudian, dilakukan observasi dan pemberian

    cairan hangat pada usus. Viabilitas dari usus kemudian dinilai. Bila usus masih

    viabel, dilakukan milking ke arah distal untuk mengetahui patensinya.

    Untuk mencegah terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari, pedikel

    vaskuler mesenterium a. mesenterika superior diperlebar pangkalnya dengan

    membelah band peritoneum yang melekat pada sekum, mesenterium usus halus,

    mesokolon, dan duodenum disekitar pangkal dari a. mesenterika superior. Setelah

    hal ini dilakukan, maka mesokolon dan mesenterika menjadi lebar. Hal ini dapat

    mengurangi resiko terjadinya volvulus yang berulang di kemudian hari. Pasca

    operasi, obstruksi usus halus dilaporkan hanya terjadi kurang dari 10 %, dan itu

    umumnya diakibatkan oleh adhesi Ladds band yang letaknya melintang dan menekan duodenum kemudian dipotong. Pemotongan Ladds band haruslah sampai bersih, karena bila tidak masih dapat menyebabkan terjadinya kompresi dan kinking

    dari duodenum di kemudian hari. Setelah itu, dilakukan pemotongan seluruh

    ligamen anterior, posterior, dan lateral duodenum agar duodenum menjadi mobil.

    Kemudian, duodenum diluruskan dan ditempatkan pada regio abdomen kanan atas.

    Dilakukan penilaian patensi dari lumen duodenum. Hal ini dapat dilakukan dengan

    menginjeksikan udara atau salin ke dalam duodenum. Cara lain adalah dengan

    memasukkan kateter via transgastrik. Cara terakhir ini mudah karena duodenum

    sekarang menjadi lebih mobil. Kemudian dilakukan apendektomi insidental,

    dikarenakan natinya sekum dan apendiks yang diletakkan di kuadaran kiri bawah

    akan dapat menyebabkan kesulitan dalam mendiagnosisnya bila kelak timbul

    apendisitis. Prosedur yang terakhir adalah mengembalikan seluruh usus ke dalam

    abdomen. Umumnya, sekum diletakkan pada kiri bawah, kolon diletakkan di

    kuadran kiri, dan usus halus diletakkan di abdomen regio kanan. Tidak perlu

    dilakukan fiksasi sekum pada tempatnya yang baru ini, karena dilaporkan tidak

    ada keuntungannya Bila terdapat segmen dari usus halus yang mengalami

    nekrotik, dilakukan reseksi anastomose. Pada kasus-kasus dimana seluruh midgut

    mengalami gangren dan ddiperlukan reseksi usus total, maka dilakukan penutupan

    abdomen tanpa reseksi.

    Pasien tersebut hanya diberikan cairan intra vena dan analgesik. Dan, kemudian

    perlu dilakukan motivasi terhadap keluarganya. Tetapi bila terjadi iskemia midgut

    masif tanpa disertai dengan gangren, dilakukan detorsi dari volvulus tanpa reseksi.

    Usus dikembalikan ke dalam abdomen. Sedangkan pada pasien-pasien dimana

    ususnya mengalami edema sehingga untuk menutup abdomen sangat sulit

    dikarenakan terdapat peningkatan tekanan abdomen, maka digunakan silo atau patch

    Gortex untuk menutup abdomen. Pasien dijaga keseimbangan cairannya dan

    kemudian dilakukan laparotomi ulang dalam waktu 36-48 jam berikutnya. Selama

    masa menunggu tersebut, keseimbangan cairan dan elektrolit haruslah dijaga.

    Plasma expander (seperti Dextran 40 10 ml/kgBB) diberikan setiap 6 jam untuk

    mempertahankan perfusi darah. Usaha ini dapat menyelamatkan usus yang

    mengalami iskemik yang mungkin akan direseksi dalam operasi pertama.

    Komplikasi - Short-bowel syndrome : adalah komplikasi yang sering terjadi pada operasi

    malrotasi dengan volvulus midgut. Hal ini diakibatkan oleh karena dilakukan

    reseksi usus akibat nekrosis usus yang masif. Pasien-pasien ini mempunyai

    resiko yang tinggi untuk terjadinya malabsorbsi.

    - Infeksi : infeksi ini dapat berasal dari luka dan juga sering terjadi sepsis pasca operasi.

    - Reoperasi : reoperasi dilakukan karena terjadi karena obstruksi usus akibat adhesi, rekurensi dari volvulus midgut dan sekum, kista dinding abdomen, dan

    dehisiensi.

    - Gejala-gejala gastrointestinal persisten : pasca operasi, penderita malrotasi dapat mengalami gejala-gejala gastrointestinal yang persisten, seperti konstipasi, diare,

    nyeri abdomen, vomitus, dan sulit makan.

  • Obstruksi setinggi jejenoileal : o atresia jejuno-ileal o adhesi o mekonium ileus o intususepsi o komplikasi dari divertikel Meckel

    Atresia Ileum --------------------------------------------- RD - Collection 2002

    Atresia ileum merupakan salah satu penyebab obstruksi Gastrointestinal pada

    neonatus. Angka insidensinya adalah 1:1500 2000 kelahiran.. Telah dipercaya bahwa penyebab atresia ileum adalah oklusi pembuluh darah mesenterium,

    misalnya akibat volvulus atau invaginasi saat kehidupan intrauterine. Gejala yang

    timbul pada atresia ileum adalah muntah yang timbul lebih dini, Distensi

    abdomen, Pasase mekonium biasanya normal. Atresia ileum lebih sering terjadi

    pada bayi premature. Kasus atresia ileum pertama kali dilaporkan tahun 1683 oleh

    Goeller yang kemudian diikuti oleh Bland Sutton tahun 1869 yang mendiagnosis

    atresia ileum pada neonatus hidup dan dilakukan ileostomi tetapi kemudian

    meninggal. Foekens pada tahun 1911 telah berhasil melakukan operasi atresia ileum

    yang pertama kali. Insidensi atresia intestinal adalah 1: 20.000 kelahiran hidup

    sedangkan insidensi atresia jejunoileal bervariasi antara 1: 330 sampai 1:1500

    kelahiran hidup.

    Etiologi

    Penyebab Atresia ileum lebih dimungkinkan berhubungan dengan kondisi

    lingkungan intrauterine dibanding oleh karena anomali kongenital. Percobaan pada

    fetus anjing yang dilakukan oleh Louw dan Barnard pada tahun 1955 menunjukan

    bahwa gangguan vaskularisasi arteri mesenteri intrauterine menyebabkan

    atresia pada segmen usus yang mengalami devaskularisasi. Luas dan derajat

    atresia segmen usus yang bervariasi bergantung pada waktu terjadi dan derajat

    gangguan aliran darah mesenter i. Kelainan gastrointestinal lainnya, seperti

    Gastroschizis atau intusepsi intrauterine kadang disertai atresia ileum, yang

    diduga disebabkan oleh kinking, regangan, atau gangguan aliran darah usus fetus.

    Kelainan kromosom sangat jarang ( 1%) pada anak dengan atresia ileum. Faktor-

    faktor maternal misalnya pemakaian obat-obat cafergot dan terjadinya anafilaksi

    syok dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada fetus sehingga dapat

    mengakibatkan terjadinya atresia intestinal.

    Diagnosis

    Distensi abdomen dan muntah merupakan tanda atresia ileum pada bayi. thumb size loops of bowel dan air fluid level ditemukan pada plain foto abdomen. Adanya kalsifikasi merupakan kelanjutan dari nekrosis segmen usus yang

    mengalami atresia. Aliran darah pada segmen yang berada tepat di proksimal atresia

    mungkin mengalami gangguan. Dengan alasan ini preoperative dekompresi dengan

    nasogastrik tube sangat vital dilakukan untuk mencegah distensi usus proksimal

    atresia. Keterlambatan diagnosis atau operasi akan mengakibatkan distensi dan

    memperburuk vaskularisasi segmen usus proksimal atresia. Beberapa ahli bedah

    menyarankan pemeriksaan colon in loop untuk menyingkirkan adanya atresia

    kolon (mikrocolon), sementara beberapa ahli bedah yang lain hanya melakukan

    penilaian kolon intraoperatif untuk menilai patensi usus bagian bawah.

    Dalam penegakan diagnosis atresia ileum sering mengalami kesulitan oleh karena

    gejala dan tanda-tandanya tidak khas. Muntah empedu merupakan tanda klinis

    yang paling sering dijumpai. Semakin tinggi letak atresia, kejadian muntah akan

    semakin awal, meskipun Lister telah menemukan 5 kasus atresia ileum tanpa disertai

    gejala muntah. Distensi perut terjadi pada bagian atas dan biasanya bersifat

    progresif. Pada beberapa kasus, mekonium tetap dapat dijumpai. Untuk membantu

    diagnosis perlu ditanyakan pada ibunya apakah ada riwayat hidramnion Muntah

    kehijauan (bilous), dinding abdomen distended, tidak / sulit BAB merupakan

    gejala dan tanda obstruksi distal dari ampula vateri yang dapat disebabkan oleh

    penyebab lain selain atresia ileum seperti meconium disease, Hirschprungs disease, malrotasi, intussusepsi usus dan lai-lain. Pemeriksaan radiologi plain foto abdomen

    dan colon in loop tidak dapat secara langsung memastikan diagnosis atresia ileum .

    Pemeriksaan radiologis biasanya akan menunjukkan adanya multiple air fluid level

    dan distensi usus. Pemeriksaan dengan contrast enema dapat membantu

    membedakan atresia intestinal dengan penyakit Hirschprung dan mekoneum ileus

    Ada 4 tipe atresia jejunoileal, dan satu subtipe telah ditambahkan baru-baru ini.

    Pembagian tipe ini berdasarkan variasi pada defek usus yang terjadi.

    Tipe I Mukosa dan submukosa membentuk

    jaringan atau diafragma intraluminal,

  • sehingga terjadi obstruksi. Tidak terjadi

    defek pada mesenterium, usus tidak

    memendek.

    Tipe II : Mesenterium masih utuh, tetapi usus tidak

    berhubungan. Bagian proksimal mengalami

    dilatasi terhubung dengan jaringan fibrosa

    ke bagian yang distal. Keseluruhan usus

    halus biasanya tidak memendek

    Tipe IIIa Mirip tipe II dimana sama-sama

    memiliki puntung proksimal dan

    distal, bedanya pada tipe ini kedua

    bagian usus terpisah sepenuhnya.

    Dapat terjadi defek mesenterium

    yang berbentuk V. Usus mengalami

    pemendekan

    Pada tipe IIIa kedua akhiran (pungtum) atresia buntu dan diantaranya tidak

    terdapat jaringan fibrous yang menghubungkan kedua akhiran (pungtum)

    tersebut. Dilatasi proksimal segmen atresia kadang merupakan bagian yang

    aperistaltik dan lebih sering mengalami torsi atau menjadi overdistensi, yang

    dapat menyebabkan

    komplikasi berupa nekrosis dan perforasi. Pada tipe ini sering disertai dengan

    adanya cystic fibrosis

    Tipe IIIb :

    Terdapat defek yang besar pada

    mesenterium dan usus sangat

    memendek. Defek ini juaga dikenal

    sebagai deformitas pohon Natal.

    Dapat juga disebut deformitas apple

    peel.. Pada tipe dijumpai kelainan

    seperti prematuritas, malrotasi,

    dimana angka morbiditas dan

    mortalitasnya dapat meninggi.

    Tipe IV : tipe ini melibatkan atresia yang multipel atau kombinasi dari

    tipe I sampai III. Kelainan ini dapat

    menampakkan gambaran rentetan

    sosis yang disebabkan atresia

    multipel

    Atresia intestinal tipe apple peel dapat disebabkan oleh karena gangguan vaskuler

    intrauterin pada minggu ke-10 sampai 11 akibat oklusi arteria mesenterika

    superior, sedangkan Adejuyigbe dan Odesanmi melaporkan adanya kasus atresia

    intestinal yang diakibatkan oleh karena invaginasi intrauterin. Keadaan-keadaan

    lain yang diduga dapat menyebabkan terjadinya atresia intestinal adalah volvulus

    dan kegagalan rekanalisasi.

    Penatalaksanaan

    Tindakan bedah pada atresia ileum berupa reseksi dan anastomosis primer

    segmen usus yang atresia. Post operasi dilakukan gastric drainase dengan NGT,

    pemberian antibiotika, pemberian nutrisi parenteral. Irigasi per rectal menggunakan

    NaCl 0,9 % dilakukan dua kali sehari dengan tujuan untuk melunakan mekonium di

    dalam kolon sehingga dapat keluar dan untuk menstimulasi peristaltic Tindakan

    pembedahan pada atresia intestinal adalah emergensi berhubung adanya bahaya

    perforasi dan peritonitis. Yang menjadi masalah pada atresia intestinal adalah

    sehubungan dengan perbedaan kaliber antara ujung proksimal dan distal yang sangat

    besar, sehingga akan mempersulit melakukan anastomosis. Untuk mengatasi

    masalah perbedaan kaliber ini, telah banyak diperkenalkan teknik operasi antara lain

    reseksi, tapering plasty, plikasi dan enterostomi yang kemudian diikuti

    anastomosis.

    Kizilcan mengatasi perbedaan kaliber ujung proksimal dan distal dengan

    mengerjakan striping seromusculer dengan plikasi mukosa. Lister menganjurkan

    reseksi ujung proksimal yang dilatasi sebanyak mungkin dan reseksi distal 5 sampai

    10 cm kemudian dilakukan end to end anastomosis. Anastomosis yang dikerjakan

    pada ujung-ujung usus dengan perbedaan kaliber yang besar, akan mengakibatkan

    terpuntirnya ujung usus distal dan menyebabkan terjadinya obstruksi. Untuk

    mengatasi hal ini ujung distal perlu dikembungkan terlebih dahulu dengan

    menyuntikkan NaCl supaya kalibernya bertambah besar, setelah itu baru dikerjakan

    anastomosis. Tapering usus dengan reseksi sepanjang tepi antimesenterik dianjurkan

    sebagai cara untuk mempertahankan panjang usus, namun harus diingat bahwa

    resiko terjadinya kebocoran akan meningkat. Apabila dijumpai komplikasi-

    komplikasi perforasi, peritonitis ataupun volvulus, maka anastomosis primer sangat

    berbahaya oleh karena dapat terjadi kebocoran, sehingga dalam keadaan ini lebih

    baik dilakukan enterostomi terlebih dahului. Untuk menentukan panjangnya reseksi

    Hamdy et al. telah melakukan pemeriksaan histokimia dari ujung proksimal maupun

    ujung distal yang buntu, dimana pada ujung proksimal maupun distal tidak dijumpai

    adanya aktifitas acetylcholin esterase, tidak dijumpai ganglion maupun saraf

    cholinergik dan otot-ototnya diganti dengan jaringan fibrous. Pemotongan 2 cm dari

    ujung proksimal ternyata telah didapatkan ganglion intermuskuler dengan otot-otot

    yang tipis. Pemotongan 4 cm dari ujung proksimal yang buntu, didapatkan lebih

    banyak lagi ganglion dengan ukuran yang lebih besar, otot terbentuk lebih baik dan

  • lebih tebal dengan aktifitas acetylcholin esterase yang lebih baik. Pemotongan 1 cm

    dari ujung distal yang buntu, menunjukkan adanya sedikit ganglion, sedangkan

    pemotongan 2 cm telah didapatkan ganglion dan saraf yang ukurannya normal.

    Senocak telah melakukan reseksi ujung proksimal sepanjang 15 cm dan reseksi ujung

    distal sepanjang 2 cm diikuti end to end anastomosis pada satu kasus atresia ileum

    akibat invaginasi intrauterin.

    Lister menganjurkan agar pasca operasi tetap dipasang nasogastric tube, infus

    sedangkan Raffenssperger menekankan pentingnya pemberian antibiotik, rektal irigasi

    dan pengukuran lingkaran perut. Pemberian makanan peroral merupakan masa kritis

    pasca operasi, dimulai apabila cairan yang keluar dari nasogastric tube telah sedikit

    dan telah buang air besar.

    Obstruksi setinggi kolon rektum: morbus Hirschsprung atresia kolon, rektum malformasi anorektal meconium plug syndrome mekonium ileus karsinoma kolo-rektal

    Atresia Kolon ------------------------------------- RD - Collection 2002

    Insidensi Atresis Colon adalah 1,8% - 15% dari Atresia dan Stenosis Intestinal.

    Sedangkan Insidensi dari Atresia dan Stenosis Intestinal adalah 1 : 20.000 40.000 per kelahiran bayi hidup. Atresia Colon menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus

    distal dengan perut distensi, muntah bilius dan mekonium tidak keluar. Penegakan

    diagnosis prenatal dengan Ultrasonografi menunjukkan adanya obstruksi usus dan

    pembesaran diameter usus yang tidak sesuai dengan masa kehamilan. Pilihan terapi

    pembedahan dengan Colostomi atau Reseksi Anastomose secara primer tergantung

    pada keadaan klinis pasien,patensi usus bagian distal dan kelainan yang

    menyertainya. Prognosis biasanya baik. Atresis Colon terjadi akibat kerusakan

    pembuluh darah yang mendarahi Colon dalam perkembangan intra uterin yang

    diikuti oleh iskemia Colon sehingga terjadi hilang/atresia dari segmen Colon yang

    mengalami iskemia. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan

    muntah bilius biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih

    dari 24 jam dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Insidensinya sekitar 1,8% -

    15% dari atresia dan stenosis intestinal.Sedang Atresia dan Stenosis Intestinal

    insidensinya 1 : 20.000 40.000 per bayi kelahiran hidup. Diagnosis ditegakkan

    dengan pemeriksaan klinis ditambah dengan pemeriksaan penunjang berupa

    Radiologi Babygram dan Kontras Enema.

    Etiologi

    Atresia Colon pertama kali tecatat tahun1673,tetapi pasien dengan kondisi

    tersebut tidak ada yang selamat sampai tahun 1922 ketika Gaub tercatat dengan

    sukses melakukan tindakan Colostomi pada Atresia Colon. Potts pada tahun 1947

    tercatat melakukan repair secara primer dengan selamat. Penyebab terjadinya

    Atresia Colon sama dengan terjadinya Atresia Intestinal

    Banyak teori yang menyatakan terjadinya Atresia Intestinal, tetapi yang terbaru

    adalah teori akibat cedera vaskuler intra uterin yang menyebabkan nekrosis dari

    segmen yang vaskulernya mengalami cedera dan selanjutnya mengalami absorbsi

    Hipotesis dari atresia intestinal disebabkan karena terputusnya vaskuler ke

    intestinal seperti yang digambarkan oleh Louw dan Barnard(1955). Seperti halnya

    terjadi pada intestinal, proses tersebut terjadi juga pada colon.

    Trombosis,volvulus,dan hernia dengan strangulasi merupakan mekanisme terjadinya

    gangguan vaskuler intra uterin dengan akibat terjadi reabsorbsi secara bertahap

    jaringan yang mati dan meninggalkan sisa usus yang buntu didalam janin, seperti

    digambarkan oleh Louw pada tahun 1964. Isi usus steril sehingga tidak ditemukan

    adanya sepsis. Perlukaan pada usus menyebabkan luka meliputi dinding usus

    memungkinkan aliran darah kolateral untuk mendarahi jaringan yang rusak.Seperti

    halnya iskemia hanya sebagian yang mendapat aliran darah, berakibat perlukaan

    usus menjadi inkomplet. Luka mengalami penyembuhan dan terbentuk jaringan

    parut dengan akibat penyempitan usus akhirnya timbul sebagai atresia aquisita.

    Selain itu pada palpasi menyebabkan trauma seperti halnya pembedahan dan infeksi

    akan menyebabkan kerusakan mesothelium cavum peritoneum yang berakibat

    keluarnya exudat fibrous dalam cavum peritoneum menurunkan aktifitas fibrinolitik

    dan selanjutnya terbentuk adhesi. Iskemia dan jaringan nekrotik pada peritoneum

    adalah stimulus yang sangat poten bagi pembentukan adhesi. Adanya iskemia akan

    merangsang pembentukan neovaskularisasi, termasuk adhesi didalamnya. Keadaan

    ini bisa terjadi pada penjahitan atau ligasi peritoneum serta devaskularisasi

    sepanjang anastomose usus.

    Klasifikasi Atresia Colon sama dengan klasifikasi

    Atresia Intestinal

    Klasifikasi Atresia Intestinal pertama kali oleh Sulton pada tahun 1889 dibagi

    menjadi 3 type.Kemudian dibagi lagi menjadi 4 type ( Louw 1955,Louw

    1959,Martin 1976 ) dan ditambahkan subtype.

    Pembagian menurut Martin

    Type I Terdapat membrane dalam lumen usus yang menyebabkan obstruksi Panjang usus tetap dan tidak ada defek jaringan mesenterial

    Type II Segmen usus terpisah dan dihubungkan oleh jaringan fibrous Jaringan mesenterial utuh

    Type IIIa Seperti type II terpisah distal dan proximal tetapi tidak terdapat jaringan fibrous dan terdapat defek pada jaringan mesenterial berbentuk V.

    Type IIIb Segmen usus memendek dan terdapat defek yang luas pada jaringan mesenterikus. Dikenal juga sebagai kelainan seperti pohon Natal karena segmen

    distal ileum hanya mendapat vaskularisasi tunggal arteri Ileocolica atau arteri

    Colica Media.

  • Type IV Terdapat multiple atresia, sehingga memberikan gambaran seperti tali sosis.

    Atresia Colon dapat ditemukan pada semua level tetapi lesi type II ditemukan

    disebelah kanan dari flexura Lienalis dan type I ditemukan diantara dua vaskuler yang

    dominant.

    Atresia Colon pertama kali dilaporkan oleh Benninger pada tahun 1673. Pada tahun

    1922 Gaub melaporkan pasien Atresia Colon dapat bertahan hidup setelah dilakukan

    tindakan operasi Colostomi. Pertama kali dilaporkan pasien dapat bertahan hidup tanpa

    Colostomi tetapi dengan Reseksi Anastomose primer pada tahun 1947.

    Dignosis

    Bayi biasanya full term dan tampak gambaran obstruksi distal secara cepat dan

    progresif. Gambaran penyakit ini ditandai dengan perut distensi dan muntah bilius

    biasanya mulai muncul pada 24 jam pertama. Mekoneum keluar lebih dari 24 jam

    dan berwarna keabuan dalam jumlah sedikit. Bentuk usus tampak dan teraba pada

    perut yang distensi. Diagnosis prenatal, pada pemeriksaan

    Ultrasonografi didapatkan gambaran obstruksi Colon dan perbesaran Colon yang

    tidak sesuai dengan umur kehamilan. Diagnosis setelah lahir pada pemeriksaan

    radiology tampak gambaran air-fluit level dan dilatasi usus yang hebat pada segmen

    usus proximal dari obstruksi. Pada posisi Pone tak tampak gambaran udara di dalam

    rectum Pada pemeriksaan dengan kontras enema tampak gambaran colon dengan

    diameter yang kecil dan tiba-tiba terhenti pada bagian yang obstruksi.

    Penatalaksanaan

    Terapi Medis pada pasien dengan atresia colon langsung dilakukan resusitasi cairan

    karena pasien biasanya dehidrasi.Dekompresi dengan Nasogastric tube, pemberian

    antibiotic intravena. Perlu diperhatikan dan diterapi abnormalitas system organ yang

    lain.

    Terapi pembedahan tergantung pada status klinis pasien,letak atresia, keadaan usus

    proximalnya, patensi usus distalnya dan kelainan lain yang menyertainya. Pada saat

    operasi segmen distal dan proximal diidentifikasi dan dilakukan biopsi Colon. Jika

    ditemukan Hirscphrungs Disea (aganglionik) dilakukan Colostomi. Jika tidak ditemukan Hirscphrungs Disea ada dua pilihan, pertama dilakukan reseksi bagian yang atresia dan dilakukan Colostomi sebagai pilihan terapi initial karena biasanya

    ditemukan dilatasi yang hebat pada Colon proximal dan dilakukan Anastomose

    Colocolica pada prosedur operasi selanjutnya.. Reseksi anastomose secara primer

    mempunyai komplikasi lebih besar karena bagian distal biasanya tidak terdiagnosis.

    Atresia Sigmoid -------------------------------------- RD - Collection 2002

    Kolon adalah situs atresia yang paling tidak umum dalam traktus gastrointestinalis.

    Anomali kongenital ini dideteksi pada neonatus yang terkena tidak lama setelah

    kelahiran. Kelainan kongenital ini dapat dideteksi pada bayi baru lahir tidak lama

    setelah lahir. Pasien biasanya datang dengan distensi abdomen dan kegagalan

    pengeluaran mekonium. Stenosis kolon adalah jauh lebih umum, namun pasien

    biasanya datang lebih lambat. Dengan stenosis kongenital, suatu membran

    intraluminal biasanya ada dan kontinuitas usus terpelihara, namun jelas ada

    ketimpangan antara segmen pra-stenotik dengan pasca-stenotik. Pada stenosis

    akuisita, seluruh segmen yang terkena menjadi sempit. Cedera, inflamasi, infeksi,

    dan neoplasma masing-masing telah dikaitkan dengan perkembangan striktur

    Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang

    dapat disebabkan oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu.

    Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan oleh gangguan aliran darah lokal pada

    sebagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan, atau perforasi

    usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus.

    Angka kejadian stenosis atau atresia ini kira-kira satu dari 20.000 kelahiran, dan ini

    merupakan 16%-30% penyebab obstruksi usus pada masa neonatus.

    Etiologi dan Patofisiologi

    Kolon berkembang dari tuba digestiva, yang ada pada akhir bulan pertama

    kehamilan. Pemanjangan cepat mulai selama minggu ke-5 kehamilan. Selama 5

    minggu berikutnya, tuba intestinalis, dapat terpisah ke sefalad dan kaudal (berdasar

    pada hubungan dengan ductus omphalomesentericus), berotasi melawan arah jarum

    jam dan kembali pada posisi yang umum dalam abdomen. Extremitas kaudal

    proximal menerima suplai darah dari arteri mesenterika superior, sementara bagian

    distal disuplai oleh arteri mesenterika inferior. Hipotesis tentang interupsi vaskuler

    pada atresia usus kecil digambarkan oleh Louw & Barnard (1955), yang dapat

    menjelaskan proses terjadinya atresia kolon. Trombosis, volvulus, dan herniasi

  • dengan strangulasi adalah mekanisme yang dapat berakibat cedera vaskuler in utero

    dan nekrosis usus dengan reabsorpsi yang menyertai. Kegagalan vakuolisasi

    duodenum, seperti yang digambarkan oleh Tandler pada 1900, nampaknya bukan

    mekanisme atresia kolon. Atresia kolon secara khas digolongkan mengunakan

    deskripsi atresia intestinal tahun 1989 oleh Bland-Sutton dan deskripsi 1964 oleh

    Louw. Pada lesi tipe 1, usus dan mesenterium tetap intak, namun lumen usus terputus

    oleh suatu membran komplit. Lesi tipe 2 adalah di mana usus terdiskontinu, terkoneksi

    oleh suatu korda fibrosa. Pada lesi tipe 3, akhiran usus terpisah secara komplit, dan

    mesenterium memiliki celah. Lesi stenotik berkarakter usus intak dengan oklusi

    inkomplit Dua pertiga dari atresia kolon ada dalam distribusi arteri mesenterika

    inferior.

    Hal ini mungkin terkait dengan kurangnya suplai darah kolateral atau proses

    penyakit yang membuat bagian kolon ini lebih rentan terhadap cedera. Serupa

    dengan atresia jejunoileal, atresia kolon diyakini disebabkan oleh suatu gangguan

    vaskuler in utero yang berakibat cedera iskemik. Ini terjadi setelah usus tengah

    (midgut) telah kembali ke rongga selomik. Ia adalah yang paling tidak umum dan

    merupakan 1,8-15% dari semua atresia dan stenosis intestinal. Atresia dapat terjadi

    sepanjang seluruh kolon; akan tetapi, lesi di sebelah kanan dari flexura lienalis dan

    distal dari area vaskuler adalah yang paling umum. Atresia kolon kadang-kadang

    dikaitkan dengan anomali usus belakang (hindgut) lainnya.

    Diagnosis

    Diagnosis prenatal dimungkinkan dengan melakukan ultrasonografi dan menemukan

    satu kolon yang lebih besar daripada yang sesuai untuk usia kehamilan. Diagnosis

    setelah kelahiran biasanya tepat karena neonatus menunjukkan tanda-tanda obstruksi

    usus distal. Distensi abdomen adalah prominen dalam 24 jam pertama, dan

    kelokan usus proximal yang berdilatasi besar sering terpalpasi.

    Radiograf menunjukkan suatu kelokan usus yang besar dengan level udara-cairan

    proximal. Suatu enema kontras