11
269 BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN _--------Oleh: Safri Nugraha, S.H. PENDAHULUAN Pengawasan, sebagai salah satu ta- hapan dalam kegiatan pelaksanaan APBN, sudah berulangkali dibicara- , kan oleh berbagai pihak, baik dalam forum resmi; seperti di DPR RI, maupun dalam forum tidak resmi; se- perti di mass media. Hal ini menunjuk- kan betapa pentingnya segi pengawas- an itu dalam kegiatan kenegaraan kita, terlebih lagi dalam rangka penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwi- bawa. Dalam pelaksanaan Repelita ke IV ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijaksanaan, yang semuanya dimaksudkan untuk tercapainya hasil pengawasan yang optimal, berdaya-guna dan berhasil- guna yang sebesar-besarnya. Beberapa peraturan, antara lain: Keppres 31 Tahun 1983, Keppres 32 Tabun 1983, Inpres 15 Tabun 1983, telah dikeluar- kan. Dengan dikeluarkannya ketiga peraturan tersebut, ke bijaksanaan peng- awasan yang sebelumnya tersebar pada para Menteri dan Pimpinan Lembaga dan Instansi lain, kini diintegrasikan secara strukturaJ.1) Hal ini ditunjang dengan telab dilembagakannya penyu- sunan Program KeIja Pengawasan Ta- hunan (PKPT) menjadi tata kerja _. -- ' 1) Nota Keuangan dan RAPBN 1986/1987. hIm. 89. , secara nasional. Dengan adanya PKPT secara nasional dimaksudkan agar ter- jamin keterpaduan pengawasan dari segi sasaran pemeriksaan dan waktu pemeriksaan, sehingga mencegah se- cara dini tumpang-tindih dalam pelak- sanaan pengawasan. 2 ) Selain beberapa peraturan di atas, maka kita mengenal juga berbagai per- aturan yang menjadi landasan dalam kegiatan pengawasan. Peratu ran-per- aturan ini merupakan landasan kerja bagi para aparatur negara, terutama yang bergerak dalam kegiatan peng- awasan. Landasan Falsafah Landasan falsafab pengawasan ada- lab objektivitas. 3 ) Hal ini secara impli- sit tercermin dalam penjelasan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 yang menyata- kan. ". . . . Un tuk memeriksa tanggung ja- wab Pemerintah itu perlu ada suatu Badan yang terlepas dari pellgarulz dall kekuasaall Pemerintah. Suatu Badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya Badan itu bukanlah pula 2) Ibid 3) Arifin P. Soeria Atmaja, MekallislIle Per- tallggungjawaball Keuallgan Negara Sua· tu Tinjauall Yuridis (Jakarta: PT. Gra- media, 1986), him. 150 dan 174. JUlli 1987

BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

269

BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

_--------Oleh: Safri Nugraha, S.H.

PENDAHULUAN

Pengawasan, sebagai salah satu ta­hapan dalam kegiatan pelaksanaan APBN, sudah berulangkali dibicara-, kan oleh berbagai pihak, baik dalam forum resmi; seperti di DPR RI, maupun dalam forum tidak resmi; se­perti di mass media. Hal ini menunjuk­kan betapa pentingnya segi pengawas­an itu dalam kegiatan kenegaraan kita, terlebih lagi dalam rangka penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwi­bawa.

Dalam pelaksanaan Repelita ke IV ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijaksanaan, yang semuanya dimaksudkan untuk tercapainya hasil pengawasan yang optimal, berdaya-guna dan berhasil­guna yang sebesar-besarnya. Beberapa peraturan, antara lain: Keppres 31 Tahun 1983, Keppres 32 Tabun 1983, Inpres 15 Tabun 1983, telah dikeluar­kan. Dengan dikeluarkannya ketiga peraturan tersebut, ke bijaksanaan peng­awasan yang sebelumnya tersebar pada para Menteri dan Pimpinan Lembaga dan Instansi lain, kini diintegrasikan secara strukturaJ.1) Hal ini ditunjang dengan telab dilembagakannya penyu­sunan Program KeIja Pengawasan Ta­hunan (PKPT) menjadi tata kerja _. --' 1) Nota Keuangan dan RAPBN 1986/1987.

hIm. 89.

,

secara nasional. Dengan adanya PKPT secara nasional dimaksudkan agar ter­jamin keterpaduan pengawasan dari segi sasaran pemeriksaan dan waktu pemeriksaan, sehingga mencegah se­cara dini tumpang-tindih dalam pelak­sanaan pengawasan. 2)

Selain beberapa peraturan di atas, maka kita mengenal juga berbagai per­aturan yang menjadi landasan dalam kegiatan pengawasan. Peratu ran-per­aturan ini merupakan landasan kerja bagi para aparatur negara, terutama yang bergerak dalam kegiatan peng­awasan.

Landasan Falsafah

Landasan falsafab pengawasan ada­lab objektivitas.3) Hal ini secara impli­sit tercermin dalam penjelasan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 yang menyata­kan.

". . . . Un tuk memeriksa tanggung ja­wab Pemerintah itu perlu ada suatu Badan yang terlepas dari pellgarulz dall kekuasaall Pemerintah. Suatu Badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya Badan itu bukanlah pula

2) Ibid

3) Arifin P. Soeria Atmaja, MekallislIle Per­tallggungjawaball Keuallgan Negara Sua· tu Tinjauall Yuridis (Jakarta: PT. Gra­media, 1986), him. 150 dan 174.

JUlli 1987

Page 2: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

270

Badan yang berdiri di atas Pemerin­tah . .. ".

Dalam perkataan " terlepas dari penga­ruh dan kekuasaan Pemerintah" dikan-

dung maksud agar Badan yang mela-kukan pemeriksaan itu dapat bertin­dak objektif dalam melaksanakan tu­gasnya, bersikap jujur dan tidak dib e­bani pertimbangan maupun tekanan dari pihak manapun yang berada di luar Badan tersebut. Tujuan dari se­mua ini adalah agar hasil pemeriksaan yang diperoleh mempunyai sifat yang netral dan objektif.

Bagi lingkungan ekseku tif, badan pengawasan yang berkedudukan sema­cam itu hanya akan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung ke­pada Presiden, selaku Kepala kekuasa­an eksekutif dalam negara. Badan ter­sebut berkedudukan mandiri dan be bas dari pengaruh serta kekuasaan badan lainnya. Dengan kedudukan seperti tersebut di atas, maka aka n didapatkan hasil pengawasan yang objektif.

Hasil pengawasan yang objektif mempunyai daya manfaat besar untuk mencegah segal a macam kebocoran dan penyelewengan serta untuk men­ciptakan aparatur negara yang bersih dan berwibawa.

Landasan Hukum

Penjelasan UUD 1945 ten tang Sis­tern Pemerintahan Negara angka I menyatakan bahwa Indonesia ialah negara yang bcrdasar atas hukllm (rechtstaat) tidak berdasar atas keklla­saan belaka (machtsstaat). Ketentuan ini mengharu skan bahwa setiap kegiat­an dan tindakan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan

Huhum dan Pembangunan

negara hams berdasarkan hukum yang berlaku.

Kegiatan pengawasan APBN, seba­gai bagian dari kegiatan pemerintahan, juga berdasarkan atas ke tentuan per­undang-undangan sebagai landasan hu­kumnya. Landasan hukum ini diper­lukan untuk menjamin adanya kepas­tian hukum bagi setiap langk ah yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan terse but . Di bawah ini akan dibahas beberapa peraturan per­undang-undangan yang menj adi lan­dasan hukum bagi pengawasan APBN.

o

1. Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 23 ayat 1 dan 5 UUD 1945 merupakan landasan hukum u tama ba­gi pengawasan APBN. Dalam Pasal 23 UUD 1945 yang termasuk Bab VIII tentang Hal Keu angan , ditentukan bahwa:

"ayat 1 : Anggaran Pendapatan dan Be­lanja ditetapkan tiap -tiap ta­hun dengan Undang,undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui ang­garan yang diusulkan Pemerin­tah, maka Pemerintah menja­lankan anggaran tahun yang lalu" .

"ayat 5: Untuk pemeriksaan tanggung jawab ten tang keuangan nega­ra diadakan suatu Badan Pe-

o

meriksaan Keuangan . yang per­aturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil peme­riksaan itu diberi tahukan ke­pada Dewan Perwakilan Rak-

" yat 0

Dari Pasal 23 UUD 1945 ini. na111-pak adanya beberapa petunjuk tentang dilaksanakannya pengawasan APBN, sejak mulai diusulkan. dilaksanakan. sampai dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah.

Page 3: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

Pengawasal1 APBN

Kalimat pertama ayat 1 Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan: "Ang­garan Pendapatan dan Belanja dite­tapkan tiap- tiap tahun dengan U n­dang-undang", mencenninkan adanya pengawasan dari rakyat melalui wakil-wakilnya di DPR, di mana ditentukan bahwa APBN harus berbentuk Un­dang-undang.

Kemudian apabila kita hubungkan qengan Pasal 20 UUP 1945 yang me­

nyatakan:

"ayat 1 : Tiap-tiap Undang-undang

.

menghendaki persetujuan De­wan Perwakilan Rakyat" .

"ayat 2 : Jika sesuatu rancangan Un-dang-un dang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakil­an . Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan la­gi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu".

Juga dengan penjelasan Pasal 23 yang menyatakan :

" .... Betapa caranya Rakyat-sebagai bangsa ·akan hidup dan dari mana di­dapatnya belanja buat hidup, harus di­tetapkan oleh rakyat itu sendiri" dengan peran tara Dewan Perwakilannya . . .".

Maka jelas bagi kita, bahwa persetu­juan rakyat, yang dalam hal ini diwa­kili oleh DYR, merupakan hal yang bersifat mutlak. Persetujuan rakyat, merupakan suatu tindakan yang pada dasarnya adalah pengawasan; di mana rakyat meniJai, menimbang-nimbang, mempertanyakan suatu rancangan APBN yang diajukan oleh Pemerin­tah kepadanya, kemuQian setelah me­lalui pemikiran dan pertimbangan yang mendalam , DPR memberikan pemikir­an dan pertimbangan yang mendalam, DPR memberikan persetujuan terha­dap APBN yang diajukan oleh Peme­rintah tersebut. Jadi pengawasan yang

271

dilakukan adalah pengawasan terhadap suatu rencana yang diajukan, dengan perkataan lain pengawasan yang dila­kukan sebelum suatu kegiatan dilak­sanakan .

Setelah mendapatkan persetujuan DPR, kemudian RUU APBN ini disah­kan oleh Presiden menjadi Undang-un­dang. Dengan berlakunya APBN seba gai Undang-undang, maka APBN ini dilaksanakan oleh Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah-daerah. Da­lam pelaksanaan APBN ini, DPR juga melakukan pengawasan terhadapnya, baik dalam bentuk rapatkerja dengan Pemerintah, maupun dengan peninjau­an langsung di lapangan.

UUD 1945 kemudian menyatakan dalam penjelasan Pasal 23 ayat 5 bah­wa: "Cara Pemerintah menggunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat harus sepadan dengan keputusan tersebut". Ketentuan ini mengharuskan adanya pengawasan yang ketat terhadap AP­BN yang telah disetujui oleh DPR agar benar-benar sepadan dengan yang telah disetujui DPR. Dalam mencapai hal tersebut, maka penjelasan itu ke­mudian melanjutkan bahwa: "Untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah itu perlu ada suatu Badan yang terle­pas dari pengaruh dan kekuasaan Pe­merintah". Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 menyebutkan bahwa Sadan yang di­maksud adalah: " .... Badan Peme­riksa Keuangan, . . . . Hasil peme­riksaan itu diberitahukan kepada De­wan Perwakilan Rakyat".

2. Indonesische (ICW)1925

-Comptabiliteitswet

Indonesische Comptabiliteitswet (ICW) 1925 merupakan Undang-un-

Juni 1987

Page 4: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

272

dang yang mengatur tentang perben­daharaan Indonesia. lew yang meru­pakan . peninggalim kolonial Belanda ini, keberadaannya pada saat ini ada­lah didasarkan atas Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, leW, sampai sa at ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan sesuai dengan pesatnya perkembangan keada­an yang ada di negara kita.

Ketentuan pokok yang penting ada­lah dalam Pasal 1 ayat 3 lew yang menentukan bahwa keuangan Indone-

sia diurus dan dipertanggungjawabkan menuru t aturan-aturan yang ditetap­kan dalam lew inL

Mengenai pengawasan (terjemahan resmi lew yang berlaku pada saat ini menyebutkannya dengan pengontrol­an) terhadap keuangan negara, maka dalam Pasal 22 lew ditentukan bah­wa kontrol atas pengeluaran-pengeluar­an, begitu pula halnya penerimaan­penerimaan dilakukan oleh Dewan Pengawas Keuangan (Badan Pemeriksa Keuangan pada saat ini). Ketentuan ini didasarkan' pada Pasal 117 IS yang berbunyi: 4)

1. "Dewan Pengawas Keuangan mempu­nyai tugas mengawasi pengurusan ke­uangan negara dan pertanggungjawab­an dan perhitungannya".

2. "Instansi Dewan ditetapkan dalam peraturan p,emerintah sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang ten-

tang pengurusan dan , pertanggung-jawaban keuangan Hindia Belanda". •

Keuangan Negara yang dimaksud di sini adalah yang tercantum dalam Un-

4) Indische Staatsregerings (Staatsblad 1926 No. 415), sebagaimana dikutip oleh Arl­fin P. Soeria Atmaja dalam bukJ-Meka­nisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara. him. 53.

HUkum dan Pem banllu nan •

dang-undang Anggaran, karena lew hanya mengatur keuangan negara yang berasal dari Anggaran (APBN). Sedang­kan keuangan Daerah Otonom dan .Badan Usaha Negara diatur tersendiri.

Kontrol terhadap anggaran negara, melipu ti kon trol terhadap penerimaan yaitu: "Pencocokkan (verifikasi) ten­tang penerimaan'penerimaan teratur . dalam Undang-undang sesuai dengan Undang-undang" (pasal 21 iew). Kon­trol terhadap pengeluaran , melipu ti penyelidikan terhadap hal-hal yang di· tentukan dalam Pasal 54 lew, yaitu:

1. "Apakah kredit-kredit yang diizinkan pada pos-pos anggaran yang bersang­ku tan sesudah dipisah-pisahkan ber­dasarkan Pasal 2 (1) mencukupi",

2. "Apakah pengeluaran atas pasal yang dimaksud un tuk itu telah diselesaikan untuk · pembebanan mata anggaran yang betuI".

3. "Apakah tidak ada percampuran ta­bungan-tabungan dad berbagai tahun dinas atau bagian-bagian anggaran da­pat diakibatkan oleh hal itu".

4. "Apakah bukti-bukti yang disampai­kan itu .memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah, untuk diberikan kepada para bendaharawan sebagai penge!uaran".

Selain itu, lew sendirijuga merupa­kan alat kontrol dari anggaran Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 24 lew yang menyatakan bahwa pengeluaran-pengeluaran di luar atau melebihi anggaran tidak diperkenan­kan. Di samping itu ada juga beberapa pasal lain yang berfungsi sebagai alat kontrol anggaran antara lain Pasal 36 dan 75 leW.

3. Keputusan Presiden Nomor 29 Ta­hun 1984

Keputusan Presiden Nomor 29 Ta-

Page 5: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

Pen8awasan APBN

hun 1984 adalah tentang pelaksanaan APBN. Keppres 29 Tahun 1984 beser­ta ICW 1925 merupakan peraturan pelaksanaan APBN, di mana keberada­an kedua peraturan ini menimbulkan dualisme dalam pengelolaan keuangan negara yang berasal dari APBN. Tetapi dengan mengingat perkembangan pem­baharuan susunan anggaran, situasi dan kondisi yang berlainan dengan keada­an pada waktu disusunnya ICW maka bagi para pelaksana anggaran tidak ada jalan lain kecuali melaksanakan Kep­pres 29 Tahun 1984 ini. 5) .

Keppres ini juga mengatur tentang pengawasan terhadap APBN. Di mana selain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga diten­tukan bahwa beberapa pihak yang mengelola pelaksanaan APBN tersebu t ikut melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana-dana APBN yang berada di bawah tanggung jawabnya, baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan yang dilakukan oleh para pihak tersebut lebih banyak merupa­kan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan kepada bawahan dalam ling­kungan keIjanya.

Bagian ketiga dari Bab I Keppres 29/1984 yang mengatur tentang pe­doman pokok dalam penatausahaan dan pengawasan anggaran, menyebut­kan beberapa pihak yang dimaksud­kan di atas yang terliba t dalam peng­awasan terhadap pelaksanaan APBN.

Pasal 40 Keppres 29/1984 menen· tukan bahwa dalam pelaksanaan ang­garan rutin, pengawasannya dilakukan oleh: . 1. Atasan dari Kepala Kantor/Satuan

Kerja.

5) Arifin P. Soeria Atrnaja, op. cit., hIm. 5.

, 273

2. Atasan langsung bendaharawan. 3. Direktur J enderal atau pejabat yang

setingkat pada Departemen/Lem­baga terhadap pelaksanaan Daftar Isian Kegiatan oleh Kantor/Satuan Kerja dalam lingkungan unit organi-

• sasmya. 4. Biro Keuangan Departemen/Lemba­

gao •

5. Sekretaris Jenderal Departemen/ Lembaga.

6. Inspektur Jenderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga.

7. Kantor Perbendaharaan Negara. ,

Sedangkan untuk- anggaran pemba­ngunan, P·asal 41 menentukan bahwa pengawasannya dilakukan oleh:

1. Pemimpin Proyek 2. Atasan langsung pimpinan proyek. 3. Direktur Jenderal atau pejabat yang

setingkat pada Departemen/Lemba­ga· selaku atasan dari Pemimpin Proyek, teru tama terhadap pelak­sanaan Petu'njuk Operasional (PO) dalam rangka pelaksanaan Daftar Isian Proyek (DIP).

4. Biro Keuangan Departemen/Lem­baga.

5. Inspektur Jenderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan Lem­baga.

6. Kantro Perbendaharaan Negara.

Pitsal 42 Keppres 29/1984 ini me­nugaskan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pengawasan terhadap pe­laksanaan APBN sesuai dengan per­aturan perundang-undangan yang ber­laku.

Selain itu, Pasal 43 menugaskan pa­da Inspektur J enderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan pada Lem-

, Juni 1987

Page 6: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

I

274

baga di tingkat Pusat, Kepala BPKP, dan Gubernur pada tingkat Daerah untuk menampung pengaduan dari masyarakat dunia usaha mengenai ma­salah-masalah yang timbul sebagai aki­bat dari pelaksanaan APBN, dan meng­ambil langkah-langkah penyelesaian

. sesuai dengan kewenangan yang dimi-likinya. .

Untuk menjamin dipatuhinya per­aturan ini oleh para pelaksana anggar­an, maka dalam Pasal 93 ditentukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam Kepu tusan Presiden ini dikena­kan tindakan . administratif atau tin­dakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Landasan Operasional

Untuk dapat menjalankan peranan yang aktif, terarah dan terpadu da­lam rangka mencapai hasil pengawasan yan objektif, berdaya-guna dan berha­sil-guna sebesar-besarnya, maka diper­lukan peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan operasional ba­gi para aparat pengawasan dalam ling­kungan pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah. Keppres 31 / 1983, Keppres 32/1983 dan Inpres 15/ 1983, ketiganya ditetapkan sebagai landasan operasional pengawasan oleh Pemerintah. 6)

1. Keputusan Presiden Nomor 31 Ta­hun 1983

Kcppres 31 Tahun 1983 ini adalah mengenai Badan Pengawasan Keuang­an dan Pembangunan (BPKP).

Pembentukan BPKP merupakan ja­waban Pemerintah ter.hadap ide pen-

6) Nota Keuangan. loco cit. , him. 86 .

HUkum dan Pembangunan

tingnya kemandirian aparat pengawas­an internal Pemerintah sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Pasal 23 ayat 5, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Arifin P. Soeria Atmaja. 7)

BPKP mempunyai tugas pokok, se­bagaimana tercantum dalam Pasal 2 Keppres ini, yaitu:

.

a. Mempersiapkan perumusan kebijak-sanaan pengawasan keuangan dan pem bangunan.

b. Menyelenggarakan pengawasan umum a tas penguasaan dan pengurusan ke­uangan. -

C. Menyelenggarakan pengawasan pem-bangunan.

Pengawasan yang dimaksudkan di sini adalah mencakup hal-hal yang diten­tukan dalam Pasal 40 Keppres 31 / 1983 ini yaitu:

• a . Pemeriksaan keuangan dan ketaatan

terhadap pera turan perundang-un­dangan.

b. Penilaian ten tang daya -guna dan ke­hematan dalam penggunaan sarana yang tersedia .

c. Penilaian hasil-guna dan manfaat yang direncanakan dari suatu pro­gram.

Beberapa fungsi yang dimiliki oleh BPKP dalam rangka tugasnya melaku­kan pengawasanterhadap pelaksanaan APBN adalah seperti dinyatakan dalam Pasal 3 Keppres ini yaitu:

a . b. c. d . e. 1'.

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

g. Melakukan pengawasan terhadap se­roua penerirnaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah , termasuk

7) Arifin P. Soeria Atmaja, up. cit .. hIm. 150- 152. 174.

Page 7: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

. pengawa.an APBN

pengawasan atas pelaksanaan fasilitas pajak, bea dan cukai.

h. Melakukan pengawasan terhadap se­rnua pengeluaran Pernerintah Pusat dan Pernerintah Daerah.

• 1. • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

• J. • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •

k. Melakukan pengawasan terhadap ba­dan-badan lain yang seluruh a tau se­bagian keuangannya dibiayai oleh a tau disubsidi atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

J. Melakukan pengawasan terhadap sis­tern adrninistrasi pelaksanaan Anggar­an Pendapatan dan Belanja Negara.

m . .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . n . ... . .. ..... .. .. .... .. . o. . p . ..................... . q. ..................... .

BPKP, sebagai aparat pengawasan intern Pemerintah di dalam menjalan­kan tugasnya, apabila dari hasil peme­riksaannya diperkirakan terdapat un­sur tindak pidana korupsi, maka me­nurut ketentuan Pasal 44 Keppres 31 / 1983 ini, Kepala BPKP melaporkan hal tersebu t kapada J aksa Agung. Selain itu, BPKP juga mempunyai wewenang untuk memonitor tindak lanjut hasil pengawasan yang memerlukan perbaik­an/koreksi terhadap penyimpangan-pe­nyimpangan yang dilapor kannya. Ia juga diberi wewenang untuk menanya­kan apakah tindakan koreksi telah di­lakukan atau belum.

BPKP, selain merupakan alat peng­awasan intern Pemerintah, juga mem­punyai kedudukan selaku koordinator dari para aparat pengawasan fungsio­nal lainnya. Kedudukan sebagai koor­dinator ini didasarkan atas kctentuan Pasal 3 huruf e Keppres 31 / 1983 ini yaitu di mana ditentukan bahwa BPKP mempunyai fungsi

"Melakukan koordinasi teknis rnengenai pelaksanaan pengawasan yang dilakukan

275

oleh aparat pengawasan di Departernen dan Instansi Pernerintah lainnya, baik di Pusat rnaupun di Daerah".

Koordinasi teknis pelaksanaan peng­awasan ini dicerminkan dengan dilem­bagakannya secara nasional Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang penyusunannya dilakukan oleh BPKP, setelah sebelumnya memperha­tikan kebijaksanaan pengawasan yang digariskan oleh Wakil Presiden, di ma­na kebijaksanaan ini kemudian dileng-

• kapi dengan petllnjuk Menko Ekuin dan Wasbang kepada para Menteri/ Pimpinan Lembaga dan Kepala Dae­rah, serta petunjuk teknis Kepala BPKP kepada seluruh pimpinan aparat pengawasan fllngsional Pusat dan Dae­rah, ditambah dengan usulan PKPT dari para aparat pengawasan Pemerin-tah lainnya. 8) ~

Dengan adanya tata kerja seperti ini, maka akan dapat dihindarkan atau setidak-tidaknya dikurangi ada­nya tumpang-tindih pemeriksaan yang pada waktll dahulu sering teIjadi. Ter­hadap masalah-masalah khusus, PKPT ini dapat dilanggar, misalnya dalam hal adanya dugaan tindak pidana ko­rupsi, maka BPKP maupun aparat pengawasan fllngsional lainnya, dapat melanggar PKPT yang ada. Hal ini di­sebabkan karena pemeriksaan terhadap korupsi tidak dapat dimasukkan ke dalam PKPT, karena sebelumnya kita tidak tahu di mana akan terjadi ko­ru psi. 9)

8) Nota Keuangan.loc. cit .. him. 89 .

9) Wawancara Kepala BPKP dengan TVRI, •

1986.

Juni 1987

Page 8: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

276

2. Keputusan Presiden Nomor 32 Ta­hun 1983

Keputusan Presiden Nomor 32 Ta­hun 1983 adalah mengatur tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan (Menko Ekuin dan Wasbang) serta susunan organisasi stafnya.

Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Menko Ekuin dan Wasbang adalah:

" . . . . Men teri N egara pem ban tu Presi­den dengan tugas pokok mengkoordina­sikan penyiapan dan penyusunan kebi­jaksanaan serta pelaksanaannya di bi­dang ekonomi, keuangan, industri dan pengawasan dalam kegiatan pemerintah­an negara" .

Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebu t, Menko menyelenggarakan berbagai fungsi , dan khusus dalam bi­dang pengawasan, Menko melaksana­kan fungsi yang diatur dalam Pasal 2 yaitu:

a.2. "Mengkoordinasi para Menteri/ Pim pinan Lem baga Pemerin tahan Non-Departemen, . .. , sepanjang menyangkut bidang pengawasan" .

a.3. "Memberi petunjuk operasional kepada Kepala Badan Pengawas­an Keuangan dan Pem bangunan" .

b.2. " Menampung dan mengusahakan menyelesaikan tindak lanjut dad masalah-masalah pengawasan serta mengikuti perkembangan sehad­harinya".

Pelaksanaan koordinasi di bidang pengawasan diselenggarakan melalui langkah-Iangkah yang diatur dalam Pa­sal 8:

ayat 1. ayat 2. ayat 3 . ayat 4 .

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

a . "Penyusunan reneana peng-

ayat 5.

ayat 6 . ayat 7. ayat 8.

ayat 9 .

HUkum dan Pemban/lUnan

awasan dan program pelak­sanaannya yang harus di­laksanakan oleh aparat pengawasan Pemerintah Pu­sat dan Pemerintah Dae-ah" r .

b. " Penyusunan Pedoman Pe­meriksaan bagi seluruh apa­rat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dae­rah" .

e. "Pembentukan tim peme­riksaan ga bungan dari ber­bagai aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pe­merintah Daerah yang di­anggap perlu untuk melak­sanakan reneana pengawas­an yang telah ditetapkan".

. d. "Rapat-rapat koordinasi pengawasan".

e. " Konsultasi langsung de­ngan para Menteri/Pimpin­an Lembaga mengenai ma­salah-masalah dan tindak lanjut hasil pengawasan".

Rapat koordinasi Menko mem­bahas . . . , serta pemeeahan masalah dan tindak lanjut ha­sil pengawasan yang menyang­kut lebih dari satu Departe­men/ Lembaga atau yang mem­punyai pengaruh yang bersifat menyeluruh.

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

a. Menko mengusahakan agar aparat pengawasan Peme­rintah Pusa t dan Pemerin­tah Daerah senan tiasa me­melihara adanya kesa tuan bahasa dan penafsiran me­ngenai ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan Pemerintah, sehingga pelaksanaan peng­awasan mempergunakan to­lok-ukur yang sarna.

b. Dalam hal terse but hasil pengawasan yang memerlu-

Page 9: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

Pellilawasan APBN

ayat 10. ayat 11.

kan tindak lanj u t oleh Menteri/Pimpinan Lernba­ga, Menko berhubungan langsung dengan Menteri/ Pimpinan Lernbaga yang bersangku tan.

d. Dalarn hal tidak ter dapa t kata sepakat dalarn rnela­kukan tindak lanjut peng­awasan tersebut, Menko rnelaporkan kepada Presi­den untuk rnendapat kepu­tusan atau petunjuknya.

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

• • • • • • • • • • • • • • • • • •

Dalam pelaksanaan tugasnya terse­but, Menko dapat meminta laporan dari Menteri/Pimpinan Lembaga yang berada di bawah koordinasinya, Kepa­la BPKP, dan pimpinan aparat peng­awasan Pemerintah Pusat dan Peme­rintah Daerah, dan untuk kelancaran pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Presiden meneruskan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya ke­pada plra pejabat yang bersangkut­an.

277

an yang efektif ke dalam tubuh apa­ratur Pemerintah di dalam lingkungan masing-masing secara terus-menerus dan menyeluruh, kemudian berdasar­kan hasH-hasH pengawasan tersebut mengambHlangkah-langkah yang pedu sesuai dengan ketentuan perundang­undangan yang berlaku, dengan mem­perhatikan dan mempergunakan pe­tunjuk-petunjuk dalam pedoman pe­laksanaan pengawasan yang tercan tum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini.

Instruksi ini dikeluarkan dengan berlandaskan pertimbangan bahwa pengawasan merupakan salah satu un­sur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum peme­rintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Selain itu, instruksi ini juga merupakan garis besar tata kerja pengawasan sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan bagi para apa­ratur pemerintah. Pedoman ini diper­lukan agar kegiatan pengawasan dapat. mencapai sasaran dan hasH yang diha­rapkan.

Hal ini dimaksudkan agar Menko dapat mengikuti secara terus-menerus perkembangan pelaksanaan tugas-tugas yang berada dalam ruang lingkup koor­dinasinya, tellllasuk juga pelaksanaan pengawasan, terutama dalam pelaksa­naan langkah-langkah tindak lanjut a. atas temuan-temuan hasH pengawasan, khususnyayang belum ada tindak lan­jutnY;l

Beberapa hal yang penting dalam pedoman pelaksanaan pengawasan ter­sebut adalah:

Tujuan pelaksanaan pengawasan, di­rumuskan dalam Pasal 1 ayat 1, yaitu:

"Pengawasan bertujuan rnendukung kelancaran dan ketepatan pelaksana­an kegiatan pernerintahan dan pern­bangunan" .

3. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983

Instruksi yang ditujukan pada para Menteri, Pejabat-pejabat tinggi negara, dan para Gubernur ini merupakan perintah langsung dari Presiden, agar meningkatkan pelaksanaan pengawas-

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan da­lam merencanakan dan melaksana­kan pengawasan, diuraikan dalam Pasal 1 ayat 2:

a. Agar pelaksanaan tugas urnurn pe-

Juni 1987

Page 10: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

278

,

merintah dilakukan seeara tertib •

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ber­dasarkan sendi~endi kewajaran penyelenggaraan pemedntahan agar tereapOO daya-guna, hasil-gu­na, dan tepat-guna yang sebaik­baiknya.

b. Agar pelaksanaan pembangunan •

dilakukan sesuOO dengari reneana dan program Pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku · sehingga tereapOO sasaran yang ditetapkan.

e. Agar hasil-hasil pembangunan da­pa t dinilai seberapa jauh tereapai untuk memberi umpan-balik be­rupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijaksanaan, pe­reneanaan, pembinaan, dan pelak­sana an tugas umum pelperintah­an dan pembangunan.

d. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, keboeor­an, dan . penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, , uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersili, ber­wibawa, berhasil-guna , dan berda-ya-guna. •

c. Bentuk dan ruang lingkup peng­awasan, ditentukan dalam Pasal 2, sebagai berikut:

ayat 1. pengawasan terdiri dari: a. Pengawasan yang dila­

kukan oleh Pimpinan/ A tasan langsung book di tingkat Pusat maupun di tingka t Daerah.

b. Pengawasan yang dila­kukan seeara fungsional oleh aparat pengawas­an.

ayat 2. Ruang lingkup pengawasan meliputi: a . Kegiatan umum peme­

rintahan; b . Pelaksanaan reneana

pembangunan;

HUkum dan Pembangunan

e. Penyelenggaraan peng­. urusan dan pengelolaan

keuangan dankekayaan negara; .

d. Kegiatan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah;

e. Kegiatan aparatur pe­merintahan di bidang yang meneakup kelem­bagaan, . kepegawaian dan ketatalaksanaan.

Adanya aparat pengawasan fungsio­nal tidak mengurangi pelaksanaan dan peningkatan pengawasan mele­kat yang harus dilaksanakan oleh atasan terhadap bawahannya. Peng­awasan fungsional hanyalah menun­jang ata'san langsung dalam melaku­kan pengawasan terhadap bawahan­nya.

d. Tindak lanjut pengawasan dirumus­kan dalam Pasal 16 ayat 2 yang dapat berupa:

a. Tindakan administratif sesuai de­ngan ketentuan peraturan perun­dang-undangan di bidang kepega­waian, termasuk penerapan hu­kuman disiplin dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Di­siplin Pegawai Negeri Sipil;

b. Tindakan tuntutan/gugatan perda­ta, an tara lain: - Tuntutan ganti-rugi/penyetor­

an kembali, - Tuntutan perbendaharaan, - Tuntutan perdata berupa pe-

ngenaan denda, ganti-rugi dan lain-lain;

e. Tindakan pengaduan Hndak pida­na dengan menyerahkan perkara­nya kepada Kepolisian Negara Re­publik Indonesia dalam hal terda­pat tindak pidana umum, atau kepada Kcjaksaan Agung Re" publik Indonesia, dalam hal terda­pat indikasi tindak pidana khusus,

Page 11: BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN

PenflGwcuan MBN

-seperti korupsi dan lain-lainnya;

d. Tindakan penyernpurnaan apara­tur pernerintah di bidang kelern­bagaan, kepegawaian, dan ketata­laksanaan.

Dengan adanya Instruksi Presiden ini, maka para pelaksana tugas peme­rintahan dan pembangunan, semuanya harus metakukan segala sesuatu yang telah ditentukan dalam Inpres 15/ 1983 ini tanpa kecualinya, untuk tercapainya keberhasilan pelaksanaan tugas masing-masing secara khusus, maupun tugas pemerintahan dan pem­bangunan secara umum.

- .

PENUTUP' •

Demikianlah telah diuraikan bebe-

279

rapa landasan dalam pelaksanaan peng­awasan APBN. Semuanya ini . tergan­tung kepada kemauan dan semangat para pelaksana tugas pemerintahan dan pembangunan. Berbagai peraturan tadi tidak akan ada artinya apabila hanya merupakan "macam kertas" belaka, dan hanya merupakan kata­kata indah yang tertera dalam kumpul­an peraturan perundang-undangan Re­publik Indonesia ini. Kerjasama dan kejujuran dari setiap penyelenggara pe­merintahan dan pembangunan sangat diharapkan dalam tercapainya peme · rintahan yang bersih dan berwibawa di Republik Indonesia ini.

I -

Juni 1987