2
Batas Wale-ale Tidak seperti batas yang kita lihat sekarang ini. Mengenai Batas wilayah wale – ale saya punya sedikit cerita mengenai ini. Cerita ini pun saya dapat dari orang tua kampung yang ada disana. Ceritanya seperti ini : Pada zaman dulu ketika sudah diberikannya tanah oleh Raja muna ke pada Warumbei sebagai ganti atas Panombo dan talang emas yang di pinjam Raja muna. Maka Warumbei tinggal di daerah yang telah diberikan kepadanya. Untuk lebih lanjutnya saya tidak tahu pasti yang jelas Warumbei menikah dengan Raja Muna yang menurut cerita yang saya dengar Raja tersebut Bernama Paelangkuta. Pada saat Warumbei mengandung dan mengidam pada waktu itu dia mengidam pengen makan daging Kerbau, Maka si suami pergi berburu untuk mendapatkan daging Kerbau. Dalam perburuannya sudah berminggu – minggu dia belum juga mendapatkan kerbau yang akan di tangkap. Namun Tiba – tiba dia melihat sesuatu di kali yang saat ini kali tersebut dinamakan “Mento” dalam penglihatanya dari atas gunung itu adalah seekor Kerbau, sehingga akhirnya dia melemparkan Tombaknya kearah yang dilihatnya itu Kemudian dia turun dari bukit menuju mento untuk melihat tombaknya. Begitu sampai di Mento dia tidak menemukan apa – apa selain jajak darah yang ada di rerumputan kali Mento. Kemudian dia mengikuti jejak darah tersebut hingga tak terasa sampailah Ia di daerah Wasulangka. Setelah sampai disana Jejak darah itupun terhenti dan kemudian dia melihat ada seseorang yang terluka dengan tombak tertancap di lengannya, Orang tersebut Menurut cerita yang saya dapat bernama Ode Pana Orang ini lalu bertanya pada yang menombak, Apakah kamu melihat jejak darah tadi? Maka iya menjawab iya. Kemudian Orang tersebut mengatakan bahwa Garis aliran darah itu merupakan garis batas antara Waleale dengan La Hontohe. Setelah itu pulanglah si Raja ini dengan tidak membawa apapun karena yang di tombak ternyata bukan kerbau tapi manusia. Sesampainya Ia di rumah Ternyata Istri beliau sudah melahirkan seorang anak laki – laki dan anak ini di beri nama “Suginta” Karena menurut bahasa yang ada di sana “Nta” artinya menunggu. Ia dinamakan nama tersebut karena semasa dalam kandungan

Batas kampung wa ale ale kabupaten muna

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Batas kampung wa ale ale kabupaten muna

Batas Wale-ale Tidak seperti batas yang kita lihat sekarang ini. Mengenai Batas wilayah wale – ale saya punya sedikit cerita mengenai ini. Cerita ini pun saya dapat dari orang tua kampung yang ada disana.Ceritanya seperti ini : Pada zaman dulu ketika sudah diberikannya tanah oleh Raja muna ke pada Warumbei sebagai ganti atas Panombo dan talang emas yang di pinjam Raja muna. Maka Warumbei tinggal di daerah  yang telah diberikan kepadanya. Untuk lebih lanjutnya saya tidak tahu pasti yang jelas Warumbei menikah dengan Raja Muna yang menurut cerita yang saya dengar Raja tersebut Bernama Paelangkuta. Pada saat Warumbei mengandung dan mengidam pada waktu itu dia mengidam pengen makan daging Kerbau, Maka si suami pergi berburu untuk mendapatkan daging Kerbau. Dalam perburuannya sudah berminggu – minggu dia belum juga mendapatkan kerbau yang akan di tangkap. Namun Tiba – tiba dia melihat  sesuatu di kali yang saat ini kali tersebut dinamakan “Mento” dalam penglihatanya dari atas gunung itu adalah seekor Kerbau, sehingga akhirnya dia melemparkan Tombaknya kearah yang dilihatnya itu Kemudian dia turun dari bukit menuju mento untuk melihat tombaknya. Begitu sampai di Mento dia tidak menemukan apa – apa selain jajak darah yang ada di rerumputan kali Mento. Kemudian dia mengikuti jejak darah tersebut hingga tak terasa sampailah Ia di daerah Wasulangka. Setelah sampai disana Jejak darah itupun terhenti dan kemudian dia melihat ada seseorang yang terluka dengan tombak tertancap di lengannya, Orang tersebut Menurut cerita yang saya dapat bernama Ode Pana Orang ini lalu bertanya pada yang menombak, Apakah kamu melihat jejak darah tadi? Maka iya menjawab iya. Kemudian Orang tersebut mengatakan bahwa Garis aliran darah itu merupakan garis batas antara Waleale dengan La Hontohe. Setelah itu pulanglah si Raja ini dengan tidak membawa apapun karena yang di tombak ternyata bukan kerbau tapi manusia.

Sesampainya Ia di rumah Ternyata Istri beliau sudah melahirkan seorang anak laki – laki dan anak ini di beri nama “Suginta” Karena menurut bahasa yang ada di sana “Nta” artinya menunggu. Ia dinamakan nama tersebut karena semasa dalam kandungan Ibunya, Ibunya menantikan sang suami yang pergi berburu sampai si anak lahir.