Upload
amrulmushlihin
View
269
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah Etika dan Humaniora dalam dunia kedokteran
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang bearti adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat diartikan sebagai kumpulan asas/ nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai yang mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.3
Etika adalah merupakan pemikiran atau refleksi moralitas hidup. Etika mempunyai arti yang berbeda bagi berbagai macam disiplin ilmu. Bagi filsuf, etika merupakan suatu metode filsafat yang meliputi hal baik, menadi orang baik, berbuat baik dam ,emginginkan hal baik dalam hidup. Bagi ilmu kedokteran, etika adalah pedoman prilaku dan tindakan dalam menjalankan profesi dengan baik, yang perkembangannya mengalami evolusi bersama sama dengan perkembangan ilmu kedokteran. Menurut Frans Magnis–Suseno (1995) yang dikutip oleh Samsi Jacobalis, “Ajaran Moral dapat diibaratkan dengan ukur petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor kita dengan baik, sedang Etika memberi kita pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor itu sendiri”.3
Etika adalah ilmu yang membahas tentng Moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan Moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama adalah bahwa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral. Tetapi perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku Moral. Di sini kita mengikuti pembagian atas tiga pendekatan yang dalam konteks ini sering diberikan, yatu etika deskriptif, etika normaif dan metaetika:3
1. Etika Deskriptif
Etika Deskripsi berciri melukiskan secara deskriptif tentang moral dalam arti luas, tanpa memberikan penilaian. Contoh dalam Etika Deskriptif adalah misalnya adat kebiasan, anggapan anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan, atau sub kultur tertentu, dalam satu periode sejarah dan sebagainya. Etika Deskriptif biasa ditelaah oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya, psikologi, sosiologi, sejarah, dan sebagainya, meskipun tidak dipakai istilah “Etika Deskriptif”.
2. Etika Normatif
Etika Normatif merupakan bagian terpenting dari Etika. Pada pembahasan tentang Etika Normatif berlansung diskusi-diskusi yang paling
menarik tentang masalah-masalah moral dan perilaku manusia. Pada Etika Normatif tidak lagi melukiskan adat yang pernah terdapat dalam kebudayaan di masa lalu, tapi melakukan peninjauan tentang penolakan adat, karena dinilai bertentangandengan martabat manusia.
Etika Normatif dapat dibedakan kembali menjadi Etika Umum dan Khusus:
2.1 Etika Umum
Etika Umum menitik beratkan norma etis, nilai dan kekhususan moral, tanggung jawab manusia dan kebebasannya, hak dan kewajiban.
2.2 Etika Khusus
Etika Khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus. Etika khusus itu premis normatif dikaitkan dengan premis faktual untuk sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif. Kini tradisi ini kerap kali dilanjutkan dengan memakai suatu nama baru, yaitu “Etika terapan” (applied ethics).
3. Metaetika
Metaetika seolah-olah bergerak dalam taraf yang lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf “Bahasa Etis” atau bahasa yang kita gunakan di bidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa, rupanya kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain, khususnya kalimat-kalimat yang menggunakan fakta, tetapi studi lebih mendalam dapat menunjukkan bahwa kalimat-kalimat etika mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh kalimat-kalimat lain.
Etika Profesi
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.4
Menurut kamus bahasa inggris, collins large print dictionary (Glasgow: 1996) yang dikutip oleh Tarnisi Taher, makna dari kata ethics adalah:5
1. A code of behaviour, especially a particular group, profession or individual. Artinya, seperangkat aturan prilaku, khususnya bagi sebuah kelompok, profesi atau individu tertentu.
2. The study of the moral of human conduct. Artinya, study mengenai moral perilaku manusia.
3. In according with principles of professional conduct. Artinya sesuai dengan prinsip-prinsip perilaku profesional.
Berdasarkan ketiga arti kata ethics di atas, yang dimaksud dengan Medical Ethics adalah:6
1. Code of behaviour, yaitu tata perilaku kelompok profesional pada pelaku di bidang medis2. Studi tentang nilai nilai moral dan akhlak perilaku dokter.3. Sesuai dengan prinsip dan pokok perilaku profesi seorang dokter.
B. Pengertian Humaniora
Humaniora merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala hal
yang diciptakan atau menjadi perhatian manusia baik itu ilmu filsafat, hukum, sejarah,
bahasa, teologi, sastra, seni dan lain sebagainya. Atau makna intrinsik nilai-nilai
kemanusiaan (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Dalam bahasa Latin, humaniora
artinya manusiawi.2
Menurut Martiatmodjo, BS dalam “Catatan Kecil tentang Humaniora”
dikatakan sebagai Ilmu Budaya Dasar yang merupakan mata kuliah wajib di
Perguruan Tinggi dan merupakan juga terjemahan dari istilah Basic Humanities atau
pendidikan humaniora. Humaniora ini menyajikan bahan pendidikan yang
mencerminkan keutuhan manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih
manusiawi. Martiatmodjo menegaskan bahwa perlunya humaniora bagi pendidik
berarti menempatkan manusia di tengah-tengah proses pendidikan.2
Dari sumber yang lain definisi humaniora adalah disiplin akademik yang
mempelajari kondisi manusia, menggunakan metode yang terutama analitik, kritikal,
atau spekulatif, sebagaimana dicirikan dari sebagian besar pendekatan empiris alami
dan ilmu sosial.7
Dalam arti yang paling umum, humaniora adalah kualitas, perasaan dan
kecenderungan, bukan saja deskriptif tetapi juga normatif. Dalam kaitan ini
humaniora mempunyai konotasi perasaan dan perilaku manusia sebagai gentleman,
orang yang berbudi luhur dan sifat-sifat luhur yang melekat dengannya. Humaniora
juga mempunyai konotasi budaya intelektual. Humaniora dimaksudkan juga studi,
pelatihan, proses yang menghasilkan kualifikasi tersebut. Istilah inhumanitas diartikan
sebagai not civilized, tidak berbudaya, atau bar-bar.7
Kata-kata yang berdekatan dengan humaniora, bahkan sering disama artikan, adalah sebagai berikut: 7
Humanitarian (kata sifat)
Memfokuskan pada kebutuhan manusia dan menghilangkan/mengangkat penderitaan manusia. Berkaitan dengan pengabdian pada usaha-usaha kesejahteraan manusia dan dorongan untuk perubahan masyarakat (social reform) = phylantopist, filantropis.
Humanitarianisme
Pandangan, dasar-dasar, metoda dari humanitarian = filantropi. Keyakinan, bahwa satu-satunya kewajiban moral manusia adalah bekerja untuk kesejahteraan kemanusiaan yang lebih baik (berdekatan dengan pengertian etik). Keyakinan bahwa kondisi manusia dapat mencapai kesempurnaan dengan upayanya sendiri, tanpa Tuhan.
Humanisme
Keadaan atau kondisi atau kualitas sebagai manusia, makhluk berderajat tinggi. Filsafat atau sikap yang menaruh perhatian terhadap manusia, perhatian dan pencapaiannya. Studi humaniora; ajaran tentang kesopanan dan budaya. Gerakan/budaya dan intelektual yang terjadi pada masa renaisans
Humanis
Orang yang mengkaji humaniora, terutama mahasiswa tentang masalah-masalah klasik. Orang yang menaruh perhatian kepada kajian tentang upaya dan kemampuan/pencapaian manusia. Pengkaji/mahasiswa tentang renaisans, atau pengikut dari paham humanisme
Humaniora medis
Humaniora medis merupakan bidang interdisipliner medis dimana termasuk humaniora (literatur, filosofi, etika, sejarah dan bahasa), ilmu sosial (antropologi, studi budaya, psikologi, sosiologi), dan seni (literatur, teater, film dan seni visual) dan aplikasinya terhadap edukasi dan praktek medis.7
Humaniora dan seni memberikan pengertian yang dalam tentang kondisi manusia, penderitaan, kemanusiaan dan tanggung jawab kita satu sama lain, dan menawarkan perspektif sejarah dalam praktek medis. Perhatian terhadap literatur dan seni membantu dalam membangun dan memelihara kemampuan observasi, analisis, empati dan refleksi-diri – kemampuan yang penting bagi pengobatan medis manusia. Ilmu sosial membantu kita memahami bagaimana biologi dan medis menempatkan diri dalam konteks sosial dan budaya dan juga bagaimana budaya berinteraksi dengan pengalaman individual akan kesakitan dan cara ilmu medis dipraktekkan.7
Sejak mahasiswa mulai memasuki Fakultas Kedokteran, seiring berjalannya waktu, situai dilema etik telah mulai bersentuhan sering dalam berbagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Masalah yang terkesan ringan namun lebih sering dan besar kemungkinannya ditemukan oleh setiap dokter adalah masalah etika terkait dengan indikasi medis, prefensi pasien, mutu hidup pasien, dan faktor kontekstual lain yang memperngaruhi.7
Harapan terhadap calon dokter, terutama yang tengan mengambil profesi dokter semakin diperinci, seperti yang dikutip dalam Pedoman Pelaksanaan Inernship Dokter Indonesia (2009), dimana beberapa butirnya pada Pendahuluan berbunyi : 7
Memikul tanggungjawab pelayanan pasien/ keluarga/ masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan Membuat keputusan profesional dalam pelayanan pasien/ keluarga/ masyarakat secara memadai dengan memanfaatkan layanan diagnosis dan konsultasi. Bekerja dibawh batas kewenangan hukum dan etika
Pengajaran etika umumnya ditujukan untuk pembinaan sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran dalam bertindak terutama dalam melaksanakan tugasnya sehari hari jika mereka sudah berada di masyarakat, supaya menjunjung tinggi nilai Moral dan Etika serta selanjutnya adalah mempelajari sikap. Menurut Abbat (1980) yang dikutip oleh Edi Hartini Sundoro menyatakan bahwa, pembinaan sikap adalah bagian terpenting dari suatu program studi, tetapi sukar diajarkan dan sukar diukur keberhasilannya. Disamping itu juga memerlukan waktu. Karena itu pembinaan sikap sebaiknya dibentuk selama masa studi. 7
Etika dan Humaniora
Bila humaniora memusatkan perhatian kepada manusia, etika sebagai ilmu merupakan bagian dari filsafat yang mempelajari nilai baik-buruk, benar-salah, pantas-tidak pantas dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan manusia dan lingkungannya (Hariadi, 2005). Tampak ada bidang tumpang tindih antara humaniora dan etika. Humanisme atau humanitarianisme dapat berarti juga etika, yakni faham, ajaran, bahwa satu-satunya kewajiban moral manusia adalah bekerja untuk kebaikan, perbaikan dan kesejahteraan manusia (Moris (ed), 1981). 4
Lebih khusus dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan teknologi, ialah Iptek Kedokteran. Kedokteran adalah ilmu yang paling manusiawi, seni yang paling indah, dan humaniora yang paling ilmiah (Pellegrino, 1970). 4
Clauser (1990) berpendapat bahwa mempelajari humaniora – sastra, filsafat, sejarah – dapat meningkatkan kualitas pikir (qualities of mind) yang diperlukan dalam ilmu kedokteran. Kualitas pikir tidak lagi terfokus pada hal-hal hafalan, materi baku, konsep mati, tetapi ditingkatkan dalam hal kemampuan kritik, perspektif yang lentur, tidak terpaku pada dogma, dan penggalian nilai-nilai yang berlaku didalam ilmu kedokteran. Menurunnya studi kedokteran cenderung memfokuskan mindset pada ujian, diskusi yang monoton tentang pasien, hasil laboratorium, insiden, banyak pasien, dan lain-lain. Humaniora membebaskan kita dari terkunci dalam satu mindset. Kita perlu kelenturan dalam mengubah perspektif, dan mengubah interpretasi bila
diperlukan. Dengan sastra, seseorang (mahasiswa kedokteran) dapat mengembangkan empati dan toleransi, mencoba menempatkan diri dalam gaya hidup, imaginasi, keyakinan yang berbeda.8
C. Etika dan Humaniora dalam pendidikan kedokteran
Ilmu kedokteran, selain ilmu-ilmu dasar, adalah juga profesi. Pengembangan profesi cenderung mengkotak-kotakkan pada bidang spesialisasi. Seorang spesialis cenderung memahami hanya bidang spesialisasinya saja. Tuntutan efektif-efisien, perhitungan cost-benefit cenderung menghapus nilai empati, kurang dapat menempatkan diri sebagai penderita. Hubungan dokter-pasien menjadi kurang manusiawi. Humaniora memperbaiki kondisi tersebut.5
Lantas, apa relevansinya mempelajari etika dan humaniora bagi seorang calon dokter ? Dokter adalah salah satu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia sebagai lawan interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Salah satunya dengan pengetahuan humaniora ini. 2
Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini selalu
menjadi jargon seorang dokter. Etika kedokteran dalam kamus kedokteran Stedman
dirumuskan sebagai principles of correct professional conduct with regard to the
rights of the physician himself, his patients, and his fellow practitioners. Dengan kata
lain etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku
profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter, hak pasiennya,
dan hak teman sejawatnya. 2
Bila dikaitkan dengan kebudayaan, maka seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia
sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya. Karena itu
seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun nilai-nilai sosial
itu agar tetap menjadi landasan bagi setiap dokter -terutama sebagai dokter muslim-
dalam menjalani kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah pengetahuan
kebudayaan menjadi konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas
layanan kesehatan. 2
Sehubungan dengan itu, penggunaan konsep perilaku di sini berada dalam
pengertian ketunggalannya dengan konsep kebudayaan. Perilaku seseorang, sedikit
atau banyak, terkait dengan pengetahuan, nilai dan norma dalam lingkungan-
lingkungan sosialnya, demikian juga halnya dengan seorang dokter. Untuk proses
hulu, lingkungan pendidikan yang baik tentu akan mengantar seseorang untuk
berperilaku yang baik pula. 2
Ilmu kedokteran khususnya kedokteran umum yang menangani manusia jelas sangat paralel dengan pengetahuan budaya yang berkaitan dengan hasil kesadaran manusia. Segala penalaran dokter sebagai manusia akan sama dengan penalaran budi manusia. Ilmu kedokteran yang selalu memikirkan jasmani dan rohani manusia akan selalu dituntut oleh keadaan lingkungan masyarakat. Salah pikir dari seorang dokter berarti akan bertentangan dengan hati nurani manusia yang melekat dalam pribadi sang dokter. Sebaliknya kesuksesan dokter akan selalu menjunjung tinggi dan mengangkat nama harumnya karena segala kesuksesan itu tentu dilandasi oleh budi/pikiran manusia secara sadar. Lantas, bagaimana kaitannya dengan humanisme?
Menurut Profesor U Mia Tu dari Myanmar dalam orasinya tentang humanisme
dan etika dalam berbagai bidang kedokteran, terminologi humanisme awalnya
dikaitkan dengan pergeseran filosofi dan budaya selama masa renaisans Eropa.
Belakangan, maknanya bergeser menjadi sebuah sikap yang berkenaan dengan
perhatian manusia pada sesamanya dengan menekankan pada ‘compassion’ -belas
kasihan- dan martabat individual. 2
Secara tidak langsung, humanisme menyatakan suatu penghargaan kepada
pasien sebagai seorang individu; menunjukkan belas kasih dan mengerti akan rasa
takut dan khawatir dalam diri pasiennya; menyatakan suatu komunikasi yang berarti
kepada pasien sebagai seseorang dan bukannya sebagai sebuah penyakit. Lebih lanjut
dia mengatakan, humanisme dalam kedokteran lebih dari sebuah etika. Lebih dari
sekedar menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan fisik dan mental
pasien karena kelalaian diri. Lebih dari yang sekedar tertulis dalam sumpah
Hippocrates. Humanisme merupakan tindakan positif, seperti halnya belas kasihan
yang bukan sekedar perasaan prihatin kepada penderitaan orang lain tapi menolong
dengan memberi saran atau tindakan yang meringankan penderitaannya. Namun
sungguh mengejutkan karena definisi ‘belas kasihan’ tidak masuk dalam dua kamus
utama kedokteran – Dorland dan Stedman. Meskipun demikian, rasa belas kasih sama
pentingnya dengan pengetahuan ilmiah dan keterampilan pada seorang dokter yang
humanistik. 2
Pengetahuan humaniora ini haruslah terintegrasi ke dalam seluruh kurikulum
kedokteran (demikian juga semua pokok bahasan yang ada dalam blok ini harus
diintegrasikan ke dalam tiap-tiap blok). Karena yang kita harapkan adalah lahirnya
dokter-dokter yang tidak saja kompeten dalam keilmuannya, tapi juga memiliki
perilaku yang manusiawi, memperlakukan pasiennya seperti dirinya ingin
diperlakukan. Tentu saja perilaku tersebut tidak akan muncul tanpa adanya
pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebetulnya sifat yang manusiawi itu. 2
Agar mahasiswa dapat memahami dan selanjutnya dapat menerapkan prinsip-
prinsip yang terkandung dalam humaniora, maka mahasiswa diperkenalkan dengan
pengetahuan ini. Tentu, pengetahuan ini sendiri belumlah cukup untuk mencapai apa
yang kita harapkan, tapi harus dipadukan dengan pengetahuan-pengetahuan lain yang
akan dipelajari. 2
Berbicara tentang humaniora, berarti berbicara tentang beberapa aspek yang
memiliki pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme, etika,
kebudayaan dan perilaku. Humaniora memberikan wadah bagi lahirnya makna
intrinsik nilai-nilai humanisme. Humanisme sendiri adalah aliran yang bertujuan
menghidupkan rasa perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang lebih baik. Ada
juga yang berpendapat humanisme sebagai sikap/tingkah laku mengenai perhatian
manusia dengan menekankan pada rasa belas kasih serta martabat individu. 2
Situasi apa yang menyebabkan sehingga etika dan humanisme mengilhami
profesi kedokteran saat ini? Apa yang telah terjadi sehingga menyebabkan banyak
dokter-dokter senior menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi profesi kita?
Jika kita mengamati sejenak, akan disadari betapa kita telah jauh menyimpang
dari idealisme sebagai dokter. Fenomena ini telah mendunia dan juga telah menyebar
ke dalam negara kita. Bukan hanya praktek medis dan perawatan pasien yang
menyimpang dari idealisme sosial, bahkan konsep humanisme menjadi sesuatu yang
asing dalam pendidikan kedokteran dan dalam bidang penelitian kedokteran. Benar
bahwa etika kedokteran termasuk dalam kurikulum pada beberapa sekolah
kedokteran, namun diduga hal tersebut hanya sebagai metode resmi untuk
menenangkan hati mereka. Kenyataannya, dibutuhkan lebih dari sekedar memasukkan
subjek etika kedokteran ke dalam kurikulum agar lulusan kedokteran menjadikan
humanisme dan perilaku etis sebagai sifat kedua mereka. 2
Lantas, apa yang bisa menjadikan seorang dokter memiliki kemampuan teknis
sekaligus sikap humanistik dalam perilaku profesinya? Apakah itu bagian dari
pelatihan dan pendidikan mahasiswa kedokteran dengan melihat contoh dari para
dosennya? Mari kita lihat bagaimana humanisme dalam pendidikan kedokteran. 2
Baik di dunia barat maupun dalam budaya timur, pelatihan untuk menjadi
seorang dokter bermula dari sistem magang, yaitu suatu sistem pelatihan yang bersifat
desentralisasi di mana murid dan gurunya terikat dalam suatu hubungan pribadi. Sejak
jaman dulu, murid kedokteran di India misalnya, tinggal di rumah gurunya dan
bahkan menjadi anggota keluarga yang ikut mengerjakan segala pekerjaan rumah
sang guru. Karena kontak yang sangat dekat dengan gurunya, seorang murid tidak
hanya belajar dari guru, tapi menyerap filosofi, sikap, tingkah laku moral, nilai-nilai
dan metode hidupnya serta cara guru menghadapi pasiennya, singkatnya ‘bedside
manner’ sang guru tadi. 2
Karena kebutuhan akan dokter dan ahli bedah semakin meningkat, perubahan
sistem pelatihan mengalami perubahan. Kerajaan Romawi mengambil alih pelatihan
dokter dengan menunjuk guru-gurunya. Di negara-negara Islam, pendidikan
kedokteran telah berjalan dengan baik. Mereka ditempatkan di rumah sakit untuk
pendidikan kedokteran. Warga yang kaya membangun rumah-rumah sakit yang
mempekerjakan dokter-dokter handal yang bertanggung-jawab dalam penanganan
pasien sekaligus mengajar murid-murid kedokteran. 2
Sekolah-sekolah kedokteran di Eropa pada abad 9 hingga 13 menjadikan
pendidikan kedokteran sebagai basis dan memberikan gelar dokter setelah melalui
suatu pendidikan dan ujian tertentu. Fakultas kedokteran ini tidak hanya melatih para
dokter tetapi juga mengontrol tindakan mereka. Dengan semakin banyaknya
mahasiswa yang dilatih di rumah sakit, keadaan pasien yang sebenarnya terabaikan.
Metode pengajaran klinis dengan jumlah mahasiswa yang besar berdampak buruk
pada pasien. Dan metode ini diadaptasi oleh semua sentra pendidikan kedokteran di
dunia. 2
Sekarang kita mungkin dapat melihatnya di rumah-rumah sakit, beberapa
pasien mengeluh jika terlalu banyak disentuh oleh mahasiswa (ko-ass). Mereka
menghindar untuk dirawat di rumah sakit pendidikan karena merasa dijadikan orang
coba oleh para ko-ass, terurama pasien-pasien dari golongan menengah ke atas.
Sebetulnya keadaan ini dapat kita hindari bersama. Pasien tentu tidak akan mengeluh
jika tidak merasa dirinya hanya dijadikan objek pembelajaran. Caranya tentu dengan
menanamkan kepercayaan kepada pasien dan masyarakat umumnya. Dan itu dapat
dimulai dari mahasiswa, sebagai calon dokter. 2
Sebagai mahasiswa harus betul-betul memahami semua yang dipelajari selama
proses pendidikan dan menguasai seluruh kompetensi yang sudah ditetapkan. Jika
kelak dipercayakan untuk memegang pasien pada saat kepanitraan klinik dan dapat
menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa kedokteran mahasiswa cukup handal, maka
pasien akan dengan senang hati mempercayakan penanganan penyakitnya. Apalagi
jika dibarengi dengan tindakan yang etis dan penuh sentuhan manusiawi, tidak akan
ada pasien yang menolak. Kita harus benar-benar tulus menghadapi mereka,
mendengar keluhan mereka dengan sabar, memperhatikan apa yang menjadi
persoalan sesungguhnya bagi mereka. Ingatlah pepatah bijak orang tua kita bahwa apa
yang dilakukan dari hati sampainya ke hati juga. 2
Dengan begitu, mahasiswa dapat melalui proses pendidikan kedokteran
dengan baik karena sebenarnyalah hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien
tadi adalah hubungan kerjasama. Sebagai manusia yang saling membutuhkan, maka
buatlah pasien pun membutuhkan dokter. 2
Dalam pendidikan tentang bioetik dan humaniora ini, mahasiswa akan banyak
dibekali dengan pengetahuan tentang etika terutama saat mahasiswa telah menjadi
dokter. Namun sebenarnya, prinsip-prinsip etika telah tertuang secara lengkap dalam
Islam, yaitu dalam ilmu tentang akhlak. Bahkan ilmu ini tidak terbatas kepada profesi
dokter saja, tapi memayungi semua insan yang mengaku sebagai muslim. Jadi, saat
sekarang pun prinsip-prinsip etika sudah harus kita jalankan karena akhlak -yang
sumbernya jelas dari Allah SWT- berimplikasi pada akhirat yang mengikat muslim
yang berakal dan dewasa, yaitu kita semua. 2
Selama masa pendidikan, mahasiswa akan berhubungan dengan dosen, sesama
mahasiswa, pegawai di lingkungan fakultas, dan orang-orang dalam lingkungan
kampus. Sekarang ini adalah masa yang tepat bagi mahasiwa untuk melatih diri
bagaimana bersikap menjadi dokter yang baik. 2
Betul bahwa setiap orang memiliki karakter yang berbeda, tapi sikap dan
perilaku yang baik bukannya tidak dapat diamalkan. Sebagai contoh, dalam berdiskusi
dengan teman-teman, seringkali terjadi benturan pendapat. Walaupun berbeda
pendapat kita harus menjaga etika.
Belum lagi jika menghadapi persoalan yang berbeda, adanya beban tugas dari
dosen yang tidak habis-habis (walaupun alasan bahwa hal tersebut untuk kepentingan
mahasiswa sendiri kadang sulit diterima), dan waktu yang terasa sangat menghimpit,
tentu akan sulit bagi kita untuk tetap bersikap stabil. Masalahnya, kita tidak punya
pilihan selain menghadapinya. Kita menerima pengakuan sebagai pribadi dewasa, jadi
sudah seharusnya kita menyadari konsekuensi dari suatu pilihan. Kita memilih untuk
menjadi dokter, berarti sedikit banyaknya kita tahu seperti apa profesi ini. 2
Dari segi keterampilan, kompetensi yang dikehendaki dijelaskan oleh masing-
masing sub divisi pendidikan kedokteran. Dengan sistem integrasi yang baru
diterapkan, diharapkan memiliki keterampiln klinis yang lebih terarah. Keaktifan dari
sebagai mahasiswa diharapkan karena pembelajaran ini memang dipusatkan pada
mahasiswa (student-centered learning). Para pendidik di bidang kedokteran sepakat
bahwa tujuan pembelajaran yang baru ini adalah mengarahkan pendidikan
kedokteran kepada pengalaman berbasis komunitas, model yang berpusat pada
pembelajar sehingga memungkinkan dokter untuk menjadi pembelajar sepanjang
hayat sekaligus berpraktek dengan berbekal pengetahuan dan keterampilan yang
memasukkan aspek-aspek psikososial dan biologi dalam pelayanan kesehatan. 2
BAB III
KESIMPULAN
1. Etika adalah ilmu yang membahas tentng Moralitas, atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan Moralitas. Cara lain untuk merumuskan hal yang sama adalah bahwa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral. Tetapi perlu ditekankan ada pelbagai cara untuk mempelajari Moralitas atau pelbagai pendekatan ilmiah tentang tingkah laku Moral
2. Humaniora adalah disiplin akademik yang mempelajari kondisi manusia, menggunakan metode yang terutama analitik, kritikal, atau spekulatif, sebagaimana dicirikan dari sebagian besar pendekatan empiris alami dan ilmu sosial.
3. Humaniora terdiri atas unsur-unsur seni, etika, kearifan, nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kelembutan, memanusiakan manusia, menyingkirkan beban dari dan berbuat baik bagi manusia. Tanpa nilai-nilai tersebut, manusia atau perilakunya dapat dikategorikan tidak human, tidak manusiawi, tidak berbudaya atau barbar.
4. Pengembangan ilmu dan teknologi adalah amanat kemanusiaan, untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena itu perlu dipandu oleh nilai-nilai etika dan humaniora, agar terjamin kemanfaatannya untuk manusia.
5. Agama seharusnya merupakan nilai yang paling azasi dari seluruh nilai-nilai humaniora. Nilai-nilai agama diharapkan dapat dikembangkan oleh agamawan/ruhaniawan untuk memandu pengembangan ilmu/teknologi dan penerapannya.
6. Ilmu kedokteran adalah ilmu yang sarat dengan nilai-nilai, namun hal ini sering dilupakan. Oleh karena itu etika dan humaniora perlu diberikan untuk membuat profesi medik lebih sensitif terhadap adanya nilai-nilai tersebut dan pengetrapannya dalam praktek.
7. Etika dan Humaniora diharapkan dapat meningkatkan kualitas berfikir, yang ditengarai sebagai sifat kritis, lentur dalam perspektif, tidak terpaku pada dogma, tanggap terhadap nilai-nilai, dan sifat empati.
Daftar Pustaka
1. Andi, Mappaware, Nasrudin. Pengantar Bioetika, Hukum Kedokteran, dan Hak Asasi Manusia. UMITOHA. Makassar. 2010.
2. http://shulhana.wordpress.com (Humaniora dalam Kedokteran Aplikasi nilai-nilai humaniora dalam bidang ilmu kedokteran dan kesehatan)
3. Edi Hartini Sundoro; Evaluasi dalam Pengajaran Etik4. http://indraasetiawan.wordpress.com/2013/03/08/pengertian-dan-ciri-ciri-
profesionalisme-kode-etik-profesional-dan-ciri-ciri-seorang-profesional-dibidang-it/ 5. http://cyberlawncrime.blogspot.com/2013/03/pengertian-etika-kode-etik-dan-
fungsi.html 6. Samil, RS. Etika Kedokteran Indonesia. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohrdjo. Jakarta. 2001
7. http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/01/07/humaniora/ 8. Cruess R, Cruess S, Sleinert Y. Strategies for Teaching and Learning Professionalism:
From Rhetoric to Reality. In Teaching Medical Professionalism. Ed:Cruess R, Cruess S, Steinert Y. Cambridge, New York, Melbourne, Madrid, Cape Town, Singapore, Sao Paulo, Delhi.(2009) P.41
9. Tu, U.M. Humanism and Ethics in Medical Practice, Health Service, Medical Education and Medical Research, dalam The First Myanmar Academy of Medical Science Oration. Myanmar.2001.
10. Jacobalis S. Hubungan Dokter Pasien. Dalam: Perkembangan Ilmu Kedokteran, Etika edis dan Bioetika. Sagung Seto – Universitas Taruma Negara. Jakarta. 2005.