Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-1
II. PENDEKATAN STUDI DAN METODE PENELITIAN 2.1. Pendekatan Studi
2.1.1. Konsep Pariwisata
Pariwisata secara sederhananya, didefinisikan sebagai suatu
perjalanan untuk bersenang- senang (Yoeti, 2001). Sementara itu,
merujuk Undang- Undang RI No.10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan,
disebutkan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Selanjutnya, masih
berhubungan dengan aktivitas kepariwisataan, ada beberapa istilah yang
berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain :
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara
untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.Wisatawan adalah
orang yang melakukan kegiatan wisata.Pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang
terkait di bidang tersebut.
b. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pariwisata.
c. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau
mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana
pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
d. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang
menjadi sasaran wisata.
Dalam aktivitas pariwisata sendiri, ada tiga kriteria yang harus terpenuhi
untuk membedakan perjalanan tersebut merupakan aktivitas wisata atau bukan,
yaitu:
1. Perjalanan tersebut dilakukan dari tempat dimana ia tinggal ke tempat lain
yang tidak biasanya ia tinggal ( movement between two or more places or
origin and destination)
2. Perjalanan tersebut semata-mata untuk bersenang-senang, bukan untuk
bekerja atau mencari nafkah ( purposes of travel for pleasure)
3. Perjalanan dilakukan dalam kurun waktu minimal 24 jam (temporary).
Selanjutnya dijelaskan oleh Matheison & Wall yang dikutip dalam Cooper,
mengenai pariwisata adalah sebagai berikut:
“tourism is temporary movement to destination outside the normal home and workplace, the activities undertaken during the stay and the facilities created to cater for the needs of tourist” (Cooper, et al, 1993).
Disiplin ilmu pariwisata yang lintas sektoral ini memiliki dua macam
pembagian batasan, sebagai sebuah cara pandang atau garis pemisah
berdasarkan pada jenis kepentingannya. Adapun batasan mengenai pariwisata
itu sendiri yang begitu luas, Richardson dan Fluker dalam Pitana (2005:45)
membedakan batasan pariwisata atas dua batasan, yaitu batasan konseptual dan
batasan teknis. Pertama, batasan konseptual digunakan untuk memahami
pariwisata secara konseptual dan pemahaman akademis. Kedua, batasan teknis
digunakan untuk kepentingan pengumpulan statistik. United Nation World
Tourism Organisation memberikan gambaran secara teknis pariwisata sebagai
berikut:
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-2
“Tourism comprises the activities of persons, travelling to and staying in place outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business dan other purposes” (Richardson dan Fluker dalam Pitana, 2005: 45).
Selain menyoal pada batasan mengenai pariwisata tersebut, ada beberapa
komponen istilah dalam pariwisata yang pada dunia pariwisata khususnya
pariwisata internasional. Adapun komponen pokok yang secara umum
digunakan dalam dunia pariwisata sebagai batasan mengenai aktivitas
pariwisata itu sendiri, antara lain:
1. Traveler, yaitu orang yang melakukan perjalanan antar dua tempat atau
lebih
2. Visitor, yaitu orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan
merupakan tempat tinggalnya selama kurang dari 12 bulan, dan tujuan
perjalanannya bukanlah untuk bekerja di tempat tujuan.
3. Tourist, yaitu bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling
tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjunginya (WTO
dalam Pitana, 2005).
2.1.2. Jenis Wisata
Pengertian objek dan daya tarik wisata menurut undang-undang No.9 tahun
1990 tentang kepariwisataan yaitu yang menjadi sasaran perjalanan wisata
yang meliputi:
1) Ciptaan tuhan yang maha esa, yang berwujud keadaan alam beserta
flora dan fauna, seperti: pemandangan alam, panorama indah, hutan
rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta binatang-binatang langka.
2) Karya manusia yang berwujud museum, peningglan purbakala,
peninggalan sejarah, perninggalanm seni budaya, wisata agro
(pertanian) wisata air wisata petualangan, taman rekreasi serta tempat
hiburan dan sasaran wisata minat khusus, seperti berburu, mendaki
gunung, gua, industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, tempat
ibadah, tempat-tempat ziarah dan lain-lain.
Wisata terbagi ke dalam beberapa jenis pengklasifikasian, merujuk pada Pendit
(1999:42) mengenai jenis-jenis wisata ini terbagi ke dalam 2 kategori, yaitu:
A. Wisata Alam
Jenis wisata pertama adalah wisata alam, yang merupakan suatu aktivitas wisata
yang menitikberatkan pada potensi sumber daya alam.Wisata alam merupakan
bentuk aktivitas wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik
dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga
memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah,
men-dapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan
cinta terhadap alam (Anonymous, 1982 dalam Saragih, 1993). Wisata alam ini
terdiri atas beberapa bagian, yakni:
a) Wisata Pantai (Coastal tourism), merupakan kegiatan wisata yang berbasis
pada aktivitas perairan/ kelautan seperti berenang, memancing,
menyelam, dan olahraga air lainnya, termasuk sarana dan prasarana
akomodasi, makan dan minum.
b) Wisata Etnik (Etnik tourism), merupakan aktivitas wisata perjalanan untuk
mengamati perwujudan kebudayaan dan gaya hidup masyarakat yang
menarik. Seperti misalnya: berjalan-jalan ke suku-suku pedalaman.
c) Wisata Cagar Alam (Ecotourism), merupakan wisata yang banyak dikaitkan
dengan kegemaran akan keindahan alam, seperti pegunungan, hutan,
keindahan dan flora dan fauna endemik.
d) Wisata Buru, merupakan aktivitas wisata yang mengandalkan perburuan
legal di tempat-tempat yang sudah ditentukan dan satwa yang diburu
adalah satwa yang tidak dilindungi.
e) Wisata Agro, merupakan aktivitas wisata yang berbasis pada bidang
pertanian, perkebunan pertamanan atau sejenisnya.
B. Wisata Buatan (Sosial-Budaya)
Jenis wisata kedua adalah wisata sosial-budaya. Jenis wisata ini mengandalkan
pada bentuk karya, hasta dan hasil dari akal budi manusia.
Adapun yang termasuk pada jenis wisata ini antara lain:
1) Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen, wisata ini termasuk
golongan budaya, monumen nasional, gedung bersejarah, kota, desa,
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-3
bangunan-bangunan keagamaan, serta tempat-tempat bersejarah lainnya
seperti tempat bekas pertempuran (battle fields) yang merupakan daya
tarik wisata utama di banyak negara.
2) Museum dan fasilitas budaya lainnya, merupakan wisata yang
berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan di suatu kawasan atau
daerah tertentu. Museum dapat dikembangkan berdasarkan pada
temanya, antara lain museum arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam,
seni dan kerajinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri, ataupun
dengan tema khusus lainnya, termasuk juga pada kategori ini wisata minat
khusus. Salah satu bentuk wisata minat khusus yang ada di kawasan wisata
alam Gunung Parang adalah wisata ziarah (Pilgrimage). Nyoman S. Pendit
(2002: 42), wisata ziarah adalah jenis wisata yang sedikit banyak dikaitkan
dengan agama, sejarah, adat-istiadat dan kepercayaan umat atau
kelompok dalam masyarakat.
Selain daripada definisi jenis wisata yang telah dikemukakan di atas,
Sujali (1989) membedakan pariwisata berdasarkan jenis dan fungsinya
menjadi enam jenis daya tarik wisata, yang terdiri dari:
1) Wisata pendidikan, yang dimaksud dengan wisata pendidikan disini adalah
segala sesuatu hal yang memiliki nilai edukasi atau nilai lebih dalam
menambah pengetahuan dan terarah dengan baik.
2) Wisata olahraga, yang dimaksud dengan wisata oleharaga adalah segala
aktivitas wisata yang melibatkan optimalisasi tubuh untuk berelaksasi atau
untuk kesenangan dan menimbulkan efek kebugaran
3) Wisata kebudayaan, wisata kebudayaan sendiri didefinisikan sebagai
aktivitas wisata yang bertujuan untuk menikmati hasil akal budi manusia,
buah karya dan cipta manusia.
4) Wisata kesehatan, yang dimaksud dengan wisata kesehatan adalah aktivitas
wisata yang bertujuan untuk menyegarkan kembali/ penyembuhan jasmani
maupun rohani yang dialami wisatawan agar kembali seperti semula.
5) Wisata ekonomi, yang dimaksud dengan wisata ekonomi disini merupakan
aktivitas wisata untuk melihat atau mengamati suatu bentuk pola
penghidupan manusia dalam memenuhi kebutuhannya, seperti misalnya
wisata belanja atau wisata kuliner.
6) Wisata sosial, yang dimaksud dengan wisata sosial adalah aktivitas wisata
yang melibatkan rasa empati atau tenggang rasa kepada sesama manusia.
Hal ini ditengarai oleh beberapa kegiatan berikut, seperti :
a) Berkaitan dengan moral
b) Berkaitan dengan pembentukan watak
c) Berkaitan dengan pencegahan kriminalitas
Berdasarkan pada pengklasifikasian jenis wisata di atas, kawasan Gunung
Parang termasuk pada jenis kawasan wisata alam, yang secara spesifik
terkategori ekowisata.Selain itu, dari segi fungsi dan kegunaan wisatanya,
aktivitas wisata yang umumnya dilakuakn oleh wisatawan yang berkunjung ke
wisatawan adalah jenis wisata olahraga. Selanjutnya pembahasan mengenai
pariwisata olahraga, juga dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang menyebutkan
bahwa olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat
dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan,
kebugaran dan kesenangan (pasal 1 ayat 12). Merujuk pada kedua definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini antara olahraga dan pariwisata
mempunyai tujuan yang sama. Baik pariwisata maupun olahraga yang dimaksud
dalam pengertian tersebut, dilakukan untuk mendapatkan kesenangan diri bagi
pelakunya.Sementara itu, pariwisata olahraga menurut Spillane (1987: 30)
terbagi ke dalam dua pengelompokkan, yaitu:
1) Pertama Big sport events, padakelompok ini termasuk pada peristiwa-
peristiwa olahraga besar seperti Olympic games, Asean games,
sepakbola dunia, kejuaran tinju dunia dan olahraga lainnya. Pada
kelompok ini, perhatian ditujukan tidak hanya pada olahraganya
melainkan juga penonton dan penggemar dari olahraga ini.
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-4
2) Kedua Sporting tourism of the practicioners, yaitu suatu bentuk pariwisata
olahraga yang bertujuan untuk berlatih dan mempraktekan hobi
pelakunya seperti mendaki gunung, panjat tebing, berkuda, berburu dan
lainnya.
Selain melihat pada jenis wisatanya, pengklasifikasian kawasan juga melihat
pada aktivitas wisata yang ditawarkan oleh pengelola atau penyedia jasa wisata
kepada wisatawan. Konsep pariwisata alternatif secara luas dimaknai sebagai
bentuk dari kepariwisataan yang konsisten dengan alam, sosial, dan masyarakat
serta yang mengijinkan interaksi dan berbagai pengalaman antara wisatawan
dengan masyarakat serta yang mengijinkan interaksi dan berbagi pengalaman
antara wisatawan dengan masyarakat lokal (Valene (1992: 36). Pariwisata
alternatif terbentuk pada suatu lingkup yang kecil dengan melihat pada aspek
biotik-abiotik sebagai penyusun dari komponen lingkungan yang utuh dan
selaras. Pariwisata alternatif disini muncul akibat kejenuhan terhadap pariwisata
massal yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan sosial, serta tidak
memperhatikan keberlanjutan dari objek wisata itu sendiri.
Definisi lainnya terkait pariwisata alternatif ini, seperti yang dijelaskan oleh
Koslowski dan Travis (1985) dalam Smith (2001) bahwa pariwisata alternatif
merupakan suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan,
berpihak pada ekologi dan menghindari dampak negatif dari pembangunan
pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu
cepat pembangunannya. Selanjutnya, merujuk pada penjelasan Holden (1984:45
dalam Valene 2001), bahwa pariwisata alternatif dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Pariwisata Adventure
Pariwisata adventure merupakan suatu kegiatan pariwisata alternatif yang
bernuansa petualangan (adventure).Pariwisata adventure ini terbagi ke
dalam tiga ruang lingkup yang berbeda, menurut pada range areanya.
Pertama petualangan dalam skala kecil, yaitu petualangan yang tidak
memakan banyak ruang dan dapat terkontrol dalam suatu daerah/ wadah
yang terbatas. Contohnya: scuba diving. Kedua petualangan dalam skala
menengah, yaitu petualangan yang memakan ruang yang agak lebih,
contohnya: olahraga rafting. Ketiga petualangan dalam skala yang besar
dan memakan ruang yang luas, seperti misalnya taman safari.
2. Pariwisata Alam
Merupakan kegiatan pariwisata alternatif yang menfokuskan diri pada
Penelitian dan observasi yang berkaitan dengan flora (tumbuhan) dan
fauna (binatang) serta kegiatan landscape.
3. Community Tourism
Community tourism atau pariwisata kerakyatan merupakan suatu kegiatan
pariwisata yang dijalankan oleh rakyat, baik dari segi perencanaan sampai
evaluasi dan segala manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut
sepenuhnya untuk rakyat yang bersangkutan.
2.1.3 Konsep Destinasi Wwisata
Destinasi Pariwisata atau daerah tujuan wisata dalam Undang-undang RI
nomor 10 tahun 2009 Pasal 1, adalah kawasan geografis yang berada
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya
tarik wisata , fasilitas umum , fasilitas pariwisata , aksesibiliti, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Dalam suatu
destinasi pariwisata, terdapat beberapa komponen penyusun dan
pendukung aktivitas kepariwisataan, yang dalam hal initermasuk pada
komponen supply pariwisata. Supply pariwisata dapat didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang ditawarkan kepada wisatawan, baik wisatawan yang
aktual maupun wisatawan yang potensial. Wahab (1975) membahas
bahwa komponen sediaan dalam pariwisata menunjukkan atraksi wisata
alamiah dan buatan, jasa-jasa maupun barang-barang yang diperkirakan
akan menarik perhatian orang-orang untuk mengunjungi suatu objek wisata
tertentu dalam suatu negara . Selain itu, merujuk komponen supply
sebagaimana yang diungkapkan dalam Gunn (1994), terdiri atas:
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-5
1) Atraksi wisata
Hal ini merupakan komponen utama dalam menarik wisatawan
untuk datang ke suatu destinasi.Komponen atraksi wisata ini terbagi
atas dua jenis yaitu atraksi wisata alam (seperti bentang alam,
danau, pantai, tebing, pegunungan dan lainnya) dan atraksi wisata
buatan (seperti candi, bangunan bersejarah, adat- istiadat dan
lainnya).
2) Jasa Pelayanan/ Fasilitas Pariwisata
Jasa pelayanan atau fasilitas pariwisata merupakan komponen
pendukung dalam aktivitas wisata, yang hadir sebagai pemenuhan
kebutuhan para wisatawan.Hal yng termasuk pada jasa pelayanan
seperti misalnya akomodasi (penginanpan, hotel, wisma) dan
komponen amenitas (restoran, pemandu wisata, toko souvenir).
3) Aksesibilitas
Aksesibilitas berkaitan dengan perpindahan wisatawan dari tempat asalnya ke
lokasi tujuan.Dalam kajian ini, aksesibilitas mencakup jalur menuju ke
kawasan wisata alam Gunung Parang dan Moda trasnportasi yang dapat
digunakan menuju ke lokasi.Adapun pentingnya transportasi sendiri adalah
sebagai akses perpindahan wisatawan dari satu tempat ke tempat lain, dari
daerah asal ke destinasi wisata dan menunjang dalam mobilitas aktivitas
wisata tersebut.
4) Informasi
Informasi berkaitan dengan perpindahan pengetahuan dari penyedia jasa
wisata kepada wisatawan yang mencari tempat atau kebutuhan untuk aktivitas
wisata. Informasi menjadi penting karena hal ini berkaitan dengan cara
pengenalan suatu daya tarik atau atraksi wisata kepada publik yang belum
mengenalnya. Adapun ragam informasi dapat berupa brosur, leaflet, internet,
peta wisata, buku petunjuk atau aplikasi wisata yang tengah booming saat ini.
5) Promosi
Promosi berkaitan dengan suatu aktivitas yang dilakukan untuk
mempertemukan demand dan supply. Dalam promosi inilah dilakukan
berbagai cara menarik bagi penyedia jasa wisata untuk menarik minat
wisatawan yang datang untuk mau berkunjung.
6) Kelembagaan
Selain beberapa poin dalam komponen supply di atas, elemen tambahan yang
dapat dimasukkan ke dalam komponen supplyadalah kelembagaan/ ancillary.
Kelembagaan merupakan sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang
melibatkan rang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki atauran dan
norma,serta memiliki struktur (Syahyuti dalam Wahyudi, 2010).
Gambar 2.1. Ilustrasi Destinasi Pariwisata
Sumber : Gunn, 1994 2.1.4. Konsep Zonasi kawasan
Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
lingkungan yang spesifik (Zulkaidi, 2008). Sementara itu, zoning adalah
pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan
karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain.
Dalam pariwisata, zonasi kawasan berkaitan dengan penataan ruang dan
pembagian peranan tata ruang kawasan, yang mana pada penerapannya
membagi ruang dalam satuan-satuan tertentu dengan fungsi dan peruntukan
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-6
tertentu.
Dalam kondisi ini, peraturan zonasi sebagai salah satu instrument dalam
pengendalian pemanfaatan ruang menjadi penting, artinya karena peraturan
zonasi ini dapat menjadi rujukan dalam perizinan, penerapan insentif/
disinsentif, penertiban ruang, menjadi jembatan dalam penyusunan
rencana tata ruangyang bersifat operasional, serta dapat menjadi panduang
teknis dalam pengembangan/ pemanfaatan lana (Zulkaidi, 2008) Peraturan
zonasi ini pada dasarnya mengatur tentang klasifikasi zona, pemanfaatan
lahan, dan prosedur pelaksanaan pembangunan. Merujuk pada Undang-
undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, secara rinci disebutkan
bahwa peraturan zonasi berisi:
1. Ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh
dilaksanankan pada zona pemanfaatan ruang.
2. Amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar banguann, koefisien
3. lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan). 4. Penyediaan sarana dan prasarana
4. Ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan, antara lain:
1. Keselamatan penerbangan 2. Pembangunan Pemancar alat komunikasi
3. Pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi.
Peraturan Zonasi pada dasarnya adalah suatu alat untuk pengendalian yang
mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
pengendaliannya yang disusun untuk setiap blok/ zona peruntukan (UU No.
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang), yang mana blok atau zona untuk
peruntukan menjadi acuan ditetapkan melalui rencan arinci tata ruang.
Peraturan zonasi ini lebih dikenal dengan istilah zoning regulation, yang
mana kata zoning yang dimaksud merujuk pada pembagian lingkungan kota
ke dalam zona-zona pemanfaatan ruang dimana di dalam setiap zona
tersebut ditetapkan pengendalian pemanfaatan ruang atau diberlakukan
ketentuan hokum yang berbeda- beda (Barnet, 1982). Adapun peraturan
zonasi atau zoning regulation ini di beberapa negara lain diberlakukan
dengan istilah yang berbeda-beda, anatra lain zoning code, land
development code, zoning ordinance, zoning resolution, zoning by law, dan
sebagainya (Zulkaidi, 2008).
Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
ruang, bentuk pengendalian enyelenggaraan penataan ruang pada
dasarnya meliputi empat jenis, yaitu peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif da disinsentif, serta pengenaan sanksi.
a. Peraturan zonasi, merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyararatan
b. pemanfaatan ruang dan ketentuang pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/
c. zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
d. Perizinan, merupakan upaya untuk memperbolehkan atau tidak
memperbolehkan suatu kegiatan berlangsung pada suatu wilayah sesuai
dengan peraturan tata ruang dengan mengeluarkan penerbitan surat izin.
e. Pemberian Insentif dan Disinsentif, merupakan upaya untuk mengarahkan
pembangunan dengan memberikan dorongan terhadap kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang dan memberikan upaya menghambat
terhadap kegiatan yang bertentangan dengan rencana tata ruang.
f. Pengenaan Sanksi, merupakan upaya untuk memberikan tindakan penertiban atas pemanfaatan ruang yang tidak seusia dengan peraturang tata ruang yang sudah ada.
Zonasi pada dalam tata ruang, memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1. Fungsi untuk memperbaiki suatu kegiatan yang telah berlangsung lama
namun keberadaannya tidak sesuai dengan rencana tata ruag yang telah
ada.
2. Fungsi untuk mencegah terjadinya pembangunan yang tidak sesuai
dengan acuan yang telah disusun.
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-7
Kedua fungsi pengendalian tersebut pada dasarnya diarahkan untuk dua tujua,
yaitu untuk:
1. Mengarahkan dan mendorong pembangunan sesuai dengan peraturan
perundangan yang ada dan visi misi daripada pembangunan itu sendiri
1. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan ruang,
fungsi dan pengendalian ini dilakaukan dengan didasarkan pada
rencana tata ruang yang telah disusun, dimana rencana tata ruang
tersebut mencerminkan visi-misi pembangunan yanga kan dicapai.
Langkah yang dilakukan sebagai bentuk pelestarian kawasan pariwisata yang di
dalamnya memuat wisata alam, budaya, buatan dan lainnya, adalah dengan
memberikan arahan pengembangan yang sesuai dengan fungsinya. Selaras
dengan hal tersebut, diperlukan juga pentingnya arahan pengembangan pada
kawasan pariwisata yang terkait dengan pengembangan dan pelestarian,
dengan tujuan untuk mempertahankan, melindungi, memelihara, serta
memanfaatkan kawasan demi tercapainya pembangunan yang selaras dengan
lingkungan dan sosial-budaya masyarakat.
Berdasarkan pembagian zonasi, merujuk pada Undang-undang No. 11 tahun 2010,
pada dasarnya pembagian sonasi kawasan pariwisata dibagi menjadi
peruntukkan 4 zona yaitu zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan
zona penunjang. Adanya zonasi ini juga berfungsi untuk mengidentifikasi dan
menetapkan prioritas bagi pengembangan pada tiap kawasan, misalnya untuk
pengembangan kajian maupun pengembangan pariwisata.
Gambar 2.2. Ilustrasi Zona Pengembangan Pariwisata
Zona penunjang
Zona pengembangan Zona penyangga
Zona inti Area pendukung/ pelindung zona inti Daya tarik wisata (objek tunggal/ kawasan
Sumber : UU No.11 tahun 2010
Berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Kawasan, terkait dengan pembagian zona
kawasan wisata di Kabupaten Bandung Barat, menurut Dinas Pariwisata Bandung
Barat kawasan wisata KBB dibagi dalam 3 zona wisata utama, yaitu Zona
Bandung Utara, Bandung Selatan, dan Bandung Barat. Kecamatan Lembang
merupakan kecamatan yang mempunyai obyek wisata alam terbanyak
dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Ada beberapa obyek wisata yang
sudah terkelola oleh pemerintah; beberapa dikelola oleh pihak lainnya. Wisata
merupakan salah satu kunci pengembangan Kabupaten Bandung Barat jika
merujuk pada Visi yang ada. Oleh karena itu, pengembangannya menjadi hal
yang sangat penting. Tabel di bawah ini, merupakan data mengenai zona
pariwisat di Kabupaten Bandung Barat tahun 2008, khususnya di Kecamatan
Padalarang, Cipatat dan Saguling.
Area yang diperuntukkan bagi sarana dan prasarana penunjang serta untuk kegiatan komersial dan rekreasi umum.
Area yang diperuntukkan
bagi pengembangan potensi
ODTW baik itu kepentingan
rekreasi, daerah konservasi
lingkungan alam, lansekap
budaya, kehidupan budaya
tradisional, keagamaan dan
kepariwisataan
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-8
Tabel 2.1. Tabel Zona Pariwisata Kecamatan Padalarang, Cipatat dan
Saguling, Kabupaten Bandung Barat
ZONA BANDUNG BARAT
NAMA ODTW
DESA
KECAMATAN
PENGELOLA
JENIS
LUAS
(HA)
Situ Ciburuy Padalarang Pemda Alam 32
Goa Pawon Cipatat PO.Pikidro Alam
Air Panas Cisameng Cipatat Alam
Goa Terusan Air
Sanghyang Tikoro
Cipatat
Alam
Waduk Saguling
Saguling
Perum Tirta
Pikidro
Alam
Curug Jawa Cipatat Alam
Goa Walet
Kampung
Cipanas,
Desa
Rajamand
ala Kulon
Cipatat
BKPH
Rajamandala
Alam
Sumber : Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Bandung Barat, 2008
Pengaturan zonasi kawasan parwisata, juga diarahkan untuk tujuan
pengembangan pariwisata, dengan model sebagai berikut:
a. Pengembangan Kawasan Pariwisata Terpadu (Integrated Development)
1. Secara fisik pengembangan kawasan dengan pola keruangan yang
tertata dan berdampingan dengan komunitas lokal
2. Pengebangan yang terintegrasi memberikan peluang keterlibatan
masyarakat lokal dalam pengembangan usaha dan jasa
kepariwisataan baik secara langsung maupun tidak langsung
3. Memungkinkan interaksi lebih terbuka dan intens antara wisatawan
dengan masyarakat
4. Pengembangan infrastrukturdapat memanfaatkan langsung
infrastruktur yang sudah ada
5. Karena dimungkinkan kemitraan antar kemitraan usaha skala besar
dan skala kecil maka penerimaan masyarakat terhadap wisatawan
relative baik dan terbuka
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-9
b. Pengembangan Kawasan Skala Tertutup (Enclave-Scale Development)
a. Lokasi pengembangan yang dibentuk sebagai kaasan pariwisata secara
fisik terpisah dari komunitas local.
b. Kawasan dikembangkan melalui perencanaan yang cermat dan
professional dan diproyeksikan untuk investor dengan jaringan
internasional sebagai pelaku utama usaha jasa kepariwisataan.
c. Interaksi ekonomi dan sosial antar masyarakat sangat terbatas
d. Infrastruktur dan fasilitas di dalam kawasan dikembangkan dan
diprioritaskan untuk wisatawan
e. Pengembangan enclave bertujuan untuk menarik investor dan
membangun image kuat untuk membantu mempromosikan suatu
kawasan
c. Pengembangan Kawasan Terbuka Open Development)
1. Skala pengembangan kawasan tumbuh menyatu dengan struktur
kehdupan baik ruang maupun pola masyarakat
2. Perkembangan kaasan bersifat spontan/ tumbuh atas inisiatif masyarakat lokal
3. Pengembangan yang berskala lebih kecil memberi peluang bagi
keterlibatan masyarakat dalam usaha jasa kepariwisataan sehingga
dampak ekonomi pariwisata dapat diterima secara langsung dan besar oleh
masyarakat lokal
4. Memungkinkan interaksi lebih terbuka dan intens antara wisatawan dengan masyarakat
5. Pengembangan infrastruktur dapat memanfaatkan langsung infrstruktur ang
sudah ada
2.1.5. Konsep Community Based Tourism
Community based tourism atau pariwisata yang melibatkan peran aktif
masyarakat merupakan suatu kegiatan pariwisata yang dijalankan oleh
rakyat, baik dari segi perencanaan sampai evaluasi dan segala manfaat yang
diperoleh dari kegiatan tersebut sepenuhnya untuk rakyat yang
bersangkutan. Perencanaan pariwisata dengan melibatkan dan
mengedepankan kepentingan rakyat disini, memiliki tujuan sinergis
dengan pariwisata berkelanjutan. Pada pemeranan pariwisata
berkelanjutan, diharapkan dapat menunjang aktivitas wisata longterm
dengan tetap menjaga kearifan lokal dan kelestarian lingkungan. Selanjutnya
berkaitan dengan definisi pariwisata berkelanjutan, kajian ini merujuk pada
definisi yang dikemukakan United Nation World Tourism Organization
(UNWTO), yaitu suatu bentuk aktivitas pariwisata yang dapat memenuhi
kebutuhan wisatawan saat ini dan seimbang dengan kebutuhan masyarakat
lokal sekaligus melindungi peluang di masa yang akan datang. Pendefinisian
mengenai pariwisata berkelanjutan ini kemudian meluas pada suatu bentuk
aktivitas pariwisata yang selaras antara lingkungan, sosial masyarakat dan
aktivitas ekonomi sehingga adanya suatu aktivitas jangka panjang dan
tersistematis. Menurut Hall and Ricards dalam Jumail (2011), menyebutkan
bahwa ada empat kemungkinan pendekatan perencanaan dalam pariwisata
berkelanjutan, yaitu:
1) Pembangunan yang berkelanjutan melalui suatu aturan kebijakan yang
sudah disepakati dan dipatuhi bersama.
2) Pembangunan berkelanjutan melalui suatu kontrol produk pariwisata.
3) Pembangunan berkelanjutan melalui aktivitas pariwisata yang
berwawasan lingkungan, dan.
4) Pembangunan berkelanjutan melalui konsep-konsep pariwisata yang
baru.
Pengembangan pariwisata berkelanjutan mengadopsi beberapa prinsip yang
sebaiknya dilakukan agar dapat terciptanya suatu aktivitas dalam jangka
panjang.Oleh karenanya, diperlukan suatu bentuk usaha yang mampu
menyeimbangkan antara kepentingan industri wisata dengan keselarasan di
sekitarnya. Sunaryo (2013) menjelaskan beberapa prinsip dasar yang harus
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-10
dimiliki dalam pariwisata berkelanjutan, yaitu:
1) Memiliki sisi keberlanjutan dalam aspek lingkungan. Hal ini berarti
pariwisata berkelanjutan mampu menjaga kelestarian lingkungan
(enviromentally sustainable).
2) Memiliki sisi keberlanjutan dalam sosial budaya masyarakat. Hal
ini berarti pariwisata harus mampu mengakomodir dan merangkul
masyarakat lokal dan dapat menjaga budaya setempat (socially and
culturally acceptabel).
3) Bermanfaat secara ekonomi yakni bagi pelaku usaha wisata dan
masyarakat sekitar yang terkena dampak dari aktivitas wisata tersebut
(economically viable).
4) Memanfaatkan teknologi yang layak dan pantas untuk diterapkan di
wilayah lingkungan tersebut (technologically appropriate).
Dalam pariwisata berkelanjutan sendiri, ada beberapa indikator yang harus
terpenuhi, hal tersebut dapat terealisasikan.Seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa aktivitas pariwisata berkelanjutan sendiri terbagi dalam tiga aspek
besar, yakni keselarasan antara aspek sosial, lingkungan dan ekonomi.
Adapun ketiga aspek tadi, terbagi atas tiga sub-aspek yang penulis kutip dari
peratutan UNWTO dalam kajian Blancas (2011), sebagai berikut ini:
a. Indikator pariwisata berkelanjutan dari aspek sosial, meliputi: dampak
sosial budaya pada masyarakat lokal, keselamatan masyarakat lokal,
konservasi heritage, struktur efek pada penduduk setempat, kapasitas
daya dukung destinasi wisata, dan dampak pada kesejahteraan
penduduk lokal.
b. Indikator pariwisata berkelanjutan dari aspek ekonomi, meliputi: manfaat.
c. ekonomi untuk masyarakat lokal dan destinasi wisata, mempertahankan
kepuasan wisata, pengendalian pembangunan, penawaran kepada
wisatawan untuk menyediakan berbagai macam kebutuhan, aktivitas
wisata musiman, pekerja di bidang pariwisata, transportasi yang terkait
dengan pariwisata, persaingan antar destinasi wisata, penciptaan
jadwal wisata dan rute wisata, dan infrastruktur.
d. Indikator pariwisata berkelanjutan dari aspek lingkungan, meliputi:
perlindungan ekosistem alam, manajemen energi, ketersediaan air
dan konservasi, pengolahan air limbah, pengolahan limbah padat,
polusi udara, manajemen visual dalam fasilitas dan infrastruktur,
intensitas kegunaan dan pengelolaan lingkungan.
5. Konsep Strategi Pengembangan Pariwisata
Strategi pengembangan dalam industri pariwisata, terdiri dari komponen
strategi secara harfiah, konsep pengembangan dan pariwisata itu sendiri.
Pertama, strategi merujuk pada pendapatan Stanton (dalam Amirullah,
2004: 4) yang mengemukakan bahwa strategi merupakan suatu rencana
dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai suatu tujuan.
Hal serupa dikemukan oleh Christensen dalam Rangkuti (2005:nyang
mengungkapkan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai suatu
keunggulan bersaing. Selanjutnya menurut Chandler dalam Rangkuti (2005:
3), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam
kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta
prioritas alokasi sumber daya.
Konsep strategi sangat erat kaitannya dengan konsep rencana, yang menjadi
pola dasar dari suatu aktivitas yang berjalan untuk mencapai suatu tujuan.
Rencana disini terkait dengan kebutuhan internal dan eksternal suatu
lembaga atau instansi atau juga komunitas. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia (2007 : 538) pengembangan adalah proses, cara, perbuatan
mengembangkan.
Selain itu, definisi lain terkait pengembangan pariwisata menurut Muasanef
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-11
(2005: 13) adalah segala kegiatan atau usaha yang terkoordinasi untuk menarik
wisatawan, menyediakan semua sarana dan prasarana, barang dan jas serta
fasilitas yang diperlukan guna melayani wisatawan. Kegiatan dan
pengembangan pariwisata mencakup segi-segi kehidupan masyarakat, mulai
dari kegiatan angkutan, akomodasi, atraksi wisata, makanan dan minuman,
cinderamata, pelayanan dan lain-lain. Menurut Oka A. Yoeti (2008: 286) dalam
pengembangan pariwisata, terdapat faktor yang dapat menentukan
keberhasilan pengembangan pariwisata yaitu :
1) Tersedianya objek dan daya tarik wisata.
2) Adanya fasilitas accessibility yaitu sarana dan prasarana sehingga
memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan
wisata.
3) Tersedianya fasilitas amenities yaitu sarana kepariwisataan yang
dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan definisi konsep strategi dan konsep pengembangan di atas, maka
dapat disimpulkan, bahwa strategi pengembangan pariwisata merupakan
kesatuan rencana yang terstruktur dalam bentuk program-program yang
terpadu dan menyeluruh dalam rangka untuk mencapai sebuah keunggulan
persaingan, kemajuan, optimalisasi sisi positif dalam bidang pariwisata.
Adapun berkaitan dengan keunggulan persaingan dalam hal ini terkait pada
peningkatan kualitas, kemajuan dan mengoptimalkan sisi positif dan
meminimalisir sisi negatif dalam hal kepariwisataan.
2.2 Metode Penelitian
2.2.1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pedekatan kualitatif yang
bersifat eksporatif dan partisipatif, dengan studi fenomenologis. Metode ini
diambil dengan acuan bahwa permasalahan di kawasan kajian belum
seutuhnya diketahui, data yang digali berasal dari berbagai sumber (multi
unit analisis) dan bentuk unit analisisnya adalah bersifat infinite sehingga
tidak membutuhkan kuantitas unit analisis.
2.2.2 Metoda Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
a. Survey
Survei dalam penelitian ini merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan untuk mengumpulkan data yang berasal dari narasumber /
komunitas untuk memperoleh data-data yang tidak dapat diperoleh
melalui metode pengumpulan data sekunder.Adapun teknik yang
digunakan dalam metode ini adalah wawancara (interview). Jenis
wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur, dimana
pewawancara sebelumnya telah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pedoman wawancara. Wawancara dilakukan secara purposif
kepada pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap penyelenggaraan kepariwisataan di Kecamatan
Padalarang, Cipatat dan Saguling.
b. Observasi
Observasi didefinisikan sebagai suatu bentuk peninjauan yang
dilakukan dengan mengamati daerah objek studi langsung secara
cermat. Metode ini dapat meningkatkan pemahaman yang lebih
mendalam mengenai wilayah studi serta memperoleh data dan subjek
secara langsung, baik dengan komunikasi verbal ataupun tidak, yang
berguna sebagai masukan/ data tambahan untuk pertimbangan
pertimbangan dalam penyusunan rencana.
Jenis observasi yang dilakukan adalah observasi berstruktur, dimana
peneliti dalam melaksanakan observasinya menggunakan daftar
periksa dan observasi dilakukan secara purposif dari hasil pengumpulan
data sekunder.
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-12
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ini tidak langsung ditujukan kepada subyek
penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang dibutuhkan berupa
informasi dari Bappeda Bandung Barat, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Bandung Barat, Kecamatan Padalarang, Cipatat dan
Saguling, serta tulisan-tulisan ilmiah dari berbagai sumber.
2.2.3 Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan pendekatan dari Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2012,431) yang mengemukakan model analisis data secara
holistik dengan langkah-langkah seperti: (data collection), reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi (conclution). Langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam
gambar berikut:
Gambar 2.3 Kerangka Analisis Data
Sumber: Miles & Huberman dalam Sugiono (2012:431)
2.2.3.1 Partisipan
Partisipan dalam studi ini adalah pihak-pihak yang dijadikan informan kunci
yang ditetapkan secara purposif sampling. Pengambilan informan dalam
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling,
dimaknai dengan teknik pengambilan informan kunci yang dianggap
mengetahui informasi yang berkaitan dengan penelitian dan dapat
merepresentasikan pihak yang dianggap mengetahui informasi mengenai
penelitian. Adapun informan kunci tersebut adalah Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Bandung Barat, Pokdarwis se-Kabupaten
Bandung Barat, dan tokoh masyarakat di Kecamatan Padalarang, Cipatat
dan Saguling.
2.2.3.2 Validitas dan Kredibilitas
Untuk memvalidasi data digunakan teknik triangulasi yang merupakan teknik
pengumpulan data yang bersifat mengkonfirmasi data dari berbagai pihak
dan sumber. Selain itu teknik ini dapat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Dengan menggunakan
teknik triangulasi maka data yang dikumpulkan sekaligus diuji kredibilitasnya
dengan meninjau berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
tersebut.
2.2.4 Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian dalam studi ini dapat diuraikan dalam alur bagan sebagai
berikut:
BAPPELITBANGDA
Kabupaten Bandung Barat
KAJIAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA KECAMATAN PADALARANG, CIPATAT DAN SAGULING II-13
Gambar 2.4 Kerangka Penelitian
Sumber : Hasil Modifikasi Konsep 2017
Masukan Proses Keluaran
Produk Fisik
Kondisi Eksisting
Program
Kondisi Spasial
Keunikan
Kelemahan
Zonasi
Perencanaan dan
Pengembangan
Kawasan Wisata
Pola
Pengembangan
Pemberdayaan
Masyarakat
dalam Pariwisata
Rencana Tindak