219
i Editor: Muchit A. Karim KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN JAKARTA, 2011

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

  • Upload
    vodang

  • View
    257

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

i

BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN

Editor:

Muchit A. Karim

KEMENTERIAN AGAMA RI

BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN

JAKARTA, 2011

Page 2: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

ii

Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT) bantuan sosial kementerian agama ri bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan / Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Ed. I. Cet. 1. ------- Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011 xxii + 202 hlm; 15 x 21 cm ISBN : 978-979-797-330-8 Hak Cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit Cetakan Pertama, Nopember 2011 BANTUAN SOSIAL KEMENTERIAN AGAMA RI BAGI RUMAH IBADAT DAN ORMAS KEAGAMAAN Editor: Muchit A. Karim Desain cover dan Lay out oleh: Zabidi Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta Telp/Fax. (021) 3920425, 3920421

Page 3: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

iii

Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa, “Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan” ini akhirnya dapat diwujudkan. Penerbitan buku ini, merupakan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2010. Kami menghaturkan ucapan terimakasih kepada para pakar dalam menulis prolog, juga kepada para editor buku ini yang secara tekun telah menyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi sebuah buku yang telah diterbitkan, yang hasilnya dapat dibaca oleh masyarakat secara luas. Pada tahun 2011 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskah buku untuk diterbitkan, yang meliputi judul-judul buku sebagai berikut: 1. Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan, editor: Nuhrison M. Nuh. 2. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia, editor: Achmad Rosidi. 3. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia, editor: Ahmad Syafi’i Mufid. 4. Keluarga Harmoni dalam Perspektif Berbagai Komunitas Agama, editor: Kustini. 5. Kepuasan Jamaah Haji terhadap Kualitas Penyeleng-garaan Ibadat Haji Tahun 1430 H/2009 M, editor: Imam Syaukani. 6. Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan, editor: Muchit A Karim.

Page 4: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

iv

7. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (Pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006), editor: M. Yusuf Asry. 8. Potret Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Jawa Timur, editor: Haidlor Ali Ahmad. 9. Islam In A Globalized World, penulis M. Atho Mudzhar. Untuk itu, kami menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada para peneliti yang telah “merelakan” karyanya untuk kami terbitkan, serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini. Semoga penerbitan karya-karya hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial keagamaan, serta ikut memberikan pencerahan kepada masyarakat secara lebih luas tentang pelbagai perkembangan dan dinamika sosial kegamaan yang terjadi di Indonesia. Penerbitan buku ini dapat dilakukan secara simultan dan berkelanjutan setiap tahun, untuk memberikan cakrawala dan wawasan kita sebagai bangsa yang memiliki khasanah keagamaan yang amat kaya dan beragam. Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, sebagai usaha manusia, penerbitan ini pun masih menyimpan berbagai kekurangan baik tampilan dan pilihan huruf, dimana para pembaca mungkin menemukan kejanggalan dan kekurangserasian. Dalam pengetikan, boleh jadi juga ditemukan berbagai kesalahan dan kekeliruan yang mengganggu, dan berbagai kekeliruan dan kejanggalan lainnya.Untuk itu kami mohon maaf. Tetapi yakinlah, berbagai kekurangan dan kekhilafan itu bukan sesuatu yang disengaja. Itu sepenuhnya disebabkan kekurangtelitian para editor maupun tim pengetikan. Semoga berbagai kekurangan

Page 5: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

v

dan kelemahan teknis itu dapat dikurangi pada penerbitan berikutnya. Akhirnya, ucapan terimakasih kami haturkan kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang telah memberikan arahan demi tercapainya tujuan dan sasaran penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.

Jakarta, November 2011 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005

Page 6: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

vi

Page 7: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

vii

Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI uji syukur kehadirat Ilahi Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya penelitian tentang Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia pada tahun anggaran 2010 dan tersusunnya laporan kegiatan tersebut. Studi ini dirasa sangat urgen dan berarti bagi Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Evaluasi bagi kebijakan pemberian dana bantuan untuk rumah ibadah dan ormas keagamaan perlu dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan untuk memperoleh informasi langsung di lapangan mengenai implementasi program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan ormas keagamaan tersebut. Informasi yang diperoleh diharapkan menjadi bahan mengambil kebijakan pemerintah sehingga kebijakan yang dikeluarkan berbasis riset oleh unit kelitbangan Kementerian Agama. Dengan mengevaluasi akan mudah diketahui efektivitas dari pemberian dana bantuan sosial tersebut. Evaluasi dimaksud akan menjadi rujukan bagi pengambil kebijakan di Kementerian Agama RI, khusus unit kerja yang berwenang menyalurkan dana bantuan sosial pembangunan rumah ibadat dan lembaga sosial. Unit kerja tersebut yaitu Direktorat Bimas Islam dan Sekretariat Jenderal. Juga menjadi bahan masukan lembaga audit Kementerian Agama RI (Inspektorat Jenderal). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara, studi lapangan dan kajian perpustakaan. Jumlah lokasi penelitian sebanyak 5 (lima) provinsi di

P

Page 8: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

viii

Indonesia, yaitu Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Aceh, dan Bali. Sebelum dilakukan penyusunan dalam bentuk sebuah buku ini, hasil penelitian ini telah melalui proses pra-seminar dan seminar. Seminar dilaksanakan Ruang Sidang Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Lt. 4 Gd. Bayt Al-Qur’an Komplek Taman Mini Indonesia Indah Jakarta pada tanggal 13 Desember 2010. Hadir dalam seminar tesebut para pakar, akademisi, stakeholders, para pengamat, birokrasi, ormas keagamaan, LSM, dan masyarakat luas. Dari hasil seminar tersebut diperoleh banyak sumbangsih pemikiran guna penyempurnaan dalam penyusunan akhir dalam sebuah buku dan sebagai bahan evaluasi bagi penyelenggaraan kegiatan sejenis di tahun berikutnya. Sebagai sebuah karya ilmiah, tersusunnya buku ini pantaslah memperoleh apresiasi khususnya kepada tim peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan. Dengan kesungguhannya telah merencanakan, melaksanakan, dan mendiseminasikan secara baik penelitian ini. Apresiasi juga pantas diberikan karena penelitian ini juga mendeskripsikan dimensi pembinaan dan pelayanan pemerintah bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan berupa kebijakan pemberian bantuan dana sosial yang dapat menunjang kinerja rumah ibadat dan ormas-ormas itu. Sehubungan dengan selesainya laporan akhir ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh peneliti Bidang Pelayanan dan Pengamalan Keagamaan yang telah berhasil menuntaskan seluruh proses kegiatan penelitian dengan baik. Kami berharap kinerja ini tetap dapat dipertahankan pada kegiatan berikutnya di tahun 2012. Akhirnya, dengan mengharap ridha Allah SWT, semoga seluruh kerja keras kita tercatat sebagai amal saleh dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas

Page 9: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

ix

penelitian di lingkungan Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak umumnya. Kepada Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan jajaran peneliti khususnya, dan kepada semua pihak pada umumnya tak lupa kami sampaikan terima kasih atas suksesnya penyelenggaraan kegiatan dan tersusunnya buku laporan ini. Jakarta, November 2011 Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Dr. H. Abdul Djamil, MA NIP. 19570414 198203 1 003

Page 10: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

x

Page 11: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xi

PROLOG Dr. H. Mundzir Suparta, MA Inspektur Jenderal Kementerian Agama RI Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan Yang maha Esa, atas karunia rahmat, taufiq dan hidayah-Nya buku dengan judul "Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia" sebagai hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat ini dapat diterbitkan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan nabi Muhammad, Nabi dan Rasul terakhir. Selanjutnya, sebagaimana diyatakan oleh Sdr. Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas'ud, Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama dalam kata pengantar buku ini bahwa penerbitan ini dianggap penting, karena tiga hal. Saya sangat setuju dengan pernyataan itu, karena memang selama ini banyak karya hasil penelitian di Kementerian Agama yang sebetulnya cukup bagus dan bisa menambah wawasan bagi percerdasan kehidupan bangsa Indonesia belum atau tidak banyak diterbitkan, sehingga kurang bias dimanfaatkan oleh orang banyak. Namun saya ingin menambah satu hal lain, yakni bahwa peneribitan hal-hasil penelitian ini akan memberikan informasi kepada mayarakat luas bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama bukan saja memperhatikan dan mendorong terwujudnya kerukunan dan kemakmuran kehidupan beragama, tetapi Kementerian Agama tidak hanya

Page 12: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xii

tinggal diam, membiarkan, dan berpangku tangan, akan tetapi melalui berbagai bentuk program dan kegiatan, yang salah satunya adalah memberitakan bantuan terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan. Sekalipun mungkin bantuan dimaksud bila dilihat dari nominalnya tidak banyak menolong dan mengatasi kebutuhan mereka, namun bila dilihat dari segi tanggung jawab, perlindungan, pengayoman, dan layanan terhadap kehidupan beragama di Indonesia sangatlah bermakna. Karena itu, saya memandang program bantuan terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas keagamaan mempunyai makna sangat strategis, terlebih melihat kenyataan kondisi masyarakat kita akhir-akhir ini yang sering terjadi gesekan dan konflik sosial, bisa jadi akan mengancam persatuan dan eksistensi bangsa. Konflik kekerasan yang bernuansa politis, etnis dan agama seperti ini juga merupakan salah satu bukti betapa masih rapuhnya konstruksi bangunan kebangsaan berbasis kebersamaan dan kemajmukan di negeri kita. Sehingga tidak heran kalau belakangan ini rasa kebersamaan, saling menghargai, tolong menolong, dan tenggang rasa sudah tidak tampak lagi dan nilai-nilai kebudayaan yang dibangun selama ini juga menjadi tergerus. Tanggung jawab Kementerian Agama sebagai sebuah instansi yang diberi amanat terhadap pembangunan bidang agama memang sangat berat, karena sebetulnya tidak semua bentuk gesekan dan konflik social dilatarbelakngi oleh persoalan-persoalan agama, akan tetapi tidak jarang karena

Page 13: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xiii

dipicu oleh kepentingan-kepentingan lain, baik kepentingan politik, social, suku, ekonomi, maupun kepentingan lain yang sama sekali tidak bersentuhan dengan persoalan-persoalan agama. Namun anehnya permasalahan ini sering kali dikembalikan kepada tanggung jawab Kementerian Agama. Tentang pemberian bantuan seperti dimaksud dalam buku ini, bahwa pemberian bantuan ini di samping dapat memberikan manfaat bagi tumbuh dan berkembangnya kehidupan beragama bangsa Indonesia, juga diketemukan sejumlah kendala dan kelemahan. Untuk itu, saya menyarankan kepada Direktorat-Direktorat Jenderal bimas beberapa hal sebagai berikut:

1. Secara terus menerus mengusahakan peningkatan anggaran sektor agama. Kita tahu, memang anggaran Kementerian Agama akhir-akhir ini cukup besar, tetapi besarnya anggaran tersebut bukan untuk sektor agama yang menjadi tugas pokok Kementerian Agama namun lebih diarahkna untuk sektor pendidikan. Dan anggaran untuk sektor agama sangatlah kecil, jauh dari kebutuhan untuk kepentingan layanan dan tanggung jawabnya terhadap pembinaan keberagamaan umat. Pemberian bantuan keagamaan tidak hanya terbatas pada bantuan saraa fisik, tetapi juga sangat diperlukan bantuanbantuan lainnya seperti kitab-kitab ajaran agama, 2. Melakukan pendataan secara riil terhadap rumah-rumah ibadat dan ormas-ormas keagamaan secara terus menerus, sehingga diperoleh data terbaru dan riil sesuai data yang ada di lapangan/masyarakat. Hal ini penting karena dari data riil itulah program pemberdayaan

Page 14: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xiv

keberagamaan umat dapat dijalankan secara tepat dan bijak, 3. Meningkat kordinasi antar Direktorat-Direktoran Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pembinaan umat beragama, sehingga diperoleh kesamaan visi dan misi pembinaan, termasuk visi misi pemberian bantuan, 4. Meningkatkan kordinasi dengan jajaran Kementerian Agama daerah, baik baik Kemenag tingkat wilayah maupun Kemenag tingkat Kabupaten/Kota, shingga dapat dihidari berbagai kendala dan kelemahan yang ada selama ini, seperti tumpang tindih bantuan, tidak tetap sasaran, tidak tepat guna, tidak tepat tujuan, tidak tepat waku, dan tidak tepat jumlah, seperti dinyatakan dalam kata pengantar Editor buku ini, 5. Meningkatkan kordinasi dan mendorong pemerintah daerah agar lebih meningkatkan perhatian dan layanan terhadap kehidupan beragama, sehingga tercipta kerukunan umat beragama, baik intern maupun antar umat beragama, sehingga terwujud masyarakat yang damai, sejahtera, dan bersatu yang pada gilirannya akan dapat membantu suksesnya program pembangunan bangsa di daerah itu, 6. Lebih memerdayakan dan memfungsikan forum-forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang sudah selama ini dibangun di berbagai daerah, sehingga berbagai bentuk gesekan dan konflik social dengan mengatasnamakan agama secara dii dapat dicegah secara bersama-sama antara pemerintah dengan tokoh-tokoh agama daerah itu, 7. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap program dan kegiatan serta prosedur pemberian bantuan, pemanfaatan

Page 15: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xv

dan keguanaan bantuan, dan dampak positif bagi pembangunan dan pengembangan agama, pengamalan dan penghayatan terhadap ajaran-ajaran agama. 8. Kepada Badan Litbang dan Diklat, saya menyarankan kiranya kegiatan penelitian dan penerbitan hasil karya penelitian dan kajian dapat diteruskan dan disebarluaskan ke masyarakat luas. 9. Selain beberapa hal di atas, kiranya pemberian bantuan dlaksanakan sesuai aturan, sehingga tidak saja pemberian bantuan tersebut bermanfaat dan baik, tetapi juga benar.

Selanjutnya, saya ingin menyatakan bahwa terlepas dari kekurangan dan kelemahan buku hasil penelitian ini, baik dari segi metodologi, sasaran, maupun hasilnya yang jelas program ini merupakan terobosan yang baik dan pasti bermanfaat yang perlu diteruskan. Demikian sekilas catatan yang dapat saya sumbangkan, terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya dan mohon maaf bila terdapat kekhilafan dan kesalahan.

Jakarta, November 2011

Page 16: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xvi

Page 17: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xvii

Prakata Editor egara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta memberikan fasilitas dan pemenuhan hak dasar warga tersebut (PP No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2000-2014 Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama).

Pada bagian lain pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu pemerintah memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, dengan meningkatkan pengelolaan dan fungsi rumah ibadat serta kapasitas lembaga-lembaga sosial keagamaan. Untuk mewujudkan hal tersebut Kementerian Agama RI 2009-2014 menetapkan visi ”Tewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin,” dengan misi untuk meningkatkan kualitas kehidupan beragama, meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama, meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama dan keagamaan, serta meningkatkan kualitas penyelengga-raan haji, mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Salah satu bentuk implementasi dari usaha pening-katan kualitas pelayanan kehidupan beragama, Kementerian Agama RI melaksanakan program bantuan sosial terhadap

N

Page 18: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xviii

rumah ibadat dan ormas keagamaan, memberi motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan semakin meningkat. Pemberian bantuan tersebut bersifat stimulus agar masyarakat terdorong melakukan kegiatan sosial keagamaan. Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010 yang mengevaluasi bantuan sosial Kementerian Agama bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan di berbagai daerah seperti Provinsi Aceh, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, hasilnya disajikan sebagai berikut:

1. Secara umum bantuan sosial keagamaan masih kurang nampak dampak sosialnya bagi peningkatan aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan, walaupun di beberapa daerah bantuan tersebut dirasa dapat meng-gairahkan jamaah untuk memberi sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta mengembang-kan aktifitas ormas keagamaan. 2. Dana bantuan rumah ibadat pada umumnya dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus di Provinsi Nusa Tenggara Timur dana bantuan sosial dimanfaatkan bagi pemberdayaan ekonomi umat. 3. Puslitbang Kehidupan Keagamaan memandang dalam pelaksanaan program bantuan sosial keagamaan mem-punyai hambatan antara lain masih minimnya bantuan sosial kepada rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding kebutuhan masyarakat; dalam proses penerima-an di sebagian tempat memerlukan waktu cukup lama; serta kurangnya koordinasi antara Kementerian Agama

Page 19: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xix

Pusat dengan Kanwil Kementerian Agama daerah dalam penentuan penerima dana bantuan sosial; serta kurang adanya studi kelayakan dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas keagamaan. Temuan di atas disarikan dari hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan di berbagai daerah seperti dikemukakan di atas, sebagaimana disajikan dalam buku ini, yang diharapkan dapat dijadikan informasi dan arujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi Kementerian Agama dalam merumuskan kebijakan bagi pengembangan kehidupan beragama. Kritik dan saran kami harapkan guna penyempurnaan tulisan ini, semoga bermanfaat. Amin.

Jakarta, November 2011 Editor, Muchit A Karim

Page 20: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xx

Page 21: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xxi

Daftar Isi Kata Pengantar Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan ___ iii Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ___ vii Prolog ___ xi Prakata Editor ___ xvii Daftar Isi ___ xxi Pendahuluan ___ 1 Masalah Penelitian ___ 6 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ___ 7 Kerangka Teori dan Definisi Konsep ___ 8 Kerangka Dasar Pemikiran ___ 10 Metode Penelitian ___ 11 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Kalimantan Tengah Oleh: Kustini ___ 17 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur Oleh: Imam Syaukani ___ 57

Page 22: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

xxii

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Jawa Timur Oleh: Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin ___ 107 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh Oleh: Agus Mulyono ___ 137 Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali Oleh: Muchtar ___163 Daftar Pustaka ___ 202

Page 23: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

1

Pendahuluan

Page 24: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

2

Page 25: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

3

Latar Belakang

eberadaan Kementerian Agama RI berkembang

sebagai sebuah birokrasi dalam konteks sosial

budaya dan sejarah bangsa Indonesia. Ia lahir

dari sejarah dan merupakan tuntutan bangsa, yang berakar

kokoh dalam tata-nilai kemasyarakatan bangsa Indonesia.

Kementerian ini lahir dalam rangka memenuhi hasrat

bangsa dan negara, yang tidak lepas dari motif beragama

dan sejarah perjuangan bangsa, sesuai dengan visi

Kementerian Agama "Terwujudnya masyarakat Indonesia

yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera

lahir batin" Dan misinya antara lain: meningkatkan kualitas

kehidupan beragama; meningkatkan kualitas kerukunan

umat beragama; raudhatul athfal, madrasah, perguruan

tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan

keagamaan; meningkatkan kualitas penyelenggaraan

ibadah haji; dan mewujudkan tata kelola kepemerintahan

yang bersih dan berwibawa.1

Disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5

Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 Buku II Bab

II Bidang Pembangunan Sosial Budaya dan Kehidupan

Beragama, bahwa negara dan pemerintah berkewajiban

memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap

warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut

agamanya, serta memberikan fasilitas dan pelayanan

1 Lih. http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi

K

Page 26: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

4

pemenuhan hak dasar warga tersebut. Berkaitan dengan

kualitas beragama yang belum optimal, dinyatakan bahwa

pelayanan kehidupan beragama masih terbatas, untuk itu

peran pemerintah perlu lebih meningkatkan pelayanan dan

fasilitas kepada umat beragama dalam menjalankan

aktivitas keagamaannya dengan mudah dan aman.

Tujuan jangka panjang pembangunan bidang agama

yang hendak dicapai Kementerian Agama adalah

terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama,

maju, sejahtera, dan cerdas saling menghormati antar

pemeluk agama dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Untuk mewujudkan tujuan

tersebut Kementerian Agama berusaha memberikan

bimbingan dan dorongan kepada usaha atau kegiatan

organisasi sosial Islam, pembangunan atau rehabilitasi

masjid, mushalla, dan pemeliharaan makam-makam

bersejarah dengan pemberian dana bantuan kepada

lembaga-lembaga keagamaan dimaksud.

Namun dana bantuan keagamaan Kementerian

Agama yang dimaksudkan untuk peningkatan pemaha-

man, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama di

masyarakat Indonesia dewasa ini dirasa masih kurang

memadai serta belum terlihat dampaknya bagi kehidupan

beragama, pada sebagian masyarakat baru nampak pada

tataran simbol-simbol keagamaan, dan belum menyentuh

permasalahan substansial. Begitu pula pelayanan kehidup-

an beragama dinilai masih kurang memadai, hal itu terlihat

dari kurangnya sarana dan prasarana ibadah, belum

Page 27: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

5

optimalnya pemanfaatan tempat peribadatan, serta belum

optimalnya pengelolaan serta pemanfaatan dana sosial

keagamaan.

Permasalahannya adalah bantuan pemerintah pada

umumnya dan khususnya bantuan Kementerian Agama RI,

banyak dipertanyakan oleh berbagai lapisan masyarakat

dan berita di media massa terutama mengenai dampak

sosialnya bagi pembangunan kehidupan beragama di

Indonesia. Sebagaimana dirilis dalam situs

http://www.Indonesia.com pada tanggal 19 Maret 2009

dengan judul ”Bantuan Departemen Agama dan

Masalahnya”, Dalam terbitan tersebut antara lain dimuat

program terkait bantuan Kementerian Agama. Sementara

di lapangan diduga mekanisme kerja penanganan dana

bantuan keagamaan yang disalurkan melalui Kementerian

Agama Pusat masih kurang tepat sasaran, tidak tepat

waktu, serta tidak jarang disalah gunakan oleh oknum-

oknum serta kepentingan tertentu, maupun orang yang

tidak bertanggung jawab seperti melakukan kolusi,

nepotisme dan lain-lain.

Pada bagian lain tahun 2008 dan 2009 pelaksanaan

program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan Kementerian Agama masih menemui kendala,

diantaranya adalah: Pelaksanaan program bantuan salah

prosedur, yang mengakibatkan program bantuan sosial

diberikan kepada sesama unit kerja Kementerian Agama.

Misalkan bantuan dari Direktorat Kementerian Agama

diberikan ke Kanwil dan diteruskan ke Kantor Kemenag,

Dalam penentuan sasaran penerima belum menggunakan

Page 28: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

6

studi kelayakan, yang mengakibatkan penentuan rumah

ibadat dan ormas keagamaan yang berhak menerima

bantuan kurang tepat sasaran. Banyak terjadi penyim-

pangan akibatnya pelaksanaan pemberian program

bantuan penerima bantuan tidak dilakukan monitoring dan

pengawasan. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan bantuan

oleh pihak penerima bantuan.

Mengacu pemikiran di atas Puslitbang Kehidupan

Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

tahun anggaran 2010 melakukan penelitian tentang

Evaluasi Program Bantuan Sosial Kementerian Agama Bagi

Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Indonesia.

Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja kebijakan

yang ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan

program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan; bagaimana pengelolaan bantuan sosial rumah

ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama oleh

penerima bantuan; bagaimana pemanfaatan bantuan sosial

rumah ibadat dan ormas keagamaan oleh penerima

bantuan; dampak sosial apa saja bantuan sosial rumah

ibadat dan ormas keagamaan Kementerian Agama bagi

pengembangan kehidupan keagamaan; dan apakah faktor-

faktor pendukung dan penghambat keberhasilan program

bantuan sosial rumah ibadat dan ormas keagamaan.

Page 29: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

7

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum penelitian ini merupakan salah satu

kegiatan peningkatan pelayanan kehidupan beragama

kearah yang lebih baik, bagi penghayatan dan pengamalan

agama masyarakat Indonesia. Melalui kegiatan penelitian

ini dapat diperoleh data dan informasi yang akurat

mengenai program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan, serta dampak sosial bagi pengembangan

kehidupan beragama di Indonesia.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan

untuk mendapatkan data mengenai kebijakan yang

ditempuh Kementerian Agama dalam pelaksanaan

program bantuan sosial rumah ibadat dan organisasi

keagamaan dengan maksud apakah bantuan tersebut

sudah dimanfaatkan dan didayagunakan sesuai dengan

tujuan yakni mendorong serta memberi motivasi;

mengelola program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan oleh masing-masing unit kerja Kementerian

Agama sudahkah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku; memperoleh informasi mengenai

pemanfaatan program bantuan sosial rumah ibadat dan

ormas keagamaan oleh penerima bantuan; mengetahui

dampak sosial program bantuan sosial rumah ibadat dan

ormas keagamaan bagi pengembangan kehidupan

beragama; mengetahui faktor pendukung dan penghambat

program dana bantuan rumah ibadat dan ormas

keagamaan Kementerian Agama serta mengetahui

efektifitas penggunaan bantuan sosial oleh lembaga

penerima bantuan.

Page 30: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

8

Kerangka Teori dan Definisi Konsep

Program bantuan sosial keagamaan dicanangkan

Kementerian Agama untuk mendorong dan memberi

motivasi agar aktifitas rumah ibadat dan ormas keagamaan

dapat semakin meningkat, sehingga pada akhirnya akan

semakin meningkatkan kualitas kinerja Kementerian

Agama.

Menurut sifatnya suatu organisasi cenderung

merupakan kesatuan yang komplek dan selalu berusaha

mengalokasikan sumberdayanya (resources) secara rasional

demi tercapainya tujuan. Menurut Streers (1985:2) makin

rasional suatu organisasi, makin besar upayanya pada

kegiatan yang mengarah ke tujuan. Makin besar kemajuan

yang diperoleh kearah tujuan, organisasi makin efektif

pula.

Pengertian Evaluasi menurut (Stufflebeam dan

Shinkfield, 1995) adalah merupakan suatu proses

menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai

pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa dari

tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak

untuk membantu membuat keputusan, membantu

pertanggungjawaban, dan meningkatkan pemahaman

terhadap fenomena.

Pengertian efektifitas dalam penelitian ini

menggunakan pendapat dari Robbins (2001:51) yang

menyatakan sebagai berikut: Dalam menyelenggarakan

aktivitas organisasi, terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi efektifitas, yaitu: (1) adanya tujuan yang

Page 31: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

9

jelas; (2) sumber daya manusia; (3) struktur organisasi; (4)

adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, dan (5)

adanya sistem nilai yang dianut. Dari konsepsi diatas

menunjukkan secara jelas bahwa sumber daya manusia dan

partisipasi masyarakat terhadap efektivitas organisasi.

Sementara bantuan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu

bantuan sosial dan bantuan keuangan. Bantuan sosial

adalah bantuan yang berbentuk uang atau barang

digunakan untuk membantu masyarakat dengan tujuan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bantuan sosial

tidak diberikan secara terus menerus atau tidak berulang

setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan di

dalam peruntukannya. Bantuan keuangan adalah anggaran

atau dana yang diberikan oleh Kementerian Agama kepada

beberapa lembaga yang dibatasi pada Mata Anggaran

Belanja Lembaga Sosial lainnya dan Biaya Lembaga Sosial

Daerah.

Lembaga keagamaan dalam penelitian ini diartikan

sesuai yang disebutkan dalam SK Sekjen Departemen

Agama Nomor 77 Tahun 2008 bahwa sasaran bantuan

meliputi: (1) Rumah Ibadah seperti: Masjid, Musholla,

Gereja, Pura, Vihara, dan Klenteng/Kuil; dan (2) Lembaga

dan Kegiatan Sosial keagamaan meliputi: Organisasi-

organisasi Keagamaan Masyarakat serta kegiatan Kemasya-

rakatan dan Keagamaan.

Kajian ini lebih menekankan pada pendekatan

evaluatif program bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan di lingkungan Kementerian Agama, serta

dalam bentuk studi kelayakan atas program bantuan sosial

Page 32: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

10

rumah ibadat dan ormas kegamaan. Evaluasi dilakukan

bahwa bantuan sosial memberikan feedback positif bagi

lembaga dan masyarakat sekitar, bukan sebaliknya bahwa

dengan bantuan sosial menjadikan lembaga penerima

bantuan semakin tidak mandiri.

Kerangka Dasar Pemikiran

Penelitian ini lebih menekankan pada penelitian

evaluasi program dana bantuan rumah ibadat dan ormas

keagamaan di lingkungan Kementerian Agama. Penelitian

juga berupa studi kelayakan bahwa bantuan dana

keagamaan memberikan feed back positif bagi lembaga dan

masyarakat sekitar, dan bukan sebaliknya bahwa bantuan

menjadikan lembaga penerima bantuan semakin tidak

mandiri. Supaya penelitian ini dapat berdaya guna juga

tidak hanya menekankan pada hasil, jika peneliti

menemukan adanya bantuan yang diberikan tidak efektif,

maka harus digali informasi lebih jauh dan mendalam

tentang faktor-faktor penyebab dan penghambatnya. Peneliti

dapat mengembangkan temuan contoh bantuan yang tidak

efektif menjadi berguna bagi para pengambil kebijakan,

kalau dapat menguraikan faktor-faktor tersebut secara

runtut (dimulai dari kenapa lembaga itu dipilih, bagaimana

proses yang dilakukan oleh unit kerja Kementerian Agama,

dan apakah ada monitoring dan pengawasan yang

dilakukan oleh lembaga pemeriksa/auditor). Dengan

demikian data dan informasi yang diperoleh bukan

berdasarkan asumsi-asumsi tetapi berdasarkan landasan

hasil temuan.

Page 33: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

11

Penyimpangan terkait dengan pelaksanaan program

dana bantuan rumah ibadah dan ormas keagamaan dapat

dilakukan dengan beberapa aspek baik secara

pertanggungjawaban keuangan, temuan auditor maupun

berdasarkan pengaduan masyarakat. Peneliti dimasing-

masing lokasi penelitian mengfokuskan pada seluruh

program dana bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan

yang diberikan (Sekretariat Jenderal, Direktorat Urusan

Agama, Kanwil Kemag, Kankemag), yang diterimakan pada

tahun anggaran 2008 dan 2009.

Metode Penelitian

Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,

dengan pendekatan evaluatif, untuk memperoleh feedback

dari suatu aktivitas yang dapat meningkatkan produk

(Sugiono, 2001:5). Diharapkan dari kegiatan ini dapat

diperoleh informasi dari masyarakat yang mengetahui

pelaksanaan bantuan Kementerian Agama (Pusat maupun

Kantor Kementerian Agama Provinsi).

Metode kualitatif dalam penelitian ini lebih menekan-

kan peneliti sebagai instrumen pokok dalam pengumpulan

dan analisis data. Studi kasus dipilih berdasarkan

pertimbangan bahwa obyek studinya beragam, dan

berusaha menelusuri berbagai variabel yang kemungkinan

saling berkaitan, akan tetapi hasil ”ekplanasinya” tidak

dapat digeneralisir (Sanapiah Faisal, Format-format

Penelitian Sosial, 2003:22)

Page 34: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

12

Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lima (5) daerah meliputi

ProvinsiAceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Bali,

Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Pemilihan

lokasi berdasarkan bahwa daerah tersebut memiliki

kelompok yang bervariasi ditinjau dari segi besarnya

jumlah bantuan, kondisi sosial ekonomi, karakter budaya

dan agama. Subyek penelitian ini adalah rumah Ibadat

dana ormas keagamaan, meliputi masjid, gereja, pura,

vihara, dan lainnya.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara

langsung kepada sejumlah informan dan data sekunder

diperoleh dari buku, laporan dan literatur lainnya. Data

dikumpulkan menggunakan teknik studi pustaka,

wawancara dan pengamatan. Studi pustaka dilakukan

dengan mengkaji dan menelaah buku-buku, dokumen dan

tulisan yang terkait dengan masalah yang dikaji.

Wawancara dilakukan kepada sejumlah informan yang

dianggap banyak mengetahui permasalahan yang dikaji,

dengan menggunakan pedoman wawancara. (Ida Bagus

Mantra, 2004:86). Untuk memperoleh informasi secara

mendalam sesuai kebutuhan data yang dikumpulkan,

peneliti mengembangkan sendiri pedoman wawancara

tersebut. Sedangkan pengamatan dilakukan terhadap

obyek-obyek tertentu untuk memperkaya data terkait. Data

yang berhasil dikumpulkan, diperiksa keabsahannya

melalui teknik trianggulasi.

Page 35: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

13

Informan dalam penelitian ini adalah para pejabat di

lingkungan Kementerian Agama Pusat dan para pejabat

Kementerian Agama Provinsi dan ormas keagamaan yang

mengelola dana bantuan rumah ibadat.

Analisis Data

Secara garis besar, dalam proses analisis data

ditempuh cara pengorganisasian data melalui pengum-

pulan catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen,

laporan, artikel dan sebagainya untuk dideskripsikan

sesuai kontek masalah, diinterpretasi untuk memperoleh

pengertian.

Page 36: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

14

Page 37: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

15

Bantuan Sosial

Kementerian Agama RI

bagi Rumah Ibadat dan

Ormas Keagamaan di

Indonesia

Page 38: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

16

Page 39: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

17

Kustini

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas

Keagamaan di Kalimantan Tengah

Page 40: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

18

Page 41: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

19

Kementerian Agama mempunyai posisi yang

strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional yaitu

melalui melalui pelaksanaan program bantuan sosial

rumah ibadat dan ormas keagamaan. Dalam melaksanakan

program ini Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah

mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 77 Tahun 2008

tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan

Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi Lembaga-

Lembaga dan Kegiatan Keagamaan. Tujuan dibuatnya

Pedoman Pemberian Bantuan adalah untuk meningkatkan

akuntabilitas kinerja aparat Kementerian Agama, khusus-

nya dalam pelaksanaan program bantuan bagi lembaga-

lembaga keagamaan, agar bantuan dapat didistribusikan

sesuai program yang telah ditetapkan, sehingga dapat

memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan Kemen-

terian Agama serta pembangunan nasional pada umum-

nya.

Kegiatan kajian lebih difokuskan pada bantuan yang

diberikan Sekretariat Jenderal Kementerian Agama

1

Kebijakan

Kementerian Agama

dalam Program

Bantuan Sosial

Page 42: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

20

kepada: (1) rumah ibadat pada komunitas Islam, Kristen,

dan Hindu; (2) lembaga dan kegiatan sosial keagamaan

yang meliputi organisasi-organisasi kemasyarakatan

keagamaan dan kegiatan keagamaan; (3) kegiatan lintas

sektoral seperti Forum Kerukunan Umat Beragama. Dalam

Lampiran Keputusan Sekretariat Jenderal Kementerian RI

Nomor 77 tahun 2008 disebutkan 4 (empat) sasaran

bantuan yaitu: (1) lembaga pendidikan di bawah

pengelolaan Kementerian Agama antara lain: RA/BA,

TPA/TPQ. MI, MTs, MA, perguruan tinggi, pondok

pesantren, madrasah diniyah, majelis taklim, serta lembaga

pendidikan lainnya; (2) Rumah ibadat meliputi: mesjid,

musholla, gereja, pura, vihara, kelenteng/kuil; (3) lembaga

dan kegiatan sosial keagamaan yang meliputi: organisasi-

organisasi masyarakat keagamaan dan kegiatan kemasya-

rakatan dan keagamaan; (4) kegiatan lintas sektoral yang

meliputi: kegiatan pengarusutamaan gender dan anak,

kesehatan reproduksi remaja, dan Forum Kerukunan Umat

Beragama. Sesuai dengan tugas dan fungsi Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, maka jenis bantuan yang menjadi

fokus penelitian terbatas pada tiga hal yaitu: rumah ibadat,

lembaga sosial keagamaan, dan Forum Kerukunan Umat

Beragama.

Pedoman pemberian bantuan juga dikeluarkan oleh

pimpinan unit kerja eselon satu di lingkungan Kementerian

Agama. Dirjen Bimas Islam mengeluarkan Keputusan

Dirjen Nomor Dj II/274 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan. Sebagai

tindaklanjut pelaksanaanya, Dirjen-Dirjen mengeluarkan

Page 43: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

21

surat keputusan tentang pemberian bantuan terlampir

nama dan alamat penerima bantuan.

Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Islam

Pada tahun 2008, Dirjen Bimas Islam mengeluarkan

beberapa kebijakan melalui Surat Keputusan (SK) Dirjen

Bimas Islam sebagai berikut:

a. SK Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam

Nomor: DJ.II/301 Tahun 2008 tentang Pemberian

Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid

tertanggal 2 Juli 2008.

Dalam surat keputusan disebutkan: (1) Menetapkan

pemberian bantuan pembangunan dan rehabilitasi

masjid-masjid yang jumlahnya tercantum dalam

lampiran. (2) Bantuan dimaksud dipergunakan untuk

pembangunan atau rehabilitasi masjid sesuai per-

mohonan yang bersangkutan dan hasil survey Kantor

Wilayah Kementerian Agama setempat.

Point kedua isi surat keputusan tersebut menyatakan

dalam menentukan subyek bantuan ditetapkan atas

dasar permohonan yang telah diajukan dan dikuatkan

dengan hasil survey Kantor Wilayah Kementerian

Agama. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang

ditetapkan Dirjen Bimas Islam mempertahankan

aspirasi masyarakat.

Dalam surat keputusan itu telah ditetapkan sebanyak

238 (dua ratus tiga puluh delapan) masjid. Setiap masjid

Rp. 50.000.000,-. Provinsi Kalimantan Tengah, diberikan

Page 44: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

22

kepada: Masjid Hidayaturrahman Jl. Tinggang KM3

Palangka Raya; Masjid Al Muhajirin Jl. Cilik Riwut Km7

Palangka Raya; Masjid Da’watul Haq Jl. Adonis Samad

palangka Raya; Masjid Al Musyarifin Jl. Hiu Putih

Nomor 10 Cilik Riwut KM 7 Palangka Raya.

b. SK Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/325 Tahun 2009

tertanggal 23 Juni 2009 tentang Pemberian Bantuan

Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid.

Kebijakan yang ditentukan Dirjen Bimas Islam dalam

pemberian bantuan pembangunan masjid adalah ketika

akan menentukan masjid yang berhak menerima

bantuan seleksi proposal yang masuk dikuatkan hasil

survey Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi

Kalimantan Tengah. Dalam Surat Keputusan Dirjen

Terlampir 189 (seratus delapan puluh sembilan) masjid

yang menerima bantuan dari setiap masjid Rp.

48.250.000,- (empat puluh delapan juta dua ratus lima

puluh ribu rupiah). Tetapi ada satu masjid yaitu Masjid

Syeh Burhanuddin di Padang Pariaman yang mendapat

yang mendapat bantuan sebesar Rp. 150.000.000,-

karena daerah itu baru dilanda gempa yang meruntuh-

kan seluruh bangunan masijid. Pada tahun 2009, di

Provinsi Kalimantan Tengah ada dua masjid yang

memperoleh bantuan yaitu: (1) Masjid Ar Rahman Jl.

Barito Selatan Hulu Kecamatan Selat Kabupaten

Kapuas; (2) Masjid Al Amin Desa Tahai Jaya Kecamatan

Maliku Kabupaten Pulang Pisau.

Page 45: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

23

c. SK Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/392 Tahun 2009

tanggal 4 September 2009 tentang Pemberian Bantuan

Rehabilitasi dan Pembangunan Musholla.

Surat Keputusan tersebut tercatat 125 musholla yang

mendapat bantuan sebesar Rp. 19.296.000,- (sembilan

belas juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah).

Dari 125 musholah hanya satu musholah yang

diberikan bantuan rehabilitasi di Provinsi Kalimantan

Tengah yaitu Musholla Darul Iman Desa Mantaren

Kecamatan Anjir Pasar Kabupaten Barito Kuala.

Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Kristen

Pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen mengeluarkan

Pedoman Pemberian Bantuan di Lingkungan Direktorat Urusan

Agama. Dalam pedoman itu, Direktur Urusan Agama

Kristen, Edison Pasaribu, M. Th. menyatakan bahwa

pedoman bantuan merupakan acuan dasar yang mengatur

ketentuan tentang pemberian, penggunaan, dan per-

tanggungjawaban atas realisasi bantuan, serta pelaporan

dari penggunaan bantuan. Berdasarkan pedoman tersebut

serta pedoman lainnya yang telah dibuat sebelumnya,

maka tahun 2008 diterbitkan beberapa Surat Keputusan

Dirjen Bimas Kristen antara lain:

a) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Nomor

DJ.III/KEP/ HK.00.5/71/2008 tanggal 13 Maret 2008

tentang Penetapan Bantuan untuk Pembangunan/

Rehabilitasi Tempat Ibadat. Dalam Surat Keputusan

disebutkan tentang Penerima dan Besarnya Bantuan

dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan

Page 46: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

24

Keagamaan yang didalamnya tercatat 3 (tiga) provinsi

penerima bantuan yaitu Provinsi Sumatera Utara, Bali,

dan provinsi Sulawesi Tengah. Setiap provinsi terdapat

3 (tiga) gereja yang memperoleh bantuan masing-

masing sebesar Rp.20.000.000.

b) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen

Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008 tanggal

12 Juni 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga Peribadat-

an untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah Ibadah

dari Program Peningkatan Pelayanan Kehidupan

Beragama. Lampiran Surat Keputusan tersebut tercatat

sebanyak 100 (seratus) gereja yang memperoleh

bantuan masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,- (dua

puluh juta rupiah). Disana disebutkan bahwa yang

memperoleh bantuan gereja pada tahun 2008 di

Provinsi Kalimantan Tengah tercatat 2 rumah ibadat

yaitu: Gereja Bethel Indonesia Kabupaten Lamandau,

dan GKE Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya.

Setiap Gereja Kalimantan Evangelis menerima bantuan

sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

c) Surat Keputusan Dirjan Bimas Kristen Nomor

DJ.III/KEP/HK.00.5/258/2008 tentang Bantuan

Lembaga Sosial Keagamaan/Sinode dari Program

Pengembangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan

dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat

Keputusan tersebut tercatat sebanyak 150 (seratus lima

puluh) gereja yang memperoleh bantuan, masing-

masing Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah). Di

Kalimantan Tengah terdapat dua gereja yang menerima

Page 47: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

25

bantuan yaitu Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)

Jemaat Pangarinah Jl. Teuku Umar No. 121 Palangka

Raya, dan Gereja Bethel Indonesia Jl. Rajawali Km. 5

Palangka Raya.

d) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen

Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 323/2008 tanggal

1 Desember 2008 tentang Bantuan Sosial Lembaga

Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi Rumah

Ibadah dari Program Peningkatan Pelayanan

Keagamaan. Sebanyak 7 (tujuh) gereja yang dibantu,

setiap gereja memperoleh sebesar Rp. 20.000.000,. Tapi

tidak satupun gereja di lingkungan Provinsi

Kalimantan Tengah tercatat sebagai penerima bantuan.

e) Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen

Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 tanggal

1 Desember 2008 tentang Bantuan lembaga Sosial

Keagamaan/Sinode/Gereja serta Program Pengem-

bangan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan dan

Lembaga Pendidikan Keagamaan. Dalam Surat

Keputusan tersebut tercatat 20 gereja memperoleh

bantuan sosial masing-masing sebesar Rp. 11.000.000,-

(sebelas juta rupiah). Namun dalam Surat Keputusan

tersebut di Provinsi Kalimantan Timur tidak tercatat

nama gereja yang menerima bantuan.

Sementara pada tahun 2009 Dirjen Bimas Kristen

mengeluarkan Surat Kepututusan Nomor

DJ.III/KEP/HK.00.5/166/2009 tentang Bantuan Sosial

Lembaga Peribadatan untuk Rehabilitasi Tempat

Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan Kehidup-

Page 48: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

26

an Beragama. Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat

sebanyak 50 (lima puluh) gereja yang mendapatkan

bantuan, untuk setiap gereja memperoleh bantuan

sebesar Rp. 20.000.000,-

Dari uraian diatas menunjukan bahwa Ditjen Bimas

Kristen telah memberi perhatian yang cukup memadai

kepada sejumlah gereja meskipun nominalnya tidak terlalu

besar hanya rata-rata Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta

rupiah). Selama tahun 2008 lebih dari 130 gereja

memperoleh bantuan rehab sebesar Rp. 20.000.000,- dan

sekitar 150 (seratus lima puluh) buah gereja memperoleh

bantuan sebesar Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah).

Kebijakan di Lingkungan Ditjen Bimas Hindu

Seperti Dirjen Bimas agama lain, Dirjen BImas

Hindu menyediakan pula sejumlah anggaran untuk

membangun atau merehab rumah ibadat. Pada tahun 2oo7

Dirjen Bimas Hindu mengeluarkan Keputusan Nomor

DJ.VI/15/SK/2007 tanggal 22 Februari 2007 tentang

Bantuan Rehabilitasi tempat Ibadat Hindu (Pura). Dalam

Surat Keputusan tersebut tercatat sebanyak 24 (dua puluh

empat) Pura mendapat bantuan masing-masing sebesar Rp.

25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Yang satu

diantaranya diberi ke Pura di Kalimantan Tengah tepatnya

Balai Basarah Tampung Kalingu Desa Pilang, Kabupaten

Pulang Pisau.

Page 49: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

27

Kebijakan Kepala Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Kalimantan Tengah

Program bantuan sosial untuk rumah ibadat dan

lembaga sosial keagamaan di Provinsi Kalimantan Tengah

seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 1: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial

Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008

Sasaran/Jenis

Bantuan Vol

Harga

(dlm Juta)

Jumlah

(dlm Juta) Pelaksana

Masjid 10 20 200

Bid. Pekapontren

& Penamas

Gereja Kristen 3 20 60 Bid. Bimas Kristen

Gereja Katolik 2 20 40 Bimas Katolik

Pura/Balai 2 20 20 Bimas Hindu

Vihara 1 20 20 Bimas Buddha

alat rebana/nasyid 14 10 140

Bid. Pekapont &

Penamas

LASQI Provinsi 1 15 15

Bid. Pekapont &

Penamas

LASQI Kab/Kota 8 8.5 68

Bid. Pekapont &

Penamas

Operasional FKUB 1 10 10

Subbag Humas &

KUB

Pembinaan &

Pengemb. LSK 3 50 150

Bid. Pekapont &

Penamas

Page 50: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

28

Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi

Kalimantan Tengah (2010)

Sementara itu, anggaran bantuan rumah ibadat,

lembaga sosial keagamaan termasuk FKUB yang

bersumber pada DIPA Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009 sebagai terlihat

pada tabel 2.

Tabel 2: Data Jumlah dan Alokasi Bantuan Sosial

Keagamaan DIPA Kanwil Kementerian Agama Provinsi

Kal. Tengah Tahun 2009

Sasaran Vol Harga

(dlm Juta)

Jml

(dlm Juta) Pelaksana

Masjid 20 20 400

Bid. Pekapont &

Penamas

Gereja Kristen 6 20 120 Bid. Bimas Kristen

Gereja Katolik 2 20 40 Bimas Katolik

Pura/Balai 4 20 80 Bimas Hindu

Vihara 1 20 20 Bimas Buddha

Operasional

FKUB Provinsi 1 30 30

Subbag Humas dan

KUB

Operasional

FKUB Kab/ Kota 3 25 75

Subbag Humas dan

KUB

Pembinaan LSK

Islam 12 20 240

Bid. Pekapont &

Penamas

Pembinaan LSK

Kristen 2 20 40

Bid. Bimas Kristen

Page 51: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

29

Pembinaan LSK

Katolik 1 20 20

Bimas Katolik

Pembinaan LSK

Hindu 1 20 20

Bimas Hindu

Pembinaan LSK

Buddha 1 20 20

Bimas Buddha

Sumber: Subbag Perencanaan Kanwil Kementerian Provinsi

Kalimantan Tengah (2010)

Kebijakan tersebut kemudian diimplementasikan

lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Kanwil

Departemen Provinsi Kalimantan Tengah. Beberapa

keputusan terkait kebijakan bantuan sosial Kanwil

Kementerian Agama adalah sebagai berikut:

a. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw.

15.5/3/BA.00/896/2008 tanggal 14 Agustus 2008

tentang Penetapan Penerima Bantuan Pembangunan/

Rehab Rumah Ibadah di Kalimantan Tengah. Dalam

Surat Keputusan tersebut tercatat 10 masjid penerima

bantuan masing-masing Rp. 20.000.000.-. Dalam penen-

tuan masjid yang akan dipilih sebagian penerima

bantuan diseleksi berdasarkan proposal yang diajukan

pengurus masjid,terlebih dahulu diseleksi oleh panitia

yang dibentuk Kanwil Kementerian Agama.

b. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Provinsi Kalimantan tengah Nomor Kw.15.5/4/

BA.001/684/2008 tanggal 10 Nopember 2008 tentang

Page 52: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

30

Penetapan Penerima Bantuan Pembinaan Lembaga

Sosial Keagamaan Kalimantan Tengah tahun 2008.

Dalam Surat Keputusan tersebut tercatat 3 lembaga

penerima bantuan masing-masing memperoleh sebesar

Rp. 50.000.000,- Lembaga tersebut adalah: LP2A

Propinsi Kalimantan Tengah; Dewan Masjid Propinsi

Kalimantan Tengah, dan Forum Komunikasi Penyuluh

Agama Islam (FK-PAI) Propinsi Kalimantan Tengah.

c. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Propinsi Kalimantan Tengah selaku Kuasa

Pengguna Anggaran Nomor kw.15.5/3 /PP.03.1

/956/2009 tentang Bantuan Pembangunan/Rehabilitasi

Tempat Ibadah Kabupaten/Kota se Kalimantan

Tengah. Dalam Surat Keputusan tersebut terdaftar 20

(dua puluh) masjid yang memperoleh bantuan, masing-

masing sebesar Rp. 20.000.000,-

d. Surat Keputusan Kepala kantor Wilayah Departemen

Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor:

01/PLB.PRTI/KTG/2008 tentang Penunjukkan Lokasi

Bantuan Pembangunan/Rehab Tempat Ibadah (Gereja)

di Kalimantan Tengah Tahun 2008. Tercatat 3 (tiga)

buah gereja mendapatkan bantuan masing-masing

sebesar Rp. 20.000.000,-

e. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor

103/PLB.PRT/KTG/2009 tanggal 11 Februari 2009

tentang Penunjukan Lokasi Bantuan Pembangunan/

Rehabilitasi Tempat Ibadah (Gereja) di Kalimantan

Tengah Tahun 2009. Dalam Surat Keputusan tersebut

Page 53: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

31

terdaftar 6 (enam) gereja yang memperoleh bantuan,

masing-masing sebesar Rp. 20.000.000.

f. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Propinsi Kalimantan Tengah Nomor

278/BP.MAK/KTG/2009 tanggal 20 April 2009 tentang

Penunjukan Lokasi Bantuan Pembinaan Majelis Agama

Kristen di Kalimantan Tengah Tahun 2009. Terdaftar 2

(dua) majelis agama Kristen yang menerima bantuan,

masing-masing sebesar Rp. 15.000.000.

g. Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Departemen

Agama Provinsi Kalimantan Tengah Nomor Kw.15.2/

P-8/PP.00/630/2009 tentang Penunjukkan Lembaga

sebagai Penerima Bantuan Pembinaan dan Pengem-

bangan Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu Tahun

2009. Surat Keputusan tersebut menetapkan 2 (dua)

lembaga yang berhak menerima bantuan yaitu Yayasan

Pura Pithamaha Palangka Raya dan Parisada Hindu

Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Kapuas, masing-

masing menerima sebesar Rp. 15.000.000,-

Surat Keputusan tersebut menjadi acuan lebih

lanjut setiap bidang pada Kanwil Kementerian Agama

untuk memberikan bantuan. Ada beberapa kebijakan yang

ditempuh dalam menentukan bantuan. Hampir semuanya

(Bidang Pekapontren dan Penamas; Bidang Bimas Kristen,

dan Bimas Hindu) menetapkan penerima bantuan ber-

dasarkan proposal yang diterima. Kemudian dilakukan

studi kelayakan ke lapangan untuk memperkuat informasi

yang tertera pada proposal.

Page 54: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

32

Untuk bantuan di lingkungan Bimas Hindu, selain

seleksi proposal juga diterapkan asas keseimbangan antara

umat Hindu yang tergabung dalam Parisada Hindu

Dharma Indonesia dengan umat Hindu Kaharingan. Jika

bantuan hanya tersedia untuk satu rumah ibadat, maka

penerimanya digilir setiap tahun antara rumah ibadat umat

Hindu Parisada (PHDI) dengan rumah ibadat umat Hindu

Kaharingan. Demikian hal jika dalam setahun ada 2 rumah

ibadat yang berhak menerima bantuan, akan ditentukan

secara adil bahwa satu bantuan diberikan ke Pura, dan

yang lain diberikan ke rumah ibadat Kaharingan. Dengan

cara ini, diharapkan konflik yang sering muncul terkait

aspirasi kelompok Kaharingan dapat dikurangi.

Page 55: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

33

Sebagaimana telah disebutkan, bantuan yang

diterima kelompok umat beragama baik untuk rumah

ibadat maupun lembaga sosial keagamaan, termasuk

Forum Kerukunan Umat Beragama, bisa berasal dari

Direktorat Jenderal Kementerian Agama Pusat maupun

Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah.

Dalam studi ini akan dijelaskan beberapa bantuan tersebut.

Bantuan Sosial untuk Masjid

Penelitian ini mencoba menelusuri lebih lanjut

bantuan yang diberikan ke masjid Al Muhajirin yang

beralamat di Jl. Cilik Riwut Km 7 Palangka Raya. Masjid Al

Muhajirin pembangunannya dimulai dari pemasangan

fondasi dan tiang-tiang pada tahun 2004. Namun sampai

tahun 2008 Pembangunan agak tersendat. Sehingga diada-

kan pergantian panitia pembangunan masjid diketuai oleh

H. Effendi. Dia mulai bekerja sejak 17 Januari 2008. Sebagai

seorang pegawai di lingkungan Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi. H. Effendi memperolah informasi bahwa di

Kementerian Agama Pusat ada program bantuan rumah

ibadat. Untuk itu ia mengajukan proposal melalui Kanwil

Kementerian Agama setempat.

2

Implementasi

Bantuan Sosial

Page 56: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

34

Beberapa bulan kemudian, petugas dari Kementerian

Agama datang untuk mengambil foto lokasi yang akan

dibangun masjid. Dengan bantuan seorang Kepala Seksi di

lingkungan Kementerian Agama setelah memenuhi be-

berapa persyaratan administrative permohonan bantuan

diterima. Bantuan dikirim ke rekening Masjid Al Muhajirin

pada tanggal 1 September 2008 sebesar Rp. 50.000.000,-

Uang bantuan digunakan untuk membeli berbagai material

seperti besi-besi, pasir, kerikil, semen, paku, serta upah.

Sekarang masjid di Jl. Tjilik Riwut KM7 telah berdiri

dengan megah terletak dipinggir jalan kabupaten yang

menghubungkan Kota Palangkaraya dengan Kota

Waringin Barat serta Kota Waringin Timur. Bagian

bangunan masjid yang belum selesai adalah tempat wudu

dan menara. Secara keseluruhan biaya yang diperlukan

masjid sebesar Rp. 1 milyar rupiah.

Selain bantuan dari Kementerian Agama Pusat,

panitia menerima bantuan dari berbagai sumber seperti

Pemerintah Daerah tingkat Provinsi sebesar Rp.

150.000.000,- serta Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp.

20.000.000,- yang diterima tanggal 1 Juli 2009. Untuk

menggalang dana, pembangunan masjid panitia pernah

mengajukan permohonan agar masjid tersebut digunakan

pelaksanaan taraweh. Taraweh tersebut dihadiri oleh Wakil

Gubernur, Sekda Danrem. Ketika memberikan sambutan

pada acara Wagub menghimbau agar jamaah membantu

pembangunan masjid secara spontan, pada saat itu

terkumpul dana sebanyak Rp. 37,5 juta.

Page 57: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

35

Saat ini masjid telah digunakan untuk pelaksanaan

ibadat secara rutin. dalam menjaga kebersihan serta

mempersiapkan peralatan sholat berjamaah, maka peng-

urus masjid telah mempekerjakan seorang kaum dengan

upah Rp. 500.000/bulan. Dia setiap bertugas mempersiap-

kan speaker, mangatur mimbar dan membersihkan masjid,

namun sampai saat ini belum ditunjuk imam masjid,

bahkan ustadz yang secara khusus bertanggung jawab

terhadap kegiatan masjid juga belum ada. Kegiatan masjid

mulai nampakperkembangannya seperti adanya kegiatan

Majelis Taklim atau pengajian anak-anak.

Selain sholat jamaah 5 waktu kegiatan rutin yang

dilaksanakan adalah peringatan hari-hari besar Islam.

Namun seperti diakui Ketua Pembangunan Masjid bahwa

sampai sekarang belum ada kegiatan yang bersifat

monumental. Pengurus masjid baru merencanakan untuk

mengadakan tabligh akbar dengan mengundang Haji Bakir

dari Banjarmasin. Namun hal itu masih terbatas pada

rencana. Dengan kata lain, keberadaan masjid terhadap

kegiatan keagamaan masyarakat sekitar relative belum

terlihat.

Bantuan Sosial bagi Umat Kristen

Dalam Keputusan Dirjen Bimas Kristen Departemen

Agama RI No. DJ.III/KEP/HK.00.5/ 324/2008 disebutkan

bahwa bantuan untuk lembaga sosial keagamaan/sinode/

gereja di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2008 mencakup

bantuan untuk 2 rumah ibadat yaitu: Gereja Bethel

Indonesia Kabupaten Lamandau, dan Gereja Kalimantan

Evangelis Palangkaraya Jl. Diponegoro Palangkaraya.

Page 58: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

36

Setiap gereja memperoleh bantuan sebesar Rp. 20.000.000,-

(dua puluh juta rupiah). Namun, pejabat di lingkungan

Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah,

dalam hal ini Kabid Bimas Kristen, tidak mengetahui

adanya bantuan tersebut. Menurut Sudjito S. Silay SH,

Kabid Bimas Kristen tidak pernah mengetahui secara pasti

adanya bantuan dari Dirjen Bimas Kristen.

Menurut dia sampai saat ini tidak pernah diberi

tahu adanya bantuan dari Kementerian Agama Pusat

Pusat. Namun, kami tidak pernah mengatakan bahwa tidak

ada bantuan dari Pusat. Bisa saja bantuan itu ada tetapi

kami tidak diberi tahu tentang hal itu karena bantuan

dikirim langsung ke gereja atau yayasan tanpa melalui

Kanwil Kementerian Agama. Sehingga, kalau kami ditanya

tentang adanya bantuan untuk umat Kristen dari

Kementerian Agama Pusat, kami tidak tahu.

Kanwil Kepartemen Agama tahun 2008 dan 2009

menganggarkan bantuan rumah ibadat dan lembaga sosial

keagamaan sebagai berikut: pada tahun 2008 bantuan sosial

diberikan kepada 3 (tiga) gereja masing-masing Rp.

20.000.000,- serta tahun 2009 bantuan diberikan kepada 6

(enam) gereja dan 2 (dua) Yayasan masing-masing Rp.

20.000.000,-

Pemberian bantuan kepada umat Kristen yang

berasal dari DIPA Kanwil Kementerian Agama, gereja atau

yayasan yang berhak menerima bantuan ditetapkan

melalui Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian

Agama setempat atas masukan dari Kepala Bidang Bimas

Kristen. Proposal yang masuk ke Bidang Bimas Kristen

Page 59: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

37

setiap tahun mencapai puluhan. Tetapi yang bisa dipenuhi

adalah proposal sesuai dengan yang tercantum pada DIPA

Kanwil kementerian Agama.

Dalam penelitian ini dipilih dua bantuan sosial

yaitu Gereja Kristen Evangelis yang menerima bantuan

dari Dirjen Bimas Kristen2 tahun 2008, dan Yayasan Yusuf

Arimatea yang menerima bantuan Kanwil Kementerian

Agama Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009, setiap

gereja danyayasan menerima sebesar Rp. 20.000.000,-

Gereja Kristen Evangelis (GKE) merupakan gereja terbesat

di Provinsi Kalimantan Tengah dilihat dari jumlah umat

maupun bangunan gereja.

Terkait bantuan untuk Gereja Kristen Evangelis

sebesar Rp. 20.000.000,-, yang berasal dari Ditjen Bimas

Kristen Badan Pengurus Harian Majelis Resort GKE

Palangka Raya menjelaskan pada tahun 2008 GKE

Palangkaraya menerima surat dari Ditjen Bimas Kristen

bahwa gereja tersebut merupakan gereja yang terdaftar

sebagai gereja akan menerima bantuan diharapkan agar

bantuan disalurkan ke gereja yang membutuhkan.

Beberapa bulan sebelumnya GKE di Desa Petuk Liti

Kabupaten Pulang Pisau mengajukan proposal bantuan

untuk perbaikan gereja. Pada saat itu didaerah ini hanya

2 Meskipun dengan nada “ragu-ragu”, Kabid Bimas Kristen menyatakan tidak

mengetahui adanya bantuan untuk gereja yang bersumber dari Ditjen Bimas Kristen. Sikap keraguan yang peneliti tangkap dari Kepala Bidang BImas Kristen tersebut antara lain karena secara formal ia tidak mengetahui (tidak diberi tahu) adanya bantuan dari Ditjen BImas Kristen, tetapi realitas di lapangan tampaknya ia mengetahui adanya bantuan. (Hasil pengamatan penelti ketika wawancara dengan Bimas Kristen tanggal 29 April 2010).

Page 60: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

38

ada satu proposal permohonan bantuan yang masuk, maka

GKE Petuk Liti dalam rapat Majelis Resort GKE Palangka

Raya ditetapkan sebagai gereja yang menerima bantuan.3

Gambaran kondisi lingkungan sekitar gereja di Desa

Petuk Liti sebagaiberikut: Jumlah penduduk 145 KK, terdiri

atas 299 laki-laki dan 253 perempuan. Sebagian besar

penduduk + 300 orang beragama Kristen yang terbagi

dalam dua jemaat Gereja Kristen Evangelis dan Gereja

Bethel Indonesia. Selebihnya + 200 orang pemeluk umat

Islam, Katolik (Santo Petrus), ada diantara mereka + 5 KK

masih menganut kepercayaan Kaharingan. Adat

Kaharingan masih kental di anut masyarakat wilayah

tersebut. Ester salah seorang informan mengatakan bahwa

upacara tiwah masih berlaku. Misalnya seorang nenek

yang telah meninggal selama 31 kemudian dibongkar

untuk dilaksanakan upacara tiwah. Tokoh masyarakat

Dayak biasa disebut Mantir Adat. Biasanya berperan dalam

mendamaikan perselisihan dalam masyarakat secara adat.

Apabila Mantir Adat Desa tidak bisa mendamaikan, kasus

ini dimusyawarahkan pada tingkat kecamatan, kabupaten

dan seterusnya. Sebagian besar masyarakat di desa ini

keturunan Dayak Kahayan. Kahayan adalah nama sebuah

sungai didaerah tersebut.

Penduduk sebagian bekerja menyadap getah karet.

Sebagian yang lain petani ladang dan sedikit menjadi guru.

Pemahaman keagamaan masyarakat relative baik. Namun

tidak semua umat Kristen didaerah tersebut secara rutin

3 Wawancara dengan Sekretaris BPH Majelis Resort GKE Palangka Raya

Andel Matsam, BA.

Page 61: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

39

mengunjungi ke gereja untuk beribadat karena hari minggu

mereka memilih pergi ke hutan menyadap getah karet

dibandingkan pergi ke gereja.

Gereja Sinta Petuk Liti merupakan salah satu majelis

jemaat yang bernaung di bawah Majelis Resort GKE

Palangkaraya di Desa Siaga Kabupaten Pulang Pisang

telah berdiri sejak tahun 70-an. Gereja ini terletak sekitar

100 meter di pinggir jalan raya yang menghubungkan

Palangkaraya dengan Kota Sampit. Gereja ini berawal dari

bangunan berdinding kayu, berlantai papan. Setelah lebih

dari 30 tahun, kondisi fisik gereja sudah mulai rusak.

Papan kayu di lantai sudah banyak yang berjamur.

Demikian halnya dinding kayu banyak yang rapuh. Ketika

itu ada salah seorang jemaat gereja yang menyediakan

tanah yang letaknya di pinggir jalan raya sehingga mulai

tanggal 19 April 2006 mulai dilakukan penggalian tanah,

untuk memasang pondasi gereja. dana pembangunan

sebagian diperoleh dari sumbangan jamaah yang secara

kolektif dikumpulkan setiap minggu. Sumbangan diper-

oleh pula dari pemerintah daerah Provinsi Kalimantan

Tengah sebesar Rp. 10.000.000,-

Pada awal tahun 2008, panitia pembangunan gereja

mengajukan proposal ke Majelis Resort GKE Palang-

karaya. Beberapa bulan berikutnya pemberitahuan dari

Dirjen Bimas Kristen bahwa Majelis Resort GKE

Palangkaraya memperoleh bantuan sosial. Melalui berbagai

pertimbangan Badan pengurus harian GKE Palangkaraya

bantuan itu disalurkan ke Majelis Jemaat Petuk Liti. Untuk

itu, pengurus gereja membuat rekening di Bank Pem-

Page 62: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

40

bangunan Kalteng, atas nama Gereja Sinta Jemaat GKE

Desa Petuk Liti Kabupaten Pulang Pisau.

Bantuan dari Dirjen Bimas Kristen tersebut diterima

diterima melalui rekening gereja pada tanggal 25

November 2008 sebesar Rp. 20.000.000,- Uang tersebut

kemudian diambil pada tanggal 4 Desember 2008, dan

digunakan untuk membeli sejumlah material keperluan

gereja yaitu keramik (Rp. 9.450.000,-). Selebihnya diguna-

kan untuk membeli engsel jendela, engsel pintu, kunci,

hendel, cat, semen, lem, amplas, cat dinding, upah

pengerjaan, uang bensin pembelian material. Keseluruhan

yang dibelanjakan berjumlah Rp. 15.240.000,- Uang

bantuan sosial memang sengaja tidak dibelanjakan

seluruhnya karena sebagian bantuan harus disiishkan

untuk kepentingan administrasi.

Jika ditaksir secara keseluruhan, maka biaya

pembangunan gereja mencapai Rp. 250.000.000,- Peng-

gunaan gereja dimulai ketika dilaksanakan perayaan hari

natal tahun 2008. Waktu itu pembangunan gereja belum

selesai sehingga bantuan sebesar Rp. 20 jt maka belum

semua dipergunakan karena baru diambil pada tanggal 4

Desember. Keramik sudah dibeli, tetapi belum dipasang.

Namun pada tanggal 25 Desember 2008 gereja sudah bisa

digunakan. Pada waktu itu pengaruh pembangunan gereja

terhadap jemaat gereja setempat, dilihat dari jumlah jemaat

sebenarnya tidak terjadi perubahan yang signifikan. Setiap

kebaktian gereja dihadiri antara 50 sampai 75 jemaat. Ada

beberapa kegiatan tambahan setelah gereja itu dibangun

Page 63: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

41

yaitu adanya jemaat mitra dan pertukaran mimbar. Namun

hal itu sudah menjadi program GKE Palangka Raya.

Bantuan lain diberikan oleh Kanwil Kementerian

Agama untuk Yayasan Yusuf Arimatea. Yayasan ini telah

berdiri sejak tahun 1991 dan telah mengelola lahan seluas

30 ha untuk pemakaman umat Krsiten yang lahan tersebut

merupakan bantuan dari Pemerintah Daerah Kota Palang-

karaya. Yayasan Yusuf Arimatea didirikan berdasar-kan

Akta Notaris Melyo Unan Sawang, SH Nomor 17 tahun

1990 tertanggal 7 Nopember 1990. Yayasan ini didirikan

berazas pelayanan sebagai berikut: Yayasan Yusuf

Arimatena mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan dan

Juruslamat manusia; Yayasan Yusuf Arimatea berdasarkan

pada Pancasila dan UUD 1945, melayani umat kristiani

khususnya serta masyarakat umum lainnya tidak

memandang status dan kedudukan dalam peri kehidupan

berbangsa dan bernegara. Tujuannya adalah sebagai beikut:

Memberi pelayanan kepada anggota Jemaat GKE atau

keluarga Kristen lainnya serta masyarakat umum yang

ditimpa kematian; Mengelola komplek pemakaman Kristen

supaya teratur dan tertata dengan baik; dan Mengamanat-

kan asset milik Yayasan Yusuf Arimatea Resort GKE

Palangka Raya.

Untuk mencapai tujuan tersebut sejak tahun 1991

Yayasan mengelola tanah seluas 30 ha yang dijadikan

tempat pemakaman umat Kristen. Tanah yang berasal dari

Dinas Tata Kota Palangka Raya terletak di Jl. Tjilik Riwut

Km 12 Palangka Raya. Di lokasi itu tidak hanya tersedia

pemakaman umat Kristen namun pemakaman umat Islam,

Page 64: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

42

Katolik, Hindu dan Buddha terletak didaerah tersebut baru

sejak pemakaman umat Kristen yang digunakan. Yayasan

Arimatea mulai menggunakan lahan tersebut sejak

Desember 1991 bertepatan dengan perayaan Natal. Saat ini

tanah yang telah digunakan baru mencapai 2 ha dengan

jumlah 1.500 makam.

Meskipun berbentuk Yayasan, Yusuf Arimatea

tidak semata mencari keuntungan. Biaya pemakaman di

Yayasan ini relatif murah. Hanya berkisar 0 rupiah sampai

dengan 15 juta rupiah. Harga normal biaya pemakaman

sekitar 5 juta rupiah. Tetapi jika mereka tidak mampu, bisa

gratis biaya dengan menggunakan surat keterangan tidak

mampu dari aparat setempat. Hal itu sebenarnya menyulit-

kan Yayasan karena jika ada seorang yang meminta

pemakaman gratis, biaya baru tercover setelah 10 kali

pemakaman berikutnya. Oleh karena itu digunakan sistem

subsidi silang. Bagi mereka yang mampu diminta

membayar lebih mahal untuk menutup mereka yang tidak

mampu membayar.

Dalam mendukung kegiatan pemakaman itu,

Pengurus Yayasan menganggap perlunya didirikan

sekretariat yang berlokasi di sekitar pemakaman. Didirkan

sekretariat bertujuan untuk memberi pelayanan yang

optimal kepada masyarakat. Kantor yayasan masih

mengontrak sejak didirikan pada tahun 1990, sehingga

sekretariatnya selalu berpindah-pindah. Dengan begitu

seringkali jenazah jemaat tidak bisa disemayamkan di

tempat yang layak. Hal itu terjadi antara lain karena orang

yang meninggal dunia tidak memiliki sanak keluarga atau

Page 65: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

43

karena rumah keluarga tidak mau dijadikan persema-

yaman jenazah. Kondisi seperti ini mengharuskan ruang

sekretariat dijadikan sebagai rumah duka. Keadaan ini

mendorong pengurus yayasan untuk menyelesiakan

pembangunan gedung sekretarat, pihak yayasan meng-

ajukan permohonan bantuan ke Direktorat Urusan Agama

Kristen. Permohonan itu dikabulkan sehingga yayasan

menerima bantuan sebesar Rp. 20.000.000,- Uang

digunakan untuk membeli plafon, cat kayu, pemasangan

pintu dan jendela.

Dampak bantuan terhadap komunitas agama

Kristen tidak terlalu nampak bagi masyarakat secara

individu. Setiap bantuan bermanfaat berapapun besaran-

nya, merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan.

Bantuan bisa mempercepat penyelesaian pembangunan

gereja Sinta di Petuk Liti. Begitu pulan bantuan untuk

Yayasan Yusuf Arimatea sangat bermanfaat bagi

penyelesaian gedung sekretariat.

Bantuan bagi Umat Hindu

Bantuan sosial umat Hindu digunakan untuk

membangun rumah ibadat serta lembaga sosial keagamaan.

Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama Provinsi

Kalimantan Tengah menyediakan bantuan sosial untuk 2

(dua) rumah ibadat masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,-.

Sementara tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama

menyediakan bantuan untuk 4 buah rumah ibadat sebesar

Rp. 20.000.000,- serta satu paket bantuan untuk lembaga

sosial keagamaan, yang nilainya sama, yaitu sebesar Rp.

20.000.000,-.

Page 66: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

44

Pada tahun 2008 itu bantuan diberikan kepada Balai

Tuyang Hasuling Riwut Kecamatan Pahandut Kota

Palangka Raya milik Parisada Hindu dan Balai Hindu

Kaharingan Desa Pangi Kecamatan Banama Tingang

Kabupaten Pulang Pisau miliki Balai Kaharingan.

Kemudian pada tahun 2009 bantuan diberikan ke

Pura Dalem Prajapati milik Parisada Hindu dan Balai

Ibadah Hindu Kaharingan Riak Bulan milik Hindu

Kaharingan. Juga kepada Balai Basarah Induk Paren Nakit

milik Hindu Kaharingan, kemudian Pura Mekarsari milik

Parisada Hindu dan Lembaga Suka Duka Hindu Dharma

Kota Palangka Raya.

Sementara itu, di Provinsi Kalimantan Tengah

terdapat kelompok Kaharingan yang sering menyalurkan

aspirasi untuk diakui sebagai agama sendiri. Problema

internal ini menimbulkan potensi konflik diantara umat

Hindu untuk menghindari konflik di kalangan umat

Hindu, setiap bantuan yang diterima dari Kementerian

Agama Pusat maupun Kanwil Kementerian Agama

Propinsi digunakan bersama untuk kepentingan komunitas

Hindu dengan masyarakat Kaharingan yang secara

administratif termasuk dalam penganut agama Hindu.

Bantuan dari Kanwil Kementerian Agama tahun 2008

diberikan kepada dua rumah ibadat, satu digunakan untuk

umat Hindu yang berada di bawah Parisada Hindu

Dharma Indonesia dan satu lagi diberikan kepada Hindu

Kaharingan.

Page 67: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

45

Bantuan untuk FKUB Provinsi Kalimantan Tengah.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 Pasal 25

menyatakan bahwa: “belanja pembinaan dan pengawasan

terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta

pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas

beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.

Dibanding FKUB provinsi lainnya, FKUB Provinsi

Kalimantan Tengah termasuk kategori FKUB tipe pertama4.

Terutama jika dilihat dari bantuan pemerintah daerah

Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak 3 tahun terakhir yaitu

tahun 2007 FKUB telah menerima bantuan untuk biaya

operasional dari Pemda Provinsi sebesar Rp. 725.000.000,- .

Sementara itu bantuan dari Kementerian Agama

selama tahun 2008 dan 2009 adalah sebagai berikut: Pada

tahun 2008, bantuan diterima: Dari Pusat Kerukunan Umat

Beragama sebesar Rp.20.000.000,- digunakan untuk

4 Menteri Agama membuat kategorisasi FKUB menjadi 3 (tiga) tipe. Pertama,

adalah FKUB yang surplus perhatian pemda dan aparatur pemerintah setempat serta pengurus FKUB yang ideal sehingga mengakibatkan surplus kreativitas.Perhatian dimaksud termasuk pendanaan yang rutin dan sungguh-sungguh dialokasikan untuk program penting dan strategis untuk masyarakat setempat. Hal ini mencerminkan diakomodirnya ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab VIII, Pasal 25 dan 26, Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Tipe kedua, adalah FKUB yang suplus kreativitas tetapi minus perhatian, terutama pendanaan. Dalam hal ini tampak kepedulian pemerintah menjadi masalah utama bagi kedinamisan kinerja FKUB. Dan, tipe ketiga adalah FKUB yang nyaris kurang bergerak karena defisit perhatian (fasilitas dan pendanaan) maupun kreativitas. Mencermati tiga tipologi FKUB tersebut, terutama tipologi kedua dan ketiga, maka pembenahan ideal tentu melalu dua arah, yakni dari sisi perhatian maupun kepengurusan (Sambutan Menteri Agama RI pada Rapot Koordinansi Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010). .

Page 68: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

46

kegiatan Seminar Sehari tentang Fenomena Aliran

Keagamaan di Indonesia; Dari Kanwil Kementerian Agama

Provinsi untuk biaya operasional Rp. 10.000.000,-;

pembangunan kantor sekretariat FKUB sebesar Rp.

300.000.000,-. Tetapi karena FKUB Provinsi Kalimantan

Tengat telah memiliki kantor sekeretariat, maka bantuan

dialihkan ke Kabupaten Katingan.

Sedangkan bantuan tahun 2009 berasal dari: Kanwil

Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Tengah sebesar

Rp.30.000.000,- digunakan untuk Kunjungan Kerja FKUB

Propinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu

Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Dipilihnya Loksado

sebagai tempat kunjungan kerja adalah karena daerah

tersebut memiliki beberapa kesamaan dengan adat dan

budaya Kalimantan Tengah yaitu: kemajemukan

masyarakat yang tinggal dalam satu komunitas tetapi

kehidupannya sangat harmonis dan rukun; mayoritas

masyarakat adalah suku Dayak yang memiliki adat yang

sama dengan masyarakat Kalimantan Tengah. Kegiatan

tersebut dilaksanakan pada tanggal 17 – 19 Nopember 2009;

Pusat Kerukunan Umat Beragama sebesar Rp. 20.000.000,-

digunakan untuk kegiatan Silaturahmi dan Dialog Antar

Umat Beragama di Provinsi Kalimantan Tengah yang

dilaksanakan pada bulan Oktober 2009.

Meskipun bantuan Kementerian Agama tidak

sebesar yang diberikan Pemda Provinsi Kalimantan

Tengah namun manfaatnya dikarenakan bisa mendukung

kegiatan FKUB. Tidak bisa dipungkirin bahwa bantuan

Page 69: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

47

dari Pemda Provinsi lah yang sangat mendukung kerja

FKUB.

Faktor Pendukung dan Penghambat

Dalam pelaksanaan program bantuan sosial bagi

rumah ibadat dan lembaga sosial keagamaan, terdapat

beberapa faktor pendukung dan penghambat. Adapun

yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan program

bantuan Kementerian Agama adalah sebagai berikut. (1)

Kebijakan pimpinan yang menempatkan bantuan sebagai

hal yang penting untuk diprogramkan. (2) Antusias

masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan

bantuan telah ikut mempercepat pelaksanaan program

bantuan. (3) Proses administrasi yang cukup sederhana,

juga pertanggungjawaban yang juga relatif mudah. (4)

Ada kelonggaran bagi penerima bantuan untuk meman-

faatkan bantuan sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu beberapa hal yang dianggap sebagai

penghambat pelaksanaan program bantuan adalah (1).

Tidak semua pelaksanaan bantuan dari Kementerian

Agama Pusat dikoordinasi dengan Kanwil Kementerian

Agama di Provinsi Kalimantan Tengah. (2) Belum ada

data tentang rumah ibadat sehingga tidak dapat dipetakan

kebutuhan riil bantuan yang diperlukan rumah ibadat. (3)

Tidak semua bantuan mengacu pada pedoman yang telah

dibuat Kementerian Agama. (4). Jumlah bantuan relatif

kecil dibanding dengan kebutuhan rumah ibadat. Dengan

jumlah tersebut menjadi sulit untuk mengetahui sejauh

mana bantuan mempunyai dampak positif bagi pem-

Page 70: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

48

bangunan rumah ibadat. (5) Bantuan hanya digunakan

untuk kepentingan fisik bangunan dan serta ada panduan

agar bantuan digunakan untuk kepentingan yang

produktif dan berkelanjutan.

Analisis

Dengan menggunakan kerangka analisis penelitian,

bisa dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan

program bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas

keagamaan, Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil

Kementerian Agama provinsi telah memiliki input sebagai

bahan (raw materials) untuk penentuan kebijakan. Input

tersebut di dalamnya mencakup anggaran, sumber daya

manusia penentu kebijakan, kebutuhan di masyarakat akan

pentingnya rumah ibadat serta adanya dukungan

masyarakat yang akan mengimplementasikan kebijakan

tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam

aspek input, ada hal yang kurang terpenuhi yaitu data

tentang rumah ibadat serta kebutuhan masyarakat

terhadap rumah ibadat. Data tersebut penting untuk

membuat peta sasaran yang tepat dalam penentuan

bantuan rumah ibadat serta untuk mengukur apakah satu

kelompok agama telah terpenuhi kebutuhan terhadap

rumah ibadatnya.

Tahap selanjutnya adalah proses diskusi, negosiasi,

dan konversi sehingga mengubah input tersebut menjadi

output yaitu keluarnya Surat Keputusan Sekretaris Jenderal

Kementerian Agama, Keputusan Dirjen, maupun

Keputusan Kepala Kanwil Kementerian Agama. Dalam

Page 71: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

49

proses ini, terjadi bargaining dan negosiasi antara para aktor

yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Pelaksanaan

kebijakan ini kemudian terwujud dalam bentuk terbantu-

nya biaya pembangunan atau renovasi rumah ibadat

masjid, gereja maupun pura. Demikian pula beberapa

yayasan keagamaan (dalam hal ini Yayasan Yusuf

Arimatea) serta Forum Kerukunan Umat Beragama telah

meningkat kegiatannya. Satu hal yang masih dirasakan

kurang mendukung proses pelaksanaan kebijakan ini

adalah untuk beberapa bantuan kurang koordinasi antara

pembuat kebijakan di Kementerian Agama Pusat dengan

pelaksana di daerah yaitu Kanwil Kementerian Agama

Tingkat Provinsi .

Outcome bantuan untuk rumah ibadat maupun

ormas keagamaan dapat dilihat antara lain tersedianya

rumah ibadat yang lebih nyaman bagi masyarakat muslim

di sekitar masjid yang memperoleh bantuan, umat Kristen

dapat beribadat dengan lebih tenang karena tersedianya

gereja di Petuk Liti. Outcome dari bantuan untuk ormas

keagamaan di lingkungan masyarakat Kristen di Palang-

karaya antara lain masyarakat dapat lebih mudah

memperoleh tempat untuk tanah kuburan. Demikian pula,

bantuan untuk Forum Kerukunan Umat Beragama,

meskipun jumlahnya relative sedikit, tetapi telah ikut

meningkatkan peran FKUB sebagai media bagi bertemu

dan berkumpulnya tokoh-tokoh agama melalui kegiatan

yang dilaksanakan FKUB.

Impact (dampak) atau akibat lebih jauh dari bantuan

yang diberikan Kementerian Agama belum dapat

Page 72: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

50

diidentifikasi. Hal ini terjadi karena untuk melihat dampak

diperlukan jangka waktu yang relatif lama (sekitar lima

tahun) sejak bantuan diberikan. Demikian pula, jumlah

bantuan yang relatif sedikit telah mengaburkan dampak

yang bisa dilihat dari pemberian bantuan tersebut. Dalam

kaitannya dengan bantuan untuk Forum Kerukunan Umat

Beragama, maka impact yang bias dilihat adalah kondisi

rukun dalam kehidupan bermasyarakat. Jikapun saat ini

masyarakat Palangkaraya berada dalam kondisi rukun, hal

itu tidak semata-mata karena bantuan yang diberikan

terhadap FKUB, tetapi sejak lama kondisi masyarakat

Palangkaraya memang sudah relatif rukun.

Page 73: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

51

Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kebijakan yang diambil oleh Kementerian Agama baik

di tingkat Pusat maupun propinsi dalam pelaksanaan

bantuan bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan,

telah melalui proses yang relative memadai yaitu

melalui penerbitan Surat Keputusan. Namun demikian,

belum semua pemberi bantuan membuat buku

pedoman sehingga pelaksanaan bantuan belum

sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan secara

objektif. Akibat tidak adanya pedoman, maka tidak

diketahui alasan yang pasti mengapa satu rumah ibadat

memperoleh bantuan, sementara rumah ibadat lainnya

tidak.

2. Dana bantuan telah dimanfaatkan dan dikelola

semaksimal mungkin oleh pihak penerima. Ada bukti

fisik maupun administratif terkait dengan penerimaan

dan pemanfaatan bantuan tersebut. Untuk memperoleh

dana bantuan tersebut, khususnya yang berasal dari

Anggaran Kanwil Kementerian Agama, masyarakat

(penerima bantuan) mengajukan permohonan atau

3

Penutup

Page 74: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

52

proposal ke Kanwil Kementerian Agama untuk

kemudian dilakukan seleksi seperlunya. Sementara

untuk bantuan yang berasal dari Dirjen, beberapa

dilakukan dengan penunjukkan langsung ke suatu

rumah ibadat. Setelah ada penunjukkan tersebut, baru

dibuat proposal dari pengurus rumah ibadat.

3. Dampak sosial dari pemberian bantuan sosial untuk

rumah ibadat maupun ormas keagamaan dapat dilihat

baru sampai kepada tahap outcome yaitu antara lain

tersedianya sebuah tempat ibadat yang cukup megah

yaitu masjid Al Muhajirin di Jl. Cilik Riwut Km 7

Palangkaraya, serta tersedianya gereja yang lebih

nyaman untuk beribadat umat Kristen yaitu Gereja

Kristen Evangelis Sinta di Desa Petuk Liti Kabupaten

Pulang Pisau. Sementara dampak lebih jauh (impact)

dari bantuan sosial yaitu perubahan sosial pada

masyarakat, belum sepenuhnya dapat terdeteksi.

Sedangkan beberapa poin sebagai rekomendasi dari

kajian ini diantaranya:

1. Diperlukan data base tentang rumah ibadat pada setiap

kelompok agama. Oleh karena itu setiap direktorat

hendaknya menggagas program penyediaan data base

ini bekerjasama dengan unit-unit terkait termasuk

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

2. Perlu adanya panduan yang memadai bagi pelaksanaan

bantuan. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari

ketidakpuasan masyarakat serta adanya temuan pihak

Page 75: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

53

pemeriksa bahwa penentuan ormas penerima bantuan

kurang obyektif.

3. Studi kelayakan dalam penentuan penerima bantuan

serta monitoring pelaksanaan bantuan menjadi bagian

penting dalam setiap pelaksanaan program bantuan.

Oleh karena itu setiap pelaksana program hendaknya

menyediakan pula agenda untuk studi kelayakan serta

monitoring.

4. Perlu terus ditingkatkan kordinasi antara Direktorat-

Direktorat dilingkungan Kementerian Agama Pusat

dengan Kanwil Kementerian Agama Provinsi dalam

pelaksanaan bantuan. Kanwil Kementerian Agama

dapat dilibatkan dalam proses studi kelayakan maupun

monitoring sehingga pelaksanaan bantuan dapat

memberikan hasil yang lebih maksimal.

5. Agar bantuan dapat terlihat dampak sosial yang lebih

jauh (impact), hendaknya dilakukan pendampingan

pelaksanaan program bantuan dengan dana yang

relative memadai.

Page 76: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

54

Daftar Pustaka

Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. 2006.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006

tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah

Ibadat.

Bryman, Alan. Social Researsch Methods. Second Edition.

Oxford University Press. USA. 2004.

Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan

Tengah. 2008. Hasil Seminar tentang Fenomena Aliran

Keagamaan di Indonesia.Tanggal 8 Oktober 2010.

Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan

Tengah. 2009. Laporan Kunjungan Kerja FKUB

Provinsi Kalimantan Tengah ke Loksado Kabupaten Hulu

Sungai Selatan Kalimantan Selatan.

Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan

Tengah. 2010. Program Kerja FKUB Provinsi

Kalimantan Tengah Tahun Anggaran 2010.

Hovland, Ingie. 2010. Membuat Perbedaan: Pemantauan dan

Evaluasi Penelitian Kebijakan. Working Paper 281.

http://www.bimasislam.depag.go.id. Dana Bantuan Depag

Bukan Untuk Konsumtif. Akses 21 Juli 2010

Page 77: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

55

Menteri Agama RI. Sambutan pada Rapot Koordinansi

Nasional FKUB yang dilaksanakan di Hotel Sahid

Jakarta tanggal 25 – 27 Mei 2010

Neuman, W. Lawrence. (2003) Social Researsch Methods

Qualitative dan Quantitive Approaches. Fifth Edition.

Pearson Education. USA.

Subarsono (2009). Analisis Kebijakan Publik, Konsep Teori

dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama telah

mengeluarkan Nomor 77 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama dan

Sekretaris Jenderal Departemen Agama bagi Lembaga-

Lembaga dan Kegiatan Keagamaan.

Page 78: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

56

Page 79: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

57

Imam Syaukani

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI

bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Nusa Tenggara Timur

Page 80: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

58

Page 81: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

59

Pada bagian ini akan disajikan tentang kebijakan

bantuan sosial bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan,

implementasi kebijakan serta dampak kebijakan program

bantuan sosial Kementerian Agama RI bagi rumah ibadat

dan ormas keagamaan. Tetapi, sebelum itu akan disajikan

terlebih dahulu bantuan sosial yang telah dianggarkan dan

diberikan Kementerian Agama RI pusat dan Kanwil

Kementerian Agama Provinsi bagi peningkatan kesejah-

teraan masyarakat di bidang agama dan keagamaan di

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun anggaran 2008

s.d. 2010. Tujuan disajikannya data ini adalah untuk

memberikan gambaran umum tentang besar bantuan sosial

Kementerian Agama RI pusat maupun wilayah selama

kurun 3 tahun terakhir; sehingga bisa diketahui tingkat

penurunan dan peningkatannya.

Data dihimpun terkait masalah di atas dilakukan

dengan mengumpulkan dan menganalisis berbagai surat

keputusan dan Rencana Anggaran Kementerian Agama

pada tahun dimaksud, catatan rekapitulasi yang diterima

dari Subbag Perencanaan, serta triangulasi data kepada

Kebijakan Bantuan

Sosial dan

Implementasinya 1

Page 82: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

60

Subbag Keuangan Kantor Wilayah Kementerian Agama,

dan Kementerian Agama RI di Jakarta. Ternyata data yang

dibutuhkan semua bisa diperoleh bantuan sosial. Walau-

pun begitu gambaran umum Kementerian Agama RI

selama 3 tahun terakhir, berhasil diungkap sebagai berikut.

Tabel 1. Bansos Kementerian Agama RI di NTT (2008-2010)

(dalam ribuan)

Kementerian Agama RI Pusat

Sumber 2008 2009 2010 Jumlah

Ditjen Bimas Islam 901.388 324.138 - 1.225.526

Ditjen Bimas Kristen 31.000 - - 31.000

Ditjen Bimas Katolik 1.883.000 - 875.000 2.758.000

Ditjen Bimas Hindu - - - -

Ditjen Bimas Buddha - - - -

Sekretariat Jenderal - - - -

4.014.528

Kantor Wilayah Kementerian Agama RI

Sumber Bansos 2008 2009 2010 Jumlah

Bid. Urusan Agama Katolik 330.500 100.000 150.000 580.500

Bid. Urusan Agama Kristen 115.665 75.000 120.000 310.665

Bid. Urusan Agama Islam 20.000 50.000 100.000 170.000

Pembimbing Zakat dan

Wakaf

103.835 - - 103.835

Page 83: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

61

Pembimas Hindu/Buddha 60.000 10.000 50.000 120.000

Subbag Hukmas dan KUB 160.000 620.000 30.000 810.000

1.915.000

Ket: Diolah dari berbagai sumber

Tabel di atas menunjukkan bahwa Ditjen Bimas Islam

pada tahun anggaran 2008, telah mengucurkan dana

bantuan sosial sebesar Rp 901.388.000. Dana sebesar itu

digunakan untuk pengembangan wakaf produktif dalam

bentuk ruko oleh Yayasan Masjid Agung Baiturrahman, Jl.

Ainiba 17, Kelurahan Nefonaek, Kecamatan Kelapa Lima,

Kota Kupang, sebesar Rp 500.000.000; untuk merehabilitasi

6 masjid menerima bantuan sebesar Rp 300.000.000 dan

setiap masjid menerima bantuan sebesar Rp 50.000.000

untuk pembangunan 2 mushalla sebesar Rp 78.888.000,

mushalla menerima bantuan sebesar Rp 39.440.000; Dari

dana tersebut juga digunakan untuk penyelenggaraan

khitanan massal oleh PW Muhammadiyah sebesar Rp

22.500.000. Sedangkan pada tahun anggaran 2009, dana

bantuan sosial yang dikucurkan oleh Ditjen Bimas Islam

sebesar Rp 324.138.000, dengan perincian: untuk mereha-

bilitasi 5 masjid sebesar Rp 241.000.000. Setiap masjid

menerima sebesar Rp 48.250.000 untuk pembangunan

mushalla pada 3 lokasi sebesar Rp 57.888.000 dan setiap

mushalla menerima sebesar Rp 19.296.000 serta penyeleng-

Page 84: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

62

garaan khitanan massal oleh Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia (DDII) sebesar Rp 25.000.000.5

Sementara itu, Ditjen Bimas Kristen pada tahun

anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat

Kristiani di Propinsi NTT sebesar Rp 31.000.000 yang

diberikan kepada dua gereja guna merehab gereja masing-

masing gereja menerima sebesar Rp 20.000.000 dan Rp

11.000.000.6 Sedangkan pada tahun anggaran 2009 dan

2010, tidak ditemukan data yang memadai mengenai

adanya bantuan sosial pada tahun itu.

Pada sisi lain, Ditjen Bimas Katolik pada tahun

anggaran 2008 telah memberi bantuan sosial kepada umat

Katolik di Propinsi NTT sebesar Rp 1.883.000.000 dengan

perincian: untuk pembangunan gereja sebesar Rp

1.670.000.000 dan kegiatan ormas keagamaan sebesar Rp

213.000.000. Bantuan sosial bagi ormas keagamaan di-

gunakan untuk membiayai kegiatan musyawarah nasional

organisasi kewanitaan.7 Pada tahun anggaran 2009 tidak di-

temukan data yang memadai, Namun pada tahun ang-

garan 2010, Ditjen Bimas Katolik telah mengucurkan dana

5SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/506/Tahun 2007; SK Dirjen Bimas Islam No.

DJ.II/301/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/ 356/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/208/Tahun 2008; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/325/Tahun 2009; SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.II/392/Tahun 2008.

6SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK.00.5/176/2008; SK Dirjen Bimas Kristen No. DJ.III/KEP/HK. 00.5/ 258/2008.

7SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/52/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/58/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/59/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/68/ 2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/70/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/111/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/112/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/ 164/2008; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/175/2008.

Page 85: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

63

bantuan sosial untuk rehabilitasi gereja di Propinsi NTT

sebesar Rp 650.000.000 dan bantuan sosial kegiatan bagi or-

mas keagamaan sebanyak Rp 225.000.000. Bantuan sosial

untuk ormas keagamaan digunakan untuk biaya kegiatan

pekan mudika, pemberdayaan Dewan Pastoral, karya sosial

gereja, dan pemberdayaan pemuda.8

Adapun bagi Ditjen Bimas Hindu dan Ditjen Bimas

Buddha antara tahun 2008 s.d. 2010, tidak ditemukan data

memadai tentang bantuan sosial rumah ibadat dan ormas

keagamaan di Propinsi NTT. Sedangkan pada tahun 2008

dan 2009 bagi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama

bantuan tidak disebutkan, ditemukan data tetapi tidak

disebutkan jumlah nominal. Demikian nilai besaran

bantuan sosial yang diberikan Kementerian Agama RI

pusat terhadap Propinsi NTT dari tahun 2008 s.d. 2010. Se-

dangkan besaran bantuan sosial Kanwil Kementerian

Agama Provinsi NTT dapat diuraikan sebagai berikut.

Pada tahun anggaran 2008, Bidang Urusan Agama

Katolik telah memberikan bantuan sosial kepada rumah

ibadat dan ormas keagamaan sebesar Rp 330.500.000,

dengan perincian sebesar Rp 40.000.000 diberikan kepada 4

lembaga sosial-keagamaan Katolik yaitu rumah sakit, biara,

dan paroki untuk melengkapi sarana peribadatan masing-

masing menerima Rp 10.000.000; diberikan kepada 6

8SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/81/2010; SK Dirjen Bimas Katolik

No. DJ.IV/Hk.00.5/80/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/78/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/63/ 2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/125/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/121/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/117/2010; SK Dirjen Bimas Katolik No. DJ.IV/Hk.00.5/95/ 2010.

Page 86: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

64

komunitas umat basis (KUB) Katolik untuk pemberdayaan

ekonomi masyarakat sebesar Rp 180.000.000, masing-

masing menerima Rp 30.000.000); dan diberikan kepada 7

keuskupan guna penyertifikatan tanah gereja 7 lokasi

sebanyak 30 bidang Rp. 110.500.000.9

Pada tahun anggaran 2009, Bidang Urusan Agama

Katolik menganggarkan bantuan sosial sebesar Rp

100.000.000. Dana sebesar itu diberikan kepada 8 gereja dan

2 stasi merehabilitasi dan pembangunan gereja dan masing-

masing menerima Rp 10.000.000. Pada tahun anggaran

2010, bantuan sosial yang diberikan bernilai sebesar Rp

150.000.000 dialokasikan kepada 15 gereja untuk mereha-

bilitasi dan membangun gereja masing-masing menerima

Rp 10.000.000.10

Sementara itu, pada tahun anggaran 2008 Bidang

Urusan Agama Kristen, telah memberikan bantuan sosial

sebesar Rp 115.665.000 guna sertifikasi tanah gereja pada 21

lokasi sebanyak 23 bidang dan setiap gereja menerima

sebesar Rp 5.050.000. Sedangkan pada tahun anggaran

2009, bantuan sosial digulirkan sebesar Rp 75.000.000.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kementerian

Agama bantuan tersebut satu gereja. Namun praktiknya,

bantuan sosial itu diberikan kepada 8 gereja, dengan nilai

bervariasi. Ada gereja yang nerima bantuan sebesar Rp

25.000.000, 3 gereja masing-masing menerima Rp

9SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008;

SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/ BA.00.2/1094/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/KU.00.1/ 2024/2008.

10SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.6/1/BA.00.2/ 1093/2008; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KU.00/1178/2010.

Page 87: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

65

10.000.000, serta sisanya menerima Rp 5.000.000. Pada

tahun anggaran 2010, bantuan sosial dikucurkan sebesar

Rp 120.000.000 yang diperuntukkan untuk merehabilitasi

dan pembangunan gereja pada 12 lokasi masing-masing

menerima sebesar Rp 10.000.000).11

Pada sisi lain, Bidang Urusan Agama Islam Kanwil

Kementerian Agama, tahun anggaran 2008 telah memberi

bantuan sosial sebesar Rp 20.000.000 kepada 4 ormas Islam

untuk menyelenggarakan sosialisasi reproduksi kesehatan

perempuan dan kegiatan lain masing-masing menerima

sebesar Rp 5.000.000. Sedangkan pada tahun anggaran

2009, bantuan sosial diberikan rehabilitasi dan

pembangunan 10 masjid sebesar Rp 50.000.000 untuk ma-

sing-masing menerima sebesar Rp 5.000.000. Kemudian

pada tahun anggaran 2010, bantuan sosial diberikan

sebesar Rp 100.000.000 diperuntukkan bagi 20 masjid

masing-masing Rp 5.000.000.12

Pada tahun anggaran 2008, Pembimbing Zakat dan

Wakaf, telah memberikan bantuan sosial sebesar Rp

103.835.000 untuk sertifikasi tanah wakaf pada 51 lokasi.

Bantuan sosial hanya diberikan kepada Dewan Dakwah

Islamiyah Indonesia (DDII) kemudian ormas ini meng-

11SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/5/BA.00/ 802A/2009;

SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ BA.01.2/903/2009. 12SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/KP.01.1/ 561/2008;

SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/1/ KP.01.1/670/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 1/KP.07.1/ 1271/2010.

Page 88: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

66

alokasikanya sesuai yang disebutkan dalam Surat

Keputusan.13

Selanjutnya pada tahun anggaran 2008, Pembimas

Hindu/Buddha telah memberikan bantuan sosial sebesar

Rp 60.000.000 untuk pengembangan kegiatan keagamaan.

Bantuan tersebut diberikan kepada 2 Pura masing-masing

menerima sebesar Rp 30.000.000. Pada tahun anggaran

2009, Pembimas Hindu/ Buddha hanya dapat memberikan

bantuan sosial sebesar Rp 10.000.000 dialokasikan untuk

rehabilitasi 1 Pura. Pada tahun anggaran 2010, bantuan

sosial diberikan kepada 5 Pura masing-masing menerima

sebesar Rp 10.000.000. Bantuan sosial tidak langsung

diberikan kepada rumah ibadat bersangkutan tetapi

melalui Pengurus PHDI pada 5 kabupaten yang berbeda.14

Pihak PHDI kemudian mendistribusikannya kepada

beberapa Pura yang layak memperoleh bantuan sosial.

Forum Kerukunan Umat Beragama juga memperoleh

perhatian dari Kanwil Kementerian Agama melalui Subbag

Hukmas dan KUB. Pada tahun anggaran 2008 telah

memberikan bantuan sosial sebesar Rp 160.000.000

digunakan untuk dana operasional 17 Forum Kerukunan

Umat Beragama (FKUB) propinsi dan daerah. Pada tahun

anggaran 2009, bantuan sosial yang dikelola Subbag

13SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/ KU.00.1/

2024/2010. 14SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/KU.00/ 1170/2010;

SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/7/ KU.00/538/2009 SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/2/ KU.00/1170/2010; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.2/ 7/KU.00/538/2009; SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/ 2/PP.00/801/2010.

Page 89: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

67

Hukmas dan KUB mengalami kenaikan menjadi Rp

620.000.000. Dari dana itu sebesar Rp 30.000.000

dialokasikan untuk dana operasional FKUB propinsi, Rp

281.875.000 untuk biaya pembangunan gedung sekretariat

bersama FKUB, dan selebihnya Rp 18.125.000 untuk

mengurus surat izin dan administrasi pembangunan; serta

sebesar Rp 290.000.000 untuk biaya operasional kepada 16

FKUB daerah masing-masing mendapat Rp 18.125.000. Pa-

da tahun anggaran 2010, bantuan sosial yang disediakan

Subbag Hukmas dan KUB hanya sebesar Rp 30.000.000

untuk biaya operasional FKUB propinsi.15

15SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/5/BA.05/ 249/2008;

SK Kepala Kanwil Kementerian Agama No. KW.20.1/2/PP.00/ 865/2009.

Page 90: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

68

Page 91: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

69

Keberhasilan implementasi kebijakan akan

ditentukan oleh banyak faktor, dan setiap faktor satu sama

lain saling berhubungan. Telah banyak teori dikemukakan

para ahli terkait faktor keberhasilan implementasi

kebijakan. Satu di antaranya dikemukakan George C.

Edwards III (1980). Menurutnya, implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh empat faktor, yakni: komunikasi;

sumberdaya; disposisi; dan struktur birokrasi. Keempat

faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain

Komunikasi maksudnya, implementor (pemanfaat ke-

bijakan) mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang

menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan

kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan

mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sa-

saran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketa-

hui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkin-

an akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Sumber-

daya maksudnya, apabila implementor kekurangan

sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan

berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud

Kebijakan Bantuan

Sosial Kementerian Agama RI

2

Page 92: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

70

sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan

sumberdaya finansial. Disposisi maksudnya, watak dan ka-

rakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implemen-

tor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor

memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan

pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan

juga menjadi tidak efektif. Struktur birokrasi maksudnya,

struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan

kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur

yang penting dari setiap organisasi adalah adanya

prosedur operasi yang standar (Standard Operating Pro-

cedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap

implementor dalam bertindak.16

Terkait aspek komunikasi dan struktur birokrasi

sebagaimana disebut di atas, terutama SOP, penelitian ini

mempertanyakan, apakah pemberian bantuan sosial

didasarkan kepada sebuah pedoman, petunjuk pelaksana-

an atau petunjuk teknis tertentu, dan apakah hal-hal tese-

but diberitahukan kepada implementor. Dari analisis

dokumen dan wawancara di Kanwil Kementerian Agama

RI diketahui bahwa pemberian bansos telah didasarkan

kepada suatu pedoman tertentu yang disusun oleh masing-

masing bidang dengan merujuk pada ketentuan umum

16AG. Subarsono. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, hlm.

90-92.

Page 93: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

71

pemberian bantuan sosial di tingkat wilayah dan pusat.

Pengamatan selama melakukan penelitian di Kanwil

Kementerian Agama RI, semua bidang telah menyusun

pedoman pemberian bantuan sosial tersendiri kecuali Bi-

dang Urusan Agama Islam.

Pedoman tersebut secara umum menjelaskan tentang

dasar pemikiran pemberian bantuan sosial oleh masing-

masing bidang, kriteria penerima bantuan yang terdiri atas

keharusan mengajukan proposal, memiliki rekening atas

nama lembaga, proposal ditandatangani Ketua Panitia,

rekomendasi dari pejabat pemerintah setempat atau

pemuka agama, dan pernyataan memanfaatkan bantuan

sosial sesuai peruntukkannya, serta kewajiban yang harus

dilakukan bagi para penerima bantuan sosial. Pedoman

atau petunjuk pelaksanaan tersebut kemudian dijadikan

sebagai lampiran atau menjadi bagian dari surat

pemberitahuan bidang-bidang yang disampaikan kepada

seksi-seksi urusan atau penyelenggara agama di daerah.

Perbincangan dengan Agustinus L. Gempa, Kabid

Urusan Agama Katolik,17 mengungkapkan bahwa bansos

diberikan berdasarkan proposal yang masuk ke mereka.

Proposal yang masuk cukup banyak. Menurut pengakuan-

nya sudah mencapai 100-an proposal. Semua proposal yang

masuk dicatat dibuku register. Namun, ketika diminta

beberapa contoh proposal saja, mereka tidak memberikan

dengan alasan sudah diikat rapih. Dalam menetapkan siapa

yang mendapatkan bansos, dilakukan berdasarkan nomor

17Dipaparkan Agustinus T. Gempa (Kabid Urusan Agama Katolik), Lodovikus

Lena (Kasi Sarana Keagamaan) dan Helly Asterius (Kasi Evaluasi dan Pelaporan).

Page 94: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

72

urut proposal yang masuk terlebih dahulu. Akan tetapi,

ada kemungkinan proposal yang baru masuk di tahun

anggaran akan direspon cepat apabila memang ada alasan-

alasan yang bisa diterima, misalnya ada permohonan dari

pihak keuskupan, mengalami kerusakan akibat konflik,

atau karena pelestarian budaya.

Bantuan bisa berbentuk perbaikan kondisi fisik

bangunan atau kegiatan. Misalnya, pada tahun 2009 pernah

diberikan bantuan rehabilitasi kepada Gereja Taman Doa di

Sumba Barat yang mengalami kerusakan akibat dibakar

orang yang tidak dikenal. Bantuan non-fisik atau dalam

bentuk kegiatan diberikan kepada Gereja Tuan Ma dan Tu-

an Anak, yang pada tahun 2009 mengadakan kegiatan

“Peringatan 500 tahun Gereja Tuan Ma dan Tuan Anak”

yang berbentuk peribadatan pada Jumat Agung dan arak-

arakan. Kegiatan ini hanya ada satu-satunya di NTT, dan

mungkin di Indonesia. Kegiatan tersebut sudah ber-

langsung ratusan tahun sejak masa Portugis sehingga

mempunyai nilai sejarah dan budaya yang kuat. Atas dasar

pertimbangan pelestarian sejarah dan budaya, maka

Bidang Urusan Agama Katolik memberikan bantuan sosial

terhadap kegiatan ini.18

Bidang Urusan Agama Katolik tidak akan

memberikan bantuan kepada lembaga keagamaan yang sa-

ma pada setiap tahunnya. Lembaga keagamaan yang sudah

pernah menerima tidak akan menerima bantuan lagi. Guna

menjamin pemanfaatan bantuan sesuai peruntukkannya,

18Ibid.

Page 95: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

73

Bidang Urusan Agama Katolik menyelenggarakan

pemantauan dan pengawasan dengan anggaran sebesar Rp

16.000.000,-. Apakah dana sebesar itu cukup? Menurut

mereka tidak cukup untuk melakukan monitoring ke

wilayah kepulauan seperti NTT membutuhkan dana yang

tidak sedikit. Biayanya bisa lebih besar dibandingkan per-

jalanan dari Kupang ke Jakarta.

Terdapat hambatan pelaksanaan program bantuan

menurut Kabid Urusan Agama Katolik adalah: (1) masih

lambatnya pemenuhan persyaratan oleh lembaga yang

menerima bantuan; (2) agak mengalami kesulitan

menjelaskan kepada penerima bantuan bahwa untuk

mencairkan dana LS harus membubuhkan tanda tangan

terlebih dahulu di kwitansi penerimaan uang, seakan-akan

pekerjaan telah dilakukan. Para Pastor tentu tidak akan

mudah percaya begitu saja. Bahwa kemudian mereka bisa

percaya, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Mereka harus diyakinkan berdasarkan SK yang ada bahwa

mereka dipastikan dapat bantuan hanya tinggal

menyelesaikan masalah administrasinya saja; (3)

pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan kadang lama,

bahkan kadang hanya ucapan terima kasih saja. Sedangkan

faktor pendukungnya menurut Kabid Urusan Agama

Katolik bahwa apabila syarat-syarat administrasi sudah di-

penuhi, dana bisa cepat dicairkan.19

Ketika ditanyakan apakah ada bantuan langsung dari

Kementerian Agama RI pusat ke ormas keagamaan di

19Ibid.

Page 96: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

74

daerah, Bidang Urusan Agama Katolik menjawab ke-

mungkinan besar ada, sebab proposal-proposal yang dirasa

tidak mungkin dipenuhi Kanwil akan diteruskan ke pusat.

Selanjutnya ditanyakan, apakah ada koordinasi tentang

masalah ini? Mereka menjawab, selama ini tidak ada. Per-

nyataan tersebut dibenarkan oleh satu informan yang di-

jumpai di Ditjen Bimas Katolik Kementerian Agama RI. Pa-

dahal koordinasi penting untuk memastikan bahwa tidak

ada bantuan kembar untuk satu lembaga yang sama.20

Menurut Bidang Urusan Agama Kristen, Yacobus

Oktavianus, Harun, dan seorang staf menjelaskan bahwa

prosedur pemberian bantuan diawali dengan surat edaran

kepada Kantor Kementerian Agama RI daerah yang

memberitahukan adanya bantuan sosial keagamaan bagi

lembaga keagamaan di lingkungan Kristen. Surat edaran

direspon dengan proposal permohonan bantuan. Sama

seperti Bidang Urusan Agama Katolik, proposal yang

masuk diseleksi berdasarkan pertimbangan urutan tahun

yang lebih dahulu dan skala prioritas berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Pemberian bantuan sosial Kementerian Agama di

NTT dirasa mengalami kesulitan karena banyaknya jumlah

denominasi gereja, di mana saat penelitian dilakukan

kurang lebih ada 22 denominasi gereja. Setiap denominasi

tentu harus diperhatikan, karena waktu itu masih banyak

gereja-gereja yang membutuhkan bantuan pembangunan-

nya belum selesai atau dalam kondisi rusak. Keberadaan

20Ibid.

Page 97: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

75

denominasi tidak bisa dilepaskan dari munculnya aliran-

aliran baru dalam Kristen. Apabila ada aliran baru yang

muncul, apa yang dilakukan Kementerian Agama wilayah?

Menurut informan, Kementerian Agama wilayah

memerintahkan mereka bergabung dengan denominasi

yang sudah ada atas dasar kesepakatan dan kesamaan

teologi dan praktik keagamaan. Apabila pun berbeda

mereka tetap harus bernaung pada denominasi yang telah

ada, sedangkan untuk teologi dan praktik keagamaannya

pihak Kamenterian Agama wilayah tidak akan campur

tangan.21

Berbeda dengan 2 bidang sebelumnya yang menyam-

paikan pemberitahuan kepada daerah terkait adanya ban-

tuan sosial, menurut penjelasan Moh. Marhaban, Kasi

Keluarga Sakinah Kementerian Agama, mereka tidak

menyebarluaskan edaran terkait adanya bantuan

rehabilitasi rumah ibadat dan ormas keagamaan. Proposal

bantuan sudah datang dengan sendirinya, sepertinya

mereka sudah tahu. Dalam memberikan bantuan mereka

mempertimbangkan proposal yang masuk terlebih dahulu.

Kebanyakan proposal yang masuk dari luar kota Kupang,

karena memang masih banyak rumah ibadat (masjid) yang

belum baik kondisinya. Sedangkan untuk di Kupang,

kondisi-kondisi masjid sudah cukup baik, bahkan di

antaranya sangat baik.

21Wawancara dengan Yacobis Oktavianus (Kasi Pelayanan dan Keesaan

Gereja), Harun Y. Natonis (Kasi Supervisi Pendidikan Kristen), dan Deci S.C. Snae (Kasi Pelayanan dan Sarana Agama Kristen).

Page 98: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

76

Sebelum terjadi konflik tahun 1997, kondisi masjid-

masjid relatif kurang bagus. Namun, pascakonflik kondisi

masjid berubah menjadi lebih baik, karena ketika itu

banyak dermawan dari luar Kupang yang secara pribadi

atau kelompok mendermakan uangnya untuk perbaikan

masjid yang rusak terbakar. Saat itu jumlah uang derma

perbaikan masjid yang beredar sudah tidak terhitung

jumlahnya. Banyak uang derma yang penyampaiannya

tidak berkoordinasi dengan Kementerian Agama RI

wilayah atau daerah saat itu, sehingga ada beberapa masjid

yang pembangunannya tidak sesuai dengan kondisi yang

ada. Misalnya, masjid dibangun cukup luas tetapi umat

yang tinggal di sekitar masjid hanya 4 KK. Hal tersebut

jelas menimbulkan kecemburuan sosial bagi umat

beragama yang lain, selain dianggap bertentangan dengan

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Ne-

geri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Umat Kristen protes dan

pernah hendak membongkar masjid tersebut. Namun,

setelah melalui proses negosiasi upaya tersebut tidak

dilakukan. Keberatan pembongkaran masjid juga disuara-

kan umat Katolik yang tinggal disekitar masjid, yang

kebetulan punya anak beragama Islam dan tengah

mendapat pendidikan di pesantren-pesantren di Jawa.

Mereka mengatakan, apabila dibongkar ke mana anak-anak

mereka akan shalat kalau pulang dari Jawa.22

Setali tiga uang dengan Bidang Urusan Agama Islam,

Pembimbing Zakat dan Wakaf juga tidak menyebarluaskan

22Wawancara dengan Pahlawan Mukin (Kabid Urais) dan Muh. Marhaban

(Kasi Keluarga Sakinah).

Page 99: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

77

pemberitahuan adanya bansos kepada daerah. Hal tersebut

karena mereka jarang sekali mendapat alokasi bantuan

sosial. Dari tahun 2008-2010, mereka baru mendapat

bantuan sosial sebanyak 1 kali, yaitu melalui program

penerapan pemerintahan yang baik dari Sekretariat.

Bimzawa mendapatkan dana Rp 103.000.000,- untuk

sertifikasi tanah wakaf sebanyak 50 lokasi. Dari 50 lokasi

tersebut baru 11 lokasi yang berhasil tersertifikasi, se-

dangkan yang lain masih proses. Kendala yang dihadapi

adalah di BPN dan lokasi yang jauh dan luas.23

Berkaitan dengan program peningkatan kerukunan

umat beragama, Subbag Hukmas dan KUB mengedarkan

surat pemberitahuan kepada FKUB kabupaten/kota dan

provinsi bila ada bantuan dana operasional. Sebagaimana

telah dijelaskan di muka, pada tahun 2008 FKUB provinsi

mendapat anggaran sebesar Rp 160.000.000,- yang dibagi-

kan kepada semua FKUB kabupaten/kota. Berkenaan

dengan uang Rp 160.000.000,- yang direkap Bagian

Perencanaan (PIK) tercatat hanya Rp 155.000.000,-.

Berkenaan dengan masalah ini Robert, staf Hukmas dan

KUB menjelaskan bahwa pada tahun anggaran 2008 tertulis

Rp 505.000.000,- di mana rinciannya adalah Rp 500.000.000,-

untuk pembangunan gedung Sekber FKUB NTT dan Rp

5.000.000,- untuk biaya administrasi.

Namun uang Rp 500.000.000,- ternyata tidak bisa di-

cairkan tetapi yang Rp 5.000.000,- bisa dicairkan, yang ke-

mudian digabungkan dengan Rp 155.000.000,-. Pada tahun

23Wawancara dengan Ening Murtiningsih (Penyelenggara Zakat Wakaf) dan

Moa (Staf).

Page 100: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

78

anggaran 2009 FKUB propinsi dan kabupaten/kota

mendapat bantuan operasional sebesar Rp 320.000.000,-

dan bantuan untuk pembangunan gedung FKUB provinsi

sebesar Rp 300.000.000,-. Hingga masuk tahun anggaran

2010, bantuan tersebut belum bisa terealisasikan karena

belum ada kesepakatan letak tanah pemda yang akan

didirikan gedung di atasnya.24

Bagaimana bantuan sosial dari pusat ke Kantor

wilayah Kementerian Agama Provinsi menurut penjelasan

beberapa informan, dilakukan dengan cara: (1) memberi-

kan bantuan langsung kepada sasaran tanpa sepenge-

tahuan pihak Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Jenis

bantuan ini biasanya dilakukan apabila pihak pemohon

langsung mengajukan permohonan kepada Kementerian

Agama pusat tanpa sepengetahuan sama sekali pihak

Kanwil Kementerian Agama Provinsi; (2) memberikan

bantuan langsung kepada sasaran dan hanya diberikan

pemberitahuan atau tembusan kepada Kanwil Kementerian

Agama Provinsi. Jenis ini biasanya dilakukan apabila pihak

pemohon mengajukan permohonan ke pusat setelah men-

dapat rekomendasi wilayah atau mengajukan permohonan

bantuan ke Kanwil Kementerian Agama Provinsi, namun

karena dana yang tidak teralokasikan, maka diteruskan

oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi ke kementerian

Agama Pusat; (3) memberikan bantuan melalui Kanwil

Kementerian Agama Provinsi dengan jumlah dana tertentu,

24Wawancara dengan Yakobus Beda Kleden (Kasubag Hukmas dan KUB)

dan Robert (staf).

Page 101: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

79

sedangkan penetapan penerima bantuan diserahkan sepe-

nuhnya kepada wilayah.

Perbedaan prosedur pemberian bantuan dari pusat ke

wilayah tersebut, berpengaruh pula terhadap bentuk

pengawasan yang dilakukan. Untuk bantuan yang

diterimakan langsung dari Kementerian Agama Pusat ke

Kanwil Kementerian Agama Provinsi, pengawasan

biasanya dilakukan oleh pegawai Kementerian Agama pu-

sat dalam sebuah kunjungan kerja antara 1-3 hari. Akan

tetapi, pengawasan jenis ini tidak bisa dilakukan secara

periodik, karena keterbatasan anggaran, waktu, dan jarak.

Menurut informasi, pengawasan dari pusat biasanya

dilakukan tidak lebih dari 1 kali setiap tahunnya.25

Oleh karena itu, Kementerian Agama Pusat

terkadang meminta bantuan pengawasan kepada Kanwil

Kementerian Agama Provinsi. Pihak Kanwil Kementerian

Agama Provinsi memenuhi permintaan pusat, namun ka-

rena tidak adanya anggaran, pengawasan hanya dilakukan

terhadap lokasi yang bisa dijangkau melalui jalur darat.

Sedangkan untuk bantuan yang harus melalui jalur laut

atau udara pada umumnya tidak dilakukan, kecuali secara

bersamaan ada kunjungan kerja di lokasi yang sama. Untuk

sasaran yang mendapat bantuan dari Kementerian Agama

Pusat yang harus melalui rekomendasi Kanwil Kemente-

rian Agama, selalu mendapat pengawasan secara rutin.

Walaupun dalam prakteknya hanya untuk lokasi yang bisa

dijangkau melalui jalur darat.26

25Wawancara dengan Kepala Bagian Tata Usaha Kementerian wilayah. 26Ibid.

Page 102: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

80

Page 103: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

81

Pada bagian ini dipaparkan beberapa contoh bantuan

sosial yang telah diberikan oleh Kementerian Agama Pusat

dan Kanwli Kementerian Agama Provinsi NTT. Beberapa

contoh ini diambil berdasarkan hasil pemantauan di lokasi

yang paling mudah dijangkau melalui jalur darat. Ada 4

contoh yang dikemukakan, yaitu: (1) bantuan sosial Kanwil

Kementerian Agama Provinsi untuk rehabilitasi dan

pembangunan Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima,

Taklale, Kabupaten Kupang sebesar Rp 10.000.000; Bantuan

tersebut digunakan untuk pengadaan sarana ibadat pada

Biara Kongregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah Yang

Maha Mulia (DCPB), Kota Kupang sebesar Rp 10.000.000;

untuk pemberdayaan ekonomi umat pada Komunitas

Umat Basis (KUB) oleh Komisi Pengembangan dan

Pengendalian Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Kupang

sebesar Rp 30.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan

Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar Rp

5.000.000; untuk rehabilitasi dan pembangunan Masjid

Nurul Jadid, Merdeka Babu Kecamatan Kupang Timur

sebesar Rp 5.000.000 dan bantuan sosial dari Kementerian

Implementasi

Kebijakan Bantuan Sosial

3

Page 104: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

82

Agama pusat sebesar Rp 48.250.000; (2) bantuan sosial

Kementerian Agama Pusat untuk pemberdayaan wakaf

produktif kepada Yayasan Masjid Agung Baiturrahman

sebesar Rp 500.000.000; untuk rehabilitasi dan

pembangunan Masjid Al-Akbar Camplong dan Masjid

Nabawi, Desa Reknamo masing-masing sebesar Rp

50.000.000.

Gereja Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima. Gereja terletak

di daerah Kabupaten Kupang. Gereja tengah dalam tahap

perbaikan untuk persiapan menjadi Paroki baru. Paroki ini

terletak di daerah yang kebanyakan dihuni eks pengungsi

Timor Leste. Perbincangan dengan Pastor Piet Olin, selaku

penanggung jawab sekaligus Pastor Paroki, mengungkap-

kan bahwa dalam rangka persiapan menjadi Paroki baru,

mereka telah mengajukan permohonan bantuan sosial

kepada Bidang Urusan Agama Katolik Kanwil

Kementerian Agama RI sebesar Rp 10.000.000 dari Rp

30.000.000 yang mereka butuhkan. Bantuan sosial tersebut

rencananya akan digunakan untuk memperluas tempat

paduan suara gereja saat pemantauan di lapangan, namun

ternyata tempat dimaksud belum diperlebar.

Mengapa demikian? Menurut pengakuan Pastor Piet,

pelebaran tempat paduan suara belum dilakukan sama

sekali karena dana bantuan sosial belum dicairkan dari ta-

bungan. Bahkan, menurut pengakuannya, dia sudah

mendengar dari pihak Kanwil Kementerian Agama RI

bahwa bantuan sosial sudah dikirimkan namun dia sama

sekali memastikan adanya pengiriman bantuan sosial

tersebut ke bank. Dia berjanji akan mengecek berdasarkan

Page 105: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

83

proposal tahun 2009 dan langsung dipenuhi diakhir tahun

bantuan sosial diberikan. Alasan keterlambatan, karena

pihak Kementerian Agama harus menunggu dipenuhinya

syarat-syarat untuk pencairan dana bantuan sosial dari

gereja yang lain.27

Sementara adanya informasi bantuan sosial diperoleh

dari Pastor Piet yang menjelaskan bahwa sebelum bertugas

di Kuasi Paroki Stasi Maria Fatima, dia sudah sering

berhubungan dengan Kanwil Kementerian Agama RI.

Beberapa Paroki yang pernah dikelolanya mendapat ban-

tuan sosial dari kementerian. Namun, ketika ditanya,

mengenai sumber dana bantuan sosial selain Kementerian

Agama RI, Pastor Piet mengaku tidak tahu sama sekali.

Mulai dari sinilah pembicaraan lebih diarahkan pada

pemberian informasi daripada penggalian data dari

informan.28

Biara Konggregasi Putri-putri Cinta Kasih dari Darah

Yang Maha Mulia (DCPB). Pernah mengajukan proposal

permohonan bantuan ke Kanwil Kementerian Agama,

tahun 2008, yang isinya memohon bantuan untuk

pengadaan sarana serta kegiatan pembinaan rohani.

Bantuan yang dimohonkan sebesar Rp 16.210.000,- dengan

rincian untuk: Pembelian orgen sebesar Rp 4.000.000,-;

komputer Rp 6.000.000,-, 2 gitar Rp 500.000,-; biaya

pembinaan rohani (retreat) untuk 26 orang sebanyak Rp

5.710.000,-.

27Wawancara dengan Pastor Piet Olin, PR, Beni Mas Neno (Ketua Panitia

Pembangunan), dan Donatus Meka (Wakil Ketua Panitia Pembangunan). 28Ibid.

Page 106: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

84

Proposal direspon pada tahun yang sama oleh

Kanwil Kementerian Agama RI dengan besaran bantuan

sosial sebesar Rp 10.000.000,-. Menurut Suster Mariamma,

Ketua Biara, telah dipergunakan untuk pembelian orgel, gi-

tar dan biaya retreat, sedangkan pembelian komputer tidak

bisa dilakukan karena dana tidak mencukupi. Suster

Mariamma menjelaskan bahwa orgel dan gitar sekarang

dimanfaatkan untuk berlatih menyanyi pengisi acara

kebaktian di gereja. Menurut pengakuannya, sebelumnya

menerima bantuan Biara tidak memiliki orgen dan gitar,

sehingga kegiatan kebaktian tidak diiringi musik.

Keberadaan orgen dan gitar hasil bantuan sosial Ke-

menterian Agama itu menurutnya sangat bermanfaat bagi

kelangsungan peribadatan.

Sebagai tambahan informasi bahwa kondisi Biara

sangat permanen. Tembok pengaman cukup tinggi

mengelilingi Biara, yang tidak memungkinkan bagi

seseorang untuk melihat ke dalam lokasi kecuali harus naik

ke tempat yang lebih tinggi. Asrama para calon suster dan

ruang kelas sudah tersedia dan tertata rapih. Menurut

pengakuan Suster Mariamma, kamar tempat tinggal para

calon suster masih belum ideal karena antara calon suster

dan suster masih bercampur. Mestinya tidak demikian,

kamar calon suster dan suster seharusnya berpisah agar

mereka lebih berkonsentrasi dalam menjalankan laku

hidup spiritual. Dengan kata lain, masih diperlukan

penambahan kamar-kamar baru. Terlepas dari adanya

Page 107: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

85

kekurangan tersebut, sekilas keberadaan Biara jauh dari

kesan kekurangan.29

Pada tahun 2008, dan tahun 2009, Biara mengajukan

proposal kepada Kanwil Kementerian Agama yang akan

digunakan untuk keperluan pengadaan 10 unit bangku, 50

unit kursi berlengan, dan 1 unit mimbar baca, dengan

besaran permohonan seharga Rp 44.000.000. Namun,

Bidang Urusan Agama Katolik tidak bisa memenuhi

permohonan tersebut karena sesuai ketentuan, bahwa yang

telah mendapatkan bantuan sosial pada tahun sebelumnya

tidak akan mendapat lagi pada tahun berikutnya.

Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi/Delsos Keuskupan

Agung Kupang. Pada tahun 2008, mengajukan proposal

kepada Kanwil Kementerian Agama RI yang berisi

permohonan bansos untuk kegiatan pemberdayaan

ekonomi umat meliputi: (1) pendampingan dan

monitoring; (2) pelatihan manajemen kelompok usaha ber-

sama simpan pinjam; dan (3) penyertaan modal bergulir

untuk pengembangan usaha produktif. Atas pengajuan

proposal tersebut, Kanwil Kementerian Agama merespon

pemain tersebut dengan memberikan bantuan sosial

sebesar Rp 30.000.000. Dana tersebut dikirim melalui

langsung kepada rekening Komisi PSE Keuskupan Agung

Kupang. Dari laporan pertanggungjawaban dan per-

bincangan dengan pengurus Komisi PSE, dana itu

digabung dengan uang kas dan bunga bank pada tahun

berjalan sebesar Rp 511.374, ditambah biaya pelaksanaan

29Wawancara dengan Suster Mariamma Antony, DCPB, Suster Selly, DCPB,

Suster Essy, DCPB, dan Suster Marcelina, DCPB.

Page 108: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

86

kegiatan pemberdayaan ekonomi umat sehingga berjunlah

Rp 30.511.374. Dana sebesar itu dipergunakan untuk

pendampingan kelompok masyarakat sebesar Rp 2.101.500;

pelatihan manajemen kelompok usaha bersama simpan

pinjam sebesar Rp 7.500.000; dan pinjaman modal

pengembangan usaha produktif anggota kelompok umat

basis sebesar Rp 15.500.000; dana tersebut diberikan kepada

4 orang, 3 orang diantaranya masing-masing Rp 4.000.000;

dan seorang mendapat Rp 3.000.000. Sisanya digunakan

untuk monitoring.

Berkenaan dengan tiga kegiatan yang digelar terse-

but, tampak adanya penyertaan modal bergulir untuk

pengembangan usaha produktif, yang perlu memperoleh

perhatian tersendiri. Sebab, dari uang Rp 15.500.000 yang

diberikan kepada 4 orang itu, ternyata, sudah dapat

dikembalikan kepada Komisi PSE. menjadi Rp 17.000.000,

pada saat pengembalian dipungut jasa tambahan untuk

kelompok umat sebesar 1% dan Keuskupan 1%. Dana itu

rencananya akan digulirkan kembali kepada anggota

kelompok umat basis yang lain pihak Komisi PSE tidak

sembarangan. Dalam menentukan siapa yang berhak

menerima modal bergulir. Mereka sudah membuat kriteria

yang ketat, dengan hanya memberikan kepada anggota

yang sudah mempunyai usaha dagang tetap sehingga bisa

mengembalikan dan mereka harus mengikuti pembinaan

yang dilakukan Komisi PSE.

Satu hal yang menarik untuk dicatat adalah, ternyata

anggota usaha simpan pinjam komunitas umat basis bukan

hanya dari kalangan umat Katolik, tetapi juga dari

Page 109: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

87

kalangan umat Islam. Keterlibatan mereka dalam perhim-

punan tersebut, karena memang secara ekonomi mereka

lemah sehingga memerlukan banyak belajar dalam

pengembangan usaha dan permodalan.30

Kiprah Komisi PSE dalam pemberdayaan ekonomi

umat tidak berjalan mulus, banyak hambatan yang mereka

temui. Misalnya, masih maraknya perilaku senang berpesta

yang menghabiskan uang dalam jumlah besar. Padahal

uang itu bisa mereka tabungkan. Dalam upaya mengikis

kebiasaan berpesta, pihak Komisi PSE mengadakan kegi-

atan Aksi Puasa Pembangunan. Yakni, mereka me-

laksanakan ritual puasa setiap kali menjelang Paskah,

mereka menyimpan uang senilai yang dibutuhkan ketika

mereka tidak berpuasa. Uang itulah yang nanti akan

digunakan untuk modal usaha bersama. Hambatan lain

menurut pihak Komisi PSE adalah di lapangan masih

kurangnya pendamping kelompok basis dikarenakan

keterbatasan sumberdaya manusia.31

Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang. Gereja ini pada

tahun 2009 mendapat bantuan sosial dari Kanwil

Kementerian Agama RI sebesar Rp 5.000.000. Gereja ini

tidak mengajukan proposal ke kementerian karena bantuab

sosial mereka terima dari pecahan bantuan yang diberikan

kepada GMIT Syalom Yesu-Salimana, Alor Timur sebesar

Rp 75.000.000. Pada tahun 2009 gereja ini baru mengajukan

30Wawancara dengan Kanisius Kusi (Ketua Komisi PSE/Delsos Keuskupan

Agung Kupang). 31Wawancara dengan Roring Siltje Cecilia (Bendahara Komisi PSE/Delsos

Keuskupan Agung Kupang).

Page 110: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

88

proposal kepada Kementerian Agama dan permohonan

dipenuhi pada tahun yang sama. Dana tersebut rencananya

akan digunakan untuk memperbaiki kayu pada atapnya.

Pada tahun 2007 gereja ini telah memperbaiki bangunan

gereja yang rusak akibat bencana alam dan sudah

menyelesaikan pondasi, pengecoran tiang, pemasangan

batu bata merah, dan pemasangan kusen pintu dan jendela.

Proposal tersebut direspon oleh Bidang Urusan Aga-

ma Kristen, namun tidak seluruhnya dipenuhi. Berdasar-

kan kebijakan Kepala Bidang, dana sebesar Rp 75.000.000

akan tetap dikucurkan melalui GMIT Syalom Yesu-

Salimana dan dipertanggungjawabkan secara administrasi

kepada Kanwil Kementerian Agama, namun dalam

praktiknya tidak akan dimanfaatkan seluruhnya. Gereja

Syalom Yesu-Salimana hanya sebatas menerima bantuan

sosial namun untuk distribusinya akan diberikan kepada

gereja-gereja lain dengan besaran yang bervariasi. Gereja

Syalom Yesu-Salimana selaku penerima mendapat Rp

25.000.000, sedangkan sisanya dibantukan ke gereja lain,

termasuk Gereja GMIT Ebenheizer, Tarus, Kupang sebesar

Rp 5.000.000. Bukti distribusi berdasarkan kwitansi yang

ditandatangani oleh pimpinan gereja masing-masing.

Dana Rp 5.000.000 ternyata tidak digunakan oleh

Gereja GMIT Ebenheizer, tetapi diberikan kepada Gereja

Jemaat Kaltari Osiloam, Klasisko, Kupang Tengah yang

letaknya cukup jauh dari Gereja GMIT Ebenheizer. Gereja

Jemaat Kaltari Osiloam merupakan cabang dari Gereja

GMIT Ebenheizer. Gereja cabang ini didirikan karena umat

membutuhkan rumah ibadat yang dekat. Gereja GMIT

Page 111: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

89

Ebenheizer sebagai gereja induk letaknya terlalu jauh bagi

masyarakat yang tinggal di Kaltari. Pada saat

pembangunan Gereja Jemaat Kaltari Osiloam, sebagai

gereja induk tidak berkontribusi apapun. Gereja dapat ber-

diri sepenuhnya melalui swadaya jemaat. Digunakan untuk

apakah dana Rp 5.000.000 itu? Menurut pengakuan Ketua

Majelis, uang itu digunakan untuk sertifikasi tanah gereja.

Masjid Nurul Jadid. Pemantauan lapangan mengung-

kapkan bahwa Masjid Nurul Jadid, Merdeka Babu,

Kecamatan Kupang Timur merupakan masjid yang sudah

selesai pembangunannya. Ukuran masjid tidak terlalu

besar, tetapi cukup indah, bersih dan asri. Menurut

beberapa orang informan, bahwa masjid mendapat bantuan

sosial dari Kementerian Agama RI sebanyak 2 kali, yaitu

dari Kanwil Kementerian Agama sebesar Rp 5.000.000 dan

dari Kementerian Agama Pusat sebesar Rp 48.250.000.

Kedua bantuan sosial tersebut diterima pada tahun 2009,

dengan rentang bulan yang berbeda.

Menurut keterangan salah satu informan, dana itu

telah dihabiskan untuk pembangunan masjid sebesar Rp

250.000.000. Selain mendapat dana dari Kementerian

Agama, mereka juga mencari donatur untuk penggalian

dana. Atas dorongan dan dukungan dari Kepala Polres se-

tempat, dan sekaligus sebagai dai, rehabilitasi masjid bisa

berjalan dengan lancar.32

32Wawancara dengan Abdullah (Ketua Pembangunan) dan Harun (Bendahara

Pembangunan).

Page 112: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

90

Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Bantuan sosial

untuk pemberdayaan wakaf produktif sebesar Rp

500.000.000,- diberikan kepada Yayasan Masjid Agung

Baiturrahman oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Ditjen

Bimas Islam. Bantuan sosial sebesar itu, rencananya, akan

dipergunakan untuk membangun rumah toko (ruko) seba-

nyak 8 unit di atas tanah wakaf milik Yayasan Masjid

Baiturrahman. Menurut informasi, pemberian bantuan

wakaf produktif ini tidak banyak melibatkan pihak Kanwil

Kementerian Agama secara institusional. Keterlibatannya

hanya sebatas pemberian informasi oleh salah seorang

pegawai yang kebetulan menjadi jamaah masjid, bahwa

ada program bantuan sosial dari Kementerian Agama

Pusat untuk pemberdayaan wakaf produktif.

Merespon informasi tersebut, pada 2006, pihak Ya-

yasan mengajukan proposal kepada Kementerian Agama

pusat. Proposal dipenuhi akhir tahun 2007 dan dana diteri-

ma tahun 2008. Setelah bantuan cair dan pihak Yayasan

menyepakati segala ketentuan yang ditetapkan Kementeri-

an Agama Pusat, dan siap diaudit oleh akuntan publik,

mereka segera membangun ruko dimaksud. Akan tetapi,

sampai bantuan secara keseluruhan habis terpakai, ruko

yang diidam-idamkan itu belum bisa diselesaikan.

Observasi terhadap lokasi memperlihatkan bahwa ruko

yang direncanakan berlantai 2 (dua) berjumlah 8 (delapan)

unit itu baru 40% selesai, bangunan yang sudah berdiri

baru bangunan lantai 1 (satu). Bentuk bangunan baru seba-

tas tembok dipelur sebanyak 8 ruang, belum dicat dan

sama sekali belum berlantai. Dari 8 ruang yang

Page 113: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

91

direncanakan baru 3 (tiga) ruang yang mempunyai pintu

besi. Menurut pengakuan Panitia pembangunan, bahan-

bahan bangunan yang bisa disimpan lama dan

kemungkinan harganya meningkat telah dibeli, seperti

keramik. Hanya saja belum bisa dipasang karena tidak ada

anggaran. Apabila anggaran tersedia, pasti keramik akan

cepat dipasang.

Ketika ditanyakan mengapa uang sebesar Rp

500.000.000,- tidak bisa digunakan untuk membangun ruko

sampai selesai, mereka memberikan jawabannya sebagai

berikut. Bahwa, estimasi harga yang mereka cantumkan

dalam proposal adalah ketika harga bangunan sebelum

mengalami kenaikan. Dengan membandingkan harga ruko

lain di dekat lokasi, mereka sangat yakin ruko bisa berdiri

dengan dana sebesar itu. Akan tetapi, ketika bantuan cair

di tahun 2007, estimasi harga tahun 2006 dipastikan gagal

total, disebabkan harga-harga barang bangunan sudah

melonjak naik.

Ketika ditanyakan, apakah dengan kenaikan harga

itu tidak ada upaya dari pihak Panitia untuk menego-

siasikan ulang kualitas dan kuantitas bangunan yang akan

dibangun, misalnya dari 8 unit menjadi 5 (lima) unit,

mereka menjelaskan sebagai berikut. Bahwa, mereka telah

berupaya melakukan negosiasi ke pihak Kementerian

Agama Pusat melalui pegawai yang datang meninjau

lokasi, bersikeras agar kualitas dan kuantitas bangunan

tidak dikurangi sebagaimana usulan proposal. Atas dasar

itu, mereka melakukan pembangunan. Mereka sebetulnya

Page 114: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

92

sudah berusaha mengurangi ukuran ruangan tetapi

hasilnya tidak begitu banyak membantu.

Informasi berbeda diperoleh dari pihak lain bahwa

pegawai Kementerian Agama pusat yang melakukan

peninjauan sudah memberikan masukkan agar bangunan

tidak perlu semuanya diselesaikan, tetapi cukup beberapa

unit saja yang penting selesai 100% sehingga siap

dipergunakan. Akan tetapi, pihak Panitia bersikeras akan

membangun sebanyak 8 unit. Ada upaya untuk

mengonfirmasikan informasi ini kepada pihak pusat tetapi

subyek yang dimaksud tidak bisa dihubungi. Sebab, dirasa

cukup riskan pula maka informasi ini hingga penelitian

selesai tidak dilakukan check dan recheck lebih lanjut.

Observasi menunjukan bahwa penyelesaian

bangunan ruko masih terus dilakukan kendati prosesnya

berjalan lambat. Pada saat observasi, ada sebuah ruangan

yang sedang dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Katanya, ada

pihak yang berminat menyewa ruangan tersebut untuk

pengembangan usaha dagang tetapi informasi tersebut

masih diragukan kebenarannya, sebab ruangan yang

dimaksud masih jauh dari harapan karena penyelesaian

ruangan itu masih memerlukan waktu yang cukup lama.33

Berapa dana yang sudah dikeluarkan selama ini? Me-

nurut surat laporan mereka yang ditujukan kepada

Direktur Pemberdayaan Wakaf per tanggal 31 Desember

2009, tercantum sebesar Rp 649.680.150,-. Dana tersebut

33Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir

(Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.

Page 115: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

93

terdiri atas bantuan Kementerian Agama Pusat sebesar Rp

500.000.000,- dan Rp 149.680.150,- dari pinjaman kas

Yayasan Masjid Agung Baiturrahman. Panitia selalu

melaporkan perkembangan pembangunan ruko kepada

Kementerian Agama pusat dengan harapan akan mendapat

bantuan kembali sebesar Rp 500.000.000,- s.d. Rp

600.000.000,- untuk menyelesaikan pembangunan ruko

tersebut. Apa yang dilakukan Panitia, terlepas harapan

mendapat bantuan kembali, kiranya patut dihargai karena

berarti memudahkan pihak pusat memantau bantuan yang

telah diberikannya. Selain itu, mereka juga masih ragu ten-

tang status bantuan yang diberikan kepada mereka itu,

apakah hibah atau pinjaman yang harus dikembalikan

setelah ruko mereka menghasilkan laba.34

Ketika ditanyakan untuk apa sesungguhnya ruko-

ruko itu dibangun, Panitia menjelaskan bahwa mereka

bercita-cita menjadikan ruko-ruko tersebut sebagai tempat

pusat penjualan perlengkapan busana muslim, kematian

dan penyewaan peralatan perayaan, sebagaimana yang

mereka lihat di komplek makam dan masjid Sunan Ampel,

Surabaya. Cita-cita tersebut cukup bagus tetapi tampaknya

tidak memper-timbangkan faktor budaya. Observasi

memperlihatkan bahwa sulit membandingkan antara lokasi

ruko dengan komplek makam dan masjid Sunan Ampel.

Lokasi ini merupakan tempat yang bersejarah di mana

sejak lama menjadi pusat ziarah umat Islam. Jumlah

peziarah tiap hari bisa ratusan dan pada hari-hari tertentu

34Wawancara dengan Mandarlangi Pua Upa (Ketua) dan Samsuddin Amir

(Sekretaris) Nazhir Wakaf Yayasan Masjid Agung Baiturrahman Perumnas Kupang.

Page 116: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

94

bisa ribuan orang, atau bahkan mungkin mencapai jutaan

orang. Peziarah ditengarai datang dari berbagai penjuru

tanah air. Sebagai pusat kehadiran orang, maka sentra-sen-

tra ekonomi rakyat pun tumbuh dan berkembang dengan

sendirinya.

Sedangkan, lokasi wakaf produktif---terlepas lokasi-

nya yang memang tergolong bukan di pinggir jalan raya---

tidak mempunyai nilai sejarah apapun yang membuat ma-

syarakat muslim tertarik untuk mengunjungi tempat terse-

but. Lokasi yang terletak di pinggiran Perumnas Nofonaek

tersebut, hanya ada sebuah masjid yang didirikan oleh Ya-

yasan Muslim Pancasila, yang diberi nama Masjid Agung

Baiturrahman. Jamaah masjid tersebut sebagian besar dari

penghuni komplek Perumnas yang beragama Islam, yang

secara kebetulan juga bukan penghuni mayoritas. Keterli-

batan mereka dalam aktivitas masjid pun tampaknya tidak

terlalu intens.

Hal tersebut setidaknya dapat disimpulkan dari tidak

tumbuhnya gairah berwakaf di kalangan umat Islam

sekitar masjid. Dari informasi yang diperoleh, Panitia tidak

terlalu intens mengajak masyarakat untuk gemar berwakaf,

dengan menjadikan bantuan sosial dari Kementerian

Agama pusat sebesar Rp 500.000.000,- tersebut sebagai

momentumnya. Ada kemungkinan, suasana persaingan

antarumat beragama di tempat tersebut tidak terlalu kuat.

Umat Islam masih menenggang rasa untuk tidak lebih

menonjol dibandingkan umat beragama lain, karena

dikhawatirkan akan terjadi gesekan yang mengganggu

kerukunan umat beragama.

Page 117: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

95

Masjid Al-Akbar Camplong. Masjid ini terletak di

pinggir jalan yang ramai, di lingkungan mayoritas umat

Kristen. Kondisi masjid masih sangat jauh dari sempurna.

Kendati bisa untuk dijadikan tempat beribadat, tetapi

sekeliling tempat ibadat ini masih dipasang peralatan

bangunan. Tempat berwudhu dan kamar mandi masih

dalam keadaan darurat. Mereka yang ingin beribadat di

masjid tersebut harus sudah dalam keadaan suci sejak dari

rumah. Melihat kondisi fisik bangunan, tampaknya masih

memerlukan waktu lama dan dana cukup besar untuk

menyelesaikan pembangunan masjid.

Masjid Nabawi, Desa Reknamo, terletak di daerah

terpencil. Masjid ini jauh dari jalan raya. Umat Islam yang

tinggal di dekat masjid tersebut hanya berjumlah 4 KK.

Masjid cukup besar dan permanen kendati tampak belum

sempurna. Tempat untuk wudhu belum tersedia. Namun

demikian, tempat untuk melakukan ibadat sudah cukup

memadai. Masjid terletak di dekat lingkungan masyarakat

Kristen, baik penduduk asli Kabupaten Kupang atau bekas

pengungsi Timor Timur yang beragama Katolik. Karena

kondisi bangunan yang besar dan permanen, ternyata me-

nimbulkan kecemburuan di kalangan nonmuslim. Mereka

tidak bisa terima masjid sebesar itu hanya dimanfaatkan

oleh umat Islam yang sangat sedikit jumlahnya. Namun,

setelah melalui musyawarah yang cukup intens keinginan

tersebut tidak diteruskan dan masalah berakhir dengan

damai.

Keberadaan masjid ini belum memberikan manfaat

sosial apapun kepada masyarakat muslim karena

Page 118: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

96

tempatnya yang sangat jauh dari keramaian, kecuali jika

tempat itu sudah menjadi konsentrasi penduduk beragama

Islam. Masjid ini menerima bantuan langsung dari Menteri

Agama RI. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa

sebenarnya bukan Masjid Nabawi yang akan menerima

bantuan sosial tetapi Masjid Al-Jihad yang terletak di tem-

pat lain. Namun, konon atas petunjuk Menteri Agama, alo-

kasi bantuan sosial itu dialihkan kepada Masjid Nabawi.35

Berdasarkan elaborasi di atas diperlukan sebuah ana-

lisis dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai ber-

ikut, di antaranya: apakah implementasi program bansos

dilaksanakan sesuai dengan petunjuk; apakah fasilitas dan

sumberdaya digunakan dalam program secara optimal dan

bagaimana derajat manfaat atau keuntungan yang ditetap-

kan dalam program; apakah manfaat nyata dari program

dapat dinikmati oleh sekelompok sasaran; apakah program

menghasilkan outcomes yang diharapkan atau tidak; dan

lain-lain.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan guna men-

jawab terpenuhinya empat fungsi yang hendak dicapai me-

lalui penelitian ini, yaitu: (1) Eksplanasi. Melalui evaluasi

dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat

dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan

antarberbagai dimensi realitas yang diamatinya; (2) Ke-

patuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan

yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun

pelaku lain sesuai dengan standar dan prosedur yang

35Informasi dari Mukhtar Ilyas, mantan Direktur Urusan Agama Islam.

Page 119: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

97

ditetapkan; (3) Auditing. Melalui evaluasi dapat diketahui

apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok

sasaran maupun penerima lain (individu, keluarga, dan

organisasi); (4) Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui

apakah akibat sosial-keagamaan dari kebijakan program

bansos tersebut.

Implementasi program bantuan sosial Kementerian

Agama yang didasarkan kepada suatu ketentuan yang

telah dibuat sebelumnya merupakan satu langkah bagus

untuk menghindari sekecil mungkin penyimpangan, baik

yang dilakukan oleh pihak birokrasi maupun masyarakat.

menghindari sedini mungkin penyimpangan terhadap

adanya ketentuan tersebut merupakan salah satu ciri khas

implementasi kebijakan yang menggunakan strategi top-

down. Ciri khas lainnya adalah adanya konsistensi

implementor dan target group dengan keputusan yang

dibuat, diketahuinya faktor-faktor yang potensial mempe-

ngaruhi upaya pencapaian sasaran dan tujuan yang telah

ditetapkan, dan bagaimana kebijakan dapat diperbarui

berdasarkan pengalaman pelaksanaannya.

Dari beberapa implementasi bantuan sosial di atas

ada beberapa catatan yang mungkin bisa direnungkan

berdasarkan analisis Hogwood dan Gunn (1993) yang

menemukan bahwa ada 9 sebab mengapa tidak pernah

tercapainya pelaksanaan suatu kebijakan secara sempurna,

di antaranya:

Pertama, tidak ada dukungan lingkungan eksternal

yang dibutuhkan pelaksana untuk mengatasi kendala di

lapangan, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf

Page 120: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

98

produktif. Dalam kasus ini, jamaah sekitar lokasi

pembuatan ruko tampaknya tidak terlalu peduli dengan

keberadaan ruko. Stimulus Rp 500.000.000 ternyata tidak

membangkitkan semangat berwakaf jamaah masjid dan

umat Islam sekitarnya. Program pemberdayaan wakaf

produktif pada akhirnya hanya menjadi kegiatan pribadi

para nazhir.

Kedua, tidak tersedianya waktu dan sumber dukung-

an yang memadai untuk melakukan usaha mencapai sasar-

an yang ditetapkan, misalnya upaya pemberdayaan ekono-

mi umat oleh Delsos Keuskupan Agung Kupang. Kegiatan

seperti ini mestinya dilakukan secara rutin setiap tahun

untuk beberapa kali kegiatan, karena hal tersebut dapat

mempercepat proses pengentasan kemiskinan. Kasus ini

juga merupakan contoh kasus yang baik untuk sebab

Ketiga, yaitu tidak memadainya sumberdaya manusia

dan sumberdaya alam yang sifatnya saling mendukung.

Kondisi alam yang gersang membuat pilihan untuk usaha

masyarakat pun menjadi sangat terbatas.

Keempat, sasaran yang hendak dicapai tidak disusun

dalam satu rangkaian tindakan yang sistematis dan

terencana, misalnya dalam kasus pemberdayaan wakaf

produktif dan kasus Masjid Nabawi. Pada kasus wakaf

produktif, tampaknya tidak dipikirkan upaya untuk

melakukan tindakan prioritas pembangunan pasca naiknya

harga-harga barang bangunan atau kemungkinan

dukungan masyarakat terhadap kelangsungan pembangu-

nan. Sedangkan untuk kasus Masjid Nabawi, faktor

sosiologis ternyata berpengaruh terhadap nilai manfaat

Page 121: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

99

bantuan sosial yang diberikan. Apabila bantuan sosial

terhadap masjid ini direkomendasikan oleh Menteri

Agama, maka mestinya Menteri Agama bisa diyakinkan

tentang kemungkinan ketidak efektifan bantuan sosial

tersebut, selain juga bertentangan dengan Peraturan Bersa-

ma Menteri Agama No. 9 dan 8 Tahun 2006, karena tidak

memenuhi unsur kebutuhan nyata sungguh-sungguh dan

batas minimal pengguna serta pendukung.

Dampak positif yang diharapkan dari pemberian

bantuan sosial tidak terwujud ketika implementor tidak

membuat keputusan sehingga dapat mengurangi manfaat

dana bantuan sosial, misalnya dalam kasus pemberian

bantuan terhadap GMIT Yesu-Salimana yang hanya

mendapat Rp 25.000.000 dari usulan Rp 75.000.000.

Page 122: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

100

Page 123: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

101

Berdasarkan elaborasi di atas, maka dapat disarikan

beberapa kesimpulan berikut.

1. Dalam penyelenggaraan bantuan sosial, Kementerian

Agama Pusat dan Kanwil Kementerian Agama telah

menetapkan prosedur operasi yang standar (Standard

Operating Procedures atau SOP) dalam wujud pedoman

atau petunjuk pelaksanaan yang telah dibuat sebelum-

nya. Pedoman atau petunjuk pelaksanaan itu secara

garis besar berisi hak dan kewajiban penerima bantuan

sosial. Pembuatan ketentuan ini dalam rangka

menghindari sedini tingkat penyimpangan, baik yang

dilakukan oleh birokrat maupun masyarakat. Dalam

rangka memenuhi asas transparansi, efek, dan

akuntabilitas publik, Kanwil Kementerian Agama RI

telah mengomunikasikan program bantuan itu kepada

masyarakat dengan cara mengirim surat pemberitahuan

kepada Kanwil Kementerian Agama RI daerah tentang

adanya bantuan sosial, bagaimana mempertanggung-

jawabkannya, dan pemanfaatannya. Dalam kasus di

NTT, ketidakadaan SOP dan pemberitahuan kepada

masyarakat terkait program hanya dilakukan oleh

Penutup 4

Page 124: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

102

Bidang Urusan Agama Islam, dengan alasan telah rutin

dilakukan dan diketahui masyarakat.

2. Implementasi bantuan sosial oleh Kanwil Kementerian

Agama RI, mulai tahap pengusulan proposal dan pene-

tapan implementor yang akan penerima bantuan sosial

tetap memperhatikan skala prioritas, kebutuhan, ling-

kungan, dan budaya masyarakat. Hal tersebut tepat

untuk menghindari menurunnya nilai pemanfaatan

dana bantuan sosial yang diakibatkan faktor lingkungan

dan budaya, sebagaimana yang dilakukan Kementerian

Agama RI pusat dalam kasus pemberdayaan wakaf

produktif dan Masjid Nabawi. Implementasi bantuan

sosial juga mempertimbangkan asas pemerataan,

kendati dalam praktiknya tidak selalu konsisten. Ada

beberapa target yang mendapatkan bantuan sosial

kemungkinan menerima lebih dari satu kali untuk

tujuan yang sama atau kegiatan yang berbeda tetapi

untuk kurun waktu yang sama. Hal tersebut bisa terjadi

karena lemahnya perencanaan atau pengawasan (mo-

nitoring), misalnya pengawasan tidak banyak dilakukan

oleh Kementerian Agama Pusat dan Kanwil

Kementerian Agama.

3. Dampak sosial keagamaan yang diharapkan belum

begitu tampak, kecuali terjadi di Masjid Nurul Jadid,

yaitu dapat menggairahkan jamaah masjid untuk

menyumbang pembangunan masjid, dan Delsos

Keuskupan Agung Kupang, yaitu mampu melipatkan

modal bergulir sehingga dapat diberikan kembali

kepada anggota yang lain. Keberhasilan kedua tempat

Page 125: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

103

mengoptimalkan bantuan sosial tersebut lebih pada

faktor disposisi implementor di mana mereka bekerja

atas dasar kejujuran, kebersamaan, dan keinginan keras

untuk melakukan perubahan. Faktor lingkungan ternya-

ta memberikan andil cukup besar bagi keberhasilan dan

kegagalan program bantuan sosial, sebagaimana dalam

kasus wakaf produktif.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka beberapa

rekomendasi yang dapat disampaikan adalah:

1. Mengetatkan persyaratan dan pengawasan pemberian

bantuan sosial untuk bantuan yang jumlah nominalnya

besar.

2. Memberikan pendampingan terhadap bansos yang

bersifat pemberdayaan masyarakat.

3. Mempertimbangkan faktor kondisi keagamaan dan bu-

daya masyarakat dalam pemberian bantuan sosial untuk

meminimalisir dampak negatif.

4. Meningkatkan koordinasi antara Kementerian Agama RI

Pusat dan Kanwil Kementerian Agama Propinsi/

Kabupaten/Kota dan daerah.

5. Meningkatkan transparansi pemberian dan pengelolaan

bantuan sosial, baik pemerintah maupun masyarakat.

Page 126: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

104

Daftar Pustaka

Abidin, Said Zainal. Kebijakan Publik (Jakarta: Suara Bebas,

2006).

Denzin, Norman K. & Lincoln, Yvonna S. Handbook of Quali-

tative Research (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

Ekowati, Mas Roro Lilik. Perencanaan, Implementasi dan

Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian Teoritis

dan Praktis (Surakarta: Pustaka Cakra, 2009).

Indiahono, Dwiyanto. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic

Policy Analysis (Yogyakarta: Gava Media, 2009).

Kompilasi DIPA Satuan Organisasi/Kerja Departemen Agama

Tahun 2008, Inspektur Wilayah I (Jakarta: Inspektorat

Jenderal, 2009).

Nugroho, Riant. Public Policy (Jakarta: Elex Media Kompu-

tindo, 2008).

Kementerian Agama RI, Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan No-

mor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Keru-

kunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2006).

Subarsono, A.G. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan

Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).

Page 127: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

105

Suharto, Edi. Analisis Kebijakan Publik (Bandung: Alvabeta,

2005).

Rencana Strategis Kementerian Agama RI 2010-2014 (Jakarta:

Kementerian Agama RI, 2010).

Page 128: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

106

Page 129: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

107

Muchtar Ilyas & Zaenal Abidin

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan Ormas

Keagamaan di Jawa Timur

Page 130: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

108

Page 131: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

109

Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Jawa Timur memberi bantuan langsung kepada

FKUB Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 30.000.000,- dan 14

FKUB kabupaten/kota masing-masing sebesar Rp.

25.000.000,-. Ditahun 2009 besarnya bantuan sama, antara

FKUB provinsi dengan 13 FKUB kabupaten/kota. Program

bantuan diperuntukan operasionalisasi kegiatan FKUB.

Mengingat terbatas bantuan maka FKUB kabupaten/kota

dilakukan secara bergilir. Provinsi Jawa Timur mempunyai

36 kabupaten/kota, maka setiap FKUB baru menerima

akan bantuan operasional 3 tahun sekali. Bantuan

operasional menurut salah seorang informan lebih baik jika

diberikan secara merata ke seluruh FKUB kabupaten/kota,

sehingga dapat membantu kelancaran kegiatan

operasionalnya.

Pada tahun 2009 Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Jawa Timur, melalui Pembimas Kristen

memberikan bantuan kepada Lembaga Pengembangan

Implementasi

Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial

1

Page 132: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

110

Pesparawi Daerah (LPPD) Jawa Timur sebesar Rp.

50.000.000,- Bantuan tersebut dipergunakan untuk

mencetak Buku Panduan Pesta Paduan Suara Gerejawi

(Pesparawi). Tahun 2008 Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Jatim memberi bantuan kepada Lembaga

Keagamaan Buddha kabupaten/kota berupa sarana

keagamaan, buku pelajaran agama masing-masing sebesar

Rp. 5.000.000,-. Diberikan kepada 6 vihara.

Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan

Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi bantuan

rumah Ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur,

penelitian tiga rumah ibadat yaitu satu gereja, satu masjid

dan satu musholla, serta tiga ormas keagamaan.

Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI)

Gereja Kristen Al Kitab Indonesia (GKAI) beralamat

di RW. 04 Kel. Pakis Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.

Gereja ini mempunyai Jamaat sebanyak 15 Kepala Keluarga

(KK), 31 orang, dalam menggunakan bangunan milik

Yayasan Berita Hidup (sekolah TK dan SD Kristen)

melaksanakan ibadah. Kebaktian dilakukan terlebih dahulu

dalam ruang kelas, dengan cara memindahkan peralatan

sekolah.

Pada tahun 2008 mendapat bantuan dana dari

Ditjen Bimas Kristen sebesar Rp. 20.000.000,-. Pada waktu

bantuan sudah diterima Pdt. Sadrach Kadisan memberi-

tahukan kepada seluruh jamaah bahwa gereja yang

dipimpin mendapat bantuan dan akan digunakan untuk (1)

Page 133: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

111

pemasangan atap dari asbes, plafon dan perbaikan lantai

yang keramiknya rusak seluas 8x8m2, yang merupakan

sebagian dari gedung; (2) pengadaan tape recorder untuk

sekolah minggu, (3) pengadaan mimbar gereja, (4)

pengadaan keyboard, dan over head projector (OHP). Seluruh

bukti penggunaan uang sudah dikumpulkan, namun

sebelum dikirimkan ke Ditjen Bimas Kristen penerima

bantuan Pdt. Sadrach Kadisan meningal dunia, sehingga

pertanggungjawaban keuangan tidak dikirimkan ke

Kementerian Agama.

Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang, Kecamatan Tembelang,

Jombang

Musholla Al Fatah mulai dibangun sejak awal tahun

2008 diatas tanah wakaf milik perserikatan Muhamma-

diyah Jombang. Luas tanah + 400m2 bangunan 150m2.

Kegiatan Mushola Al Fatah adalah melaksanakan jamaah

sholat 5 waktu; setiap dua minggu sekali menyeleng-

garakan pengajian magrib sampai isya’; setiap Jum’at Legi

setelah sholat Isya’ diadakan ceramah agama dengan

penceramah dari luar daerah; setiap malam bulan

ramadhan diselenggarakan sholat tarawih dan ba’da magrib

sampai isya’ belajar membaca Al Qur’an kelompok ibu-ibu.

Panitia Pembangunan Musholla Al Fatah Desa Pulo

Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang tahun 2008

mengajukan proposal permohonan bantuan sosial ke

Kementerian Agama Pusat di Jakarta namun kebijakan

tidak berhasil memperoleh bantuan. Tahun 2009 panitia

kembali mengajukan proposal melalui warga Jombang

yang bekerja di Kementerian Agama Pusat dan berhasil

Page 134: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

112

mendapat bantuan sebesar Rp. 48.000.000,-. Pencairan uang

dilakukan bulan September 2009 melalui rekening Bank

BRI atas nama Masjid Al Fatah, namun setelah bantuan

diterima panitia diminta untuk mengirim uang sebesar

Rp.18.000.000,- kepada orang yang membantu atas

berhasilnya menerima bantuan. Dia beralasan bahwa uang

tersebut akan digunakan untuk membantu musholla lain

yang berada di Jombang. Dana bantuan sebesar Rp.

30.000.000,- itu selanjutnya dipergunakan untuk

pemasangan keramik, mengecat tembok, plester dan

sebagian digunakan untuk memperindah pintu dan

jendela. Menurut panitia pembangunan Musholla Al Fatah.

Bantuan sosial yang diterima, setelah dimanfaatkan untuk

menyempurnakan bangunan ternyata tidak mencukupi

karena bantuan sosial yang diberikan kepada Musholla Al

Fatah, mengatas namakan Masjid Al falah maka bantuan

sebesar Rp. 48.250.000,-, yang seharusnya hanya mendapat

bantuan rehabilitasi sebesar Rp. 19.296.000,-. Sehingga

harus dirubah menggunakan kata masjid menjadi

musholla, sehingga dengan itu menjamin terlaksananya

peraturan dan pertanggungjawaban bantuan ternyata

masih sangat lemah.

Masjid Al Hasan, Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang,

Jombang

Masjid Al Hasan dibangun di atas tanah 800 m2 luas

bangunan sekitar 400m2. Pada dasarnya masjid terbuka

bagi masyarakat Islam yang ingin menggunakannya.

Namun, pada kebanyakan masjid bisa dilihat dari basis

pendukungnya yang mempunyai orientasi faham

Page 135: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

113

keagamaan tertentu, seperti Nahdlatul Ulama (NU)

khususnya di wilayah di Jombang.

Masjid berbasis masyarakat NU umumnya

menampilkan ciri tradisional terutama dalam arsitekturnya

(Barliana, 2004), yang memiliki beberapa ciri sebagai

berikut:

1. Bentuk dasar denah “tradisional Jawa” persegi empat

(dalam arti fisik maupun simbolik);

2. Sinkretisme36 dan eklektisisme37 dalam penataan ruang,

bentuk, dan fungsi;

3. Adanya orientasi kosmologis dan mistis;

4. Komposisi dan konfigurasi simbolik;

5. Penggunaan material tidak diterapkan mengikuti kaidah

teknologik38; gaya/langgam arsitektur masjid mengikuti

langgam tradisional seperti bentuk atap tajug atau

pemakaian kubah berlanggam Timur Tengah/Pan

Arabian berdasar persepsi umat Islam tentang “ciri”

arsitektur masjid, dan lain-lain.

6. Dari segi transformasi bentuk, tampak bahwa perubahan

bentuk masjid bersifat inkremental;

36Sinkretisme merupakan upaya untuk penyesuaian pertentangan perbedaan

kepercayaan, umumnya dalam praktek berbagai aliran berpikir. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain.

37Eklektisisme bisa diartikan sebagai upaya seseorang untuk membentuk suatu perpaduan dari berbagai unsur agama atau mazhab tertentu.

38Penggunaan material untuk konstruksi beton bertulang misalnya, tidak berdasarkan perhitungan rasional, tetapi berdasarkan intuisi dan pengalaman tukang; tak ada standarisasi, dll.

Page 136: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

114

7. Bentuk masjid tumbuh dan berkembang tanpa skenario

dengan tempelan ruang dan bentuk yang tidak selalu

menyatu dengan bentuk asal; dan lain-lain.

Pada dasarnya karakteristik Masjid Al Hasan tidak

jauh berbeda dengan karakteristik masjid-masjid NU

lainnya di Indonesia. Bangunan permanen berbentuk

persegi empat “tradisional Jawa” dengan posisi

menyesuaikan diri dengan arah kiblat. Bangunan masjid

terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam masjid dan

bagian teras, ditambah halaman yang relatif luas. Atap

masjid berbentuk limas segi empat terdiri dari dua tingkat,

sebagai perwakilan bentuk atap rumah dalam budaya

Jawa. Pada bagian atap tengah mengerucut ke atas, dihiasi

dengan kubah untuk menegaskan bahwa status bangunan

tersebut sebagai sebuah masjid. Bangunan masjid

dilengkapi sebuah menara, dengan kubah berlanggam

Timur Tengah/Pan Arabian menyerupai bawang di

atasnya, sebagai tempat pengeras suara. Bentuk bangunan

sejauh ini menegaskan adanya sinkretisme antara

kebudayaan Timur Tengah dengan budaya Jawa.

Ciri khas tradisional Jombang sebagai basis kaum

Nahdhliyin sangat mewarnai karakteristik Masjid Al

Hasan, yaitu keberadaan kolam untuk mencuci kaki

sebelum memasuki bagian teras, serta sebuah bedug besar

yang dipukul dengan irama tertentu sebelum azan

berkumandang. Kolam untuk mencuci kaki diperlukan

mengingat sebagian besar masyarakat adalah petani yang

sehari-hari bergelut dengan lumpur persawahan. Para

petani dapat langsung ke masjid setelah mendengar suara

Page 137: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

115

bedug berkumandang, dan membersihkan kakinya

sebelum masuk ke dalam masjid.

Ciri khas yang sama tampak pada Masjid Jami’

Baitul Mukminin yang biasa disebut Masjid Agung

Kabupaten Jombang. Ini berlokasi di sebelah barat alun-

alun kota Jombang. Bentuk tersebut kemungkinan besar

sengaja diadopsi oleh Masjid Al Hasan, yang berada

kurang lebih tiga kilometer dari pusat kota Jombang.

Rencana awal mula pembangunan Masjid Al Hasan

hanya untuk merehab bangunan masjid, namun setelah

dibentuk panitia mereka membuat rencana untuk

memperluas bangunan masjid dan membuat menara.

Perubahan bentuk bangunan masjid itu terus berjalan tanpa

perencanaan yang pasti, hal ini menyebabkan ruang dan

bentuk masjid menjadi berbeda dengan bentuk asalnya.

Sejarah awal terbentuknya kepengurusan masjid Al Hasan,

sudah dibentuk kepanitiaan pembangunan terdiri dari

Ketua, Sekretaris, Bendahara dan bagian teknis yang

bertanggung jawab secara langsung proses pelaksanaan

pembangunan. Kepanitiaan ini mengelola seluruh dana

pembangunan masjid.

Bantuan sosial diterima panitia pembangunan dari

Kementerian Agama sebesar Rp 50.000.000,- Hal yang unik

dalam penerimaan dana bantuan ini adalah penggunaan-

nya tidak bedannya untuk pembangunan satu masjid,

tetapi dibagi menjadi empat untuk membangun masjid

pada empat desa, yaitu:

Page 138: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

116

1. Masjid Al Hasan, Desa Kunto memperoleh bantuan

sosial sebesar Rp 20.000.000,- dana bantuan

dipergunakan untuk memperbaiki lantai bagian dalam

masjid yang menggunakan keramik berbahan granit,

perbaikan enternit dan untuk membuat mimbar.

Gambar 1:

Masjid Al Hasan dalam proses pengembangan

2. Desa Pesantren memperoleh bantuan sebesar Rp

10.000.000,- dipergunakan untuk membangun kembali

sebuah masjid.

3. Desa Tembelang memperoleh sebesar Rp 10.000.000,-

dimanfaatkan untuk merenovasi masjid.

4. Desa Tampingan memperoleh sebesar Rp 10.000.000,-

dipergunakan untuk merenovasi masjid.

Page 139: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

117

Pembagian dana bantuan sosial semacam itu

berdasarkan atas hasil musyawarah masyarakat setempat,

karena desa yang berdekatan itu masing-masing

membutuhkan dana untuk membangun masjid di

daerahnya. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi

kecemburuan antardesa, walaupun begitu jika hal tersebut

dihubungkan dengan pertanggunjawaban keuangan satuan

kerja pemberi bantuan sebenarnya tidak bisa diterima.

Langkah yang ditempuh pengurus Masjid Al Hasan

dengan membagikan bantuan Kementerian Agama RI

terhadap tiga desa lainnya, ternyata membawa berkah

yaitu memperoleh tambahan dana dari masyarakat dengan

menyumbang langsung melalui panitia pembangunan

masjid. Dana dari sumbangan masyarakat yang terkumpul

mencapai Rp 80.000.000,- lebih. Pengumpulan dana

dilakukan melalui berbagai cara adakalanya menyumbang

datang sendiri menyerahkan uang ke bendahara,

khususnya melalui infak, sedekah menjelang hari raya Idul

Fitrih, dan pelaksanaan sholat Jumat.

Pengelolaan dan pemanfaatan dana secara rutin

dilaporkan kepada masyarakat menjelang sholat Jumat.

Meskipun masih menggunakan sistem pencatatan sesuai

prinsip akuntansi dan terkesan masih tradisional, namun

rincian penggunaan, bukti-bukti penerimaan dan penge-

luaran dicatat, dan tersimpan secara baik. Pengawasan

pemanfaatan dana dilakukan secara internal oleh

bendahara. Masyarakat ikut melakukan pengawasan.

Pembangunan Masjid Al Hasan tidak memiliki donatur

besar (bos), ada hanyalah beberapa orang donatur tetap

Page 140: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

118

yang sumbangannya bervariasi. Pemanfaatan dana bantuan

Masjid Al Hasan dipisahkan dari operasional harian

masjid.

Gambar 2 Buku Rincian Pengeluaran dan Bukti-bukti transaksi

Seluruh pekerjaaan pembangunan Masjid Al Hasan

dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama

dikoordinir oleh Subadi selaku bendahara panitia

pembangunan masjid. Pemanfaatan dana umumnya masih

sesuai perencanaan sebelumnya walaupun ditemukan ada

beberapa penyesuaian.

Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama (PAC NU) Tembelang

Jombang

Bantuan sosial Kementerian Agama RI pada tahun

2008 terhadap Pengurus Anak Cabang Nahdlatul Ulama

Jombang memperoleh sebesar Rp. 60.000.000.,- untuk

menyelenggarakan Pelatihan Hisab dan Rukyat bekerja-

sama Pondok Pesantren (Ponpes) Bahrul Ulum Tambak-

beras, Jombang. Berdirinya ormas Nadhlatul Ulama

Page 141: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

119

diprakarsai oleh KH. Hasyim ‘Asy’ary, yang menjadi cikal

bakal berdirinya 6 pondok pesantren besar, yaitu Pondok

Pesantren (Ponpes) Darul ‘Ulum Rejoso, Ponpes Maba’ul

Ma’arif Denanyar, Ponpes Bahrul ‘Ulum Tambakberas, dan

Pondok Pesantren Tebu Ireng Cukir. Keempat pondok

pesantren tersebut merupakan basis dari kaum Nahdhliyin.

Selain Ormas NU, Jombang juga merupakan basis Lembaga

Dakwah Islam Indonesia (LDII).seperti, Ponpes Maj’mal

Bahrain Ploso merupakan pondok pesantren Sidiqiyah dan

Ponpes Pesantren Gading Mangu Perak.

Untuk mengelolah dana bantuan PAC NU

membentuk kepanitiaan, yang terdiri dari: Ketua,

Bendahara, Sekretaris dan seksi-seksi. Kegiatan Pelatihan

Hisab dan Rukyat merupakan bagian dari program kerja

PAC NU Tembelang. Bantuan yang diterima sebesar Rp

60.000.000,- sesuai kuitansi tanda terima. Bantuan tersebut

lebih besar dari proposal yang diajukan sebesar Rp

50.000.000,-. Dana bantuan dimanfaatkan untuk melaksana-

kan pelatihan selama 4 hari, 1 hari di Tanjungkodok,

Lamongan. Peserta pelatihan berjumlah 55 orang, namun

hanya dilaksanakan 25 orang (5 orang Muhammadiyah dan

20 orang ormas NU). Setiap tiga bulan NU Jombang

melakukan kajian hisab rukyat, tempat penyelenggaraan

dan pemberi materi dilaukan secara bergantian.

Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB) Jawa Timur

Lembaga Pembinaan Keagamaan Buddha (LPKB)

Jawa Timur berdiri sejak Oktober 2008 dibentuk berdasar-

kan Akta Notaris dan terdaftar di Kementerian Hukum dan

HAM. Susunan diketuai oleh seorang Guru Agama Buddha

Page 142: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

120

pada sekolah swasta didampingi oleh pegawai Pembimas

Buddha Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur

selama 2 tahun. Aktivitas LPKB Jatim menggunakan dana

bantuan murni (100%) dari Ditjen Bimas Buddha. Bantuan

diberikan Kementerian Agama bukan sebagai stimulus,

namun berupa bantuan utuh digunakan untuk melaksana-

kan beberapa kegiatan Lembaga Pembinaan Keagamaan

Buddha (LPKB).

Bantuan Ditjen Bimas Buddha kepada LPKB tahun

2008 sebesar Rp. 110.000.000,- digunakan untuk melakukan

empat kegiatan, yaitu: sosialisasi PBM, pembinaan guru

sekolah minggu, pembinaan tokoh rohaniawan, pembinaan

pengurus rumah ibadat, pengadaan ATK dan pengadaan

laptop. Pada tahun 2009 bantuan yang diterima LPKB

sebesar Rp. 125.000.000,- digunakan untuk melaksanakan 4

kegiatan yaitu: orientasi 40 guru sekolah minggu Buddhis

selama 3 hari, orientasi 40 orang pengelola sekolah minggu

selama 1 hari, pengadaan ATK, dan pengadaan monitor

komputer, serta pengadaan peralatan yang dibeli dari dana

bantuan berupa laptop dan monitor komputer digunakan

untuk keperluan unit kerja Pembimas Buddha Kanwil

Kementerian Agama Provinsi Jatim.

Dengan begitu bansos yang diberikan kepada LPKB

tahun 2008 dan 2009 merepresentasikan bentuk kegiatan

Pembimas Buddha Kanwil Kemag Provinsi Jatim Ditjen

Bimas Buddha. Untuk menjamin terlaksananya peraturan

dan pertanggungjawaban, sebaiknya anggaran Ditjen

Bimas Buddha dipindahkan menjadi anggaran Pembimas

Buddha Provinsi Ditjen Bimas Buddha atau kegiatan

Page 143: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

121

swakelola, namun dalam pelaksanaanya diserahkan ke

Pembimas Buddha di masing-masing provinsi.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Jawa

Timur

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi

Jawa Timur dipimpin oleh H. Endro Siswantoro,

pembangunan gedung Sekretariat FKUB Provinsi Jatim

terletak di lingkungan Kanwil Kemag Provinsi Jatim

sampai sekarang belum selesai. Untuk itu, sementara FKUB

berkantor di Islamic Center Jl. Raya Dukuh Kupang 122-124

Surabaya. FKUB Provinsi Jatim banyak melaksanakan

kegiatan pemberdayaan umat bekerjasama dengan

berbagai instansi pemerintah (pemprov dan pemkab/kota).

Kegiatan tersebut antara lain: sarasehan Kerukunan Umat

Beragama (KUB) bekerjasama dengan Pemkot Batu;

seminar tentang nilai pluralitas dalam demokrasi di STAIN

Pamekasan diikuti oleh STAIN sewilayah Madura dengan

tema “Pengembangan Nilai-nilai Pruralitas Dalam Rangka

Demokrasi”; Pertemuan Pemuka Agama Dalam Rangka

Mendukung Program Kependudukan dan Keluarga

Berencana; dan pertemuan dengan 30 LSM pemerhati KUB

yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Anti

Kekerasan (JAMAK), serta penerbitan Buletin FKUB Prov

Jatim sejak 2010.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi

Jatim pada tahun 2008 mendapat bantuan dari Pusat

Kerukunan Umat Beragama (PKUB) sebesar Rp.

15.000.000,- dan tahun 2009 menerima bantuan sebesar Rp.

20.000.000,-. Dana bantuan digunakan untuk menunjang

Page 144: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

122

kegiatan rutin, dan transpot pegawai dan honor 1 orang

Rp. 250.000,- per bulan. Bantuan juga digunakan untuk

honor dan uang sidang pengurus sebanyak 12 kali untuk 21

orang dalam setahun. Dari bantuan tersebut 4 kali dibiayai

dari dana tersebut sekali sidang pengurus mendapat honor

Rp. 100.000,-. Selain itujuga digunakan untuk konsumsi,

ATK, dan penggandaan (foto copy). Materi sidang FKUB

sebanyak 12 kali dalam setahun antara lain adalah:

1. Pembahasan permasalahan FKUB kabupaten/kota;

2. Penyusunan program kunjungan ke kabupaten/kota;

3. Sosialisasi hasil kongres;

4. Penyiapan draf surat ke Makamah Agung 11 Februari

2010 yang mendukung agar UU PNPS I/Tahun 1965

dilakukan 3 kali sidang.

Pada akhir tahun 2008, ketika waktu Ketua FKUB

Kabupaten Jombang bertugas ke Jakarta, diberi tahu Pusat

Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama agar

membuat proposal untuk memperoleh bantuan biaya

operasional dan FKUB Bantuan PKUB tersebut baru masuk

ke rekening FKUB tanggal 17 Desember 2009 sebesar Rp.

20.000.000,-. Selain itu FKUB menerima bantuan dana pula

dari Kanwil Kementerian Agama dan Pemprov Jatim. Pada

tahun yang sama Kanwil Kementerian Agama memberi

bantuan kepada FKUB Provinsi Jatim sebesar Rp.

30.000.000,-. Bantuan itu digunakan untuk biaya

operasional FKUB.

Dengan semikian pada tahun itu FKUB Provinsi

Jatim menerima biaya operasional dari 2 satuan kerja di

Kementerian Agama, dari PKUB dan Kanwil Kementerian

Page 145: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

123

Agama Provinsi Jatim. FKUB juga melakukan kerjasama

dengan berbagai instansi pemerintah provinsi, perguruan

tinggi dan pemerintah kabupaten/kota.

Page 146: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

124

Page 147: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

125

Bantuan untuk Gereja Kristen Al Kitab Indonesia

(GKAI) Kelurahan Pakis Kecamatan Sawahan, Kota

Surabaya dan Musholla Al Fatah, Desa Pulo Gedang,

Kecamatan Tembelang, Jombang, serta Masjid Al Hasan,

Dusun Kunto, Kecamatan Tembelang, Jombang, menurut

keterangan para informan dipergunakanuntuk menambah

sarana fisik rumah ibadah tersebut.

Bantuan diberikan kepada GKAI menurut

keterangan pengurus gereja sangat bermanfaat untuk bagi

pelaksanaan ibadat bagi umat dan peralatan-peralatan

ibadat yang dibeli dari bantuan sosial dapat menambah

fasilitas gereja, yang rata-rata bantuan sosial tersebut

sangat memberi motivasi para jamaah untuk melengkapi

sarana dan fasilitas gereja yang masih sangat minim.

Bantuan untuk Musholla Al Fatah, Desa Pulo

Gedang, Kecamatan Tembelang, Jombang mempunyai

dampak, bahwa masyarakat sekitar masih nyaman untuk

melaksanakan sholat jamaah, sholat tarawih,pengajian,

ceramah agama serta belajar membaca Al Qur’an.

Dampak Sosial

Bantuan Kementerian Agama

2

Page 148: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

126

Pengurus Masjid Al Hasan, Dusun Kunto,

Kecamatan Tembelang, Jombang mengemukakan bahwa

setelah merubah kondisi masjid lebih nyaman sholat, dan

jamaah lebih bersemangat untuk melaksanakan sholat, dan

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan

ibadat di masjid. Sebelumnya ketika tiba waktu sholat

subuh mereka yang mengikuti jamaah hanya dua orang

jamaah, berbeda dengan kondisi sekarang jamaahnya

mencapai dua shaf, dampak lain yang nampak adalah

kemajuan syiar agama di daerah iniperlahan-lahan mulai

terlihat, meski belum ada pengajian rutin.

Pengajian rutin direncanakan pelaksanaannya

kultum ba’da sholat subuh. Pengajian yang sudah yang

sudah dilaksanakan adalah kultum sebelum sholat tarawih.

Dalam waktu-waktu tertentu dipergunakan untuk

pertemuan ormas keagamaan seperti berlatih “banjari’ yaitu

masih yang bernafaskan Islam menggunakan rebana yang

biasa digunakan pada upacara pernikahan, sunatan, dan

sebagainya. Pelaksanaan ibadat di masjdi adala sholat lima

waktu dipimpin oleh seorang dan sekaligus imam tetap

sekaligus bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadat rutin

di Masjid Al Hasan. Pembangunan masjid hanya bermodal

dana Rp 600.000,-, Dalam perkembangannya kesadaran

masyarakat untuk menyumbang untuk pembangunan

masjid lebih meningkat.

LPKB Provinsi Jatim tahun 2008 dan tahun 2009

ternyata bisa meningkatkan kompetensi para guru sekolah

Minggu dan rohaniawan Buddha, bantuan tersebut,

menurut keterangan pengurus digunakan untuk fasilitas

Page 149: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

127

dan peralatan Pembimas Buddha Kanwil Kementerian

Agama Provinsi Jatim, dalam menunjang kelancaran tugas

mereka.

FKUB Provinsi Jatim menerima bantuan dari

beberapa satuan kerja Kementerian Agama, dana bantuan

dapat menunjang kegiatan rutin (konsumsi, ATK, dan

penggandaan/foto copy), dan memberi honor sidang

pengurus dan membayar pegawai honorer. Selain itu dana

bantuan digunakan untuk pembinaan ke FKUB

kabupaten/kota. Bantuan dapat memperlancar terlaksana-

nya kegiatan rutin FKUB Provinsi Jatim.

Sementara Pelatihan Hisab dan Rukyat, yang

diselenggarakan PAC NU sebanyak dua kali mempunyai

dampak positif terhadap proses penetapan tanggal, bulan

dan tahun hijriyah, walaupun begitu ormas NU memiliki

kebijakan internal dalam proses penetapan rukyat, yaitu

selalu mengkonfirmasi penetapan rukyat yang dilakukan

pemerintah. Perserikatan Muhammadiyah, tetap meng-

gunakan hisab sebagai pedoman penetapan waktunya.

Page 150: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

128

Page 151: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

129

Niat membangun masjid, dilihat dari kerangka

Theory of Reasoned Action, didasari oleh keyakinan

keagamaan yang kuat sebagian masyarakat, dalam

menegakkan ajaran Islam yang dianut. Keyakinan normatif

akan adanya pahala yang akan menghantarkan pelaku ke

dalam surga, merupakan norma subjektif (subjective norm)

seseorang untuk memiliki niat (intention to behave)

membangun masjid yang pada akhirnya menggerakkan

hatinya untuk mewujudkan (behave) niat tersebut.

Dalam konteks Masjid Al Hasan, pembangunan

masjid merupakan program yang sudah direncanakan,

sepertinya Dewan Pengurusan Masjid, hal ini bahwa niat

membangun Masjid Al Hasan, tak hanya didasari oleh

subjective norm semata. Namun dipengaruhi oleh sikap

(attitude towards behavior) sebagai penentu dasarnya. Ini

terlihat dari perencanaan ketika awal pembentukan

pengurus masjid serta dibuatnya kepanitiaan tersendiri

dalam membangun masjid itu.

Berdasarkan kondisi di atas, pemberian bantuan

Kementerian Agama tampaknya dapat menumbuhkan

kemandirian masyarakat setempat untuk membangun

masjid. Ditinjau dari konteks community development, proses

Problematika Pemberian

Bantuan Sosial 3

Page 152: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

130

pembangunan masjid yang berkesinambungan sudah

berjalan. Pembangunan masjid dilaksanakan secara

terorganisir dan secara bertahap diikuti dengan adanya

evaluasi pelaksanaan kegiatan (follow-up activity dan

evaluation). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah

sebagian besar tenaga menggunakan masyarakat yang

digaji murah atau bahkan tidak digaji. Dengan demikian

maka bantuan yang diterima melebihi dana yang

dianggarkan, karena adanya partisipasi masyarakat baik

bantuan dana, tenaga maupun bahan bangunan.

Sementara keikutsertaan secara khusus aparat

pemerintah dalam pembangunan masjid ini tidak nampak,

tetapi beberapa tokoh masyarakat ikut berperan dalam

proses pembangunan tersebut sehingga masih terpenuhi

peran pendamping. Kondisi ini bisa menumbuhkan

semangat masyarakat (group action) setempat untuk

memberdayakan potensi mereka guna mewujudkan

berdirinya sebuah masjid. Mereka lebih aktif dalam

memberikan sumbangan sehingga berdirinya masjid tidak

bergantung pada bantuan pemerintah.

Kesepakatan membagi dana bantuan untuk empat

rumah ibadat lainnya, menunjukkan adanya modifikasi

dari para penerima bantuan terhadap dana yang

diterimanya. Konsep pembagian ini mengingatkan kepada

konsep shared poverty yang dikemukakan Geertz (1963).

Rakyat mengenal budaya tolong-menolong, gotong-

royong, termasuk mampu mengemban prinsip shared-

poverty sebagai wujud nyata berlakunya sistem social safety

net Indonesia yang tulen (genuine). Akan tetapi, konsep ini

Page 153: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

131

bisa memberi penyadaran akan adanya sisi-sisi negatif dari

dana yang dibagi-bagi itu mengakibatkan tersendat

pembangunan masjid. Dalam konteks ini, proses renovasi

masjid menjadi tidak maksimal. Umpamanya renovasi

masjid Al Hasan renovasi sempat tersendat, namun dalam

perjalanannya karena masyarakat terdorong memberi

bantuan maka dana terus mengalir. Pengumpulan dana

dari masyarakat dilakukan dengan berbagai cara antara

lain para penyumbang datang sendiri ke bendahara masjid

ketika mereka melaksanakan sholat Jumat.

Faktor Pendukung dan Penghambat

Faktor-faktor pendukung keberhasilan program

bansos rumah ibadat dan ormas keagamaan di Jawa Timur

antara lain: (1) adanya peraturan dan petunjuk pelaksanaan

program bantuan rumah ibadat dan ormas keagamaan; (2)

prosedur pelaksanaan bantuan dapat diterima langsung

oleh pihak penerima bantuan tanpa melalui Kanwil

Kementerian Agama Provinsi atau Kankemag

kabupaten/kota sehingga proses penerimaan lebih cepat;

(3) Kejujuran pengelolaan bantuan memberikan dorongan

kepercayaan masyarakat untuk terus memberikan

sumbangan; (4) keteguhan tekad para pengelola (panitia

pelaksana) untuk melanjutkan pembangunan masjid.

Sementara dalam proses pelaksanaan faktor

penghambat adalah: (1) Bantuan tidak dilakukan studi

kelayakan, setelah bantuan diberikan tidak dilakukan

monitoring oleh pihak pemberi bantuan sehingga sulit

ditelusuri pemanfaatannya; (2) sosialisasi penyaluran dana

Page 154: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

132

kurang dilakukan sehingga informasi tentang adanya

bantuan kurang dilakukan masyarakat sehingga bisa terjadi

tumpang tindih dalam memberi bantuan; (3) Kurangnya

dukungan aparat pemerintah setempat dalam proses

menerima bantuan: (4) Bantuan sering diberikan pada

akhir tahun, sehingga memperlambat pemanfaatan dana

tersebut.

Page 155: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

133

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Dalam pengelolaan bantuan sosial Kementerian Agama

RI yang diberikan terhadap rumah ibadat dan ormas

keagamaan dirasa masyarakat sangat bermanfaat.

Pertanggungjawaban pengelolaan bantuan secara

administrasi masih sangat lemah, dan sebagai

persyaratan untuk pencairan anggaran ke KPPN sudah

cukup baik, namun kurang bisa dipertanggung-

jawabkan oleh lembaga audit (baik Itjen maupun BPK).

2. Penggunaan bantuan sosial oleh lembaga penerima

bantuan telah dibukukan disertai bukti-bukti

penerimaan dan pengeluaran dicatat dan bisa

dipertanggungjawabkan meski pencatatannya

masih sederhana. Tapi pemberi bantuan tidak

membuat standar yang jelas dan tegas mengenai

pertanggungjawaban keuangan.

3. Agar program bantuan sosial Kementerian Agama

RI bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan

berlanjutnya tahun berikutnya, sebaiknya setiap

direktorat membuat panduan yang jelas baik

sehingga bisa di taati oleh semua pihak. Panduan

Penutup 4

Page 156: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

134

bantuan hendaknya mencakup seluruh aspek

peraturan dan administrasi, misalkan penerima

bantuan harus membuat laporan pertanggung

jawaban seluruh anggaran pengeluaran sesuai

bukti-bukti yang tertera dalam buku panduan.

Berpijak dari hasil kajian di atas dapat disampaikan

beberapa rekomendasi sebagai berikut:

1. Perlu dibuat standar baku bagi proses pemberian

bantuan Kementerian Agama RI, agar pengelola

anggaran bantuan pada setiap unit kerja bisa

melaksanakan tugasnya dengan baik. Sehingga bantuan

yang diberikan dapat di pertanggungjawaban,

demikian halnya penyaluran dana bantuan akan lebih

mudah dilakukan evaluasi.

2. Bantuan langsung (LS) akan lebih aman apabila

penerima bantuan membuat laporan pertanggung-

jawaban melalui bukti-bukti pengeluaran setelah itu

bantuan baru dicairkan. Akan tetapi cara semacam itu

tentu akan menyulitkan pemanfaatan bantuan, karena

tidak semua rumah ibadat dan ormas memiliki

kemampuan cukup untuk memulai kegiatannya. Untuk

itu, pemberian bantuan dapat dilakukan secara

bertahap, sehingga penerima dituntut memper-

tanggungjawabkan dana bantuan tahap sebelumnya,

setelah itu baru bisa menerima bantuan tahap

berikutnya. Sehingga perlu dilakukan pendampingan

intensif dalam setiap program pemberian bantuan yang

berbasis community development agar bantuan sosial

dapat menghasilkan manfaat yang optimal.

Page 157: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

135

Daftar Pustaka

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara. 2009. Evaluasi Kinerja

SDM, PT. Refika Aditama, Cet. IV.

Asry, M. Yusuf at.al. 2009. Pemberdayaan Lembaga Keagamaan

Dalam Kehidupan Ekonomi dan Sosial. Jakarta: Badan

Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI.

Ekowati, Mas Roro Lilik, 2009. Perencanaan, Implementasi

dan Evaluasi Kebijakan atau Program: Suatu Kajian

Teoritis dan Praktis, Surakarta, Pustaka Cakra.

Sinambela, Lijan Poltak, 2008. Reformasi Pelayanan Publik

Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,

Jakarta, Cet. IV.

Tim. 2005. Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,

Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,

Jakarta.

Sanapiah Faisal, 2003. Format-format Penelitian Sosial,

Jakarta, RajaGrafindo.

Syarif Makmur, 2008. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Tim. 2008. Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama,

Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,

Jakarta.

Page 158: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

136

Page 159: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

137

Agus Mulyono

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI

bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Aceh

Page 160: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

138

Page 161: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

139

Masa Orde Baru

Banda Aceh merupakan salah satu kota yang

terkena bencana dashyat Tsunami akhir tahun 2004 yang

lalu. Bencana ini hampir melumpuhkan seluruh aktivitas

perekonomian di kota ini, demikian halnya beberapa

infrastruktur penting. Namun, bencana tersebut ber-

dampak positif terhadap Provinsi Aceh, yaitu terjadinya

mobilisasi cukup besar, baik dari dalam maupun luar

negeri ke Aceh. Mereka berbondong-bondong memberikan

bantuan. Bahkan Mantan Presiden Amerika Serikat, Bill

Clinton, datang khusus mengunjungi Aceh dan memberi-

kan bantuan. Tragedi itu menarik simpati orang untuk

datang ke Banda Aceh. Banda Aceh juga kaya sejarah dan

budaya serta alamnya yang belum dimanfaatkan secara

optimal.

Ada beberapa adat istiadat dan pandangan hidup

yang menjadi ciri khas masyarakat Aceh. Mereka menyapa

tamu atau orang yang baru dikenal dengan ucapan. Tidak

boleh menerima sesuatu dari seseorang dengan tangan kiri

atau kaki, dilarang memegang kepala, menghormati yang

1

Pelaksanaan Bantuan Sosial Keagamaan

Page 162: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

140

dituakan, menjalin hubungan kekeluargaan yang mesra

dengan tetangga, berperasaan damai, tidak pendendam,

baik dalam pergaulan, dan kekeluargaan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adat

pergaulan dan tata kehidupan masyarakat Aceh telah

diwarnai dengan nilai-nilai keIslaman. Ajaran Islam

dihayati oleh penduduk Aceh sejak dahulu sampai

sekarang. Salah satu pengaruh agama yang nampak adalah

tradisi bahasa tulisan yang menggunakan huruf Arab.

Meskipun etnis Aceh mempunyai bahasa sendiri yang

disebut bahasa Aceh (termasuk rumpun bahasa

Austronesia), tetapi tidak memiliki sistem huruf khas

bahasa Aceh asli.

Umat Beragama dan Kehidupan Keagamaan

Populasi umat Islam di Provinsi Aceh pada tahun

2009 berjumlah 4.356.624 jiwa (98%), Kristen 26.212 jiwa

(0,595%), Katolik sebanyak 15.971 jiwa (0,363%), Hindu

sebanyak 437 jiwa (0,010) dan Budha sebanyak 5.928 jiwa

(0,139%). Sementara umat Konghucu belum terdata. Pada

tahun yang sama, sarana rumah ibadat di Provinsi Aceh

yakni, masjid/meunasah berjumlah 12.584 buah, gereja

katolik sebanyak 11 buah, gereja Kristen sebanyak 15 buah

dan 1 Pura Hindu serta 3 Wihara. Khusus yang berada di

kota Sabang terdaftar sebuah Vihara, 2 gereja Katolik dan

229 buah masjid/mushola. (Laporan Tahunan Kanwil

Kemenag Provinsi Aceh tahun 2009).

Kehidupan umat beragama di Aceh berjalan secara

harmonis. Bahkan sudah sekian lama di Provinsi Aceh

Page 163: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

141

tidak pernah terjadi konfik keagamaan yang serius.

Permasalahan hubungan antarumat beragama yang

muncul di Aceh secara umum dapat dikategorikan menjadi

dua, yaitu penyiaran agama, konflik internal dan sesama

pemeluk agama. Ini terjadi akibat perbedaan penafsiran,

dan adanya upaya-upaya penistaan agama yang sering

dianggap sebagai aliran sesat. Karena penduduk Aceh

mayoritas Muslim, maka kasus yang menonjol berkisar

pada penodaan agama Islam. Namun hal itu kemudian

dapat dituntaskan oleh pemuka agama, tokoh masyarakat

dan lembaga keagamaan yang ada seperti Majelis

Permusyawaratan Ulama (MPU), Kementerian Agama dan

Pemda dan kedua adalah pendirian rumah ibadat. Kedua

permasalahan itu dapat diselesaikan melalui jalur

musyawarah. Sumber bantuan sosial rumah ibadat dan

ormas keagamaan di provinsi Aceh berasal dari DIPA

Kementerian Agama Pusat tahun anggaran 2008 dan 2009.

Pengelolaan dan Pemanfaatan Bantuan Sosial

Bantuan Sosial Masjid Al Maghfiroh

Sebelum musibah gempa dan tsunami melanda di

dusun Gano berdiri sebuah masjid yang diberi nama Al

Maghfiroh diresmikan oleh Bahtiar, Walikota Banda Aceh,

pada tahun 2001. Masjid dapat menampung ratusan

jamaah. Gano adalah nama sebuah dusun yang letaknya

persis di bibir pantai di kawasan Desa Lamdingin

Kecamatan Kuta Alam Jln. Syiah Kuala Kota Banda Aceh

Provinsi Aceh.

Page 164: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

142

Luas tanah Masjid Al Maghfiroh + 1.400 m² dengan

luas bangunan masjid 18 x 20 m² tidak termasuk dua kamar

istirahat dan teras. Sebenarnya masjid ini sudah dibangun

sejak tahun 1998. Waktu itu sudah dibangun pondasi,

namun karena terhempas Tsunami, semua sarana hilang

tersapu gelombang besar. Penduduk Dusun Gano lebih

dari 200 KK. Mereka dan masyarakat sekitarnya

melaksanakan shalat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha di

Masjid Al-Abrar yang jarak tempuhnya yang cukup jauh.

Dusun Gano adalah Dusun yang penduduknya

mayoritas muslim, letaknya berpendampingan dengan

Makam Kerajaan Tgk. Chik di Kuta (Tgk. Syiah). Makam

tersebut dikenal masyarakat sebagai Makam Keramat di

seluruh Indonesia.

Berdasarkan Keputusan Ditjen Bimas Islam

Kementerian Agama RI No. Dj.II/325/Tahun 2009, Masjid

Al Maghfiroh Dsn. Anggreg Gano Kecamatan Kuta Alam

Kota Banda Aceh memperoleh bantuan sosial sebesar Rp.

48.250.000. Dari DIPA Kementerian Agama Pusat tahun

2009.

Penetapan pemberian bantuan sosial rumah ibadat

ditetapkan melalui Keputusan Direktur Bimbingan

Masyarakat Islam, sesuai prosedur permohonan bantuan

dan persyaratan administrasi yang dikeluarkan oleh

Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah

Ditjen Bimas Islam tahun 2009. Menurut pejabat Kemenag

Provinsi Aceh, sebelum penetapan bantuan, proposal yang

masuk ke Kanwil Kementerian Agama cukup banyak,

proposal diseleksi dan dipilih sesuai prioritas, dari hasil

Page 165: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

143

seleksi yang diusulkan ke Kementerian Agama Pusat hanya

beberapa proposal dan salah satunya adalah proposal dari

Masjid Al Maghfiroh.

Menurut informasi dari panitia pembangunan

Masjid Al-Maghfiroh, sebelum bantuan diterima petugas

dari Kementerian Agama Pusat melakukan studi

kelayakan, dan setelah dana cair, dilakukan monitoring.

Bantuan sosial Kemenag Pusat digunakan untuk

merehab Masjid Al Maghfiroh, membeli semen, batu bata,

besi batangan, kayu serta membeli bahan bangunan yang

dibutuhkan, sehingga jika dilihat dari pemanfaatan

bantuan, sesuai dengan tujuan pemberi bantuan.

Menurut Fauzan bendahara pembangunan masjid

bahwa proses untuk bangun Masjid Al Maghfiroh dibentuk

kepanitiaan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara

dan teknis lapangan dengan struktur kepanitiaan tersebut

pembangunan masjid ini telah memenuhi persyaratan

sebagaimana dikehendaki Kementerian Agama.Bantuan

sosial yang diterima panitia pembangunan sebesar Rp.

48.250.000 sesuai foto kopi rekening bank yang dimilik

panitia.

Bantuan sosial Kementerian Agama Pusat sebesar

RP. 48.250.000,- relatif kecil jumlahnya dibandingkan biaya

rencana pembangunan yang mencapai Rp. 2.121.814.000,-

sehingga panitia pembangunan rumah berusaha mencari

bantuan berbagai lapisan masyarakat .

Pengurus masjid maupun masyarakat sekitarnya

merasa berterima kasih kepada Kemenag Pusat yang telah

Page 166: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

144

membantu pembangunan Masjid Al Maghfiroh. Selain

bantuan Kemenag, bantuan diperoleh pula dari BRR NAD

sebesar Rp. 410.000.000, masyarakat sekitar sebesar Rp.

25.000.000, Rp. 5.000.000 dari para donatur. sehingga total

dana terkumpul dan sudah kurang lebih Rp. 488.250.000,-.

Sementara pembangunan, baru mencapai 30%. Walaupun

demikian panitia dan masyarakat sekitarnya tetap berusaha

untuk menyelesaikan pembangunan Masjid Al-Maghfiroh

Bantuan Sosial Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU):

LPPOM

Data Kanwil Kementerian Agama NAD tanggal 2

Oktober 2009, menunjukan ormas Islam di Kota Banda

Aceh berjumlah 65 buah. Badan Musyawarah Organisasi

Islam Indonesia (BMOIWI), Lembaga Kajian dan

Pengembangan Sumber Daya Nahdlatul Ulama

(LAKPESDAM), Rabithah Ulama Dayah Aceh (RUDA),

Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Organisasi Foto

Amatir Baiturrahman (OFAB), DPP-Front Pembela Syari'at

Islam Provinsi Aceh, Majelis Taklim Putroe Kande, PW-

Ikatan Remaja Muhammadiyah Aceh, Majelis Ulama

Nanggroe Aceh (MUNA), Pemuda Islam, Forum Penegak

Syari'at Islam (FPSI), Pelajar Islam Indonesia (PII), Rabithah

Thaliban Aceh, Komite Alumni Pesantren Aceh (KAPA),

Majelis Dakwah Islamiyah (MDI), Badan Kontak Majelis

Taklim (BKMT), PW-Pemuda Muhammadiyah, PP-Dewan

Kemakmuran Masjid Aceh (DKMA), Manajemen Dakwah

Aceh (Madah) Jroeh Nanggroe, Lembaga Cinta Al-Qur'an

(LCA), DPW-Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (DPW-

APSI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Yayasan

Page 167: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

145

An-Nisaa' Centre, Majleis Amanah Rakyat Aceh (MARA),

Lembaga Kajian Agama dan Sosial (LKAS), Lembaga

Muslimat Keadilan, Forum Silahturrahmi Wali Santri/

Dayah NAD (Forsiwarsa NAD), Majelis Daerah

Masyarakat Wisata Ziarah Indonesia (Mawaz), Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Pelajar

Muslim Indonesia (KAPMI), Majelis Permuyawaratan

Ulama (MPU), Al-Jami'ah Washliyah, Muhammadiyah,

Muslimin Indonesia (MI), Nahdlatul 'Ulama (NU),

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI), Syarikat Islam (SI),

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Wanita Persatuan

Tarbiyah Islamiyah (Wanita PERTI), Pengajian Al-Hidayah

(Al-Hidayah), Majelis Muslimin Indonesia (MMI), Lembaga

Dakwah Islam Indonesia (LDII), Badan Pembina

Perpustakaan Masjid Indonesia (BPPMI), FKDAI, Korp

Alumni IAIN ArR-RANIRY (KONIRY), A I S Y I A H, PW

Ikatan Kader Dakwah (ISKADA), Muslimat Al-washliyah

(MA), Persatuan Dayah Inshafuddin, Satuan Karya Ulama

Indonesia (SATKAR ULAMA INDONESIA), Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia Orwil Provinsi NAD

(ORWIL ICMI), Jam'iyyah Al-Waliyyah (Al-Waliyyah),

Persatuan Pengamal Thareqat Islam (PPTI), Persatuan

Islam (PERSIS), Lembaga Kemaslahatan Keluarga

Nahdlatul Ulama (LKK-NU), Dewan Dakwah Islamiyah

Indonesia (DDII), Persaudaraan Muslim Indonesia

(PARMUSI), Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU),

Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Persaudaraan

Muslim (SALIMAH), Badan Pembina Perpustakaan Masjid

Indonesia (BPPMI), DPW BKPRMI, Ikatan Persaudaraan

Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Lembaga

Page 168: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

146

Dakwah (FKLD) Aceh, dan Ikatan Da'i Indonesia (IKADI)

Aceh.

Menurut beberapa informan di Kanwil Kemenag

Provinsi Aceh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)

pada tahun 2009 telah menerima bantuan dari Direktorat

Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan No.

Dj.II.2/3/ KU.05/1272/2009 sebesar Rp. 50.000.000,-

Bantuan tersebut diperuntukkan kepada LP-POM yang

merupakan salah satu badan dalam otonom struktur

organisasi MPU Aceh yang bertugas menangani Lembaga

Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM),

terutama dalam membuat sertifikasi produk halal.

Organisasi LP-POM MPU Aceh periode 2009-2012 diketuai

oleh Drs. Syahrial, M. Si.

Bantuan Sosial diterima melalui rekening Bank

MPU yang dilengkapi foto kopi buku rekening, berita acara

serah terima dan kwitansi penerimaan. Seharusnya

bantuan sosial tersebut dapat dicairkan bulan September

s/d November 2009, dan pertanggungjawaban keuangan

paling lambat enam hari setelah bantuan sosial

direalisasikan.

Namun proses pengurusan bantuan, menurut staf

khusus peneliti pemeriksaan obat-obatan dan makanan

MPU Aceh periode 2009-2012, Hendra Herawadi, ada

kesalahan pembuatan rekening, sehingga proses pencairan

terlambat. Pada tahun 2010 dana tersebut baru dapat

ditransfer. Menurut Hendra Herawadi, dana bantuan

digunakan sebagai operasionalisasi kegiatan sertifikasi

produk halal bagi pengusaha kecil/UKM.

Page 169: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

147

Bantuan Sosial Vihara Buddha Dharma

Pada tahun 2009 salah satu rumah ibadat Provinsi

Aceh yang mendapat bantuan sosial adalah Vihara Buddha

Dharma, Jl. Perdagangan No.127 Sabang, sesuai surat

pemberitahuan nomor DJ.VI/Dt.VI.1/BA.01.1/ 241/2009.

Pengurus Vihara Buddha Dharma mengatakan bahwa

sebelum tsunami, Vihara ini bernama Kelenteng Khong

Fuk Kiung aliran Buddha. Vihara Buddha Dharma

menunjukan satu-satunya Vihara di Kota Sabang dan

bantuan sosial Kementerian Agama diberikan ke Vihara

itu sebesar Rp. 15.000.000,- dan digunakan untuk

merenovasi bangunan gedung Vihara.

Setelah memperoleh kepastian bahwa Vihara

Buddha Dharma tersebut akan mendapatkan bantuan

rumah ibadat. Pengurus Vihara segera mencek syarat yang

harus dipenuhi dan dilengkapi yakni surat permohonan

bantuan ditujukan ke Dirjen Bimas Buddha Kementerian

Agama RI, Foto Kopi No. rekening atas nama

yayasan/Vihara, Proposal rehab Vihara, Foto kopi

sertifikat/ girik/surat hibah Vihara, Tanda daftar Vihara

dari Pembimas Buddha Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Aceh.

Menurut keterangan Pembimas Buddha Kanwil

Kementerian Agama Provinsi Wiswadasi dan panitia

rehabilitasi Vihara Buddha Dharma bantuan sosial yang

telah diterima sebesar Rp. 15.000.000,- dan tersebut

digunakan untuk memperbaiki plafon, pengecatan dan

pemasangan keramik sesuai proposal yang diajukan

pengurus yakni rehabilitasi Vihara.

Page 170: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

148

Page 171: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

149

Masjid Al-Maghfiroh

Bantuan sosial yang diberikan kepada Masjid Al

Maghfiroh sebesar Rp. 48.250.000,- sudah diterima pihak

pengurus tepat waktu. Proses pemberian bantuan ini sudah

sesuai prosedur pemberian bantuan, karena terlebih dahulu

dilakukan studi kelayakan dan setelah dana cair dievaluasi

pihak yang berwenang.

Bantuan sosial untuk pengembangan fisik Masjid Al

Maghfiroh sudah terlihat, ditandai dengan berdirinya

bangunan satu lantai walaupun tembok belum diplester

dan belum di cat. Sehingga belum layak digunakan untuk

kegiatan peribadatan dan sosial keagamaan. Untuk

sementara ini masyarakat menggunakan mushala Al

Muhajirin untuk melaksanakan ibadat di mushala tersebut

setiap hari dilaksanakan pengajian umum, tiga hari dalam

seminggu yaitu malam senin, malam kamis dan malam

jum’at. Selain itu terdapat pula pengajian anak-anak

dilaksanakan setiap malam Ahad, Selasa dan Rabu, khusus

malam Sabtu diadakan wiridan yang dihadiri warga

sekitarnya.

Dampak Bantuan Sosial

Keagamaan 2

Page 172: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

150

Dibangunnya Masjid Al Maghfiroh menurut

keterangan beberapa orang pengurus dikarenakan mushala

Al Muhajirin sudah tidak bisa menampung para jamaah.

Hal itu terlihat ketika masyarakat akan melakukan shalat

jum’at, mereka harus mencari masjid yang jaraknya cukup

jauh, dari tempat tinggal mereka.

Menurut panitia pembangunan dan masyarakat

sekitar Masjid Al Maghfiroh, jika pembangunan sudah

selesai, masjid akan digunakan oleh masyarakat pada

empat desa disekitarnya. Penggunaan masjid tidak hanya

diguna-kan untuk kegiatan keagamaan tetapi juga kegiatan

sosial masyarakat sekitarnya.

LPPOM MPU Aceh

Menurut pengurus LPPOM, kesadaran para

pengusaha di Provinsi Aceh untuk menggunakan

sertifikasi produk halal masih rendah padahal untuk

memperoleh sertifikasi produk halal sangat mudah. Hingga

saat ini baru enam perusahaan yang mendapat sertifikat

halal, yakni Kopi Gayo Montain, Shuns (bumbu masak),

Bubuk Kopi Ule Kareng, Sirup Menara, Dendeng Ikan

Blang Raya, Emping, dan Kopi Produk Blangrakal.

Sebenarnya banyak produk makanan di Aceh yang

seharusnya memiliki sertifikat halal, tapi pengusaha di

daerah itu tidak melakukan hal itu.

Karena LPPOM: MPU Aceh kurang melakukan

sosialisasi ke para pengusaha, karena kurangnya dana,

sehingga LPPOM: MPU Aceh dewasa ini masih belum

bekerja secara maksimal. Struktur organisasi LPPOM

Page 173: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

151

belum memadai, karena masih bersifat semen-

tara. Sehingga dengan bantuan sosial Kemenag, LPPOM

merasa terbantu dan akan dimanfaatkan sesuai tujuan

pemberian bantuan.

Harapan LPPOM kepada pemerintah pusat dan

pemerintah Aceh khususnya agar lebih serius

memperhatikan keberadaan LPPOM ini, sehingga akan

menjadi badan sungguh-sungguh menangani sertifikasi

produk halal untuk kemajuan industri di daerah ini.

Vihara Budha Dharma Sabang

Menurut keterangan beberapa pengurus Vihara

sebelum memperoleh bantuan sosial, atap Vihara Buddha

Dharma dalam keadaan bocor sehingga untuk beribadat

kurang nyaman. Setelah direnovasi Vihara Buddha

Dharma menjadi lebih indah, nyaman dan umat semakin

khusyu dalam melakukan peribadatan.

Para pengurus Vihara Buddha Dharma merasa

berterima kasih terhadap pemberian bantuan rehabilitasi

vihara. Mereka berharap selain bantuan rehabilitasi vihara,

pemerintah lebih memperhatikan umat Buddha Sabang

terutama dalam pembinaan maupun pendidikan umat.

Menurut Chandra Sien, pengurus Vihara Buddha Dharma,

jumlah umat Buddha di Sabang kurang lebih 80 KK, namun

belum mempunyai Pandita, belum tersedia guru

tetap/PNS, sehingga pengurus Vihara khawatir umat

Buddha terseret pada ajaran sesat. Chandra belajar agama

Buddha lebih banyak dari buku-buku agama yang dikirim

pemerintah Pusat. Pandita yang datang ke Vihara Sabang

Page 174: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

152

hanya tiga bulan sekali, sehingga untuk dia melakukan

pembinaan umat dengan waktu yang amat singkat. Kalau

kondisi ini berlanjut maka pembinaan umat Buddha di

Sabang masih belum maksimal. Untuk itu diharapkan

pemerintah sungguh-sungguh memperhatikan dengan

menyediakan penyuluh Agama Buddha di Sabang.

Faktor Pendukung dan Penghambat

Beberapa faktor pendukung diantaranya adalah

warga masyarakat sekitar rumah ibadat dan pemerintah

setempat mendukung pembangunan Masjid Al Maghfiroh,

renovasi Vihara Buddha Dharma dan operasionalisasi LP-

POM. Faktor pendukung lainnya persyaratan pengajuan

permohonan bantuan sosial sangat simpel sehingga banyak

pemohon bantuan yang masuk dapat dipenuhi. Adanya

koordinasi yang melibatkan Kemenag Pusat dengan

Kanwil Kemenag Provinsi/Kabupaten/Kota yang intensif

sehingga bantuan diberikan tepat sasaran, khusunya ke

Masjid Al-Maghfiroh dan Vihara Budha Dharma.

Adapun faktor penghambat antara lain keterbatasan

dana dari Kementerian Agama pusat sehingga hanya

sebagian kecil ormas keagamaan yang mendapat bantuan

sosial rumah ibadat. Pencairan bantuan sosial memakan

waktu cukup lama, kurangnya informasi terkait prosedur

penerimaan bantuan, bahkan terjadi kesalahan dalam

pembuatan rekening yang berdampak pada keterlambatan

pencairan bantuan sosial dan belum dapat dimanfaatkan

sesuai keperluan penerima bantuan.

Page 175: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

153

Kesimpulan

Pemberian dana bantuan rumah ibadat dan ormas

keagamaan oleh pemerintah pusat ke Kota Banda Aceh

masih sangat terbatas padahal bantuan sosial sangat

dibutuhkan masyarakat Aceh karena pasca Tsunami dan

berbagai konflik yang telah melanda daerah tersebut masih

memerlukan berbagai dukungan dan bantuan baik fisik

maupun rohani. Oleh karena itu bantuan yang diberikan

pemerintah baik dari pusat maupun daerah sangat

diharapkan.

Bantuan yang diterima oleh panitia pembangunan

Masjid Al Maghfiroh sudah sesuai prosedur yang

ditentukan oleh Kementerian Agama Pusat, yaitu melalui

pengajuan proposal ke Dirjen Bimas Islam, namun ketika

pencairan dana bantuan di LP-POM MPU, mereka kurang

memahami syarat-syaratnya. Mereka juga kurang

melakukan koordinasi dengan Kemenag Pusat dan Kanwil

Kemenag sehingga timbul kesalahan dalam pembuatan

rekening. Yang berakibatnya pencairan mengalami

hambatan.

Penutup 3

Page 176: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

154

Dalam realisasi bantuan sosial di Masjid Al

Maghfiroh sudah digunakan tujuan. Begitupula sesuai

bantuan sosial untuk renovasi Vihara juga dimanfaatkan

karena bantuan sosial hanya bersifat stimulus maka

sumbangan umat Buddha justru lebih banyak. Adanya

bantuan untuk LPPOM belum dapat direalisasikan karena

adanya keterlambatan dalam penerimaan.

Dengan adanya bantuan sosial untuk rumah ibadat

dan ormas keagamaan dirasakan telah meringankan

masyarakat dan menambah semangat beribadah di

komunitas agama masing-masing.

Rekomendasi

Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama

perlu memprioritaskan pemberian bantuan kepada rumah

ibadat yang terkena bencana atau musibah dimana rumah

ibadat tersebut memang sangat diperlukan oleh

masyarakat sekitarnya sehingga mereka dapat menjalankan

ibadah sesuai dengan keyakinannya.

Kementerian Agama Pusat sebagai pemberi

bantuan hendaknya benar-benar mensosialisasikan tentang

juklak dan juknis pemberian bantuan. Komunikasi setelah

adanya bantuan untuk masyarakat atau ormas keagamaan

agar lebih intensif sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

penerimaan bantuan dan memperlancar penyelesaian

pertanggungjawabannya.

Untuk mengefektifkan bantuan pemerintah kepada

ormas atau rumah ibadat, maka perlu komunikasi antara

Page 177: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

155

direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian Agama

dengan Kanwil Kementerian Agama hendaknya dilakukan

lebih intensif dalam pelaksanaan program bantuan sosial

agar bantuan tersebut tepat sasaran dan tepat guna sesuai

dengan proposal.

Yang tidak kalah penting adalah dilakukan evaluasi

oleh Kementerian Agama Pusat maupun Kanwil Kemenag

agar proses pembangunan rumah ibadat dan pembinaan

terhadap masyarakat lebih nyata.

Page 178: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

156

Daftar Pustaka

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi

Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat

2009

http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=visimisi

diakses tanggal 26 Juni 2010

Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Departemen Agama RI

Nomor 77 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian

Bantuan Menteri Agama dan Sekretaris Jenderal

Departemen Agama Bagi Lembaga-Lembaga dan

Kegiatan Keagamaan

Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan

Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,

Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008

M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan

Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan

Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen

Agama RI, Jakarta Tahun 2009

Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI,Modul

Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Jakarta, 2008

Inspektorat Jenderal, Departemen Agama RI, Pengawasan

Dengan Pendekatan Agama, Jakarta 2005

Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Pondok Pesantren,

Jakarta, Tahun 2009

Page 179: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

157

Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta, Raja

Grafindo, 2003

Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya

Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2008

Page 180: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

158

Page 181: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

159

Muchtar

Bantuan Sosial Kementerian Agama RI

bagi Rumah Ibadat dan Ormas Keagamaan di Provinsi Bali

Page 182: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

160

Page 183: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

161

Sekilas Provinsi Bali

Provinsi Bali terdiri dari 8 Kabupaten dan satu

Kotamadya dengan jumlah penduduk 3.602.856 jiwa,

mayoritas 3.194.207 beragama Hindu. Selebihnya 329.785

pemeluk agama Islam, 34.674 Kristen, 25.630 Katolik, dan

18.560 pemeluk Buddha, sementara Khonghucu belum

terdata di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali.

Jumlah rumah ibadah umat Hindu terdiri dari 9

Pura Besar yang biasa disebut Sad-Kahyangan, 693 Pura

Dang Kahyanangan, 4.617 Pura Kahyangan Tiga, serta

sejumlah Panti dan Marajan. Pura Sad Kahyangan Pura

yang terletak di tempatkan pada empat arah mata angin,

sehingga letak masing-masing Pura berada di wilayah

Timur, Barat, Selatan, Utara Provinsi Bali, misalnya Pura

Besakih dan lain-lain. Pura ini merupakan tempat

persembahyangan yang paling tinggi tingkatannya di

Provinsi Bali. Tingkatan dibawahnya Pura Dang

Kahyangan, yang digunakan sebagai tempat peribadatan

masyarakat Hindu tingkat Kabupaten. Adapun Pura

Kahyangan Tiga tingkat kecamatan digunakan untuk

peribadatan umat Hindu, serta Panti Marajan merupakan

Kebijakan Pemberian Bantuan Sosial 1

Page 184: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

162

Pura milik gabungan beberapa keluarga, dan yang

digunakan tempat peribadatan dalam suatu keluarga.

Sementara itu Umat Islam mempunyai 234 masjid,

134 langgar, serta 348 Mushalla, Umat Buddha memiliki 36

Vihara, 20 Cetya dan umat Katolik mempunyai 21 Gereja,

11Kapel serta umat Kristen mempunyai 69 Gereja.

Sedangkan pemeluk agama Khonghucu jumlah rumah

ibadahnya belum terdata di Kementerian Agama Provinsi

Bali.39

Perlu diketahui bahwa Penelitian Evaluasi

Program Bantuan Dana Keagamaan Bagi Rumah Ibadat

dan Organisasi Kemasyarakatan di Provinsi Bali

difokuskan terhadap tiga rumah ibadat meliputi: Bantuan

Dana Keagamaan Pura Luhur Pucak Geni Kecamatan

Marge Kabupaten Tabanan, Masjid Al-Ihsaan Sanur

Denpasar, dan Gereja Kristen Bali di Desa Kaba-Kaba

Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan serta ormas-ormas

keagamaan yang berada pada ketiga komunitas agama

tersebut.

Kebijakan Pemberi Bantuan Dirjen Bimas Hindu

Menurut informasi Kasubdit Pendidikan Agama

Hindu Tingkat Menengah Direktorat Urusan Agama

Hindu, Direktorat Jenderal Bimas Hindu Nyoman Susila, S.

Ag, M. Si kebijakan pemberian dana bantuan keagamaan

bagi rumah ibadat dan ormas keagamaan antara lain calon

39 Kantor Kementerian Agama RI Provinsi Bali, Provil Kawil Kementerian

Agama Provinsi Bali, hal 24, tahun 2009;

Page 185: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

163

penerima dana bantuan terlebih dahulu mengajukan

proposal ke Dirjen Bimas Hindu dan Buddha melalui

rekomendasi Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota

dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi. Memang sering

terjadi proposal yang diajukan tidak melalui

rekommendasi Kantor Wilayah Kementerian Agama

setempat. Hal itu terjadi biasanya karena proposal

dimaksud telah memperoleh disposisi pejabat Kementerian

Agama Pusat yang berkunjung ke daerah Bali.

Selanjutnya ia mengatakan pemberian bantuan

terhadap rumah ibadat sangat memperhatikan urutan

proposal yang masuk ke Direktorat urusan Agama Hindu,

Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Bantuan

diberikan dengan pertimbangan bahwa rumah ibadat

dimaksud memang layak untuk dibantu. Sifat bantuan

hanya sekedar member motivasi warga masyarakat

setempat agar mereka suka beramal terutama dalam

membangun rumah ibadat.40

Implementasi bantuan sosial ini secara khusus tidak

dibentuk tim yang menangani, sebagaimana tercantum

dalam Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Dirjern

Bimas Hindu Kementerian Agama sebagai Pejabat Pembuat

Komitmen.

40 I. Nyoman Susila, S.Ag, M. Si, Kasubdit urusan Agama Hindu Tingkat

menengah Direktorat Urusan Agama Hindu, Wawancara 20 Mei 2010.

Page 186: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

164

Kebijakan Ditjen Bimas Islam

Berdasarkan data yang diperoleh beberapa

kebijakan yang ditempuh oleh Direktorat Urusan Agama

Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam dalam

pemberian bantuan sosial keagamaan sebagai berikut:

1. Dalam pengolahan bantuan sosial keagamaan Direktorat Urais dan PembinaanSyariah Ditjen Bimas Islam membuat uku Pedoman Pelaksanaan Bantuan Sarana Peribadatan, yang meliputi:

Program bantuan diadakan dalam rangka pemenuhan tugas pokok Subdit Kemasjidan yaitu melaksanakan bimbingan dan pelayanan di bidang kemakmuran, manajemen dan sarana kemasjidan;

Tujuan pemberian bantuan secara umum untuk memberikan pelayanan, bimbingan dan dorongan kepada masyarakat dalam pembangunan maupun rehabilitas masjid dan mushalla sehingga akan terwujud kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat melakukan ibadah.

2. Syarat-syarat untuk mendapatkan bantuan ialah:

Mengajukan permohonan bantuan dan proposal yang meliputi: RAB, susunan panitia/pengurus, bestek/ gambar bangunan, fotokopi, sertifikat tanah dan photo-photo kegiatan/bangunan;

Memiliki rekening bank atas nama pengurus dan atau panitia.

3. Proses Penetapan bantuan meliputi:

Seleksi proposal oleh unit teknis yaitu Direktorat Urais dan Pembinaan Syariah; Survey kelayakan bagi

Page 187: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

165

permohonan yang memenuhi persyaratan administrasi oleh petugas pusat dan wilayah;

Penyusunan daftar calon penerima bantuan untuk mendapatkan persetujuan pimpinan; Penetapan Surat Keputusan oleh Ditjen Bimas Islam.

Pemberitahuan SK kepada Kanwil Provinsi dan Kab./Kota

4. Mekanisme Pencairan Dana adalah:

Sosialisasi pemberian bantuan kepada calon penerima bantuan; Calon penerima bantuan mengajukan kelengkapan administrasi (No. Rekening, tanda tangan, berita acara, dan kuitansi bermaterai; Pencarian bantuan transfer melalui KPPN IV Jakarta.

5. Pemanfaatan bantuan sesuai dengan usulan dalam proposal dan kegiatan berupa pembangunan/rehab fisik;

6. Monitoring secara langsung maupun tidak langsung atas bantuan yang akan diberikan dan survey ke lapangan pada saat dan sesudah bantuan diberikan.

7. Laporan pertanggungjawaban kepada Dirjen Bimas Islam c.q. Direktur Urais dan Pembinaan Syariah oleh penerima bantuan.

8. Evaluasi oleh Subdit Kemasjidan terhadap program bantuan dan menyampaikan usulan/saran untuk perbaikan masa yang akan datang.

9. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: DJ-II/301 tahun 2008 tentang Pemberian Bantuan Rehabilitasi dan Pembangunan Masjid,telah memberikan bantuan sosial

Page 188: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

166

keagamaan kepada 7 buah masjid yang ada di Sumatera Utara. Bantuan yang diberikan kepada tiap-tiap masjid sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Kebijakan Ditjen Bimas Kristen

Berdasarkan keterangan Pembimas Urusan Agama

Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama RI Provinsi

Bali, Pdt. I Nyoman Sumanjaya bahwa pada tahun

anggaran 2010 di Bali ada beberapa Gereja yang menerima

bantuan Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.

Bantuan diberikan melalui SK Ditjen Bimas Kristen Nomor

DJ/III/KEP/HK.005 /322/2008 tentang bantuan Sosial

Lembaga Peribadatan untuk Pembangunan/Rehabilitasi

Rumah Ibadah dan Program Peningkatan Pelayanan

Kehidupan Beragama.

Untuk memperoleh bantuan, gereja harus meng-

ajukan proposal bantuan terlebih dahulu ke Ditjen Bimas

Kristen Kementerian Agama RI tanpa melalui rekomendasi

Kantor Kementerian Agama RI Kabupaten/ Kota dan

Kanwil Kementerian Agama RI Provinsi Bali. Proposal

yang masuk ke Ditjen Bimas Kristen akan dinilai layak atau

tidak memperoleh bantuan. Bantuan diprioritaskan untuk

gereja yang lingkungan masyarakat-nya masih miskin.

Kepada mereka Pembimas memberikan informasi bahwa

Kementerian Agama RI Pusat memberikan bantuan untuk

rehabilitasi Rumah Ibadat sebesar Rp. 30.000.000 (Tiga

puluh juta rupiah).

Page 189: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

167

Jumlah pemohon menurut pembimas Kristen cukup

banyak, proses pencairannya harus mengikuti ketentuan

Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama

RI Nomor 77 tahun 2008 tentang pedoman pemberian

bantuan Menteri Agama RI, serta SK ekretaris Jenderal

Kementerian Agama RI bagi Lembaga Keagamaan dan

Kementerian Agama RI.

Menurut keterangan Kepala Subdit Bina Pelayanan

dan Keesaan Gereja Pontas Situros, latar belakang tentang

diberikan bantuan bagi Rumah Ibadah adalah masih

banyaknya rumah ibadah di daera-daerah terpencil yang

memerlukan bantuan. Selain meringankan beban umat

bantuan diberikan untuk merangsang masyarakat lebih

meningkatkan amal dan membantu membangun rumah

ibadat.

Proposal yang diajukan harus memenuhi

persyaratan, apakah rumah ibadat layak atau tidak

menerima bantuan. Permohonan persetujuan Kabupaten/

Kota maupun Kanwil Kementerian Agama RI di tingkat

Provinsi. Proposal yang diajukan sudah memenuhi

persyaratan bisa mendapatkan bantuan sosial.

Bantuan sosial Kementerian Agama ditangani Kepala

Saksi Penguatan Kelembagaan permohonan yang masuk

tidak diseleksi oleh tim khusus rumah ibadat yang terkena

bencana alam memperoleh prioritas untuk menerima

bantuan.

Bantuan sosial rumah ibadat bertujuan untuk

meningkatkan pengamalan agama masyarakat sekitar

Page 190: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

168

rumah ibadat. Mengingat banyaknya jumlah pemohon

yang masuk ke Kementerian Agama, maka rumah ibadat

dan ormas keagamaan yang memperoleh bantuan sesuai

peraturan yang berlaku antara lain Surat Keputusan

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor 77 tahun

2008 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Menteri Agama

RI dan sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI bagi

Lembaga Lembaga Keagamaan dan Kementerian Agama

RI. Rumah ibadat setelah menerima bantuan Pembimas

Urusan Agama Kristen Provinsi Bali melakukan

monitoring terhadapbantuan tersebut.

Page 191: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

169

Rumah ibadat yang memperoleh bantuan dana

sosial adalah yang telah mengajukan permohonan untuk

memperoleh dana, baik dana pembangunan maupun dana

renovasi. Proposal permohonan dana bantuan juga

diajukan oleh ormas keagamaan. Rumah ibadat tersebut

diajukan oleh elemen penganut agama Hindu, Islam dan

Kristen.

Pura Luhur Pucak Geni

Pura Luhur Pucak Geni terletak di DR Seribupati

Desa Cau Belayu Kecamatan Marge Kebupaten Tabanan.

Pura terletak di perbukitan berjarak kurang lebih 10 Km

dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tabanan, lokasinya

jauh dari lalu lalang kendaraan. Kehidupan masyarakatnya

sangat sederhana, sebagian besar penduduknya hidup dari

hasil pertanian. Didirikan pada tahun 1848 Masehi oleh

seorang raja I Gusti Bau dari Blayu.

Menurut keterangan Perbekal setempat berdirinya

Pura diawali dengan adanya berbagai peristiwa alam,

dikisahkan antara lain bahwa daerah ini dahulu

merupakan hutan, yang didalamnya banyak semut merah

Implementasi

Kebijakan Pemberian

Bantuan Sosial 2

Page 192: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

170

yang mengganggu kehidupan masyarakat setempat. Ketika

itu datang seorang raja dari daerah Blayu I Gusti Bau

menetap di alas itu bersama pengikutnya. Apabila matahari

terbenam terlihat asap mengepul diatas alas tersebut.

Melihat hal itu Raja bertanya kepada salah seorang

pengikutnya yang taat beribadat, ia bernama Ida Bagus

Jenar bergelar Pedande Gede Raji. Asap yang selalu

mengepul di malam hari itu oleh Raja I Gede Bagus Bau

dilaporkan kepada Pendeta tersebut. Kemudian mereka

bersama-sama datang menuju ketempat itu untuk ber-

semedi dan menyaksikan kepulan asap. Selesai bersemedi

mereka berkesimpulan bahwa asap yang mengepul setiap

malam ternyata keluar dari kumpulan batu-batu, dan batu-

batu itu sampai sekarang disimpan dalam Pura.

Cerita Perbekal Desa Cau Belayu, Raja dan Pedande

ketika bersemedi berjanji, apabila penduduk tidak lagi

diganggu semut-semut merah didaerah itu akan didirikan

Pura. Janji akhirnya ditepati kedua orang itu dengan

mendirikan Pura, sebab setelah mereka bersemedi semut

merah ternyata tidak lagi mengganggu penduduk desa

setempat. Pura itu diberi nama Luhur Pucak Geni. Pura

ini memiliki areal seluas 15 are (1500 m2). Bangunan Pura

tersebut meliputi:

Pelinggih Utama Pura

Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Gede,

Pelinggih Ratu Mas serta Pelinggih Ratu Pucak Padang

Dawa, Pelinggih Pepelik serta Pelinggih Padma Sana.

Page 193: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

171

Pelinggih Ratu Pucak Geni

Pelinggih ini meliputi Pelinggih Ratu Mas Lingsir,

Pelinggih Ratu Ngurah, Pelinggih Siwa Sangkara.

Pelinggih Tempat Sembahyangan

Pelinggih ini Murda Manik, Sembahyangan Siwa

Sangkara.

Balai-balai

Balai-balai tersebut diantaranya Balai Pecalang,

Panggungan, Pewaregan Suci, Gong, Kulkul, Pengubengan,

Pewaregan serta Pesandekan dan Pelinggih seperti Apit

Sarung, Kori Agung, Apit Lawang, dan Wantilan.

Dilingkungan Pura direncanakan akan dibuat Tiolet Kran

umum serta akan diperluas tempat parkir umum.

Rumah ibadat ini masuk kategori Pura Jagat

Kahyangan, selain digunakan untuk persembahyangan

masyarakat setempat juga warga desa lain. Pada upacara-

upacara Oedalan dan lain-lain, umat Hindu tingkat

kecamatan maupun kabupaten banyak datang ke Pura ini

untuk melakukan sembahyang.41

Pada tahun 2008 Pura Luhur Pucak Geni menerima

bantuan sosial dari Direktur Urusan Agama Hindu, Dirjen

Bimas Hindu sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta

rupiah). Menurut Pembekal Desa Cau Belayu informasi

mengenai adanya bantuan bagi rumah ibadat diperoleh

dari penyuluh agama kabupaten. Informasi tersebut oleh

41 Pendeta Adat Ida Bagus Eka Surawan; Wawancara tanggal, 29 April

2010,

Page 194: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

172

pengelola Pura akhirnya direspon dengan mengajukan

permohonan bantuan Kepada Kepala Kantor Kementerian

Agama Kabupaten setempat, yang pada gilirannya

permohonan tersebut dikanulkan Kementerian Agama

tanpa perlu rekomendasi.

Dana bantuan yang diperoleh diantaranya dari

Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali. Dana

bantuan ini dikelola oleh sebuah panitia yang dibentuk

berdasarkan musyawarah pengurus Pura. Sebagai

ketuanya yaitu I Gusti Gde Nyoman Sudana BE, SE. dana

tersebut dimanfaatkan untuk perluasan Pelinggih Ratu

Gede yaitu tempat berstana para tapakan Ida Bahatara.

Anggaran pembangunannya sebesar Rp.163.000.000,-

(Seratus enam puluh tiga juta rupiah), memperoleh

bantuan dari Kementerian Agama RI sebesar Rp

60.000.000,- (Enam Puluh Juta Rupiah). Dana itu berfungsi

sebagai stimulus bagi masyarakat maupun donatrr untuk

membantu pembangunan Pura lain. Menurut keterangan

tetua desa, setiap warga dikenakan sumbangan biaya rehab

sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) dibayarkan

boleh secara angsur.

Pelaksanaan rehab dikerjakan masyarakat setempat

secara bergotong-royong, adapun rincian penggunaan

uang dicatat dalam Laporan Keuangan. Pelaksanaan

pembangunan diawasi oleh Pecalang Pura. Pengawasan

dilakukan oleh aparat desa dan Pendeta Adat. Pelaksana

Pembangunan oleh Ketua Bantuan sosial termasuk

sumbangan warga dilaporkan ke masyarakat luas

disaksikan pengurus Pura.

Page 195: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

173

Bantuan sosial untuk rehab Pelinggih-Pelinggih

sangat bermanfaat kegiatan Pura, misalnya ketika

dilaksanakan Oedalan biasanya Barong-Barong ditempat-

kan di halaman Pura tetapi sekarang ditempatkan dalam

pelinggih-pelinggih itu dan sebelum ada hanya bisa

singgah satu malam di Pura. Namun sekarang Barong-

Barong tersebut bisa menginap beberapa malam. Setelah

perluasan, Pura juga bisa digunakan untuk musyawarah.

Kemajuan syiar keagamaan cukup dirasakan masyarakat

setempat karena tempat persembahyangan kini sudah

cukup memadai. Pura selalu dijaga para pecalang untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Masjid Al-Ikhsan Sanur Bali

Masjid Al-Ihsaan Sanur Bali terletak di area Hotel

Bali Beach Sanur berjarak + 3 km dari pusat pemerintahan

Provinsi Bali. Pada tahun 1963 bertepatan meletusnya

Gunung Agung yang sangat dahsyat masjid tersebut mulai

dibangun, letusan tersebut mengakibatkan Kota

Amplapura Karang Asem rusak berat, tidak sedikit korban

harta dan jiwa. Pada saat itu Pemerintah Pusat sedang

membangun hotel bertingkat sepuluh, dengan biaya dari

pampasan perang Jepang. Pembangunan dikerjakan oleh

PN. PP Jakarta, Teknisi dari Jepang yang personalianya

kebanyakan beragama Islam. Ketika itu PN. PP mendirikan

sebuah bangunan mushalla sederhana sebagai tempat salat

fardhu dan salat Jum’at untuk karyawan PN. PP serta para

karyawan Hotel Bali Beach Sanur.

Page 196: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

174

Pada tahun 1965 pembangunan Hotel Bali Beach

hampir selesai kemudian mushalla di bongkar dipindahkan

ke gudang dinding musholla masih papan sampai

peresmian Hotel Bali Beach Sanur pada tahun 1966.

Peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke

IX, Setelah hotel diresmikan mushalla di pindah lagi ke

gudang dekat perumahan karyawan yang waktu itu

digunakan untuk kepentingan karyawan dan masyarakat

desa Sanur.

Pada tahun 1972 dilakukan perluasan pembangun-

an hotel dari 300 kamar menjadi 500 kamar, pembangunan-

nya juga dikerjakan oleh PN. PP Jakarta. Setelah

penambahan kamar hotel, persetujuan Mantan Direksi

Letjen R. Suryo, dengan di tempat itu didirikan masjid

berbentuk Joglo dan Khas Bali beratap alang-alang dileng-

kapi tempat wudhu, masjid dapat menampung + 200

jamaah, masjid tersebut kemudian diberi nama Al-Ihsaan.

Seiring dengan terus berkembangnya pariwisata,

masjid Al-Ihsaan tidak dapat lagi menampung jamaah

untuk melaksanakan salat Jum’at, Idul Fitri dan lain-lain.

Pada tahun 1982 dilakukan dan perluasan masjid. Biaya

pembangunan diperoleh dari sumbangan umat Islam dan

dermawan muslim yang berada di sekitar pantai Sanur

Denpasar. Masjid ini sebelumnya telah mendapat bantuan

dari pemerintah Propinsi Bali dan Presiden Soeharto.

Bantuan sosial bagi rumah ibadat diberikan

berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta SK yang

dibuat Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama untuk

memperoleh bantuan tersebut. Pengurus masjid terlebih

Page 197: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

175

dahulu mengajukan permohonan bantuan ditujukan

kepada Menteri Agama RI cq. Dirjen Bimas Islam.

Permohonan itu dilampiri/dilengkapi susunan pengurus

diketahui Kepala KUA dan Camat setempat; Rencana

Anggaran Biaya (RAB); Rekomendasi Kanwil Kementerian

Agama RI Provinsi, Bistek/gambar bangunan yang dibuat

oleh arsitek; foto copy sertifikat tanah dilegalisasi BPN

setempat; mencantumkan nomor rekening Bank BRI atas

nama pengurus atau panitia; dan foto-foto pembangunan.

Seluruh proposal yang mamsuk diseleksi oleh Direktorat

Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas

Islam Kementerian Agama RI.

Terhadap masjid atau mushalla yang proposalnya

dianggap memenuhi syarat secara administratif dilakukan

studi kelayakan. Setelah memperoleh persetujuan dari

pejabat berwenang, selanjutnya dibuatkan SK sebagai

tanda disetujuinya proposal tersebut yang dibuat secara

kolektif.

Permohonan yang telah diterima melalui Kepala

Kanwil Kementerian Agama dalam hal ini Kabid Bimas

Islam dan Penyelenggara haji dan Kepala Kantor Kemen-

terian Agama kabupaten/kota hal itu diberitahukan

kepada pengurus rumah ibadat yang bersangkutan.

Menurut keterangan Bidang Pendidikan dan

Pemberdayaan Masjid Kanwil Kementerian Agama

Provinsi Bali pihaknya tidak pernah memberikan

rekomendasi, tetapi yang menentukan masjid layak atau

tidak memperoleh bantuan adalah Direktorat Urusan

Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama

Page 198: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

176

RI. Karena di Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali

belum pernah dibuat aturan secara tertulis, tentang proses

penerima bantuan kepada masyarakat.

Jumlah rumah ibadat yang mengajukan permohon-

an bantuan + 10 rumah ibadah meliputi masjid dan

mushalla. Bantuan yang diberikan sebesar Rp. 50.000.000,-

(Lima puluh juta rupiah). Pencairan dana dilakukan secara

langsung (LS) melalui rekening Bank BCA atas nama

pengurus masjid.

Menurut keterangan salah seorang Pengurus Masjid

Al-Ihsan, bantuan dana yang diperoleh Masjid Al-Ihsan

pada tahun 2008 berawal dari informasi Ketua Dewan

Masjid Indonesia ketika dia mengikuti Rakernas DMI di

Jakarta. Ketua DMI waktu itu menganjurkan agar masjid

Al-Ikhsan Pantai Sanur mengajukan proposal ke Direktorat

Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas

Islam. Menurut Ketua DMI, untuk daerah minoritas Islam

seperti Provinsi Bali, masjid diprioritaskan untuk

menerima bantuan. Permohonan dialamatkan ke Kantor

Kementrian Agama Pusat tanpa menyertakan rekomendasi

Kanwil kementerian Agama Provinsi Bali. Proposal

diajukan langsung ke Kantor Kementerian Agama Pusat

untuk merehab atap yang mulai rusak. Dana yang berhasil

dicairkan sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah),

tentunya tidak cukup untuk memperbaikan atap masjid.

Kemudian dialihkan penggunaan untuk membangun pagar

sekeliling masjid. Pembuatan pagar menghabiskan dana

sebesar Rp. 60.415.000,- (Enam Puluh Juta Empat Ratus

Lima Belas Ribu Rupiah).

Page 199: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

177

Pagar selesai dibangun pada tanggal 7 Pebruari

2009. Pengawasannya dilakukan pengurus, penasehat dan

Ketua Umum masjid. Keterlibatan aparat dalam pem-

bangunan masjid hanya pada even-even tertentu seperti 1

Muharram, Idul Fitri dan lain-lain.

Dana yang diterima panitia digunakan untuk

membuat pagar masjid Al-Ikhsan pantai Sanur karena

masjid tersebut belum di pagar secara permanen sehingga

menyebabkan banyak binatang keluar masuk ke

lingkungan masjid sehingga mengurangi kesucian masjid.

Para pengunjung masjid kebanyakan wisatawan

yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang

beragama Islam. Masjid pada awalnya diperuntukkan bagi

karyawan hotel yang beragama Islam. Pada perkembangan

selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan oleh orang orang

dari luar hotel dengan alasan untuk memakmurkan masjid.

Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima waktu

masjid juga dimanfaatkan keperluan akad nikah, pengajian

karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan

domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid.

Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan

peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan

peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi

masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu

sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang

peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka

kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan

hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut

Page 200: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

178

membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu

masjid dan lain sebagainya.

Menurut salah seorang pengurus masjid

Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara

dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat

melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan

kas masjid.

Gereja Kristen Kaba-Kaba

Gereja ini berlokasi di jalan Raya Gamongan desa

Toya Urip Kaba-Kaba Kecamatan Kediri Kabupaten

Tabanan. Gereja Kristen ini dibangun diatas tanah seluar

300 meter persegi, tanah tersebut adalah milik salah

seorang penduduk asli Bali yang bernama I Nyoman Rinis

dan Imade Manre (alm) adalah orang pertama yang

mendirikan Gereja Kristen Bali. Awal dibangun gereja

tersebut tahun 1976 dengan ukuran lebar 7 meter dan

panjang 10 meter, kemudian mengalami perubahan pada

bangunan gereja tersebut menjadi 108 meter persegi

dengan panjang 12 meter dan lebar 9 meter itu terjadi

tahun 1982. Pada akhir tahun 2007 bangunan gereja

mengalami perubahan kembali sehingga pembangunan

gereja berubah menjadi 182 meter persegi. Sebelum ada

bangunan gereja umat Kristen melakukan ibadah dari

rumah kerumah secara bergantian.

Bangunan gereja tersebut berada ditengah-tengah

persawahan, baik disebelah kanan dan kiri tidak ada

bangunan rumah penduduk yang ada hanyalah lahan

sawah. Jarak rumah penduduk dengan bangunan gereja

Page 201: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

179

kurang lebih 400 meter. Gereja ini termasuk Sinode Badung

Selatan dan langsung masuk ke wilayah pusat walaupun

secara administrasi gereja itu berada di wilayah Kabupaten

Tabanan yang koordinasi pelayanan berada di Kabupaten

Badung Selatan.42

Pengelolaan Dana Bantuan Sosial Keagamaan

Pengelolaan dana bantuan rumah ibadah dengan

melalui seleksi proposal dan diutamakan gereja yang

sangat membutuhkan, kepanitiaannya dilampirkan dalam

proposal, sedangkan program kerjanya direncanakan

untuk evesiensi dana dan tenaga. Jumlah uang yang

diterima sesuai dengan yang dimintakan karena

penerimaan langsung melalui rekening atas nama gereja.

Gambar bangunan dilampirkan dalam proposal, sedangkan

laporan dilakukan secara rutin dan tertulis setiap minggu

kepada jemaat. Informasi bantuan tersebut diperoleh dari

Penbimas Urusan Agama Kristen. Bantuan dana

dimanfaatkan untuk memperluas bangunan gereja,

sehingga dapat menampung jamaah yang lebih banyak.

Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial Keagamaan

Pemberian dana bantuan fisik gedung ternyata

dirasakan oleh masyarakat sangat bermanfaat, karena

sebelum ada bantuan kondisi gereja kurang nyaman untuk

pelaksanaan kebaktian sebab sebagian atapnya sudah rusak

namun sesudah mendapat bantuan atapnya sudah

42 Pdt. I putu Lukas Sumaja, Pengurus gereja Kristen Desa Kaba-Kaba,

Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Wawancara tanggal 28 April 2010.

Page 202: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

180

diperbaiki dan nyaman untuk mwelaksanakan kebaktian.

Partisipasi masyarakat setempat dalam membangun gereja

ternyata tidak ada kecuali partisipasi jamaah gereja dalam

membangun gereja.

Untuk kemajuan syiar agama memang sangat

kurang dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di

daerah tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa.

Merekalah yang menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba.

Untuk menghidupkan kegiatan gereja dan mengembang-

kannya jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan

pendeta dari tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka

menghidupkan rasa keagamaan jamaah.

Kemudian bangunan gereja tidak pernah

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada

halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang

belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama

lain.

Bantuan FKUB Provinsi Bali

Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali

terbentuk pada tanggal 12 Pebruari 1999. Sebelum itu telah

tepatnya selama 6 tahun, telah terbentuk forum serupa

dengan nama Forum Kerukunan Antar Umat Beragama

(FKAUB) yang berkantor di MUI Provinsi Bali. Pada tahun

2005 sampai tahun 2008 kantor FKAUB pindah ke

Universitas Dwi Jendra. Selanjutnya pada tanggal 16 Juli

2008 FKAUB berubah menjadi Forum Kerukunan Umat

Beragama dan berkantor di gedung milik sendiri,

Page 203: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

181

memperoleh dana bantuan pemerintah sebesar Rp.

500.000.000,-

Kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama

mendapatkan bantuan setiap tahunnya dari Kementerian

Agama RI Pusat sebesar Rp. 30.000.000,- (Tiga puluh juta

rupiah) sedangkan dana anggaran dari pemerintah daerah

sebesar Rp. 140.000.000,- (Seratus empat puluh juta rupiah).

Di tingkat kabupaten mendapatkan bantuan kegiatan

sebesar Rp. 75.000.000,- untuk 8 (delapan) kabupaten dan

satu kotamadya. Yang terbagi atas 3 (tiga) wilayah setiap

wilayah mendapat Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta

rupiah) yaitu wilayah barat terdiri dari Kabupaten

Tabanan, Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng.

Wilayah Tengah terdiri dari Kabupaten Badung, Kabupa-

ten Kota Denpasar dan Kabupaten Gianjar; Sedangkan

wilayah Timur terdiri dari Kabupaten Karangasem,

Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli.

Bantuan Ormas Hindu

Bantuan yang diperuntukkan bagi Ormas Keagama-

an Hindu diberikan kepada Pecalang Desa Pakraman

Wongayagede, Banjar Wongayagede, Desa Wongayagede,

Kecamatan Penebal Kabupaten Tabanan Bantuan dana

tersebut berasal dari Anggaran Pemda setempat, dalam Hal

ini Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bali. Pecalang

petugas yang bergerak di bidang keamanan pada tingkat

desa dan Pura.

Dalam mengembangkan tugas itu, mereka

mendapat perhatian (bantuan) dari Pemda setempat,

Page 204: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

182

dengan diberikan insentif dana bantuan sebesar Rp.

5.000.000,- (Lima juta rupiah) pada tahun 2009, untuk

perlengklapan dalam memegang tugas mereka seperti,

Kenip Kuli, Kaos kaki, Baju Hitam, Biji Bross Perak, Kain

Kamen katun, Pesawat Brike, dan Transport petugas.

Penyerapan Dana

Adapun pemanfaatan dana tersebut adalah sebagai

berikut: (1) pembelian 8 pasang kenip kulit, seharga Rp.

2.396.000; (2) 8 (delapan) pasang kaos kaki seharga Rp.

48.000,- (3) pakaian baju kulit hitam seharga Rp. 25.000,- (4)

8 (delapan) biji bross perak seharga Rp. 1.200.000,- (5) 8

(delapan) kain kamen katun seharga Rp. 200.000,- (6)

Handy-talky seharga Rp. 950.000,- dan transport petugas 4

kali sebesar Rp. 181.000,-43

Persyaratan penerimaan dana bantuan bagi rumah

ibadat dan ormas keagamaan pada intinya mereka

mengajukan proposal ke Kantor Kementerian Agama RI,

namun yang membedakan kadang-kadang proses

pengajuannya. Karena masing-masing bagi pemohon tidak

sama baik hubungan atau kedekatan dengan si pemberi

bantuan sehingga ada lebih mudah dan ada juga melalui

prosedur. Setelah mendapatkan penjelasan dari Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Tabanan Pengurus Pura

membentuk Panitia untuk mengajukan proposal dana

bantuan merenovasi Pura dengan ketua I Gusti Gde

Nyoman Sudana, BE, SE, tertanggal 2 Mei 2008. Setelah

43 Panitia Ormas Keagamaan, Perincian Penggunaan Dana bantuan tahun

2009.

Page 205: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

183

proposal selesai dan persyaratan dilengkapi kemudian di

kirim ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten dan

dilanjutkan ke Kanwil Kementerian Agama Tingkat

Propinsi untuk mendapatkan rekomendasi, baru dikirim ke

Ditjen Bimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama RI

Pusat.44

Pengiriman proposal dari Kanwil Kementerian

Agama Provinsi Bali menurut keterangan Kasi Sarana dan

Prasarana Bidang Urusan Agama Hindu Kanwil

Kementerian Agama Provinsi Bali Drs. I Nyoman

Arimbawa bahwa proses seperti ini ditempuh sejak tahun

2008, yang sebelumnya tidak pernah dikordinasikan.

Bantuan Dana Ormas Islam Lasqi

Ormas yang memperoleh dana bantuan dari

Kementerian Agama adalah Lembaga Seni Qasidah

Indonesia (Lasqi) sebagai organisasi Keagamaan Lembaga

Seni Qasidah Indonesia (Lasqi) yang ada di Provinsi Bali

berdiri pada tahun 2009, adalah suatu organsasi yang

mengurus seni qasidah Indonnesia. Pada Periode 2009 –

2014 sekarang Lasqi. mendapat bantuan dari Pemerintah

Pusat sebesar Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah).

Lembaga ini diketahui oleh Drs. H. Moch Soleh, M. Pd.

Jajaran pengurus di bawahnya adalah pegawai Kantor

Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali yang beragama

Islam. Mereka itu adalah kumpulan orang-orang memiliki

bakat bidang Seni terutama seni yang bernafaskan Islam.

44 Ida bagus Eka Surawan, Pendeta Adat, Desa Cau Belayu, Kecamatan

Marge, Kabupaten Tabanan, tanggal 29 April 2010.

Page 206: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

184

Masalah dana bantuan yang diberikan oleh Kantor

Kementerian Agama RI Provinsi Bali yang baru pertama

kali dalam memperoleh dana pengurus mengajukan

proposal/anggaran kegiatan selama satu tahun namun

anggaran tersebut tidak semuanya dipenuhi untuk

kebutuhan selama satu tahun, sehingga pengurus terpaksa

mencari tambahan dana untuk mencukupi kebutuhan

tersebut.

Adapun penggunaan dan pemanfaatan dana

bantuan tersebut digunakan untuk kegiatan yang berkaitan

dengan pelaksanaan kegiatan harian pengurus Lasqi

seperti membeli kertas, mengirim surat-surat keluar dan

transport petugas dan lain-lain. Sedang pemanfaatannya

diantaranya dapat menunjang kegiatan operasional Lasqi

selama satu tahun. Disamping itu pemanfaatannya untuk

membiayai kegiatan Lembaga Seni Qosidah Indonesia.

Faktor pendukung implementasi dana bantuan

ormas keagamaan antara lain kegiatan berjalan sesuai

dengan program meski dana sedikit. Sebagian besar yang

duduk di jajaran pengurus adalah para pegawai

Kementerian Agama RI. Disamping itu karena adanya

kemudahan menghubungi petugas yang dapat dihubungi

sewaktu-waktu.

Sedangkan faktor penghambatnya diantaranya

LASQI tidak memiliki dana sendiri, hanya bergantung

pada donatur, yaitu dari pemerintah pusat dan daerah.

Akibatnya tidak jarang pengurus mengeluarkan dana dari

uang pribadinya.

Page 207: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

185

Bantuan Dana Untuk Pusparawi

Dana yang dikeluarkan dari Bimas Kristen

diperuntukkan bagi Lembaga Pesta Paduan Suara Gerejawi

(Pesparawi) Bali. Lembaga tersebut terbentuk berdasarkan

Surat Keputusan Gubernur Bali, nomor 595/01-

D/HK/2007 pada tanggal 30 Juli 2007. Duduk sebagai

ketua umum adalah Budi Panglela, SE.

Pesparawi merupakan salah satu sarana pembinaan

umat Kristiani untuk meningkatkan kualitas iman dan

ketakwaan terhadap Tuhan Yang maha Esa, yang sekaligus

memperhatikan menghargai, dan mendorong seni budaya

yang bernafaskan keagamaan. Pusparawi merupakan

kegiatan umat Kristiani baik secara nasional regional,

daerah, yang didukung oleh pemerintah dan lembaga-

lembaga Gerejawi azas nasional antara lain PGI, PGPI, PII,

PBI, Bala Keselamatan, GMAHK, GDI, dan semua

dukungan masyarakat Kristiani. Karena itu Pusparawi

merupakan tugas pemerintah gereja, dan masyarakat

sebagai partisipasi aktip umat beragama dalam pem-

bangunan nasional atau dapat disebut asset pembangunan

nasional.

Pusparawi memiliki Visi terwujudnya sikap dan

penampilan umat Kristiani sebagai teladan dalam memuji

dan memuliakan Tuhan melalui suara yang berkumandang

harmonis, dan merdu sebagai wujud? ibadah kepada Allah.

Misi membina dan melastarikan seni budaya yang

bernafaskan keagamaan Kristiani, membina dan meme-

lihara kebaragamaan rasa persaudaraan dan kerukunan

Page 208: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

186

umat Kristiani, memperkokoh dan meningkat-kan kualitas

iman umat Kristiani melalui puji-pulian kepada Tuhan

yang Maha Esa; Menjadikan Pesparawi menjadi wujud

kesaksian dan wujud partisipasi umat Kristiani dalam

pembangunan; membina dan mengem-bangkan kreatifitas

musisi dan komponis Kristen serta melaksanakan peng-

kaderan generasi muda; Menjadikan event Pesparawi

sebagai sarana untuk mewujudkan kerukunan dan har-

monisasi kehidupan internal antar umat beragama. 45

Pada tahun anggaran 2008 mendapat dana bantuan

sebesar Rp. 60.000.000,- (Enam puluh juta rupiah) dari

Ditjen Bimas Kristen Kementerian Agama RI.Penggunaan

dana bantuan tersebut antara lain untuk membina umat

dalam bidang seni yang bercorak keagamaan.

Bantuan Sosial Keagamaan dirasa semakin

meningkatkan umat dalam mengembangkan seni budaya

yang bernafaskan agama melalui seni, umat semakin

menyadari pentingnya pengembangan dakwah agama

melalui seni budaya yang nafaskan agama, selain itu

bantuan sosial juga dapat meningkatkan keimanan umat

melalui seni budaya yang bercorak religius, serta dapat

mewujudkan dan memelihara rasa persaudaraan serta

kerukunan bagi umat kristiani, meningkatkan kreatifitas

para musisi dan kompunis kristiani terhadap pengkaderan

gerenasi muda.

Pada bagian lain dana bantuan bagi rumah ibadat

dan ormas keagamaan telah dikucurkan. Dana tersebut

45 Pesparawi IIX, Medan 8-18 Juli 2006.

Page 209: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

187

memberikan dampak positif yang dirasakan masyarakat.

Umat menjalankan aktivitas agamanya lebih nyaman

karena memperoleh pelayanan dan perhatian dari

pemerintah. Hal tersebut dirasakan oleh umat Hindu yang

melakukan peribadatan. Umat yang berasal dari tempat

lain juga berduyun-duyun berdatangan ke Pura dan

mereka nyaman berlama-lamaan berada di Pura dibanding

sebelum direhab. Secara kuantitas, umat yang datang ke

Pura juga bertambah.

Religiusitas umat Hindu juga dipengaruhi oleh

ketokohan dan karisma Drs. I Nyoman Jendra, rohaniwan

di Pura tersebut. Beliau juga menjabat Kepala Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Tabanan. Kondisi Pura

dan Perkembangannya sangat didukung oleh masyarakat

setempat, karena setiap kegiatan dilakukan secara

bergotong-royong tanpa membedakan asal usul mereka.

Sementara itu pembangunan masjid bagi umat

Islam di Masjid Al-Ihsan Sanur juga berdampak signifikan

bagi pelayanan ibadah. Jama’ah di masjid tersebut merasa

lebih nyaman karena penambahan infrastruktur yang

makin tertata.

Adapun jamaah masjid kebanyakan wisatawan

yang berkunjung ke Bali dan sebagian karyawan hotel yang

beragama Islam.majid pada awalnya diperuntukkan bagi

karyawan hotel yang beragama namun dalam

perkembangan selanjutnya masjid banyak dimanfaatkan

oleh orang orang dari luar hotel. Alsan pengurus mamsjid

membolehkan mereka karena masjid harus selalu

dimakmurkan.

Page 210: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

188

Disamping untuk kegiatan ibadah shalat lima

waktu masjid juga dimanfaatkan akad nikah, pengajian

karyawan hotel, dan masyarakat sekitar dan wisatawan

domistik maupun manca Negara yang siggah di masjid.

Pada bagian lain masjid dimanfaatkan untuk kegiatan

peserta kongres PDIP dan Kongres PAN kebanyakan

peserta kongres yang beragama Islam mereka mengunjungi

masjid untuk melak-sanakan ibadah salat lima waktu

sedangkan masyarakat sekitar kawasan masjid kurang

peduli terhadap keberadaan masjid karena mereka

kebanyakan beragama Hindu Bali tetapi bila ada kegiatan

hari-hari besar Islam dan sejenisnya mereka turut

membantu terutama terhadap keamanan kendaraan tamu

masjid dan lain sebagainya

Menurut salah seorang pengurus masjid

Pertanggungjawaban keuangan selalu dengan cara

dilaporkan kepada jamaah maupun kepada masyarakat

melalui setiap saat jamaah masjid bisa membaca keadaan

kas masjid.

Rumah ibadah umat Kristiani gereja Kaba-Kaba

juga memperoleh perhatian. Dampak pemberian dana

bantuan fisik sangat berarti bagi umat di gereja itu.

Sebelum dilakukan renovasi, kondisi gereja dirasakan

kurang nyaman. Atapnya sudah usang dan pada rusak

sehingga dirasakan sangat mengganggu pada saat ibadah.

Masyarakat turut berpartisipasi aktif merenovasi tempat

ibadat mereka.

Untuk kemajuan siar agama memang sangat kurang

dirasakan karena umat pemeluk agama Kristen di daerah

Page 211: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

189

tersebut hanya 14 KK atau sekitar 45 jiwa. Merekalah yang

menghidupkan gereja di Desa kaba-kaba. Untuk

menghidupkan kegiatan gereja dan mengembangkannya

jamaah gereja kadang-kadang mendatangkan pendeta dari

tempat lain untuk berkhutbah dalam rangka

menghidupkan rasa keagamaan jamaah.

Kemudian bangunan gereja tidak pernah

dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kecuali pada

halaman untuk parker kendaraan. Dampak sosial memang

belum dirasakan oleh masyarakat sekitar yang beragama

lain.

Pengelolaan Dana Bantuan Kementerian Agama RI

Pengelolaan bantuan dana kegiatan Forum

Kerukunan Umat Beragama dari Kementerian Agama RI

Pusat dimanfaatkan untuk keperluan kegiatan rutin selama

satu tahun.

Faktor Pendukung Implementasi Bantuan

Diantara faktor-faktor pendukung implementasi

bantuan sosial ini adalah:

1. Adanya bantuan rutin dari Kantor Wilayah

Kementerian Agama Provinsi Bali untuk perawatan

gedung dan mebelair;

2. Baik bantuan yang dari pusat maupun dari Provinsi

Bali sangat membantu kegiatan operasional kantor

Forum Kerukunan Umat Beragama;

Page 212: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

190

3. Adanya kerja sama orum Kerukunan Umat Beragama

dengan instansi yang terkait seperti Kesra, Kesbang

Linmas, dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi,

serta pemerintah daerah yang dapat mendukung

kegiatan Forum Kerukunan Umat Beragama sehingga

kegiatan tersebut dapat berjalan dengan biaya yang

sedikit bahkan kadang-kadang tidak mengeluarkan

biaya kegiatan karena sudah duitanggulangi oleh

pemerintah daerah;

Sedangkan kendala yang dihadapi antara lain:

1. Mekanisme pecairan dana kadang sering terlambat

sehingga bila ada kegiatan biaya tersebut mencari

pinjaman dahulu;

2. Kurang adanya koordinasi antara pengurus yang ada

selama ini sehingga kegiatan berjalan tidak tepat waktu;

3. Sebaiknya anggaran untuk FKUB perlu ada

penambahan sehingga programkan yang telah dibuat

dapat dilaksanakan tepat waktu, serta hailnya dapat

dimaksimalkan selama satu tahun;

Page 213: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

191

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan:

1. Kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan

dana bagi rumah ibadah dan ormas keagamaan tidak

jauh berbeda. Masing-masing calon penerima dana

bantuan terlebih dahulu mengajukan proposal ke Dirjen

masing-masing.

2. Proposal permohonan yang diajukan disyaratkan untuk

memenuhi ketentuan yang berlaku.

3. Pencairan dana dilakukan melalui transfer ke rekening

BRI atas nama pengurus atau panitia. Setelah bantuan

diterima, pihak penerima membuat laporan

pertanggungjawaban keuangan, dan pihak pemberi

bantuan ada yang melakukan pengawasan

penggunaannya.

4. Bantuan pembangunan sarana ibadat dan ormas

keagamaan dirasakan manfaatnya oleh umat masing-

masing.

3

Penutup

Page 214: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

192

Daftar Pustaka

A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Dr, M.Si, Evaluasi

Kinerja SDM, PT. Refika Aditama, Cetakan keempat

2009

Lijan Poltak Sinambela, Prof. Dr. Dkk, Reformasi Pelayanan

Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara,

Jakarta, Cetakan keempat Tahun 2008

M. Yusuf Asry dan Amiur Nuruddin, Pemberdayaan

Lembaga Keagamaan Dalam Kehidupan Ekonomi dan

Sosial, Badan Litbang dan Diklat, Departemen

Agama RI, Jakarta Tahun 2009

----- Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Direktorat

Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren,

Departemen Agama RI, Dirjen Pendis, Jakarta,

Tahun 2009

Sapaniah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jakarta,

RajaGrafindo, 2003

Syarif Makmur, Dr. M.Si, Pemberdayaan Sumber Daya

Manusia dan Efektifitas Organisasi, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2008

Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat Jenderal,

Departemen Agama RI, Jakarta 2005

Modul Pengawasan Dengan Pendekatan Agama, Inspektorat

Jenderal, Departemen Agama RI, Jakarta, 2008

Page 215: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

193

Penutup

Page 216: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

194

Page 217: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

195

enelitian ini merupakan penelitian evaluasi

(evaluation research) terhadap program bantuan

dana sosial keagamaan di lingkungan

Kementerian Agama, dilakukan dengan meng-gunakan

metode kualitatif. Penelitian yang diselenggara-kan dengan

menurunkan tim dalam waktu bersamaan ini

mempertimbangkan lokasi-lokasi yang diteliti secara

berimbang dan populasi yang signifikan. Secara umum,

benang merah yang dapat dipeorleh dari kajian ini

diantaranya:

1. Kementerian Agama RI dalam penyediaan dana bantuan

sosial dilakukan oleh pimpinan unit kerja eselon I

(Ditjen Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas

Buddha, dan Bimas Hindu). Dana bantuan diperuntuk-

kan bagi pembangunan rumah ibadat dan ormas

keagamaan ini memerlukan pedoman pelaksanaan

pemberian bantuan rumah peribadatan dan ormas

keagamaan.

2. Selain dilakukan unit kerja Eselon I, bantuan sosial juga

dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementrian Agama

yang dilegalkan melalui surat keputusan-nya. Namun,

implementasi kebijakan Kantor Wilayah tersebut di

lapangan bervariasi.

3. Dana bantuan untuk rumah ibadah pada umumnya

dimanfaatkan untuk rehabilitasi rumah ibadat. Khusus

di Propinsi Nusa Tenggara Timur ditemukan dana

bantuan sosial yang dimanfaatkan untuk menunjang

pemberdayaan ekonomi umat.

P

Page 218: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

196

4. Secara umum dampak sosial keagamaan pem-berian

bantuan masih kurang nampak, karena kecilnya jumlah

bantuan dibandingkan kebutuhan ril rumah ibadat.

Namun di beberapa wilayah jumlah bantuan untuk

rumah ibadat dan ormas keagamaan bantuan tersebut

dirasa dapat meng-gairahkan jamaah untuk memberi

sumbangan dalam membangun rumah ibadat serta

mengembangkan aktivitas ormas keagamaan.

5. Faktor pendukung pelaksanaan pemberian bantuan

sosial adalah: 1) adanya kebijakan Kementrian Agama

melalui surat keputusan yang mengatur proses

pemberian bantuan, dan dibuatnya pedoman pelak-

sanaan pemberian bantuan sosial baik di pusat maupun

pada Kanwil Kementrian Agama masing-masing

daerah, 2) adanya partisipasi masyarakat untuk

memanfatkan bantuan. Sedangkan faktor penghambat

antara lain: 1) minimnya jumlah bantuan sosial kepada

rumah ibadat dan ormas keagamaan dibanding

kebutuhan masyarakat 2) lamanya waktu diterima-nya

bantuan di sebagian tempat; 3) kurangnya koordinasi

antara Kementrian Agama Pusat dengan Kanwil

Kementrian Agama daerah dalam penentuan penerima

dana bantuan sosial; dan 4) minimnya studi kelayakan

dan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian

bantuan sosial terhadap rumah ibadat dan ormas

keagamaan.

Dan untuk pihak-pihak sebagai pemangku

kebijakan, disampaikan rekomendasi beberap hal berikut:

Page 219: Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi Rumah Ibadat dan

197

1. Diperlukan studi kelayakan dalam penentuan

penerima bantuan dan monitoring dalam pelaksanaan

bantuan. Studi kelayakan dilakukan oleh pemberi

bantuan melalui seleksi proposal calon penerima

bantuan berdasarkan juklak dan juknis serta

melakukan survey untuk memastikan kebenaran isi

proposal. Monitoring dilakukan untuk memastikan

bahwa penggunaan bantuan sesuai dengan ketentuan

dan tujuannya.

2. Secara terus menerus perlu ditingkatkan koordinasi

antara direktorat-direktorat di lingkungan Kementrian

Agama dengan Kanwil Kementerian Agama dalam

pelaksanaan program bantuan sosial. Dengan begitu

Kanwil Kementrian agama bisa dilibatkan dalam

proses studi kelayakan maupun monitoring sehingga

pelaksanaan program bantuan sosial lebih maksimal.

3. Untuk bantuan dalam jumlah yang besar (minimal Rp.

100 juta) dan strategis diperlukan proses analisis yang

lebih cermat, baik dari studi kelayakan, pengawasan

(monitoring), pendampingan, dan juga perlu

dilakukan evaluasi secara priodik.