Bahasa Piji Dan Bahasa

Embed Size (px)

Citation preview

bahasa piji dan bahasa kreolBahasa Pijin dan Bahasa Kreol Miftah Nugroho I. Pendahuluan Bahasa pada kenyataannya tidak tunggal melainkan berbeda-beda. Selain itu, dalam sebuah bahasa memiliki berbagai wujud variasi, antara lain variasi standar dan nonstandar. Variasivariasi tersebut muncul karena faktor sosial budaya, tempat individu atau kelompok individu itu berada. Bentuk atau wujud bahasa seseorang atau kelompok masyarakat sedikit banyak dipengaruhi oleh lingkungan atau faktor ekstralingual yang bersentuhan dengannya. Oleh karena faktor ekstralingual inilah sehingga wujud bahasa menjadi beragam-ragam sesuai dengan kenyataan sosial yang direfleksikannya. Pendapat ini membantah konsep Chomsky ihwal masyarakat bahasa homogen. Wardhaugh (1986: 113) mengevaluasi pandangan masyarakat homogen Chomsky seperti kutipan berikut ini. For purely theoretical purposes, linguist may want to hypotezise the existence of some kind of ideal speech community. This is actually what Chomsky proposes, his completely homogenous speech community. However, such a community can not be our concern: it is theoretical construct employed for a narrow purpose. Our speech community, whatever they are, exist in a real world. Consequently, some alternative view must be developed of speech community, one helpful to investigation of a language in society rahter than necessitated by more abstract linguistic theorizing. Berdasarkan pendapat Wardhaugh di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan masyarakat bahasa yang heterogen lebih masuk akal. Ihwal masyarakat homogen, kelihatannya hal ini susah untuk dibayangkan. Andaikata ada, jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena keheterogenan masyarakat bahasa, faktor-faktor yang bersifat individual, regional, sosial dan situasional sangat mempengaruhi variasi bahasa. Berpijak dari pendapat di atas, para pakar sosiolinguistik berpendapat bahwa bahasa itu ada bermacam-macam. Di antara berbagai macam bahasa itu adalah bahasa pijin dan bahasa kreol. Pada mulanya, pijin dan kreol dianggap sebagai fenomena linguistik yang tidak menarik. Orang yang berbicara dengan pijin dan kreol dianggap hina. Hymes (dalam Wardhaugh, 1988) menambahkan bahwa sebelum tahun 1930 pijin dan kreol secara luas diabaikan oleh linguis dan dinilai sebagai bahasa marginal. Kemarginalan ini disebabkan oleh asal-usul mereka. Oleh karena itu, orang yang berbicara dengan bahasa pijin dan kreol dihubungkan dengan anggota masyarakat miskin dan masyarakat hitam. Untungnya, perilaku dan anggapan ini pada masa sekarang sudah berubah. Para ahli bahasa memberikan perhatian yang serius pada bahasa pijin dan kreol. Mereka menemukan karakteristik yang menarik ihwal pijin dan kreol. Kajian pijin dan kreol menjadi bagian penting dari kajian sosiolinguistik dengan segala literatur dan kontroversi dari pijin dan kreol itu sendiri. Pada akhirnya, para penutur bahasa menyadari bahwa berbicara dengan pijin dan kreol bukanlah sebuah variasi bahasa yang jelek, tetapi bahasa atau variasi bahasa yang memiliki legitimasi, sejarah, struktur, dan kemungkinan pengakuan sebagai sebuah bahasa yang patut atau benar (Wardhaugh, 1988). II. Pijin Wardhaugh (1988) dan Holmes (2001) mendefinisikan pijin adalah bahasa yang tidak mempunyai penutur asli. Wardhaugh (1988) menambahkan bahwa pijin kadang-kadang dianggap sebagai sebuah variasi yang mengurangi bahasa normal, dengan penyederhanaan tata

bahasa dan kosa kata, variasi fonologi, dan pencampuran kosa kata bahasa lokal. Oleh karena itu pijinisasi meliputi penyederhanaan bahasa, seperti pengurangan sistem morfologi (struktur kata) dan sintaksis (struktur gramatikal), toleran terhadap perbedaan pelafalan, pengurangan sejumlah fungsi bahasa, dan perluasan peminjaman kata-kata dari bahasa lokal. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Fasold (1996) yang menyatakan bahwa pijin merupakan penyederhanaan dari pelafalan dan aspek-aspek tertentu tata bahasa. Dari beberapa pendapat di atas, definisi pijin dapat disarikan menjadi dua, yaitu (1) pijin merupakan variasi bahasa yang tidak memiliki pentur asli, (2) pijin adalah variasi bahasa yang bercirikan penyederhanaan (simplification), dan lazimnya aspek yang mengalami penyederhanaan adalah tata bahasa dan kosa kata. Apabila diamati secara etimologis, istilah bahasa Inggris pijin kemungkinan besar diambil dari kata benda business yang berarti perdagangan. Mula-mula, kata ini merupakan ragam yang penting sebagai bahasa bantu dalam sebuah kontak bahasa. Oleh karena pengaruh substratum Cina, perkembangan kata pijin kemungkinannya adalah seperti berikut: /bisnis/ > /pizin/ > /pizin/ > /pidgin/ (Suhardi dkk, 1995).Selaras dengan pendapat Suhardi, Holmes (2001) menyatakan bahwa kata pijin mungkin berasal dari business yang dilafalkan dalam bahasa Inggris pijin yang berkembang pada bangsa Cina, atau mungkin dari bahasa Yahudi yaitu pidjom yang berarti perdagangan atau pertukaran. Kemungkinan juga kata pijin berasal dari kombinasi dua huruf bahasa Cina yaitu pi dan tsi n yang bermakna membayar dengan uang. Bahasa pijin akan muncul apabila dua penutur atau lebih mempergunakan sistem bahasa yang timbul akibat adanya situasi kebahasaan darurat sebagai media komunikasi. Struktur bahasa tersebut disederhanakan dan kosa katanya dibatasi. Bahasa tersebut akan disebut bahasa pijin jika bahasa tersebut untuk kedua belah pihak bukan merupakan bahasa ibu (Suhardi dkk, 1995: 3). Pendapat senada juga dikemukakan Bell (dalam Ibrahim, 1995). Bell berpendapat bahwa dalam suatu situasi kontak dimana dua kelompok yang tidak memiliki bahasa yang sama atau umum dan keduanya ingin berkomunikasi. Pada saat inilah tumbuh medium yang tampaknya tidak dapat dihindarkan lagi. Pengertian bahasa pijin di atas dilatarbelakangi oleh adanya ekspansi kolonialisme dan imperialisme bangsa Eropa serta perkembangan perdagangan akibat ekspansi tersebut. Akibat situasi tersebut lalu muncul kebutuhan untuk berkomunikasi di antara bangsa-bangsa yang tidak saling mengenal bahasa masing-masing, yaitu bahasa Eropa di satu pihak dan bahasa penduduk lokal di pihak lain. Terdorong oleh keinginan untuk saling mengerti, bangsa Eropa menyederhanakan bahasanya dalam bidang tata bahasa dan kosa kata. Tujuannya adalah agar dapat berinteraksi dengan penduduk lokal. Sebaliknya, penduduk lokal berusaha untuk mempermudah sistem bahasanya agar bangsa Eropa dapat mengerti bahasa mereka. Berdasarkan situasi ini timbullah suatu bahasa campuran dengan sebuah konvens kebahasaan yang lebih ketat. Bahasa campuran ini kerap muncul dalam daerah kontak bahasa dari dua budaya yang berbeda. Pada bahasa campuran itu, bahasa yang berprestise sosial yang lebih tinggi akan berkembang menjadi bahasa penyumbang yang dominan (Suhardi dkk, 1995). Ihwal definisi bahasa pijin, terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek linguistik, aspek sosial, dan aspek historis (Suhardi dkk, 1995). Dari aspek linguistik, bahasa pijin dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu bahasa kedua dan bahasa penyumbang. Pertama, bahasa pijin merupakan bahasa kedua bagi seorang penutur yang melakukan pengurangan kosa kata secara ketat, kecenderungan menguraikan sesuatu dan mempunyai metaforis yang sangat luas. Kedua, bahasa penyumbang memiliki perbendaharaan fonem yang telah dipermudah dan diubah, sistem fleksi telah dihapus. Jika dibandingkan dengan bahasa ibu telah mengalami kontraksi

sintaksis, misalnya penyatuan preposisi, artikel, dan konjungsi. Senada dengan pendapat di atas, Holmes (2001) menyatakan bahwa bahasa pijin dibuat dari kombinasi antara orang-orang yang bertutur dengan bahasa yang berbeda. Kelompok orang pertama berbicara dengan bahasa dunia yang prestisius, sedangkan kelompok kedua menggunakan bahasa lokal/vernakular. Bahasa yang prestisius menyumbangkan lebih banyak kosa kata, sedang bahasa lokal mempengaruhi tata bahasanya. Bahasa yang menyumbangkan lebih kosa kata disebut sebagai lexifier/superstrate, sedangkan bahasa yang mempengaruhi struktur tata bahasa disebut substrate. Misalnya seperti di Papua New Guinea, bahasa Inggris adalah bahasa lexifier untuk bahasa Tok Pisin, sedangkan bahasa Tolai menjadi bahasa substrate. Ihwal stuktur linguistik bahasa pijin, terdapat dua ciri. Ciri yang pertama adalah penyederhanaan struktur. Misalnya kata tidak memiliki sistem infleksi, penanda plural atau kala dalam kata kerja sebagaimana bahasa Inggris. Tidak terdapat afiks yang menjadi penanda gender seperti bahasa Spanyol atau Italia. Holmes (2001) membuat contoh seperti berikut ini yang berkaitan dengan bentuk verba antara bahasa pijin dengan bahasa yang normal. Tabel Perbandingan bentuk verba empat bahasa Bahasa Perancis Bahasa Inggris Bahasa Tok Pisin Bahasa Pijin Kamerum je vais yu vas elle/il/va I go you go she/he/it goes mi yu go em a yu go i Ciri yang kedua adalah jumlah kosa kata yang terbatas. Oleh karena pijin hanya dipergunakan untuk perdagangan, jumlah kosa katanya hanya beberapa ratus saja. Oleh karena kosa katanya tidak banyak, satu kata dalam bahas pijin bisa mengandung beberapa arti. Misalnya kata pas dalam bahasa Tok Pisin dapat berarti a pass, a letter, a permit, ahead, fast, firmly, to be dense, crowded, tight, to be block, atau shut. Hal ini berbeda dengan bahasa normal (bahasa orang dewasa yang monolingual) yang memiliki kosa kata sekitar 25.000 30.000 kata. Terkait dengan aspek sosial, bahasa pijin adalah bahasa yang oleh penuturnya dipergunakan sebagai bahasa ibu. Pemerolehannya berlangsung dalam proses belajar bahasa secara bebas. Selain itu, dipengaruhi oleh kekuatan petutur. Oleh karena itu, bahasa pijin hanya dapat menutupi kebutuhan akan ragam bahasa yang diperlukan untuk pemahakan bahasa pertama saja (misalnya dalam bidang perdagangan, peraturan yang sederhana). Dengan demikian, sistem bahasa pijin dapat dipahami memiliki status sosiolinguitik yang rendah di antara kedua mitra bicara/petutur. Adapun dilihat dari aspek historis, bahasa pijin muncul karena adanya kontak bahasa antara bangsa Eropa dan bangsa bukan Eropa. Sejalan dengan pendapat di atas, Holmes (2001) berpendapat bahwa bahasa pijin bukanlah bahasa yang status sosialnya tinggi atau prestis. Orang-orang banyak yang tidak menggunakan bahasa pijin untuk berbicara. Mereka merasa bahasa pijin adalah bahasa yang menggelikan. Pada dasarnya menurut Holmes (2001) bahasa pijin memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah untuk perdagangan atau untuk administrasi. Di samping itu, bahasa pijin dipergunakan secara eksklusif untuk fungsi bahasa referensial (penyampaian informasi) daripada fungsi afektif

(menjaga hubungan sosial). Oleh karena itu, bahasa pijin dituturkan untuk fungsi atau tujuan khusus seperti membeli dan menjual bijih padi atau hewan langka daripada dituturkan untuk menandakan perbedaan sosial atau ekspresi kesantunan. Bahasa pijin bagi Holmes (2001) memiliki tiga sifat, yaitu 1) digunakan untuk fungsi dan domain yang terbatas, 2) dibandingkan dengan bahasa sumber, bahasa pijin mengalami penyederhanaan struktur, 3) secara umum, bahasa pijin termasuk ke dalam bahasa yang prestiusnya rendah dan diperlakukan secara negatif. Seringkali bahasa pijin berumur pendek. Kasus ini terjadi bila bahasa pijin hanya dipergunakan untuk fungsi terbatas. Bahasa pijin akan lenyap ketika fungsinya juga lenyap. Misalnya bahasa pijin Inggris di Vietnam yang dikembangkan untuk pemakaian antara pasukan Amerika dan orang Vietnam, namun pada akhirnya mati. III. Kreol Kreol adalah bahasa pijin yang mempunyai penutur asli (Hudson: 1996, Holmes: 2001, Wardhaugh: 1988). Wardhaugh (1988) mengibaratkan kreol seperti bahasa normal yang memiliki penutur asli. Definis lain ihwal kreol adalah bahasa yang terbentuk jika suatu sistem komunikasi yang pada awalnya merupakan bahasa pijin kemudian menjadi bahasa ibu suatu masyarakat (Suhardi dkk: 1995). Pendapat ini dikuatkan oleh Holmes (2001) yang mengatakan bahwa semua bahasa yang disebut pijin pada kenyataannya sekarang ini menjadi bahasa kreol baru. Bahasa kreol tersebut dipelajari oleh anak sebagai bahasa pertama dan dipergunakan pada domain yang luas. Holmes (2001) mencontohkan seperti bahasa Tok Pisin yang mulanya adalah bahasa pijin dan berkembang menjadi bahasa kreol. Bagi Wardhaugh (1988), penutur bahasa kreol sama seperti halnya penutur bahasa pijin. Kesamaan itu bisa dilihat jika mereka bertutur, mereka merasa ada yang kurang tidak seperti pada bahasa yang normal sebab cara bertutur mereka dan yang lain dibandingkan dengan bahasa Perancis dan Inggris. Bagi Holmes (2001) bahasa kreol berbeda dengan bahas pijin. Perbedaan itu tampak fungsi, struktur, dan ekspresi perilaku terhadap bahasa kreol. Menurut Holmes (2001) kreol adalah pijin yang strukturnya diperluas, kosa katanya mengekspresikan sejumlah arti dan berfungsi sebagai pemerolehan bahasa pertama. Selaras dengan pendapat Holmes, Wardhaugh (1988) berpendapat bahwa kreolisasi meliputi perluasan sistem morfologi dan sintaksis, keteraturan sistem fonologi, pertambahan fungsi-fungsi bahasa yang dipergunakan, dan perkembangan rasional serta sistem yang stabil bagi kosa kata. Berikut ini contoh ihwal ciri-ciri struktur bahasa kreol yang disajikan oleh Holmes (2001). Bahasa Kreol River Rover Australia (a) im bin megim ginu he made a canoe [past tense] (b) im megimbad ginu he is making a canoe [present continuous] Bahasa kreol bagaimanapun mengembangkan cara-cara ihwal penandaan arti seperti kala kata kerja. Seperti pada contoh di atas, penanda kala lampau adalah partikel bin, sedangkan aspek progresif dimarkahi dengan sufiks bad yang dilekatkan pada verba. Contoh lainnya dipaparkan Holmes (2001) berkaitan dengan bahasa pijin yang berkembang menjadi bahasa kreol, strukturnya menjadi teratur. Tabel di bawah ini menjelaskan ihwal strategi linguistik ihwal keteraturan struktur kata yang berhubungan dengan arti, dan bentuk ini membuat lebih mudah untuk dipelajari dan dipahami. Bentuk-Bentuk Bahasa Tok Pisin

Bahasa Tok Pisin Bahasa Inggris Bahasa Tok Pisin Bahasa Inggris Bik Brait Daun Nogut Pret Doti Big, large Wide Low Bad Afraid Dirty Bikim Braitim Daunim Nogutim Pretim Dotim To enlarge, make large To make wide, widen To lower To spoil, damage To frighten, scare Apabila fungsi dari bahasa pijin adalah hanya untuk perdagangan atau administrasi, atau untuk peyampaian informasi belaka, maka fungsi bahasa kreol menjadi lebih luas. Menurut Holmes (2001) fungsi bahasa kreol seperti halnya fungsi pada semua bahasa, yaitu untuk politik, pendidikan, administrasi perkantoran, kesusastraan. Misalnya bahasa Tok Pisin yang sering dipergunakan sebagai bahasa perdebatan di parlemen Papua New Guinea. Ihwal sikap atau penilaian, penutur luar meyikapi negatif bahasa kreol sebagaimana sikap mereka pada bahasa pijin, namun kasus ini tidak semua bahasa kreol. Misal bahasa Tok Pisin yang mempunyai status dan prestis untuk orang-orang Papua New Guinea. IV. Asal-Usul dan Berakhirnya Bahasa Beberapa pakar bahasa berpendapat bahwa semua pijin dan kreol memiliki asalu-usul yang sama. Mereka menegaskan bahwa kebanyakan pijin dapat dilacak kembali ke pijin Portugal abad 15 dan mungkin berikutnya ke lingua franca/bahasa bantu Mediterania. Pakar yang lain berpendapat bahwa masing-masing pijin mucul dan berkembang secara mandiri. Oleh karena itu, para pakar memandang kesamaan bahasa pijin dengan membuat dua poin yang membatasi perkembangan bahasa pijin yang mereka bagi. Pertama, pijin muncul dalam kontkes yang berbeda namun untuk jenis fungsi dasar yang sama, seperti perdagangan, pertukaran dan transaksi yang lain serta orientasinya pada fungsi referensial. Kedua, fungsi-fungsi ini diekspresikan melalui proses struktural yang tampak universal pada semua situasi perkembangan bahasa, seperti penyederhanaan dan pengurangan tata bahasa. Ihwal kreol, terdapat perdebatan mengenai apa yang terjadi pada kreol. Ada jawaban yang bervariasi yang tergantung pada konteks sosial. Dalam masyarakat yang pembagian sosialnya kaku, sebuah kreol mungkin menjadi variasi L yang stabil di samping dibolehkan menjadi variasi H. Misalnya situasi diglosik di Haiti dimana bahasa kreol Haiti menjadi variasi L di samping

bahasa Perancis. Ketika rintangan sosial menjadi lebih cair, kreol mungkin berkembang menjadi bahasa standar dari keadaan yang menurunkan sejumlah kosa kata. Ketika kreol digunakan orang per orang dengan variasi standar dalam sebuah masyarakat yang rintangan sosialnya tidak dapat diatasi, ciri-ciri kreol akan berubah langsung menjadi variasi standar. Proses inilah yang disebut dekreolisasi. DAFTAR PUSTAKA Fasold, Ralph. 1996. The Sociolinguistics of Language. Blackwell Publisher Ltd. Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Pearson Education Limited Hudson, R.A. 1996. Sociolinguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Ibrahim, Abd. Syukur. 1995. Sosiolinguistik: Sajian, Tujuan, Pendekatan, dan Problem. Surabaya: Usaha Nasional Suhardi, Basuki dkk. 1995. Teori dan Metode Sosiolinguistik III. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Wardhaugh, Ronald. 1988. An Introduction to Sociolinguistics. Basil Blackwell Ltd. Wijana, I Dewa Putu. 2003. Eksistensi dan Resistensi Bahasa dalam Kumpulan Karya Ilmiah Para Pakar pada Seminar Internasional Budaya, Bahasa, dan Sastra Fakultas Sastra UNDIPUNIMUS Oktober 2003 CREOLE LANGUAGES (BAHASA PIJIN DAN BAHASA KREOL)

Disusun oleh: HETI KURNIAWATI 07706251005

LINGUISTIK TERAPAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008 Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 1

Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol

Lingua franca (bahasa perantara), pijin dan kreol kurang mendapat perhatian dari para linguis. Bahkan sebelum tahun 1930-an, bahasa pijin dan kreol dianggap sebagai bahasa yang marjinal. Marjinal dilihat dari asal usul bahasa tersebut yang mengasosiasikan masyarakat pengguna bahasa tersebut yang kebanyakan masyarakat miskin dan berkulit gelap. Selain itu, kemarjinalan dilihat dari sisi ilmu pengetahuan tentang kedua bahasa tersebut, meski keduanya merupakan hal yang sangat penting bagi kita untuk memahaminya dan juga hal yang pokok bagi kehidupan jutaan orang. Belakangan ini, para linguis mulai mengubah sikap. Kajian mengenai bahasa pijin dan kreol menjadi bagian penting dari sosiolinguistik. Para pengguna bahasa tersebut juga diuntungkan. Mereka menyadari bahwa bahasa mereka bukanlah variasi bahasa yang jelek dari suatu bahasa, melainkan suatu bahasa ataui variasi bahasa yang memiliki legitimasinya sendiri, seperti sejarah, struktur, tata fungsi dan kemungkinan diakui sebagai bahasa yang layak. Lingua Franca (Bahasa Perantara) Pada tahun 1953, di Paris, UNESCO memberikan definisi lingua franca sebagai bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda guna berkomunikasi antar mereka. Lingua franca bisa bermacammacam. Samarin membedakannya menjadi empat, yaitu: 1) trade language (misalnya bahasa Hausa di Afrika Barat atau Swahili di Afrika Timur), 2) contact language (misalnya bahasa Yunani koin di masa purba), 3) international language (bahasa Inggris yang merupakan bahasa dunia kita saat ini), 4) auxiliary language (misalnya bahasa Esperanto atau Basic English). Pada suatu saat bahasa Yunani koin dan Vulgar Latin menjadi lingua franca di Mediterania dan kebanyakan negara Eropa. Demikian juga bahasa Arab, India, Mandarin, Swahili menjadi lingua franca. Bahasa Arab menjadi perantara kaitannya dengan penyebaran agama Islam. Bahasa Inggris menjadi lingua franca untuk berbagai tujuan, misalnya dalam perjalanan dan perdagangan. Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 2

Sebuah bahasa perantara dapat diucapkan dengan berbagai cara. Misalnya Yunani koin dan Vulgar Latin yang memiliki berbagai variasi, tidak hanya dari pengucapan, tetapi para pengguna bahasa juga memiliki variasi kemampuan menggunakan bahasa tersebut. Bahasa Inggris, yang merupakan lingua franca di berbagai belahan dunia, dapat menjadi bahasa ibu bagian sebagian orang, bahasa kedua, bahkan bahasa asing bagi orang lain. Oleh karena itu, penuturnya pun berbeda-beda, dari yang sangat mirip dengan penutur asli hingga mereka yang hanya mengenal beberapa kata saja. Swahili yang merupakan lingua franca di Afrika Timur juga digunakan di daerah pantai seperti penutur asli. Di daratan, Tanzania bahasa ini mengalami penyederhanaan struktur, di Zaire penyederhanaan lebih banyak, dan diikuti pengurangan fungsi. Di Zaire bagian utara penyederhanaan lebih banyak lagi dan bahasa lisannya tidak lagi dimengerti oleh penduduk pantai. Adanya variasi ini menunjukkan bahwa Swahili merupakan lingua franca, yang sebenarnya beberapa di antaranya menggunakan bentuk pijin, Zaire Pidgin Swahili. Demikian juga dengan pengguna bahasa Inggris sebagai lingua franca, mereka menggunakan bahasa Inggris dengan pijin daerah lokal, bukan bahasa Inggris standar. Selama paruh kedua abad ke-19, Chinook Jargon digunakan sebagai lingua franca di Amerika Utara, mulai British Columbia sampai Alaska. Saat ini, Chinook Jargon sudah menghilang. Vokabulernya berasal dari bahasa Nootka, Chinook, Chehalis (semua bahasa Indian-Amerika), Perancis dan Inggris. Sistem bunyinya cenderung beragam menurut bahasa ibu masing-masing pengguna, tata bahasanya dikurang-kurangi. Ada hubungan distribusional antara Chinook Jargon dan lingua franca Plains Sign Language. Chinook Jargon digunakan di daerah pantai, sedangkan Plains Sign Language dipakai di dataran tinggi. Hymes mengamati bahwa we kita tahu mengapa masyarakat dataran tinggi mengembangkan bahasa tanda (sign language), sedangkan masyarakat pantai mengembangkan jargon. Dimungkinkan karena perbudakan. Orang-orang Chinook sering membeli atau merampas budak dari orang-orang sekitar mereka. Nampaknya bentuk bahasa Chinook yang dikurangkurangi merupakan bahasa yang dipelajari budak dan digunakan untuk berkomunikasi antar mereka dan mereka dengan majikannya.

Pijin dan Kreol: Definisi-definisi Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 3

Pijin adalah sebuah bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Bahasa ini bukan bahasa pertama seseorang, melainkan bahasa pergaulan (contact language), merupakan hasil dari situasi multibahasa, dimana seseorang yang hendak berkomunikasi dengan orang lain harus menemukan cara atau mengembangkan kode-kode sederhana. Pijin kadang-kadang merupakan variasi bahasa normal yang dikurangi dengan penyederhanaan tata bahasa dan vokabuler, variasi fonologi dan mencampurkan vokabuler setempat sesuai dengan kebutuhan. Munculnya pijin kemungkinan mengharuskan ada setidaknya tiga bahasa. Jika salah satu bahasa lebih dominan, pengguna bahasa yang tidak dominan berperan penting dalam pembentukan pijin. Mereka tidak hanya berbicara kepada pengguna bahasa dominan, tetapi juga harus antar mereka yang tidak dominan. Dengan demikian dominasi bahasa tersebut akan hilang. Bahasa pijin juga merupakan bahasa perdagangan yang digunakan di daerah pantai dimana terdapat banyak bahasa. Oleh karena itu bahasa pijin lebih merupakan lingua franca antar mereka yang tidak mampu saling berkomunikasi dengan bahasa standar. Misalnya, Pidgin Chinese English oleh penutur bahasa Cina yang beragam, dan Neo-Melanesian (Tok Pisin) yang merupakan bahasa pemersatu penutur berbagai bahasa di Papua Nugini. Pengguna bahasa pijin sering dianggap sebagai orang yang kurang, baik secara sosial dan budaya, bahkan secara kognitif. Bahasa pijin bukanlah sekedar baby-talk yang digunakan orang dewasa karena penyederhaan bentuk, bahasa pijin memiliki aturan-aturan tersendiri. Bahasa-bahasa pijin yang berbeda-beda memiliki banyak kesamaan yang kemudian menimbulkan masalah penting secara teoritis yang berkaitan dengan asal usul dan juga kemampuan manusia untuk memperoleh bahasa. Kreol, kebalikan dari pijin, adalah bahasa yang normal. Kreol memiliki penutur asli, tetapi seperti halnya pijin, kreol memiliki hubungan yang tidak sederhana dengan bahasa standar yang menjadi akarnya. Bahasa Inggris pijin memiliki hubungan yang rumit dengan bahasa Inggris standar, demikian juga dengan kreol Haiti yang berakar bahasa Perancis juga memiliki hubungan yang rumit dengan bahasa Perancis. Hubungan kreol Haiti dengan bahasa Perancis berbeda dengan hubungan kreol Jamaika yang berakar bahasa Inggris dengan bahasa Inggris standar. Para pengguna bahasa pijin dan kreol mungkin merasa bahwa mereka berbicara bahasa yang kurang normal dikarenakan oleh cara mereka memandang bahasa Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 4

tersebut dibandingkan dengan bahasa akarnya, Perancis atau Inggris. Akibatnya mereka merasa rendah diri. Pijinisasi dan kreolisasi hampir saling berlawanan. Pijinisasi melibatkan penyederhanaan bahasa, misalnya pengurangan morfologi (struktur kata) dan sintaksis (struktur tata bahasa), adanya toleransi terhadap variasi fonologi (pelafalan), pengurangan fungsi bahasa pijin (misalnya bahasa pijin tidak digunakan untuk menulis novel), peminjaman kosakata dari bahasa ibu setempat. Sebaliknya, kreolisasi melibatkan pelebaran morfologi dan sintaksis, pengaturan fonologi, secara sengaja ditambahkan fungsi bahasa tersebut dan perkembangan sistem yang rasional dan tetap untuk menambah vokabuler. Mekipun proses pembentukan kedua bahasa tersebut berbeda, tetapi pada situasi tertentu sulit dibedakan apakah kita menggunakan bahasa pijin atau kreol. Misalnya, Hawaiian Pidgin English dan Hawaiian Creole English yang sebenarnya digunakan oleh orang yang sama untuk menggambarkan variasi yang sama. Demikian juga dengan bahasa Neo-Melanesia, kadang disebut pijin, lain kali disebut kreol. DeCamp mengatakan, semua orang setuju bahwa bahasa Arab Juba di Sudan Selatan adalah sebuah bahasa pijin. Bahasa ini berfungsi sebagai lingua franca dalam berkomunikasi antar penutur bahasa yang tidak dimengerti di daerah ini. Vokabulernya sederhana, terbatas pada kebutuhan perdagangan dan komunikasi antar bahasa. Jika diperlukan, vokabuler ditambahkan dan mengambil kata dari berbagai bahasa. Fonologinya sangat sederhana dengan sedikit proses morfofonemis. Bahasa Arab Juba relatif tetap dengan aturannya sendiri dan bukan hanya bahasa Arab anak-anak. Demikian juga dengan kreol Haiti. Semua setuju bahwa bahasa vernakuler Haiti adalah bahasa kreol. Bahasa ini merupakan bahasa ibu masyarakat Haiti, meskipun bahasa Perancis standar merupakan bahasa resmi. Kemungkinan kreol ini berasal dari bahasa Perancis yang menjadi pijin pada saat kreol ini diperoleh sebagai bahasa ibu. Karena merupakan bahasa ibu, kebutuhan berkomunikasi yang lebih luas dan fungsi ekspresi, kreol memiliki vokabuler yang banyak, tata bahasanya kompleks. Meski kebanyakan vokabuler berasal dari bahasa Perancis, tetapi fonologi dan sistaksisnya sangat berbeda dari bahasa Perancis standar, dan lebih mirip dengan kreol Portugis, kreol Spanyol, bahkan kreol Inggris. Kebanyakan kreolis menolak menyebut kreol ini sebagai dialek bahasa Perancis. Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 5

Sumbangan Geografis dan Ciri-ciri Linguistis Bahasa pijin dan kreol lebih banyak tersebar di daerah katulistiwa di seluruh dunia, biasanya di daerah yang memiliki akses langsung atau mudah ke laut. Akibatnya, bahasa ini banyak ditemukan di kepulauan Karibia dan sekitar pantai utara dan timur Amerika Selatan, daerah pantai Afrika, dan sebagian di pantai barat, sepanjang Samudera Hindia dan Pasifik. Bahasa-bahasa tersebut sangat tidak biasa di belahan bumi utara dan selatan dan di daratan benua. Penyebaran bahasa ini sangat erat hubungannya dengan jalur perdagangan, termasuk perdangangan budak. Variasi bahasa tersebut juga diasosiasikan dengan orang kulit gelap dan masyarakat dunia ketiga. Hancock menyusun 127 bahasa pijin dan kreol di dunia. Kebanyakan bahasa-bahasa ini berakar pada bahasa-bahasa Eropa. Hanya beberapa bahasa saja yang tidak memiliki hubungan atau memiliki hubungan yang sedikit dengan bahasabahasa Eropa. Area Karibia menjadi daya tarik bagi para kreolis karena memiliki banyak variasi bahasa. Ada beberapa negara yang menggunakan bahasa Spanyol dan tidak memiliki bahasa pijin, seperti Republik Dominika, Kuba dan Puerto Rico. Antigua, Barbados, Grenada, Jamaika, dan Guyana memiliki kreol berakar bahasa Inggris, sedangkan Martinique, Guadalupe, St. Lucia dan Haiti memiliki kreol berakar bahasa Perancis. Dominika dan Trinidad berbahasa kreol Inggris dan Perancis. Aruba, Banaire, dan Curaao berbahasa kreol yang berakal pada bahasa Portugis, sedangkan kreol Virgin Islands yang sudah punah berakar pada bahasa Belanda. Bahasa resmi negara-negara tersebut juga beragam. Hampir semua negara tersebut di atas menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi, kecuali Martinique, Guadalupe, dan Haiti yang menggunakan bahasa Perancis. Bahasa Belanda menjadi bahasa resmi di Aruba, Banaire, dan Curaao. Di Amerika Serikat bagian selatan, di Louisiana terdapat variasi bahasa Perancis yang berbeda-beda (kreol Louisiana, Cajun French of Acadians from Nova Scotia, dan sedikit bahasa Pernacis standar). Selain itu, terdapat pula bahasa Gullah dan variasi bahasa Inggris yang saat ini merujuk kepada Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 6

bahasa Inggris orang kulit hitam. Hal ini dikarenakan banyak budak kulit hitam yang berpindah dari berbagai tempat di selatan ke utara. Suriname, yang berada di pantai timur laut Amerika Selatan, berbahasa resmi Belanda, yang sebenarnya merupakan bahasa ibu dari 2% penduduknya. Sranan dan Djuka, kreol berakar bahasa Inggris digunakan di sana. Sranan digunakan di daerah pantai dan dikenal conservative English creol, sedangkan Djuka dipakai di derah daratan, dikenal sebagai Bush Negro dan berasal dari pijin bahasa Inggris yang digunakan oleh para budak yang melarikan diri. Djuka adalah kreol yang juga menjadi lingua franca di kalangan orang Indian asli. Saramaccan, satu jenis kreol lainnya, kadang disebut berakar bahasa Portugis, kadang bahasa Inggris. Bahasa ini mengalami releksifikasi ketika Inggris menyerahkan koloni ini kepada Belanda pada tahun 1667. Sierra Leone memiliki bahasa pijin dan kreol berakar bahasa Inggris. West African Pidgin English digunakan di Afrika Barat. Kreol Krio digunakan di ibukota, Freetown, berasal dari para budak yang kembali dari Jamaika dan Inggris. Bahasa Inggris standar digunakan di ibukota dengan dua bentuk, Inggris dan lokal. Menggambarkan ciri-ciri linguistis bahasa pijin dan kreol tidak bisa dilepaskan dari bahasa akarnya. Bahasa pijin dan kreol memiliki sistem linguistik yang ditata dengan apik. Orang yang hendak mempelajari pijin dan kreol juga hasrus belajar seperti belajar bahasa lain. Bunyi dalam bahasa pijin dan kreol mungkin tidak terlalu serumit bahasa yang menjadi akarnya. Misalnya, bahasa Neo-Melanesia hanya menggunakan lima vokal dasar dan konsonannya lebih sedikit dibandingkan bahasa Inggris. Tidak ada perbedaan antara it atau eat, sip, ship, atau chip. Akibatnya akan muncul lebih banyak hompfon, kata yang memiliki bunyi yang sama, tetapi maknanya berbeda. Tetapi penutur bahasa ini dapat membedakan antara ship atau sheep. Ship menjadi sip, sedangkan sheep menjadi sipsip. Tidak ada beda antara p dan f, wanpela dengan wanfela yang berarti one (satu). Variasi morfofonemik, seperti awalan, akhiran dan sebagainya, tidak ditemukan dalam bahasa pijin, tetapi perkembangan seperti ini merupakan satu ciri adanya kreolisasi, bahasa pijin berubah menjadi bahasa kreol. Dalam bahasa pijin juga tidak ditemukan juga infleksi dalam kata benda, kata ganti, kata kerja dan kata sifat. Kata ganti tidak dibedakan dengan kasus, Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 7

misalnya I-me, he-him, demikian juga dengan infleksi kata kerja, seperti go-went, good-better, dan sebagainya. Mereka tidak memperhatikan hal-hal seperti itu. Secara sintaksis, tata bahasanya tidak rumit. Pijin tidak mengenal anak dan induk kalimat. Perkembangan anak kalimat menunjukkan proses kreolisasi pijin tersebut. Partikel tampak sering digunakan, penidakan (negasi) hanya menggunakan bentuk no, misalnya, i no tu had (its not too hard). Yang menarik adalah penggunaan partikel untuk menunjukkan bahwa suatu perbuatan sedang dan terus berlangsung (continous aspect), misalnya a de go wok ( Im going to work) dalam bahasa Krio, mo ape travaj (Im working) dalam bahasa Perancis Louisiana atau a ka nda (Hes going) di St. Thomas. Vokabuler bahasa pijin dan kreol memiliki makna yang sama dengan bahasa akarnya. Untuk menghindari kesalahan pemahaman atau untuk menerangkan satu konsep tertentu biasa digunakan repetisi atau intensifikasi. Misalnya, talk (berbicara) dan talktalk (bercakap-cakap), dry (kering) dan drydry (tidak menyenangkan), look (melihat) dan looklook (menatap), cry (menangis) dan crycry (menangis terus menerus), pis (damai) dan pispis (kencing), san (matahari) dan sansan (pasir). Untuk konsep tertentu menuntut penjelasan yang terperinci. Misalnya, gras bilong het (rambut), gras bilong fes (jenggot), ka bilong me (my car), dan sebagainya. Pijin dan kreol dapat bersumber pada lebih dari satu bahasa.

Teori Asal Usul Bahasa pijin dari berbagai belahan dunia memiliki persamaan meskipun bahasa akarnya berbeda. Bahkan dapat dimungkinkan bahwa pijin dan kreol yang memiliki bahasa akar yang sama terletak di belahan bumi yang berbeda. Bagaimana mungkin ada persamaan? Salah satu teori mengatakan bahwa pijin muncul karena orang-orang kurang memiliki kemampuan untuk belajar bahasa standar yang menjadi akar bahasa pijin. Ada juga pandangan bahwa bahasa-bahasa Eropa lebih baik dari pada bahasa lainnya. Tidak ada bukti bahwa pijin dan kreol merupakan baby talk, seperti bahwa kedua bahasa tersebut merupakan bentuk penyederhanaan bahasa-bahasa Eropa untuk keperluan berkomunikasi dengan orang lain. Penyederhanaan ini menyebabkan pijin dan kreol mempunyai struktur dan vokabulernya sendiri. Teori ini didukung oleh adanya banyak kesamaan antara pijin dan kreol dengan berbagai bahasa Eropa. Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 8

Bahasa pijin bukanlah bahasa standar yang dipelajari dengan tidak sempurna. Ketaksempurnaan pemelajaran muncul karena kurangnya kemampuan atau kesempatan untuk belajar bahasa standar dengan baik. Bahasa pijin bukan muncul akibat proses penyerdehanaan yang sangat sederhana. Satu pandangan lain mengatakan bahwa pijin berasal dari bahasa Afrika sub-stratum. Pijin dan kreol mempertahankan karakteristik bahasa nenek moyang orang Afrika. Budak-budak Afrika biasanya multibahasa, berbicara dengan struktur bahasa yang sama, tetapi vokabulernya berbeda dan memperlakukan bahasa Inggris, Perancis dan Portugis dengan sama. Oleh karena itu, pijin dan kreol di seluruh dunia memiliki persamaan. Tetapi Bickerton membantah pemikiran ini. Buktinya adalah kreol Hawaii yang memiliki persamaan dengan semua pijin dan kreol di dunia, tetapi tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Afrika. Teori polygenesis menyatakan bahwa pijin dan kreol memiliki asal usul yang berbeda-beda. Persamaan antara mereka muncul dari keadaan asal usul mereka yang terbagi-bagi. Misalnya, penutur bahasa Inggris pasti ingin dimengerti untuk keperluan perdagangan dan perdagangan antar mereka juga harus dimengerti. Akibatnya, penyederhaan bentuk bahasa Inggris berkembang di berbagai tempat. Banyak linguis meneliti pijin dan kreol berdasarkan teori ini dengan metode komparatif. Tetapi kemudian muncul masalah ketika dua pijin yang berasal dari dua bahasa yang tidak memiliki hubungan. Mengapa dua pijin atau kreol tersebut bisa memiliki begitu banyak persamaan? Persamaan seperti ini tidak dapat dilihat hanya sebagai areal phenomenon, persamaan karena digunakan di daerah yang sama. Persamaan dapat muncul pada pijin yang terpisah secara geografis. Lingua franca atau sejenis nautical jargon berkembang dalam dunia pelayaran. Awal kapal biasanya berasal dari berbagai negara dengan bahasa masingmasing. Bahasa yang digunakan lebih merupakan lingua franca daripada bahasa standar yang dipijinkan. Teori releksifikasi menjelaskan bahwa semua pijin dan kreol yang berakar pada bahasa Eropa berasal dari satu lingua franca, yaitu Sabir, bahasa yang digunakan di Mediterania pada abad pertengahan. Bahasa ini kemudian direleksifikasi oleh bahasa Eropa seperti Portugis, Perancis, Inggris dan Spanyol, dengan memberikan vokabuler bahasa tersebut. Sementara itu, struktur tata bahasa Bahasa Pijin dan Bahasa Kreol 9