6
PRAKTIS BAHASA INDONESIA ALA BIMBEL Oleh: Herry Nur Hidayat * Abstract 1. Pengantar Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa persatuan sejak 28 Oktober 1928. Usia 80 tahun belumlah tua untuk ukuran bahasa sebuah bangsa. Usia yang masih “labil”, masih mungkin berubah dan berkembang seperti halnya bahasa-bahasa lain di dunia. Memang, sebuah bahasa akan terus berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi manusia. Namun demikian, sebuah bahasa tentu memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam penggunaanya baik melalui lisan maupun tulisan. Tak terkecuali bahasa Indonesia yang memiliki kaidah yang dikenal dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Kaidah bahasa Indonesia inilah yang hampir menghabiskan sebagian besar waktu pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Ironis memang. Pengajaran bahasa Indonesia yang diharapkan meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia siswa didik justru lebih berkutat pada pengetahuan tentang bahasa. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa dan bukan melatih siswa menggunakan bahasa. Lebih memprihatinkan lagi, hasil pengajaran bahasa Indonesia yang diberikan di sekolah belum dan bahkan tidak membantu siswa setelah kelulusannya. Meskipun nilai kelulusan mata pelajaran Bahasa * Dosen di Jurusan Sastra Daerah Minangkabau Fakultas Sastra Universitas Andalas, Staf Pengajar Bahasa Indonesia di MSC Padang. 1 This paper is described that learning Indonesian Language for student could focused on ability to use the language and not about the language (grammar). In the end of study, student could use the language on the reality condition, such as for corresponding, discus, etc. About grammar, teachers can use several practice way to explain that besides practicing with test.

Bahasa Indonesia ala Bimbel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bahasa Indonesia ala Bimbel

PRAKTIS BAHASA INDONESIA ALA BIMBEL

Oleh: Herry Nur Hidayat*

Abstract

1. Pengantar

Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa persatuan sejak 28 Oktober 1928. Usia 80 tahun

belumlah tua untuk ukuran bahasa sebuah bangsa. Usia yang masih “labil”, masih mungkin berubah

dan berkembang seperti halnya bahasa-bahasa lain di dunia. Memang, sebuah bahasa akan terus

berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan, informasi, dan teknologi manusia.

Namun demikian, sebuah bahasa tentu memiliki kaidah-kaidah tertentu dalam penggunaanya

baik melalui lisan maupun tulisan. Tak terkecuali bahasa Indonesia yang memiliki kaidah yang

dikenal dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Kaidah bahasa Indonesia inilah yang hampir

menghabiskan sebagian besar waktu pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah.

Ironis memang. Pengajaran bahasa Indonesia yang diharapkan meningkatkan keterampilan

berbahasa Indonesia siswa didik justru lebih berkutat pada pengetahuan tentang bahasa. Guru lebih

banyak berbicara tentang bahasa dan bukan melatih siswa menggunakan bahasa.

Lebih memprihatinkan lagi, hasil pengajaran bahasa Indonesia yang diberikan di sekolah belum

dan bahkan tidak membantu siswa setelah kelulusannya. Meskipun nilai kelulusan mata pelajaran

Bahasa Indonesia bagus bahkan sempurna, berapa banyak siswa lulusan sekolah bahkan perguruan

tinggi yang bisa menyusun laporan atau karya tulis ilmiah menggunakan bahasa Indonesia yang baik

dan benar? Berapa banyak lulusan yang bisa menyusun surat lamaran pekerjaan dengan baik?

Sebaiknyalah jika pengajaran bahasa Indonesia lebih ditekankan pada keterampilan siswa

menggunakan bahasa. Oleh karena manusia belajar menggunakan bahasa, secara otomatis dia akan

belajar tentang bahasa. Ketepatan penggunaan tata bahasa akan beriring dengan keterampilan

sesorang menggunakan bahasa. Kesadaran akan kesalahan pengunaan bahasa seseorang akan

menimbulkan niat untuk belajar tentang bahasa tersebut.

Keterampilan berbahasa Indonesia tidak bisa lepas dengan apa yang disebut bahasa yang baik

dan benar atau disebut juga bahasa efektif. Berbahasa tidak hanya perlu baik tetapi juga harus

* Dosen di Jurusan Sastra Daerah Minangkabau Fakultas Sastra Universitas Andalas, Staf Pengajar Bahasa Indonesia di MSC Padang.

1

This paper is described that learning Indonesian Language for student could focused on ability to use the language and not about the language (grammar). In the end of study, student could use the language on the reality condition, such as for corresponding, discus, etc. About grammar, teachers can use several practice way to explain that besides practicing with test.

Page 2: Bahasa Indonesia ala Bimbel

benar. Sebagai contoh, ketika siswa diberi permasalahan penggunaan bahasa: Rumah ini mau dijual.

Secara tata bahasa kalimat tersebut benar. Namun, kalimat tersebut tidak efektif karena tidak masuk

akal. Benarkan rumah memiliki kemauan? Bagaimana jika menggunakan kata ingin, akan, atau

hendak?

Dalam Naskah Akademik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2004, dijelaskan

beberapa fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Diantaranya adalah sarana

penyebarluasan pemakaian Bahasa dan Sastra Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan dan

sarana pengembangan penalaran. Tidak satu pun fungsi yang menyebut tentang penguasaan tata

bahasa Indonesia. Jadi jelas penekanan kurikulum adalah pada penggunaan bahasa.

Lepas dari semua itu, pengenalan pengetahuan tentang tata bahasa Indonesia bukanlah hal

yang salah. Salah satu syarat kalimat efektif bahasa Indonesia adalah paling sedikit mengandung

subjek dan predikat. Jadi siswa perlu diberi pengetahuan tentang ciri dan karakteristik subjek dan

predikat. Di samping itu, siswa juga perlu diberi pengetahuan tentang kaidah ejaan dalam bahasa

Indonesia.

2. Rumus Praktis Tata Bahasa Indonesia ala Bimbel

Banyak guru bahkan dosen mengatakan bahwa mengajar tata bahasa adalah hal yang sulit. Hal

itu dapat dimaklumi karena siswa menganggap pengetahuan tata bahasa lebih cenderung bersifat

hafalan. Siswa harus bekerja keras untuk menghafal pemakaian tanda baca, penulisan huruf,

penulisan kata, imbuhan dan pengimbuhan, reduplikasi, dan lain sebagainya.

Inilah kesalahan mendasar metode pengajaran di Indonesia yang hingga saat ini masih terjadi.

Siswa selalu dituntut untuk menghafal materi pelajaran. Tidak adanya tuntutan pemahaman

terhadap sebuah materi akan berakibatnya siswa tidak bisa memecahkan masalah yang berbeda

dengan hasil hafalannya.

Contohnya, masih banyak siswa yang belum bisa menentukan bentuk baku kata standar,

standard, standarisasi, dan standardisasi. Selain siswa telah hafal kaidah pengindonesiaan kata

asing, hal ini disebabkan tidak diberikannya pengetahuan tentang proses penyerapan kata tersebut.

Siswa lebih banyak diberi, “Ini yang benar dan ini salah.”

Sebenarnya, metode pengajaran tata bahasa Indonesia bisa mengadopsi metode pengajaran

yang telah lama digunakan di lembaga pendidikan luar sekolah yang lebih dikenal dengan bimbel

(bimbingan belajar). Porsi pemberian materi tentang tata bahasa bisa diminimalisir dengan lebih

banyak berlatih soal. Guru dan siswa tidak akan hanya berkutat pada materi jenis kata, fungsi

imbuhan, atau jenis dan pengertian kalimat karena materi tersebut akan terpenuhi dalam

penyelesaian soal.

2

Page 3: Bahasa Indonesia ala Bimbel

Di samping itu, guru juga perlu lebih cerdas menyiasati materi tata bahasa tersebut. Dengan

pengalamannya, bukan tidak mungkin seorang guru menemukan pola-pola tertentu dalam sebuah

tata bahasa dengan tidak mengesampingkan perkecualian yang ada di dalamnya. Pola tersebut bisa

ditemukan dengan menjajarkan beberapa bentuk yang memiliki kesamaan. Bentuk-bentuk bahasa

yang telah dijajarkan tersebut akan memperlihatkan sebuah pola yang pada akhirnya

pemahamannya bisa diberikan kepada siswa.

Sebagai contoh, pelesapan huruf pada proses pengimbuhan pe- dan me-. Dari beberapa kata

dengan proses pengimbuhan pe- dan me- yang disejajarkan akan ditemukan cara yang lebih praktis

daripada memberikan banyak contoh adalah dengan apa yang disebut katesiape. Selain mudah

dipahami (dan mudah dihafal), cara ini bisa membantu siswa dalam pemecahan masalah (soal) yang

muncul di kehidupan sehari-hari. Huruf awal kata dasar dengan “k”, “t”, “s”, dan “p” akan lesap jika

mendapat awalah pe- dan me-. Mengukur-pengukur, meneror-peneror, menyapu-penyapu, dan

memukul-pemukul bisa dijadikan contoh. Kaidah tersebut tentu memiliki perkecualian yaitu,

terhadap kata dasar yang berhuruf konsonan berurutan dan kata serapan asing. Mentransfer dan

mentackle bisa dijadikan contoh.

Hingga saat ini, masih banyak juga siswa yang belum bisa membedakan kelompok kata yang

termasuk frase, kata majemuk dan idiom (ungkapan). Guru bisa menjajarkan beberapa bentuk yang

termasuk ketiga jenis kelompok kata tersebut. Pertanyaannya, bentuk-bentuk berikut mana yang

frase, kata majemuk, dan idiom?

rumah batu gedung tinggi

rumah sakit naik haji

rumah tangga panjang tangan

Rumah batu memiliki makna rumah terbuat dari batu. Rumah sakit bermakna tempat

merawat orang sakit. Rumah tangga bermakna keluarga. Ketiga bentuk tersebut menampakkan

sebuah pola yang memberikan pemahaman bahwa jika sebuah kelompok kata memiliki makna yang

tersusun dari sebuah kata pembentuknya, maka disebut frase. Jika makna kelompok kata dibentuk

dari salah satu kata pembentuknya, maka disebut kata majemuk. Dan jika makna kelompok kata

jauh dari kata pembentuknya, maka disebut idiom. Bandingkan dengan gedung tinggi, naik haji, dan

panjang tangan.

Mengenai ejaan terutama tanda baca, dengan menjajarkan beberapa bentuk bahasa yang

sama atau hampir sama, bisa juga ditemukan pola untuk mempermudah pemahaman siswa.

Misalnya penggunaan huruf kapital, digunakan pada awal kalimat dan nama (nama apapun: orang,

suku, buku, artikel, hal geografis, hal agama, dan sebagainya).

3

Page 4: Bahasa Indonesia ala Bimbel

Pemahaman pemakaian tanda baca koma, bisa sekaligus memberi materi kalimat majemuk.

Contohnya, manakah bentuk kalimat yang benar?

a. Ali tidak masuk sekolah karena sakit.

b. Ali tidak masuk sekolah, karena sakit.

c. Karena sakit Ali tidak masuk sekolah.

d. Karena sakit, Ali tidak masuk sekolah.

Penyelesaian yang benar adalah a dan d. Penggunaan tanda baca koma dalam kalimat

majemuk adalah anak kalimat, induk kalimat. Tentu siswa bertanya-tanya, bagaimana menemukan

induk atau anak kalimat? Jawaban yang mudah adalah konjungsi (kata hubung) + kalimat (klausa)

adalah anak kalimat.

Seorang guru selain bertanggung jawab memberikan materi yang diharapkan berguna untuk

siswanya, juga ditutut mengembangkan diri. Pengembangan diri ini bukan hanya dari sisi

pengetahuan dan penguasaan materi, tetapi juga metode pengajaran kepada siswa. Dengan

ketelitian dan kecermatan, bisa diserap dan dimodifikasi sehingga transfer pengetahuan akan lebih

berhasil.

3. Penutup

Pengajaran bahasa Indonesia yang hingga saat ini masih belum menampakkan hasil yang

maksimal, diharapkan dapat menjadi acuan bagi guru untuk mengembangkan metode

pengajarannya kepada siswa. Penekanan materi tata bahasa yang kurang variatif, selain kurang

membuahkan hasil yang maksimal, juga akan menyebabkan siswa tidak kreatif mengembangkan

dirinya. Dengan memancing menemukan pola-pola tertentu dalam penggunaan bahasa Indonesia,

dalam hal tertentu siswa juga bisa mengembangkan diri melalui pengetahuan yang telah

diperolehnya.

Oleh karena pengajaran tata bahasa bisa diminimalisir, maka pengajaran bahasa Indonesia

bisa lebih ditekankan pada keahlian dan keterampilan siswa menggunakan bahasa. Jadi, orientasi

akhir pembelajaran bahasa Indonesia bukan hanya pengetahuan tentang bahasa.

Pada akhirnya, pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki keterampilan-

keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan,

membuat surat lamaran pekerjaan, berbicara di depan umum atau berdiskusi, berpikir kritis dan

kreatif dalam membaca, atau membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat

pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya. Apapun bahan atau aturan-aturan bahasa yang diberikan

kepada anak-anak, dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis semacam itu.***

4