5
BAGI HASIL DI SULAWESI SELATAN Istilah-Istilah Daerah Istilah daerahnya adalah tesang atau thesang.untuk maro istilahnya thesang-tawadua dan untuk mertiga (1/3 untuk pemilik) thesang tawatallu. Istilah Bugis untuk bagi hasil adalah sebagai berikut : 1. Teseng : harga sewa gadai tanah, atau apapun namanya, jika mengenai sawah biasanya sepertiga dari hasil, atau harga dari hasil tersebut. 2. To-mateseng : orang yang membayar teseng 3. Tesengi : mempunyai sesuatu atas dasar perjanjian sewa gadai dengan membayar teseng atau sewa. 4. To mapateseng : mereka yang menyuruh orang lain membayar teseng Siapa yang menyediakan tanah untuk bagi hasil? Di Maros dan Pangkajene terdapat tanah tesang pemerintah. Penggarap tesang pertama pada gilirannya memberikan tanahnya pada orang lain untuk digarap dalambagi hasil. Para kepala kampong biasanya memberikan tanah jabatan mereka untuk digarap secara bagi hasil. Bahwa pemegang tanah hiasan kadang-kadang memberikan tanah tersebut untuk digarap secara bagi hasil. 1

Bagi Hasil Di Sulawesi Selatan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

BAGI HASIL DI SULAWESI SELATAN

Istilah-Istilah Daerah

Istilah daerahnya adalah tesang atau thesang.untuk maro istilahnya thesang-tawadua dan untuk mertiga (1/3 untuk pemilik) thesang tawatallu. Istilah Bugis untuk bagi hasil adalah sebagai berikut :

1. Teseng

: harga sewa gadai tanah, atau apapun namanya, jika mengenai sawah biasanya sepertiga dari hasil, atau harga dari hasil tersebut.

2. To-mateseng : orang yang membayar teseng

3. Tesengi

: mempunyai sesuatu atas dasar perjanjian sewa gadai dengan membayar teseng atau sewa.

4. To mapateseng : mereka yang menyuruh orang lain membayar teseng

Siapa yang menyediakan tanah untuk bagi hasil?

Di Maros dan Pangkajene terdapat tanah tesang pemerintah. Penggarap tesang pertama pada gilirannya memberikan tanahnya pada orang lain untuk digarap dalambagi hasil. Para kepala kampong biasanya memberikan tanah jabatan mereka untuk digarap secara bagi hasil. Bahwa pemegang tanah hiasan kadang-kadang memberikan tanah tersebut untuk digarap secara bagi hasil.Siapakah Penggarap Bagi Hasil?

Untuk Maros dan Pangkajene dikatakan bahwa sebagian besar petani adalah penggarap bagi hasil. Bila terdapat banyak sekali sawah yang tersedia untuk dibagihasilkan, maka itu berarti bahwa pasti ada kelas orang yang tidak mempunyai tanah, atau ada segolongan besar pemilik sawah yang menggadaikan dan kemudian menggarap kembali miliknya dalam bagi hasil.

Jenis-jenis Tanaman Apakah Yang Dibudidayakan Dalam Bagi Hasil?

Kebanyakan bagi hasil berkenaan dengan padi sawah. Selain itu untuk daerah Bonthain ada jagung. Di daerah Maros dan Pangkajene ada kentang dan tembakau.

Persyaratan Bagi Hasil.

Mengenai bagi hasil di Sulawesi Selatan hanya terbatas pada pemberian tesang dengan imbalan sepertiga dari hasil tanpa penjelasan lebih lanjut atau dengan imbalan setengah atau sepertiga dari hasil panen. Pemilik tanah menerima bagian yang lebih besar yaitu separuh dari hasil panen, bila ia juga menyediakan kerbau bajak dan benih, bila tidak bagiannya ialah sepertiga atau kadang-kadang seperempat. Bila penggarap menggunakan kerbau sendiri, maka ia menyerahkan 1/3 dari hasil panen, tapi bila ia menggunakan kerbau pemilik tanah ia harus membayar 2/3. Jika kerbau dipinjam dari orang ketiga, penggarap menerima 2/3 juga dari hasil dan pemilik kerbau menerima separuh dari bagian tersebut. Kabupaten Makassar :

Di kecamatan Makassar dan bekas Kecamatan Maros bagi hasil dikenal secara umum. Di Maros jika tanahnya baik dan subur, pemilik dan penggarap masing-masing menerima separuh dari hasil panen, setelah dikurangi untuk menuai ; jika tanahnya kurang subur, perbandingannya menjadi 1/3 untuk pemilik 2/3 untuk penggarap. Data yang lebih baru mengatakan bahwa di Maros dan Pangkajene banyak terdapat bagi hasil. Beberapa tahun yang lalu kontrak bagi hasil masih 1/3 artinya penggarap menerima 2/3 dari hasil panen, pemilik tanah 1/3 dan ia harus masih menyediakan hewan bajak serta benih padi. Kabupaten Sungaiminasa :

Dalam kabupaten ini termasuk bekas kerajaan Goa dan Kecamatan Takalar dan Jeneponto. Untuk Goa Barat tahun 1909 diberitakan bahwa 1/3 dari hasil sawah pusaka diserahkan sebagai tesang. Tanah-tanah jabatan bagi keluarga raja yang pembagian hasil di kabupaten Sungaiminasa antara pemilik tanah dengan penggarap lazimnya separuh-separuh bila sawahnya subur, 2/3 untuk penggarap dan 1/3 untuk pemilik atau 4/5 untuk penggarap bila sawahnya sangat jelek.Kabupaten Bonthain :

Di kabupaten ini dikenal persyartan bagi hasil sebagai berikut. Padi Sawah pembagian hasilnya ialah - atau 1/3 1/3 (1/3 kepada pemilik tanah). Kebun Jagung di daerah Bonthain penggarap membayar kepada pemilik 10% dari hasil kepada pemilik tanah dan di daerah Gantarang 1/3. Tapi dalam sebuah uraian ekonomi mengenai Selayar tahun 1928 dikatakan bahwa bagi hasil terdapat dimana-mana. 1/10 samapai 1/3 dari hasil panen untuk pemilik sisanya untuk penggarap. Kentang di daerah Kendang hasil panen dibagi rata, di Bonthain kepada pemilik tanah hanya dibayarkan 10% bila penggarap menyediakan bibit. Kebun Kelapa di Bulukamba penggarap menerima 1/3 dari hasil panen, kadang dengan ketentuan bahwa penggarao harus menjual bagiannya kepada pemilik dengan harga f 2,50 tiap buah.Kabupaten Mandar :

Sawah yang tidak diolah lagi oleh pemilik, bboleh digarap orang lain yang selama 3-4 tahun dapat menikmati hasilnya secara penuh. Setelah itu ia harus menyerahkan sebagian dari hasilnya kepada pemegang hak berdasarkan bagi hasil yang disini disebut patesang. Umumnya masing-masing memperoleh separuh. Selama 3-4 tahun penggarap dapat menikmati hasilnya secara penuh.

Kabupaten Buton dan Laiwui :

Sesekali terdapat bagi hasil di Kecamatan Buton dan Banggaai. Di Buton kadang-kadang bidang tanah diserahkan pada orang lain untuk penanaman jagung. Dalam pada itu umumnya ditentukan, bahwa dari setiap 100 tongkol, 10 diserahkan kepada pemegang hak tanah. Bibit dan penanaman ditanggung oleh penggarap.1