21
Badan Pusat Statistik (BPS) kembali melaksanakan Sensus Penduduk tanggal1- 31 Mei tahun 2010. Sedangkan untuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau pelaksanaannya dimajukan tanggal 24-31 April 2010, mengingat kebutuhan akurasi data penduduk (sebagai Data Pemilih Tetap ) menjelang Pemilihan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau. Sensus Penduduk merupakan kegiatan yang sangat penting bagi perencanaan pembangunan. Karena data yang didapat berupa data kependudukan yang dapat menggambarkan keadaan penduduk Indonesia hingga wilayah administrasi terkecil. Berbeda dari pelaksanaan Sensus Penduduk sebelumnya (tahun 2000), Sensus Penduduk 2010 akan mempertimbangkan berbagai indikator Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals (MDGs) serta data penduduk secara detail. Sensus Penduduk merupakan kegiatan dan tantangan yang besar bagi BPS yang membutuhkan peran serta banyak pihak. Termasuk seluruh komponen masyarakat dalam rangka mendapatkan data dasar bagi program-program pemerintah yang berkelanjutan dalam pembangunan bangsa. Pemerintah telah menyiapkan dana cukup besar untuk Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar Rp3,3 triliun. BPS bekerja sama dengan lembaga internasional seperti United Nations Fund For Population Activities (UNFPA). Sebagian besar anggaran dipakai untuk membayar honorarium dan biaya pelatihan petugas sensus yang mencapai 700 ribu orang. Untuk memperoleh data yang valid dalam pelaksanaannya, BPS telah merekrut dan melatih petugas lapangan, setiap petugas lapangan akan mencacah sekitar 100 hingga 200 rumah tangga. Jika dilihat dari sejarah, Sensus Penduduk pernah dilaksanakan pada masa sebelum Indonesia merdeka oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930. Setelah Indonesia merdeka telah dilakukan lima kali Sensus Penduduk pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Acuan yang digunakan dalam pelaksanaan Sensus Penduduk adalah UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik, dan Rekomendasi PBB (UN Recommendations). Kuesioner menjadi salah satu instrumen dan metode dasar yang digunakan dalam pencacahan Sensus Penduduk 2010. Sebagai dasar pembuatan kuesioner Sensus Penduduk adalah rekomendasi dari PBB (UN Recommendations), relevansi dengan MDGs, pengalaman Sensus Penduduk sebelumnya, pengalaman sensus yang dilaksanakan negara-negara lain, komponen perubahan penduduk, dan variabel yang sesuai hanya jika dikumpulkan melalui pencacahan lengkap (agama, bahasa, suku, kecacatan, arus migrasi, dsb). Metode pencacahan Sensus Penduduk 1971, 1980, dan 1990 mencakup pencacahan lengkap dan pencacahan sampel. Sedangkan Sensus Penduduk 2000 hanya dilakukan secara lengkap dengan mengumpulkan 15 variabel demografi, sosial dan kegiatan ekonomi penduduk. Pada Sensus Penduduk 2010 pencacahan dilakukan secara lengkap dengan mengumpulkan variabel yang lebih banyak dibandingkan dengan Sensus Penduduk 2000, yaitu sebanyak 43 variabel. Untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi, pencacahan pada Sensus Penduduk 2010 akan dilakukan secara tim. Setiap tim terdiri dari 1 orang Koordinator Tim dan 3 (tiga) orang pencacah, dimana setiap tim akan bertanggung jawab menyelesaikan 4 (empat) s/d 6 (enam) Blok Sensus (BS). Pendataan Sensus Penduduk dilakukan secara door to door pada seluruh penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal dalam wilayah geografis Indonesia, baik yang bertempat tinggal tetap maupun yang tidak bertempat tinggal tetap.

Badan Pusat Statistik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Badan Pusat Statistik

Citation preview

Badan Pusat Statistik (BPS) kembali melaksanakan Sensus Penduduk tanggal1- 31 Mei tahun 2010. Sedangkan untuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau pelaksanaannya dimajukan tanggal 24-31 April 2010, mengingat kebutuhan akurasi data penduduk (sebagai Data Pemilih Tetap ) menjelang Pemilihan Gubernur Provinsi Kepulauan Riau.

Sensus Penduduk merupakan kegiatan yang sangat penting bagi perencanaan pembangunan. Karena data yang didapat berupa data kependudukan yang dapat menggambarkan keadaan penduduk Indonesia hingga wilayah administrasi terkecil. Berbeda dari pelaksanaan Sensus Penduduk sebelumnya (tahun 2000), Sensus Penduduk 2010 akan mempertimbangkan berbagai indikator Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals (MDGs) serta data penduduk secara detail.

Sensus Penduduk merupakan kegiatan dan tantangan yang besar bagi BPS yang membutuhkan peran serta banyak pihak. Termasuk seluruh komponen masyarakat dalam rangka mendapatkan data dasar bagi program-program pemerintah yang berkelanjutan dalam pembangunan bangsa. Pemerintah telah menyiapkan dana cukup besar untuk Sensus Penduduk tahun 2010 sebesar Rp3,3 triliun.

BPS bekerja sama dengan lembaga internasional seperti United Nations Fund For Population Activities (UNFPA). Sebagian besar anggaran dipakai untuk membayar honorarium dan biaya pelatihan petugas sensus yang mencapai 700 ribu orang. Untuk memperoleh data yang valid dalam pelaksanaannya, BPS telah merekrut dan melatih petugas lapangan, setiap petugas lapangan akan mencacah sekitar 100 hingga 200 rumah tangga.

Jika dilihat dari sejarah, Sensus Penduduk pernah dilaksanakan pada masa sebelum Indonesia merdeka oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1930. Setelah Indonesia merdeka telah dilakukan lima kali Sensus Penduduk pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Acuan yang digunakan dalam pelaksanaan Sensus Penduduk adalah UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik, Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Statistik, dan Rekomendasi PBB (UN Recommendations).

Kuesioner menjadi salah satu instrumen dan metode dasar yang digunakan dalam pencacahan Sensus Penduduk 2010. Sebagai dasar pembuatan kuesioner Sensus Penduduk adalah rekomendasi dari PBB (UN Recommendations), relevansi dengan MDGs, pengalaman Sensus Penduduk sebelumnya, pengalaman sensus yang dilaksanakan negara-negara lain, komponen perubahan penduduk, dan variabel yang sesuai hanya jika dikumpulkan melalui pencacahan lengkap (agama, bahasa, suku, kecacatan, arus migrasi, dsb).

Metode pencacahan Sensus Penduduk 1971, 1980, dan 1990 mencakup pencacahan lengkap dan pencacahan sampel. Sedangkan Sensus Penduduk 2000 hanya dilakukan secara lengkap dengan mengumpulkan 15 variabel demografi, sosial dan kegiatan ekonomi penduduk. Pada Sensus Penduduk 2010 pencacahan dilakukan secara lengkap dengan mengumpulkan variabel yang lebih banyak dibandingkan dengan Sensus Penduduk 2000, yaitu sebanyak 43 variabel.

Untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi, pencacahan pada Sensus Penduduk 2010 akan dilakukan secara tim. Setiap tim terdiri dari 1 orang Koordinator Tim dan 3 (tiga) orang pencacah, dimana setiap tim akan bertanggung jawab menyelesaikan 4 (empat) s/d 6 (enam) Blok Sensus (BS). Pendataan Sensus Penduduk dilakukan secara door to door pada seluruh penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal dalam wilayah geografis Indonesia, baik yang bertempat tinggal tetap maupun yang tidak bertempat tinggal tetap.

Anggota korps diplomatik negara lain beserta keluarganya, meskipun menetap di wilayah geografis Indonesia, tidak dicakup dalam pencacahan Sensus Penduduk. Cara pencacahan yang dipakai dalam Sensus Pendudu 2010 adalah kombinasi antara de jure dan de facto. Bagi mereka yang bertempat tinggal tetap dipakai cara de jure, yaitu dicacah di tempat mereka tinggal secara resmi, sedangkan penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah dengan cara de facto, yaitu dicacah di tempat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan sensus.

Urgensi Strategis Sensus Penduduk

Data Sensus Penduduk mempunyai kegunaan strategis sebagai koreksi dan pengendali data kependudukan, basis proyeksi penduduk dekade 2010-an, basis untuk pemutakhiran dan pengembangan survei rumah tangga dekade 2010-an, serta basis pembangunan statistik wilayah kecil. Secara eksternal, data Sensus Penduduk 2010 digunakan sebagai basis pembangunan statistik administrasi kependudukan dan evaluasi pencapaian sasaran pembangunan global, yang merupakan satu paket tujuan terukur untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan, sebagaimana yang ditetapkan dalam MDGs.

Di samping itu hasil pendataan Sensus Penduduk akan menjadi sumber data yang antara lain yaitu untuk pembuatan nomor induk kependudukan (NIK) dan data pemilih tetap (DPT) pada Pemilihan Umum 2014. Termasuk juga untuk kegiatan program-program sosial, untuk mengetahui seberapa cepat berkembangnya perekonomian suatu negara. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan lapangan kerja, persentase penduduk yang ada di sektor pertanian, industri dan jasa-jasa. Melihat peningkatan standar kehidupan dari tingkat harapan hidup rata-rata penduduk yang kemudian membuat Sensus Penduduk 2010 tidak sekedar untuk mengetahui jumlah penduduk atau mengetahui angka kelahiran dan kematian saja.

Tujuan utama Sensus Penduduk 2010 adalah menghasilkan data dasar kependudukan untuk keperluan perencanaan pembangunan dan sistem perstatistikan nasional meliputi antara lain ; Pertama, menyediakan data dasar kependudukan dan perumahan sampai dengan wilayah administrasi terkecil (desa/kelurahan). Kedua, melakukan peremajaan (up-dating) peta wilayah (blok sensus dan desa /kelurahan) hasil pemetaan Sensus Penduduk 2000 atau membuat peta baru untuk wilayah-wilayah baru hasil pemekaran. Peta blok sensus dan peta desa/kelurahan merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk keperluan pencacahan Sensus Penduduk 2010 dan pencacahan sensus atau survei kependudukan lain sebelum pelaksanaan sensus berikutnya.

Ketiga, menyusun Kerangka Contoh Induk (KCI) yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan sensus atau survei kependudukan lain sebelum Sensus Penduduk yang berikutnya serta menyusun sistem informasi geografis (Geographic Informations System/GIS).

Sedangkan tujuan khusus Sensus Penduduk 2010 adalah menghasilkan informasi kependudukan secara lebih rinci dan informasi lainnya untuk keperluan penghitungan berbagai parameter demografis, antara angka kelahiran, angka kematian, angka harapan hidup dan lain -lain yang mencakup antara lain, Pertama, menghasilkan paramater-parameter demografis yang meliputi angka kelahiran, angka kematian, angka harapan hidup, dan angka migrasi penduduk.

Kedua, menghasilkan statistik dan indikator penyandang cacat (disability). Ketiga, menghasilkan statistik dan indikator MDGs di bidang kependudukan, Keempat, menghasilkan statistik dan indikator MDGs di bidang perumahan, dan Kelima, menghasilkan data statistik potensi wilayah desa seluruh Indonesia.

Sensus Penduduk dan Pembangunan Milenium

Pendataan penduduk melalui Sensus Penduduk dapat memberikan gambaran jumlah, dinamika, dan kemajemukan penduduk sehingga memungkinkan untuk menganalisa struktur penduduk. Hasil pendataan nantinya ditujukan pula sebagai bahan evaluasi pencapaian MDGs hingga tingkat wilayah administrasi terkecil desa atau kelurahan. Target tujuan Pembangunan Milenium, antara lain, penurunan tingkat kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, angka kematian anak, angka kematian ibu, serta kesetaraan gender.

MDGs dideklarasikan di New York pada bulan September 2000,dan kemudian diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium. Dalam deklarasi tersebut terdapat delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015 merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia (global).

Penandatanganan deklarasi ini merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan gender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015. ***Membangun sistem informasi kependudukan di desaUntuk membantu otomatisasi administrasi kependudukan serta tugas-tugas administrasi lainnya di desa/kelurahan, kami melakukan kajian pustaka dan studi kasus penerapan sistem informasi kependudukan di beberapa desa dan kelurahan di Kabupaten Banyumas.Secara spesifik, tujuan kajian dan studi kasus ini adalah: (1) mengidentifikasi peluang dan tantangan pelaksanaan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan, (2) mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi pemerintah desa/kelurahan dalam melaksanakan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan, (3) mengimplementasikan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan melalui pemasangan sistem informasi pemerintahan desa/kelurahan, (4) melaksanakan pelatihan, pendampingan, evaluasi dan pemantauan pelaksanaan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan.Kegiatan ini dilaksanakan melalui skema program penerapan ipteks yang didanai Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman dan sedang diusulkan kembali dengan skema Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik. Perangkat lunak sistem diadakan melalui kemitraan dengan penyedia (vendor) eksternal.Bibliografi yang disarankan untuk artikel ini:Warsidi. 2011.Membangun sistem informasi kependudukan di desa.http://www.warsidi.com/2011/12/membangun-sistem-informasi-kependudukan.html. Diakses tanggal dd mmmm yyyy.PendahululanAdministrasi kependudukan mencakup serangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan yang menjadi tanggung jawab pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemerintah desa/kelurahan mendapatkan penugasan dari pemerintah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan sebagian urusan administrasi kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan (UU No. 23 Tahun 2006).Pemerintah desa/kelurahan memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penerbitan dokumen-dokumen kependudukan seperti surat pengantar pengurusan kartu keluarga (KK), kartu tanda penduduk (KTP), dan berbagai surat pengantar serta surat keterangan lainnya yang diminta warga untuk berbagai keperluan. Pemerintah desa/kelurahan juga diharuskan untuk melaporkan perkembangan kependudukan kepada dinas di kabupaten/kota yang menangani urusan kependuduka n dan pencatatan sipil atau melalui perwakilannya di kecamatan. Sebagai pihak yang dianggap paling mengetahui kondisi nyata masyarakat dalam wilayahnya, pemerintah desa juga seringkali dimintai data kependudukan oleh instansi pemerintah di atasnya, termasuk Badan Pusat Statistik (BPS), untuk tujuan-tujuan khusus instansi yang bersangkutan (Dewi dan Amrun, 2010).Berdasarkan pengalaman dalam beberapa tahun terakhir, peran desa dalam pendataan penduduk kerap menimbulkan masalah krusial, misalnya menyangkut penetapan warga masyarakat yang berhak menerima bantuan/subsidi dari pemerintah. Fenomena penyaluran dana kompensasi bahan bakar minyak (BBM), bantuan beras untuk rakyat miskin (Raskin), dan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang salah sasaran tidak akan terjadi jika pemerintah desa memiliki data profil warganya yang akurat dan mutakhir (up-to-date) (Harian Kompas, 2008; Dewi dan Amrun, 2010).Mudahnya memalsukan dokumen kependudukan di Indonesia selama ini juga telah menjadikan beberapa wilayah di negeri ini menjadi tempat yang aman bagi gerakan-gerakan keagamaan radikal yang berujung pada maraknya tindak terorisme (Vivanews, 2011).Masalah lain yang berakar dari lemahnya administrasi kependudukan di tingkat desa adalah penetapan daftar pemilih tetap (DPT) yang didasarkan pada data yang tidak akurat. Tidak adanya data kependudukan yang dapat dipercaya (reliable) mengakibatkan pemilihan umum diragukan legitimasinya sehingga di beberapa daerah pernah dilakukan pemilihan umum ulang yang tentu saja membuat biaya penyelenggaraannya menjadi semakin mahal (Harian Kompas, 2010).Pengalaman-pengalaman tersebut dicermati oleh pemerintah dengan dikeluarkannya regulasi-regulasi baru di bidang kependudukan. Undang-undang yang mendasari penyelenggaraan administrasi kependudukan yang saat ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU No. 23 Tahun 2006).UU No. 23 Tahun 2006 memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Sistem yang dimaksud adalah sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK), yang merupakan sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan secara terintegrasi. Hal penting lainnya berkenaan dengan sistem tersebut adalah pengaturan mengenai penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) serta pemberlakuan KTP elektronik secara nasional.Administrasi KependudukanUU No. 23 Tahun 2006 mendefinisikan penduduk sebagai warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (UU No. 23 Tahun 2006). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan (Permendagri No. 65 Tahun 2010) lebih lanjut menjelaskan istilah kependudukan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama, serta lingkungan penduduk di suatu tempat (Kementerian Dalam Negeri RI 2010).UU No. 23 Tahun 2006 mendefinisikan administrasi kependudukan sebagai rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan, serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor-sektor lainnya. Definisi tersebut secara jelas menyebutkan bahwa administrasi kependudukan mencakup kegiatan-kegiatan yang di antaranya adalah pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan.Pendaftaran penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan, dan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan, serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan. Pencatatan sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register pencatatan sipil. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (Keppres No. 88 Tahun 2004) mendefinisikan pengelolaan informasi administrasi kependudukan sebagai pengumpulan, perekaman, pengolahan dan pemutakhiran data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil untuk penerbitan dokumen penduduk, pertukaran data penduduk dalam rangka menunjang pelayanan publik, serta penyajian informasi kependudukan guna perumusan kebijakan dan pembangunan (Keppres No. 88 Tahun 2004).Administrasi kependudukan merupakan tanggung jawab pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (PP No. 37 Tahun 2007) menyatakan bahwa kepada desa/kelurahan mendapatkan penugasan dari pemerintah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan sebagian urusan administrasi kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan (PP No. 37 Tahun 2007).Nomor Induk dan Sistem Informasi Administrasi KependudukanNegara berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum setiap penduduk, baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri. UU No. 23 Tahun 2006 memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Sistem yang dimaksud adalah sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK), yang merupakan sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan secara terintegrasi.Hal penting lainnya berkenaan dengan sistem tersebut adalah pengaturan mengenai penggunaan nomor induk kependudukan (NIK). NIK adalah nomor identitas penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan. Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK merupakan identifikasi tunggal setiap penduduk. NIK bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh dokumen kependudukan.NIK wajib dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan, baik dalam pelayanan pendaftaran penduduk maupun pencatatan sipil, serta sebagai dasar penerbitan berbagai dokumen yang ditetapkan menurut peraturan perundang-undangan. Untuk penerbitan NIK, setiap penduduk wajib mencatatkan biodata penduduk yang diawali dengan pengisian formulir biodata penduduk di desa/kelurahan secara benar (UU No. 23 Tahun 2006).Data dan Dokumen KependudukanDokumen-dokumen kependudukan menurut UU No. 23 Tahun 2006 di antaranya meliputi: (1) Biodata penduduk, (2) Kartu tanda penduduk (KTP), (3) Kartu keluarga (KK), (4) Surat keterangan kependudukan, dan (5) Akte catatan sipil.Surat keterangan kependudukan meliputi: (1) Surat keterangan pindah, (2) Surat keterangan pindah datang, (3) Surat keterangan pindah ke luar negeri, (4) Surat keterangan datang dari luar negeri, (5) Surat keterangan tempat tinggal, (6) Surat keterangan kelahiran, (7) Surat keterangan lahir mati, (8) Surat keterangan pembatalan perkawinan, (9) Surat keterangan pembatalan perceraian, (10) Surat keterangan kematian, (11) Surat keterangan pengangkatan anak, (12) Surat keterangan pelepasan kewarganegaraan Indonesia, (13) Surat keterangan pengganti tanda identitas, dan (14) Surat keterangan pencatatan sipil.Dokumen-dokumen kependudukan tersebut memuat data kependudukan, baik data perseorangan maupun data agregat penduduk. Data perseorangan menurut UU No. 23 Tahun 2006 meliputi: (1) Nomor kartu keluarga, (2) Nomor induk kependudukan (NIK), (3) Nama lengkap, (4) Jenis kelamin, (5) Tempat lahir, (6) Tanggal/bulan/tahun lahir, (7) Golongan darah, (8) Agama/kepercayaan, (9) Status perkawinan, (10) Status hubungan dalam keluarga, (11) Cacat fisik/mental, (12) Pendidikan terakhir, (13) Jenis pekerjaan, (14) NIK ibu kandung, (15) Nama ibu kandung, (16) NIK ayah, (17) Nama ayah, (18) Alamat sebelumnya, (19) Alamat sekarang, (20) Kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir, (21) Nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir, (22) Kepemilikan akta perkawinan/buku nikah, (23) Nomor akta perkawinan/buku nikah, (24) Tanggal perkawinan, (25) Kepemilikan akta perceraian, (26) Nomor akta perceraian/surat cerai, dan (27) Tanggal perceraian.Data agregat adalah himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif (UU No. 23 Tahun 2006).Peran Desa dalam Administrasi KependudukanDalam rangka menunjang penyelenggaraan administrasi kependudukan, tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting, serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di desa/kelurahan diberikan kepada petugas registrasi yang juga menjabat sebagai pegawai negeri sipil (pasal 1 butir 20 UU No. 23 Tahun 2006).Kepala desa/lurah atas nama kepala instansi pelaksana di tingkat kabupaten/kota dapat menerbitkan dan menandatangani surat keterangan pindah datang penduduk warga negara Indonesia dalam satu desa/kelurahan, surat keterangan pindah datang penduduk warga negara Indonesia antar-desa/kelurahan dalam satu kecamatan, surat keterangan kelahiran untuk warga negara Indonesia, surat keterangan lahir mati untuk warga negara Indonesia, dan surat keterangan kematian untuk warga negara indonesia. Instansi pelaksana adalah perangkat pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan administrasi kependudukan (Republik Indonesia 2006).Sebagaimana telah disebutkan di atas, PP No. 37 Tahun 2007 menyatakan bahwa pengaturan penugasan lebih lanjut kepada camat, lurah, dan kepala desa dalam pengelolaan informasi administrasi kependudukan merupakan tanggung jawab bupati dan walikota (PP No. 37 Tahun 2007).MetodologiSebagaimana dipaparkan sebelumnya, tujuan kajian pustaka dan studi kasus ini adalah: (1) mengidentifikasi peluang dan tantangan pelaksanaan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan, (2) mengidentifikasi potensi dan kendala yang dihadapi pemerintah desa/kelurahan dalam melaksanakan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan, (3) mengimplementasikan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan melalui pemasangan sistem informasi pemerintahan desa/kelurahan, (4) melaksanakan pelatihan, pendampingan, evaluasi dan pemantauan pelaksanaan otomatisasi administrasi kependudukan di desa/kelurahan.Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, tahap-tahap yang dilakukan meliputi:1. Identifikasi kebutuhan data dan informasi kependudukan. Identitikasi dilakukan melalui wawancara dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan aparat pemerintahan setempat.2. Identifikasi masalah dan solusi dalam pengelolaan data dan informasi kependudukan. Identitikasi dilakukan melalui wawancara dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan aparat pemerintahan setempat.3. Implementasi sistem informasi manajemen. Pemasangan sistem dilakukan di Kantor Desa/Kelurahan tempat studi kasus dilaksanakan.4. Pelaksanaan sensus kependudukan. Kegiatan ini dilaksanakan secara langsung oleh mahasiswa yang dilibatkan dan mahasiswa peserta KKN di tingkat rumah tangga dalam rangka pemutakhiran data kependudukan.5. Penyelenggaraan pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan sistem. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pelatihan sehari dan pendampingan oleh mahasiswa yang dilibatkan dan mahasiswa peserta KKN selama periode pelaksanaan program.6. Evaluasi dan pemantauan. Efektivitas sistem informasi kependudukan dievaluasi pada akhir periode program bersama-sama mahasiswa dan khalayak sasaran.Hasil dan PembahasanSebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, kegiatan ini telah dilaksanakan melalui skema Program Penerapan Ipteks 2011 dan sedang diusulkan kembali melalui skema Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik 2012. Terkait dengan hal tersebut, artikel ini hanya melaporkan hasil-hasil yang telah dicapai melalui Program Penerapan Ipteks 2011.Kegiatan dilaksanakan di Desa Kedungmalang Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011.Sesuai dengan tahap-tahap yang direncanakan, Program Penerapan Ipteks telah kami laksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut:1. Penyiapan perangkat keras. Pada fase ini, kami menemukan terdapat 3 perangkat keras komputer meja dengan kapasitas RAM 1GB serta processor Intel Pentium 4. Terdapat juga 1 unit mesin pencetak (printer) yang tersambung dengan ketiga komputer tersebut. Environment ini sudah mencukupi sebagai persyaratan minimum sistem yang akan diimplementasikan.2. Instalasi sistem. Pemasangan sistem informasi kependudukan dan database kependudukan berjalan sesuai dengan rencana. Namun dari uji coba awal, ditemukan bahwa perangkat lunak masih banyak mengandung kesalahan (bug) yang mengganggu kelancaran pengoperasiannya. Sehubungan dengan hal tersebut, penyempurnaan-penyempurnaan masih perlu dilakukan.3. Pengumpulan data kependudukan. Tahap ini dilakukan dengan melibatkan aparat desa setempat, dengan dibantu oleh mahasiswa. Salah satu kendala pada tahap ini adalah rendahnya kemauan (willingness) dari aparat desa. Di satu sisi, mereka sudah dapat memahami manfaat dari sistem informasi yang terpasang, tapi aktivitas pengumpulan data sepertinya dipandang sebagai proyek besar yang mengharuskan mereka untuk mendapatkan imbalan. Terlepas dari kendala tersebut, pendampingan dari mahasiswa masih tetap berlanjut hingga akhir pelaksanaan program.4. Pemasukan data (data entry).Pemasukan data awal pada database yang telah terpasang dilakukan dengan menyalin data kartu keluarga yang tersimpan dalam arsip ke dalam format standar yang terbaca oleh sistem. Pada fase ini, kami menemui seorang aparat desa yang tampaknya antusias untuk melakukan pengumpulan data. Namun karena data penduduk yang ada di desa sebagian sudah kadaluwarsa, sementara terdapat kendala dalam proses pengumpulan data, tahap pemasukan data ini pun masih belum optimal. Di sisi lain, kesalahan (bug) yang ada dalam sistem yang terpasang turut memperumit masalah pada tahap pemasukan data.5. Pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan sistem. Kegiatan ini dilakukan melalui event pelatihan sehari dan dilanjutkan denganon the job trainingkepada aparat desa pengoperasi dan pemelihara sistem dan didampingi oleh mahasiswa pada sepanjang periode program. Sesuai dengan rencana, kegiatan tersebut memang dapat terlaksana. Meskipun demikan, pelatihan diikuti oleh peserta terbatas, berbeda dengan rencana yang melibatkan seluruh aparat termasuk RT/RW. Meskipun upaya persuasi telah dilakukan kepada aparat yang ada di Kantor Desa, rendahnya animo pelatihan mungkin disebabkan karena rendahnya kemauan dari mereka. Terlepas dari kendala tersebut, pendampingan secara informasl dilakukan melalui mahasiswa yang dilibatkan dalam kegiatan ini.Keberlanjutan dan Kendala Pelaksanaan KegiatanDari uraian tahap-tahap kegiatan di atas dapat disimpulkan bahwa kendala yang ditemukan selama pelaksanaannya berakar dari rendahnya kemauan dari pihak aparat desa setempat. Tahap yang paling terkena dampak dari kendala tersebut adalah pengumpulan data yang semula direncanakan melibatkan aparat hingga ke tingkat RT/RW dengan tujuan agar data yang tersimpan dalam database kependudukan di akhir kegiatan ini sudah mencerminkan data yang sesungguhnya.Kendala lain adalah masih adanya kesalahan (bug) pada perangkat lunak. Kesalahan perangkat lunak tersebut terasa menghambat fase pemasukan data dan pelatihan. Minimnya dokumentasi sistem juga membuat kegiatan pelatihan kurang optimal.PenutupDari paparan pelaksanaan kegiatan pada di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:1. Manfaat otomatisasi sistem informasi kependudukan dapat dipahami oleh aparat desa setempat. Antusiasme sebagian aparat desa menunjukkan bahwa implementasi sistem informasi kependudukan di Desa Kedungmalang Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas dapat dilanjutkan.2. Kendala utama yang dihadapi selama pelaksanaan kegiatan adalah rendahnya kemauan aparat desa secara umum. Sebagai contoh, aktivitas pengumpulan data terkendala karena kegiatan ini memerlukan upaya yang cukup besar dan melibatkan banyak pihak.3. Kendala teknis lain terkait dengan masih adanya kesalahan perangkat lunak (bug) dalam sistem yang terpasang. Kendala ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab kami. Penyempurnaan dan pemutakhiran perlu terus dilaksanakan saat ini. Tidak lagi bekerjasama dengan mitra dari luar, kami bahkan sedang merintis pengembangan sistem informasi desa secara mandiri dengan filosofi pengembangan sumber terbuka (opensource).Sebagai bukti komitmen kami terhadap pengembangan sistem informasi dalam menunjang implementasie-Governmentdi tingkat pemerintahan desa, kegiatan sejenis sedang kami usulkan melalui skema Program KKN Tematik.ReferensiDewi, A.S. dan M. Amrun.Membangun Sistem Informasi Desa.COMBINE Resource Institution, 2010.Amirullah. "Mengoptimalkan Pemakaian Software Open Source."Ikatan Guru Indonesia.2010. http://www.klubguru.com.Cummings, Haag.Management Information Systems for the Information Age.McGraw-Hill Ryerson, 2006.Harian Kompas.Daftar Pemilih Tetap Bermasalah.10 Mei 2010.Harian Kompas.Verifikasi Data BLT Harus Dipercepat. 15 Mei 2008.Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan.Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.Vivanews.Kasus Terorisme Ba'asyir dari Masa ke Masa.16 Juni 2011.http://www.vivanews.com/.Mengagas Tujuan dan Manfaat Sensus Penduduk

Pada pertengahan bulan Mei 2010 lalu, tepatnya pada saat siang hari selepas pulang kerja, ada dua orang pria berpakaian biru muda lengkap bertopi sambil menenteng tas menyambangi rumah saya untuk melakukan sensus penduduk tahun 2010. Ketika saya tanya, apa yangg perlu saya siapkan untuk membantu proses sensus penduduk ini? Mereka cuma bilang cukup memberi keterangan secukupnya saja, lantas saya bertanya apakah ada pertanyaan tertulis yang perlu saya jawab ?.Mereka menjawab tidak, karena tadi sudah tanya jawab dengan Ketua Rukun Tetangga (RT) telah cukup mewakili jawaban secara keseluruhan. Setelah itu saya berpikir, sensus kok hanya cukup tanya jawab dengan ketua RT, bukankah slogannya pastikan anda dihitung . Kalau sensus penduduk hanya sesederhana itu logika berpikir saya menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah cara-cara seperti itu berlaku umum dalam pelaksanaan sensus penduduk ditempat-tempat lain ?Pertanyaan yang tersimpan dalam pikirannya saya masih menganjal, karena bayangan saya, setiap orang arau warga yang didatangi petugas sensus kan diberikan beberpa pertanyaan dan keterangan yang diperlukan sebanyak-banyaknya. Akan tetapi setelah saya menghadapi petugas sensus ternyata tidak serumit yang saya bayangkan sebelumnya. Berawal dari situ saya balik bertanya kepada petugas sensus mengenai apa itu sensus penduduk, hingga tujuan dan manfaat sensus.

Penjelasan singkat dari petugas sensus dapat kami pahami kurang lebihnya sebagai berikut : sensus Penduduk adalah keseluruhan proses pengumpulan, pengolahan, penyusunan, dan penerbitan data demografi, ekonomi dan sosial yang menyangkut semua orang/penduduk pada waktu tertentu di suatu negara atau wilayah. Sensus penduduk di Indonesia biasa disebut pencacahan penduduk atau cacah jiwa, yaitu pengumpulan data atau informasi yang dilakukan terhadap seluruh penduduk yang tinggal di wilayah teritorial Indonesia.

Secara umum, pelaksanaan Sensus Penduduk (SP2010) bertujuan menyediakan data dasar kependudukan terkini, baik dari segi jumlah maupun parameter kependudukan. Secara khusus tujuan sensus adalah mengumpulkan dan menyajikan data dasar tentang penduduk, rumah tangga dan perumahan hingga tingkat administrasi yang terkecil (desa/kelurahan). Keterangan yang dikumpulkan meliputi: nama, umur, jenis kelamin, kelahiran, kematian, perpindahan, pendidikan, ketenagakerjaan, status perkawinan, dan beberapa karakteristik terkait perumahan.

Tujuan utama SP2010 adalah menghasilkan data dasar kependudukan untuk keperluan perencanaan pembangunan dan sistem perstatistikan nasional. Secara rinci tujuan utama SP2010 meliputi : Menyediakan data dasar kependudukan dan perumahan sampai dengan wilayah administrasi terkecil (desa/kelurahan). Melakukan peremajaan peta wilayah (blok sensus dan desa /kelurahan) hasil pemetaan SP2000 atau membuat peta baru untuk wilayah-wilayah baru hasil pemekaran. Peta blok sensus dan peta desa/kelurahan merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk keperluan pencacahan SP2010 dan pencacahan sensus atau survei kependudukan lain sebelum pelaksanaan sensus berikutnya.

Tujuan khusus SP2010 adalah menghasilkan informasi kependudukan secara lebih rinci dan informasi lainnya untuk keperluan penghitungan berbagai parameter demografis, antara Angka Kelahiran, Angka Kematian, Angka Harapan Hidup dan lain sebagainya. Secara rinci tujuan khusus SP2010 mencakup paramater-parameter demografis yang meliputi Angka Kelahiran, Angka Kematian, Angka Harapan Hidup dan Angka Migrasi Penduduk.

Sensus penduduk mencakup seluruh penduduk warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang tinggal dalam wilayah teritorial Indonesia, baik yang bertempat tinggal tetap ataupun tidak bertempat tinggal tetap. Penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap antara lain tuna wisma, pengungsi, awak kapal berbendera Indonesia, suku terasing, penghuni perahu/rumah terapung, tetap dicacah. Dimanapun ada penduduk selama di wilayah Indonesia, meskipun daerah terpencil ataupun sulit, petugas sensus akan mendatanginya.

Berdasarkan uraian diatas, tingkat urgensinya tujuan penyelenggaraan SP2010 diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu tujuan utama atau pokok dan tujuan khusus. Tujuan utama SP2010 berkaitan dengan peran utama SP2010 sebagai dasar perencanaan pembangunan dan perencanaan sistem perstatistikan nasional. Sedangkan tujuan khusus SP2010 tambahan berkaitan dengan peranan SP2010 untuk menghasilkan berbagai parameter-parameter kependudukan untuk kebutuhan penyusunan proyeksi penduduk yang menjadi dasar dalam penyusunan perencanaan pembangunan jangka panjang.

Seperti kita ketahui kenyataan yang sebenarnya bahwa di saat ini sebagian masyarakat mulai pesimis kepada negeri ini. Berbagai jenis sensus telah dilakukan seperti sensus pertanian, ekonomi, kemiskinan, penduduk dan lain sebagainya, tetapi kenyataanya pengganguran masih banyak, lapangan kerja sempit, ekonomi masyarakat masih terpuruk, kesejahteraan tidak merata dan masih banyak lagi. Apabila saya cermati, data sensus memang masih diperlukan meskipun mungkin dampaknya kadang tidak dirasakan secara langsung. Karena ibarat merencanakan sesuatu (pembangunan) pemerintah memang perlu data. Jangankan pemerintah, mahasiswa, perusahaan, peneliti dan kalangan lainnya saja perlu data sesuai dengan keperluan dan kepentingannya.

Pengalaman masa lalu permasalahan data penduduk mencuat pada pemilihan legislatif 2009. Daftar pemilih tetap (DPT) dianggap sebagian pihak bermasalah, ada yang merasa belum masuk DPT, ada pula yang muncul sebagai daftar nama fiktif. Masalah penduduk sebelumnya juga mencuat saat digelontorkannya program bantuan langsung tunai (BLT). Riak masalah muncul ketika sebagian masyarakat yang merasa berhak mendapat BLT, tidak terdata sebagai rumah tangga miskin. Adapula yang salah sasaran.

Tetapi setidaknya kita semua berharap melalui sensus penduduk 2010 harus ada perubahan, sensus bukannya lagi sekedar meraih data kependudukan saja, tetapi sudah harus di barengi dengan konsep kebijakan sebagai solusi yang telah terukur seperti misalnya kebijakan berupa pengentasan kemiskinan penduduk, setidaknya sensus bukan hanya mampu mengumpulkan data rakyat miskin saja, tetapi juga sudah berikut kebijakan yang akan diambil untuk pemecahan permasalahan rakyat miskin. Sehingga harapanya dengan konsep baru sensus penduduk, maka akan menjadi berarti dan memiliki signifikansinya terhadap agenda perubahan pembangunan negara untuk rakyat

Harapan lain, melalui sensus penmduduk 2010 setidaknya juga menjadi arah gerak pembangunan dan juga sebagai pemetaan laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan kewilayahan dan bukan hanya menjadi agenda periodik yang lebih banyak menjadi bahan data normatif saja. bayangkan bila berbagai sensus yang terjadi terus seperti itu, apa yang bisa di harapkan dan kemudian berapa uang negara yang cukup besar menjadi percuma, kalau seperti itu sensus tidak akan ada gunanya.

Untuk itu sensus penduduk 2010 diharapkan pemerintah dapat melakukan proses perubahan menuju konsep baru sensus penduduk. Artinya ketika sensus penduduk telah mendapatkan data kependudukan maka seharusnya sudah satu paket bersamaan dengan dibuatnya kebijakan sebagai solusinya. Bila benar sensus penduduk dijalankan dengan konsep perubahan yang baru, maka negara terlihat jelas arah pembangunannya mampu menunjukkan secara sistematis pada pencapaian menuju perlindungan, pencerdasan dan kesejahteraan bagi rakyat.

Oleh : LamijanSumber : Majalah Gema Bersemi edisi 03/2010Masuk Enam Besar Nasional0inShare

PKK Desa Baha Dinilai Tim LBS PusatMangupura, DenPostTim Penggerak PKK Pusat memberikan apresiasi positif kepada Pemkab Badung dan TP PKK Badung. Hal ini lantaran Badung berhasil melaksanakan program-program pembangunan yang bermuara kepada pemberdayaan masyarakat, sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. "Kami mengapresiasi program-program pemberdayaan masyarakat yang telah dilaksanakan Pemkab Badung dan PKK Badung. Ini membuktikan bahwa program pemerintah dengan PKK telah sejalan untuk motivasi masyarakat, salah satunya dalam mewujudkan lingkungan bersih dan sehat," kata Ketua Koordinator Tim Penilai Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS) Pusat, Susi Soebekti, saat melakukan penilaian dan pembinaan dalam rangka Lomba LBS tingkat Nasional di Desa Baha, Selasa (11/2).Kehadiran tim penilai disambut Sekda Badung, Kompyang R. Swandika, Sekretaris TP PKK Provinsi Bali, Ni Made Swastini, Ketua TP PKK Badung, Ny. Ratna Gde Agung, Ketua DWP Badung, Ny. Kompyang R. Swandika serta PKK Desa Baha bertempat di Subak Lepud, Desa Baha.

Susi Soebekti yang didampingi Ketua Pokja IV PKK Pusat, Ratna Farida, mengatakan, penilaian LBS di Desa Baha ini berdasarkan hasil laporan menyebutkan duta Provinsi Bali ini masuk nominasi enam besar Nasional. Penilaian ini sebagai upaya cek silang ke lapangan dari laporan yang telah diterima sebelumnya. Dikatakannya, lomba LBS bukan sekedar lomba, namun target yang ingin dicapai adalah bagaimana kita mampu menekankan kepada masyarakat untuk selalu membuat lingkungannya bersih dan sehat. "Lomba LBS lebih kepada fisik, selain lingkungan bersih juga harus didukung adanya saluran pembuangan air limbah (SPAL) yang baik," jelasnya.

Susi Soebekti juga memberi apresiasi kepada PKK Desa Baha yang telah melaksanakan program bersih dan sehat melalui gerakan atau slogan-slogan yang gampang diingat masyarakat, seperti Gabismuk (Ganyang Habis Nyamuk), Bersumpah (Bersih Tersenyum Bebas Sampah), tidak buang air besar sembarangan serta adanya pengolahan sampah menjadi pupuk. Yang tidak kalah pentingnya program dari Pemkab Badung yaitu Gelatik (Gerakan Berkelanjutan Anti Sampah Plastik). "Penilain ini bertujuan melihat apa yang telah dilaporkan untuk kami klarifikasi sekaligus memberi pembinaan, mudah-mudahan desa-desa di Badung mampu seperti Desa Baha ini," katanya.

Selain itu, Susi Soebekti juga memberikan apresiasi atas program kesehatan Kabupaten Badung JKKB Manguwaras dengan layanan kemoterafi dan cuci darah gratis melalui dana APBD. Pemberian vaksin kanker serviks gratis kepada 3000 lebih siswi SMP, SMA/SMK dan program Badung ini menjadi yang pertama di Indonesia. Hal ini sebagai bukti program yang pro-rakyat dan harus terus dilanjutkan, katanya.

Kompyang R. Swandika yang mewakili Bupati Badung mengatakan, Pemkab Badung sangat mendukung lomba lingkungan bersih dan sehat ini. "Lingkungan yang bersih dan sehat merupakan obligasi dalam mewujudkan masyarakat Badung yang sehat. Masyarakat yang sehat adalah obligasi pula dalam mewujudkan masyarakat Badung yang cerdas dan cakap menuju masyarakat yang sejahtera, shanti dan jagadhita," ungkapnya.

Dikatakan pula, Untuk mewujudkan LBS di Badung, setiap desa telah mengangkat lima orang tenaga kebersihan. Selain itu, dalam menunjang pembangunan di desa, melalui dana APBD Badung telah dialokasikan ke desa dan tahun ini masing-masing desa di Badung mendapat alokasi dana berkisar Rp 3,5 miliar hingga Rp 5,5 miliar.Ketua Tim Penggerak PKK Desa Baha, Si Luh Ketut Alit Astuti, mengatakan, jumlah kader PKK Desa Baha yakni 409 orang dengan kader kelestarian lingkungan berjumlah 127 orang. Untuk mengatasi masalah lingkungan khususnya di Desa Baha, berbagai program telah dilaksanakan TP PKK Baha seperti membentuk tim pelaksana LBS serta mengadakan penyuluhan tentang SPAL.(115/*)Stop Buang Air Besar Sembarangan: Belajar Dari Kabupaten Sumedang05 Mar 2013Partisipasi publik yang kuat, adanya aparat birokrasi yang pro kesehatan publik, dan ketersediaan regulasi yang kokoh adalah syarat mutlak keberhasilan pembangunan kesehatan lingkungan. Inilah pelajaran penting yang dapat diambil dari pengalaman Kabupaten Sumedang, sebuah kabupaten di Jawa Barat yang berhasil mewujudkan 114 desa sehat yang bebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan dalam tempo kurang dari 10 tahun.Tanpa Uang, Bermula dari Satu DesaCerita keberhasilan Kabupaten Sumedang ini berawal dari Sukawangi, sebuah desa kecil di Kecamatan Pamulihan. Tujuh tahunan yang lalu desa ini menyimpan banyak kisah sedih kesehatan lingkungan, ibu, bayi dan balita. Kondisi sanitasi warga yang buruk, tingginya kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS), dan terbatasnya fasilitas kesehatan publik menyebabkan warga desa rentan terhadap serbuan aneka penyakit.Muntaber dan diare akut yang berujung kepada kematian adalah beberapa penyakit tahunan yang kerap mewabah di desa ini. Sementara pemerintah daerah nyaris tidak punya daya karena minimnya anggaran kesehatan publik.Pada 2006, tidak berapa lama setelah wabah diare melanda Sukawangi, sejumlah kecil pegawai di lingkungan dinas yang membidangi soal air dan sanitasi, antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) menggagas apa yang disebut sebagai Klinik Sanitasi.Melalui klinik ini, mereka memutar otak mengembangkan metode-metode kampanye alternatif untuk menggerakkan penduduk meninggalkan kebiasaan BABS. Kebiasaan inilah yang menurut mereka menjadi pemicu utama wabah diare dan muntaber di banyak desa di Sumedang.Mereka berfikir tidak akan mudah mengubah perilaku BABS yang nyaris sudah membudaya. Karena itu sekelompok pegawai ini mencoba menyadarkan publik dengan metode CLTS (Community-Led Total Sanitation). Metode ini diyakini lebih mampu mengubah perilaku karena bertumpu kepada penyadaran kritis masyarakat atas masalah dan potensi mereka sendiri. Sebanyak dua RW (Rukun Warga) dengan kondisi sanitasi terparah di Desa Sukawangi dipilih sebagai lokasi percobaan.Nyaris tanpa subsidi, dalam kurun waktu dua bulan sebanyak 287 keluarga di 11 RW di Sukawangi membangun jamban atas inisiatif sendiri. Empat bulan kemudian pada akhir 2006 Desa Sukawangi dinyatakan sebagai desa bebas tinja tingkat kematian bayi akibat diare menurun drastis, sanitasi warga desa tertata rapi, jamban-jamban penduduk serba bersih, dan warga sudah lama mengharamkan buang air besar sembarangan (BABS). Metode CLTS terbukti efektif.Menggali dan Memperluas DukunganMeskipun eksperimen di Sukawangi berhasil, secara kelembagaan program sanitasi belum banyak dilirik oleh dinas-dinas di lingkungan pemerintah kabupaten. Keterlibatan sejumlah pegawai sebagai aktivis sanitasi atau lebih sering disebut Tim Gerilyawan Stop BABS lebih karena motivasi dan keprihatinan individual. Dinas-dinas lain, kecuali Dinas Kesehatan belum menganggap kesehatan lingkungan sebagai pekerjaan penting.Karena itu program sanitasi berjalan lambat. Dalam kurun waktu 2006-2008, dengan dukungan dana terbatas Tim Gerilyawan Stop BABS hanya sanggup membangun 10 desa bebas tinja Wabah diare akut dengan penderita sebanyak 35 orang masih muncul pada kurun waktu ini.Situasi mulai berubah pada tahun 2008-2009. Sadar bahwa program sanitasi tidak bisa dijalankan sendirian oleh Dinas Kesehatan, Tim Gerilyawan Stop BABS mencoba memperluas dukungan melalui berbagai kegiatan advokasi. Diskusi, lobby dan negosiasi lintas program dan lintas pelaku pembangunan digelar untuk ini.Hasilnya pada Mei 2010 Bupati Sumedang meresmikan Tim Gerilyawan Stop BABS menjadi Kelompok Kerja AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) dengan mandat utama mengelola program sanitasi total berbasis masyarakat. Pokja ini beranggotaan 8 SKPD, perguruan tinggi, LSM dan ormas. Pada tahun ini juga, tema air minum penyehatan lingkungan dimasukkan sebagai misi resmi Kabupaten Sumedang.Mengantongi ijin dan kewenangan resmi membuat Pokja AMPL lebih leluasa bergerak. Kehadiran Pokja membuat kerja-kerja program sanitasi yang serabutan menjadi lebih fokus dan terencana. Pokja berhasil menetapkan apa yang disebut sebagai lima pilar sanitasi total berbasis masyarakat:pilar pertama, bebas dari buang air besar sembarangan;pilar kedua, perilaku mencuci tangan pakai sabun untuk memutus mata rantai penularan penyakit terkait sanitasi lingkungan;pilar ketiga, pengelolaan air dan makanan dalam rumah tangga;pilar keempat, pengelolaan limbah rumah tangga dan drainase;pilar kelima, manajemen pengelolaan sampah rumah tangga.Pada saat yang sama pula Pokja AMPL berhasil meraih dukungan dari PNPM Mandiri, bahkan kalangan perusahaan yang tergabung dalam Forum CSR (Corporate Social Responsibility). Pada periode ini, lahir Peraturan Bupati No. 113 Tahun 2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda, peraturan yang dianggap memberi legitimasi kultural atas program sanitasi. Dukungan dana dari SKPD juga bertambah. Dan, Sumedang meraih penghargaan Manggala Karya Bhakti Husada Arutala dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Regulasi dan Jaminan Keberlanjutan ProgramPeriode 2010-2012 barangkali dapat disebut sebagai titik puncak keberhasilan program sanitasi di Kabupaten Sumedang. Program makin meluas, inisiatif warga untuk membangun sanitasi sehat tumbuh di banyak desa. Pada akhir tahun 2011 desa bebas tinja bertambah menjadi 104 desa, dan dukungan dana dari pemerintah meningkat hingga mencapai 1,8 milyar pada tahun 2012.Mulai terlembagakannya program sanitasi dalam tata kelola pemerintahan daerah adalah faktor penting yang mendorong keberhasilan ini. Setelah menetapkannya sebagai misi resmi kabupaten, Sumedang menetapkan Peraturan Bupati No. 30 Tahun 2010 tentang Strategi Daerah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Atas dasar peraturan ini, program sanitasi total berbasis masyarakat dijadikan sebagai salah satu menu PNPM Mandiri Perdesaan.Pada akhir tahun 2011 PNPM Mandiri Perdesaan misalnya telah mengadakan program penyediaan air bersih di 57 desa, pelatihan sanitasi total di 18 desa, pelatihanbiogreenuntuk komposting sampah organik, dan lain-lain. Peraturan ini juga yang telah menumbuhkan forum-forum komunikasi informal antar pelaku pembangunan di kabupaten ini.Pada tahun 2012 terbit Peraturan Bupati No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi Daerah Air Minum Penyehatan Lingkungan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Kabupaten Sumedang. Regulasi ini membuat koordinasi antar pelaku pembangunan sanitasi makin rapi dan tertata.Saat ini para pelaku pembangunan sanitasi di Kabupaten Sumedang tengah menggagas draft Perda Lingkungan Hidup yang mengatur pemberian sanksi tegas bagi masyarakat yang membuang limbah sembarangan. Digagas juga draft Perda Tata Kelola Rumah Tangga yang mengatur sanitasi total berbasis masyarakat sebagai salah satu indikator rumah tangga sehat di Kabupaten Sumedang.Regulasi lain yang dianggap memperlancar program sanitasi adalah Perda No. 1 Tahun 2007 tentang Prosedur Perencanaan dan Penganggaran, serta Peraturan Bupati No. 10 Tahun 2008 tentang Forum Delegasi Musrenbang. Kedua peraturan ini memungkinkan aktivis sanitasi masuk dalam medan advokasi perencanaan dan penganggaran.Partisipasi publik yang kuat, adanya birokrasi yang mau berfikir lintas sektor, dan jaminan regulasi inilah yang telah membuat Sumedang pada 2012 berhasil mewujudkan 114 desa sehat yang bebas dari kebiasaan buruk BABS penduduknya. Dari 213 desa bebas BABS di Jawa Barat, Kabupaten Sumedang menyumbang hampir separuhnya.Tentang partisipasi publik, Eki Riswandiah, Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Sumedang yang juga Sekretaris Umum AMPL menuturkan, Kami mempunyai ratusan kader-kader lokal dan warga aktif (active citizen) yang kuat dan tanpa pamrih terlibat dalam program ini. Tanpa mereka, sanitasi Sumedang tak akan sesukses sekarang. [Dwi Joko Widiyanto]Sumber:Pikiran Rakyat Edisi 19 Oktober 2012Download:Pojok Kang Hebring - Pikiran Rakyat 19 Oktober 2012Tahun 2014, Indonesia Bebas BAB SembaranganPenulis : Natalia Ririh |Senin, 10 September 2012 | 16:26 WIB

Dibaca:3573

Komentar:2|

Share:

KOMPAS/WAWAN H PRABOWOKomunitas Toilet Higienis.TERKAIT: Menkes : Jangan Bicara Persen, Ini Manusia! Hari Ini, 14 Negara Bahas Isu Sanitasi di Bali Larangan BAB Sembarangan Lewat Spanduk dan Pamflet 14 Desa di Jeneponto Siap Stop BAB Sembarangan BAB Sembarangan Masih Menjadi BudayaBALI, KOMPAS.com -Mengacu pada target MDGs tujuan ke 7 di mana setiap negara memastikan keberlanjutan lingkungan hidup, maka semua negara harus dapat mengurangi separuh proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan pada air minum yang aman dan sanitasi dasar di tahun 2015. Begitu pula halnya dengan Indonesia yang harus mencapai target MDGs pada tahun 2015 nanti.

Langkah Indonesia akan terasa lebih berat karena berdasarkan data, posisi Indonesia dari target MDGs masih jauh. Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, untuk target MDGs masalah sanitasi, Indonesia berada pada posisi pencapaian 55,6 persen dari target 62,41 persen. Sedangkan untuk target MDGs masalah air minum, Indonesia baru mencapai 42,76 persen dari trget MDGs 68,8 persen.

Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Dedy S.Priatna mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan kementerian lainnya saat ini tengah berupaya melakukan percepatan pembangunan sanitasi permukiman (PPSP). Salah satu usahanya, pemerintah pun mencanangkan tahun 2014 nanti Indonesia bebas buang air besar (BAB) sembarangan.

"Tahun 2009 kita baru bebas BAB sembarangan 70 persen. Pemerintah menargetkan 30 persen sisanya tuntas di tahun 2014," ujarnya saat mendampingi Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nafsiah Mboi seusai acara pembukaan East Asia Ministerial Conference on Sanitation and Hygiene (EASAN) III yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, Senin (10/9/2012) sampai Rabu (12/9/2012).

Menkes Nafsiah menggaris bawahi pentingnya ketersediaan jamban di pemukiman penduduk. Kesadaran masyarakat untuk membuang air besar di jamban bisa dipengaruhi banyak faktor. Di antaranya, sejumlah besar keluarga tidak memiliki akses fasilitas sanitasi seperti jamban, rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengaruh sanitasi dan air minum pada kesehatan, perilaku yang tidak mendukung hidup bersih dan sehat, serta tingkat perekonomian masyarakat yang tidak mampu membangun fasilitas sanitasi memadai.

Menurut Nafsiah, peranan jamban memiliki kaitan yang sangat luas. Kalau semua orang BAB pada tempatnya maka bisa mengurangi penyakit diare. Sehingga menurunkan risiko penyakit ini sampai 90 persen."Tak kalah pentingnya adalah perubahan perilaku masyarakat. Saya pernah mendapati, ada masyarakat yang tidak mau menggunakan jamban padahal sudah dibuatkan pemerintah. Alasannya, mereka menyayangkan jika jamban tersebut berubah menjadi kotor karena dipakai," ujarnya.Menuju Desa Baho yang Bebas dari Perilaku Buang Air Besar Sembarangan11 Nov 2012MasyarakatDesa Baho, Kecamatan Lotu, Nias Utaratelah memulai upayanya menghapuskan kebiasaan buang air besar sembarangan denganmembangun jamban secara mandiri.Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan yang dipakai untuk mengubah perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dengan memunculkan kesadaran dari masyarakat itu sendiri, yaitu dengan melakukan apa yang disebut pemicuan.Di Nias, Sumatra Utara, pemicuan STBM sebelumnya sudah pernah dilakukan di Dusun 2, Desa Baho, Kecamatan Lotu, Nias Utara, pada September 2011. Kemudian pada tanggal 20 Juli 2012, dilakukan pemicuan berikutnya di Dusun 1 dan 3 yang difasilitasi oleh Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Nias bekerja sama dengan pemerintah desa yang diwakili oleh Kepala Desa Baho, Otorius Harefa, dan tenaga kesehatan terkait seperti Kepala Puskesmas Pembantu Lotu, Munthe, Bidan Desa Lotu, Sartika Pasaribu, dan staf Puskesmas Lotu, Nonitehe Zendrato.Melalui pemicuan di Dusun 2, sebanyak 23 KK tersadar akan pentingnya hidup bersih dan sehat serta tergerak membangun WC sederhana. Mengacu kepada hasil ini, Wahana Visi bersama dengan pemerintah desa mencoba untuk mereplikasikan pendekatan STBM kepada masyarakat di Dusun 1 dan 3 demi mewujudkan Desa Baho sebagai desa percontohan untuk desa Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS).Proses pemicuan yang diselenggarakan di Dusun 1 dan 3 dihadiri oleh perwakilan Kecamatan, yaitu Sekretaris Camat, Bazatulo Zalukhu. Kehadiran Bazatulo membuat masyarakat semakin antusias mengikuti proses pemicuan.Di Dusun 1 dan 3, sebanyak 19 KK terpicu dan berkomitmen untuk membangun WC sederhana di rumahnya masing-masing. Disepakati pula bahwa tanggal batas waktu penyelesaian pengerjaan adalah 10 Agustus 2012. Pada tanggal tersebut akan dilaksanakan pengawasan bersama yang bertujuan untuk memastikan tindak lanjut dari pemicuan, yaitu pembuatan WC sederhana secara swadaya oleh masyarakat. Pengawasan ini dilakukan oleh pihak pemerintahan desa, Wahana Visi, dan juga pihak Puskesmas Lotu.Ama Gamara, 62, adalah salah seorang warga dusun yang terpicu. Meskipun sudah berusia lanjut, tetapi Ama Gamara bersemangat membangun WC di rumahnya. Saya mengerjakan WC bersama anak saya, berdua. Tidak bisa mengajak cucu-cucu karena masih kecil, ujarnya.Saya sempat mikir ga perlu bangun WC karena selama ini ada sungai kecil di samping rumah. Waktu ikut pemicuan, saya jadi yakin untuk bikin WC. Sekarang, anak-anak ga perlu repot kalau mau BAB. Selain itu, juga bisa menjaga kesehatan lingkungan sekitar, tambahnya.Rio Faldokian Harefa, 6, anak dampingan Wahana Visi dan yang juga cucu Ama Gamara, turut merasakan manfaat dari WC sederhana tersebut. Sama seperti Ama Gamara, sebelum ada WC, Rio biasanya BAB di sungai dekat rumahnya. Sekarang, dia mengakui lebih nyaman untuk BAB di WC. Soalnya dingin, teduh, ga kena panas lagi kalo siang-siang, jawab Rio polos ketika ditanya alasannya untuk BAB di WC.Selain keluarga Ama Gamara, ada beberapa KK lain yang dikunjungi dalam proses pengawasan. Ada KK yang sudah melaksanakan komitmennya, tetapi tidak jarang dijumpai pula KK yang belum selesai atau bahkan sama sekali belum membangun WC sebagai tindak lanjut pemicuan.Keseluruhan proses memang sedang berjalan saat ini dan dibutuhkan pendampingan kepada seluruh komponen masyarakat demi mewujudkan Desa Baho sebagai desa yang bebas dari perilaku Buang Air Besar Sembarangan. Maka dari itu, dibutuhkan komitmen dan kerja sama yang baik dari semua pihak. Seperti dikatakan Kepala Desa Baho, Otorius Harefa, Kalau mau membangun desa ini maju, kita harus sama-sama, tidak bisa sendiri-sendiri.Ke depan, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan Desa Baho sebagai desa yang bebas dari perilaku BABS. Namun ada harapan untuk mewujudkannya dengan kerja sama dari semua pihak. Salah satunya adalah seperti tindakan Ama Gamara.Ditulis oleh:Marcell F.A.M. SinayMonitoring, Evaluation, and Learning Coordinatordari Wahana Visi Indonesia Kantor Operasional Nias