Bacaan Grafity resitifity

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN INVESTIGASI GEOFISIKA Praktikum Fisika Lanjutan IID

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Indonesia

Program Studi Fisika

Peminatan Geofisika

BAB II

BAB II . TEORI DASAR

II.I METODE GRAVITASI

Teori Gravitasi didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi

Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik antara dua buah benda adalah

sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak

kuadrat antara pusat massa kedua benda tersebut(4).

Hukum gravitasi Newton(2) :

1.Dimana, konstanta gravitasi (G) = 6.67 x 10-11 N.m2.kg-2. Sedangkan hukum Newton

lainnya adalah mengenai gerak yang menyatakan bahwa gaya ( F ) adalah perkalian antara massa dengan percepatan. Hukum Newton mengenai gerak Newton, yaitu(2)

2Persamaan (1) disubstitusikan ke persamaan (2),

3.Persaman terakhir ini menunjukkan bahwa besarnya percepatan yang disebabkan

oleh gravitasi di bumi (g) adalah berbanding lurus dengan massa bumi (M) dan

berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi (R).

Dalam metode gravitasi, pengukuran dilakukan terhadap nilai komponen vertikal

dari percepatan gravitasi di suatu tempat. Namun pada kenyataannya, bentuk bumi tidak bulat sehingga terdapat variasi nilai percepatan gravitasi untuk masing-masing tempat. Hal-hal yang dapat mempengaruhi nilai percepatan gravitasi adalah perbedaan derajat garis lintang, perbedaan ketinggian (topografi), kedudukan bumi dalam tata surya,variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi, perbedaan elevasi tempat

pengukuran dan hal lain yang dapat memberikan kontribusi nilai gravitasi, misalnya bangunan dan lain lain.Potensial Gravitasi dan Distribusi MasaPada potensial gravitasi berlaku prinsip superposisi yaitu potensial gravitasi dari sekumpulan massa dari masing-masing massa. Beda potensial pada partikel uji merupakan penjumlahan vektor dari potensial massa. Prinsip superposisi dapat diterapkan untuk potensial gravitasi pada distribusi massa yang kontinu. Suatu distribusi massa yang kontinu m adalah sekumpulan massa yang sangat kecil dan banyak, dm = (x,y,z) dv,dimana (x,y,z) adalah densitas distribusi massa. Dengan menerangakan prinsip supersposisi maka didapatkan :4.Dimana pengintegralan meliputi v, volume sebenarnya dari massa. Sedangkan P

merupakan titik pengamatan, Q merupakan titik pengintregalan dan r adalah jarak antara P dan Q. Densitas memiliki satuan gr.cm-3

Akuisisi di lapangan Pengambilan data dilapangan menggunakan sistem looping,hal ini disebabkan karena didalam alat gravimeter terdapat pegas yang sangat sensitif terhadap goncangan dan suhu,sehingga menyebabkan pergeseran pembacaan titik 0 pada alat tersebut. Untuk melakukan proses looping kita harus menentukan nilai gravitasi absolut,nilai gravitasi absolut diambil sebagai nilai gravitasi di Base Station dan nilainya tetap, nilainya berkisar 9,8 gal. Gravitasi absolut didapat dari pengukuran oleh BMKG ditempat tertentu,nilai gravitasi di Base Station inilah yang nantinya akan mengkoreksi nilai gravitasi di Basecamp. Basecamp merupakan tempat open dan close dari suatu pengukuran dilapangan,station merupakan tempat titik pengukuran nilai gravitasi,pada pengukuran kali ini terdapat 50 titik pengukuran yang menjadi target. Nilai gravitasi yang terbaca diBasecamp merupakan nilai gravitasi relatif karena adanya keterbatasan alat dalam menampilkan data. Nilai gravitasi di Basecamp ini nantinya akan dikoreksi terhadap Basecamp. Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan metode gravity menggunakan flowchart sebagai berikut :

Data lapangan akan diolah hingga mendapatkan CAB (Complete Anomaly Bouger) dengan menggunakan Ms.Excel, CAB akan didapatkan dengan beberapa koreksi yaitu :

Koreksi-koreksi Gayaberat

Dalam metode gayaberat terdapat perbedaan nilai g di suatu tempat dengan tempat yang lain. Apabila bumi dianggap bulat, homogen, dan tidak berotasi maka gravitasi di seluruh permukaan bumi akan sama. Namun pada kenyataannya bumi lebih mendekati bentuk spheroid dengan relief yang tidak rata, memiliki ketidakteraturan densitas secara lateral (tidak homogen), dan berotasi pada porosnya. Nilai g hasil pengukuran gayaberat yang diinginkan adalah nilai densitas dari benda target anomali. Akan tetapi, nilai yang terukur pada gravimeter juga terpengaruh oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor ini dapat dihilangkan dengan melakukan beberapa koreksi:

Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)

Koreksi pasang surut merupakan koreksi yang disebabkan oleh pengaruh tarikan massa benda-benda langit. Benda-benda langit yang paling dominan berpengaruh adalah bulan dan matahari, karena jaraknya yang relatif dekat terhadap bumi dan massanya yang relatif besar. Koreksi ini perlu diperhitungkan untuk menghilangkan efek gaya tarik yang dialami bumi akibat bulan dan matahari, yang mempengaruhi pembacaan anomali gravitasi di permukaan bumi. Menurut Longman (1959), pengaruh gravitasi bulan di titik P pada permukaan bumi yang terlihat pada Gambar 2.1 dapat diselesaikan melalui persamaan:

dimana: : sudut lintang

: sudut deklinasi

t: moon hour anglec: jarak rata-rata ke bulan

2.2.2 Koreksi Apungan (Drift Correction)

Koreksi apungan diberikan sebagai akibat adanya perbedaan pembacaan gayaberat dari stasiun yang sama pada waktu yang berbeda, yang disebabkan karena adanya guncangan pegas alat gravimeter selama proses pengukuran dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Komponen gravimeter dirancang dengan sistem keseimbangan pegas yang dilengkapi dengan massa beban yang tergantung diujungnya. Karena pegas yang tidak elastis sempurna, maka sistem pegas mengembang dan menyusut perlahan sebagai fungsi waktu. Untuk menghilangkan efek ini, akuisisi data didesain dalam suatu rangkaian tertutup, yang bertujuan untuk mengetahui besarnya penyimpangan pembacaan yang diasumsikan linier pada selang waktu tertentu. Secara matematis, koreksi apungan dituliskan dengan persamaan:

dimana: gf: pembacaan gravimeter pada akhir looping

g0: pembacaan gravimeter pada awal looping

tf: waktu pembacaan pada akhir looping

t0: waktu pembacaan pada awal looping

tn: waktu pembacaan pada stasiun ke-n

Koreksi Lintang

Nilai percepatan gravitasi di kutub berbeda dengan di equator. Gravitasi di equator lebih kecil daripada di kutub karena jari-jarinya yang lebih panjang. Dengan kata lain nilai percepatan gravitasi di setiap titik dipengaruhi oleh posisi lintang. Koreksi ini diperlukan karena perputaran bumi mengakibatkan perbedaan percepatan gravitasi bumi pada setiap lintang. Untuk menghitung koreksi lintang (Reynolds, 1997) digunakan rumus sebagai berikut:

dengan g adalah nilai percepatan gravitasi teoritik pada posisi titik amat dan adalah koordinat lintang.

Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Koreksi udara bebas merupakan koreksi yang dilakukan untuk menghilangkan perbedaan percepatan gravitasi bumi akibat perbedaan ketinggian (elevasi) dari setiap titik pengukuran. Semua titik pengukuran ditarik ke bidang geoid dengan mengabaikan kandungan massa yang berada diantara titik pengukuran dan bidang geoid, seperti yang terlihat pada Gambar di bawah ini.

Menurut Reynolds (1997), dengan menganggap bumi berbentuk ellipsoid dengan massa terkonsentrasi pada pusatnya, maka nilai gravitasi pada bidang geoid adalah :

Sedangkan nilai gravitasi pada titik pengukuran dengan ketinggian h (meter) di atas bidang geoid adalah:

Perbedaan nilai gravitasi di bidang geoid dan di stasiun pada ketinggian h disebut

koreksi udara bebas:

dengan g0 = 9.8 m/det2, R = 6.371x106 m, dan h dalam m, maka

Dalam perhitungan koreksi udara bebas, dapat dijumlah ataupun dikurang. Koreksi akan dijumlah jika titik pengukuran berada di atas geoid. Karena semakin tinggi h maka g akan semakin kecil, sehingga untuk menyamakan dengan bidang geoid koreksi harus ditambah. Dan juga sebaliknya, koreksi akan dikurang jika titik pengukuran berada di bawah geoid. Namun pada umumnya koreksi ini dijumlah karena permukaan bumi berada di atas bidang geoid.

Koreksi Bouguer

Koreksi bouguer merupakan koreksi yang memasukkan efek kandungan massa batuan yang berada diantara titik pengukuran dan bidang geoid yang sebelumnya diabaikan pada perhitungan koreksi udara bebas.

Koreksi bouguer merupakan koreksi yang memasukkan efek kandungan massa batuan yang berada diantara titik pengukuran dan bidang geoid yang sebelumnya diabaikan pada perhitungan koreksi udara bebas.

Koreksi ini dihitung dengan persamaan (Telford, et al., 1990):

dimana p = 3.14, G = 6.67 x 10-11 m3 kg-1 det-3, dalam gr/cm3, dan h dalam m, maka:

Tanda koreksi Bouguer berbanding terbalik dengan koreksi udara bebas. Jika titik pengukuran berada di atas bidang geoid, koreksi akan dikurang. Hal ini dikarenakan kandungan massa di atas bidang geoid membuat nilai g titik pengukuran lebih besar dari g geoid, sehingga untuk menarik titik pengukuran ke bidang geoid koreksi harus dikurang. Dan juga sebaliknya, jika titik pengukuran berada di bawah bidang geoid, koreksi akan ditambah.

Koreksi Medan (Terrain Correction)Koreksi medan atau topografi dilakukan untuk mengoreksi adanya pengaruh penyebaran massa yang tidak teratur di sekitar titik pengukuran. Dalam koreksi Bouguer diasumsikan bahwa titik pengukuran di lapangan berada pada suatu bidang datar yang sangat luas. Sedangkan seringkali kenyataan di lapangan memiliki topografi yang berundulasi seperti adanya lembah dan gunung. Maka jika hanya dilakukan koreksi bouguer saja hasilnya akan kurang sempurna. Adanya massa bukit atau hilangnya massa akibat lembah akan menimbulkan efek yang mengurangi besarnya percepatan gravitasi sesungguhnya di titik pengukuran, sehingga koreksi medan yang diperhitungkan harus ditambah (Rosid, 2005). Cara perhitungan koreksi topografi dapat dilakukan dengan menggunakan Hammer Chart yang dikembangkan oleh Sigmund Hammer. Hammer Chart membagi area ke dalam beberapa zona dan kompartemen (segmen). Hammer melakukan pendekatan pengaruh topografi dengan suatu cincin yang terlihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Setelah mendapatkan nilai CAB proses selanjutnya yaitu proses untuk mempertajam kenampakan geologi pada daerah penyelidikan yaitu pemodelan dengan menggunakan software Surfer 9 dan GRAV2DC.II.2 Metode Magnetik

Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas medan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Variasi yang terukur (anomali) berada dalam latar belakang medan yang relatif besar. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permukaan, yang kemudian dijadikan dasar bagi pendugaan keadaan geologi yang mungkin. Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika dengan metode gravitasi, kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehngga keduanya sering disebut sebagai metoda potensial. Namun demikian, ditinjau dari segi besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besar vektor magnetisasi. sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih menunjukan sifat residual yang kompleks. Dengan demikian, metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu jauh lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta serta bisa diterapkan pada pencarian prospeksi benda-benda arkeologi.

Dalam metode geomagnetik ini, bumi diyakini sebagai batang magnet raksasa dimana medan magnet utama bumi dihasilkan. Kerak bumi menghasilkan medan magnet jauh lebih kecil daripada medan utama magnet yang dihasilkan bumi secara keseluruhan. Teramatinya medan magnet pada bagian bumi tertentu, biasanya disebut anomali magnetik yang dipengaruhi suseptibilitas batuan tersebut dan remanen magnetiknya. Berdasarkan pada Berdasarkan pada anomali magnetik batuan ini, pendugaan sebaran batuan yang dipetakan baik secara lateral maupun vertikal. Eksplorasi menggunakan metode magnetik, pada dasarnya terdiri atas tiga tahap : akuisisi data lapangan, processing, interpretasi. Setiap tahap terdiri dari beberapa perlakuan atau kegiatan. Pada tahap akuisisi, dilakukan penentuan titik pengamatan dan pengukuran dengan satu atau dua alat. Untuk koreksi data pengukuran dilakukan pada tahap processing. Koreksi pada metode magnetik terdiri atas koreksi harian (diurnal), koreksi topografi (terrain) dan koreksi lainnya. Sedangkan untuk interpretasi dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software diperoleh peta anomali magnetik. Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung dari suseptibilitas magnetik masing-masing batuan. Harga suseptibilitas ini sangat penting di dalam pencarian benda anomali karena sifat yang khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. Harganya akan semakin besar bila jumlah kandungan mineral magnetik pada batuan semakin banyak. Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang tersedia dengan interval antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40 m. Batuan dengan kandungan mineral-mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam eksplorasi geomagnet yang dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik kerak bumi atau mungkin juga bagian atas mantel. Metode magnetik memiliki kesamaan latar belakang fisika denga metode gravitasi, kedua metode sama-sama berdasarkan kepada teori potensial, sehingga keduanya sering disebut sebagai metode potensial. Namun demikian, ditinjau ari segi besaran fisika yang terlibat, keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Dalam magnetik harus mempertimbangkan variasi arah dan besaran vektor magnetisasi, sedangkan dalam gravitasi hanya ditinjau variasi besar vektor percepatan gravitasi. Data pengamatan magnetik lebih menunjukkan sifat residual kompleks. Dengan demikian, metode magnetik memiliki variasi terhadap waktu lebih besar. Pengukuran intensitas medan magnetik bisa dilakukan melalui darat, laut dan udara. Metode magnetik sering digunakan dalam eksplorasi pendahuluan minyak bumi, panas bumi, dan batuan mineral serta bisa diterapkan pada pencarian prospek benda-benda arkeologi. Medan Magnet Bumi Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi (gambar I), yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi :

1. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur2. Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

3. Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

3 Komponen medan magnet bumi

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai

medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics

Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut

diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang

dilakukan dalam waktu satu tahun.

Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :

1. Medan magnet utama (main field)

Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam

jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 106 km2..

2. Medan magnet luar (external field)

Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi

di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar

ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer,

maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.3. Medan magnet anomali

Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan

magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite (

7 8 F S e ), titanomagnetite ( 2 4 F T O e i ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi.

Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi

medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali

medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi.

Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu

pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan

sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei

merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet

remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar.

Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan

apabila anomali medan magnetik kurang dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford,

1976), sehingga dalam pengukuran medan magnet berlaku :

Mineral dan Suseptibilitas Batuan

Metode magnetik dalam aplikasi Geofisika akan tergantung pada pengukuran yang akurat

dari anomaly medan geomagnet lokal yang dihasilkan oleh variasi intensitas magnetisasi

dalam formasi batuan. Intensitas magnetik pada batuan sebagian disebabkan oleh induksi dari

magnet bumi dan yang lain oleh adanya suseptibilitas magnetik batuannya dan gaya

magnetnya serta intensitas permanennya pada sejarah geologi tersebut

1. Suseptibilitas batuan

Perubahan atau pergeseran kecil dari kecepatan dan arah orbit elektron momen

magnet atom.

Untuk batuan dan bahan-bahan lain dapat diklarifikasikan dalam tiga kelompok :

Diamagnetik

Paramagnetik

Ferromagnetik

Suseptibilitas merupakan sifat magnetik yang paling penting dari batuan. Intensitas

Magnetisasi merupakan kemampuan suatu benda untuk terinduksi magnet oleh medan

magnet luar yang diberikan pada batuan tersebut.

Intensitas Magnetisasi I, yang merupakan hasil induksi pada bahan batuan isotropik oleh gaya

magnet H (A/m) dapat dituliskan :

I = k HI dan H merupakan vektor sedangkan k tensor.

Diamagnetik: nilai dari k negatif, maka intensitas induksinya akan berlawanan arah dengan gaya magnetnya atau medan polarisasi. Semua material menunjukan respon sebagai diamagnetik ketika ia berada dalam medan magnet. Contoh batuannya : kuarsa, marmer, graphite, rock salt, gypsum, air, kayu dan beberapa bahan organik seperti minyak dan plastik dan beberapa logam diantaranya tembaga. Jumlah electron dalam atomnya genap dan semuanya sudah saling berpasangan, sehingga efek magnetisasinya paling kuat dalam medan polarisasi.

Paramagnetik : Medan magnet pada material ini hanya ada jika bahan ini termagnetisasi oleh medan magnet luar saja. Jika pengaruhnya dihilangkan maka akan hilang pula pengaruh medan magnetnya. Karena pengaruh termal gerakannya menjadi random kembali. Nilai k nya positif dan berbanding terbalik dengan temperature absolut. Jumlah electronnya ganjil. Momen magnet atom nya searah dengan medan polarisasi dan induksi magnetiknya bernilai kecil karena hanya sebagian kecil spin saja yang teraleniasi. Temperatur Curie kedalaman 20 . Berperan sebagai silicate, pyroxene, amphibole, dan biotit

Feromagnetik : Material ini muncul dalam bentuk garnet ferrit dan magnetik. Material magnetik paling tua yang ditemukan adalah magnetite Iron (II, III oxide), Contoh lainnya aluminium, cobalt, nikel, mangan dan Seng.2. Magnet Permanen

Semua peneliti di dunia sepakat bahwa batuan beku dan sedimen memiliki magnet permanen dalam tingkatan yang berbeda dan fenomena ini berlaku umum atau menyeluruh. Dalam kedua batuan ini, tidak hanya intensitas permanennya saja yang kuat, tetapi juga mempunyai arah yang secara keseluruhan berbeda dari arah geomagnet saat ini paleomagnetism.

Natural Remanent Magnetic (NRM) :

TRM (Thermo Remanent Magnetic) : dalam pendinginan dari tempeatur tinggi. Orientasinya merefleksikan orientasi magnet bumi pada waktu dan tempat formasi itu terbentuk. TRM akan hilang jika dipanaskan > 6000C (Temperatur Curie) IRM (Isotehrmal Remanent Magnetic) : pada temperatur konstan, gaya magnetisasi bekerja dalam waktu yang singkat. VRM (Viscous Remanent Magnetic) : sebagai efek komulatif setelah terbebas lama dalam sebuah medan. Pembentukan magnet remanentnya merupakan fungsi logaritmik terhadap waktu, jadi prosesnya butuh waktu lama. Proses ini lebih merupakan sifat dari batuan berbutir halus daripada berbutir kasar, Magnet remanent ini cukup stabil. DRM (Depositional Remanent Magnetic) : diperoleh dengan sedimen sebagai tempat atau pilihan untuk pembentukan butir-butir magnetik di dalam air dalam pengaruh medan magnet bumi. Clay adalah bentuk sedimen utama yang menunjukan remanen ini. CRM (Chemical Remanent Magnetic) : selama pembentukan atau kristalisasi butir-butir magnetik pada temperature moderat di bawah temperature Curie. Proses ini cukup signifikan dalam batuan sedimen dan Metamorf.

Suseptibilitas Magnetik BatuanII.3 Metode Resistivity/geolistrikMetode geolistrik merupakan metode yang menggunakan prinsip aliran arus listrik dalam menyelidiki struktur bawah permukaan bumi. Aliran arus listrik dalam mengalir didalam tanah melalui batuan-batuan dan sangat dipengaruhi oleh adanya air tanah dan garam yang terkandung didalam batuan serta hadirnya mineral logam maupun panas yang tinggi. Oleh karena itu, metode geolistrik dapat digunakan pada penyelidikan hidrogeologi seperti penentuan aquifer dan adanya kontaminasi, penyelidikan mineral, survei arkeologi dan deteksi hotrocks pada penyelidikan panas bumi. Berdasarkan asal sumber arus listrik yang digunakan, metode resistivitas dapat dikelompokan kedalam dua kelompok yaitu (Prasetiawati, 2004):1. Metode pasif

Metode ini menggunakan arus listrik alami yang terjadi di dalam tanah (batuan) yang timbul akibat adanya aktivitas elektrokimia dan elektromekanik dalam materi-materi penyusun batuan. Metode yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya Potensial Diri/Self Potensial (SP) dan Magneto Teluric (MT).

2. Metode aktif

Yaitu bila arus listrik yang diinjeksikan (dialirkan) didalam batuan, kemudian efek potensial yang ditimbulkan arus buatan tersebut diukur di permukaan. Metode yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya metode resistivity dan Induced Polarization. Metode resistivitas pada dasarnya adalah pengukuran harga resistifitas (tahanan jenis) batuan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan menginjeksikan arus ke bawah permukaan bumi sehingga diperoleh beda potensial, yang kemudian akan didapat informasi mengenai tahanan jenis batuan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris, salah satu dari dua buah elektroda yang berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan arus ke dalam tanah, dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur tegangan yang ditimbulkan oleh aliran arus tadi, sehingga resistivitas bawah permukaan dapat diketahui. Resistivitas batuan adalah fungsi dari konfigurasi elektroda dan parameter-parameter listrik batuan. Arus yang dialirkan di dalam tanah dapat berupa arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC) berfrekuensi rendah. Untuk menghindari potensial spontan, efek polarisasi dan menghindarkan pengaruh kapasitansi tanah yaitu kecenderungan tanah untuk menyimpan muatan maka biasanya digunakan arus bolak balik yang berfrekuensi rendah (Bhattacharya & Patra, 1968).

Gambar 1 Prinsip kerja Metode Resistivitas

Resistivitas Semu

Pengukuran resistivitas dilakukan terhadap permukaan bumi yang dianggap sebagai suatu medium yang homogen isotropis. Pada kenyataannya,bumi tersusun atas komposisi batuan yang bersifat heterogen baik ke arah vertikal maupun horisontal. Akibatnya objek batuan yang tidak homogen dan beragam akan memberikan harga resistivitas yang beragam pula. Sehingga resistivitas yang diukur adalah resistivitas semu. Harga tahanan jenis semu ini tergantung pada tahanan jenis lapisanlapisan pembentuk formasi dan konfigurasi elektroda yang digunakan. Tahanan jenis semu dirumuskan sebagai:

dengan K adalah faktor geometri susunan elektroda yang berdimensi panjang.

Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai

berikut (Prasetiawati, 2004):

1. Ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan Arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.

2. Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.

3. Kandungan air, air tanah atau air permukaan merupakan media yang mereduksi nilai tahanan jenis.

4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai konduktor.

5. Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas.

Konfigurasi Elektroda Metode Tahanan Jenis

Ada beberapa cara pengaturan elektroda ini yaitu metoda Wenner, metoda Pole-pole, metoda Pole-dipole, metoda Dipole-dipole dan metoda Schlumberger.

1. Wenner Schumberger

Konfigurasi menggunakan metode Schlumberger

Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Pada pengukuran dengan faktor spasi (n) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = a), namun pada pengukuran dengan n = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak antar elektrode potensial).Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah

Sehingga berlaku hubungan :

2. Konfigurasi Dipole-dipoleSelain konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger, konfigurasi yang dapat digunakan adalah Pole-pole, Pole-dipole dan Dipole-dipole. Pada konfigurasi Pole-pole, hanya digunakan satu elektrode untuk arus dan satu elektrode untuk potensial. Sedangkan elektrode yang lain ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 20 kali spasi terpanjang C1-P1 terhadap lintasan pengukuran. Sedangkan untuk konfigurasi Pole-dipole digunakan satu elektrode arus dan dua elektrode potensial. Untuk elektrode arus C2 ditempatkan pada sekitar lokasi penelitian dengan jarak minimum 5 kali spasi terpanjang C1-P1. Sehingga untuk penelitian skala laboratorium yang mungkin digunakan adalah konfigurasi Dipole-dipole. PadaPada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.

Konfigurasi Dipole Dipole

Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole adalah

Sehingga berlaku hubungan :

II.III Metode IP

Efek polarisasi terinduksi merupakan elemen dasar yang terjadi pada metode IP, dimana gejala polarisasi terinduksi dapat diilustrasikan sebagai berikut, jika suatu pengukuran tahanan jenis dengan konfigiurasi empat elektroda (standar), dimana pada elektroda arus (C1 dan C2) dialiri arus searah (DC) maka pada elektroda potensial (P1 dan P2) akan terukur beda potensial (V). Ketika aliran arus pada elektroda (C1 dan C2) dimatikan, pada waktu t0 maka nilai beda potensial tidak langsung kembali menjadi nol, melainkan secara perlahan mengalami penurunan beda potensial menuju nol. Grafik yang menggambarkan efek polarisasi terinduksi dapat dilihat pada gambar

Grafik penurunan potensial (Reynolds,1997)

Sumber efek polarisasi

Fenomena suatu proses polarisasi dan mekanisme elektrokimia yang terjadi didalam suatu batuan adalah benar-benar kompleks. Namun demikian oleh (Summer, 1976) mengenai polarisasi yang terjadi pada batuan dan soils adalah melingkupi penyebaran atau difusi ion-ion menuju mineral-mineral logam dan pergerakan ion-ion didalam pore-filling elektrolit. Yang menjadi efek utama atau mekanisme utama yang terjadi dalam suatu proses polarisasi adalah polarisasi elektroda atau electrode polarization dan polarisasi membrane atau membrane polarization.

Polarsisasi ElektrodaGambar dibawah menggambarkan pergerakan ion-ion ketika kedua sisinya dialirkan arus. Pada bagian A menggambarkan arus yang mengalir pada seluruh ruang pori-pori yang terisi larutan tanpa adanya sumbatan butiran mineral. Terlihat ion-ion positif dan negatif menyebar berdasar arus yang melewatinya, dimana elektrolit positif (+) mengalir searah dengan arah arus sedangkan elektrolit negatif (-) mengalir berlawanan dengan arah arus. Sedangkan pada bagian B menggambarkan mineral logam yang mempunyai jaring pembatas yang saling berlawanan. Peristiwa ini dinamakan elektrolisis dimana ketika arus mengalir dan sebuah elektron berpindah tempat di antara logam dan larutan ion-ion pada bidang batas, dalam proses kimiafisika efek tersebut dinamakan polarisasi elektroda atau electrode polarization.

Proses polarisasi elektroda (Reynolds,1997)

Efek polarisasi membran Polarisasi membran sering terjadi pada mineral lempung yang mana mempunyai pori-pori yang kecil, selain itu polarisasi membran juga terjadi karena adanya kontak permukaan antara mineral lempung dengan air dalam medium. Karakteristik mineral lempung adalah memiliki muatan negatif murni yang cukup besar di permukaan sehingga menyebabkan berkumpulnya awan ion positif disekitar permukaan mineral lempung dan meluas pada larutan gambar dibawah.

Skema polarisasi membran

Penumpukan muatan ini akan menghambat jalannya arus listrik yang melaluinya sehingga terjadilah hambatan di sepanjang pori-pori batuan yang mengandung mineral. Dengan terbentuknya hambatan-hambatan yang berupa membran-membran, maka mobilitas ion akan berkurang sehingga terbentuklah gradient konsentrasi ion-ion yang berlawanan dengan arus listrik yang melaluinya. Dimana gejala tersebut disebabkan oleh polarisasi membran.

Time domain dan Frekuensi domain. Time domain, mengukur chargeability (M) yaitu kemampuan menyimpan muatan ketika suatu benda dikenai arus. Yang diukur adalah time decay, waktu yang dibutuhkan suatu benda mengembalikan muatan yang terpolarisasi ketika diberi arus.

Kurva time domain

Frekuensi domain

Mengukur FE, persen frekuensi dari batuan di bawah bumi. Semakin besar, nilai dari FE, maka kemungkinan anomali mineral di bawah permukaan bumi besar.

kurva frekuensi domain

II.IV Metode Sp(Self Potential)

Metode Self Potential (SP) merupakan salah satu metode geofisika yang prinsip kerjanya adalah mengukur tegangan statis alam (static natural voltage) yang berada pada titik - titik di permukaan tanah. Metode Self Potential (SP) merupakan metode dalam Geofisika yang paling sederhana dilakukan, karena hanya memerlukan alat ukur tegangan yang peka dan dua elektroda khusus (Porous Pot Electroda). Metode Self Potential merupakan metode pasif dalam bidang geofisika karena untuk mendapatkan informasi bawah tanah melalui pengukuran tanpa menginjeksi arus listrik melalui permukaan tanah.

Pengukuran metode SP

Prinsip kerja pada percobaan metode self potensial yaitu dengan memanfaatkan empat elektroda, dimana dua elektroda dihubungkan dengan voltmeter melalui kabel sebagai base

(elektroda tetap), dan elektroda lainnya dihubungkan dengan voltmeter sebagai rover (elektroda bergerak). Rover dipindah ke titik-titik pengukuran secara berurutan sepanjang lintasan yang telah ditentukan dengan jarak perpindahan elektroda konstan, sehingga panjang lintasan akan mempengaruhi besarnya nilai rover. Metode Self Potensial banyak diaplikasikan sebagai surver air geothermal dan digunakan untuk membantu pemetaan geologi, misalnya melihat delineasi zona geser, patahan dekat permukaan dan anomali dibawah permukaan tanah. Mengetahui sumber yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan potensial sangat penting untuk mengurangi noise. Pengolahan data biasanya dilakukan dengan membuat peta potensial dengan antara elektroda base dengan elektroda rover. II.5.1 Pengertian Metode Self Potential Metode Self Potential (Self Potensial) pertama kali ditemukan pada tahun 1830 oleh Robert Fox dengan menggunakan elektroda tembaga yang dihubungkan ke sebuah galvanometer untuk mendeteksi lapisan coppere sulfida di Carnwall (Inggris). Metode self potensial selama ini dimanfaatkan sebagai secondary tool dalam eksplorasi logam dasar khususnya untuk mendeteksi adanya bijih sulfida dan pada dekade terakhir metode Self Potensial banyak digunakan untuk meneliti air tanah, panas bumi, dan untuk membantu pendeteksian patahan dekat permukaan. Suatu proses mekanik yang menghasilkan potensial elektrolisis, terdiri dari tiga elektrokimia yang terdiri dari potensial liquid-junction, potensial shale dan potensial mineralisasi yang merupakan suatu proses yang menjelaskan mekanisme dari Self Potensial (Reynolds, 1997). Metode Self potential (SP) adalah metode pasif, karena pengukurannya dilakukan tanpa menginjeksikan arus listrik lewat permukaan tanah, perbedaan potensial alami tanah diukur melalui dua titik dipermukaan tanah. Potensial yang dapat diukur berkisar antar beberapa millivolt (mV) hingga 1 volt. Self potensial adalah potensial spontan yang ada di permukaan bumi yang diakibatkan oleh adanya proses mekanis ataupun oleh proses elektrokimia yang di kontrol oleh air tanah. Proses mekanis akan menghasilkan potensial elektrokinetik sedangkan proses kimia akan menimbulkan potensial elektrokimia (potensial liquid-junction, potensial nernst) dan potensial mineralisasi. (Hendrajaya, 1988) II.5.2 Penerapan Metode Self Potential Self Potential umumnya berhubungan dengan perlapisan tubuh mineral sulfide (weathering of sulphide mineral body). Aktivitas elektrokimia dan mekanik adalah penyebab dari Self Potential (SP) di permukaan bumi. Salah satu faktor pengontrol dalam proses ini adalah air tanah. Potensial ini juga berhubungan erat dengan pelapukan yang terjadi pada mineral, variasi sifat batuan, aktivitas biolistrik dari material organik, korosi, perbedaan suhu dan tekanan dalam fluida di bawah permukaan dan fenomena-fenomena alam lainnya (Telford,1990).

Pengukuran Self Potential sangatlah sederhana, hanya menggunakan elektroda non-polar yang berhubungan ke multimeter yang memiliki impedansi input lebih besar dari 108 ohm, digunakan untuk mengukur dalam jangkauan mili-volt yaitu kurang lebih 1mV. Elektroda dibuat sedemikian rupa sehingga bagian bawah bersifat porous yang di dalamnya diberi cairan elektrolit, yang berfungsi sebagai kontak antara permukaan tanah yang akan diukur dengan elektroda tembaganya. Bentuk penampang melintang dari elektroda non-polarnya (John, 2004). Perbedaan potensial dihasilkan di dalam bumi atau di dalam batuan yang teralterasi oleh kegiatan manusia maupun alam. Potensial alami terjadi akibat ketidaksamaan atau perbedaan material-material , dekat larutan elektrolit dengan perbedaan konsentrasi dan karena aliran fluida di bawah permukaan. Hal lain yang mengakibatkan terjadinya Self Potential di bawah permukaan bumi yang mana dipetakan untuk mengetahui informasi di bawah permukaan, Self Potential dapat dihasilkan oleh perbedaan mineralisasi, reaksi (kegiatan) elektromkimia, aktivitas geothermal dan bioelektrik oleh tumbuh-tumbuhan (vegetasi). (Suhanto,2005)

Bab IIIAkuisisi Data,Pengolahan Data dan Interpretasi3.1 Peralatan Pendukung

3.1.1 Metode Gravitasi

Peralatan metode ini antara lain :

1. Gravimeter tipe Scintrex2. Global Positioning System (GPS)

3. Kaki Tiga (berfungsi untuk penahan gravimeter agar tidak bergerak atau stabil)

4. Altimeter : berfungsi untuk mengukur ketinggian di tempat survey hal ini dilakukan untuk menentukan topografi di daerah tersebut

5. Termometer : berfungsi untuk mengukur suhu di tempat survey.

3.1.2 Metode Resistivity

Metode resistivitas wenner-schlumberger ,IP

1. Resistivity-meter terdiri dari

a. Transmitter

Transmitter digunakan untuk menginjeksikan arus DC yang dihasilkan oleh baterai kering didalam transmiter

b. Receiver

Receiver akan dihubungkan dengan elektroda tegangan , yaitu berupa voltmeter memiliki ketelitian 0,01 mV

c. Elektrode

Terbuat dari batang baja,sehingga merupakan konduktor yang baik, terdiri dari 24 elektrode

2. Global Positioning System (GPS)

Digunakan untuk menentukan posisi serta ketinggian dari titik titik yang diukur dan mengukur koordinat tempat pengukuran 3. Kabel

4. Martil

3.1.3 Metode Magnetic

Peralatan metode ini adalah

1. 2 magnetometer tipe Quantum

2. GPS

3.2 Akuisisi data dilapangan3.2.1 Metode Gravity

Pengukuran gravity yang dilakukan dimulai pada pukul 09.30, dimulai di Asrama UI Depok, nilai gravitasi di Asrama UI sudah ditarik terhadap Base Station di BMKG, jadi untuk basecamp dimulai dari Asrama UI (dibawah tiang bendera). Sebelum dilakukan pengukuran di buat design pengukuran sebagai berikut:

Titik Pengukuran gravity dan magnetik

Koordinat setiap titik sudah ditentukan dan disimpan ke dalam GPS.pengukuran dilakukan dalam sistem looping hal ini dilakukan agar dapat dilakukannya koreksi drift. Target awal sebelumnya adalah 50 titik pengukuran ,tetapi karena faktor cuaca dan waktu hanya 24 titik yang berhasil di ukur nilai gravitasinya . disetiap titik diukur nilai gravitasinya menggunakan gravimeter , ketinggian menggunakan altimeter ,waktu pengukuran,suhu dilapangan, koordinat pengukuran menggunakan GPS,dan Terrain terhadap East,West,South,North. Setiap pengukuran diambil 3 buah data gravity dengan selang waktu 1 menit. Sebelum dilakukan pengukuran gravity,gravimeter harus diletakkan diatas kaki tiga agar gravimeter tidak berpindah karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan pembacaan alat gravimeter,stasiun yang berhasil dibaca adalah UI1,UI11,UI21,UI12,UI22,

3.2.2 Metode Geomagnet Akuisisi menggunakan metode geomagnet hampir sama dengan metode gravity, untuk pengukuran kali ini kami digunakan 2 buah alat magnetometer yaitu flux gate magnetometer dan proton magnetometer, teknik yang digunakan yaitu baseover ,dimana nilai magnetik base sebelumnya sudah diukur di BMKG,sedangkan untuk pengukuran tiap titik dilakukan prosses gridding sesuai design pengukuran yang telah dibuat ,alat magnetometer yang digunakan flux magnetometer karena hanya dapat digunakan untuk menghitung medan magnet per komponen bukan medan magnet total, yang diukur adalah medan magnet bumi dari utara magnet menuju selatan magnet bumi, dengan demikian alat flux gate disearahkan dengan arah utara bumi.dalam base pengukuran medan magnet dilakukan setiap 10 detik sekali Pengukuran ini bertujuan untuk memperoleh variasi nilai diurnal yang nantinya akan disesuaikan dengan waktu di titik pengukuran dengan melakukan interpolasi saat pengolahan data. 3.2.3 Metode Resistivity dan IPPengukuran resistivity dan IP dilakukan di hutan UI , karena pada awalnya hanya dilakukan untuk men-test alat maka hanya digunakan 1 line dengan jarak antar elektroda 5 meter, dan digunakan 24 elektroda,sehingga bentangan AB 120 m, nilai Metode yang dipilih adalah wenner-schlumberger. Alat digunakan multichannel agar didapatkan penampang 2D, selain mengukur resistivity alat ini juga mengukur nilai chargebility sehingga kita dapat merepresentasikan data menggunakan data IP Pengolahan Data dan Hasil1. Metode IP & Resistivity

Pengolahan data IP dan Resistivity menggunakan software Res2DV, didalam data resistivity mengandung informasi mengenai elektroda spacing,konfigurasi ,total data( Jumlah Pseudosection), data resistivity,data IP dan jumlah n pengukuran. Setelah melakukan 10 kali iterasi didapatkan hasil inversi seperti gambar dibawah ini :

Hasil dari resist2D Invers untuk line 1 (RMS Error6,3%)

Iterasi digunakan untuk mengurangi Rms error, untuk interpretasi lebih jauh maka digunakan nilai resistivitas yang sebenarnya (true resistivty), true resistivity merupakan gambaran sebenarnya dari kedalaman dan posisi suatu anomali permukaan bawah tanah. Pada pengukuran kali ini hanya digunakan 1 line dengan jarak antar elektrodanya 5m sebanyak 24 elektroda dengan bentangan AB sepanjang 120m.Interpretasi :

Target yang akan dicari pada pengukuran menggunakan metode resistivity kali ini adalah apakah ada watertable di bawah permukaan , adanya watertable dibawah permukaan dapat ditandai dengan menurunnya nilai resistivitas ,karena air bersifat konduktif,dari data hasil didapatkan bahwa watertable kemungkinan ada dikedalaman sekitar 16 meter, anomali resistivitas kecil tersebut dapat diinterpretasikan oleh 2 faktor1.Karena adanya intrusi air didanau,karena pengukuran dilakukan tidak jauh dari danau UI.

2.karena sebelum pengukuran terjadi hujan sehingga bisa jadi nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai resistivitas air hujan tersebut, karena pengaruh gravitasi air tesebut berkumpul dibawah permukaan.

2. Metode Geomagnet

Dengan menggunakan perumusan :

Tbasecamp = Tkerak bumi + Tsecular variation + TdiurnalvariationTbasecamp didapatkan dengan interpolasi ,karena waktu pengukuran yangdilakukan oleh BMKG tidak sama dengan waktu pengukuran yang kami lakukan.Dengan memplot medan magnet bumi yang terobservasi terhadap waktu didapat grafik : Grafik linier pada grafik tersebut mengandung nilai TIGRF dan anomali magnetik,sehingga dapat diturunkan

Tdiurnalvariation = Tobserved-(TIGRF+Tanomali)

Tdiurnalvariaton= Tobserved-y

Setelah itu nilai Tdiurnal variation diplot terhadap waktu sehingga didapatkan grafik.

Y=(TIGRF+Tanomali magnetik)Nilai dari I secular variation merupakan nilai intensitas magnetik yang berasal dari inti dalam bumi. Nilai ini dapat didapatkan dari IGRF dengan memasukan nilai longitude, latitude, degree, minute, second, elevation dari suatu titik pengukuran ke website http://ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfwmm.Setelah mendapatkan nilai IGRF setiap pengukuran maka didapatkan nilai anomali magnetikTanomali magnetik=y-TIGRF.

Pengolahan data secara lengkap menggunakan microsoft excell didapatkan sebagai berikut:

Dengan men-plot nilai UTM X,UTM Y,dan elevasi kedalam surfer10 kita bisa mendapatkan bentuk topografi bidang pengukuran seperti gambar dibawah ini :

Sedangkan anomali magnetik didapatkan dengan men-plot nilai UTM X,UTM Y,dan anomali magnetik kedalam surfer10.sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :

Interpretasi :Dari grafik hubungan Tbasecamp terhadap waku dan hubungan Tdiurnal dan waktu menunjukan bentuk yang tidak jauh berbeda hal ini dapat dikarenakan bahwa intensitas magnetik yang berada didalam kerak bumi dan inti bumi nilainya konstan dalam base. Lalu apabila dilihat dari kontur hasil plotting nilai anomali magnetik terhadap waktu didapatkan nilai anomali magnetik residual disekitar daerah pengukuran negatif ( 0 nT) mulai pada titik (702019,9297759)hal ini kemungkinan karena adanya batuan yang bersifat nonmagnetik (diamagnetik) seperti batuan sedimen (alluvium), batuan lapuk atau batuan yang terubahkan seperti lempung, lumpur, dan pasir kerikil yang memiliki suseptibilitas kecil.tetapi adapula anomali positif yang cukup besar hal ini kemungkinan adalah noise karena banyaknya benda yang mengandung logam pada saat pengukuran,seperti alat komunikasi ,jam, aliran listrik.3. Metode Gravity

Pengolahan metode gravity menggunakan microsoft excel,untuk mendapatkan nilai complete bouger anomaly tahap tahap yang harus dilakukan adalah

1. Koreksi apungan (Drift)

2. Koreksi Pasang Surut

3. Koreksi Lintang

4. Koreksi Bouger

5. Koreksi lintang

Penjelasan mengenai masing-masing koreksi sudah dijelaskan diteori dasar. Alat sudah mengkoreksi tidal tapi belum mengoreksi drift sehingga harus dilakukan drift corrrection .Dengan persaman :

gB = gobs gN + 0,308 h - 0,04193 h + T (gobs. gN + 0,3086 h) = 0,04193 h T + gB

y m x

didapatkan pengolahan data dan diplot dengan menggunakan surfer ,anomalinya :Interpretasi :Dari kontur free anomaly bouger didapatkan suatu struktur yang memiliki nilai gravity yang rendah,kemungkinan merupakan cekungan,tetapi nilai yang didapatkan mencapai ratusan ,sehingga tidak bisa diinterpretasi jenis batuan apa yang terdapat pada lapisan tersebut,hal ini mungkin terjadi karena kesalahan saya dalam mengolah data atau pencatatan saat dilapangan,sehingga didapatkan nilai complete anomaly bouger yang sangat tinggi.BAB IVKesimpulan dan Referensi

KESIMPULAN :1. Dari hasil pengolahan data menggunakan Resd2Dinv didapatkan bahwa ada anomali lapisan yang memiliki resistivitas yang kecil,kemungkinan water table atau aquifer2. Sedangkan untuk hasil data geomagnet didapat nilai anomali magnetik negatif kemungkinan dibawah lapisan tersebut adalah sedimen

3. Hasil pemodelan anomali bouger belum dapat di interpretasikan dengan benar karena adanya nilai hingga ratusan,hal ini kemungkinan adanya kesalahan dalam processing atau pencatatan data.

Referensi :

1. Diktat Kuliah metode gravitasi dan magnetik.

2. Mussett, Alan E., Khan, M. Aftab. Looking In to The Earth. Cambridge University Press, New York.

3. Telford, et all. 1976. Applied Geophysics. New York: Cambridge University Press

Page | 35BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSebagai mahasiswa geofisika yang sudah mempelajari metode metode yang dapat digunakan untuk memetakan subsurface dengan parameter fisis, perlu diadakannya suatu praktikum guna menyeimbangkan antara teori dan praktek,sehingga mahasiswa mendapatkan pengalaman ,dan wawasan yang luas mengenai lapangan pengukuran dan juga dapat menajamkan pisau analisis dalam mengimplemetasikan suatu data geofisika. Pada praktikum kali ini target yang akan dicari adalah adanya water table atau aquifer disekitar wilayah Universitas Indonesia,serta pemetaan struktur bawah tanah dengan menggunakan berbagai metode geofisika yang sudah dipelajari yaitu metode gravitasi,metode Resistivity dan IP,metode geomagnet. Sedangkan implementasi bawah permukaan baru dapat dilakukan setelah pengolahan data , dengan melihat anomali anomali parameter fisis yang dihasilkan .Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memahami cara pengambilan, pengolahan dan interpretasi data Gravity, Magnetik, IP, SP secara real.

2. Memetakan struktur bawah permukaan daerah Universitas Indonesia.

4. Menentukan keberadaan aquifer atau water table.