Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BABII
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
Di dalam bab ini, penulis akan membahas tentang teori yang erat
hubungannya dengan judul. Teori-teori ini merupakan landasan bagi penulis
dalam mengadakan penelitian, menganalisa dan menafsirkan masalah yang timbul
di PT " Chii Meeng Utama " Surabaya.
2.1.1. Konsep Organisasi
Bisnis organisasi adalah kumpulan atau kombinasi antara sumber daya
dengan manusia yang secara bersama-sama untuk mewujudkan suatu tujuan
tertentu. Perencanaan organisasi adalah suatu pemikiran tentang bagaimana
elemen-elemen itu dapat terkoordinasi dengan spesifik untuk dapat mencapai
tujuan yang dicita-citakan. Sedangkan konsep dari organisasi itu sendiri menurut:
• Stoner, Freeman & Gilbert, berpendapat bahwa,
" Organisasi adalah proses penyusunan dan pengalokasian kerja,
kedudukan/wibawa, sumber daya dari suatu organisasi sehingga dapat dicapai
tujuan dari organisasi tersebut."( Stoner, Freeman & Gilbert, 1995:11)
• Prof Dr Sondang P Siagian, berpendapat bahwa,
Organisasi adalah wadah tempat menyelenggarakan berbagai kegiatan
dengan penggambaran yang jelas tentang hirarkhi kedudtikan, jabatan serta
jaringan saluran wewenang dan pertanggungjawaban." ( Siagian, 1985:9 )
• Peter F Drucker, berpendapat bahwa,
" Organisasi adalah suatu proses untuk menghasilkan cukup laba menurut
resiko kegiatan ekonomi dan dengan demikian menghindari kerugian."
(Drucker, 1982:49)
Pada situasi seperti sekarang ini, banyak sekali perusahaan-perusahaan
yang berada dalam kondisi lemah yang membutuhkan suatu kekuatan untuk dapat
kembali menjalankan usahanya seperti sedia kala. Selain itu ada juga perusahaan-
perusahaan yang dalam kondisi perekonomian yang seperti ini, mereka
mengalami kemajuan usaha yang sangat pesat sehingga menyebabkan usahanya
semakin kompleks. Dengan semakin kompleksnya usaha yang dijalankan, maka
secara otomatis akan membuat struktur organisasi menjadi semakin terstruktur
dan berkembang seiring dengan kebutuhan dari organisasi tersebut.
2.1.2. Pengertian desentralisasi dan divisionalisasi
Dengan semakin kompleksnya usaha yang dijalankan maka akan semakin
kompleks pula pengendalian dan pengkoordinasian organisasi yang ada. Oleh
karena itu, pimpinan puncak berupaya untuk mendistribusikan sebagian
wewenangnya dalam pengambilan keputusan kepada manajer tingkat bawahnya.
Pendelegasian wewenang untuk membuat keputusan disebut desentralisasi.
Desentralisasi mempengaruhi bentuk struktur organisasi yang ada, salah
satu bentuknya adalah struktur organisasi divisional. Pada struktur ini terlihat
adanya sub organisasi yang disebut sebagai divisi, sedangkan proses
pembentukannya disebut divisionalisasi. Jadi divisionalisasi merupakan suatu
proses pembentukan pusat-pusat pertanggungjawaban yang seolah-olah
merupakan suatu usaha yang independen dalam suatu perusahaan.
Manager tiap-tiap divisi yang dibentuk diberikan wewenang dan tanggung
jawab oleh pimpinan puncak dalam pengambilan keputusannya. Hal ini disadari
bahwa manajer divisi lebih mengetahui situasi lingkungan usahanya sehingga
keputusan diharapkan akan membawa keuntungan terbaik bagi divisinya daripada
keputusan yang diberikan oleh manager puncak.
2.1.3. Keuntungan desentralisasi dan divisionalisasi
Keuntungan dari desentralisasi dan divisionalisasi ( Mulyadi, 1993:384 )
dapat diuraikan sebagai berikut:
Desentralisasi:
1. Manajer tingkat bawah memiliki informasi yang lebih akurat mengenai
keadaan yang terjadi di lingkungan usahanya sehingga dapat mengambil
keputusan yang lebih baik dari manajer puncak.
2. Para manajer tingkat bawah dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan dalam pengambilan keputusan yang membantu promosi mereka
dalam organisasi tersebut.
3. Dengan diberikannya kebebasan pengambilan keputusan itu para manajer
merasa mendapat status yang lebih tinggi sehingga dapat memotivasi kerja
mereka.
Divisionalisasi:
1. Pembuatan keputusan lebih cepat diambil, karena keputusan operasional yang
dibuat tanpa melibatkan manajer pusat.
2. Kualitas keputusan dapat ditingkatkan.
3. Manajemen kantor pusat terbebas dari pembuatan keputusan rutin.
4. Kesadaran laba tiap divisi tinggi.
5. Lebih luwes menghadapi situasi mudah di luar perusahaan.
6. Kontrol pelaksanaan divisi mudah untuk dilakukan.
7. Manajer divisi bebas menggunakan imajinasi dan inisiatif.
8. Karier manajer mudah diukur.
9. Divisi merupakan tempat yang cocok untuk pelatihan manajemen.
2.1.4. Kerugian desentralisasi dan divisionalisasi.
Kerugian dari desentralisasi dan divisionalisasi ( Mulyadi, 1993:384 )
dapat diuraikan sebagai berikut:
Desentralisasi:
1. Ada kemungkinan pengambilan keputusan oleh para manajer itu merupakan
penyelewengan dari fungsinya.
2. Para manajer cenderung untuk meniru tugas-tugas pusat yang mungkin lebih
mudah bila dipusatkan.
3. Biaya untuk mengumpulkan dan memproses informasi cenderung naik.
Divisionalisasi.
1. Jika pembuatan keputusan terlalu luas didesentralisasikan, maka manajer
kantor pusat akan kehiiangan sejumlah pengendalian.
2. Sulit untuk memperoleh manajer yang cakap.
3. Perselisihan antar divisi yang tidak sehat, karena tiap divisi berusaha mencapai
laba sebesar mungkin.
4. Divisionalisasi lebih mengutamakan kemampuan laba jangka pendek, karena
prestasi manajer divisi diukur dalam jangka pendek.
10
5. Biaya unit jasa menjadi lebih tinggi karena ada kecenderimgan manajer divisi
ingin memiliki unit jasa sendiri.
2.1.5. Pengertian pusat pertanggungjawaban
Pusat pertanggungjawaban menurut definisi Anthony Dearden dan
Bedford ( 1992:199 ) adalah :
" Setiap unit kerja yang ada dalam suatu organisasi yang dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggung jawab ".
Pusat pertanggungjawaban pada dasarnya diciptakan untuk mencapai suatu
sasaran tertentu, baik berupa sasaran tunggal ataupun majemuk. Dalam kaitannya
dengan sasaran tersebut, sasaran dari masing-masing individu dalam pusat
pertanggungjawaban haras diselaraskan dengan sasaran umum organisasi secara
keseluruhan.
Setiap pusat pertanggungjawaban dalam kegiatannya membutuhkan
masukan (input) yang dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, dan sumber daya
lainnya, selanjutnya input tersebut diproses dalam pusat pertanggungjawaban dan
sebagai hasil proses tersebut kita dapatkan output atau keluaran.
2.1.6. Tipe pusat pertanggungjawaban
Atas dasar hubungan antara masukan dan keluaran pusat
pertanggungjawaban yang ada pada suatu organisasi dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Pusat biaya
2. Pusat pendapatan
3. Pusat laba
11
4. Pusat investasi
1. Pusat biaya.
Pusat biaya adalah suatu pusat pertanggungjawaban atau unit organisasi dalam
suatu organisasi yang prestasinya dinilai atas dasar biaya dalam pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinnya sebagai pusat pertanggungjawaban
lainnya, pusat biaya juga mengkonsumsi tnasukan dan menghasilkan keluaran,
namun keluaran pusat biayanya tidak diukur dalam bentuk pendapatannya.
Hal ini mungkin disebabkan karena manajer pusat biaya tidak dapat
mengendalikan pendapatan penjualan atas keluaran yang dihasilkannya dan
keluaran pusat biaya tidak dapat atau sulit dikur secara kuantitatif.
Atas dasar karakteristik hubungan antara masukan dan keluarannya, menurut
Supriono dan Mulyadi (1983:31) pusat biaya digolongkan menjadi:
1. Pusat biaya teknik ( engineered expenditure center).
Pusat biaya teknik atau pusat biaya standar adalah pusat biaya yang
sebagian besar biayanya mempunyai hubungan fisik yang kuat dan nyata
dengan keluarannya. Manajer pusat biaya teknik bertanggungjawab atas
eflsiensi dan efektivitas pusat biaya yang dipimpinnya. Departemen
produksi merupakan contoh pusat biaya teknik.
2. Pusat biaya kebijaksanaan (Discretionary expense center).
Pusat biaya kebijaksanaan adalah pusat biaya yang sebagian besar
biayanya tidak mempunyai hubungan proporsiona! atau fisik yang nyata.
Pusat biaya keluaran juga menghasilkan keluaran, tetapi keluarannya tidak
12
dapat diukur secara kuantitatif. Biaya yang tejadi pada departemen
adminstrasi adalah contoh biaya kebijaksanaan.
2. Pusat Pendapatan
Pusat pendapatan adatah suatu pusat pertanggungjawaban yang terdapat pada
suatu organisasi yang prestasinya dinilai berdasarkan pendapatan dalam pusat
pertanggungjawaban juga merupakan pusat biaya, tetapi ukuran prestasi pusat
pertanggungjawaban tersebut yang terpenting adalah pendapatan hanyalah
biaya yang dapat dikendalikan langsung oleh pusat pendapatan.
3. Pusat laba
Pusat laba adalah suatu pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi
yang prestasinya dinilai atas dasar selisih pendapatan dengan biaya dalam
pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Pada umumnya pusat laba
dibentuk jika perusahaan mempunyai usaha yang bervariasi sifatnya
sehinggga manajemen puncak mendelegasikan sebagian wewenangnya ke
manajer yang lebih rendah, oleh karena itu, manajer divisi harus diberi
wewenang untuk melakukan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
laba, yang meliputi biaya ( keputusan sumber ) dan sekaligus keputusan
pendapatan ( keputusan pasar ). Seorang manajer divisi haras memperoleh
wewenang untuk mengendalikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
profitabilitas divisinya.
4. Pusat investasi
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi yang
mempunyai pengendalian atas biaya dan pendapatan serta pengendalian atas
13
dana investasi. Pusat investasi ini merupakan pusat pertanggungjawaban yang
tidak berdiri sendiri, karena pusat ini hanya merupakan perluasan lebih larvjut
dari pusat laba. Sehingga prestasi manajernya dinilai berdasarkan
perbandingan antara laba yang diperoleh dengan nilai investasi yang
digunakan untuk memperoleh laba tersebut.
2.1.7. Pengukuran kinerja pusat investasi
Pada waktu pengambilan keputusan diambil oleh manajemen pusat,
mereka menjalankan kontrol pada perusahaan berdasarkan atas pusat
pertanggungjawaban, mengembangkan kinerja pengukurannya, dan menyediakan
penghargaan untuk kinerja individu di dalam mengendalikan tiap pusat
pertanggungj awaban.
Pengukuran kinerja adalah pengembangan untuk menyediakan beberapa
arahan bagi manajer dari unit desentralisasi, serta untuk mengevaluasi kinerjanya.
Pengembangan dari pengukuran kinerja serta spesifikasi dari struktur penghargaan
adalah persoalan utama untuk organisasi yang berdasarkan atas desentralisasi.
Karena pengukuran kinerja dapat mempengaruhi kebiasaan dari manajer maka
pengukuran yang dipilih hams dapat mendorong tercapainya tujuan perusahaan
secara menyeluruh.
Terdapat evaluasi pengukuran kinerja untuk pusat investasi, yaitu :
Return on Investment (ROI)
Setiap divisi dari suatu perusahaan mempunyai laporan laba-rugi untuk
mengetahui laba yang telah dihasilkan oleh divisinya. Sayangnya,
14
penggunaan laporan laba-rugi tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dari suatu divisi secara tepat.
Return on Investment ( ROI ) merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja manajer divisi di dalam mencapai tujuan
perasahaan. Return on Investment ( ROI ) adalah merupakan suatu alat
pengukuran performa perasahaan untuk pusat investasi.
Return on Investment ( ROI ) dapat dirumuskan dalam tiga cara sebagai
berikut:
/. ROI = Operating income / Average operating assets
2. ROI = (Operating income / sales) x (Sales /Average operating assets)
3. ROI = Operating income margin x Operating asset turnover
Tentunya, operating income yang dimaksud adalah pendapatan sebelum
pajak. Operating income umumnya digunakan untuk divisi sedangkan net
income biasanya digunakan untuk menghitung ROI dari perasahaan secara
keseluruhan.
Operating assets meliputi semua assets yang digunakan untuk
menghasilkan operating income. Yang termasuk di dalam operating assets
adalah kas, segala bentuk penerimaan, persediaan, tanah, bangunan dan
perlengkapan.
Rumus untuk menghitung Average operating assets adalah sebagai berikut:
Average operating assets = (Beginning net book value + Ending net book
value)/2
Kebanyakan perasahaan menggunakan historical cost untuk nilai bukunya.
15
Keuntungan dari pengukuran dengan menggunakan ROI :(Hansen&Mowen,
1995:771)
1. Mendorong manajer untuk memperhatikan secara serius hubungan antara
penjualan, biaya, dan investasi, sebagai perwujudan dari manajer dalam
pusat investasi.
2. Mendorong efisiensi biaya.
3. Mengecilkan kelebihan investasi di dalam operating assets.
Kerugian dari pengukuran dengan menggunakan ROI :( Hansen&Mowen,
1995:771)
1. Mengurangi tindakan investasi dari para manajer yang mungkin dapat
menurunkan return on investmentnya secara divisional tetapi akan
menambah profitabilitas dari perusahaan secara keseluruhan.
2. Mendorong keragu-raguan, sebab manajer akan terfokus antara biaya
jangka pendek dengan biaya jangka panjang.
2.1.8. Penentuan unsur-unsur tetap dan variabel pada be ban semivariabel
Penentuan unsur-unsur tetap dan variabel pada beban semivariabel perlu
untuk merencanakan, menganalisis, mengendalikan, mengukur, atau
mengevaluasi biaya dalam berbagai tingkat kegiatan. Komponen tetap dan
variabel dari beban semivariabel haras dipisahkan juga untuk tujuan berikut:
1. Analisis penetapan biaya langsung dan margin kontribusi.
2. Analisis profitabilitas pemasaran per wilayah, produk, dan pelanggan.
3. Analisis titik impas dan volume-biaya.
4. Analisis biaya diferensial dan komparatif.
16
5. Maksimisasi labajangka pendek dan keputusan maksimisasi biaya.
6. Keputusan penganggaran modal.
Di dalam menilai harga transfer secara tepat dan efektif, unsur-unsur yang
terkandung di dalam beban semivariabel harus dipisahkan terlebih dahulu. Dalam
menentukan unsur-unsur tetap dan variabel dari beban semivariabel terdapat
bermacam-macam metode, salah satunya adalah metode Leastsquare ( Jumlah
pengkuadratan terkecil). Karena metode ini terutama berkaitan dengan biaya yang
sudah lampau, maka mungkin tidak sesuai dengan situasi yang diharapkan akan
terjadi pada bulan atau tahun mendatang. Oleh karena itu, temuan-temuan harus
disesuaikan apabila keadaan di masa datang diperkirakan akan berubah dan
keadaan luar biasa harus dihilangkan dari perhitungan untuk menjamin keandalan
dan daya banding (comparability) data.
Dalam kebanyakan analisis, garis lurus dianggap memadai, karena garis
itu merupakan aproksimasi yang terbaik dari perilaku biaya di dalam rentang
(range) yang relevan. Akan tetapi, metode leastsquare (pengkuadratan selisih
yang terkecil) bisa digunakan untuk menghitung garis lurus yang lebih tepat, yang
disebut garis regresi. Metode leastsquare (adakalanya disebut analisis regresi
sederhana ) secara matematis menghasilkan garis yang paling cocok atau garis
regresi linear, sehingga jumlah pengkuadratan deviasi (selisih) vertikal antara
titik-titik dengan garis akan minimum.
Rumus garis lurus pada metode leastsquare adalah sebagai berikut:
yi = a + bxi
dimana : yi = Variabel tidak bebas (beban) pada periode I
17
xi = variabel bebas (kegiatan) pada periode I
a = intersep (estimasi beban tetap)
b = kecondongan/slope
(estimasi beban variabel per unit kegiatan)
Rumus untuk menghitung b (slope/estimasi beban variabel per unit kegiatan)
adalah sebagai berikut:
dimana: slope (estimasi beban variabel per unit kegiatan)
E X. Y = jumlah total dari perkalian antara X dengan Y
EX 2 = jumlah total dari X2
2.1.9. Pengertian harga transfer
Di dalam pengoperasian sistim pusat laba ( profit center ) , adalah
menetapkan metode akuntansi yang berpusatkan pada barang ataupun jasa dari
suatu pusat laba kepada pusat laba yang lain, terutama pada jenis perusahaan yang
banyak sekali melakukan transaksi seperti ini. Hasil penelitian dari Kaplan &
Atkinson, Advanced Management Accounting (1989:596) menunjukkan bahwa
dari 291 perusahaan yang menggunakan sistim divisi 85 % diantaranya
melaksanakan transfer barang, 55 % melaksanakan pertukaran jasa dan 71 %
diantaranya menggunakan fasilitas bersama. Berbagai pendekatan yang biasa
dilakukan untuk menentukan harga tranfer diantara pusat laba serta sistim
perundingan dan perjanjian yang memegang peranan penting dari sistim harga
18
transfer yang digunakan. Juga akan di bahas pula penetapan harga transfer antar
perusahaan.
Sebelumnya, kita harus mengetahui mengenai apa yang dimaksud dengan
harga transfer tersebut. Menurut Charles T. Horngren ( 1986:359 ), harga transfer
didefinisikan sebagai berikut:
" Harga transfer adalah jurnlah yang dibebankan oleh satu sub unit darisebuah organisasi untuk suatu produk ataujasa yang disuplainya ke tiap-tiap sub unit yang lain pada organisasi yang sama. Umumnya produk initerdiri dari bahan, onderdil, atau barangjadi. "
Di dalam pengertian yang paling mendasar, seluruh alokasi biaya
merupakan salah satu bentuk penentuan harga transfer. Sedangkan harga transfer
pun mempunyai karakteristik sendiri.
Karakteristik harga transfer (Mulyadi, 1993 : 385 ) :
1. Masalah harga transfer timbul j ika divisi yang terkait diukur kinerjanya
berdasarkan laba dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan
bahwa bentuk biaya penuh produk yang diproduksi di divisi pembeli.
Transfer barang antar divisi merupakan pendapatan bagi divisi penjual
dan merupakan biaya bagi divisi pembeli, maka manajer divisi yang
terkait berkepentingan terhadap unsur-unsur yang diperhitungkan
dalam harga transfer itu.
2. Harga transfer mengandung unsur laba
Bagi divisi penjual harga transfer merupakan pendapatan sehingga
transfer barang ke divisi pembeli mengandung unsur laba sebagai
ukuran kinerjanya divisi penjual yang diukur kinerjanya berdasarkan
laba.
19
3. Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasi
sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.
Divisionalisasi merupakan alat yang dipakai manajemen puncak untuk
mendiversifikasikan bisnis perusahaan. Proses penentuan harga
transfer memberikan kesempatan bagi divisi yang terkait uuntuk
merundingkan semua unsur yang membentuknya karena berpengaruh
terhadap laba mereka. Harga transfer merupakan salah satu alat
integrasi divisi karena dengan harga transfer divisi-divisi yang seolah-
olah merupakan perusahaan independen harus melakukan negosiasi
terhadap barang atau jasa yang terjadi antar divisi.
2.1.10. Tujuan penetapan harga transfer
Bila terdapat kondisi di mana dua atau lebih pusat laba secara bersama-
sama bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan pengembangan, manufaktur
ataupun pemasaran produk, maka pada dasarnya setiap pusat kegiatan tersebut
berhak mendapatkan bagian pendapatan yang nantinya dihasilkan oleh kegiatan
mereka secara bersama-sama. Sistim penetapan harga transfer merupakan
mekanisme yang mengatur pembagian hasil tersebut.
Mengapa terdapat sistim penentuan harga transfer ? Alasan utama adalah
untuk mengkomunikasikan data yang membantu memecahkan persoalan
penukaran biaya-hasil, kecocokan tujuan, usaha manajerial, dan otonomi. Sistim
penentuan harga transfer dinilai sebagaimana halnya seluruh segi sistim
pengawasan harus dinilai yaitu dengan menentukan apakah tujuan-tujuan
pimpinan tertinggi tercapai seefisien dan seefektif mungkin atau tidak. Dalam
20
rangka mendistribusikan pendapatan ini, sistim tersebut diusahakan sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:
1. Sistim harus dapat memberikan informasi-informasi yang relevan yang
dibutuhkan oleh setiap segmen untuk dapat menentukan nilai pertukaran
(trade-off) antara biaya dan pendapatan perusahaan.
2. Tingkat keuntungan yang dihasilkan harus dapat menggambarkan seberapa
baik pengaturan nilai pertukaran antara biaya / pendapatan tesebut telah
ditetapkan. Setiap segmen dari perusahaan harus dapat memaksimalkan
keuntungan perusahaan dengan jalan memaksimalkan keuntungan divisinya
masing-masing.
3. Tingkat laba yang diperlihatkan oleh masing-masing pusat laba harus dapat
menggambarkan besarnya kontribusi dari masing-masing pusat laba kepada
keuntungan perusahaan secara keseluruhan.
Harga transfer sangat penting karena ia mempengaruhi kemampuan
manager pusat laba untuk mengambil keputusan yang optimal. Selain itu juga
digunakan sebagai suatu alat untuk mengukur kinerja dari manager pusat laba,
yang mana kinerja dari pusat laba itu sendiri dipengaruhi oleh sistim harga
transfer. Penetapan harga transfer yang tidak benar menimbulkan kesalahan
pengukuran yang pada akhirnya, akan mengakibatkan pengambilan keputusan
yang keliru. Organisasi memecahkan persoalan-persoalan mereka dengan
menggunakan harga pasar bagi beberapa transfer, biaya standar bagi trans;
transfer yang lain, harga yang dirundingkan bagi transfer yang^-
seterusnya.
21
Selain itu, keefektifan pengembalian atas modal yang digunakan sebagai
sarana guna mengukur prestasi segmen-segmen suatu perusahaan sangat
tergantung pada ketepatan dalam mengalokasikan biaya dan aktiva yang terkait
dengan segmen tersebut. Pada organisasi multi pabrik atau multi produk yang
didesentralisasi, para manajer unit diharapkan mengelola bagian perusahaannya
sebagai badan usaha yang semi otonom. Jadi peralihan pada konsep-konsep
pengembalian atas modal yang digunakan untuk mengukur prestasi operasional,
memerlukan beberapa perubahan kebijakan yang mendasar.
Beberapa tahun yang lalu, penetapan harga transfer hanya memainkan
peranan kecil dalam pengendalian biaya. Namun kini, teknik penetapan harga
transfer telah berkembang menjadi suatu perangkat prosedur yang kompleks
dalam administrasi berbagai segmen yang didesentralisasi. Kompleksitas ini serta
sifat arbitrer dari penetapan harga transfer intra perusahaan merupakan salah satu
alasan untuk mengkritik usulan pelaporan pendapatan dan laba dari masing-
masing segmen atau lini produk dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
Faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi penentuan harga transfer.
Perusahaan yang mempunyai pabrik di luar negeri, di mana tarif pajaknya rendah
dapat menetapkan harga transfer yang tinggi untuk bahan-bahan yang dikirim
kepada fasilitas di dalam negeri, agar labanya dapat ditahan di luar negeri, yang
tarip pajak penghasilannya rendah. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki gudang
di negara bagian yang memungut pajak atas persediaan, bisa menurunkan harga
transfer bagi barang-barang yang dimasukkan ke dalam negara bagian itu, untuk
mengurangi tagihan pajak.
22
Adanya berbagai tujuan manajemen akan mempersulit perusahaan dalam
menetapkan harga transfer yang logis dan layak. Metode penetapan harga hanya
dapat dipilih setelah ditentukan tujuan utama dari penggunaan informasi tentang
transfer itu
2.1.11. Metode-metode penetapan harga transfer
Istilah " harga transfer " ( transfer price ) untuk menggambarkan suatu
jumlah dalam sistim akuntansi untuk setiap transaksi baik produk maupun jasa
yang terjadi diantara pusat-pusat pertanggungjawaban. Kita akan mempergunakan
istilah tersebut dalam suatu definisi yang lebih sempit lagi dan membatasi arti
istilah harga transfer untuk nilai yang terkandung pada setiap produk barang dan
jasa yang terjadi di antara dua atau lebih pusat laba. Harga tersebut umumnya
sudah mengandung elemen keuntungan, kerena sudah barang tentu setiap usaha
tidak akan mentransfer produk barang atau jasa dengan harga pokok ataupun
dibawahnya. Istilah harga dalam proses transfer di antara unit-unit dalam
perusahaan ini pun mempunyai pengertian yang sama dengan transaksi yang
terjadi diantara perusahaan-perusahaan yang independen.
Apabila pusat laba dalam suatu perusahaan melaksanakan transaksi
pembelian dan penjualan dengan unit lainnya di dalam perusahaan tersebut, maka
ada dua jenis keputusan yang harus ditetapkan secara periodik untuk setiap jenis
produk yang akan dibuat dan nantinya dijual kepada unit kerja yang lain. Pertama
harus diputuskan di mana produk tersebut harus dibuat, apakah harus dibuat
sendiri atau harus dibeli perusahaan pembekal di luar perusahaan. Hal ini
merupakan keputusan tentang pengadaan barang ( sourcing decision ) . Yang
23
kedua adalah apabila sudah ditetapkan bahwa produk tersebut akan dibuat sendiri,
maka perlu ditetapkan berapa nilai harga transfernya.
Ada beberapa metode di dalam penentuan harga transfer, yaitu:
1. Metode harga transfer berdasar atas harga pasar (market transfer prices).
Harga transfer yang berdasarkan atas harga pasar ini merupakan metode
yang paling baik dalam mengukur suatu profitabilitas dan performa dari
manajemen serta untuk menentukan harga transfer, karena :
1. Harga transfer ditentukan oleh pihak-pihak eksternal perusahaan
sehingga menggambarkan transaksi yang independen.
2. Harga pasar merupakan dasar yang terbaik untuk membuat keputusan.
3. Metode harga pasar menjadikan setiap divisi sebagai satuan bisnis
yang terpisah satu sama lain.
Kelemahan metode ini menurut Supriono (1989 : 113):
1. Tidak semua produk memiliki harga pasar.
2. Harga pasar sering berubah sehingga harga transfer produk antara
divisi perlu dihitung kembali.
3. Sering terdapat beberapa harga pasar untuk setiap produk yang sama.
4. Penghematan biaya dalam bentuk biaya yang tidak dapat dihindari
hanya dapat dmikmati oleh divisi pembeli.
Di sini, situasi penerapan harga transfer yang paling sederhana terjadi
pada keadaan di mana tersedia pasar di luar perusahaan yang dapat
menampung produk dari suatu unit pusat laba, serta ada pihak di luar
perusahaan yang dapat menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh
24
unit-unit dalam perusahaan, Pada keadaan demikian, satu-satunya kebijakan
dalam penetapan harga yang dibutuhkan oleh para manajer dari masing-
masing pusat keuntungan adalah wewenang untuk mengadakan hubungan
secara langsung baik dengan pihak dalam ataupun dengan pihak luar
perusahaan atas pertimbangan mereka sendiri. Selanjutnya keadaan pasarlah
yang menentukan besarnya nilai harga transfer tersebut. Pada banyak
perusahaan yang terintegrasi, pasar baik untuk kegiatan pembelian ataupun
penjualan produk-produk dari masing-masing pusat laba mungkin teratas. Ada
beberapa alasan untuk itu:
1. Eksistensi kapasitas intern mungkin dapat membatasi pengembangan
kapasitas ekstern.
2. Jika perusahaan merupakan satu-satunya produsen untuk produk
tertentu, maka tidak ada kapasitas ekstern untuk produk mi.
Bahkan dalam hal di mana pasarnya terbatas, harga transfer yang paling tepat
untuk memenuhi kebutuhan sistim pusat laba adalah tetap harga yang
kompetitif. Pertimbangkan hal-hal yang berikut:
1. Harga yang kompetitif akan dapat mengukur kontribusi dari masing-
masing pusat laba terhadap laba total perusahaan. Jika kapasitas intern
tidak tersedia, perusahaan akan membeli dari luar dengan harga yang
kompetitif pula. Selisih antara harga yang kompetitif tersebut dengan
biaya di dalam perusahaan merupakan penghematan karena membuat
sendiri dan tidak membeli.
25
2. Harga yang kompetitif dapat mengukur seberapa baik prestasi pusat
laba dalam menghadapi persaingan.
3. Harga yang kompetitif tidak tergantung pada (independen ) kondisi-
kondisi intern.
Cara-cara yang dapat ditempuh bagi perusahaan supaya dapat menentukan
harga yang kompetitif jika perusahaan tersebut tidak membeli ataupun
menjual produk di luar perusahaan:
1. Apabila tersedia publikasi harga-harga pasar, maka ini akan dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan harga transfer, namun;
a. Harga ini haras merupakan harga yang benar-benar dibayarkan di
dalam pasar.
b. Kondisi yang ada dalam pasar di luar perusahaan hams konsisten
dengan kondisi yang ada dalam perusahaan.
2. Harga pasar dapat ditentukan melalui penawaran ( bids ) . Perusahan
menawarkan semua produk ke dalam pasar di luar perusahaan, akan
tetapi memilih setengahnya untuk tetap berada di dalam perusahaan
tersebut.
3. Jika pusat laba manufaktur menjual produk yang lain di pasar di luar
perusahaan maka seringkali mungkin untuk menetapkan harga pasar
yang kompetitif tersebut dengan jalan meniru dari harga pasar yang
terjadi untuk produk tersebut.
4. Apabila pusat laba membeli jenis produk yang sama dari pasar di luar
perusahaan, maka akan mungkin untuk meniru harga pasar yang
26
kompetitif untuk produknya sendiri. Ini dapat dilakukan dengan cara
menghitung berapa biaya yang ditimbulkan karena perbedaaan dalam
disain serta kondisi penjualan lainnya antara produk yang kompetitif
dengan produk sendiri.
Apabila tidak terdapat cara yang tepat untuk menentukan harga pasar yang
kompetitif, maka satu-satunya pilihan yang tinggal adalah mengembangkan
harga transfer berdasarkan biaya.
2. Metode harga transfer berdasar atas perhitungan biaya (full cost atau
variabel cost).
Jika informasi harga kompetitif tidak tersedia, maka harga transfer dapat
ditentukan dengan jalan menetapkan harga berdasar biaya ditambah dengan
tingkat keuntungan tertentu, walaupun cara ini mungkin agak rumit
penetapannya dan hasilnya kurang memuaskan.
Menurut Supriono (1989 : 144 ), ada beberapa kondisi yang menyebabkan
dipakainya metode ini, yaitu :
1. Pada pasar kompetitif tidak tersedia informasi harga jual produk yang
ditransfer. Keadaan ini timbul jika produk yang ditransfer merupakan
produk yang belum selesai sehingga tidak diperjualbelikan di pasar.
2. Kesulitan dalam penentuan harga jual yang disebabkan oleh
perselisihan antar manajer divisi. Kesulitan ini timbul jika di pasar ada
beberapa macam harga dan jika produk yang ditransfer tidak persis
sama dengan ada yang di pasar.
27
3. Jika produk yang ditransfer mengandung formula/proses rahasia
sehingga tidak diinginkan untuk diungkapkan kepada pihak lain.
Oleh karena itu, dalam penggunaan metode ini manajemen perlu
mempertimbangkan:
1. Harga transfer jangan mengakibatkan divisi penjual lalai menjaga
standar yang ketat dan lalai meningkatkan produktivitasnya. Divisi
penjual hams di dorong agar bertindak seperti produsen luar yang
kompetitif.
2. Prestasi setiap divisi harus dapat dipindahkan dengan tegas sesuai
dengan tanggung jawabnya, ketidakefisienan divisi penjual tidak boleh
dipindahkan ke divisi pembeli.
3. Jika harga pasar tidak dapat diterapkan, sehingga haras digunakan
metode biaya pasar plus laba, hendaknya disusun prosedur
administratif yang adil agar divisi yang terlibat diberikan kesempatan
untuk biaya dan laba yang akan ditransfer.
Basis biaya. Dasar yang biasa digunakan adalah biaya standart. Biaya aktual
tidak boleh digunakan karena ketidakefisienan pabrik akan membebani pusat
laba pembeli. Jika biaya standar digunakan, maka tidak perlu untuk
mengembangkan insentif untuk menetapkan standar yang ketat atau untuk
memperbaiki standar menambah fasilitas baru.
Tingkat laba. Adalah perlu untuk memutuskan bagaimana menghitung tingkat
laba, karena ini akan menentukan di dalam proses penentuan harga jual.
Dalam hal ini ada dua keputusan:
28
1. Dasar penetapan tingkat laba.
2. Serta tingkat laba yang diperbolehkan.
Dasar perhitungan yang paling sederhana adalah persentase biaya. Tetapi, cara
ini tidak memperhitungkan modal yang diperlukan. Dasar yang lebih baik
adalah dengan menghitung besarnya investasi, tetapi ada kesulitan besar
dalam menghitung besarnya investasi ini.
Sedangkan dalam hal tingkat laba adalah jumlah laba itu sendiri. Persepsi
manajemen puncak tehadap prestasi keuangan dari suatu pusat laba akan
dipengaruhi oleh tingkat laba yang ditampakkan. Akibatnya , sejauh hal ini
mungkin, tingkat laba harus merupakan perkiraan terbaik dari tingkat hasil
yang mungkin di dapat seandainya divisi tersebut merupakan perusahaan yang
independen (mandiri).
Cara pemecahannya adalah dengan jalan mendasarkan perhitungan tingkat
laba pada jumlah investasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat volume
yang diperlukan oleh pusat laba pembelian. Investasi tersebut akan
diperhitungkan pada tingkat standar, dengan harta tetap dan persediaan dinilai
menurut biaya penggantian yang berlaku saat itu.
3. Metode harga transfer berdasar atas negosiasi atau persetujuan an tar
divisi yang sating terlibat.
Untuk negosiasi atau persetujuan harga diusulkan untuk memakai harga
pasar sebagai pembandingnya. Disana mungkin ada keuntungan lain yang
mengikuti kedua manajer divisi yang saling berhubungan, mungkin selain
menjual antar divisi bisa dijual ke pihak luar ( eksternal ). Pada metode ini,
29
harga transfer ditentukan atas persetujuan atau ketetapan dari masing-masing
manajer tiap divisi yang terlibat untuk menetapkan berapa harga transfer akan
dikenakan terhadap divisi pembelinya. Tetapi dasar dari metode ini adalah
harga pasar, dimana apabila perusahaan penjual menjual produknya diatas
harga pasar maka bagi perusahaan pembeli itu merupakan hal yang sulit untuk
diterima, lebih baik perusahaan pembeli membelinya dari pihak luar. Jadi pada
metode ini, perusahaan penjual harus menetapkan harga produknya di bawah
atau sama dengan harga pasar (tidak boleh sampai melebihi harga pasar).
Beberapa alasan utama pemakaian metode ini ( Supriono,1989 : 141 )
adalah :
1. Negosiasi harga transfer ini menunjukkan kepercayaan kantor pusat
terhadap manager divisi untuk membuat keputusan mengenai harga
beli input dan harga jual outputnya.
2. Karena harga transfer tidak ditentukan oleh kantor pusat maka manajer
divisi tidak mempunyai alasan bahwa jeleknya laba divisi karena harga
transfer yang ditentukan oleh kantor pusat merugikan divisinya.
a. Para manajer divisi mempunyai informasi relevan mengenai biaya
dan harga transfer sehingga dalam negosiasi dapat dicapai harga
transfer yang rasional.
Kelemahan metode ini:
1. Memerlukan waktu perundingan antar divisi yang cukup lama.
2. Cenderung menimbulkan konflik antar divisi.
30
3. Pengukuran kemampulabaan sangat peka terhadap keahlian tawar-
menawar divisi.
4. Memerlukan waktu bagi manajemen kantor pusat laba untuk
mengamati proses negosiasi dan sebagai moderator jika diperlukan.
5. Dapat mengakibatkan produktivitas yang rendah jika harga transfer
negosiasi tidak memuaskan.
4. Metode harga transfer berdasarkan atas dual transfer prices.
Penggunaan dual transfer prices diusulkan untuk menciptakan atau
menambah laba serta motivasi dari tiap-tiap manajer divisi. Pada perusahaan
atau divisi penjual, pengiriman barang atau servis pada divisi pembeli
berdasarkan atas biaya variabel. Biaya variabel merupakan kemungkinan
terbaik untuk mengambil suatu keputusan oleh manajer divisi pembeli.
Apabila harga transfer lebih tinggi daripada biaya variabel maka ada
kemungkinan manajer divisi pembeli akan membeli pada perusahaan luar
(karena harga internal yang harus dibayar mungkin lebih besar dari pada harga
di luar/harga pasar).
Dengan menggunakan variabel cost sebagai single transfer prices akan
menimbulkan motivasi yang kurang bagi para manajer divisi penjual untuk
menjual, di mana tidak ada penambahan laba bagi divisi penjual. Selain itu,
pendekatan terhadap penetapan harga transfer ganda ( dual transfer pricing ) ,
dimana:
31
1. Divisi yang memproduksi menggunakan harga transfer berdasarkan
harga pasar, cost-plus, negosiasi, ataupun arbitrer dalam mengbitung
pendapatannya dari penjualan intra perusahaan.
2. Biaya tetap dari divisi produksi ditransfer ke divisi pembeli.
3. Total laba divisi akan lebih besar daripada laba perusahaan secara
keseluruhan, dan laba yang ditetapkan pada divisi produksi akan
dieliminasi dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan secara
keseluruhan dan untuk pajak penghasilan.
Dalam sistim ini, divisi produksi akan termotivasi oleh laba untuk
meningkatkan penjualan dan produksi, baik secara eksternal maupun internal.
Dan jika dual sistim ini digunakan bukan tidak mungkin akan menambah laba
tiap-tiap divisi sebagai bagian dari laba keseluruhan perusahaan.
5. Metode harga transfer berdasarkan atas Arbitrasi.
Metode ini digunakan jika divisi penjual dan pembeli tidak dapat mencapai
kesepakatan dalam penentuan harga transfer. Harga transfer arbitrasi
merupakan harga transfer yang ditentukan oleh eksekutif atau badan lain yang
ditugasi untuk mengarbitrasi harga transfer setelah orang lain atau badan
tersebut berdialog dengan para manajer divisi yang bersangkutan. Untuk
keperluan itu, perusahaan perlu membentuk komite khusus yang menurut
(Anthony etc, 1990 : 344) metnpunyai tiga tanggung jawab, yaitu :
1. Menyelesaikan perselisihan harga transfer.
2. Menelaah kembali perubahan dalam kebijakan pengadaan.
3. Jika perlu mengubah penentuan harga transfer.
32
Akan tetapi, kelemahan metode ini dapat jauh lebih besar daripada
manfaatnya. Metode ini dapat melalaikan tujuan terpenting dari desentralisasi
tanggung jawab laba, yakni membina kesadaran akan laba bagi personel
divisi, dan metode ini dapat menghambat insentif laba dari para manajer
divisi. Karena harga transfer arbitrer mencakup mark up laba, maka laba intra
perusahaan harus dieliminasi dari persediaan dalam menyusun laporan
keuangan konsolidasi dan pelaporan pajak panghasilan.
2.1.12. Pengaruh harga transfer pada harga jual produk
Di dalam menentukan harga jual produknya, perusahaan harus selalu
memperhatikan banyak hal, terutama yang paling penting adalah supaya
perusahaan tidak sampai menderita kerugian. Harga transfer tiap-tiap divisi
berlainan. Itu tergantung dari perhitungan biaya dan laba yang dikehendaki.
Tetapi harga transfer yang diterapkan di dalam divisi yang tergabung dalam suatu
organisasi biasanya tergantung dari kebijakan manajemen divisi masing-masing.
Kebanyakan perusahaan menetapkan harga transfemya tidak terlalu besar atau
bahkati diukur dengan menggunakan pengalokasian biaya saja, maksudnya berapa
besar biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing divisi akan dibebankan ke
dalam harga transfer dengan begitu, harga jual nantinya tidak akan menjadi terlaiu
tinggi. Kemudian baru kita hitung laba yang akan kita inginkan dan kita
tambahkan dengan biaya-biaya yang sudah terealisasi tadi. Maka kita akan
mendapatkan suatu harga jual yang kompetitif.
33
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Sebelum pembuatan skripsi, penulis membaca penelitian terdahulu dari
saudari Sugianti yang berjudul " Penetapan harga transfer untuk mengukur
kontribusi laba dalam penilaian kinerja manajer divisi pada PT SS Utama
Surabaya ".
Adapun persamaan dan perbedaan antara penulis dengan penelitian
terdahulu yaitu:
Persamaan:
1. Penentuan harga transfer yang layak sehingga dicapai kontribusi laba
maksimal.
2. Penilaian kinerja divisi sebagai pusat laba.
Perbedaan:
1. Penulis membahas mengenai penerapan berbagai metode harga transfer.
2. Tempat penelitiannya dari perusahaan yang berlainan.
Dengan melihat penelitian terdahulu, penulis lebih memusatkan pada
penerapan berbagai metode harga transfer supaya dicapai laba yang maksimal
sehingga kinerja divisi dapat terukur dengan baik.