BAB VI PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Embed Size (px)

Citation preview

BAB VI PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN A. Pengertian Pajak Masukan Dalam pasal 1 poin 24 UU No. 8 TH 1983 sebagaimana diubah terakhir pada UU No 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai, dinyatakan bahwa Pajak Masukan adal ah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Paj ak (PKP) karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak (JKP), dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Dae rah Pabean dan impor Barang Kena Pajak. Pengertian di atas menunjukkan bahwa pajak masukan timbul karena PKP melakukan p embelian Barang Kena Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak atau jelasnya karena ko nsumsi BKP atau JKP. Ungkapan seharusnya sudah dibayar pada pengertian di atas mer upakan penerapan accrual basic, artinya meskipun belum dibayar oleh pembeli BKP atau penerimaan JKP maka PPN tersebut tetap dapat dikreditkan. B. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan 1. Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan Dalam pasal 9 UU PPN & PPnBM, diatur tentang prinsip pengkreditan Pajak Masukan : a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran d alam Masa Pajak yang sama. b. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakuka n penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor ba rang modal dapat dikreditkan. c. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memen uhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UUPPN d. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Paja k Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak. e. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan leb ih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. f. Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat di ajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. g. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Paj ak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikut nya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkuta n sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 2. Persyaratan umum Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan Sukardji (2003, 267-275) mengemukakan persyaratan Pajak masukan yang dapat dikre ditkan, sebagai berikut : Persyaratan Formal : o Tercantum dalam Faktur Pajak Standar atau dokumen tertentu yang diperlak ukan sebagai faktur pajak standar sesuai dengan ketentuan pasal 13 ayat 5 dan pa sal 14 (6) UU PPN. o Belum dilakukan pemeriksaan. Apabila dalam suatu pemeriksaan ditemukan Pajak Masukan yang dibayar untuk perol ehan BKP atau JKP yang dapat dikreditkan tetapi belum dilaporkan maka PM tersebu t tidak dapat boleh dikreditkan. o Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam masa Pajak y ang sama atau tidak sama sepanjang belum melampaui bulan ke tiga setelah berakhi rnya masa pajak yang bersangkutan. Pasal 9 (9) UU PPN. Ketentuan ini memberikan kesempatan bagi PKP untuk mengkreditkan PM dalam Masa P ajak Tidak Sama (MTS) dalam masa paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirn ya masa pajak bersangkutan terhadap PK yang disebabkan karena keterlambatan pene rimaan Faktur Pajak. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui, Pajak Masuk an tersebut masih dapat dikreditkan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan, dengan syarat Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasikan) kepada harga perolehan BKP atau JKP yang bersangkutan, dan belum dilakukan pemeriksaan

terhadap Pengusaha Kena Pajak tsb. Contoh : Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2006 dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran pada Masa Pajak Juli 2006 a tau pada Masa Pajak berikutnya paling lambat Masa Pajak Oktober 2006. Apabila te lah lewat waktu 3 bulan, maka pengkreditan dilakukan melalui pembetulan SPt Masa . Persyaratan Materil : o Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. berhubungan langsung dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan-keg iatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untu k semua bidang usaha. o Belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi. C. Pengembalian atas Kelebihan Pajak Masukan Atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir t ahun buku, kecuali atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengem balian pada setiap Masa Pajak oleh : 1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; 2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ata u penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; 3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ata u penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut; 4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwu jud; 5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau 6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a). D. Pajak Masukan yang Tidak dapat Dikreditkan Dalam Pasal 9 ayat 8 UU PPN No. 42 tahun 2009, dinyatakan Pajak Masukan yang Tid ak Dapat Dikreditkan adalah atas : 1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikuk uhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; Aturan ini merupakan suatu kepastian hukum tentang Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pa jak. Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 3 Janu ari 2006 dan mendapatkan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 5 Januari 2006 yang berlaku surut sejak tanggal 3 Januari 2006. Maka berdasarkan a turan ini Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 2006 tidak dapa t dikreditkan. 2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hu bungan langsung dengan kegiatan usaha; Contoh : PT. X adalah PKP yang bergerak dalam usaha industri rumah tangga membeli sebuah rumah real estate untuk peristirahatan direksi dan tamu. Rumah tersebut tidak ad a hubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan, maka PM atas perolehan rum ah tersebut tidak dapat dikreditkan. 3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon, k ecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; Contoh : PT. X sebuah perusahaan industri perkayuan membeli sebuah sedan untuk dinas dire ktur. Maka Pajak Masukan atas perolehan sedan tersebut tidak dapat dikreditkan. Contoh : PT. Rental Riau, PKP. Membeli sebuah kendaraan station wagon untuk disewakan un tuk dinas direksi. Maka Maka Pajak Masukan atas perolehan station wagon tersebut dapat dikreditkan. 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena

Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Ken a Pajak; Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pa da tanggal 3 Januari 2006. Oleh DJP dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 5 Januari 2006 dan berlaku surut sejak tanggal 3 Januari 2006. Dengan d emikian Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jas a Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 3 Januari 20 06 tersebut tidak dapat dikreditkan. 5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang faktur pajaknya ti dak memenuhi ketentuan sebagiamana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 UU PPN (Faktur Pajak); Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Sehingga Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara ma teriil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatang ani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya . Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat men gakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikred itkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. 6. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan seba gaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 6 UU PPN (dokumen tertentu sebagai Faktur P ajak); Penjelasan sama dengan no 6. 7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya d itagih dengan penerbitan ketetapan pajak; Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan BKP atau JKP yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak berdasarkan suatu ketetapan pajak bukan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya t idak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, diketemukan pada waktu pemer iksaan. 9. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak seb elum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a). Indonesia menganut sistem self assesment, dimana Pengusaha Kena Pajak wajib mela porkan sendiri seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pe rtambahan Nilai. Apabila ada kekeliruan dalam pelaporan Pengusaha Kena Pajak dib erikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pert ambahan Nilai. Oleh karena itu apabila dalam pemeriksaan ditemukan Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ma ka PM demikian tidak dapat dikreditkan. Contoh : Laporan Surat Pemberitahuan Masa : Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 Hasil pemeriksaan diketahui : Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp11.000.000,00 Berdasarkan ketentuan di atas maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bukan sebesar Rp 11.000.000,00, tetapi teta p sebesar Rp 8.000.000,00, sesuai dengan laporan Surat Pemberitahuan Masa. Sehin gga perhitungan hasil pemeriksaan adalah: Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00 Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00 Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00 Kurang Bayar menurut Surat Pemberitahuan = Rp 2.000.000,00

Masih kurang dibayar

=

Rp 5.000.000,00

10. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak untuk menghasilkan BKP / JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN pasal 16B ayat 3 ata u ditanggung pemerintah. 11. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu penerbitan Faktur Pajak. Berdasarkan Kep DJP KEP-424/PJ/2002 Faktur Pajak tersebut tidak dianggap sebagai Faktur Pajak Standar, sehingga tidak dapat dikreditkan.

E. Pajak Masukan atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma 1. Pemakaian sendiri Dalam SE-04/PJ/2002 pemakaian sendiri hasil produksi sendiri dilihat dari tujuan pemakaiannya dibedakan atas: a. Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif. Menurut KEP DJP KEP-87/PJ/2002, Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak untuk tujuan konsumtif adalah pemakaian untuk kepentingan Pengusaha sendiri, Pengurus, atau diberikan kepada anggota keluarganya atau karyawannya, baik barang produksi send iri maupun bukan produksi sendiri, selain pemakaian Barang Kena Pajak untuk tuju an produktif. SE-04/PJ.51/2002, Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pa jak bukan untuk tujuan produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai dan harus dite rbitkan Faktur Pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Keluaran dan sekaligus merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi karyawan atau para tamu. Perlakuan PPN : PPN dan/atau PPn BM harus dibayar oleh pengusaha yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 1 huruf d angka 1 huruf e jo Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 1 UU PPN 1984 . PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. b. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif. Menurut KEP DJP KEP-87/PJ/2002 Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan atau Pema nfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif adalah pemakaian Barang Kena Paja k dan atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi se lanjutnya atau untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan u saha Pengusaha yang bersangkutan. Contoh : Pabrikan mobil/truck mempergunakan sendiri truck yang diproduksinya untuk kegiat an usaha mengangkut bahan baku spare parts/barang dagangan dari suatu tempat ke pabriknya atau ke tempat pembeli. Perlakuan PPN : o KEP DJP KEP-87/PJ/2002 Pemakaian Barang Kena Pajak dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak untuk tujuan pr oduktif belum merupakan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa kena Pajak se hingga tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Me wah. 2. Pemberian cuma-Cuma

KEP DJP KEP-87/PJ/2002, Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak adalah pemberian y ang diberikan tanpa imbalan pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri, termasuk pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli. Sedangkan pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak adalah pemberian Jas a Kena Pajak yang dilakukan kepada pihak lain tanpa imbalan pembayaran. SE-04/PJ.51/2002 Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak atas perolehan Ba rang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Baran g Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atau atas perolehan Barang Kena Pajak yang kemudian di pakai sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak atau diberikan secara cuma-cuma merupaka n Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaiman a ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. BKP yang berasal bukan dari produksi sendiri Untuk PPN, Pajak Masukan atas perolehan BKP yang berasal bukan dari produksinya sendiri yang digunakan untuk pemakaian sendiri dengan tujuan konsumtif maupun pe mberian cuma-cuma berupa hadiah/sumbangan tidak dapat dikreditkan. F. Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan atas Kasus Khusus 1. Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan Barang Modal untuk kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN dan kegiatan lain yang tidak terutang PPN (dibe baskan dari pengenaan PPN). Misalnya PKP menggunakan Generator Listrik untuk keg iatan pabrik dan untuk rumah dinas karyawan. Maka Mekanisme Pengkreditan PPN Barang modal tesebut adalah: Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan persentase pengguna an barang modal untuk kegiatan usaha yang terutang PPN. Dalam hal Pajak Masukan tersebut telah dikreditkan seluruhnya, maka pada akhir t ahun buku harus dihitung kembali bagian Pajak Masukan yang seharusnya tidak dapa t dikreditkan, dengan menggunakan rumus : Pajak Masukan yang tidak dikreditkan = p x PM / T p = persentase rata-rata penggunaan barang modal untuk kegiatan lain dalam satu tahun. PM = pajak masukan yang telah dikreditkan T = masa manfaat barang modal, yaitu : Untuk Bangunan masa manfaat 10 tahun Untuk barang modal lainnya masa manfaat 5 tahun Contoh : PT. Takut Dosa pada tahun 2005 membeli sebuah genetaror listrik seharga Rp. 200. 000.000 dan dikenakan PPN Rp. 20.000.000. Pajak masukan tersebut telah dikreditk an seluruhnya pada tahun 2005 tersebut. Pada tahun 2006, generator listrik tersebut di samping digunakan untuk keperluan pabrik ternyata juga dipakai untuk pembangkit listrik di perumahan karyawan. Pe nggunaan daya generator listrik untuk perumahan karyawan tersebut dalam tahun 20 06 rata-rata 10%. Pajak Masukan yang harus dihitung kembali tahun 2006 adalah p = 10 % PM = Rp. 20.000.000 T = 5 tahun Hasil penghitungan kembali PM = 10 % x ( Rp. 20.000.000/5) = Rp. 400.000,-

2. PKP yang melakukan Kegiatan Usaha Terpadu (Integrated) yang menghasilkan BKP dan Non BKP atau penyerahannya terutang PPN dan tidak terutang PPN atau dib ebaskan dari pengenaan PPN . Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang nyata-n yata digunakan untuk kegiatan usaha yang atas penyerahannya tidak terutang PPN a tau dibebaskankan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak yang nyata-n yata digunakan untuk kegiatan usaha yang atas penyerahannya terutang PPN dapat d

ikreditkan; Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang digunak an baik untuk kegiatan usaha yang penyerahannya terutang PPN maupun kegiatan usa ha yang penyerahannya tidak terutang PPN (dibebaskan dari pengenaan PPN) dapat d ikreditkan dengan cara : o Pajak Masukan dikreditkan seluruhnya terlebih dahulu, o Kemudian pada akhir tahun buku harus dihitung kembali bagian Pajak Masuk an yang seharusnya tidak dapat dikreditkan dengan rumus : Untuk Barang Modal Pajak Masukan yang tidak dapat Dikreditkan : = (X/Y) x (PM/T) Untuk Bukan Barang Modal Pajak Masukan yang tidak dapat Dikreditkan : = (X/Y) x PM ketarangan : X = jumlah seluruh penyerahan yang tidak terutang PPN (dibebaskan dari pengenaan PPN) dalam satu tahun buku. Y = jumlah seluruh penyerahan dalam satu tahu buku PM = Pajak masukan yang telah dikreditkan seluruhnya T = masa manfaat barang modal yang ditetapkan yaitu : Untuk Bangunan masa manfaat 10 tahun Untuk barang modal lainnya masa manfaat 5 tahun Contoh : PT. Indah Bangun Mandiri merupakan perusahaan pengembang perumahan. Nilai penye rahan dalam SPT Masa PPN Masa pajak Januari s.d. Desember 2001 adalah sebagai be rikut : Penjualan Rumah Murah = Rp. 1.000.000.000 Total Penjualan Rumah = Rp. 20.000.000.000 PM yang digunakan secara bersama-sama untuk menghasilkan Rumah murah dan rumah n on murah : Barang Modal = Rp. 600.000.000 Bukan Barang Modal = Rp. 1.000.000.000 Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali adalah : Barang Modal = (1.000 / 20.000) x ( Rp. 600 juta / 5) = Rp. 6.000.000 Bukan Barang Modal = (1.000 / 20.000) x ( Rp. 1 M) = Rp. 50 juta Hasil penghitungan kembali Pajak Masukan yang seharusnya tidak dapat dikreditkan tersebut diperhitungkan (dikurangkan) dari Pajak Masukan pada suatu masa pajak selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku ( selambat-l ambatnya SPT Masa Maret tahun berikutnya. Penghitungan kembali pajak Masukan tersebut tidak perlu dilakukan apabila masa m anfaat barang modal yang bersangkutan telah habis. Penghitungan kembali Pajak Masukan tersebut juga berlaku dalam hal terjadi perub ahan penggunaan barang modal untuk kegiatan lain di luar kegiatan usaha bagi PKP yang memperoleh Fasilitas PPN yang terutang tidak dipungut/ditangguhkan/dibebas kan atas perolehan barang modal tersebut. F. RESTITUSI 1. Resitusi atas kelebihan pembayaran PPN disebabkan oleh : a. Pajak masukan yang dibayar lebih besar dari Pajak Keluaran yang dipungut . Pada pasal 9 ayat 4 UUPPN dinyatakan bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisi hnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasika n ke Masa Pajak berikutnya. b. Dalam hal ekspor barang yang tergolong mewah, selain kelebihan pajak mas ukan juga disebabkan oleh PPnBM yang dibayar atas perolehan Barang Mewah yang di ekspor keluar daerah pabean (pasal 10 ayat 3).

Pasal 10 ayat 3 UU PPN : Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dapat meminta kembali Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yan g telah dibayar pada waktu perolehan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut. c. Penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut KEP-160/PJ/2001 Pemungut Pajak akan memungut PPN yang dikenakan akan perolehan BKP. 2. Tata cara Restitusi a. Menyampaikan permohonan kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atau dengan surat tersendiri b. Satu permohonan kelebihan untuk satu SPt Masa PPN 3. Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN. a. Faktur Pajak Masukan dan Faktur Pajak Keluaran yang berkaitan dengan kel ebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang dimintakan pengembalian. 1) Dalam hal impor Barang Kena Pajak, dilampirkan : a) pemberitahuan Impor Barang (PIB), b) Surat Setoran Pajak atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal B ea dan Cukai c) Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wa jib LPS. 2) Dalam hal ekspor Barang Kena Pajak, dilampirkan : a) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, b) Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill c) Wesel Ekspor atau bukti transfer. 3) Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada P emungut Pajak Pertambahan Nilai, dilampirkan: a) Kontrak atau Surat Perintah Kerja, b) Surat Setoran Pajak. 4) Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan pemba yaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelumnya, maka yang dilampirkan meliputi se luruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang bersangkutan. Soal soal latihan : 1. PT. X membeli BKP tgl. 10 Februari 2007 seharga rp. 100.000.000 dan PPN sebesar rp. 10.000.000. Faktur pajak tertanggal 31 Maret diterima pada bulan Apr il 2007. pertanyaan Kapan Pajak Masukan tersebut dapat dikreditkan dan kapan pal ing lambat dapat dikreditkan ? 2. PT. X 12 Februari membeli BKP seharga rp. 220.000.000 tunai include PPN. Pertanyaan kapan faktur pajak harus terbit dan kapan pling lambat dikreditkan? 3. PT. X tgl. 20 Februari menjual BKP tunai kepada pt Y. Seharga rp. 400.00 0.000 dan memungut PPN sebesar rp. 40.000.000. FP diterbitkan tgl. 22 Februari. 4. PT. X Menjual BKP secara kredit kepada PT Sabar Hati seharga rp. 200.000 .000. FP diterbitkan bulan berikutnya. 5. PT. X memakai sendiri BKP untuk tujuan produktif senilai rp. 100.000.000 Permintaan : 1. Hitung Pajak Masukan yang dikreditkan pada bulan Februari! 2. Hitung Pajak Keluaran yang harus dilaporkan pada bulan Februari! 3. Hitung Pajak Kurang atau lebih bayar untuk masa pajak Februari, jika pad a Masa Pajak Januari terdapat lebih bayar rp. 50.000.000 SPt PPN Masa Februari 2007 PK 40.000.000 PM 20.000.000

Kurang bayar Kompensasi PPN Masa pajak Januari Lebih bayar .000)

20.000.000 50.000.000 (30.000