17
58 BAB V STRATEGI DAN KEGIATAN FFI DALAM MEWUJUDKAN HUTAN DESA Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang bentuk strategi dan kegiatan yang telah dilakukan oleh LSM FFI dalam mewujudkan hutan desa di Kabupaten Ketapang khususnya di Daerah Desa Sungai Pelang. 1.1 Bentuk Strategi Strategi merupakan cara yang dipakai guna mewujudkan tujuan. Menurut Soetomo (2006:44-78), ada 4 (empat) pendekatan yang digunakan dalam pembangunan masyarakat: 1. Improvement VS Transformation Improvement Approach adalah perubahan yang dilakukan masih berdasarkan atau berbasis pada struktur sosial yang ada sedangkan dalam Tranformation Approach, perubahan terjadi pada level struktur masyarakatnya melalui tranformasi struktural. Menurut Dixon (1990:59) mengklasifikasikan improvement Approach yang dia sebut sebagai pendekatan reformis berorientasi pada ideologi nasionalis, sedangkan transformation approach disebut dengan pendekatan radikal berorientasi pada ideologi sosialis. 2. Proses VS Hasil Material Pendendekatan pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan

BAB V STRATEGI DAN KEGIATAN FFI DALAM MEWUJUDKAN HUTAN …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

58

BAB V

STRATEGI DAN KEGIATAN FFI DALAM

MEWUJUDKAN HUTAN DESA

Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang bentuk strategi dan kegiatan yang telah

dilakukan oleh LSM FFI dalam mewujudkan hutan desa di Kabupaten Ketapang khususnya di

Daerah Desa Sungai Pelang.

1.1 Bentuk Strategi

Strategi merupakan cara yang dipakai guna mewujudkan tujuan. Menurut Soetomo

(2006:44-78), ada 4 (empat) pendekatan yang digunakan dalam pembangunan masyarakat:

1. Improvement VS Transformation

Improvement Approach adalah perubahan yang dilakukan masih berdasarkan atau

berbasis pada struktur sosial yang ada sedangkan dalam Tranformation Approach,

perubahan terjadi pada level struktur masyarakatnya melalui tranformasi struktural.

Menurut Dixon (1990:59) mengklasifikasikan improvement Approach yang dia

sebut sebagai pendekatan reformis berorientasi pada ideologi nasionalis, sedangkan

transformation approach disebut dengan pendekatan radikal berorientasi pada ideologi

sosialis.

2. Proses VS Hasil Material

Pendendekatan pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang

mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan

59

pendekatan kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil materi dan lebih

menekankan pada target.

3. Self-help VS Technocratic

Self-help merupakan pembangunan masyarakat yang mengutamakan sumber,

potensi, dan kekuatan dari dalam. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip demokrasi dan

dan prinsip menentukan nasib sendiri. Prinsip yang digunakan adalah yang bersifat

humanis yang mengakui keberadaan manusia sebagai mahluk yang aktif dan kreatif.

Asumsi yang mendasari adalah bahwa masyarakat sendiri dapat menjadi pelaku yang

sangat berarti sekaligus menjadi pengendali proses pembangunan. Berbeda dengan

pendekatan self-help, pendekatan technocratic lebih banyak didasarkan pada asumsi

bahwa masyarakat di Negara- Negara berkembang terutama masyarakat desanya, hanya

mungkin melaksanakan perubahan dan pembaharuan, apabila dimulai suatu tindakan,

suatu intervensi dari pihak luar, berupa suatu tindakan memperkenalkan atau bahkan

memaksakan penerapan suatu teknologi produksi yang modern. Dalam banyak

kesempatan, intervensi dari luar dalam pendekatan ini juga dapat berupa perumusan

program dan bahkan sekaligus pengelolaan dalam pelaksanaannya lengkap berbagai

inistrumen dan fasilitas pendukung serta petugas pelaksananya.

4. Uniformitas VS Variasi Lokal

Uniformalitas adalah pendekatan pembangunan masyarakat yang lebih

menekankan pada generalisasi dan keseragaman. Sedang variasi lokal adalah pendekat

pembangunan masyarakat yang menekankan adanya perbedaan dan variasi yang ada

dilain pihak.

60

Berdasarkan empat strategi perencanaan pembangunan yang dikemukakan oleh

Soetomo diatas, di Desa Sungai Pelang sendiri menggunakan tiga perencanaan

pembangunan yang telah digunakan oleh LSM FFI yaitu Self-help , proses dan Variasi

Lokal, karena ketiga pendekatan tersebut menjadi dasar dari strategi yang dibuat oleh

LSM FFI. Adapun Bentuk strategi yang dilaksanakan oleh FFI dalam mewujudkan

hutan desa adalah dengan cara :

1. Self-help disini dilakukan oleh LSM dengan cara mengetahui sumber serta potensi

yang dimiliki oleh Desa Sungai Pelang. Bentuk dari sumber dan potensinya berupa

masyarakat dan Hutan Desa yang dimiliki Desa Sungai Pelang. Contoh strategi yang

dilakukan oleh FFI terkait dengan Self- help adalah musyawarah desa dan pemetaan

partisipatif yang dilakukan untuk melakukan survey tentang gambaran umum wilayah

yang akan dijadikan Hutan Desa.

Musyawarah desa serta pemetaan partisipatif dilaksanakan pada tahun 2010,

bertempat di Desa Sungai Pelang. Musyawarah desa ini dilakukan oleh LSM FFI dan

diikuti oleh masyarakat desa. Hasil yang didapat dari musyawarah desa ini adalah

penetapan wilayah hutan yang akan menjadi wilayah Hutan Desa di Desa Sungai

Pelang nantinya.

Gambar 5.1

Self- Help : Musyawarah Desa

Masyarakat Desa Sungai Pelang sedang berkumpul di rumah Kepala Desa dalam

rangka musyawarah tentang pemetaan wilayah Hutan Desa.

61

Sumber: Data FFI Tahun 2010

2. Variasi Lokal, LSM FFI beserta masyarakat melakukan penentuan lokasi yang

berpotensi untuk menjadi wilayah Hutan Desa. Contoh strategi yang dilakukan LSM

terkait variasi lokal adalah pelatihan Tata Guna Lahan .

Pelatihan Tata Guna Lahan ini dilaksanakan pada tahun 2010 di Kabupaten Ketapang.

Yang melaksanakan pelatihan ini adalah LSM FFI yang bekerjasama dengan Dinas

Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Bappedas. Pelatihan ini di ikuti

oleh enam desa yang memiliki wilayah hutan desa. Hasil dari pelatihan ini adalah

masyarakat menjadi tahu tentang cara menggunakan lahan yang sesuai dengan

peraturan yang ada.

Gambar 5.2

Variasi Lokal : Pelatihan Tata Guna Lahan

Masyarakat desa sedang mengikuti pelatihan tata guna lahan di Kabupaten Ketapang.

62

Sumber: Data FFI tahun 2010

3. Proses, LSM FFI melakukan sosialisasi yang berupa seminar serta pelatihan

pembuatan PerDes terkait pembentukan Hutan Desa. Sekaligus melakukan

pendampingan masyarakat dalam mengurus sistem birokrasi ke Pemerintahan.

Contoh strategi yang dilakukan LSM terkait proses adalah finalisasi PerDes Hutan

Desa serta penyusunan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) .

Finalisasi PerDes dilaksanakan pada tahun 2011 di Kabupaten Ketapang. Kegiatan

ini di prakarsai oleh LSM FFI, Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan

Provinsi dan Bappedas, yang mengikuti kegiatan ini adalah enam desa yang memiliki

wilayah Hutan Desa di Kabupaten Ketapang. Hasil dari finalisasi PerDes adalah

PerDes yng telah benar pembuatannya dan telah sesuai dengan peraturan dalam

membuat PerDes. PerDes ini yang akan diajukan sebagai salah satu syarat meminta

perizinan Gubernur untuk pembentukkan Hutan Desa.

Penyusunan RTHD dilaksanakan pada tahun 2011 di Kabupaten Ketapang. Kegiatan

ini di prakarsai oleh LSM FFI, yang mengikuti kegiatan ini adalah enam desa yang

memiliki wilayah Hutan Desa di Kabupaten Ketapang. Hasil dari penyusunan RTHD

63

adalah rencana tentang apa saja yang akan dilakukan masyarakat selama 1 (satu)

tahun terhadap hasil yang didapat dari Hutan Desa.

Gambar 5.3

Proses : Finalisasi PerDes Hutan Desa

Finalisasi tentang PerDes Hutan Desa yang di pimpin oleh ketua ketua FFI bersama

dengan staf dari dinas kehutanan bagian pembinaan dan mengembangan hutan.

Sumber: Data FFI Tahun 2011

64

Gambar 5.4

Proses : Penyusunan RTHD

Penyusunan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) yang di ikuti oleh masyarakat

Desa Sungai Pelang, Desa Sungai Besar, Desa Tanjung Beulang, Desa Beringin

Rayo, Desa Laman Satong dan Desa Sebadak Rayo.

Sumber: Data FFI Tahun 2011

1.2 Bentuk Kegiatan

Bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh FFI dalam mewujudkan hutan desa adalah

dengan cara1;

1. Melaksanakan seminar, adapun beberapa seminar yang dilakukan LSM FFI antara lain:

a. Sosialisasi REDD di Ketapang Tahun 2008.

1 Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Ibu Rahmawati, Staff LSM FFI pada tanggal 18 mei 2011 dan

pelatihan pembuatan PerDes pada tanggal 28 mei s/d 30 mei 2011

65

Gambar 5.5

Sosialisasi REDD

Kegiatan sosialisasi Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD)

ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, Bappedas

dan LSM FFI.

Sumber: Data FFI Tahun 2008

b. Seminar “Hutan Desa” Sebagai Wujud Partisipatif Masyarakat dalam Implementasi

REDD di KalBar. Tanggal 12-13 April 2010.

Gambar 5.6

Seminar Hutan Desa

Seminar hutan desa yang di lakukan oleh LSM FFI dan Pemerintah Daerah. Seminar

ini diikuti oleh semua kalangan LSM yang ada di Kalimantan Barat. Seminar

dilaksanakan di Pontianak.

66

Sumber: Data FFI Tahun 2010

c. Seminar “Membangun Pemahaman Bersama Terhadap Keberadaan Orang Utan

Dalam Tata Kelola Perkebunan Sawit dan Pertambangan yang Berkelanjutan di

Kabupaten Ketapang KalBar”. Tanggal 19 Agustus 2010.

Gambar 5.7

Seminar

Seminar ini dilaksanakan di Kabupaten Ketapang yang diprakarsai oleh LSM FFI,

Pemerintah Kabupaten, Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan

Yayasan Palung.

Sumber: Data FFI Tahun 2010

d. Seminar FGD “Mencari Format Pengelolaan Perhutanan di KalBar”. Tanggal 11– 12

Agustus 2011.

67

Gambar 5.8

Seminar FGD

Seminar FGD ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan, LSM FFI dan Bappedas. Seminar

ini diikuti oleh semua LSM yang ada di Kalimantan Barat.

Sumber: Data FFI 2011

2. Pelatihan pembuatan Perdes

Pembentukan Lembaga Tata Kelola Hutan Desa terbentuk dimulai dengan

diadakannya seminar Pelatihan Pembentukan Lembaga Tata Kelola dan Penyusunan

Peraturan Desa pada tanggal 28 mei sampai dengan tanggal 30 mei 2011 bertempat di

gedung Bina Utama, Kabuaten Ketapang – Kalimantan Barat.

Dimulai dari pemaparan materi disertai dengan sesi tanya jawab oleh masyarakat

desa dan nara sumber dan diakhiri dengan pembuatan peraturan desa serta Lembaga

Kelola Hutan Desa. Dalam pelaksanaannya masyarakat desa dikelombokkan menjadi tiga

kelompok berdasarkan jarak antar desa masing- masing yang bertujuan untuk

mempermudah dalam gerak pengesahan peraturan desa. kelompok pertama: Desa Sungai

Pelang, Desa Pematang Gadung, Desa Sungai Besar. Kelompok dua : Desa Sungai

Beulang, Desa Beringin Rayo. Serta kelompok Ketiga : Desa Laman Satong, Desa

Sebadak Rayo.

68

Kelompok–kelompok yang telah terbentuk memiliki tugas untuk merembukkan

apa yang akan dilakukan mengacu pada pertanyaan 5 W dan 1 H. Setelah itu baru

adanya penyepakatan semua komponen guna terbentuknya Perdes yang memiliki fungsi

sebagai landasan dalam mengelola hutan desa, maka dalam hal ini masyarakat diberi

tenggang waktu dalam penyusunan draft atau perencanaan Perdes sesuai waktu yang

disepakati.

Maka dari itulah muncul Lembaga Tata Kelola Hutan Desa, yang berguna sebagai

pengontrol masyarakat desa sekitar hutan desa dalam mempergunakan hasil dari hutan

desa tersebut, karena hasil hutan desa adalah non-kayu sehingga tidak boleh dan tidak

akan ada perdagangan kayu dikemudian hari.

1.3 Usaha yang Dilakukan untuk terbentuknya Hutan Desa

1.3.1 Usaha yang dilakukan Pemerintah dan LSM

Adapun usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dan LSM FFI antara lain

:

1. Melakukan Pendekatan terhadap Stakeholder terkait. Selain melakukan

pendekatan dengan masyarakat, LSM FFI juga melakukan pendekatan

dengan Dinas Kehutanan Provinsi maupun Ketapang untuk ikut membantu

dalam pemberian sosialisasi dan pelatihan terkait Hutan Desa. Serta tak jarang

LSM FFI melibatkan keikutsertaan LSM lain untuk ikut dalam seminar

tentang Hutan Desa.

69

“Mengadakan pendekatan kepada semua stakeholder terkait,

baik masyarakat maupun pihak pemerintahan . Serta mengadakan

seminar dan pelatihan mengenai Hutan Desa.” (Rahmawati)2

2. Memberikan pelatihan kepada masyarakat desa tentang bagaimana menyusun

Perdes tentang hutan desa, serta mendampingi masyarakat desa dalam

menyusun Perdes. Sebagai salah tugas dari LSM FFI dalam melakukan

pendampingan kepada masyarakat desa terkhusus dalam program

pembentukkan Hutan Desa, LSM melakukan pelatihan pembuatan Perdes

Hutan Desa yang diikuti oleh perwakilan dari masing- masing Desa. Hal ini

bertujuan agar Perdes yang akan tersusun nantinya mewakili kebutuhan

masing-masing desa. Selain melakukan pelatihan pihak LSM juga melakukan

pendampingan pembuatan Perdes sehingga masyarakat membuat PerDes

sesuai dengan tata cara pembuatan Perdes dari Pemerintah Pusat dan Daerah,

namun tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Mengurus Perizinan Hutan Desa di Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

LSM bekerja sama dengan Dinas Kehutan Kabupaten dan Provinsi untuk

mengurus perizinan pembentukkan Hutan Desa ditingkat Pemerintahan

Daerah dan Pusat.

“Kami menjadi fasilitator ketika LSM FFI membuat seminar dan

pelatihan terkait program Hutan Desa. Serta mengurus perizinan

di Pemerintahan Daerah yaitu permintaan pengesahan wilayah

2 Hasil wawancara dengan Ibu Rahmawati, pada tanggal 10 September 2013

70

Hutan Desa kepada Gubernur. Selain itu kami juga mengurus

perizinan Hutan Desa di Pemerintahan Pusat”(Sri Mulyati)3

1.3.2 Usaha Masyarakat Desa

Adapun upaya masyarakar desa guna terlaksana atau terbentuknya hutan desa

antara lain:

1. Mengikuti seminar dan Pelatihan yang dilaksanakan oleh LSM FFI yang

terkait dengan Hutan Desa. Karena pada dasarnya masyarakat desa terkhusus

masyarakat Desa Sungai Pelang sangat tertarik dengan program

pembentukkan Hutan Desa yang dilaksanakan oleh LSM FFI, sehingga saat

LSM FFI mengadakan seminar dan pelatihan terkait tentang Hutan Desa,

masyarakat Desa Sungai Pelang mengikuti semua kegiatan.

“Respon masyarakat Desa Sungai Pelang terhadap pembentukan

Hutan Desa sangat Positif . Masyarakat Desa selalu mengikuti

semua seminar dan pelatihan mengenai Hutan Desa yang

diadakan oleh LSM FFI. “(Jaswadi)4

2. Membentuk LKHD Wana Gambut. Terbentuknya LKHD berawal dari

pelatihan pembuatan Perdes. Masyarakat dan LSM FFI merasa perlu untuk

.membuat suatu lembaga yang menangani semua urusan mengenai Hutan

Desa. Maka dari itu terbentuklah LKHD Wana Gambut di Desa Sungai

Pelang.

3. Menyusun Perdes Hutan Desa yang sesuai dengan kondisi hutan desa. LSM

FFI yakin, yang mengerti secara seksama tentang kondisi wilayah desa adalah

3 Hasil wawancara dengan Ibu Sri Mulyati, pada tanggal 27 Agustus 2013

4 Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013

71

masyarakat desa itu sendiri. Sehingga masyarakat Desa terkhusus Desa Sungai

Pelang menyusun PerDes yang mengatur Hutan Desa sendiri, namun tetap

diawasi oleh LSM FFI agar tidak melenceng dari yang seharusnya.

“Berawal dari adanya pelatihan pembuatan Perdes di tahun

2011, terbentuklah LKHD Wana Gambut ini. Guna mempermudah

pembuatan PerDes yang sesuai dengan kondisi Desa Sungai

Pelang . Selain itu LKHD ini berfungsi sebagai tempat untuk

mengurus semua hal yang terkait dengan pembentukkan Hutan

Desa dan sebagai pengontrol masyarakat sekitar Hutan Desa

dalam mempergunakan hasil Hutan Desa .”(Jaswadi)5

4. Melakukan komunikasi dengan pihak LSM FFI dan Dinas Kehutanan tentang

perkembangan perizinan Hutan Desa. Masyarakat desa melakukan

komunikasi guna mengetahui perkembangan perizinan Hutan Desa.

5. Membuat Proposal yang ditujukan kepada perusahaan untuk meminta dana.

Sebagai Ketua LKHD Wana Gambut, Bapak Jaswadi membuat proposal

secara individu yang diberikan kepada Perusahaan guna mendapatkan dana

untuk pengembangan Hutan Desa nantinya. Hal ini terjadi dikarenakan Bapak

Jaswadi merasa dana untuk Hutan Desa masih sangat minim, sehingga

dibutuhkan tambahan dana. Cara yang digunakan oleh Bapak Jaswadi adalah

dengan membuat proposal kepada perusahaan.

“Secara pribadi saya selaku ketua LKHD sudah membuat

proposal yang ditujukan kepada perusahaan guna mendapat

bantuan dana untuk pembentukan hutan desa. Untuk urusan

5 Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013

72

birokrasi ke Pemerintah, kami serahkan kepada LSM FFI dan

Dinas Kehutanan selaku fasilitator dan pihak yang berwenang

atas urusan birokrasi program Hutan Desa. Kami memantau

dengan terus melakukan komunikasi dengan kedua belah pihak

terkait dengan perkembangan pembentukan Hutan desa di Desa

Sungai Pelang ini.”(Jaswadi)6

Secara sadar atau tidak beberapa desa dari 6 (enam) desa yang ada sudah

menganggap hutan desa sangat penting bagi kelangsungan hidup dimasa

depan. Masyarakat desa tersebut berusaha untuk mewujudkan hutan desa

dengan semangat dan kerja keras serta bimbingan dari pemerintah dan

lembaga sosial yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup dan

kemasyarakatan.

Terkhusus Desa Sungai Pelang, menurut Bapak Jaswadi selaku ketua

dalam LKHD , sangat berharap agar hutan desa benar- benar dapat terwujud.

Karena selain dapat menambah pemasukkan masyarakat desa Sungai Pelang,

dapat menghijaukan Ketapang, sehingga masyarakat Ketapang tidak perlu lagi

merasa khawatir dengan perubahan iklim yang sangat drastis saat ini.

“Untuk saya pribadi saya memiliki keinginan untuk menjaga

hutan yang tersisa agar anak- anak saya nantinya dapat melihat

hutan sama seperti yang saya lihat waktu saya kecil. Masyarakat

desa yang lain pun memiliki tujuan yang sama dengan saya.

Namun, selain untuk melestarikan hutan yang masih tersisa,

6 Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013

73

mereka juga ingin menjadikan hutan desa sebagai penambah

ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu.” (Jaswadi)7

Strategi LSM dalam hal pembentukkan Hutan Desa berawal dari

sosialisasi REDD pada tahun 2008 di Pontianak, diikuti dengan seminar tentang

Hutan Desa pada tahun 2010. LSM FFI mulai melakukan sosialisasi pentingnya

terbentuknya Hutan Desa. Mulai dari musayawarah desa untuk menentukan batas

wilayah Hutan Desa di setiap desa dilakukan sendiri oleh LSM. Seminar serta

pelatihan yang dilakukan oleh LSM dibantu oleh Dinas Kehutanan yang diikuti

oleh masyarakat mengenai Hutan Desa selalu dikuti masyarakat desa. Akan tetapi

dalam kenyataannya, selama selang waktu 2 (dua) tahun dari tahun 2011 saat

pelatihan menyusun Perdes yang berfungsi sebagai salah satu syarat untuk

terbentuknya Hutan Desa sampai dengan akhir tahun 2013 masih belum

menunjukkan perkembangan terwujudnya Hutan Desa yang signifikan. Masalah

masih berada di aras Pemerintah Daerah dimana belum ditanda tanganinya surat

izin pembentukkan Hutan Desa terkhusus di Desa Sungai Pelang. Adapun

menurut Edward dan Hume (Fakih, 2004:2), salah satu faktor terpenting yang

menghambat serta kemampuan NGOs untuk berperan dalam perubahan sosial

global adalah kegagalan NGO sendiri dalam membuat jaringan antara kerja

mereka ditingkat mikro dengan sistem dan struktur makro yang lebih luas. Dalam

penelitian ini terlihat bahwa LSM telah berusaha untuk membantu masyarakat

dalam mewujudkan Hutan Desa, akan tetapi pihak Pemerintah Daerah masih lama

dalam sistem birokrasinya. Sehingga yang terlihat adalah kinerja kerja yang pasif

77

Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013

74

dari LSM, masyarakat desa serta Dinas Kehutanan sebagai pengurus sistem

birokrasi dalam perwujudan Hutan Desa. Pihak tersebut hanya menunggu surat

izin yang telah ditanda tangani oleh Gubernur tanpa melakukan sebuah tindakan

apapun untuk mempercepat izin keluar. Inilah yang menjadi kekurangan LSM

maupun Dinas Kehutanan dalam upaya pembentukkan Hutan Desa. Pemerintah

Daerah secara tidak langsung juga mempersulit perizinan tentang pembentukkan

Hutan Desa dengan cara belum menandatangani dokumen perizinan

pembentukkan Hutan Desa. Hal penting yang harus dilakukan oleh LSM FFI

sebagai penyelenggara pembentukkan Hutan Desa adalah berperan aktif dalam

melakukan pengecekkan terhadap pihak Pemerintahan Daerah tentang

perkembangan perizinan tersebut. Jika LSM FFI dan Dinas kehutanan masih

belum menunjukkan pergerakan yang signifikan dalam menangani perizinan

pembentukkan Hutan Desa, akan banyak spekulasi yang bermunculan tentang

tujuan diselenggarakannya program Hutan Desa di Kabupaten Ketapang

khususnya Desa Sungai Pelang.