Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
149
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan
Paparan data pondok pesantren Sidogiri (PPS) Pasuruan ini meliputi
kondisi umum PPS Pasuruan, nilai-nilai kewirausahaan di PPS Pasuruan,
proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di PPS Pasuruan, peran kiai,
pengurus, dan ustadz dalam internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di PPS
Pasuruan. Sedangkan temuan penelitiannya meliputi kondisi umum PPS
Pasuruan, nilai-nilai kewirausahaan di PPS Pasuruan, proses internalisasi nilai-
nilai kewirausahaan, peran kiai, pengurus dan ustadz, tingkat nilai
kewirausahaan santri setelah pembelajaran dan visi kewirausahaan santri.
1. Kondisi Umum dan Sejarah Singkat PPS Pasuruan
Bagian ini menjelaskan tentang kondisi umum PPS Pasuruan dari sudut
geografis, astronomis, topografis, demografis, dan sosial budaya, yang
terbagi atas keadaan umum dan sejarah singkat PPS Pasuruan.
a. Kondisi Umum PPS Pasuruan
Pondok pesantren Sidogiri Pasuruan terletak di Desa Sidogiri,
kecamatan Kraton, kabupaten Pasuruan, propinsi Jawa Timur, sekitar
lima kolometer arah Barat Daya dari kota Pasuruan. Letak geografi
150
kabupaten Pasuruan antara 112 0 33’ 55” hingga 113 30’ 37” Bujur
Timur dan antara 70 32’ 34” hingga 80 30’ 20” Lintang Selatan. Wilayah
kabupaten Pasuruan berbatasan dengan kabupaten Malang di bagian
Selatan, kabupaten Mojokerto, dan Sidoarjo di bagian Barat, kabupaten
Probolinggo di bagian Timur dan selat Madura di bagian Utara.
Kabupaten Pasuruan mempunyai luas wilayah 147,140,50 ha. (3,13%
luas Propinsi Jawa Timur) terdiri dari 24 kecamatan, 240 kelurahan, 341
desa dan 1.694 pedukuhan.1
Sebagai modal dasar pembangunan penduduk Kabupaten Pasuruan
relatif besar tercatat 1.455.536 jiwa dari laki-laki 720.012 jiwa dan
perempuan 735.524 jiwa dengan kepadatan 979 jiwa/km2. Keaneka
ragaman penduduk sebagian besar suku Jawa, suku Tengger dan
keturunan asing antara lain: Cina, Arab, India. Agama yang dianut Islam,
Kristen Protestan, Katholik, Budha dan Hindu. Mata pencaharian terdiri
dari: Pertanian (33,98%), industri pengolahan (24,69%), listrik, gas dan
air (0,41%), perdagangan, hotel dan restoran (17,79%), pertambangan
dan galian (0,38%). Bangunan (5,21%), keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan (0,33%), pengangkutan dan komunikasi (6,66%) serta jasa
(10,55%).2
1Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Timur Dalam Angka, Laporan BPS Jawa Timur, Tahun 2005 2Ibid
151
Tempat penelitian ini dilakukan di PPS Pasuruan, desa Sidogiri
kecamatan Keraton kabupaten Pasuruan. Pesantren ini menempati areal
kurang lebih sekitar tiga hektar terdiri atas pesantren putra dan pesantren
putri. Areal PPS Pasuruan diapit oleh perkampungan penduduk desa
Sidogiri yang padat dan dibelah oleh sungai dan dihubungkan dengan
jembatan, sehingga ada wilayah gedung Utara sungai dan wilayah
Selatan sungai. Sebagian besar areal gedung dan asrama ada di bagian
Utara sungai, sedangkan gedung pertemuan, kantor koperasi, ruang
belajar dan kantin santri ada di bagian Selatan.
Berdasarkan hasil observasi, bangunan gedung yang berada di
dalam areal pesantren Sidogiri terdiri dari: ndalem masha<yikh (rumah
para kiai), beberapa ndalem masha<yikh masih nampak sederhana dan
jauh dari kesan mewah, meskipun gedung tempat kegiatan santri sudah
cukup megah. Gedung Madrasah Miftahul Ulum (MMU) berlantai empat
yang megah dan berarsitektur modern, juga terdapat gedung asrama putra
yang diberi nama secara alpabet A sampai Z. Beberapa gedung asrama
masih terkesan merupakan bangunan lama, dan bangunan asrama putri.
Penulis tidak bisa masuk ke pesantren putri kerena ada keyakinan yang
diikuti oleh keluarga pesantren putri untuk tidak menerima tamu laki-
laki. Terdapat juga bangunan masjid Jami’ di tengah areal pesantren
berdekatan dengan kompleks makam para pendiri pesantren dan para
kerabat.
152
Selain itu masih terdapat beberapa gedung perkantoran yang
berdiri kantor baru dan lama PPS Pasuruan serta perpustakaan. Kantor
baru adalah sebuah gedung megah berlantai tiga dengan arsitektur
modern, menghadap ke Utara tepat berhadapan dengan lapangan desa
Sidogiri. Kantor lama berada di areal dalam pesantren berdekatan dengan
koperasi dan perpustakaan. Balai pengobatan yang terletak berada di luar
areal asrama santri. Gedung koperasi dan beberapa gedung lainnya, baik
yang ada di luar maupun di dalam areal pesantren. Terdapat pula lahan
tempat parkir dan bangunan kamar mandi.
Gedung lainnya adalah balai tamu atau gedung pertemuan santri
dengan wali santri, terdapat juga nampak jalan dapur umum. Dalam
denah juga terdapat jalan desa, jalan pesantren, sungai dan pagar. Di luar
pagar juga terdapat fasilitas pesantren seperti koperasi untuk masyarakat
umum, balai pengobatan untuk santri dan masyarakat, serta lapangan
olah raga yang berada tepat di depan kantor pusat PPS Pasuruan.
Berdasarkan hasil survai, situasi umum PPS Pasuruan tersebut
tergolong relatif bersih meskipun belum seluruhnya rapi. Tentang
kerapian ini penulis mewancarai salah satu alumni tahun 1999 yakni
ustadz Mujib Amar yang sekarang menjadi salah satu pengelola filial
(cabang) PPS di desa Karang Panas, kecamatan Pasrepan kabupaten
Pasuruan. Petikan hasil wawancaranya pada tanggal 4 Januari 2013
sebagai berikut:
153
Siyen niku miturut riwayate, pondok Sidogiri niku asramane ndamel angkring, dados santri ndamel angkring piyambak-piyambak, serto dangu-dangu mboten muat, lajeng ndamel asrama putra. Dangu-dangu nggih mboten muat, lajenmg dipun tingkat. Mulane susun bangunan asramane mboten urut koyo gambar, pokoke cekap mawon. (Terjemahan: Dulu menurut riwayatya, Pondok Pesanten Sidogiri itu asramanya menggunakan angkring, jadi santri membuat angkring sendiri-sendiri. sehingga lama-kelamaan tidak muat, kemudian membuat asrama putra. Lama-kelamaan juga tidak muat, kemudian ditingkat. Oleh karenanya bangunan asramanya tidak urut seperti gambar, yang penting cukup saja.3
Meskipun pesantren ini memiliki santri putra dan putri yang
tinggal di asrama hampir 10.000 orang. Jika ditambah dengan santri
kalong (santri yang tidak bermukim di asrama) maka jumlah santri putra
dan putri hampir 12.500 orang, dengan dukungan sekitar 300 guru atau
ustadz, namun kebersihan masih nampak terjaga. Data santri berdasarkan
konsulat dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1: Data Santri Putra PPS Pasuruan menurut Konsulat
tahun 1432 H/2012 M
No Asal Daerah Jml Santri No Asal Daerah Jml Santri
1 Banyuwangi 41 13 Pamekasan 166
2 Jember 258 14 Sumenep 131
3 Situbondo 105 15 Jawa Tengah 19
4 Lumajang 160 16 Jawa Barat 13
5 Probolinggo 106 17 DKI Jakarta 30
6 Pasuruan 294 18 Sumatra 17
7 Malang 775 19 Sulawesi 16
3 Mujib Amar, Wawancara (Pengelolah filial PPS), Pasuruan, 4 Januari 2013
154
8 Sidoarjo 208 20 Kalimantan 61
9 Surabaya 60 21 Bali 141
10 Gresik 109 22 Nusa Tenggara 13
11 Bangkalan 109 23 Luar Negeri 2
12 Sampang 458 24 Lain-lain 27
Jumlah 4.229
(Sumber: Dokumentasi Pengurus PPS tahun 1433 H/2012 M,)
Sedangkan berdasarkan pada data keluar masuknya santri pondok
pesantren Sidogiri ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2: Daftar Santri Baru, Aktif dan Berhenti PPS Pasuruan
tahun 1433 H/2012 M.
No Status Santri PPS Luar PPS Jumlah
1 Santri Baru 815 113 928
2 Santri Aktif 4261 394 4655
3 Santri Boyong 489 - 4166
Sumber: Dokumen Kantor Pusat PPS tahun 1433 H./2012 M.
Sebagaimana pendidikan pesantren pada umumnya, maka kiai,
ustadz, pengurus dan santri tinggal bersama dalam satu kesatuan areal
yang disebut pesantren. Kecuali hari libur, aktifitas berlangsung selama
24 jam secara terus menerus sesuai jadwal kegiatan di PPS Pasuruan.
Asrama santri di PPS Pasuruan diistilahkan dengan daerah.
Daerah adalah “rumah” para santri untuk istira<h} dan melepas lelah
sekaligus sebagai “rumah” untuk mengamalkan pengetahuan yang
didapat dari pedidikan madrasiyah dan pendidikan ma’hadiyah. Di
155
daerahnya masing-masing para santri menerima bimbingan secara
khusus, meliputi bimbingan beribadah secara istiqomah, muthalaah,
hidup bersih dan sehat, dan berprilaku sesuai dengan teladan para ulama
dan masha<yikh.
Berdasarkan obervasi mendalam, bahwa sampai saat ini PPS
Pasuruan memiliki 13 daerah atau pemukiman santri, yaitu daerah A
sampai L dan Z. Enam diantaranya adalah daerah khusus, yaitu daerah A,
khusus tahfidzul Qur’an, daerah J, khusus santri kelas 3 Ibtidaiyah dan
kelas 4 Istidadiyah ke bawah, daearah K, L, dan E, khusus santri
berbahasa inggris dan arab, dan daerah Z, khusus karyawan kopontren
Sidogiri.
Walaupun disebut sebagai daerah khusus, keenam daerah itu juga
memiliki fungsi serupa dengan daerah lainnya, yakni tempat
mengamalkan ilmu sehingga menjadi pribadi yang termasuk ‘iba<dilla<h as}
s}a<lihi<n (hamba Allah yang baik). Dan berdasarkan hasil wawancara
dengan ustadz Abdullah Nur tentang daerah Z pada tanggal 4 Januari
2013, beliau mengatakan sebagai berikut:
Meskipun daerah Z termasuk daerah khusus untuk karyawan kopontren Sidogiri, santri di daerah ini juga harus mengikuti kegiatan sebagaimana yang telah digariskan PPS, dan daerah Z khusus untuk asrama santri yang menjadi karyawan, dengan demikian diharapkan santri lebih fokus di dalam mengembangkan tugasnya.4
4 Abdullah Nur, Wawancara, (Staf Administrasi), 4 Januari 2013
156
Untuk mengetahui jumlah penghuni santri PPS Pasuruan
berdasarkan daerah, dapat dijelaskan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.: Jumlah Santri PPS Pasuruan Berdasarkan Daerah
Tahun 1433/2012
(Dokumentasi : Data di kantor PPS Th. 1433H/2012)
Adapun jumlah santri PPS Pasuruan berdasarkan data di MMU
baik pada tingkat Istidadiyah, Ibtidaiyyah, Tsanawiyah maupun Aliyah
dapat dijelaskan berikut ini:
Tabel 4.4: Jumlah Total Murid MMU PPS Pasuruan
Tahun Pelajaran 1432 H.-1433 H.
(Sumber: Dokumentasi Kantor Pusat PPS tahun 1433 H./2012M.
157
PPS Pasuruan terletak di daerah yang subur dengan komoditas
utama adalah hasil pertanian dan perkebunan. Berdasarkan hasil
observasi, tanaman yang nampak di sepanjang jalan menuju pesantren
Sidogiri adalah tebu, padi dan tanaman sayur-mayur milik penduduk.
Desa Sidogiri sendiri merupakan ciri desa yang mulai beralih menuju
tradisi menuju desa industri dan perdagangan.
Secara geografis desa Sidogiri berbatasan dengan desa Ngempet
di sebelah Utara, desa Jeruk di sebelah Selatan, desa Geneng Waru di
sebelah Barat dan desa Dompo Klampisan di sebelah Timur. Secara
geografis, desa ini tergolong padat penduduk dengan mayoritas penduduk
beragama Islam dengan ciri khas warga nahdiyi<n. Ciri khas sebagai
warga nahdiyi<n ini dapat diketahui dari tata cara berpakaian dan ibadah
amaliyah. Seperti berpakaian sarung bagi kaum laki-laki, berkerudung
bagi kaum perempuan. Selama beberapa kali mengikuti ibadah di sekitar
pesantren juga menunjukan tata cara ibadah amaliyah bermazhab ahlus
sunnah wal jamaah, seperti membaca basmalah terdengar keras sebelum
bacaan fatihah dalam shalat berjamaah, membaca doa qunut pada shalat
shubuh dan membaca wirid secara berjamaah sesudah shalat maktu<bah
atau shalat fardu berjamaah. Tradisi ibadah yang dilakukan oleh warga
sekitar pesantren Sidogiri ini adalah tradisi ibadah yang biasa dilakukan
oleh umat Islam bermazhab sya<fi’iyah.
158
Secara etnografis, mayoritas penduduk desa Sidogiri terdiri dari
suku bangsa Jawa, suku bangsa Madura. Bahasa pergaulan yang
digunakan adalah bahasa Jawa, bahasa Madura dan menggunakan bahasa
Indonesia kepada tamu atau orang baru. Sedangkan bahasa yang
digunakan santri di dalam pesantren adalah bahasa Indonesia, bahasa
Jawa, bahasa madura dan bahasa arab. Sementara bahasa inggris
diajarkan dalam kegiatan belajar santri.
Berdasarkan hasil observasi, infrastruktur desa Sidogiri sudah
cukup baik, hal ini bisa dilihat dari beberapa unsur fasilitas seperti jalan,
jembatan, dan fasilitas umum seperti pasar, lembaga keuangan, pusat
pertokoan, sarana ibadah dan sekolah. Seperti contoh, jalur jalan yang
menghubungkan antara kota Pasuruan lewat Warungdowo dan ke
Sidogiri sudah terbuat dari aspal kualitas tinggi. Begitu pula jalur jalan
poros yang menghubungkan Sidogiri dengan kota kecamatan Keraton
dan jalur Pasuruan Surabaya masih sangat baik. Hanya arus lalu lintas
yang padat menuju pesantren Sidogiri menyebabkan arus jalan perlu
diperbesar. Begitu juga jembatan yang ada di sekitar timur UGT terasa
sempit karena banyaknya kendaraan yang menuju ke pesantren. Padatnya
arus lalu lintas menuju pesantren Sidogiri menunjukan bahwa pesantren
menjadi salah satu kegiatan penduduk dan menjadi salah satu pusat
pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di desa Sidogiri.
159
Penduduk desa Sidogiri tergolong penduduk yang ramah dan
terbuka kepada orang yang baru dikenal. Ini dapat dipahami karena
keberadaan pesantren Sidogiri telah menyebabkan ribuan orang datang
ke Sidogiri setiap hari. Berikut ini penuturan bapak Syamsi warga pinggir
jalan raya menuju pesantren Sidogiri yang telah berhasil diwawancarai
penulis pada tanggal 7 Januari 2013 bapak Syamsi mengatakan:
“Awit siyen ngriki niki rame mas, nggih santri, nggih wali santri, nggih tiyang nyambut damel, tumplek blek” ( Terjemah: Sejak dulu di sini itu ramai mas, ya santri, ya wali santri, ya orang yang bekerja, semuanya di sini).5
Ketika penulis bertanya pada tanggal 7 Januari 2013 tentang
bagaimana sikap penduduk sekitar pesantren terhadap santri dan orang
baru di sini, bapak Shodik menjawab:
“nek tiyang ngriki mpun biasa kaleh tiyang enggal, sebab kawit siyen daerah ngriki dados jujukan tiyang tebih-tebih. kulo piyambak remen, nek katah santri kan katah tiyang, dodolan ugi dados laris, hehehe..... santri ngriki sae-sae kaleh tiyang ndeso”. (Kalau orang sini sudah biasa dengan orang baru, sebab sejak dulu daerah sini itu menjadi tujuannya orang dari jauh-jauh. Saya sendiri senang, kalau banyak santri berarti banyak orang, jualan juga menjadi ramai, he,he,he ...... santri di sini itu baik-baik dengan orang desa )”.6
Dari petikan wawancara ini menunjukan telah terjalin hubungan
baik antara masyarakat sekitar dengan PPS Pasuruan sehingga
masyarakat setempat bersikap baik kepada warga pesantren. Hasil
5 Syamsi, Wawancara (Warga pinggir jalan raya), Pasuruan, 7 Januari 2013 6 Shodik, Wawancara (Warga pinggir jalan raya), Pasuruan,7 Januari 2013
160
observasi juga menunjukan kegiatan ekonomi PPS Pasuruan melibatkan
warga masyarakat, baik di lingkungan pesantren, lingkungan kecamatan
keraton, lingkungan kabupaten Pasuruan, maupun lingkungan propinsi
Jawa Timur. Ini bisa dibuktikan dari beberapa cabang usaha pesantren ini
ada di beberapa kabupaten di wilayah propinsi Jawa Timur, seperti
Banyuwangi, Jember, Probolinggo, Malang, dan beberapa kabupaten di
wilayah Madura.
Dan penanggung jawab dari usaha-usaha tersebut adalah para
santri untuk usaha yang di dalam lingkungan pesantren. Sedangkan usaha
yang di luar pesantren adalah para alumni dan keberadaan unit-unit usaha
tersebut sekaligus sebagai media dalam pembelajaran santri untuk
menjadi seorang entrepreneur sukses.
Interpretasi
Berdasarkan paparan di atas, bahwa PPS Pasuruan adalah pesantren
yang hidup di lingkungan masyarakat agraris dengan budaya Jawa dan
Madura sebagai pendukungnya. Meskipun begitu pendiri pesantren adalah
keturunan Arab dan Sunda karena berasal dari Cirebon. Jika dilihat dari
daerah asal santri, menunjukan bahwa PPS Pasuruan adalah pesantren yang
multikultural dan multi etnis. Sebagai pesantren tradisional, keberadaan PPS
161
Pasuruan diterima dengan baik oleh masyarakat karena memberikan peran
penting bagi pengembangan masyarakat setempat.
PPS Pasuruan terletak di daerah yang subur dengan komoditas utama
adalah hasil pertanian dan perkebunan. Penduduk desa Sidogiri tergolong
penduduk yang ramah dan terbuka kepada orang yang baru dikenal. Ini dapat
dipahami karena keberadaan pesantren Sidogiri telah menyebabkan ribuan
orang datang ke Sidogiri setiap hari. Secara geografis, desa Sidogiri tergolong
padat penduduk dengan mayoritas penduduk beragama Islam dengan ciri khas
warga nahdiyi<n. Ciri khas sebagai warga nahdiyi<n ini dapat diketahui dari
tata cara berpakaian dan ‘iba<dah ‘ama<liyah. Seperti berpakaian sarung bagi
kaum laki-laki, berkerudung bagi kaum perempuan. Selama beberapa kali
mengikuti ibadah di sekitar pesantren juga menunjukan tata cara ibadah
amaliyah bermadzab ahlus sunnah wal jamaah.
b. Sejarah Singkat PPS Pasuruan
PPS Pasuruan adalah pesantren tua yang sudah berumur hampir
tiga abad. Berdasarkan bukti-bukti yang ada PPS Pasuruan didirikan
pada tahun 1745 M atau 1158 H. Sehingga pada tahun 2013 ini genap
berusia 268 tahun. Pesantren ini didirikan di tengah hutan di salah satu
wilayah bagian barat kabupaten Pasuruan proponsi Jawa Timur. Belum
ditemukan adanya bukti tertulis yang bisa dijadikan sumber data tentang
pendirian PPS Pasuruan. Sampai bagian ini ditulis peneliti hanya
menemukan dua data, satu data dalam laporan pengurus tahun 2009 atau
162
periode 1429-1430 H, dan data tulisan di website pesantren yang
diunduh penulis pada tanggal 12 Januari 2013 tentang pendirian PPS
Pasuruan. Dalam laporan yang ditulis oleh pengurus pesantren dijelaskan
sebagai berikut:
Ada dua versi tentang tahun sejarah berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri. Dalam suatu catatan yang ditulis oleh panca warga (Bani KH. Nawawie bin Nur Hasan) dan ditandatangani oleh al-Maghfurlah KH. Nurhasan Nawawie, KH. Cholil Nawawie dan KA. Sa’doellah Nawawie tertanggal 29 Oktober 1963, disebutkan bahwa PPS Pasuruan mulai berdiri pada tahun 1718 M. Dengan demikian, sampai saat ini berarti usia PPS Pasuruan telah mencapai usia 285 tahun. Tetapi dalam surat yang lain (1971) yang ditandatangani oleh al-Marhum KA.Sa’doellah Nawawie tertulis, bahwa tahun tersebut merupakan hari ulang tahun PPS Pasuruan yang ke 226, dengan demikian PPS Pasuruan (versi terakhir) berdiri pada tahun 1745. Dan versi terakhir inilah yang dibuat standart peringatan hari jadi atau ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri. Menurut penjelasan dari Syaikhina al-Karim al-Maghfurlah KH. Hasani bin Nawawie bin Noerhasan, bahwa PPS Pasuruan didirikan atas dasar taqwallah seperti halnya masjid di-ta’sis. Allah SWT berfirman ;“Sesungguhnya masjid itu dibangun atas dasar taqwa”.7
Sedangkan keterangan dalam website Sidogiri yang lain juga
diunduh penulis pada tanggal 12 Januari 2013 disebutkan bahwa:
Sejarah pendirian PPS Pasuruan adalah di awali dari keadaan dua setengah abad yang lalu,di mana ada seorang pemuda perantau dari Cirebon Jawa Barat yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah Sidogiri dan saat itu kondisinya masih berupa hutan belantara, pemuda itu bernama Sayid Sulaiman, seorang putra pertama pasangan Sayid Abdurrahman bin Umar ba Syaiban dan Syarifah Khadijah binti Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Konon, selama 40 hari Mbah Sayyid (nama akrab Sayyid Sulaiman) berperang melawan jin dan para dedemit. Dengan ditemani oleh
7 Website, www.sidogiri.com., 12 Januari 2013
163
salah seorang santrinya yang bernama Aminulloh yang berasal dari pulau Bawean, beliau akhirnya sukses mendirikan sebuah pesantren kecil yang diberi nama Sidogiri.8
Berdasarkan catatan tersebut, maka PPS Pasuruan didirikan pada
tahun 1975 M. oleh Sayid Sulaiman. Kepemimpinan pesantren kemudian
dilanjutkan oleh beberapa keturunan. Berdasarkan sumber dokumen
pesantren, sampai sekarang sudah keturunan yang ke sembilan. Secara
berurutan kiai yang menjadi pengasuh adalah sebagai berikut: Sayid
Sulaiman (wafat 1766) dilanjutkan KH Aminullah (wafat akhir 1700-
an/awal 1800-an), dilanjutkan KH Abu Dzarrin (wafat 1800-an)
kemudian KH Mahalli (wafat 1800-an). Selanjutnya pengasuh pesantren
dilanjutkan oleh KH Noerhasan bin Noerkhotim (wafat pertengahan
1800-an) dan kemudian diteruskan oleh KH Bahar bin Noerhasan (wafat
awal 1900-an). Selanjutnya yang menjadi pengasuh adalah KH Nawawie
bin Noerhasan (wafat 1929) dan dilanjutkan oleh KH Abd Adzim Bin
Oerip (wafat 1959). Tahun 1959 kepemimpinan dilanjutkan KH Abd
Djalil bin Fadlil (wafat 1947). Setelah wafatnya KH Abd Djalil bin
Fadlil, pengasuhan pesantren dilanjutkan oleh KH Cholil Nawawie
(wafat 1978). Tahun 1978 pengasuhan pesanten duilanjutkan oleh KH
Abd Alim Abd Djalil (wafat 2005). Selanjutnya sejak tahun 2005 sampai
sekarang pengasuh pondok pesantren Sidogiri Pasuruan adalah KH A
8Ibid, 12 Januari 2013
164
Nawawi Abd Djalil. Bukti dari susunan pengasuhan ini dapat dibaca
pada tulisan pada website pesantren dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.5: Urutan Nama Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan
Tahun 1433 H./2012 M.
No Nama Pengasuh Tahun Pengasuhan
Wafat
1 Sayid Sulaiman 1745 – 1766 1766
2 KH Aminullah 1766 – 1800* 1800
3 KH Abu Dzarrin 1766 – 1800* 1800
4 KH Mahalli 1766 – 1800* 1800
5 KH Noerhasan bin Noerkhotim 1766 – 1800* 1800
6 KH Bahar bin Noerhasan 1800 – 1920 1920
7 KH Nawawie bin Noerhasan 1920 – 1929 1929
8 KH Abd Adzim Bin Oerip 1929 – 1947 1947
9 KH Abd Djalil bin Fadlil 1947 – 1959 1959
10 KH Cholil Nawawie 1959 – 1978 1978
11 KH Abd Alim Abd Djalil 1978 – 2005 2005
12 KH A Nawawi Abd Djalil 2005 – sekarang -
*Sejak wafatnya Sayyid Sulaiman pengasuhan pesantren diteruskan oleh keempat kiai, tetapi belum ditemukan angka tahun yang pasti. (Sumber: Dokumen PPS tahun 1433 H./2012 M.)
Pada perkembangannya, pesantren ini dipimpin secara kolektif.
Artinya keputusan tertinggi berada di tangan musyawarah. Majlis
Musyawarah keluarga ini diberi nama Majlis Keluarga. Majlis ini
dibentuk dalam rangka melestarikan asas, ideologi, dan keberadaan
165
pesantren. Tentang keberadaan Majlis Keluarga ini berikut kutipan dari
website Sidogiri tanggal 12 Januari 2023:
........... Setelah tiga anggota panca warga wafat, KH Siradj Nawawie mempunyai gagasan untuk membentuk wadah baru. Maka dibentuklah organisasi pengganti yang diberi nama “Majelis Keluarga”, dengan anggota terdiri dari cucu-cucu laki-laki KH Nawawi bin Noerhasan. Rais Majelis Keluarga pertama sekaligus pengasuh adalah KH Abd Alim Abd Djalil. Sedangkan KH Siradj Nawawi dan KH Hasani Nawawi sebagai Penasehat.9
Pada saat penelitian ini dilakukan, Majlis Keluarga PPS Pasuruan
terdiri dari enam orang kiai yaitu : (1) KH. A. Nawawi Abd. Djalil,
selaku Anggota dan Pengasuh. (2) Mas’ud. Nawawi Sadoellah, selaku
Katib dan Anggota, (3) KH. Fuad Noerhasan, Anggota, (4) KH. Abdullah
Syaukat Siradj, Anggota, (5) KH. Abd. Karim Thoyyib, Anggota, dan (6)
H. Bahruddin Thoyyib, selaku Anggota.
Selain Majlis Keluarga juga memiliki kelengkapan lembaga yang
disebut pengurus Harian. Pengurus Harian terdiri dari delapan orang
yakni H. Burhanuddin Thoyyib selaku Ketua Umum, d. Nawawy
Sadoellah selaku Wakil Ketua, A. Saifullah Nadji selaku Sekretaris
Umum, H.M. Kholil Rachman Abd. Karim selaku Bendahara Umum,
H.M. Aminullah Bq selaku Wakil Ketua I, H. Mahmud Ali Zain selaku
Wakil Ketua II, H.M. Masykuri Abdurrahman selaku Wakil Ketua III
dan H. Nurhasan Ghozi selaku Wakil Ketua IV.
9 Website, www.sidogiri.com., 12 Januari 2013
166
Dalam menjalankan fungsi dan perananya sebagai pengurus
pesantren, para pengurus menggunakan sistem pembagian tugas yang
sangat jelas yang didelegasikan berdasarkan keputusan pengurus.
Sebagai kepanjangan fungsi manajemen, pengurus membentuk pengurus
pleno dikoordinasikan oleh pengurus Harian pesantren. Bentuk
pelaksanaan fungsi manajemen di PPS Pasuruan ini telah mengantarkan
pesantren menjadi lembaga dengan sistem manajemen yang mapan.
Gambar 4.1:
Tentang Struktur Organisasi Kepengurusan PPS Pasuruan Priode 1432 H-1436 H.
(Sumber : Dokumentasi Kantor Pusat PPS tahun 1433 H/2012 M.)
Adapun visi dan misi PPS Pasuruan, sebagaimana hasil wawancara
penulis dengan salah seorang alumni madrasah Aliyah tahun 2006 yang
sekarang menjadi salah satu staf administrasi umum yakni ustadz
Abdullah Nur dalam wawancara pada tanggal 7 Januari 2013 sebagai
berikut:
167
................ bahwa PPS Pasuruan memiliki visi besar, di mana visi besarnya itu adalah mencetak santri sebagai iba<dilla<his s{a<lih{i<n (yang disebut dengan santri hakiki). Dari visi besar tersebut tertuang menjadi visi yang ada diberbagai instansi atau sub instansi yang ada di pondok pesantren Sidogiri. Sedangkan visi instansi atau sub instansi diterjemahkan ke dalam buku program kegiatan pengurus. Sedangkan tujuan pondok pesantren Sidogiri Pasuruan adalah mencetak santri yang kelak menjadi hamba Allah yang sholih. 10
Dari hasil wawancara tersebut dapat penulis jelaskan mengenai visi
dan misi PPS Pasuruan sebagai berikut: Visi PPS Pasuruan adalah
mencetak santri sebagai ‘Iba<dilla<his s}a<lih}i<n (santri hakiki). Sedangkan
misinya adalah tertuang menjadi visi yang ada di berbagai instansi atau
sub instansi yang ada di PPS Pasuruan. Visi instansi atau sub instansi
diterjemahkan ke dalam buku program kegiatan pengurus. Sedangkan
tujuan PPS Pasuruan adalah mencetak santri yang kelak menjadi hamba
Allah yang shalih
Interpretasi
Berdasarkan paparan di atas, dapat penulis gambarkan bahwa PPS
Pasuruan adalah pesantren yang sudah berpengalaman ratusan tahun dalam
mengelola manajemen pesantren. Pengalaman bertahun-tahun itu telah
mengantar para kiai, pengurus, ustadz dan komunitas pesantren semakin
memiliki kearifan dalam mengelola pesantren. Beberapa kearifan yang dapat
10 Abdullah Nur, Wawancara (Staf sdministrasi), Pasuruan, 7 Januari 2013
168
dilihat adalah munculnya budaya demokrasi dalam pesantren, munculnya
manajemen modern dalam pengelolaan pesantren, terbukanya terhadap
perubahan jaman namun masih dipegang teguh nilai dan tradisi kuno yang
baik dan upaya mempersiapkan santri dalam menghadapi kompetisi dunia
kerja sebagai akibat dari perkembangan ekonomi gelobal.
Tumbuhnya budaya demokrasi di PPS Pasuruan dapat dilihat dari
adanya Majlis Kelurga sebagai lembaga permusyawaratan para kiai dan
keluarga pendiri pesantren. Majlis Keluarga dipimpin oleh pengasuh
pesantren yang penunjukannya juga melalui rapat majlis. Majlis Keluarga
memberikan mandat kepada pengasuh untuk menyelenggarakan fungsi
manajemen pesantren. Pengurus adalah mandataris Majlis Keluarga.
Pengurus bekerja berdasarkan peraturan yang sudah dibuat oleh pesantren.
Dalam menjalankan fungsi dan perananya sebagai pengurus, para
pengurus menggunakan sistem pembagian tugas yang sangat jelas yang
didelegasikan berdasarkan keputusan pengurus. Sebagai kepanjangan fungsi
manajemen, pengurus membentuk pengurus pleno dikoordinasikan oleh
pengurus harian. Bentuk pelaksanaan fungsi manajemen di PPS Pasuruan ini
telah mengantarkan pesantren menjadi lembaga dengan sistem manajemen
modern.
PPS Pasuruan juga terbuka dalam hal-hal baru, baik ilmu
pengetahuan, tehnologi maupun budaya. Dalam hal ilmu pengetahuan,
pengurus bersama ustadz merumuskan mata pelajaran tambahan sebagai
169
bekal kepada santri. Beberapa ilmu pengetahuan yang masuk dan menjadi
mata pelajaran adalah ilmu ekonomi syariah, sosiologi, ilmu bahasa, ilmu
pendidikan dan ilmu jiwa dan jurnalistik. Sedangkan teknologi yang juga
diterima adalah teknologi informasi dan teknologi produksi.
2. Nilai-nilai Kewirausahaan di PPS Pasuruan
a. Nilai-nilai kewirausahaan yang dimiliki santri
Dalam proses penerimaan santri baru yang bukan dari PPS
Pasuruan, di pesantren ini menggunakan sistem tes untuk mengetahui
kemampuan dasar mereka, sehingga tidak semua santri akan langsung
bisa belajar di kelas reguler, mereka harus masuk ditempatkan di kelas
khusus untuk menyesuaikan kemampuannya tersebut yaitu tingkat
Istidadiyah selama satu tahun, setelah itu baru akan ditetukan jenjang
pendidikan yang akan diikuti sesuai dengan kemampuan santri. Hal ini
sebagaimana yang disampaikan oleh staf Humas dan Informasi ustadz
Abdullah Nur pada tanggal 14 Januari 2013 sebagai berikut:
Ketika santri masuk di pesanten Sidogiri mereka semua wajib mengikuti program pendidikan Istidadiyah atau Itidadiyah selama satu tahun sebelum mereka dites untuk masuk pada jenjang pendidikan mana yang akan diikuti. Untuk masalah kelulusan santri baru semuanya diabaikan. Bisa jadi santri yang asalnya sudah lulus dari tingkat SMA setelah mengikuti program tersebut dan dites akan masuk di jenjang pendidikan Istidaiyah kelas 4 misalnya. Dan sebaliknya santri baru yang lulus SD bisa masuk di jenjang pendidikan Ibtidaiyyah kelas 5. Hal ini yang menjadi tolok ukurnya
170
adalah kemampuan calon santri dalam menguasai materi ujian dan pendidikan selama di rumah.11
Dan berdasarkan pengamatan peneliti bahwa yang menjadi
pertimbangan utama dalam penerimaan santri adalah kemauan dan minat
santri selain juga kemampuan setelah mengikuti program Istidadiyah. Hal
ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua LAZISWA PPS Pasuruan ustadz
Zaini Alwi pada tanggal 23 Januari 2013 sebagai berikut:
............ memang santri baru sebelum mereka memasuki jenjang pendidikan yang akan diikiuti mereka harus dimasukkan pada program Istidadiyyah atau Itidadiyah selama satu tahun tidak peduli, lulusan dari manapun dan dari jenjang pendidikan apapun. Setelah itu baru di tes untuk menentukan jenjang pendidikan mana yang harus diikuti dan kelas berapa. Namun sering kali kita temui walaupun asalnya bagus prestasinya namun karena kurang dalam bakat dan minatnya dalam mengikuti program Istidadiyah, akhirnya mereka masuk jenjang pendidikan yang lebih rendah.12
Demikian juga berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti
atas dokumen data santri yang masuk sebagai santri baru, memang
memperlihatkan bahwa prestasi akademik calon santri biasa-biasa saja,
sebagaimana juga yang disampaikan oleh ustadz M. Ali Wafa pada
tanggal 23 Januari 2013 sebagai berikut:
Kebanyakan santri yang masuk di pondok pesantren Sidogiri ini lulusan Sekolah Dasar atau madasah Ibtidaiyah dan sebagian lulusan SMP atau madrasah Tsanawiyah, kalau ada yang yang lulusan madrasah Aliyah atau SMA itu sedikit sekali. Melihat
11 Abdullah Nur, Wawancara, (Staf Administrasi Umum), 14 Januari 2013 12 Zaini Alwi, Wawancara (wakil ketua LAISWA), Pasuruan , 23 Januari 2013
171
dari hasil nilai ijazahnya, rata-rata biasa-biasa saja. Dan memang bukan nilai ijazah itu yang menjadi ukuran masuk tidaknya di di pesantren ini tapi bakat minatnya yang paling penting dan pengetahuan dasar agamanya yang akan menentukan mereka masuk di jenjang pendidikan yang ada di pesantrenn setelah mereka masuk program Istidadiyah selama satu tahun.13
Informasi itu mengindikasikan bahwa santri yang masuk di PPS
Pasuruan adalah anak yang prestasinya biasa-biasa saja dan yang paling
pokok untuk dinilai adalah penegetahuan agama dasar dan bacaan al-
qur’an. Hal senada juga dituturkan oleh ustadz Fathurrahman yang juga
alumni pesantren Sidogiri yang sekarang menjadi Kepala DKS Surabaya
pada tanggal 23 Januari 2013, sebagai berikut:
Sejak saya mengajar di pesantren Sidogiri mulai tahun 2002 sampai saat ini bahkan ketika saya menjadi santri di sini yakni tahun 1987 proses penerimaan santri pada dasarnya tidak ada seleksi yang sifatnya menentukan masuk tidaknya santri di pesantren ini, namun hanya untuk menentukan masuk di jenjang pendidikan apa dan di kelas berapa, sehingga yang diujikan adalah materi-materi yang sifatnya dasar misalnya baca tulis Al-Qur’an, ilmu tajwidnya, sedikit mengenai ilmu alatnya dan sebagainya. Sebab yang paling penting adalah kemauan yang tinggi untuk menuntut ilmu.14
Dari hasil wawancara peneliti dengan para responden jelas
mengindikasikan bahwa proses penerimaan santri baru yang ada di PPS
Pasuruan ini tidak jauh berbeda dengan pesantren salaf lainnya dimana
penerimaan santri didasarkan pada keinginan yang kuat dalam mencari 13 M. Ali Wafa, Wawancara ( Pengurus PPS), Pasuruan, 23 Januari 2013 14 Fathurrahman, Wawancara (Kepala DKS Surabaya), Pasuruan, 23 Januari 2013
172
ilmu agama, selain pengetahuan dasarnya tentang pemahaman agama dan
kemampuan baca tulis Al-Qur’an.
Namun demikian ketika peneliti menanyakan kepada salah satu
pengurus Pleno Wakil Ketua II ustadz Moh. Muchlis MH. tentang latar
belakang mereka, rata-rata mereka masuk ke pesantren karena dorongan
orang tua yang kuat, selain karena keinginannya untuk mendalami ilmu
agama. Sebagaimana ungkapan beliau pada tanggal 24 Januari 2013
kepada penulis sebagai berikut:
Rata-rata santri yang masuk di pesanten Sidogiri ini motivasi utamanya adalah dorongan orang tua yang sangat kuat. Karena mereka masuk ke pesantren ini rata-rata masih kecil dan belum memikirkan masa depannya, sehingga orang tualah yang mengarahkan mereka. Dan tatkala mereka datang pertama kali di pondok didampingi orang tua bahkan kadang orang tua menginap beberapa hari di pondok sampai anaknya krasan. Dan kalau sudah bisa ditinggal mereka ingin dijenguk orang tuanya satu bulan bisa dua atau tiga kali.15
Senada juga disampaikan oleh Moh. Amin santri kelas 2 madrasah
Tsanawiyah pada tanggal 27 Januari 2013 sebagai berikut:
Pengalaman yang saya alami, bahwa saya masuk di pesantren Sidogiri pertama kalinya karena keinginan dan dorongan orang tua, saya masih ingat waktu itu bapak mengatakan ” le, mengko nek wis mari sekolah SD keneh awakmu dipondokne Bapak nang Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ben awakmu dadi anak sing sholeh, iso dongakno wong tuwo tur pinter ngaji” (Nak, kalau sudah lulus SD di sini kamu dipondokkan bapak di pondok pesantren Sidogiri Pasuruan supaya kamu menjadi anak yang sholeh, bisa mendo’akan orang tua juga pandai mengaji ilmu agama). Sehingga sejak itu
15 Moh. Muchlis MH, Wawancara (Pengurus pleno wakil ketua II), Pasuruan, 24 Januari 2013
173
saya masuk di pesantren ini. Selain itu juga karena saya sendiri ingin sekali bisa menguasai ilmu agama.16
Bahkan santri masuk di PPS Pasuruan tidak terbesit sedikitpun
menginginkan menjadi apapun, kecuali ingin mendalami ilmu agama,
misalnya ingin menjadi pengusaha, menjadi pegawai dan sebagainya. Hal
ini sebagaimana yang disampaikan oleh anak Abdul Hayyi santri
Istidadiyah pada tanggal 27 Januari 2013 sebagai berikut:
............ tujuan utama saya masuk di pesantren Sidogiri ini adalah untuk mencari ilmu, agar saya ke depan akan menjadi manusia yang berguna bagi manusia lainnya. Urusan saya nantinya bekerja apa, melalui cara bagaimana rizki yang akan saya peroleh nanti, itu urusan nanti yang penting saya harus menuntut ilmu dahulu setelah itu baru saya akan memikirkan pekerjaan.17
Hal ini menunjukan bahwa santri masuk ke PPS Pasuruan hanya
semata karena keinginannya untuk mencari dan mendalami ilmu agama,
namun dalam perkembangannya karena proses pembelajarannya yang
juga melatih dan mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang utuh,
maka diajari juga cara menjadi pengusaha, mandiri, bekerja keras dan
sebagainya, maka banyak diantara santri muncul pemikirannya untuk
mengembangkan kemandirian khususnya ekonomi produktif. Hal ini
sebagaimana yang ditururkan oleh Abdul Majid santri Aliyah jurusan
Muamalah kelas 2 pada tanggal 23 Januari 2013 sebagai berikut:
16 Moh. Amin, Wawancara ( Santri kelas 11), Pasuruan, 27 Januari 2013 17 Abdul Hayyi, Wawancara (santri Iti’dadiyah,) Pasuruan, 27 January 2013
174
Saya pertama kali masuk pesantren Sidogiri ini hanya bertujuan untuk mencari ilmu agama dan agar kelak saya menjadi orang yang dapat berdakwah, memberi ilmu kepada orang lain. Tapi karena setelah saya masuk di daerah khusus untuk dapat mengabdi menjadi karyawan kopontren yaitu daerah Z, saya merasa senang dan dengan begitu secara otomatis saya dapat belajar juga tentang usaha yang benar. Hal ini juga didukung dengan pelajaran yang ada di sekolah mengenai ekonomi syariah, marketing, manajemen dan sebagainya, sehingga saya semakin terarah sehingga diharapkan saya nanti benar-benar menjadi pengusaha yang sukses.18
Hal ini diungkapkan juga oleh salah seorang alumni madrasah Aliyah
jurusan Muamalah yang bernama Sairozi Amin pada tanggal 23 Januari
2013 sebagai berikut:
Ketika saya masih mondok di Sidogiri, awalnya tidak krasan seperti halnya teman-teman baru yang lain, hal ini dikarenakan saya di pesantren itu awalnya dorongan dari orang tua, namun setelah saya pertahankan lama kelamaan saya merasakan nikmatnya menuntut ilmu di pesantren sidogiri tersebut, bahkan setelah saya ikut membantu menjadi pegawai kopontren dengan tugas menjaga toko kitab, saya belajar untuk menjadi orang yang mandiri dan cara bagaimana memasarkan dagangan. Sehingga ilmu yang saya dapatkan tidak hanya ilmu agama tapi juga ilmu tentang pengembangan ekonomi.19
Interpretasi
Berdasarkan paparan di atas, dapat penulis interpretasikan bahwa ada
3 faktor yang melatarbelakangi santri masuk di PPS Pasuruan yaitu, (1)
dorongan orang tua agar menjadi anak yang shaleh, (2) faktor orang lain
yang dirasa sukses masuk di pesantren Sidogiri, dan (3) internal santri
dengan kesadarannya ingin menimba ilmu agar menjadi anak yang berguna 18 Moh. Amin, Wawancara (Santri kelas 2 Tsanawiyah), Pasuruan, 23 Januari 2013 19 Sairozi Amin, Wawancara (Alumni madrasah aliyah juruan muamalah), Pasuruan, 23 Januari 2013
175
bagi agama, nusa dan bangsa. Pada paparan data di atas juga menunjukan
bahwa ketika santri masuk di PPS Pasuruan belum tumbuh nilai-nilai
kewirausahaannya, namun setelah mereka mengikuti proses pembelajaran,
barulah muncul nilai-nilai kewirausahaan secara berlahan. Hal ini
disebabkan karena pembelajarannya yang menginternalisasi nilai-nilai
kewirausahaan tidak hanya berupa teori yang diperoleh di kelas, namun juga
langsung ikut terlibat dalam praktek di lembaga ekonomi atau
keterlibatannya dalam menanamkan saham.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa ketika masuk di PPS
Pasuruan mereka merasa bangga dan senang karena pembelajarannya yang
tidak hanya menekankan pada pendidikan agama saja namun
mengintegrasikan antara pendidikan ekonomi dan entrepreneurship dengan
pendidikan agama. Selain itu dalam penelitian ini ditemukan adanya upaya
serius kiai, pengurus dan ustadz dalam mempersiapkan santri menjadi
seorang entrepreneur dengan bukti adanya pengajian kitab fiqih yang
mendalami ekonomi syariah, adanya jurusan muamalah pada jenjang
madsarah Aliyah, keterlibatan santri dalam memegang unit usaha, adanya
pengkususan daerah untuk santri yang menanggungjawabi unit usaha
kopontren dengan menempati daerah Z, dan adanya kesempatan santri untuk
menanamkan saham.
176
b. Lingkungan keluarga santri
Lingkungan keluarga sebagai salah satu sumber dan tempat
pembelajaran di rumah, seringkali banyak berpengaruh tehadap nilai-
nilai yang berkembang pada diri santri. Dalam penelitian ini
diketengahkan berbagai budaya keluarga yang terjadi pada informan,
yang menyangkut pemahaman orang tua tentang makna kewirausahaan,
pandangan orang tua tentang masa depan anaknya dan proses
pembelajaran keseharian ketika liburan pondok.
1). Pemahaman makna kewirausahaan
Dalam hal ini informan yang kami ambil dalam menggali data
tersebut terdiri dari orang tua santri maupun alumni dengan berbagai
latar belakang pendidikan, strata sosial maupun profesi. Dalam hal
ini tidak terdapat banyak perbedaan pandangan para orang tua santri
atau alumni tentang makna entrepreneurship atau kewirausahaan
yang mereka pahami. Kebanyakan mereka memahami bahwa
entrepreneurship itu terkait usaha yang dilakukan sendiri tanpa ikut
orang lain. Sebagaimana hasil wawancara penulis pada tanggal 27
Januari 2013 dengan bapak Darminto orang tua dari Sholihin kelas 2
Tsanawiyah, dia mengatakan:
Menurut saya wirausaha itu ya..... membuka usaha sendiri, seperti saya ini meskipun awalnya saya ikut orang menjadi karyawan bagian penjahit, tapi keinginan saya membuka
177
jahitan sendiri sangat kuat, jadi kalau ikut orang itu semata-mata dalam usaha menambah pengalaman saja biar tahu liku-liku usaha itu bagaimana, dan sekarang saya sudah buka jahitan sendiri.20
Pada saat itu juga (tanggal 27 Januari 2013) bapak Suwoto
orang tua Abdul Malik, ketika ditanya tentang masalah
entepreneurship juga memberikan jawaban yang hampir sama, dia
menuturkan:
Menurut saya, wirausaha itu ya...... orang yang memiliki usaha sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, ya .....seperti saya ini mungkin, meskipun saya usaha kecil-kecilan dengan membuka pracangan di depan rumah, yang penting tidak tergantung pada orang lain dan tidak menjadi pegawai negeri atau swasta.21
Demikian juga apa yang disampaikan oleh bapak H. Sukamto
pada tanggal 27 Januari 2013 orang tua dari Syamsul Anam,
penjual alat-alat tulis di depan rumahnya dia dari Surabaya,
tentang kewirausahaan dia mengatakan:
Nggih kados kulo ngaten niki, kados tanggi ngriko ingkang kagungan usaha alit-alitan, poko’e nggak melok cino lan saget damel kebutuhan keluargo saget damel nyekolahne anak. ( Ya seperti saya ini, juga seperti tetangga saya yang di situ yang punya usaha kecil-kecilan, yang penting tidak ikut cina, cukup untuk kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak).22
20 Darminto, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 27 Januari 2013 21 Suwoto, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 27 Januari 2013 22 H. Sukamto, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 27 Januari 2013
178
Senada dengan apa yang disampaikan oleh bapak H. Sukamto
bapak Kasmali orang tua dari M. Fauziri sebagai petani dari
pasuruan, pada tanggal 5 Pebruari 2013 dia mengatakan:
Wiraswasta atau kewirausahaan ya .... orang yang punya usaha sendiri, tidak jadi pegawai atau bekerja di tempat orang lain. Tidak seperti saya, saya ini petani, kadang ya... ada hasil kadang ya .... tidak ada hasil karena kena hama atau kekurangan air dan sebagainya, sebenarnya sih enak jadi pengusaha, ya ... bagaimana lagi kita belum punya modal dan kalau usaha, usaha apa.23
Berdasarkan paparan data di atas menunjukan bahwa orang
tua santri dalam perjalanan hidupnya rata-rata dimatangkan oleh
tuntutan kehidupan yang membawa mereka merasakan
kepercayaan diri yang cukup untuk menggantungkan kehidupannya
dari berwirausaha. Hanya saja karena kadang ketidakmampuannya
untuk berwirausaha apakah karena modal atau merasa skill yang
belum mumpuni, maka mereka tetap menekuni profesi yang
mereka jalani.
2). Keterlibatan Orang Tua atas Masa Depan Anaknya
Pandangan orang tua terhadap anaknya terkait dengan
bagaimana tingkat keterlibatan orang tua terhadap prinsip-prinsip
hidup yang dianut oleh sang anak. Pandangan orang tua akan masa
depan yang digambarkan atas sang anak terkait dengan pola
23 Kasmali, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Pebruari 2013
179
pendidikan yang berkembang di dalam keluarga sangat dominan.
Bahkan dalam banyak kasus penentuan tempat sekolah lanjutpun
seringkali menjadi otoritas orang tua, walaupun ada juga atas
inisiatif dan keinginan sang anak sendiri. Hal ini akan berpengaruh
terhadap nilai-nilai yang berkembang pada diri sang anak.
Sebagaimana yang dituturkan oleh ibu Syarofah orang tua
dari Abdul Kholiq yang mengatakan bahwa dia yang memilihkan
pesantren Sidogiri untuk menjadi tempat menimba ilmu agama bagi
anaknya agar menjadi anak yang mengerti tentang agama. Urusan
pekerjaan dia menginginkan supaya melanjutkan usaha ayahnya
yang lama sudah meninggal dunia. Berikut ungkapan ibu Syarofah
kepada penulis pada tanggal 5 Pebruari 2013.
Kulo meniko pingin yogo kulo dados tiang sing sholeh, ngerti agomo, milo kulo kengken mondok wonten sidogiri Pasuruan. Pondo’e sahe, keranten kathah lare sakmeniko ingkang nakal-nakal , angel tuturane, malah wonten sing nglakoni sing aneh-aneh, mlanggar agomo. Boten anak kolo kepingin dados lare sholeh sing saget do’aake tiang sepoh. Urusan nyambut damel mangke cek nerusake usahane bapa’e sadean material bangunan. Milo menawi wayah libur pondok piyambae kulo kengken bantu-bantu wonten toko.(Saya ini ingin anak saya menjadi anak yang sholeh, mengerti tentang agama, maka saya suruh di mondok di Pesantren Sidogiri Pasuruan, pondoknya bagus, sebab banyak anak sekarang ini yang nakal-nakal yang sulit dinasehati, bahkan banyak yang melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya, yang melangar aturan agama. Tidak ! saya menginginkan menjadi anak yang sholeh yang bisa mendo’akan orang tua. Urusan masalah pekerjaan biar dia meneruskan pekerjaan bapaknya jualan
180
material bangunan. Maka setiap waktunya libur dia saya suruh ikut membantu jualan di toko ).24
Berbagai temuan itu, memberikan indikasi bahwa kontribusi
orang tua dalam menentukan tempat pendidikan anak masih
dominan. Rata-rata orang tua santri memberikan kontribusi yang
sangat besar walaupun dengan berbagai macam motoivasi dan
keinginan. Bukan hanya menyangkut pendidikannya, termasuk
harapan-harapan setelah lulus juga telah ditentukan oleh orang
tuanya. Dengan demikian tingkat keterlibatan orang tua terhadap
apa yang harus dilakukan anak dimasa mendatang cukup tinggi.
Fenomena ini memberikan gambaran bahwa apa yang dilakukan
orang tua dan dirasakan nyaman bagi orang tua senantiasa
diturunkan pada anaknya. Demikian pula sebaliknya, bagi orang
tua yang merasa tidak nyaman dengan profesi yang ditekuninya,
dia berusaha agar sang anak tidak melakukannya.
Hal ini juga dituturkan oleh bapak Aminan, orang tua dari
Sahal Manan alumni tahun 1997, bahwa orang tua itu harus bisa
mengarahkan pendidikan anaknya agar menjadi anak yang sholeh,
berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama. Dia
menyampaikan bahwa urusan rizki itu urusan Allah SWT yang
24 Syarofah, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Pebruari 2013
181
penting berusaha dengan sungguh-sungguh. Berikut penuturan
bapak Aminan kepada penulis pada tanggal 5 Pebruari 2013.
Zaman sekarang ini pendidikan anak itu penting sekali, dan orang tua harus bisa mengarahkan pendidikan anak itu pada pendidikan yang benar sehingga bagaimana anak menjadi anak yang sholeh, berguna bagi masyarakatnya, bangsa, negara dan agamanya. Urusan rizki itu urusane gusti Allah nggak perlu kito meniko pusing, yang penting kita mau usaha. Nyuwun sewu kados yogo kulo meniko si Sahal Manan, dulu anak saya itu juga lulusan Sidogiri, ya alhamdulillah sakniki gadah mushalla yang ikut ngaji banyak, gadah toko kados minimarket, alhamdulillah.25
3). Proses Pembelajaran di Rumah
Yang dimaksud dengan proses pembelajarn di rumah adalah
proses pembelajaran yang berlangsung di lingkungan keluarga
setiap santri pulang ke rumah saat liburan pondok. Dalam hal
kewirausahaan, pemberian contoh merupakan pembelajaran yang
terjadi dalam keluarga santri, orang tua yang rata-rata pekerja keras
ada yang menjadi petani, pegawai negeri, ada yang membuka usaha
sendiri dan sebagainya akan menjadikan anak mendapat
pengalaman yang berarti, seperti yang diakui oleh bapak Wardiman
wali santri dari Ahmad Ali Maghfur yang kesehariannya membuka
usaha warung nasi pecel, menjadikan sang anak mau tidak mau
harus mengikuti dinamika suasana keluarga yang senantiasa
25 Aminn, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Pebruari 2013
182
bekerja keras, begitu menghargai waktu dan tenaga serta
bagaimana sulitnya mendapatkan penghasilan yang tidak menentu.
Sebagaima diakui Ahmad Ali Maghfur santri kelas 3
Tsanawiyah kepada penulis pada tanggal 9 Pebruari 2013, dia
menuturkan sebagai berikut.
Ketika masa liburan saya sering melihat bapak dan ibu bekerja keras jam 02.00 pagi sudah harus bangun untuk memasak mempersiapkan makanan dagangannya, jam 06.00 pagi warungnya sudah dibuka sampai jam 17.00 sore. Malam harinya harus belanja untuk keperluan masakan yang akan dimasak, baru jam 22.00 istirahat tidur dan harus bangun jam 02.00. kegiatan itu dilakukan setiap hari tanpa mengenal lelah, karena saya di rumah maka sayapun juga ikut membantu pekerjaan orang tua saya tersebut. Hal ini menjadikan pemikiran saya terbuka betapa pentingnya bekerja keras bagi kita manusia untuk memenuhi kebutuhan keluarga khususnya untuk biaya pendidikan anak. Dan saat ini saya diberi tugas oleh pondok untuk menjadi petugas di kopontren bagian produksi percetakan.26
Demikian juga disampiakan oleh Muhammad Ilham Wahyudi
pada tanggal 9 Pebruari 2013 alumni santri Aliyah jurusan
Muamalah, dia menuturkan sebagai berikut.
Dulu ketika saya masih di pondok Sidogiri, bapak saya itu buruh bangunan (tukang bangunan), setiap hari berangkat kerja jam tujuh pagi pulang jam lima sore. Kadang-kadang kalau tempat kerjanya itu di luar kota maka pulang hanya sehari dalam satu minggu bahka dua minggu sekali baru pulang. Setiap kali saya pulang ke rumah ketika liburan pondok saya melihat bapak seperti itu merasa kasihan dan dalam pikiran saya kapan saya bisa membantu beliau. Oleh karenanya dengan kondisi ini mendorong saya supaya saya
26 Ahmad Ali Maghfur, Wawancara (Santri kelas 3), Pasuruan, 9 Pebruari 2013
183
menjadi anak yang sukses dalam membangun ekonomi sehingga bisa membantu orang tua. Nah kebetulan saya di pondok bertugas di bagian usaha foto copy, dari situ mendorong saya untuk menjadi seorang pengusaha karena saya bisa belajar tentang manajemennya. Dan alamdulillah sekarang saya membuka usaha bahan bangunan.27
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan tersebut
menunjukan betapa besar pengaruh lingkungan keluarga dalam
pembentukan jiwa kemandirian santri ketika sedang di rumah
melalui pembiasaan dan sikap meniru terhadap apa yang dilakukan
oleh orang tua.
Ungkapan senada juga disampaikan ibu Novi orang tua dari
Amar Ma’ruf santri kelas 2 Aliyah jurusan Tarbiyah dia
menuturkan kepada penulis pada tanggal 5 Januari 2013 sebagai
berikut:
Sejak kecil, anak-anak saya ajari mandiri, seperti anak saya si novi ini sejak kelas III SD dia sudah saya ajari cuci sendiri, ikut menyapu, ngepel lantai, menyisihkan uang jajan untuk menabung, kadang membantu saya untuk bikin kue. Saya ceritakan tentang perjuangan saya dan Bapaknya mulai dari bawah, di mana selama itu masih dalam hidup prihatin, berjuang sampai meraih kesuksesan. Semua itu tak ceritakan. Bahkan setiap liburan pondok bulan sya’ban dia saya suruh untuk membantu orang pekerjaan bapaknya, ya agar anak ini terbiasa bekerja tidak malas.28
27 Muhammad Ilham Wahyudi, Wawancara (Alumni Santri Jurusan Ekonomi Syari’ah), Pasuruan, 9 Pebruari 2013 28 Novi, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Januarii 2013
184
Namun demikian, meskipun proses pembelajaran di rumah
relatif sama antara anak yang satu dengan yang lainnya, tetapi
tingkat keteladanan dan kesabaran anak itu tidak sama.
Sebagaimana yang dituturkan ibu Hj. Naila Fatmawati pada tanggal
5 Pebruari 2013 sebagai berikut:
Anak saya Ahmad itu yang sekarang di Sidogiri dan sejak di pesanten itu dia rajin sekali, kalau sekiranya ada sesuatu yang kurang pas atau harus dibenahi dia langsung mengerjakannya tanpa saya suruh dia sudah mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Misalnya saya ini kan kesehariannya penjahit, tanpa saya suruh dia sudah mau membantu saya. Jika dia libur panjang kadang-kadang ada saja yang dia kerjakan.29
Lain dengan ibu Sri Sulastri orang tua dari Abdul Harits
dalam memberikan pembelajaran kepada anaknya melalui cerita
dan contoh orang yang dulunya miskin kemudian menjadi kaya.
Sebagaimana yang dia tuturkan kepada penulis pada tanggal 7
Pebruari 2013 sebagai berikut:
Kulo meniko sering sanjang kale lare-lare, khususe anak kulo si Abdul Harist niku, menawi piyambae liburan pondok lan wangsul ten griyo, le ..... wong urip iku kudu rekoso disek, sebab kerono rekoso iku urip iku ora dadine gampang putus asa sehinggo Allah bakal paring dalan uripe. Cobo delengen bapak Haji Sulaeman iku biyen uripe rekoso, sahrene dewe’e tabah, ulet anggene nyambut gawe akhire diparingi gusti Allah koyo mangkono.30 (Saya itu sering memberi nasehat kepada anak-anak, khususnya anak saya Abdul Harist ini, kalau dia sedang liburan ;pondok dan pulang ke rumah, anakku ......... orang hidup itu harus berjuang dulu, karena berjuang dengan sungguh-sungguh
29 Hj. Naila Fatmawati, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Januarii 2013 30 Sri Sulastri, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 7 Pebruari 2013
185
hidup itu tidak akan mudah putus asa, sehingga Allah memberi kemudahan. Coba lihatlah bapak H. Sulaiman, dulu hidupnya penuh dengan cobaan, susah karena dia selalu tabah, ulet dalam bekerja, akhirnya Allah memberi seperti itu, yakni kesuksesan)
Juga disampaikan oleh bapak H.Agus Mawardi orang tua dari
Ali Azis anak madrasah Aliyah kelas 3 jurusan Dakwah bahwa
kemandirian itu sangat perlu terutama ketika menghadapi hidup
berumah tangga. Lebih lengkapnya beliau mengatakan kepada
penulis pada tanggal 7 Pebruari 2013 sebagai berikut:
Saya selalu mengingatkan agar anak saya itu nantinya tidak tergantung kepada orang lain meskipun keluarga sendiri. Saya menyarankan supaya membiasakan diri untuk mandiri, tidak tergantung kepada orang lain, sehingga dari situ mencari pekerjaan itu akan mudah. Lebih-lebih nanti ketika sudah rumah tangga, punya anak, istri, harus dapat memenuhi kebutuhan mereka semua, sementara kebutuhan rumah tangga itu semakin lama semakin besar karena anak harus sekolah, kebutuhan ini kebutuhan itu dan sebaginya. Oleh karenanya mulai saat ini harus belajar mandiri, kreatif tidak malas-malas. Kalau di pondok belajar yang serius dan saya suruh juga ikut belajar berdagang karena di pondoknya ada banyak toko yang dijaga para santri.31
Keluarga yang berwirausaha, satu sisi memang memberikan
kontribusi positif dalam mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan
anak, seperti nilai kepercayaan diri dan motivasi, akan tetapi rata-
rata implementasi pembelajaran di rumah juga tidak banyak
membantu dalam mengembangkan nilai-nilai yang lain seperti
31 H. Agus Mawardi, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, Pebruari 2013
186
kreativitas, tanggung jawab dan terutama dalam hal keberanian
mengambil resiko. Hal ini terjadi terutama ketika anak sudah mulai
belajar mandiri yakni ketika sudah lulus dari pesantren. Ketika baru
lulus, anak memang tidak bekerja pada orang lain, tetapi mereka
sebenarnya bekerja juga kepada orang lain yakni orang tuanya dan
sifatnya membantu.
Fenomena ini menarik, karena peneliti memperoleh gambaran
bahwa orang tua yang memiliki usaha yang sejenis dengan
kemampuan anak, secara tidak langsung telah memanfaatkan
anaknya sebagai tenaga kerja saat mereka liburan pondok, atau
sang anak sudah lulus dari pesantren, sang anak tidak akan
membuka usaha sebagaimana idealnya membuka usaha sendiri, ia
tidak memiliki kekuasaan untuk mengelola keuangan dengan
leluasa, ia juga tidak memiliki kesempatan untuk belajar benar akan
memulai usaha. Satu sisi terdapat ketergantungan sang anak pada
orang tuanya, sisi lain orang tua telah membuat sang anak tidak
leluasa karena segala keputusan senantiasa tergantung orang tua.
Sebagaimana diakui oleh Ahmad Fathoni pada tanggal 7
Pebruari 2013, santri madrasah Tsanawiyah kelas 1 dengan
ungkapan sebagai berikut:
Setiap kali saya pulang ke rumah karena liburan pondok, saya selalu membantu orang tua, kebetulan orang tua saya punya usaha jualan bahan-bahan sembilan pokok, ada gula,beras,
187
minyak goreng, tepung dan sebaginya. Selama saya membantu itu yah.... hanya menunggui orang yang membeli yang kemudian uangnya saya serahkan kepada orang tua. Kadang kala saya diajak untuk belanja untuk kulaan di pasar Pasuruan, ya.... membantu saja. 32
Peneliti berusaha mendalami masalah pembelajaran di
keluarga, sebagaimana pada keluarga bapak Armawi memang
anak yang memiliki keterampilan sebagaimana yang dimiliki orang
tuanya, tenaganya dimanfaatkan pula untuk bekerja di rumah
membantu pekerjaan orang tuanya, anak tidak memiliki
keleluasaan untuk mengelola keuangan hasil pekerjaannya.
Demikian pula yang terjadi pada keluarga bapak H. Anang
Susianto yang meskipun putranya Mohammad Adzim kelas 2
madrasah Tsanawiyah lebih trampil membantu orang tuanya dalam
pekerjaan mabel di rumah, ia pun tidak memiliki kebebasan
mengelelola keuangan karena harus menyerahkan pengahasilannya
kepada orang tuanya. Padahal anak ini ketika di pesantren dia
sudah memegang satu unit usaha milik kopontren Sidogiri.
c. Pembelajaran di Lingkungan Sosial
Yang dimaksud lingkungan sosial dalam penelitian ini adalah
teman sepergaulan santri termasuk kondisi lingkungan tempat santri
tinggal di asrama pondok atau di rumah saat liburan. Hasil penelitian
32 Ahmad Fathoni, Wawancara (santri kelas 1 Tsanawiyah), Pasuruan, 7 Pebruari 2013
188
memberikan gambaran informasi bahwa mereka jika berada di
lingkungan luar pesantren baik di rumah maupun dengan teman
sebaya, mereka rata-rata tidak secara khusus bergaul dengan suatu
komunitas yang khusus artinya tidak hidup dalam komunitas teman-
teman yang memiliki budaya kewirausahaan, justru banyak
bermainya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Moh. Ibrahim santri
kelas VI madrasah Ibtidaiyah kepada penulis pada tanggal 27 Januari
2013 sebagai berikut:
Di rumah saya tidak mempunyai teman khusus, bahkan sejak di pesantren, malah saya jarang bermain karena jarangnya saya pulang ke kampung halaman, rata-rata hanya dua kali dalam setahun yakni setiap liburan pondok. Kalau ngobrol dengan teman hanya mengenai hal lain bukan masalah kewirausahaan atau mengenai masalah pekerjaan.33
Pernyataan yang tidak jauh beda juga disampaikan oleh Novi
Ardiansyah kelas 2 Aliyah jurusan Muamalah pada tanggal 27 Januari
2013 sebagai berikut:
Ketika saya di rumah, biasa saya main ke rumah teman, di sana ngobrol dan saling cerita tentang pengalamannya masing-masing, kadang-kadang saya mengikuti kegiatan pengajian bersama teman-teman di kampung. Dan yang lebih sering saya di masjid bersama-teman-teman sampai malam, yang dibicarakan hanya tentang pengalaman masing-masing baik mengenai sekolah, pondok dan sebagainya.34
33 Moh. Ibrahim, Wawancara (santri kelas 6), Pasuruan, 27 Januari 2013 34 Novi Ardiansyah, Wawancara (santri kelas 11), Pasuruan, 27 Januari 2013
189
Hal yang sama juga disampaikan oleh Amin Ja’far dalam
beberapa kali pertemuan yaitu pada tanggal 27 Januari 2013, dia
mengemukakan bahwa pada setiap liburan pondok dia tidak memiliki
teman khusus yang telah berwirausaha, apalagi diskusi tentang itu.
Demikian penuturannya:
Saya selama liburan di rumah tidak memiliki teman, sebab teman-teman dulu sudah banyak yang menikah, kerja di luar kota dan yang sekolah dan mondok di luar daerah dan sebagainya sehingga praktis setiap liburan tidak memiliki teman untuk ngobrol, apalagi ngobrol masalah berwiraswasta.35
Akan tetapi jika berada di lingkungan pondok mereka sangat
intens sekali membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
pengembangan ekonomi ke depan baik yang menyangkut ekonomi
pesantren maupun pengembangan ekonomi pribadinya. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Mohammad Nafi’ santri dari Malang yang
menghuni daerah hunian Z dan dia masih duduk di kelas 2 Aliyah
jurusan Muamalah pada tanggal 27 Januari 2013 dengan penuturan
sebagai berikut:
Selama saya berada di pondok ini berada di daerah hunian Z merasa sangat senang sebab saya bisa saling tukar pikiran sesama teman mengenai tugas sebagai karyawan kopontren Sidogiri, yang sekaligus dapat mendorong, memotivasi dan memberikan inspirasi baru dalam pengembangan ekonomi baik yang menyangkut ekonomi pesantren maupun yang
35 Amin Ja’far, Wawancara (santri), Pasuruan, 27 Januari 2013
190
menyangkut ekonomi yang saya alami nanti tatkala sudah keluar dari pesantren Sidogiri ini.36
Interpretasi
Berdasarkan paparan data di atas, maka dapat penulis interpretasikan
bahwa pandangan orang tua santri mengenai makna kewirausahaan masih
terbatas pada pemahaman pada usaha yang dilakukan sendiri tanpa ikut
orang lain, tidak menjadi pekerja dengan ikut orang lain, bukan menjadi
pegawai yang menerima gaji, akan tetapi usaha milik sendiri yang memiliki
pegawai. Hal ini menunjukan bahwa wali santri belum memahami secara
konprehensif mengenai kewirausahaan yang sebenarnya, sebab belum
menyentuh pada ciri-ciri dan karakter seorang entrepreneur. Sedangkan
mengenai masalah pandangan orang tua santri tentang masa depan anaknya,
dalam paparan data di atas menunjukan bahwa orang tua santri
mengharapkan anaknya supaya menjadi anak yang mandiri, tidak tergantung
pada orang lain. Hal ini ditunjukan dengan beberapa hasil wawancara
peneliti yang mengungkapkan bahwa banyak orang tua yang memberi
contoh dan nasehat-nasehat tentang pentingnya kemandirian dalam
mepersiapkan masa depannya. Hal ini juga ditunjukan orang tua santri
melalui upaya melibatkan anak dalam membantu usaha yang dimiliki orang
tua setiap anaknya pulang ke rumah karena liburan pondok.
36 Mohammad Nafi’, Wawancara (santri kelas 11), Pasuruan, 27 Januari 2013
191
Sedangkan mengenai proses pembelajaran orang tua terhadap
anaknya ketika di rumah, menunjukan bahwa proses pembelajaran anak
melalui kegiatan-kegiatan yang terjadi di lingkungan rumah adalah dengan
ikut terlibat langsung dalam membantu usaha orang tua atau memperhatikan
pekerjaan oang tua, selain melalui nasehat-nasehat dan pembiasaan di
rumah.
Walhasil, pada umumnya nilai-nilai kewirausahaan dari input
(santri) masih bersifat abstrak, yang bersumber dari pembelajaran di
keluarga dengan tahapan pembiasaan melalui proses penginderaan yang
diikuti oleh perubahan sikap yang lebih positif dan berujung pada tahap
keyakinan yang masih labil dan belum sampai pada tingkat kesadaran.
Dalam tataran ini pemahaman santri tentang kewirausahaan lebih kepada
kecenderungan-kecenderungan keinginan yang tumbuh dari pengetahuan
yang terbatas, kemudian memunculkan kecenderungan keyakinan yang
merupakan potensi nilai kepercayaan diri dan motivasi namun belum
terdapat kemampanan keyakinan sebagai prasarat awal tumbuhnya
kesadaran
Mengenai pembelajaran di lingkungan sosial tidak terdapat kaitan
yang berarti antara lingkungan pergaulan santri yang berada di luar PPS
Pasuruan dengan nilai-nilai pada diri santri atau alumni pesantren. Akan
tetapi kegiatan keluarga dan pergaulan santri di dalam pesantren terutama
yang berada di daerah hunian Z sangat banyak memberikan kontribusi
192
terhadap perubahan nilai-nilai kewirausahaan santri. Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah: (1) lingkungan sosial santri yang berada di
luar pondok adalah teman-teman mereka yang pada umumnya \ sama-sama
masih sekolah dan atau belum bekerja sehingga apa yang mereka pikirkan
dan bicarakan bukan masalah-masalah pekerjaan atau kemandirian, (2)
ketika santri berada di lingkungan sosialnya hanya selama liburan saja
sehingga tidak banyak waktu yang harus digunakan khususnya berpikir
masalah kewirausahaan yang mereka geluti dan pelajari ketika di pesantren
Sidogiri, dan (3) tidak adanya stimulan yang mendorong santri dalam
berpikir untuk peningkatan dan pengembangan nilai-nilai kewirausahaan
yang ada pada diri mereka.
B. Paparan Data tentang Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan di PPS
Pasuruan
1. Madrasah Diniyah PPS Pasuruan
a. Lembaga Madrasah Diniyah
Berdasarkan hasil penelitian yang mendalam, bahwa PPS
Pasuruan tidak menyelenggarakan pendidikan formal yang berafiliasi
ke Kementrian Pendidikan Nasional maupun ke Kementrian Agama,
tetapi tetap memegang teguh tradisi salafiyah dengan sistem
madrasiyah yang tergabung dalam Madrasah Miftahul Ulum (MMU)
193
Sidogiri. Untuk mendapatkan ijazah negara, setiap tahun diadakan
program pendidikan sistem paket bekerja sama dengan Dinas
Penddikan setempat, yakni program paket A untuk santri yang belum
memiliki ijazah setara dengan sekolah dasar, program paket B untuk
santri yang belum memiliki ijazah setara sekolah menengah pertama,
dan program paket C untuk santri yang menginginkan ijazah setara
sekolah menengah atas. Pendidikan sistem persekolahan yang berada
di PPS Pasuruan adalah Madrasah Miftahul Ulum (MMU) yang
memiliki tiga jenjang pendidikan yakni Ibtidaiyah atau tingkat dasar,
Tsanawiyah atau tingkat menengah dan Aliyah atau tingkat atas.
Untuk mewujudkan pendidikan yang ideal dan dapat
mengikuti perkembangan zaman, maka PPS Pasuruan melengkapi
sarana prasarananya dengan perpustakaan yang lengkap dan cukup
memadai. Perpustakaan berfungsi menopang pengembangan
pengetahuan para santri, baik yang diajarkan dalam kegiatan
madrasiyah dan ma’hadiyah maupun ilmu pengetahuan lainnya secara
umum. Hal itu diwujudkan dengan dua hal yaitu penyediaan koleksi
kitab, buku, CD dan mengadakan berbagai macam kegiatan
pengembangan keilmuan.
Koleksi perpustakaan cukup lengkap dan beraneka ragam
terutama koleksi kitab salaf. Kelengkapan koleksi kitab salaf
disinyalir terlengkap di Indonesia. Sehingga santri dapat leluasa
194
mengembangkan keilmuannya baik dalam bentuk halaqah, belajar
bersama, dan diskusi kelompok yang umumnya dikoordinir oleh
organisasi atau kelas tertentu sebagai penunjang madrasah diniyah.
Adapun kegiatan keilmuan yang ditangani oleh perpustakaan
sendiri adalah pelatihan mempelajari sebuah disiplin ilmu dan layanan
konsultasi. Layanan konsultasi adalah program penyediaan seorang
konsultan yang memiliki kredibilitas keilmuan untuk dijadikan tempat
bertanya pemustaka (pengunjung) dalam memanfaatkan koleksi yang
ada. Sebagaimana yang disampaikan oleh ustdz Ismail Arif, SH, pada
tanggal 15 Pebruari 2013 selaku Kepala perpustakaan Sidogiri sebagai
berikut:
Perpustakaan ini benar-benar diupayakan dapat melayani pengunjung dengan seoptimal mungkin, seorang pemustaka yang kesulitan mencari referensi keilmuan yang dia cari atau memiliki musykilat-musykilat tentang pemahaman atas teks-teks kitab kuning, dapat mengkonsultasikannya (bertanya) kepada konsultan yang sudah disediakan. Layanan konsultasi ini dibagi menjadi tiga: konsultan reguler; konsultan non reguler, dan Kepala ruang. Konsultan reguler dan konsultan non reguler adalah konsultan yang ditugaskan untuk melayani pemustaka dalam semua disiplin ilmu agama. Perbedaannya, konsultan reguler memiliki jam piket khusus sementara konsultan non reguler tidak, ia diundang secara khusus ke perpustakaan. Sedangkan Kepala ruang adalah konsultan yang bertugas melayani pemustaka dalam satu disipilin ilmu secara khusus. Kepala ruang ini dibentuk sebanyak ruang khusus yang dimiliki perpustakaan. Karena sementara ini perpustakaan hanya memiliki lima ruang khusus, yakni ruang tafsir, ruang hadist, ruang fikih, ruang tarikh, dan ruang nahwu, maka konsultan yang dibentuk juga sebanyak lima orang.37
37 Ismail Arif, SH, Wawancara (Kepala Pustakawan Sidogiri), 15 Pebruari 2013
195
Dalam penelitian ini juga ditemukan, bahwa sejak tahun 2010
perpustakaan Sidogiri telah membuka layanan digital. Dengan
menerapkan sistem digital, perpustakaan Sidogiri dapat disebut
sebagai perpustakaan hibrida, yaitu perpustakaan yang memiliki
koleksi digital di samping tetap memelihara koleksi kitab yang tidak
sedikit. Sampai saat ini perpustaaan Sidogiri memiliki koleksi lebih
dari 20 ribu eksemplar dengan hampir 10 ribu judul kitab dan buku.
b. Jenjang dan Kurikulum Madrasah Diniyah
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa jenjang pendidikan di PPS
Pasuruan terbagi menjadi tiga jenjang dan masing-masing jenjang
terdapat tingkatan kelas, yakni jenjang dasar atau Ibtidaiyah terbagi atas
kelas 1 sampai kelas 6, jenjang menengah atau Tsanawiyah terbagai
atas tiga kelas yakni kelas 1 sampai 3, dan jenjang menengah atas atau
Aliyah terbagi atas tiga kelas yakni kelas 1 sampai kelas 3. Namun
demikian, tidak semua santri yang mendaftar di madrasah diniyah di
PPS Pasuruan ini siap belajar. Ada santri yang kemampuan dasar
agamanya masih belum standar dan perlu dilakukan penyetaraan
kemampuan. Program penyetaraan ini diberi nama madrasah
Istidadiyah. Madrasah ini terbagai ke dalam 6 tingkat yakni tingkat
kelas 2 sampai kelas 7, dan tidak ada kelas 1. Setelah menempuh
pendidikan selama satu atau dua semester, maka santri lulusan
196
Istidadiyah akan ditempatkan di kelas reguler sesuai dengan tingkat
kemampuan dasar agamanya.
Sistem pembelajaran di madrasah Istidadiyah dibagi menjadi
dua semester dan di setiap akhir semester diselenggarakan ujian
kenaikan kelas. Sehingga dalam setahun kenaikan kelas di Istidadiyah
sebanyak dua kali. Karena target pendidikan di madrasah Istidadiyah
adalah untuk mempersiapkan murid baru masuk ke tingkat Ibtidaiyah
atau Tsanawiyah, kurikulumpun disusun secara khusus. Hanya fan-fan
khusus yang diajarkan di masing-masing kelas, seperti fikih, nahwu,
tauhid, dan akhlak.
Istidadiyah menjadi salah satu alternatif kreatif di dalam
masalah ini. Sebab proses KBM di PPS Pasuruan bukan hanya
berlangsung untuk mentransfer ilmu pengetahuan. Selain itu, ada
langkah pemantapan dan transfer nilai-nilai salaf yang akan menjadi
pondasi awal santri baru hidup di pesantren. Layaknya ikan menyelam
sambil minum air, murid baru yang masuk di tingkat Istidadiyah selain
memperoleh tambahan keilmuan, mereka akan memperoleh
pengetahuan ekstra yang berkaitan dengan kehidupan barunya di
pesantren.
Untuk jenjang menengah atas atau jenjang Aliyah dilakukan
penjurusan. Ada tiga jurusan pada jenjang Aliyah kelas 2 ini yakni,
jurusan Tarbiyah atau fan Tarbiyah, jurusan Dakwah atau fan Dakwah
197
dan jurusan Muamalah atau fan Muamalah. Masing-masing fan atau
jurusan mendapatkan materi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan
target hasil pendidikan yang ingin dicapai.
Penjurusan atau fan dilakukan oleh pesantren dalam rangka
mempersiapkan lulusan menjadi tenaga lulusan siap pakai dan siap
mengabdi pada masyarakat. Fan Dakwah disiapkan untuk menjadi
kader dakwah di berbagai daerah, fan Tarbiyah disiapkan untuk menjadi
guru agama di madrasah lingkungan Sidogiri atau yang membutuhkan
guru agama, sedangkan fan Muamalah disiapkan menjadi tenaga bidang
pengembangan ekonomi dan tenaga kerja pada lembaga pendidikan
yang sudah dikembangkan atau akan dikembangkan oleh PPS dan
sekaligus mereka akan menjadi entrepreneur yang sukses.
Dalam pembelajaran di MMU Sidogiri memiliki struktur
organisasi yang berdiri sendiri pada setiap jenjang. Masing-masing
jenjang dipimpin oleh kepala madarasah. Berikut nama-nama kepala
madrasah di lingkunagan MMU Sidogiri saat penelitian berlangsung,
yaitu: Kepala MMU tingkat Ibtidaiyah ustadz Kholilurrohman, kepala
MMU tingkat Tsanawiyah ustadz A. Syafullah Naji, kepala MMU
tingkat Aliyah ustadz H. Abd. Qodir Gufron dan kepala MMU tingkat
Istidadiyah ustadz Nasihin Khozin.
Peneliti ini juga menemukan, bahwa kurikulum resmi yang
digunakan oleh PPS Pasuruan adalah kurikulum madrasah diniyah
198
yang dirumuskan secara mandiri oleh kiai bersama para ustadz dan
pengurus pesantren. Kurikulum madrasah diniyah bersumber pada
kitab-kitab salaf yang biasa disebut dengan kitab kuning. Mata
pelajaran dan nama kitab yang digunakan dalam kurikulum diniyah
disesuaikan menurut tingkatan kelas dan jenjang pendidikan.
Berbeda dengan jenjang yang lain, jenjang Aliyah khususnya
fan Muamalah santri diajari ilmu-ilmu ekonomi seperti pengantar ilmu
ekonomi, teori ekonomi makro mikro, akuntansi, koperasi, ilmu
pemasaran, sistem perbankan, dan tentu saja sistem ekonomi syariah.
Dan secara teori proses pembelajaran ini terjadi dalam rangka
pembentukan jiwa entrepreneur. Oleh karenanya fan Muamalah ini
menjadi jurusan unggulan di PPS Pasuruan dengan pembangunan
lembaga ekonomi di berbagai daerah di Indonesia.
c. Proses Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan Melalui Madrasah
Diniyah
Dalam kaitannya dengan proses internaliasi nilai-nilai
kewirausahaan, madrasah Aliyah jurusan Muamalah inilah yang secara
spesifik melakukan upaya internalisasi nilai kewirausahaan pada santri.
Hal ini karena pada jurusan ini ada beberapa mata pelajaran yang secara
langsung dapat menunjang pengetahuan santri untuk menjadi seorang
199
entrepreneur, misalnya pelajaran pengantar ilmu ekonomi, teori
ekonomi makro mikro, akuntansi, koperasi, ilmu pemasaran, sistem
perbankan, dan tentu saja sistem ekonomi syariah dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi mendalam, bahwa
proses pengajaran di PPS Pasuruan dalam rangka internalisasi nilai-
nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara integrasi dan kolaborasi
antara kurikulum madrasah yang tergabung dalam MMU Sidogiri
mulai dari tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah dengan materi
pengajian kitab salaf dan pemberdayaan lembaga ekonomi pesantren.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh KH.Fuad Nur Hasan pada
tanggal 13 Pebruari 2013 sebagai berikut:
Di pondok pesantren Sidogiri ini terdapat tiga jenjang madrsah yang tergabung dalam Madrasah Miftahul Ulum baik Istidadiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah selain Istidadiyah, juga ada pengajian kitab kuning atau kitab salaf dan juga memiliki lembaga ekonomi baik kopontren, BMT-MMU maupun BMT-UGT. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegritas dalam rangka menghasilkan output santri yang s{a<lih{i<n dan siap menghadapi tuntutan zaman.38
Dalam kesempatan yang sama ustadz H. M. Masykuri
Abdurrahman juga menyatakan:
.... sejak empat tahun terakhir, di madrasah Aliyah PPS sudah ada tiga jurusan, yaitu jurusan Dakwah, jurusan Tarbiyah, dan jurusan Muamalah. Khusus jurusan Muamalah ini para santri diberikan tugas untuk praktek mengelola koperasi PPS, selanjutnya mereka yang sudah lulus dikaryakan untuk
38 KH. Fuad Nur Hasan, Wawancara ( pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013
200
mengelola koperasi milik PPS ini yang ada di beberapa tempat.39
Selain itu senada dengan pernyataan di atas, ustadz Mujib Amari
dari Pasepran Pasuruan yang juga salah satu alumni PPS Pasuruan
tahun 1999 pada tanggal 13 Pebruari 2013 menyatakan bahwa :
“..... di antara kitab-kitab salaf yang dikaji di PPS yang memberi spirit berekonomi dan pendidikan kewirausahaan antara lain, kitab fath{ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya Muhammad Amin al Kurdi, dan kitab tah{rir karangan karya Zakaria al Anshori. Kitab-kitab ini memberikan pedoman tentang bagaimana kita bermuamalah termasuk bagaimana berdagang sebagai bagian dati usaha ekonomi”.40
Interpretasi
Berdasarkan paparan data di atas, dapat penulis interpretasikan
bahwa PPS Pasuruan adalah pesantren yang berusaha mempertahankan ciri-
ciri pesantren yang tradisional dengan mengkaji kitab-kitab salaf dengan
menggunakan metode bandongan, sorogan, musyawarah, hafalan,
muh}a<dathah dan bah}sul masa<il. Namun walau demikian PPS Pasuruan telah
mengadopsi manajemen persekolahan modern dan kurikulum modern yang
biasa digunakan oleh sekolah-sekolah formal lainnya seperti yang ada di
jenjang Aliyah jurusan Muamalah..
39 H. M. Masykuri Abdurahman, Wawancara ( pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013 40 Mujib Amari, Wawancara ( pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013
201
Pada jenjang madrasah Aliyah dilakukan penjurusan atau fan dalam
rangka mempersiapkan lulusan menjadi tenaga yang siap pakai dan siap
mengabdi pada masyarakat. Fan Dakwah disiapkan untuk menjadi kader
dakwah di berbagai daerah, fan Tarbiyah disiapkan untuk menjadi guru
agama di madrasah lingkungan Sidogiri atau yang membutuhkan guru
agama, sedangkan fan Muamalah disiapkan menjadi tenaga bidang
pengembangan ekonomi dan tenaga kerja pada lembaga ekonomi yang
sudah dikembangkan atau akan dikembangkan oleh PPS Pasuruan dan
sekaligus mereka akan menjadi alumni yang entrepreneur, menjadi
pengusaaha-pengusaha yang sukses.
Modernisasi terhadap sistem pendidikan di PPS Pasuruan ini dapat
dilihat dari struktur program kurikulum madrasah diniyah yang dipakai,
sistem perjenjangan, sistem klasikal, muatan isi kurikulum dan sistem
kegiatan belajar mengajar di kelas yang menggunakan sistem pendidikan
formal pada umumnya. Dalam konteks pendidikan kewirausahaan, PPS
telah mengajarkan secara formal, terprogram, dan terencana materi-materi
pelajaran yang berhubungan dengan kewirausahaan dan perekonomian pada
jenjang Aliyah pada jurusan Muamalah. Materi pendidikan pada jurusan
muamalah diberikan selama dua tahun dan diakhiri dengan praktik di
lembaga ekonomi Sidogiri. Ini berarti bahwa pendidikan ekonomi bagi para
santri sudah dilakukan dengan memperhatikan aspek afektif, kognitif dan
psikomotorik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan
202
di PPS Pasuruan menggunakan tradisi salafiyah dengan manajemen modern
dan memberikan bekal pendidikan ekonomi bagi santri secara umum dan
secara spisifik kepada santri yang memiliki minat menjadi seorang
entrepreneur.
2. Pengajian Kitab Salaf di PPS Pasuruan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi mendalam, bahwa PPS
Pasuruan menggunakan model pesantren salafiyah atau pesantren yang
memegang teguh tradisi salaf. Pada umumnya sistem pendidikan
salafiyah adalah sistem pendidikan yang mengkaji kitab-kitab klasik ber-
manha<j ahlus sunnah wal jamaah. Salah satu ciri yang menonjol pada
sistem pendidikan pesantren salafiyah adalah metode pengajian kitab
menggunakan metode sorogan, bandongan atau wetonan. Metode
pengajian tersebut adalah pengajian yang diikuti oleh para santri sesuai
dengan tingkat kemampuan. Santri bebas mengkaji kitab apapun dan
belajar kepada kiai atau ustadz yang ditunjuk oleh kiai. Sedangkan posisi
kiai dan ustadz menjadi pengajar berbagai kitab yang diminati oleh
santri. Seorang santri bisa mengkaji beberapa judul kitab atau hanya kitab
tertentu saja.
Sebagaimana pesantren salaf lainnya bahwa prinsip dan nilai yang
ada dalam perikehidupan PPS Pasuruan ini juga tercermin dari tradisi
pembelajaran sebagai proses transmisi keilmuan pesantren. Dalam
pengajian kitab salaf di PPS Pasuruan ini menggunakan metode wetonan
203
atau juga disebut metode halaqah, yang berarti lingkaran belajar santri
dengan cara kiai duduk di lingkaran para santri, kemudian kiai membaca
satu kitab, menjelaskan dan mengulas kitab yang disampaikan dalam
bahasa arab dalam waktu tertentu, sedang santri menghadapi kitab yang
sama dan mendengarkan serta menyimak apa yang dibaca sang kiai atau
ustadz. Dan pada metode ini tidak ada absensi dan tidak ada kenaikan
kelas. Metode berikutnya adalah metode sorogan. Dalam konteks
pelaksanaannya metode ini dilakukan dengan jalan santri memegang
kitab yang sama selanjutnya santri membaca kitab dihadapan kiai atau
ustadz satu persatu, jika terdapat kesalahan maka kiai atau ustadz akan
membenarkannya. Selain dua metode tersebut PPS Pasuruan juga
menggunakan metode lainnya seperti metode hafalan, muhadatsah,
bahsul masail dan musyawarah.
Meskipun materi yang di pelajari terdiri dari teks tertulis, namun
penyampaian secara lisan oleh para kiai adalah penting. Kitab dibacakan
oleh kiai di depan sekelompok santri, sementara para santri yang
memegang bukunya sendiri memberikan harakat sebagaimana bacaan
sang kiai dan mencatat penjelasannya, baik dari segi lughawiy maupun
maknawiy. Santri diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,
terutama pada masalah-masalah muamalah atau situasi kontemporer.
Kitab-kitab yang bersifat pengantar sering dihafalkan, sementara kitab-
kitab advanced akan dibaca dan dijelaskan dari awal sampai akhir.
204
Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik calon-calon
ulama dan menjadi manusia yang shalih (min ‘iba<dilla<hi al s{a<lih}in)
sebagaimana visi dan misi PPS Pasuruan. Sistem pengajaran seperti di
atas adalah cara-cara yang lazim dilakukan oleh pesantren salaf lainnya.
Seiring terjadinya modernisasi dalam sistem pembelajaran dan kurikulum
pesantren, maka pola pembelajaran yang dilakukan di PPS Pasuruan
tidak hanya sorogan dan bandongan, tapi sudah menganut sistem
klasikal. Materi pelajaranpun menjadi beragam, tidak hanya mengaji
kitab kuning, tapi ilmu-ilmu lainnya seperti materi pelajaran yang
diberikan di madrasah Aliyah khususnya jurusan Muamalah. Namun
demikian, meskipun PPS Pasuruan telah memasukan pengajaran
pengetahuan umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan
pesantren, namun pengajaran kitab-kitab salaf tetap diberikan sebagai
upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren mendidik calon-calon
ulama, yang setia kepada faham Islam tradisional ‘ala<ahlus sunnah wal
jama<’ah.
Penelitian ini juga menemukan, bahwa keseluruhan kitab salaf
yang diajarkan di PPS Pasuruan dapat digolongkan ke dalam 8
kelompok, yakni nahwu dan s}araf, fiqh, us}u<l fiqh, hadi<th, tafsi<r, tauh}i<d,
tasawuf dan etika, dan cabang-cabang lain seperti tari<kh dan balaghah.
Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren di seluruh Jawa dan Madura pada
umumnya sama, demikian pula metode pengajarannya. Kesamaan kitab
205
yang diajarkan dan sistem pengajaran tersebut menghasilkan
homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek-praktek keagamaan
di kalangan santri di seluruh Jawa dan Madura. Seiring perkembangan
pesantren, maka kitab-kitab dan sistem pengajaran tersebut, diadopsi juga
oleh pesantren yang ada di luar Jawa.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mendalam
menunjukan bahwa proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada
santri melalui pengajian kitab salaf ini selalu terintegrasi antara kitab
yang dikaji dengan pemberian motivasi dan semangat dalam
kemandirian, kerja keras, tanggung jawab, amanah dan sebagainya
terutama pada kitab-kitab fiqih muamalah oleh kiai atau ustadz. Unsur
kunci proses internalisasi inilai-nilai kewirausahaan melalui pengajian
kitab salaf ini adalah peranan dan kepribadian serta karisma kiai dalam
memberi contoh prilaku dan doktrin. Sikap hormat, takzim, dan
kepatuhan mutlak kepada kiai juga salah satu nilai pertama yang
ditanamkan pada setiap santri. Kepatuhan ini tampak lebih penting dari
pada usaha menguasai ilmu tetapi bagi kiai hal itu merupakan bagian
integral dari ilmu yang akan dikuasai. Hal inilah yang menjadi kunci
keberhasilan sang kiai dalam memberikan doktrin dan motivasi pada
santri terutama pada prinsip-prinsip sifat nabi Muhammad saw. siddiq,
amanah, tabligh dan fatonah atau yang dikenal dengan istilah STAF,
206
sehingga cukup efektif proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada
santri melalui pengajian kitab salaf ini.
Dalam kaitannya dengan proses ineternalisasi nilai-nilai
kewirausahaan melalui pengajian kitab salaf di PPS Pasuruan,
sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz H. Masykuri Abdurrahman
Sekretaris Umum PPS Pasuruan mengatakan kepada penulis pada tanggal
23 Pebruari 2013 sebagai berikut:
....sebenarnya pendidikan ekonomi dan kewirausahaan itu sudah ada di berbagai kitab yang dikaji di PPS, baik itu Qur’an, Hadits, dan kitab-kitab fiqih, maupun kitab-kitab lainnya. Jadi spirit ekonomi itu sudah ada di lingkungan santri, tinggal penerapannya saja dalam kehidupan sehari-hari. Kitab-kitab yang dikaji di PPS pada umumnya berisi tentang ibadah dan muamalah, tetapi yang banyak dipraktikan masih lebih banyak yang berkaitan dengan ibadah.41
Selain itu senada dengan pernyataan di atas, ustadz Mujib Amari
dari Pasepran Pasuruan yang juga salah satu alumni PPS Pasuruan tahun
1999 menyatakan kepada penulis pada tanggal 23 Pebruari 2013 :
“..... di antara kitab-kitab salaf yang dikaji di PPS yang memberi spirit berekonomi dan pendidikan kewirausahaan antara lain, kitab fath{ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya Muhammad Amin al Kurdi (1332 H), dan kitab tah{ri<r karangan Zakaria al Anshori. Kitab-kitab ini memberikan pedoman tentang bagaimana kita bermuamalah termasuk bagaimana berdagang sebagai bagian dati usaha ekonomi”.42
41 H. Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Sekretaris Umum PPS), Pasuruan, 23 Pebruari 2013 42 Mujib Amari, Wawancara (Alumni PPS Th. 1999), Pasuruan, 23 Pebruari 2013
207
Dari paparan hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa PPS
Pasuruan telah melakukan upaya dalam rangka mewujudkan kemandirian
santri khususnya dalam masalah ekonomi melalui pengajian kitab salaf
terutama pada kitab fiqih muamalah dengan selalu menekankan akan
pentingnya kemandirian ekonomi dalam kehidupan dan selalu mencontoh
sikap dan kepribadian nabi Muhammad saw melalui sifat-sifat beliau.
Interpretasi
Berdasarkan paparan data di atas dapat penulis interpretasikan,
bahwa sebagaimana pesantren salaf lainnya, PPS Pasuruan juga
mengadakan pengajian kitab salaf, diantaranya kitab yang berkaitan dengan
ilmu nah{wu, s}arof, fiqh, us}u<l fiqh, h}adi<th, tafsi<r, tauh{i<d, tasawuf dan etika,
serta cabang-cabang lain seperti ta<rikh dan bala<ghah dengan metode
bandongan, sorogan, muhadasah, bahsul masail dan musyawarah.
Dalam kaitannya dengan proses internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan pada santri melalui pengajian kitab salaf ini selalu
terintegrasi dengan kitab yang dikaji dengan cara memberi motivasi dan
semangat tenteng kemandirian, kerja keras, tanggungjawab, amanah dan
sebagainya terutama pada kitab-kitab fiqih muamalah. Kata kuncinya adalah
peranan dan kepribadian karisma sang kiai. Sikap hormat, takdzim, dan
kepatuhan mutlak kepada kiai adalah salah satu nilai utama yang
208
ditanamkan pada setiap santri dengan memberikan doktrin untuk mencontoh
sifat Rasulullah saw. dengan istilah STAF (siddiq, tabligh, amanah dan
fathanah). Hal inilah yang menjadi kunci keberhasilan sang kiai dalam
memberikan doktrin dan nasehat pada santri tentang pentingnya
kemandirian ekonomi.
Adapun di antara kitab-kitab salaf yang dikaji di PPS Pasuruan yang
memberi spirit berekonomian dan pendidikan kewirausahaan antara lain,
kitab fath{ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya
Muhammad Amin al Kurdi, dan kitab tahri<r karangan Zakaria al Anshori
dan sebagainya.
3. Lembaga Ekonomi di PPS
Bagian ini akan memaparkan bentuk kegiatan lembaga ekonomi
di PPS Pasuruan dan bagian ini perlu dipaparkan karena memiliki
teterkaitan dengan proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri.
Adapun kegiatan lembaga ekonomi ini terbagi atas kegiatan kopontren,
BMT-UGT dan BMT-MMU Sidogiri.
a. Jenis dan Profil Lembaga Ekonomi
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan memiliki tiga lembaga
ekonomi yang sudah berjalan dengan baik, dan satu lembaga yang
pada saat penelitian ini dilakukan masih dalam tahap rintisan awal.
Tiga lembaga ekonomi tersebut adalah koperasi pesantren Sidogiri
209
yang selanjutnya disingkat Koponrten Sidogiri, Koperasi Baitul Mal
wa Tanwil-Maslahah Mursalah Lil Umah yang selanjtnya disingkat
BMT-MMU Sidogiri dan Koperasi Baitul Mal wa Tamwil Usaha
Gabungan Terpadu yang selanjutnya disebut dengan BMT-UGT
Sidogiri.
Ketiga lembaga ekonomi ini dikelola oleh pengurus pesantren,
ustadz di MMU, santri dan alumni PPS yang telah dilatih oleh
Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil. Berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa pengelolaan lembaga ekonomi di PPS menggunakan
sistem ekonomi syariah dengan berbagai bentuk dan jenis transaksi
yang menggunakan istilah ekonomi syariah.
Visi Kopontren Sidogiri adalah menjadi kopontren yang
produktif dan sesuai prinsip syariah sehingga bisa menjadi sumber
dana yang kuat dan prospektif bagi PPS Pasuruan. Sedangkan misinya
adalah menjadi pusat perekonomian dan bisnis PPS Pasuruan, menjadi
pusat perkulakan atau grosir, menjadi kopontren percontohan di
Indonesia, dan usaha yang berorientasi pada laba.
Visi BMT-MMU dan BMT-UGT Sidogiri adalah terbangunnya
dan berkembangnya ekonomi umat dengan landasan syariah Islam dan
terwujudnya budaya taawun dalam kebaikan dan ketaqwaan dibidang
sosial ekonomi. Sedangkan misi BMT-MMU dan BMT-UGT Sidogiri
adalah menerapkan dan memasyarakatkan syariat Islam dalam
210
aktifitas ekonomi; menanamkan pemahaman bahwa sistem syariah
dibidang ekonomi adalah adil, mudah dan maslahah; meningkatkan
kesejahteraan umat dan anggota; melakukan aktifitas ekonomi dengan
budaya STAF (siddiq/jujur, tabligh/komunikatif, amanah/dipercaya,
fatonah/profesional).
PPS Pasuruan memiliki potensi jaringan yang kuat karena
memiliki santri, alumni, madrasah filial (cabang) di berbagai daerah.
Jaringan santri ini memiliki potensi yang lulus dan kemabali ke
masyarakat sekitar 700 santri setiap tahunnya. Sedangkan santri yang
mondok atau bermukim sekitar 5.000 santri. Dari sekian anak santri,
masih mempunyai potensi jaringan lain yaitu jaringan wali santri.
Selain jaringan santri, PPS Pasuruan juga memiliki jaringan
madrasah ranting, diantaranya MMU ranting Ibtidaiyah sebanyak 68,
MMU ranting Tsanawiyah sebanyak 16 madrasah. Jaringan lain
adalah jaringan guru yang ditugaskan oleh PPS ke daerah-daerah.
Jaringan guru tugas yang dikirim setiap tahunnya 300 sampai 500
santri lulusan MMU Tsanawiyah dengan tugas menjadi pengajar pada
madrasah di seluruh Indonesia yang memintanya.
Selain jaringan yang ada di atas, PPS Pasuruan juga memiliki
jaringan alumni yang tergabung dalam wadah Ikatan Alumni Santri
Sidogiri (IASS). Menurut catatan sementara dari pengurus pesantren,
alumni santri Sidogiri jumlahnya sekitar 100.000 orang yang tersebar
211
di seluruh Indonesia. Selain itu masih terdapat pengurus konsulat
Ikatan Alumni Santri Sidogiri (PK-IASS) di luar negeri termasuk juga
di Malaysia dan Timur Tengah.
Simpatisan PPS Pasuruan juga merupakan jaringan yang
potensial. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya studi banding yang
dilakukan ke pesantren ini, mulai dari para dosen dan peneliti, tokoh
pendidikan, pesantren dengan lembaga pendidikan tinggi, para praktisi
perbankan dan perbankan syariah, pengurus pesantren lain baik dari di
sekitar kabupaten Pasuruan maupun pesantren lain di seluruh
Indonesia, beberapa koperasi dan lembaga keuangan mikro, serta
beberapa lembaga ekonomi lainnya.
Sebagai bentuk kerja sama, lembaga keuangan Sidogiri bekerja
sama dengan lembaga keuangan lainnya secara berkala dengan
melakukan pendidikan dan pelatihan untuk para anggota koperasi,
calon karyawan koperasi dan BMT serta pengurus dan jajaran
manajemen lembaga keuangan. Pendidikan dan pelatihan itu
melibatkan Departemen Koperasi dan UKM Jawa Timur, Bank
Syariah Mandiri, Bank Muamalah dan BNI Syariah cabang Surabaya.
Prestasi besar yang bisa dicapai oleh lembaga ekonomi Sidogiri
adalah membebaskan masyarakat dari sistem ekonomi yang
mengandung riba dan digantikan dengan sistem ekonomi yang tidak
mengandung unsur riba, yakni sistem ekonomi syariah.
212
Selain itu banyak prestasi lain yang diperoleh lembaga ekonomi
Sidogiri, diantaranya koponten Sidogiri menjadi model dalam
berinvestasi dibidang ritel (Franchise), BMT-MMU mendapat
predikat koperasi simpan pinjam syariah berprestasi se Indonesia dari
kementrian Koperasi dan UKM juga mendapat predikat terbaik
tingkat propinsi Jawa Timur, mendapat kepercayaan dalam
memberikan rujukan tentang akad-akad syariah berdasarkan fiqih
salafiyah.
Dampak nyata dari keberadaan ke tiga lembaga ekonomi
tersebut dapat dirasakan baik santri, alumni, hingga masyarakat
sekitarnya. Termasuk hilangnya rasa kawatir tentang kehalalan dan
tingkat higienis dari makanan yang dikonsumsi. Untuk mengetahui
perkembangan lembaga ekonomi PPS Pasuruan secara singkat dapat
dilihat pada bagan berikut:
Tabel 4.6: Profil Usaha Lembaga Ekonomi Pondok Pesantren Sidogiri
Pasuruan Tahun 2011-2012
Lembaga Ekonomi PPS
Kopontren Sidogiri
BMT-MMU BMT-UGT Koperasi Agro Sidogiri
Tahun Berdiri
1961 1997 2000 2009
Modal 8.769.700.630 43.424.564.970 144.559.817.457 -
Omzet 31.334.426.000 129.465.397.843 367.869.086.172 -
213
SHU 1.022.830.671 1.700.082.583 4.592.113.814 -
Kantor Pelayanan
25 Cabang 24 Cabang 72 Cabang 1 Pusat
Produk dan Jasa
Waralaba, Percetakan, Pertanian
Kedai makanan
Perusahaan AMDK merk Santri
Giriway
Wadiah
Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Ijarah
Qord Al-Hasan
Jasa talangan haji
Wadiah
Mudharabah
Musyarakah
Murabahah
Ijarah
Qord Al-Hasan
Layanan Transfer
Masih dalam rintisan usaha pembelian produksi pertanian dan penjualan alat dan bahan pertanian
(Data tahun 2009-2012: Diverifikasikan dari berbagai laporan oleh penulis)
b. Proses Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan Melalui Pemberdayaan
Ekonomi
Proses pemberdayaan ekonomi diawali oleh keprihatinan kiai
dengan praktek riba yang terjadi di lingkungan PPS Pasuruan.
Keprihatinan itulah yang memunculkan semangat untuk membangun
ekonomi bebas riba yang dimotori oleh KH. Mahmud Ali Zain. Proses
pemberdayaan ekonomi tidak lepas dari tiga lembaga ekonomi
tersebut dan masing-masing sebagai media proses internalisasi nilai-
nilai kewirausahaan terhadap santri dan dapat penulis dipaparkan
sebagai berikut:
214
1). Kopontren Sidogiri
Berdasarkan dokumen akta pendirian dan laporan
pengurus, kopontren Sidogiri berdiri tahun 1961 pada saat
pengasuhan almaghfurlla<h KH. A. Nawawi Sa’dulloh. Pada awal
berdirinya koopentren ini berupa toko klontong dan kedai yang
menyediakan nasi dan makanan ringan untuk memenuhi
kebutuhan santri. Sebagaimana yang dijelaskan oleh KH.
Mahmud Ali Zain pada tanggal 3 April 2013 sebagai berikut:
Koperasi ini dirintis oleh KH. A. Nawawi Sadulloh pada tahun 1961 sebagai wadah belajar mandiri, wirausaha dan pengabdian santri. Laboratorium prakteknya barulah berupa kedai dan toko kelontong. Kala itu, praktek yang diselenggarakan masih sederhana, yakni membuka kedai yang menyediakan nasi dan makanan ringan untuk memenuhi kebutuhan santri sendiri. Sedangkan motto kopontren Sidogiri yang sering disampaikan oleh almaghfurllah KH. A. Nawawi Sadulloh adalah “dari santri, oleh santri dan untuk santri”. Maksudnya kopontren Sidogiri dibentuk yang modalnya dikumpulkan dari para santri. Modal tersebut kemudian dikelola melalui usaha perdagangan oleh para santri yang menjadi pengurus kopontren Sidogiri. Keuntungan atau laba usaha yang dilakukan oleh kopontren nantinya akan dikembalikan kepada santri”.43
Kopontren Sidogiri merupakan institusi yang memiliki
manfaat yang besar bagi pesantren, santri dan masyarakat. Bagi
pesantren keberadaan kopontren sangat menunjang upaya
kemandirian PPS Pasuruan karena 88% biaya operasional
43 KH. Mahmud Zain, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 3 April 2013
215
pesantren adalah dari SHU kopontren. Bagi santri keberadaan
koperasi selain menyediakan kebutuhan sehari hari, juga sebagai
tempat belajar kemandirian, kewirausahaan dan pengabdian.
Sedang bagi masyarakat umum, kopontren Sidogiri dapat
menyediakan kebutuhan sehari-hari dengan harga yang
kompetitif.
Secara legal formal kopontren ber-Badan Hukum pada
tanggal 15 Juli 1997 dengan nama koperasi pesantren Sidogiri
dengan nomor: 441/BH/KWK.13/VII/97. Seiring dengan
terbitnya Akta Badan Hukum tersebut kopontren Sidogiri terus
memperbaiki manajemen dan kinerja usahanya dengan mengiku
sertakan pengurus, dan manajer pada berbagai kegiatan
pelatihan dan workshop manajemen koperasi.
Dalam kaitannya dengan proses internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan, bahwa unit-unit usaha yang dimiliki oleh
kopontren yang berada di dalam lingkungan pesantren dipegang
oleh santri. Sebelum mereka memegang unit usaha tersebut
mereka harus mendapat restu dari kiai dan diseleksi oleh
pengurus. Setelah lulus dari seleksi barulah mereka akan
mendapatkan pembinaan dan diklat oleh pihak lain secara
profesional. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz
Abullah Nur pada tanggal 3 April 2013 sebagai berikut:
216
Ketika santri sudah mendapat restu dari kiai untuk mengelola unit usaha yang dimiliki kopontren, maka dalam rangka untuk meningkatkan kinerja produktivitas kerja mereka, para pengurus kopontren memberikan pelatihan kepada mereka dengan bekerja sama dengan pihak lain yang berkompeten. Selain untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme kerja mereka juga sekaligus sebagai upaya pembelajaran mereka untuk tumbuh menjadi seorang entrepreneur yang handal.”44
Selain itu berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
peneliti bahwa santri PPS setelah masuk di MMU baik
Ibtidaiyyah, Tsanawiyah maupun Aliyah, mereka
terkelompokan per daerah. Dalam hal ini terdapat 13 daerah
pemukiman santri dan diantara 13 daerah tersebut terdapat 6
daerah pemukiman santri dengan katagori khusus, yaitu daerah
A khusus tah}fi<dhul Qur’a<n, daerah J khusus santri kelas 3
Ibtidaiyyah dan kelas 4 Istidadiyah ke bawah, daerah K, L dan E
khusus berbahasa Arab dan Inggris dan daerah Z khusus santri
yang mengabdikan dirinya sebagai karyawan kopontren.
Santri yang berada di daerah Z yang diistilahkan sebagai
rumah istirahat dan melepas lelah sekaligus rumah untuk
mengamalkan ilmu yang didapat dari pendidikan madrasiah dan
ma’hadiyah, selain mereka harus mengikuti semua program
pesantren secara umum, mereka juga dapat mengembangkan
44 Abdullah Nur, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 3 April 2013
217
nilai-nilai kewirausahaannya dan bisa berkomunikasi dan
melakukan sharing sesama penghuni daerah Z.
Sebagaimana yang juga disampaikan oleh ustadz
Abdullah Nur juga pada tanggal 4 April 2013 sebagai berikut:
Salah satu ciri pesantren yang jarang dimiliki oleh lembaga-lembaga pendidikan lain adalah adanya asrama pemukiman santri. Adanya asrama ini membuat santri betul-betul fokus di seluruh waktunya untuk belajar dan menempa diri. Di Sidogiri, tempat asrama santri diistilahkan “Daerah”. Setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah (kepda), dibantu 6 pembantu urusan daerah (baurda), dan seorang kepala kamar (kepma) untuk setiap kamar. Dengan menempatkan santri di daerah-daerah, diharapkan perilaku keseharian santri dapat terkontrol dengan baik, karena lingkungan merupakan faktor yang sangat dominan dalam pendidikan dan dalam membentuk sebuah karakter. sehingga pendidikan yang diajarkan di kelas atau surau tercapai dengan optimal. Selain itu, daerah juga merupakan tempat untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam kehidupan nyata.45
Selain itu mereka memiliki tugas khusus yakni sebagai
karyawan kopontren Sidogiri. Sebagaimana yang disampaikan
juga oleh Ust. Achmad Fadoil pada tanggal 4 April 2013 sebagai
berikut:
Pesantren Sidogiri ini memiliki kopontren yang usahanya saangat banyak. Semua karyawan di setiap unit usaha di kopontren ini melibatkan para santri sebagai karyawannya. Mereka supaya fokus pada pengabdiannya sebagai karyawan yang bertanggung jawab dalam mengembangkan usahanya, maka mereka ditempatkan
45 Abdullah Nur, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 April 2013
218
didaerah khusus yaitu daerah Z. Dengan pengkususan daeran ini mereka mudah dalam pembinaan dan pengembangan mereka untuk mewujudkan jiwa kewirausahaan.46
Hal senada juga disampaikan oleh ustadz H. Fathul
Mu’in pada tanggal 4 April 2013 sebagaimana penuturan beliau.
Dengan adanya daerah khusus untuk santri yang mengabdikan diri sebagai karyawan kopontren Sidogiri, mereka bisa fokus dalam pengembangan jiwa kewirausahaannya khususnya dalam upaya pengembangan usaha yang dipegangnya. Selain mereka melaksanakan tugas-tugas sebagaimana santri yang lainnya seperti di daerah wilayah tinggal satri yang lainnya. 47
Komitmen pengurus PPS Pasuruan dalam rangka
mewujudkan santri yang berjiwa kewirausahaan diwujudkan
dengan mengembangkan kopontren. Hingga saat ini kopontren
memiliki puluhan unit usaha yang semuanya itu dikelola oleh
santri dengan cara bergantian. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh ustadz. Zaini Alwi wakil ketua LAZISWA pada tanggal 4
April 2013 sebagai berikut:
Salah besar jika menilai dunia pondok pesantren hanya bergulat dengan kajian kitab kuning semata. Karena di ponpes Sidogiri, desa Umbulan kecamatan Winongan kabupaten Pasuruan, santri juga diajarkan untuk bergiat di bidang ekonomi, di samping belajar agama, dengan mengelola koperasi yang menjual air mineral kemasan
46 Achmad Fadoli, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 April 2013 47 H. Fathul Mu’in, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 April 2013
219
buatan sendiri yang bahannya berasal dari sumber air Umbulan yang terletak tak jauh dari ponpes.48
Senada dengan ustadz Zaini Alwi, ustadz Ali Wafa pada
tanggal yang sama sebagai berikut:
Santri yang belajar di ponpes Sidogiri tidak hanya diajari mengkaji kitab (kuning). Tapi juga diajak bergiat di bidang ekonomi. Karena ajaran dalam kitab disebutkan bahwa setiap orang harus bersentuhan dengan dunia usaha, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad,” jabarnya, di sela-sela memberi sambutan dalam grand opening peresmian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di ponpes Sidogiri.49
Demikian juga yang disampaikan oleh ustadz
Mohammad Nadji dalam wawancaranya dengan peneliti pada
tanggal 15 Maret 2013 sebagai berikut:
Kopontren Sidogiri adalah salah satu sarana bagi para santri untuk mengamalkan pengetahuan fikih muamalah yang mereka pelajari dari kutub at tura<th para ulama. Melalui Kopontren pula, konsep ekonomi syariah yang telah tertuang dalam fiqih muamalah diupayakan dapat diimplementasikan secara nyata di tengah tengah perkembangan ekonomi modern. Manfaat lain yang juga tak kalah penting, dengan adanya kopontren diharapkan agar santri dapat belajar berbisnis/berwirausaha secara mandiri.50
48 Zaini Alwi, Wawancara (Wakil ketua LAZISWA), Pasuruan, 4 April 2013 49 Ali Wafa, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 April 2013 50 Muhammad Nadji, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 15 Maret 2013
220
2). BMT (Baitul Mal Wa Tamwil)-MMU Sidogiri
BMT-MMU adalah lembaga keuangan berbentuk koperasi
simpan pinjam dengan prinsip syariah. Lembaga koperasi ini
berdiri tahun 1997 dengan nama koperasi BMT-MMU dan telah
berbadan hukum nomor 608/BH/KWK.13/IX/97 tanggal 4
September 1997. Selain itu juga telah memiliki TDP nomor
1325600099, TDUP nomor 133/13.25/UP/TX/98 dan NPWP
nomor 1-718-668.5-624.
Latar belakang berdirinya BMT-MMU Sidogiri
berdasarkan penelusuran peneliti dalam www.sidogiri.com
menemukan data pada tanggal 9 April 2013 sebagai berikut:
Usaha ini diawali oleh keprihatinan KH. Nawawi Thoyib (Alm.)pada tahun 1993 akan maraknya praktek renten di desa Sidogiri. Maka beliau mengutus beberapa orang untuk mengganti hutang masyarakat tersebut dengan pola pinjaman tanpa bunga dan alhamdulillah program tersebut bisa berjalan hampir 4 tahun meskipun masih terdapat sedikit kekurangan dan praktek renten masih belum punah. Dari semangat dan tekad itulah para pendiri koperasi yang pada waktu itu dimotori oleh Ust. H. Mahmud Ali Zain bersama beberapa ustadz madrasah ingin meneruskan keinginan KH. Nawawi Thoyib (Alm.) terwujud. Pada tahun 1996 di pesantren Zainul Hasan Genggong diadakan seminar dan sosialisasi tentang konsep simpan-pinjam syariah yang diikuti KH. Mahmud Ali Zain dan para ustadz, maka setelah itu pesantren dan kopontren sepakat untuk mendirikan koperasi BMT yang diberi nama Baitul Mal wat-Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah Pasuruan disingkat BMT MMU. Mengapa memakai nama MMU? Karena seluruh pendiri pada waktu itu adalah guru-guru
221
MMU Sidogiri. Dan ditetapkanlah pendirian Koperasi BMT MMU Pasuruan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1418 H. (ditepatkan dengan tanggal lahir Rasulullah SAW) atau 17 Juli 1997 M, di kecamatan Wonorejo Pasuruan. Saat itu kantor pelayanan pertama BMT MMU masih sewa dengan ukuran luas + 16 m2 dan Modal awal sebesar Rp 13.500.000,- yang terkumpul dari anggota sebanyak 148 orang, terdiri dari para asatidz, pengurus dan pimpinan MMU Sidogiri dengan modal dana sebesar Rp 13.500.000,-.51
Usaha yang dilakukan BMT-MMU Sidogiri meliputi: (1)
simpan pinjam pola syariah, (2) industri rumah tangga (home
industri), (4) sektor jasa penggilingan padi, (5) usaha roti, (3)
toko dan perdagangan umum dan (4) jasa penggilingan padi.
Koperasi BMT-MMU mempunyai beberapa mitra yang
ikut mendukung, yaitu kopontren Sidogiri, koperasi PER,
koperasi UGT, koperasi Muawanah, koperasi Perkreditan Rakyat
Syariah dan koperasi primer. Secara struktural BMT-MMU tidak
ada kaitannya sama sekali dengan PPS Pasuruan, namun uang
zakatnya disalurkan spenuhnya kepada LAZISWA untuk dikelola
dan disampaikan kepada para mustahiq. Hal ini sebagaimana
yang disampaikan oleh Wakil Ketua LAZISWA Sidogiri ustadz.
Zaini Alwi pada tanggal 10 April 2013 sebagai berikut.
LAZISWA itu adalah sebuah lembaga amil zakat infaq shadaqah yang di bawah naungan Pondok Pesantren Sidogiri yang pengumpulannya dananya melalui jemput
51 Website, www.sidogiri.com, 9 April 2013
222
bola kepada para muzakki dan aghniya<’. Namun dana yang terbesar yang kami peroleh dari zakatnya BMT-MMU dan tahun ini (2012) kurang lebih sebesar satu milyar rupiah. Kemudian dana tersebut kami salurkan kepada para mustahiq khususnya para alumni untuk dijadikan sebagai modal usaha.52
Senada dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang
pengurus pusat BMT-MMU ustadz Masykuri Abdurrahman pada
tanggal 9 April 2013 sebagai berikut.
Keberadaan koperasi BMT-MMU itu secara internal tidak memiliki hubungan dengan PPS Pasuruan baik secara finansial maupun struktural. Semua keuntungan yang didapatkan melalui SHU kembali kepada anggota koperasi, hanya saja untuk penyaluran zakatnya diserahkan sepenuhnya kepada LAZISWA Sidogiri untuk disampaikan kepada para mustahiqnya.53
Informasi ini mengidentifikasikan bahwa secara struktural
koperasi BMT-MMU sama sekali tidak ada kaitannya dengan
PPS Pasuruan, tetapi secara psikologis dan moral memiliki
hubungan yang erat.
Dalam kaitannya dengan proses internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan melalui BMT-MMU ditemukan hasil penelitian,
bahwa seluruh santri baik di jenjang Istidadiyah, Ibtidaiyah,
Tsanawiyah maupun Aliyah diberikan kesempatan sama untuk
menanamkan saham di BMT-MMU. Hal ini tentu dapat
52 52 Zaini Alwi, Wawancara (Wakil ketua LAZISWA), Pasuruan, 10 April 2013 53 Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 9 April 2013
223
mempengaruhi dan memberikan motivasi santri untuk
mengembangkan ekonominya. Selain itu dalam sistem perekrutan
tenaga kerja, BMT-MMU menetapkan skala prioritas kepada
alumni santri PPS Pasuruan. Sebagaimana yang disampaikan oleh
ustadz Abdullah Nur pada tanggal 9 April 2013 dengan
pernyataan sebagai berikut.
Dalam perekrutan karyawan BMT-MMU ada beberapa ketentuan dan skala prioritas diantaranya yang paling diutamakan adalah alumni lulusan madrasah Aliyah jurusan muamalah, yang kedua adalah semua alumni madrasah Aliyah semua jurusan, yang ketiga semua alumni Sidogiri dan yang keempat adalah semua alumni pesantren manapun. Sehingga dari sini jelas bahwa alumni pesantren Sidogiri menjadi skala perioritas sebelum dari pesantren lainnya.54
Selain itu hasil penelitian menunjukan, bahwa ada
program khusus yang dicanangkan PPS Pasuruan dalam rangka
menyiapkan santri-santri yang berjiwa entrepreneur melalui
BMT-MMU tersebut. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya
kesempatan yang diberikan kepada santri madrasah Aliyah
jurusan Muamalah ketika akan menyelesaikan tugas akhir
belajarnya harus mengikuti program kerja lapangan di BMT
MMU.
54 Abdullah Nur, Wawancara (Staf bagian informasi dan humas), Pasuruan, 9 April 2013
224
3). BMT (Baitul Mal Wa Tamwil) - UGT
Koperari Baitul Mal Wa Tamwil - Usaha Gabungan
Terpadu yang kemudian disingkat dengan BMT-UGT didirikan
oleh beberapa pengurus BMT-MMU dan orang-orang yang
berada dalam satu kegiatan UGT-PPS (Urusan Guru Tugas PPS)
yang di dalamnya terdapat PJGT, pimpinam madrasah diniyah,
guru, alumni dan simpatisan PPS Pasuruan yang tersebar di
wilayah propinsi Jawa Timur. Tentang pendirian BMT-UGT
ini, ustadz. H. Abdul Madjid Umar menjelaskan kepada penulis
pada tanggal 9 April 2013 sebagai berikut:
“BMT-UGT mulai beroperasi di Surabaya pada tanggal 5 Rabiul Awal 1421H/6 Juni 2000 M. Meskipun beroperasi di Surabaya, namun kantor pusatnya tetap di PPS Pasuruan. Koperasi ini berdiri pada tanggal 5 Rabiul Awal 1421 H. bertepatan dengan tanggal 6 Juni 2000 M. dengan status Badan Hukum nomor: 09/BH/KWK/13/VII/2000 dan TDP-nya nomor: 132 626 500 100. BMT juga punya SIUP, nomornya: 517/099/424.061/2003. Sebagai kelengkapan lainnya BMT-UGT juga memilki NPWP dengan nomor: 02.082.190.6-624.000. UGT juga memilki wilayah kerja operasional di seluruh Jawa imur “55
Sedangkan berdasarkan penelusuran peneliti dalam
www.sidogiri.com menemukan data pada tanggal 10 April 2013
sebagai berikut:
55 H. Abdul Majid Umar, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 9 April 2013
225
Setelah koperasi BMT MMU berjalan selama dua tahun, maka banyak masyarakat madrasah diniyah yang mendapat bantuan guru dari pesantren Sidogiri lewat Urusan Guru Tugas (UGT) dan para alumni PPS yang berdomisili di luar Pasuruan, mendorong untuk didirikan koperasi dengan skop yang lebih luas, maka pada tanggal 05 Rabiul Awal 1421 H bertepatan 22 Juni 2000 M dibuka satu unit koperasi BMT UGT Sidogiri di Jalan Asem Mulyo 48 C Surabaya. Lalu tidak lama kemudian BMT UGT mendapatkan badan Hukum Koperasi dari Kanwil Dinas Koperasi, PK dan M propinsi Jawa Timur dengan Surat Keputusan no: 09/BH/KWK/13/VII/2000, tertanggal 22 Juli 2000 dengan nama Koperasi Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri. Mengapa memakai nama UGT? Karena mayoritas pendiri pada waktu itu adalah pengurus pesantren atau madrasah yang tergabung dalam Urusan Guru Tugas (UGT) yang mengambil guru tugas dari pesantren Sidogiri.56
Adapun jenis produk tabungan yang dimiliki adalah: (1)
tabungan umum, (2) tabungan pendidikan, (3) tabungan Idul
Fitri, (4) tabungan ibadah Qurban, (5) tabung walimah dan (6)
tabungan ziarah. Berikut penulis sajikan foto kegiatan BMT-
UGT berikut.
BMT-UGT juga memberikan pembiayaan dengan
menggunakan skema sebagai berikut: (1) muda<rabah (bagi
hasil) yakni pembiayaan oleh koperasi UGT sedang nasabah
menyediakan usaha dan manajemennya. Hasil keuntungan akan
dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, (2) mura<bah}ah
(modal kerja) yaitu, pembiayanaan yang pembayarannya
56 56 Website, www.sidogiri.com, 10 April 2013
226
dilakukan pada saat jatuh tempo dan satu kali lunas beserta
mark-up (laba) sesuai kesepakatan bersama, (3) musha<rokah
(penyertaan) yaitu pembiayaan yang berupa sebagian modal
yang diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan, (4)
bai’bistamanu a<jil (investasi) yaitu pembiayaan dengan sistem
jual-beli yang dilakukan secara angsuran terhadap pembelian
suatu barang.
Dalam kaitannya dengan proses internalisasi
kewirausahaan pada diri santri melalui koperasi BMT-UGT
adalah sama dengan apa yang terjadi di BMT-MMU.
Interpretasi
Berdasarkan paparan data tersebut dapat penulis interpretasikan
bahwa pemberdayaan ekonomi PPS Pasuruan merupakan perjalanan yang
panjang dan penuh perjuangan. Untuk bisa mencapai tingkat kemajuan
seperti saat ini, pengurus telah bekerja keras membangun tiga lembaga
ekonomi yaitu koperasi pesantren, BMT-MMU dan BMT-UGT. Ketiga
lembaga ekonomi ini menggunakan sistem syariah dan kegiatan
operasioanalnya telah menerapkan manajemen madern. Sedangkan satu
lembaga lagi masih dalam tahap pengembangan belum bisa dipaparkan
pada bagian ini.
227
Paparan data juga menunjukkan bahwa lembaga ekonomi pesantren
telah menunjukan kemajuan dengan berbagai indikator ketercapaian seperti
meningkatnya omzet, aset, jumlah nasabah, SHU dan zakat yang terus
meningkat. Peningkatan ini dimaknai bahwa lembaga ekonomi PPS telah
dikelola oleh pengurus yang profesional dan ditunjang oleh sistem
manajemen yang baik. Prinsip-prinsip manajemen madern dan Islami seperti
jujur, transparan, komunikatif dan profesional, dipegang teguh dan menjadi
tujuan pelayanan kepada anggota. Berkat usaha pengurus dalam
mengembangkan lembaga ekonomi di PPS ini, maka salah satu prestasinya
adalah menjadi koperasi pesantren terbaik di Indonesia. Prestasi ini
dimaknai sebagai bukti tambahan, bahwa peran pengurus saangat besar
dalam memberdayakan ekonomi di PPS Pasuruan sehingga kepercayaan
masyarakat terus meningkat.
Dalam proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan santri melalui
lembaga ekonomi ini bahwa selain sebagai tempat berlatih untuk menjadi
seorang entrepreneur dengan memegang unit usaha, tempat praktek kerja
lapangan santri, adanya kesempatan santri menanamkan saham juga
memproritaskan output santri menjadi pegawai di lembaga ekonomi.
228
C. Peran Kiai, Pengurus dan Ustadz dalam Internalisasi Nilai-nilai
Kewirausahaan
1. Peran Kiai
Sebelum masuk pada masing-masing peran, bagian ini
mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang kiai dalam proses
internalisasi nilai-nilai kewirausahaan baik melalui madrasah diniyah,
pengajian kitab salaf maupun lembaga ekonomi. Pimpinan tertinggi di
pesantren adalah pengasuh, selanjutnya dalam kehidupan sehari-hari di
pesantren sang pengasuh disebut kiai. Sehingga pimpinan tertinggi di
pesantren adalah kiai. Pada umumnya pesantren di Jawa kiai berperan
multiguna. Selain sebagai guru paling senior, pimpinan agama, sebagai
tokoh masyarakat dalam lingkungan yang lebih luas, sebagai konsultan
masalah politik, konsultan bidang pekerjaan, konsultan jodoh, dan ahli
pengobatan spiritual.
Sebagaimana pesantren pada umumnya, peran kiai dalam bidang
pendidikan dan bidang ekonomi di PPS Pasuruan sangat penting. Peran
kiai diwujudkan dengan terbentuknya Majlis Keluarga. Majlis Keluarga
adalah wadah bergabungnya semua kiai yang ada di lingkungan keluarga
pendiri pesantren Sidogiri. Majlis inilah yang mendirikan dan
mengembangkan pendidikan di PPS sekaligus yang membidani lahirnya
usaha ekonomi di PPS Pasuruan. Peran Majlis Keluarga ini dituturkan oleh
229
H. Sholeh Wafi dalam petikan wawancara yang penulis lakukan tanggal 15
Maret 2013 jam 10.00 sebagai berikut:
Pesantren ini memiliki Majlis Keluarga yang mendukung dan mengawal jalannya pendidikan dan kegiatan ekonomi, bentuk dukungan dari Majlis Keluarga adalah memfasilitasi dan menyediakan sarana dan prasarana pendiikan, memfasilitasi berdirinya koperasi dan lembaga keuangan pesantren. Majlis Keluarga juga menanamkan simpanan atau investasi dana (saham) pada koperasi dan lembaga keuangan sebagai upaya suritauladan pada santri dan komunitas pesantren. Selain itu, sebagai bentuk komitmen pada lembaga keuangan dan koperasi pesantren, para kiai anggota Majlis Keluarga dan para anggota keluarga lainnya tidak memilki atau membuka toko pribadi. Contoh konkrit dari peran kiai ini juga dapat dilihat pada saat para kiai yang tergabung ke dalam Majlis Keluarga ini membeli mobil untuk disewakan kepada koperasi pesantren.”57
Peran kiai dalam merintis pemberdayaan ekonomi pesantren juga
dapat dibaca melalui www.sidogiri.com pada tanggal 17 Maret 2013
sebagai berikut:
Cikal bakal berdirinya koperasi di pesantren pada mulanya atas inisiatif dari KA. Sa'doellah Nawawie guna kemaslahatan santri dalam memenuhi kebutuhannya sehari hari. Sehingga dari sana, beliau menciptakan sebuah motto untuk koperasi: "Dari Santri, oleh Santri, untuk Santri". Beliau mendirikan koperasi ini pada tahun 1961 dan hingga pada saat ini tahun ini resmi menjadi tahun berdirinya kopontren sidogiri. Pada waktu itu beliau bertindak sebagai Ketua Umum sekaligus penanggung jawab PPS yang merintis berdirinya koperasi sebagai wadah belajar berwirausaha para santri, di mana kegiatan usaha saat itu hanya berupa Kedai makanan dan Toko kelontong. Seiring dengan perjalanan waktu, hingga pesantren Sidogiri diasuh oleh kiai Kholil Nawawie, mulai dibentuk struktur kepengurusan kopontren yang bertujuan memberikan kepercayaan penuh kepada pengurus kopontren untuk
57 H. Sholeh Wafi, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 15 Maret 2013
230
mengambil keputusan yang berkaitan dengan bisnis di lingkungan pesantren.58
Peran penting Majlis Keluarga dituturkan oleh KH. Mahmud Ali
Zain selaku salah satu Ketua PPS pada tanggal 9 Maret 2013 sebagai
berikut:
Pesantren ini memiliki beberapa kiai sebagai leader yang tergabung dalam Majlis Keluarga yang sekarang beranggotakan 6 orang kiai. Para kyiai ini berperan dalam pengambilan keputusan tertinggi di PPS ini “la” dan “na’am” nya (boleh tidaknya) keputusan di pesantren ditentukan oleh Majlis Keluarga. Dalam mengambil keputusan untuk kepentingan pesantren, Majlis Keluarga menggunakan pedoman “al muh{a<fadhatu ala< qadi<mis s{a<lih, wal akhdu bil jadi<dil as{lah” (memelihara barang atau keyakinan lama yang baik dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik)59
Sementara itu menurut ustadz H. Sholeh Wafi, salah satu pengurus
yang ditugaskan di Banyuwangi dalam wawancaranya dengan penulis
pada tanggal 15 April 2013 sebagai berikut:
“Pesantren ini memiilki Majlis Keluarga, bentuk struktur organisasinya hampir sama seperti pengurus Nahdlatul Ulama, jadi ada Syuriah, ada Tanfidziyah. Majlis Keluarga ini berdiri tahun 1961 dan Rois Syuriahnya adalah KH. Sa’dullah Nawawi. Majlis ini bertugas memikirkan bagaimana agar pesantren bisa berkembang dan maju, termasuk maju dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Pada awalnya PPS membuka koperasi yang melayani kebutuhan santri. Apa yang dibutuhkan oleh santri, itulah yang kita jual. Pada perkembangannya koperasi pesantren ini tudak hanya melayani kebutuhan santri, tetapi juga melayani kebutuhan masyarakat sekitar pesantren dan dengan koperasi ini santri dapat belajar berwirausaha. Baru pada tahun 1977 berdirilah lembaga keuangan yang melayani kebutuhan masyarakat sekitar pesantren”.60
58 Website, www.sidogiri.com, 17 Maret 2013 59 KH. Mahmud Ali Zain, Wawancara (Salah satu ketua PPS), Pasuruan, 9 Maret 2013 60 H. Sholeh Wafi, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 15 April 2013
231
Sedangkan menurut ustadz H. Masykuri Abdurrahman Sekretaris
Umum PPS pada tanggal 9 Maret 2013 mengatakan sebagai berikut:
....sebenarnya pendidikan ekonomi dan kewirausahaan itu sudah ada di berbagai kitab yang dikaji oleh para kiai dan ustadz di PPS, baik al Qur’an, hadits, dan kitab fiqih muamalah, maupun kitab-kitab lainnya. Jadi spirit ekonomi itu suudah ada di lingkungan santri, tinggal penerapannya saja dalam kehidupan sehari-hari. Kitab-kitab yang dikaji di PPS pada umumnya berisi tentang ibadah dan muamalah, tetapi yang banyak dipraktikkan masih lebih banyak yang berkaitan dengan ibadah.61
Dalam kesempatan yang sama (tanggal 9 April 2013) ustadz H. M.
Masykuri Abdurrahman juga menyatakan:
.... atas kebijakan kiai, sejak empat tahun terakhir, di madrasah Aliyah PPS sudah ada tiga jurusan, yaitu jurusan dakwah, jurusan tarbiyah, dan jurusan mu’amalah. Khusus jurusan muamalah para santri diberikan tugas untuk praktek mengelola koperasi PPS, selanjtnya mereka yang sudah lulus dikaryakan untuk mengelola koperasi Sidogiri yang ada di berbagai tempat.62
Selain itu senada dengan pernyataan di atas, ustadz Mujib Amari
dari Pasepran Pasuruan yang juga salah satu alumni PPS Pasuruan tahun
1999 menuturkan kepada penulis pada tanggal 4 Pebruari 2013, bahwa :
“..... di antara kitab-kitab salaf (klasik) yang dikaji oleh kiai di PPS yang memberi spirit berekonomi dan pendidikan kewirausahaan antara lain, kitab fath{ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya Muhammad Amin al Kurdi (1332 H), dan kitab tah{<rir karangan Zakaria al Anshori. Kitab-kitab ini memberikan pedoman tentang bagaimana kita bermuamalah
61 H. Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Sekretaris Umum PPS), Pasuruan, 9 Maret 2013 62 H. Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Sekretaris Umum PPS), Pasuruan, 9 Maret 2013
232
termasuk bagaimana berdagang sebagai bagian dari usaha ekonomi”.63
Melalui berbagai sarana yang seperti pengajian, pendidikan
ekonomi, pendidikan diniyah, dan kegiatan harian lainnya, kiai
mengajarkan dan melatih tata cara berekonomi kepada santri, baik secara
langsung maupun tidak langsung yakni melalui para ustadz dan pengurus
pesantren. Berikut ini penuturan ustdaz. H. Sholeh Wafi tentang
pendidikan kewirausahaan yang dilakukan PPS kepada para santri pada
tanggal 4 Pebruari 2013 sebagai berikut:.
“......... di pondok pesantren Sidogiri, santri yang akan diberi tugas untuk mengelola koperasi dan lembaga ekonomi pesantren ditunjuk oleh kiai dan diseleksi oleh pengurus, pengurus menyeleksi para calon pengelola lembaga ekonomi itu dengan empat kriteria sifat rasul, yakni shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Selanjutnya pesantren mengundang para ahli di bidang ekonomi dari Unair Surabaya dan Unibraw Malang untuk melatih para santri. Selain perguruan tinggi, pesantren juga mengundang para praktisi ekonomi dari Bank, Koperasi, dan Badan Usaha lainnya untuk melatih manajemen usaha dan kepemimpinan. Kegiatan ini dikemas dalam kegiatan ekstra kurikuler untuk santri”.64
Penjelasan di atas menunjukan bahwa upaya internalisasi nilai-nilai
kewirausahaan pada santri baik melalui madrasah diniyah, pengajian kitab
salaf maupun lembaga ekonomi di PPS tidak lepas dari kebijakan internal
kiai yang ditindak lanjuti oleh pengurus dan ustadz. Dalam melatih para
santri menjadi entrepreneur, santri ditunjuk sebagai pengelola usaha
63 Mujib Amari, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013 64 H. Sholeh Wafi, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013
233
ekonomi pesantren dengan mendapatkan ifrah (gaji) dari pesantren. Hal ini
diungkapkan oleh H. Sholeh Wafi dalam kutipan wawancara pada tanggal
11 April 2013 sebagai berikut:
... atas perintah kiai, santri yang bekerja di lembaga ekonomi pesantren dibayar penuh, karena mereka bertanggungjawab pada kelangsungan ekonomi pesantren. Santri yang ditunjuk itu diseleksi, dilatih, kemudian ditugaskan menjadi pengelola. Seperti saya dulu juga begitu, saya tiba-tiba diminta jadi pengurus lembaga ekonomi pesanten, padahal saya tidak memilki keahlian dalam bidang itu, tetapi kiai Mahmud bilang, “kalau belum bisa nanti akan diajari”, karena itu saya mendapatkan pelatihan dari berbagai lembaga dan instansi. Jadilah akhirnya saya menjadi manajer di Bank Syari’ah Sidogiri ini.65
Interpretasi
Berdasarkan paparan di atas, dapat penulis interpretasikan bahwa
upaya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan pada santri selain melalui
pendidikan diniyah khususnya madrasah Aliyah jurusan Muamalah dan
penggalian kitab salaf melalui pengajian dengan dikolaborasikan dengan
teori-teori ekonomi juga tidak lepas dari proses upaya pemberdayaan
ekonomi di PPS yang dilakukan oleh Majlis Keluarga yang disebut dengan
kiai. Peran Kiai secara umum dapat dikelompokan dalam dua bentuk, yakni
peran langsung dan peran tidak langsung. Peran langsung adalah dengan
wujud: (1) kiai menyerahkan tanah dan gedung milik pesantren untuk
memulai kegiatan pendidikan ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi, (2)
65 H. Sholeh Wafi, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 11 April 2013
234
kiai membentuk Majlis Keluarga dan selanjutnya Majlis Keluarga
membentuk pengurus pesantren yang di dalamnya ada pengurus ekonomi
pesantren, (3) bersama-sama dengan masyarakat dan santri, kiai
menanamkan saham dalam lembaga ekonomi pesantren.
Sedangkan peran yang tidak langsung pada pendidikan
kewirausahaan santri adalah: (1) melalui pengajian dan pendidikan di
pesantren kiai mengajarkan ilmu-ilmu fiqih muamalah sebagai dasar aturan
atau cara berekonomi, (2) merumuskan kurikulum pendidikan yang di
dalamanya terdapat mata pelajaran yang mengajarkan ilmu ekonomi secara
langsung pada proses pembelajaran di madrasah, (3) memfasilitasi semua
kegaiatan santri termasuk merestui berdirinya lembaga ekonomi serta, (4)
tidak mengambil keuntungan secara pribadi dari kegiatan ekonomi
pesantren dan menyerahkan semua pengelolaan kepada pengurus lembaga
ekonomi pesantren.
2. Peran Pengurus
Bagian ini mendiskripsikan dan menganalisis peran pengurus PPS
Pasuruan dalam intermnalisasi nilai kewirausahaan santri melalui
madrasah diniyah, pengajian kitab salaf dan pengembangan ekonomi.
Seperti yang telah disinggung pada paparan data di atas bahwa struktur
tertinggi dalam organisasi PPS adalah kiai. Organ kedua di bawah kiai
adalah pengurus yang bertanggung jawab kepada Majlis Keluarga dan
Majlis Keularga dipimpin langsung oleh pengasuh pesantren.
235
Pengurus PPS Pasuruan terdiri dari dua bagian, yaitu pengurus
Harian dan pengurus Pleno. Atas kemauan kiai pengurus PPS Pasuruan
sangat berperan dalam menjalankan pembaharuan manajemen, perubahan
manajemen ini tidak akan berjalan tanpa kemauan dari pengurus pesantren
untuk melaksanakannya. Dari perubahan manajemen inilah berbagai
inovasi pesantren dilakukan misalnya pengembangan pendidikan ekonomi
dan entrepreneurship, terbentuknya lembaga ekonomi, LAZISWA dan
lembaga-lembaga lainnya yang terus berkembang. Hal ini sebagaimana
yang dituturkan oleh ustadz Abdullah Nor pada tanggal 3 Pebruari 2013
sebagai berikut:
Perubahan menejemen PPS ini mengalami perkembangan yang luar biasa dan perubahan manajemen tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kemauan kiai, tersedianya SDM, dan adanya tuntutan perkembangan pesantren yang berubah. Perubahan manajemen itu tentu tidak akan berjalan tanpa kemauan dari pengurus pesantren untuk melaksanakannya. Kiai selaku pengasuh pesantren memegang wewenang yang makro dalam mengendalikan garis-garis besar program pesantren, sedangkan pengurus memegang wewenang mikro yaitu kewenangan operasional dalam pelaksanaan kegiatan harian di PPS.66
Pengurus juga berperan dalam pengurusan berbagai urusan legal
formalnya lembaga ekonomi pesantren Sidogiri. Berikut ini penuturan KH.
Mahmud Ali Zain kepada penulis pada tanggal 4 Pebruari 2013 sebagai
berikut:
Meskipun pesantren ini tidak anti pemerintah, tetapi pesantren ini menjaga agar jangan sampai meminta bantuan dari pemerintah.
66 Abdullah Nor, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 3 Pebruari 2013
236
Namun setelah masa Orde Baru berakhir, pesantren merasa perlu menjalin kerja sama dengan pemerintah, tetapi tetap tidak meminta bantuan pemerintah. Tahun 1997 kita para pengurus mulai mengurus badan hukum koperasi dan selanjutnya semua kegiatan ekonomi kita berbadan hukum. Kita menyadari bahwa semua kegiatan harus berpayung hukum, karena kita bagian dari masyarakat Indonesia. Kita mentaati hukum dan peraturan.67
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh ustadz Masykuri
Abdurrahman pada tanggal 4 Pebruari 2013 yang menyatakan bahwa:
sudah sejak lama pesantren menjaga jarak dengan pemerintah, artinya pesantren tidak mengajukan proposal permohonan bantuan dari pemerintah. Para pengurus disini berusaha untuk tidak merepotkan pemerintah. Tetapi setelah melihat perekembangan usaha yang dilakukan oleh pesantren, akhirnya pemerintah sendiri yang menawari bantuan untuk pesantren.68
Interpretasi
Berdasarkan paparan data tersebut di atas, dapat penulis
interpretasikan bahwa pengurus berperan dalam upaya internalisasi nilai-
nilai kewirausahaan pada santri diantaranya: (1) pengurus dalam mandataris
Majlis Keluarga yang bertugas melaksanakan amanat keputusan Majlis
Keluarga, (2) pengurus menjadi badan eksekutif yang melaksanakan garis
besar rencana pesantren, karena itu kegiatan harian pesantren berada
dibawah tanggung jawab pengurus, (3) dalam beberapa hal yang sudah
diatur oleh keputusan Majlis Keluarga, maka pengurus diberikan
kewenangan penuh dalam mengambil keputusan yang terkait dengan 67 KH. Mahmud Zain, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013 68 Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013
237
manajemen pesantren, (4) khusus dalam bidang pendidikan pengurus
bersama-sama dengan kiai menyusun kurikulum pendidikan pesantren juga
ikut memberikan pengajian kitab klasik bidang fiqih muamalah, (5)
sedangkan khusus dalam bidang ekonomi pengurus diberikan kewenangan
dan otonomi penuh untuk merumuskan sistem ekonomi yang akan
digunakan oleh pesantren.
Dengan demikian maka PPS Pasuruan sudah menerapkan
manajemen modern dalam penyelenggaraan pesantren, atau dengan kata lain
pesantren dikelola dengan menajemen modern dan terbuka tanpa
meninggalkan tradisi kuno pesantrren yang beriplikasi terhadap
pengembangan pendidikan (madrasah diniyah) dan lembaga ekonomi,
sehingga melalui perkembangan madrasah diniyah dan lembaga ekonomi
serta proses pengajaran yang lain dapat memberikan kontribusi dalam
menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan terhadap santri.
3. Peran Ustadz
Bagian ini memaparkan data tentang peran ustadz dalam upaya
internalisasi nilai-nilai kewirausahaan baik melalui madrasah diniyah,
pengajian kitab salaf maupun pemberdayaan ekonomi. Seperti sudah
dijelaskan di bagian lalu, selain kiai dan pengurus, pihak yang berperan
dalam upaya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan PPS adalah para
ustadz.
238
Sebagaimana yang diketahui bahwa ustadz adalah orang yang
sangat berjasa dalam mentrasfer ilmu pengetahuan kepada para santri,
tanpa jasa ustadz santri tidak akan memiliki ilmu pengetahuan baik melalui
pengajaran secara langsung maupun melalui keteladanan-keteladanan yang
diberikannya. Selain itu ustadz juga mengajarkan kitab-kitab salaf
khususnya fiqih muamalah yang dikolaborasikan dengan teori-teori
ekonomi misalnya ilmu ekonomi makro-mikro, ilmu akutansi, ilmu
ekonomi dasar, ilmu akuntansi dan sebagainya melalui madrasah diniyah
khususnya jenjang Aliyah jurusan Muamalah atau melalui pengajian rutin
(mbalah) kitab salaf.
Berdasarkan data yang diperoleh selama di lapangan juga diketahui
bahwa cikal bakal berdirinya kopontren Sidogiri diprakarsai oleh kiai
bersama-sama pengurus dan ustadz. Misalnya pendirian BMT-MMU
Sidogiri diawali oleh keprihatinan kiai terhadap maraknya praktik ekonomi
ribawi yang ada di sekitar pesantren. Hal ini diceritrakan oleh KH.
Mahmud Ali Zain salah satu pengurus PPS kepada penulis pada tanggal 22
April 2013 sebagai berikut:
Kiai mendapatkan lapaoran dari para ustadz bahwa pedagang yang memasok kebutuhan santri di PPS menggunakan uang yang dipinjam dari KOSEPA atau koperasi Simpan Pinjam yang setiap hari berkeliling di sekitar pesantren. Berdasarkan pengakuan dari para pedagang kecil di sekitar pesantren, mereka meminjam uang Rp. 100 ribu dipotong 10 ribu untuk biaya adminstrasi sehingga menerima 90 ribu. Uang sembilan puluh ribu itu dicicil selama satu bulan dengan cicilan harian antara 4.000 sampai 5000 per hari. Jika ini dihitung, maka mereka telah dikenakan bungan sekitar 30% per
239
bulan. Berdasarkan kajian kami, ini cara-cara rentenir yang harus dihentikan. Maka kami mencari sistem baru untuk memberdayakan para pedagang kecil ini dengan sistem baru. Setelah mencari-cari tahu dasar hukum dan sistemnya, kemudian kami meberanikan diri mengumpulkan uang dari para ustadz baik dari MMU induk maupun MMU ranting di sekitar Sidogiri, terkumpullah Rp. 13.500.000,0 uang itu kami pinjamkan tanpa bungah dan potongan. Pedagang kami pinjami Rp. 500.000,00 dicicil selama 100 kali cicilan. Setiap cicilan Rp. 5.000,00 kali seratus hari. Setiap kali mencicil, pedagang setiap hari menabung minimal 1000 rupiah dan pada akhir cicilan, tabungan boleh diambil. Pada saat pengambilan tabungan itu, pedagang diminta secara ikhlas untuk mengambil sebagian untuk diserahkan kepada pengurus madrasah. Begitu seterusnya. Sejak itu para pedagang beralih dari sistem bungah ke sistem bagi hasil yang dikelola MMU Sidogiri. Sebagai pengingat jasa para para ustadz di madrasah ini, maka lembaga ekonomi ini dilegalkan dengan nama Baitul Mal wa Tanwil Maslahah Mursalah lil Umah atau disingkat BMT-MMU.69
Dari hasil wawancara tersebut menunjukan, bahwa ustadz selain
memiliki peran dalam menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan
kepada santri melalui madarasah diniyah, pengajian salaf maupun lembaga
ekonomi dengan bimbingan dan pendampingan juga ustadz juga berperan
penting dalam cikal bakal pembentukan lembaga ekonomi BMT-MMU.
Peran ustadz tersebut juga ditunjukan melalui pembentukan lembaga
ekonomi lainnya baik kopontren maupun BMT-UGT.
Interpretasi
Berdasarkan paparan data di atas dapat penulis interpretasikan
bahwa para ustadz di PPS Pasuruan berperan penting dalam upaya
69 KH. Mahmud Ali Zen, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 24 April 2013
240
internalisasi entrepreneuship pada santri melalui pendidikan diniyah,
pengajian kitab salaf dan pemberdayaan ekonom. Dalam kaitannya dengan
peran ustadz sebagai pengajar, mereka adalah sebagai seorang yang
mentransfer ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teori ekonomi,
kemandirian ekonomi dan sebagainya, khususnya di jenjang Aliyah jurusan
muamalah.
Peran ustadz yang lain melalui pengajian kitab salaf, dimana ada
sebagian ustadz yang ikut memberikan pengajian kepada santri khususnya
kitab fiqih muamalah yang selalu mengintegrasikan dengan arahan, motivasi
dan dorongan kepada santri akan pentingnya kemandirian ekonomi dan
semangat bekerja keras.
Sedangkan peran ustadz dalam pemberdyaan ekonomi terbagi
menjadi tiga kelompok, pertama kelompok ustadz yang tergabung dalam
kepengurusan lembaga ekonomi, kedua kelompok ustadz yang tidak
tergabung dalam kepengurusan lembaga ekonomi tetapi menjadi guru di
PPS, dan ketiga kelompok ustadz yang mengajar di madrasah filial di luar
PPS Pasuruan.
Peran ustadz kelompok petama adalah sangat besar, mulai dari
membuat rencana bersama-sama kiyai, merumuskan kegiatan ekonomi
pesantren, mendirikan lembaga keuangan syariah BMT-MMU dan
membentuk kepengurusan. Kelompok kedua ini adalah para ustadz yang
menjadi pengikut pendiri pertama dengan cara memberikan saham pada
241
BMT-MMU. Sedangkan kelompok ketiga adalah para ustadz dari madrasah
ranting yang kemudian mengikuti jejak langkah ustadz di madrasah induk,
mereka menjadi penabung atau nasabah di BMT-MMU Sidogiri.
D. Temuan Penelitian
1. Temuan Penelitian Berdasarkan Fokus Penelitian
Temuan penelitian di PPS Pasuruan ini dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu temuan penelitian berdasarkan fokus penelitian dan
temuan penelitian di luar fokus penelitian. Secara rinci temuan penelitian
berdasarkan fokus penelitian dikemukakan sebagai berikut:
a. Temuan kondisi umum PPS Pasuruan
Penelitian ini menemukan bahwa PPS Pasuruan adalah
pesantren tradisional yang berada pada masyarakat agraris. Sebagian
besar santri berasal dari keluarga petani dan sebagian besar masyarakat
sekitar pesantren juga sebagai petani, hanya sebagian kecil saja yang
berasal dari keluarga pedagang atau pegawai. Secara idiologis pesantren
ini adalah pesantren yang berafiliasi dengan oraganisasi Nahdlatul
Ulama. Sebagian besar masyarakat sekitar pesantren berasal dari suku
bangsa Jawa dan Madura dan berbahasa sehari-hari menggunakan
bahasa Jawa dan Madura.
242
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan hanya menyelenggarakan
kegiatan pendidikan melalui pendidikan diniyah yang tergabung ke
dalam Madrasah Miftahul Ulum (MMU). Pendidikan non formal yang
diselenggarakan adalah pendidikan Paket A. Paket B dan Paket C.
Sedangkan Pendidikan diniyah meliputi tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah
dan Aliyah. Pendidikan dilaksanakan dalam bentuk klasikal juga
dilaksanakan pengajian kitab salaf dalam bentuk pengajian wetonan,
pengajian bandongan atau sorogan dan pengajian umum.
b. Temuan Nilai-nilai Kewirausahaan di PPS Pasuruan
1). Nilai-nilai Kewirausahaan yang dimiliki Santri
Berdasarkan hasil paparan data ditemukan, bahwa dalam
proses peneriman santri baru, PPS Pasuruan menggunakan sistem
tes untuk menentukan jenjang pendidikan yang akan diikuti. Jika
tidak bisa masuk di madrasah reguler, maka santri harus masuk di
jenjang Istidadiyah. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh
ustadz Abdullah Nur pada tanggal 5 April 2013 sebagai berikut:
Ketika santri masuk di pesanten Sidogiri mereka semua wajib mengikuti program pendidikan Istidadiyah atau I’tidadiyah selama satu tahun sebelum mereka dites untuk masuk pada jenjang pendidikan mana yang akan diikuti. Untuk masalah kelulusan santri baru semuanya diabaikan. Bisa jadi santri yang asalnya sudah lulus dari tingkat SMA setelah mengikuti program tersebut dan dites akan masuk di jenjang pendidikan Isti’daiyah kelas 4 misalnya. Dan sebaliknya santri baru yang lulus SD bisa masuk di jenjang pendidikan Ibtidaiyah kelas 5. Hal ini yang menjadi tolok ukurnya adalah kemampuan calon
243
santri dalam menguasai materi ujian dan pendidikan selama di rumah.70
Santri yang masuk di PPS Pasuruan adalah anak yang
prestasinya biasa-biasa saja dan yang paling pokok untuk dinilai
adalah pengetahuan agama dasar dan bacaan al-qur’an. Dalam
proses penerimaan santri baru yang ada di PPS Pasuruan ini tidak
jauh berbeda dengan pesantren salaf lainnya, di mana penerimaan
santri baru didasarkan pada keinginan yang kuat dalam mencari
ilmu agama, walau demikian rata-rata mereka masuk di PPS
Pasuruan juga karena dorongan orang tua untuk mendalami ilmu
agama. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ustadz Moh. Muchlis
MH. pada tanggal 2 Maret 2013 sebagai berikut:
Rata-rata santri yang masuk di pesanten Sidogiri ini motivasi utamanya adalah dorongan orang tua. Karena mereka masuk ke pesantren ini rata-rata masih kecil dan belum memikirkan masa depannya, sehingga orang tualah yang mengarahkan mereka. Dan tatkala mereka datang pertama kali di pondok didampingi orang tua bahkan kadang orang tua menginap beberapa hari di pondok sampai anaknya krasan. Dan kalau sudah bisa ditinggal mereka ingin dijenguk orang tuanya satu bulan bisa dua atau tiga kali.71
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa santri masuk
PPS Pasuruan karena keinginannya untuk mencari dan mendalami
ilmu agama, tidak terbesit sedikitpun menginginkan menjadi
70 Abdullah Nur, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 5 April 2013 71 Moh. Muchlis MH., Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 2 Maret 2013
244
apapun, apakah menjadi pengusaha, pegawai dan sebagainya. Hal
ini sebagaimana yang disampaikan oleh anak Abdul Hayyi. Namun
dalam perkembangannya karena proses pembelajarannya
mengajarkan bagaimana untuk menjadi manusia yang utuh
(iba<diyas s}a<lih}i<n), maka santri diajari juga bagaimana menjadi
pengusaha, mandiri, dapat terlatih untuk bisa bekerja dan
sebagainya, sehingga muncul pemikiran santri untuk
mengembangkan kemandirian khususnya dalam ekonomi
produktif. Sebagaimana yang ditururkan oleh Abdul Majid santri
Aliyah jurusan Muamalah kelas 2 juga oleh Sairozi Amin alumni
madrasah Aliyah jurusan Muamalah.
2). Lingkungan Keluarga Santri
Dalam penelitian ini ditemukan, bahwa orang tua santri
dalam pemahamannya tentang makna kewirausahaan masih sangat
terbatas, yakni masih terbatas pada pemahaman pada usaha yang
dilakukan sendiri tanpa ikut orang lain, tidak menjadi pekerja
dengan ikut orang lain, bukan menjadi pegawai yang menerima
gaji, akan tetapi usaha milik sendiri yang memiliki modal dan
pegawai. Sebagaimana yang diungkapkan oleh oleh bapak
Darminto orang tua dari Sholihin, bapak Suwoto orang tua Abdul
Malik, bapak H. Sukamto orang tua dari Syamsul Anam juga yang
dikemukakan oleh bapak Kasmali orang tua dari M. Fauziri. Hal ini
245
menunjukkan bahwa wali santri belum memahami secara
konprehensif mengenai kewirausahaan yang sebenarnya, sebab
belum menyentuh pada ciri-ciri dan karakter seorang entrepreneur.
Mengenai keterlibatan orang tua atas masa depan anaknya,
dalam penelitian ini ditemukan bahwa kontribusi orang tua dalam
menentukan tempat pendidikan anak masih dominan. Rata-rata
orang tua santri memberikan kontribusi yang sangat besar
walaupun dengan berbagai macam motoivasi dan keinginan. Bukan
hanya menyangkut pendidikannya, termasuk harapan-harapan
setelah lulus. Dengan demikian tingkat keterlibatan orang tua
terhadap apa yang dilakukan anak dimasa mendatang cukup tinggi.
Fenomena ini memberikan gambaran bahwa apa yang dilakukan
orang tua dan dirasakan nyaman bagi orang tua senantiasa
diturunkan pada anaknya.
Demikian pula sebaliknya, bagi orang tua yang merasa tidak
nyaman dengan profesi yang ditekuni anak, dia berusaha agar sang
anak tidak melakukannya, sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
Syarofah. Demikian juga yang dikatakan olek bapak Aminan orang
tua dari Sahal Manan alumni pesantren Sidogiri tahun 1997, dia
mengatakan bahwa orang tua itu harus bisa mengarahkan
pendidikan anaknya agar menjadi anak yang sholeh, berguna bagi
masyarakat, bangsa, negara dan agama. Dan dia menyampaikan
246
bahwa urusan rizki itu adalah urusan Allah SWT. yang penting
berusaha dengan sungguh-sungguh. Dalam wawancara yang lain
juga ditemukan bahwa orang tua santri mengharapkan anaknya
supaya menjadi anak yang mandiri, tidak tergantung pada orang
lain, sehingga banyak orang tua yang memberi contoh dan nasehat-
nasehat tentang pentingnya kemandirian dalam mempersiapkan
masa depannya. Hal ini juga ditunjukan orang tua santri melalui
upaya melibatkan anak dalam membantu usaha orang tua setiap
anaknya pulang ke rumah karena liburan pondok.
Sedangkan mengenai proses pembelajaran di rumah dalam
penelitian ini ditemukan, bahwa pemberian contoh dari orang tua
santri merupakan pembelajaran yang terjadi dalam keluarga. Orang
tua yang rata-rata pekerja keras ada yang menjadi petani, pegawai
negeri, atau yang membuka usaha sendiri mampu menjadikan anak
mendapat pengalaman yang berarti, seperti yang diakui oleh bapak
Wardiman wali santri dari Ahmad Ali Maghfur yang kesehariannya
membuka usaha warung nasi pecel, menjadikan sang anak mau
tidak mau mengikuti dinamika suasana keluarga yang senantiasa
bekerja keras, begitu menghargai waktu dan tenaga serta kesadaran
tentang sulitnya mendapatkan penghasilan yang tidak menentu
tersebut. Demikian juga yang diakui oleh Ahmad Ali Maghfur
santri kelas 3 Tsanawiyah. Demikian juga disampaikan oleh
247
Muhammad Ilham Wahyudi santri Aliyah jurusan Ekonomi
Syariah.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa orang tua yang
berwirausaha, satu sisi memberikan kontribusi positif
mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan anak, seperti nilai
kepercayaan diri dan motivasi, akan tetapi rata-rata implementasi
pembelajaran di rumah juga tidak banyak membantu dalam
mengembangkan nilai-nilai yang lain seperti kreativitas, tanggung
jawab terutama dalam keberanian mengambil resiko. Hal ini terjadi
terutama ketika anak sudah mulai belajar mandiri yakni ketika
sudah lulus dari pesantren. Ketika baru lulus, anak memang tidak
bekerja pada orang lain, tetapi mereka sesungguhnya bekerja juga
kepada orang lain yakni orang tuanya sendiri.
Fenomena ini menarik, karena peneliti memperoleh
gambaran bahwa orang tua yang memiliki usaha yang sejenis
dengan kemampuan anak, secara tidak langsung telah
memanfaatkan anaknya sebagai tenaga kerja saat mereka liburan
pondok, atau sang anak sudah lulus dari pesantren, sang anak tidak
akan membuka usaha sebagaimana idealnya membuka usaha
sendiri, ia tidak memiliki kekuasaan untuk mengelola keuangan
dengan leluasa, juga tidak memiliki kesempatan untuk belajar
benar memulai usaha.
248
Satu sisi terdapat ketergantungan sang anak pada orang
tuanya, sisi lain orang tua telah membuat sang anak tidak leluasa
karena segala keputusan senantiasa tergantung orang tua.
Sebagaimana diakui oleh Ahmad Fathoni, santri madrasah
Tsanawiyah kelas 1. Bagi orang tua santri yang usahanya relatif
kecil, ada kecenderungan untuk mendorong sang anak yang sudah
lulus dari pesantren untuk bekerja pada orang lain.
Beberapa alasan yang dikemukakan adalah agar anak
mempunyai pemahaman bekerja sekaligus mendapatkan tambahan
pengetahuan sebelum membuka usaha sendiri. Sedangkan anak
yang memiliki keterampilan sebagaimana yang dimiliki orang tua,
tenaganya dimanfaatkan untuk bekerja di rumah membantu
pekerjaan orang tuanya, anak tidak memiliki keleluasaan untuk
mengelola keuangan hasil pekerjaannya.
3). Pembelajaran di Lingkungan Sosial
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan
bahwa tidak terdapat kaitan yang berarti antara lingkungan
pergaulan santri yang berada di luar PPS Pasuruan dengan nilai-
nilai pada diri santri atau alumni pesantren. Hal ini dikarenakan
santri ketika liburan pondok mereka rata-rata tidak memiliki teman
akrab, sebagaimana yang diungkapkan oleh Moh. Ibrahim santri
kelas VI madrasah Ibtidaiyah. Demikian juga yang diungkapkan
249
oleh Novi Ardiansyah kelas 2 Aliyah jurusan Muamalah dan Amin
Ja’far.Akan tetapi kegiatan keluarga dan pergaulan santri di dalam
pesantren terutama yang berada di daerah hunian Z sangat banyak
memberikan kontribusi terhadap perubahan nilai-nilai
kewirausahaan santri.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Mohammad Nafi’
santri dari Malang yang menghuni daerah hunian Z dan dia masih
duduk di kelas 2 Aliyah jurusan Muamalah. Hal ini disebabkan
oleh: (1) lingkungan sosial santri yang berada di luar pesantren
adalah teman yang pada umumnya sama-sama masih sekolah dan
atau belum bekerja sehingga apa yang mereka pikirkan dan
bicarakan bukan masalah pekerjaan atau kemandirian, (2) ketika
santri berada di lingkungan sosialnya hanya selama liburan saja
sehingga tidak banyak waktu yang digunakan untuk berpikir
masalah kewirausahaan yang mereka geluti dan pelajari di
pesantren, dan (3) tidak adanya dorongan berpikir untuk
peningkatan dan pengembangan nilai-nilai kewirausahaan pada diri
mereka.
c. Temuan Penelitian Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan
Proses internalisasi nilai-nilai kewirausahaan disisni adalah
terealisasi dalam bentuk pendidikan ekonomi, yakni pendidikan yang
bertujuan membangkitkan kesadaran berekonomi pada santri.
250
Kesadaran berekonomi adalah kesadaran akan pentingnya menjadi
manusia yang produktif dalam kegiatan ekonomi, berkonsumsi secara
berimbang sehingga memperdulikan hak orang lain, berbudaya hemat
dan bijaksana dalam merencanakan masa depan. Pendidikan ekonomi
juga membangun kesadaran akan adanya kelangkaan, adanya supply
and demand yang menyebabkan peraturan siklus ekonomi dari hulu ke
hilir dan dari produsen kepada konsumen. Siklus ekonomi adalah
perputaran kebutuhan dan ketergantungan antara sumberdaya ekonomi
dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa
PPS Pasuruan adalah lembaga pendidikan diniyah yang berfungsi
sebagai lembaga untuk memperdalam ilmu pengetahuan agama
(tafaqquh fiddi<n). Tujuan pendidikan pesantren ini adalah untuk
mengabdi kepada Tuhan YME atau disebut dengan mencari keridhaan
Allah SWT (li marda<tilla<h) dengan dasar semata-mata karena Allah
(lilla<hi ta’a<la<).
Dalam kaitannya dengan pendidikan ekonomi, penelitian ini
menemukan bahwa PPS Pasuruan telah melakukan pendidikan ekonomi
dengan baik melalui kurikulum tertutup maupun kurikulum terbuka.
Kurikulum tertutup adalah pembelajaran ekonomi yang terintegrasikan
ke dalam pembelajaran kitab salaf yang diajarkan oleh kiai dan ustadz
dalam bentuk pengajian dengan menggunakan kitab-kitab fiqih
251
muamalah. Pengajian kitab salaf ini diikuti oleh seluruh santri mulai
jenjang pendidikan Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz Mujib Amari dari Pasepran
Pasuruan yang juga salah satu alumni PPS Pasuruan tahun 1999
menuturkan kepada penulis pada tanggal 4 Pebruari 2013, bahwa :
“..... di antara kitab-kitab salaf (klasik) yang dikaji oleh kiai di PPS yang memberi spirit berekonomi dan pendidikan kewirausahaan antara lain, kitab fath}ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya Muhammad Amin al Kurdi (1332 H), dan kitab tah{ri<r karangan Zakaria al Anshori. Kitab-kitab ini memberikan pedoman tentang bagaimana kita bermuamalah termasuk bagaimana berdagang sebagai bagian dati usaha ekonomi”.72
Sedangkan pembelajaran ekonomi dengan kurikulum terbuka
adalah pembelajaran ekonomi dalam bentuk materi pelajaran yang
diajarkan di madrasah MMU pada tingkat Aliyah dengan sajian materi
teori dan praktek. Materi teori ini hanya diajarkan pada jurusan
Muamalah (ekonomi) dan tidak diajarkan pada jurusan Dakwah dan
tarbiyah. Sebagaimana yang disampaikan oleh ustadz H.M. Masykuri
Abdurrahman.
Beberapa mata teori diajarkan selama dua tahun di kelas 1
Aliyah, dan kelas 2 Aliyah pada jurusan Muamalah. Materi teori yang
berkaitan dengan ilmu ekonomi adalah: (1) pengantar ilmu ekonomi,
(2) teori ekonomi makro, (3) teori ekonomi mikro, (4) pengantar ilmu
72 Mujib Amari, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013
252
akuntansi, (5) pengantar ilmu koperasi, (6) tafsir muamalah, (7) analisis
permodalan, (8) transaksi syariah, (9) akuntansi perubahan, (10)
ekonomi moneter, (11) sistem pelayanan perbankan, (12) tafsir
muamalah 2, (13) sosiologi ekonomi dan (14) strategi pemasaran.
Penelitian ini juga menemukan bahwa santri yang belajar di
jurusan Muamalah, dibekali pula dengan ilmu praktek, yakni praktek di
kopontren dan di BMT. Santri jurusan Muamalah setelah lulus dari
pendidikan, ditempatkan di lembaga ekonomi yang ada atau dibukakan
cabang baru di daerah.
Dalam penelitian ini juga di temukan bahwa semua santri berhak
untuk menanamkan modal atau ke koperasi sebagai media pembelajaran
pendidikan ekonomi mereka. Selain itu semua santri berhak untuk
mengabdikan diri untuk memegang unit usaha yang dimiliki kopontren
selain sebagai pengabdian mereka kepada pesantren juga sebagai upaya
melatih diri mereka menjadi seorang entrepreneur.
Dalam penelitian itu ditemukan bahwa para santri yang
memegang unit usaha milik kopontren Sidogiri, selain karena latar
belakang ekonomi yang kurang mampu juga karena keinginannya untuk
dijadikan media latihan menjadi seorang entrepreneur. Apapun
alasannya mereka harus melalui proses awal yang ditempuh oleh
pengurus, yaitu, (1) diseleksi lebih dahulu akan kemampuan dan
komitmen mereka khususnya dalam mentauladani sifat Rasul yang
253
diistilahkan dengan STAF (siddiq, tabligh, amanah dan fathonah), (2)
menempatkan mereka di daerah khusus yaitu di daerah Z yang khusus
dihuni oleh santri yang mengabdi di unit-unit usaha kopontren Sidogiri,
(3) mereka akan mendapatkan pelatihan-pelatihan, diklat dan
pembinaan yang lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
profesionalisme dalam memegang unit usaha.
d. Temuan Peran Kiai, Pengurus dan Ustadz dalam Internalisasi Nilai-nilai
kewirausahaan di PPS Pasuruan
Penelitian ini menemukan bukti bahwa kiai selaku pemilik,
pimpinan tertinggi, mandataris Majlis Keluarga dan pengasuh santri,
berperan penting dalam upaya internalisasi nilai-nilai kewirausahaan di
PPS Pasuruan. Peran kiai tersebut dibedakan dalam dua kategori, yakni
peran langsung dan peran yang tidak langsung. Peran langsung adalah
dengan menentukan kurikulum pesantren bersama-sama dengan
pengurus, memberikan pengajian kitab fiqih muamalah dengan nasehat
dan mitivasi kepada santri, memberikan mandat kepada pengurus untuk
mendirikan koperasi, ikut menjadi anggota koperasi dan aktif dalam
kegiatan simpan-pinjam di koperasi BMT. Hal ini sangat memberikan
kontribusi dalam proses pendidikan ekonomi dalam upaya internalisasi
nilai-nilai kewirausahaan kepada santri karena selain memberikan
pembelajaran tentang nilai ekonomi juga memberikan ketauladanan
secara langsung kepada santri. Sedangkan peran yang tidak langsung
254
adalah sikap modernitas kiai, mengajak santri untuk berpraktek
muamalah, mengajak masyarakat untuk berkoperasi dan merestui
kegaiatan yang terkait dengan koperasi yang berada di sekitar
pesantren.
Begitu halnya dengan peran pengurus dan ustadz, penelitian ini
menemukan bukti bahwa di PPS Pasuruan dalam rangka internalisasi
nilai-nilai kewirausahaan antara lain disebabkan oleh manajemen
modern dan terbuka yang diterapkan pengurus, kinerja pengurus dalam
mengelola manajemen koperasi. Selain itu pengurus yang menyusun
kurikulum pendidikan diniyah bersama Majlis Keluarga khususnya
yang berkaitan dengan pendidikan ekonomi sebagai upaya internalisasi
nilai-nilai kewirausahaan dan juga mengadakan kegiatan
ekstrakurikuler dalam pembinaan ekonomi para santri. Sedangkan para
ustadz berperan dalam mengumpulkan modal awal, menggerakan
santri, menggerakan wali santri dan menggerakan Madarasah Miftahul
Ulum cabang di berbagai daerah binaan PPS unrtuk mendukung
program pengembangan ekonomi. Para ustadz juga berperan dalam
mendidik calon karyawan lembaga ekonomi melalui pendidikan diniyah
dalam kegiatan belajar mengajar pada program studi muamalah di
MMU. Selain itu para ustadz juga melakukan pendampingan kepada
santri yang memegang suatu unit usaha kopontren Sidogiri dengan
255
memberikan pengarahan, pembinaan bahkan training-training tertentu
untuk menambah wawasan mereka.
e. Tingkat Keberhasilan dalam Internalisasi Nilai-nilai Kewirausahaan
Sebagaimana paparan data di atas, bahwa misi PPS Pasuruan
adalah mencetak santri yang s}a<lih}i<n yang salah satu penjabarannya
adalah menjadi manusia yang mampu menghadapi tuntutan zaman yang
dimanifestasikan dalam bentuk internalisasi nilai-nilai kewirausahaan
pada diri santri melalui kurikulum pendidikan sehingga menghasilkan
output santri yang mandiri, pekerja keras dan inovatif. Hal ini
sebagaimana yang terungkap pada wawancara peneliti dengan para kiai
dan ustadz diantaranya disampaikan oleh KH.Fuad Nur Hasan pada
tanggal 13 Pebruari 2013 sebagai berikut:
Di pondok pesantren Sidogiri ini terdapat tiga jenjang madrasah yang tergabung dalam Madrasah Miftahul Ulum (MMU) baik Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah selain Istidadiyah, juga ada pengajian kitab kuning atau kitab salaf dan juga memiliki lembaga ekonomi baik kopontren, BMT-MMU maupun BMT-UGT. Ketiga lenbaga ekonomi tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegritat dalam rangka menghasilkan output santri yang s}a<lihi<n dan siap menghadapi tuntutan zaman.73
Dalam kesempatan yang sama yaitu pada tanggal 13 Pebruari
2013 ustadz H. M. Masykuri Abdurrahman juga menyatakan:
.... sejak empat tahun terakhir, di madrasah Aliyah PPS sudah ada tiga jurusan, yaitu jurusan Dakwah, jurusan Tarbiyah, dan jurusan Muamalah. Khusus jurusan Muamalah ini para santri
73 KH. Fuad Nur Hasan, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013
256
diberikan tugas untuk praktek mengelola koperasi PPS, selanjtnya mereka yang sudah lulus dikaryakan untuk mengelola koperasi milik PPS ini yang ada di beberapa tempat.74
Selain itu senada dengan pernyataan di atas, ustadz Mujib Amari
dari Pasepran Pasuruan yang juga salah satu alumni pondok pesantren
Sidogiri Pasuruan tahun 1999 pada tanggal 13 Pebruari 2013
menyatakan bahwa :
“..... di antara kitab-kitab salaf (klasik) yang dikaji di PPS yang memberi spirit berekonomi dan pendidikan kewirausahaan antara lain, kitab fath}ul mu’i<n karya Zainuddin al Malibari, tanwi<rul qulu<b karya Muhammad Amin al Kurdi (1332 H), dan kitab tah{ri<r karangan Zakaria al Anshori. Kitab-kitab ini memberikan pedoman tentang bagaimana kita bermu’amalah termasuk bagaimana berdagang sebagai bagian dati usaha ekonomi”.75
Tingkat nilai-nilai kewirausahaan santri berkaitan dengan
berbagai nilai-nilai yang dimiliki santri setelah proses pembelajaan
berlangsung, termasuk di dalamnya pengembangan nilai-nilai setelah
santri lulus dan kembali dalam lingkungan keluarga. Ahmad Ali
Maghfur santri kelas 3 Tsanawiyah dalam wawancara penelitian
menunjukkan bahwa sejak awal ia menyadari betul bahwa menjadi
wirusaha dan bekerja keras merupakan pilihan hidup yang dianggap
baik, bahkan keinginan itu sudah ada sejak di Tsanawiyah kelas 1 yakni
ketika dia sering melihat pekerjan orang tua yang punya usaha warung
74 H. M. Masykuri Abdurrahman, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013 75 Mujib Amari, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 13 Pebruari 2013
257
makanan. Sebagaimana ungkapan Ahmad Ali Maghfur pada tanggal 9
Pebruari 2013 sebagai berikut:
Ketika masa liburan saya sering melihat bapak dan ibu bekerja keras jam 02.00 pagi sudah harus bangun untuk memasak mempersiapkan makanan dagangannya, jam 06.00 pagi warungnya sudah dibuka sampai jam 17.00 sore. Malam harinya harus belanja untuk keperluan masakan yang akan dimasak, baru jam 22.00 istirahat tidur dan harus bangun jam 02.00. kegiatan itu dilakukan setiap hari tanpa mengenal lelah, karena saya di rumah maka saya pun juga ikut membantu pekerjaan orang tua saya tersebut. Hal ini menjadikan pemikiran saya terbuka betapa pentingnya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga khususnya untuk biaya pendidikan anak.76
Semangat itu menjadi lebih kuat menurut Ahmad Ali Maghfur
ketika dia mendapatkan tugas di percetakan di PPS. “Saya tambah
percaya diri karena saya tahu arti bekerja keras bagi kita manusia”.
Demikian pengkuannya pada suatu pembicaraan santai di asrama saat
jam istirahat.
Demikian juga dengan pernyataan Muhammad Ilham Wahyudi
alumni santri Aliyah jurusan Muamalah pada tanggal 9 Januari 2013,
bahwa pembelajaran di pesantren dan di madrasah lebih ia sukai karena
diakui banyak memberikan kontribusi terhadap kepercayaan diri untuk
memulai membuka usaha sendiri, bahkan kepercayaan dan pujian
konsumen telah menambah rasa percaya diri. Lebih lengkapnya
demikian pernyataannya :
76 Ahmad Ali Maghfur, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 9 Pebruari 2013
258
Dulu ketika saya masih di pondok Sidogiri, bapak saya itu buruh bangunan (tukang bangunan), setiap hari berangkat kerja jam tujuh pagi pulang jam lima sore. Kadang-kadang kalau tempat kerjanya itu di luar kota maka pulang hanya sehari dalam satu minggu bahka dua minggu sekali baru pulang. Setiap kali saya pulang ke rumah ketika liburan pondok saya melihat bapak seperti itu merasa kasihan dan dalam pikiran saya kapan saya bisa membantu beliau. Oleh karenanya dengan kondisi ini mendorong saya supaya saya menjadi anak yang sukses dalam membangun ekonomi sehingga bisa membantu orang tua. Nah kebetulan saya di pondok bertugas di bagian usaha foto copy, dari situ mendorong saya untuk menjadi seorang pengusaha karena saya bisa belajar tentang manajemennya. Dan alamdulillah sekarang saya membuka usaha bahan bangunan.77
Senada juga disampaikan oleh ibu Hj. Naila Fatmawati pada
tanggal 5 Pebruari 2013 sebagai berikut:
Anak saya Ahmad itu yang sekarang di pondok pesantren Sidogiri Pasuruan dan sejak di pesanten itu dia rajin sekali, Kalau sekiranya ada sesuatu yang kurang pas atau harus dibenahi dia langsung mengerjakannya tanpa saya suruh dia sudah mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan. Misalnya saya ini kan kesehariannya penjahit, tanpa saya suruh dia sudah mau membantu saya. Jika dia libur panjang kadang-kadang ada saja yang dia kerjakan.78
Sebagaimana juga yang disampaaikan oleh Ahmad Fathoni pada
tanggal 27 Januari 2013 sebagai berikut:
Setiap kali saya pulang ke rumah karena liburan pondok, saya selalu membantu orang tua, kebetulan orang tua saya punya usaha jualan bahan-bahan sembilan pokok, ada gula,beras, minyak goreng, tepung dan sebagainya. Selama saya membantu itu yah.... hanya menunggui orang yang membeli yang kemudian uangnya saya serahkan kepada orang tua. Kadang
77 Muhammad Ilham Wahyudi, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 9 Januari 2013 78 Hj. Naila Fatmawati, Wawancara (Wali santri), Pasuruan, 5 Pebruari 2013
259
kala saya diajak untuk belanja untuk kulaan di pasar Pasuruan, ya.... membantu saja.79
Senada juga dengan pernyataan di atas dimana para santri PPS
sangat senang membahas tentang pengembanagan ekonomi ke depan
baik ekonomi pesantren maupun ekonomi pribadinya. Sebagaimana
yang disampaikan oleh Mohammad Nafi’ pada tanggal 27 Januari 2013,
dia adalah santri dari Malang yang menghuni daerah hunian Z dan dia
masih duduk di kelas 2 Aliyah jurusan Muamalah dengan penuturan
sebagai berikut:
Selama saya berada di pondok pesantren Sidogiri ini khususnya berada di daerah hunian Z merasa sangat senang sebab saya bisa saling tukar pikiran sesama teman mengenai tugas sebagai karyawan kopontren Sidogiri, yang sekaligus dapat mendorong, memotivasi dan memberikan inspirasi baru dalam pengembangan ekonomi baik yang menyangkut ekonomi pesantren maupun yang menyangkut ekonomi yang saya alami nanti tatkala sudah keluar dari pesantren Sidogiri ini.80
Dari pernyataan-pernyataan tersebut jelas mengindikasikan
bahwa ketrampilan yang dimiliki para santri, semangat kewirausahaan
dan bekerja keras serta jiwa kemandirian lebih dirasakan sebagai hasil
pembelajaran selama di PPS Pasuruan.
Dalam kesempatan yang lain yaitu pada bulan berikutnya
peneliti mencoba ingin mengetahui lebih dalam tentang nilai-nilai
kewirausahaan yang dimiliki santri. Dalam pernyataan yang terakhir
79 Ahmad Fathoni, Wawancara (Santri kelas 11), Pasuruan, 27 Januari 2013 80 Muhammad Nafi’, Wawancara (Santri kelas 11), Pasuruan, 27 Januari 2013
260
ini memberikan informasi bahwa nilai-nilai kemandirin, kreativitas
maupun motivasi sebenarnya belumlah sepenuhnya seperti yang
diharapkan, berikut pernyataan Mohammad Ali pada tanggal 4 Pebruari
2013, dia adalah alumni madrasah Aliyah jurusan Muamalah yang
sekarang masih membantu orang tuanya usaha mebel, berikut
pernyataannya:
Selama ini memang usaha saya dibawa bayang-bayang bapak saya nggak bayangkan bagaimana sulitnya tatkala membuka usaha sendiri dari nol. Kalau dipikir-pikir mendingan bekerja di perusahaan besar, dapat gaji dan tidak perlu modal dari pada buka usaha sendiri. Ya kalau ada order kalau tidak ........ Bagaimana nantinya.81
Dari pernyatan itu, ada semacam keraguan mungkin juga
ketakutan ketika dia harus memulai membuka usaha sendiri, kalau
sekarang ia merasakan mendapatkan order dari konsumen, itu bukan
order karya sendiri tapi dari orang tua. Bahkan Mohammad Ali tidak
pernah berusaha mencari order sendiri sebagaimana para pengusaha
yang lain. Penghasilan yang lebih rutin dari bekerja ditempat lain yang
lebih dia sukai, ini mengindikasikan bahwa lemahnya keberanian
mengambil risiko yang tidak bisa terhindar dari dunia usaha.
Tidak jauh berbeda dengan pernyataan Saiful Amin putra bapak
H. Sholeh alumni PPS Pasuruan tahun 2009 dengan pernyataan sebagai
berikut:
81 Mohammad Ali, Wawancara (Alumni PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013
261
Ketika masih di pondok, selain saya sekolah dan mengaji juga bertugas di minimarket milik pondok. Namun di situ saya bertugas untuk melayani para pembeli, saya tidak tahu bagaimana cara menjalankan dan praktek manajemen suatu usaha. Setelah saya pulang dari pondok ternyata sulit menjadi seorang pengusaha, akhirnya saya putuskan untuk menjadi pegawai saja. Setiap bulan dapat gaji dan tidak banyak mikir. Dan sampai saat ini saya masih menjadi pegawai di salah satu perusahaan kecil di daerah Bangkalan ini.82
Dalam temuan penelitian ini ditemukan, bahwa proses
pembelajaran yang ada di PPS Pasuruan baik melalui jalur pendidikan
diniyah, pengajian kitab salaf maupun lembaga ekonomi, banyak
dihasilkan alumni yang entrepreneur. Selain itu terdapat fenomena lain
yang menarik bahwa order yang berasal dari pondok atau ustadz yang
diharapkan dapat merangsang santri dapat menacari order secara
mandiri justru menyebabkan santri banyak tergantung kepada pondok,
yang pada akhirnya mereka ragu dan tidak ada keberanian untuk
mengambil risiko dalam sebuah usaha.
Fenomena lain menunjukan, bahwa alumni yang membuka
usaha di rumah dan usahanya itu sama dengan usaha orang tuanya,
maka meskipun mereka tidak bekerja kepada orang sebagai karyawan,
akan tetapi pada dasarnya mereka sama saja dengan bekerja kepada
orang lain dalam hal ini bekerja kepada orang tuanya, bahkan efek
pembelajaran model semacam ini tidak memberikan kontribusi yang
lebih baik dalam rangka meningkatkan nilai-nilai kewirausahaan.
82 Saifull Amin, Wawancara (Alumni PPS), Pasuruan, 4 Pebruari 2013
262
Secara lebih terperinci bagimana kontribusi pembelajaran di
PPS Pasuruan dan di rumah terhadap perkembangan nilai-nilai
kewirausahaan alumni sebagai berikut: 1) santri yang keluargaya
memiliki usaha, hampir semua unsur nilai kewirausahaan lebih tinggi
dibanding dengan santri yang keluarganya tidak berwirausaha, 2) akan
tetapi santri yang setelah lulus dari PPS yang membuka usaha sejenis
dengan usaha orang tuanya cenderung mendegradasi nilai
kewirausahaannya, dikarenakan tidak adanya kesempatan anak belajar
mengengelola dengan mandiri, 3) santri yang mempunyai keluarga
yang usahanya berbeda dengan anak, ternyata kesempatan belajar
membuka usaha mandiri lebih terbuka, dan ini meyebabkan nilai
kewirausahaannya semakin meningkat seiring pengalaman belajarnya
dan 4) sementara bagi santri yang berasal dari keluarga yang tidak
berwiraswasta nilai kewirausahaannya cederung statis, sebab
kesempatan belajar mengelola usaha dengan benar tidak mendapat
dukungan berarti dari keluarga.
Untuk mengilustrasikan bagaimana perkembangan nilai-nilai
kewirausahaan santri setelah lulus dan kembali dalam lingkungan
keluarga dapat dijelaskan bahwa santri dari keluarga yang berwirausaha
memiliki nilai kewirausahaan yang relatif tinggi dibanding dengan
santri yang dari keluarga bukan wirausaha, akan tetapi dalam proses
perkembangannnya, ketika mereka benar-benar membuka usaha setelah
263
lulus, mereka yang membuka usaha sejenis dengan usaha orang tuanya
cenderung makin rendah, sebaliknya mereka yang membuka usaha
yang tidak sejenis dengan usaha orang tuanya semakin mengalami
kemajuan. Sementara santri yang memang dari keluarga wirusaha,
perkembangan selama penelitian menunjukan fenomena yang relatif
stabil.
f. Visi Kewirausahaan Santri
Visi kewirausahaan dimaksudkan adalah mengungkapkan
bagaimana kemampuan serta pandangan alumni tentang usahanya ke
depan. Masalah ini dituangkan dalam upaya mengungkapkan potensi
kesiapan alumni dalam merintis pengembangan usahanya. Dalam
penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa rata-rata alumni tidak
terlalu menyakinkan bahwa usaha yang dirintis memiliki potensi untuk
dikembangkan di masa mendatang, Indikasi dari masalah ini adalah
karena banyaknya pernyataan serta hasil pengamatan yang menunjukan
belum adanya tanda-tanda kesiapan mereka menghadapi tantangan
bisnis yang sesungguhnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Malih, Arif Susanto,
Abdul Majid maupun Affandi dalam beberapa kali wawancara pada
tanggal 9 April 2013 belum menujukkan indikasi ke arah persiapan
tersebut, berikut pernyataan Abdul Malik :
264
Selama di pondok saya berada di daerah Z, yaitu daerah yang khusus santri yang mengabdi di lembaga ekonomi pondok, dan kebetulan mulai dari Aliyah saya bertugas di minimarket, setelah saya lulus dari pondok, pulang kampung saya berniat buka usaha kecil-kecilan, tapi ternyata tidak mudah yang saya bayangkan, karena banyak hal yang harus dipersiapkan khususnya modal, akhirnya saya tetap menjadi petani garap sawah bagian dari orang tua, sampai sekarang.83
Senada juga disampaikan oleh Arif Susanto dan Abdul Majid,
bahwa modal merupakan permasalahan utama dalam memulai
membuka sebuah usaha, karena tidak adanya modal maka seakan-akan
tidak ada peluang untuk memulai membuka usaha. Feomena ini
menunjukan bahwa visi kewirausahaan mereka belumlah seperti yang
diharapkan. Sebab seorang entrepreneur haruslah memiliki jiwa
keberanian, inovasi dan berani mengambil risiko. Hal ini berbeda
dengan apa yang dialami oleh Affandi alumni PPS Pasuruan tahun
2008 yang saat ini menjadi pengusaha sukses sebagai agen 9 bahan
pokok, dia menuturkan kepada penulis pada tanggal 27 Maret 2013
sebagai berikut:
...... ketika saya di pesantren Sidogiri, saya putuskan untuk mengabdi di kopontren, saat itu belum sebesar sekarang. Maklum ekonomi orang tua pas-pasan sebagai buruh tani. Hampir selama 12 tahun saya di pondok, akhirnya lulus juga dan ditugaskan menjadi guru tugas selama 2 tahun dan begitu selesai, saya pulang kampung dan membuka usaha pracangan kecil-kecilan di depan rumah dan kebetulan bapak saya sudah meninggal dunia sehingga saya yang menjadi tumpuhan ekonomi keluarga. Berkat kesabaran dan kegigihan saya serta
83 Abdul Malik, Wawancara (Pengurus PPS), Pasuruan, 9 April 2013
265
pengalaman saya di kopontren dan belajar di pondok, akhirnya usaha saya menjadi besar seperti sekarang ini. Alhamdulillah.84
Dari beberapa informan tersebut di atas mengindikasikan adanya
temuan penelitian dimana di satu sisi ada output santri yang sudah
memiliki visi kewirausahaan yang diharapkan dan ada pula output
santri yang belum memiliki visi kewirausahaan yang diharapkan.
Fenomena ini menjadi sesuatu yang umum terjadi, karena semuanya itu
akan dikembalikan kepada masing-masing pribadinya.
2. Temuan Penelitian di luar Fokus
Selain penemuan penelitian yang sudah menjadi fokus penelitian,
ditemukan juga temuan tambahan. Temuan tambahan itu berupa proses
pemberdayaan ekonomi dan temuan praktek pelaksanaan ekonomi syariah
di PPS Pasuruan.
a. Temuan Pemberdayaan Ekonomi di PPS Pasuruan
Pemberdayaan ekonomi di PPS Pasuruan melalui koperasi yang
dimotori oleh anggota komunitas pesantren, yaitu para ustadz madrasah
diniyah dengan membuat koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan
pinjam ini kemudian berkembang bukan hanya di sekitar pesantren
84 Affandi, Wawancara (Alumni santri PPS Th. 2008), Pasuruan, 27 Maret 2013
266
akan tetapi juga berkembang di wilayah seluruh Pasuruan, Probolinggo,
Banyuwangi, Madura dan sampai ke wilayah propinsi Jawa Timur.
Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh PPS Psuruan adalah
dalam bentuk pembinaan kelompok usaha produktif berupa koperasi
PPS dan dalam bentuk lembaga keuangan mikro berupa baitul mal wa
tamwil. Diantaranya adalah koperasi pesantren Sidogiri, Koperasi
BMT-MMU dan BMT-UGT Sudogiri.
Penelitian ini juga menemukan bahwa PPS Pasuruan dapat
mengatasi beberapa persoalan ekonomi diantaranya masalah kurang
berdayanya sistem kelembagaan ekonomi untuk memberikan
kesempatan bagi masyarakat khususnya masyarakat kecil dalam rangka
mengembangkan usaha ekonomi kompetitif telah dipecahkan PPS
dengan membuat kelompok usaha kecil yang dibiayai oleh BMT
Sidogiri. Masalah kurangnya penciptaan akses masyarakat terhadap
input sumberdaya ekonomi berupa kapital, lokasi berusaha, lahan
usaha, informasi pasar dan teknologi produksi telah difasilitasi oleh
kopponten Sidogiri dengan mengadakan pelatihan usaha pada
kelompok usaha kecil.
Sedangkan masalah lemahnya kemampuan masyarakat kecil
untuk membangun organisasi ekonomi masyarakat yang dapat
meningkatkan posisi tawar dan daya saingnya juga telah dipecahkan
oleh PPS Pasuruan dengan berdirinya kopontren Sidogiri, BMT-MMU
267
Sidogiri dan BMT-UGT Sidogiri. Ini berarti bahwa pemberdayaan
ekonomi yang diawali dengan pemberdayaan ekonomi komunitas
internal pesantren ini mampu meluas dan mengembang juga dalam
bentuk pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat di lingkungan
Sidogiri maupun masyarakat di luar Sidogiri.
b. Temuan Implimentasi Ekonomi Syariah di PPS Pasuruan
Implimentasi sistem ekonomi syariah yang ditemukan di PPS
Pasuruan adalah berupa kegiatan di lembaga ekonomi, yaitu BMT-
MMU dan MBT-UGT. Dalam kegiatan transaksinya kedua BMT ini
menggunakan beberapa jenis akad antara lain: (1) Wadi’ah, (2)
Muda<rabah, (3) Musha<rokah, (4) Mura<bah}ah, (5) Ija<rah, (6) Qord al-
h}asan, (7) Layanan transfer, dan (8) Jasa talangan haji.
Wadi<’ah adalah simpanan atau titipan uang kepada lembaga
ekonomi yang akan diambil sewaktu waktu. Sedangkan muda<rabah
adalah penyerahan harta baik berupa uang maupun benda dari pemilik
modal kepada pengelola sebagai modal usaha, sedangkan keuntungan
dibagi sesuai perbandingan laba rugi (nis}bah) yang disepakati. Jika
terjadi kerugian maka ditutupi oleh laba yang diperoleh. Selain kedua
jenis akad tersebut diatas, ditemukan pula adanya transaksi
musha<rakah.
268
Praktik kegiatan ekonomi berikutnya adalah mura<bah}ah yakni
akad jual beli barang dengan menyertakan harga perolehan (thaman)
dan keuntungan (ribh}) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Sedangkan ija<rah atau sewa menyewa adalah akad pemindahan hak
guna suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya
pembayaran upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Akad berikutnya adalah qard al h}asan atau pinjaman
kebijakan atau menghutangkan pihak lain tanpa mengharapkan
imbalan, untuk dikembalikan dengan nilai yang sama dan dapat ditagih
atau diminta kembali kapan saja oleh pemberi hutang.
Penelitian ini menemukan adanya jasa pelayanan transfer ke dan
dari beberapa bank konvensional ke BMT-UGT dan BMT-MMU
Sidogiri sebagai bagian dari bentuk layanan jasa perbankan. Sedangkan
yang terakhir adalah jasa talangan haji, yakni BMT memberikan
pinjaman kepada calon jamaah haji yang kekurangan dana untuk
mendapatkan daftar tunggu dan pengembaliannya dengan cara mencicil
kepada BMT selama satu tahun.