37
48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Klinik Utama Graha Medika Salatiga Gambar 4.1. Denah lokasi Klinik Utama Graha Medika Salatiga Klinik Utama Graha Medika Salatiga berdiri tanggal 30 Juli 2012 yang didirikan oleh dr. Gama Setya Pratiwi, SP.S, Drs. Usman Haryono, Apt, dan Theta Indria Widiastuti, dengan motto: Pelayanan yang baik adalah tujuan kami, kesembuhan dan kepuasan anda adalah kebahagiaan kami.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15951/4/T1_462012050_BAB IV... · faktor yang memicu tingginya angka stroke pada perempuan (Lingga,

Embed Size (px)

Citation preview

48

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Klinik Utama Graha Medika Salatiga

Gambar 4.1. Denah lokasi Klinik Utama Graha Medika Salatiga

Klinik Utama Graha Medika Salatiga berdiri tanggal 30 Juli

2012 yang didirikan oleh dr. Gama Setya Pratiwi, SP.S, Drs. Usman

Haryono, Apt, dan Theta Indria Widiastuti, dengan motto: Pelayanan

yang baik adalah tujuan kami, kesembuhan dan kepuasan anda

adalah kebahagiaan kami.

49

Klinik Utama Graha Medika Salatiga bertujuan memberikan

layanan pemeriksaan dan pengobatan rawat jalan. Kegiatan di Klinik

Utama Graha Medika adalah: 1) memberikan pelayanan kesehatan

rawat jalan bagi yang membutuhkan pelayanan dokter umum dan

dokter spesialis serta pelayanan kesehatan lain dan, 2) pemberian

layanan obat bagi pasien yang telah menerima layanan pemeriksaan

dokter umum dan dokter spesialis. Tenaga kesehatan yang ada di

Klinik Utama Graha Medika ialah dokter spesialis 1 orang, dokter

umum 1 orang, dokter gigi umum 1 orang, perawat 1 orang, fisioterapi

4 orang, dan farmasi 4 orang. Sumber informasi gambaran Klinik

Utama Graha Medika Salatiga tersebut di atas diperoleh dari komisaris

(Theta Indria Widiastuti)

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Demografi Responden

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh deskrispsi responden sebagai

berikut:

4.2 Tabel Deskripsi Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin penderita

Laki-laki 46 37,70

Perempuan 76 62,30

Jenis kelamin anggota keluarga

Perempuan 110 90,16

50

Laki-laki 12 9,84

Karakteristik umur penderita paska stroke

Masa lansia awal (46-53) 22 18,03

Masa lansia akhir (54-61) 45 36,89

Masa manula (62-70) 43 35,25

Masa lansia manula (71-79) 12 9,83

Serangan Stroke ke

1 39 31,97

2 45 33, 61

3 25 20, 49

4 9 7,38

Anggota keluarga yang merawat

Anak 59 48,36

Istri 46 37,70

Suami 6 4,92

Lama menderita stroke

< 1tahun 26 21,31

1 tahun 39 31,97

2 tahun 50 40,98

>2 tahun 7 5,74

Pendidikan penderita

SD 24 19,67

SMP 4 3,28

SLTA 59 48,36

D3 8 6,56

S1 26 21,31

S2 1 0,82

Pendidikan anggota keluarga

SD 6 4.92

SMP 4 3.28

SLTA 62 50.82

D3 14 11.48

S1 34 27.87

S2 2 1.64

Jenis pekerjaan penderita

Guru 10 8,20

IRT 25 20,49

Swasta 29 23,77

Pensiunan 9 7,38

Buruh 11 9,02

51

PNS 9 7,38

Sopir 3 2,46

Wiraswasta 19 15,57

POLRI 1 0,82

Purnawirawan 1 0,82

Pedagang 2 1,64

Tani 3 2,46

Jenis pekerjaan anggota keluarga

Guru 9 7,38

IRT 40 32,79

Swasta 41 33,61

Pensiunan 2 1,64

Buruh 3 2,46

Pns 11 9,02

Wiraswasta 10 8,20

Bidan 3 2,46

Pedagang 2 1,64

Mahasiswa 1 0,82

4.3 Deskripsi Variabel

4.3.1 Frekuensi dukungan anggota keluarga

Hasil penelitian tentang frekuensi dukungan anggota

keluarga terhadap activity of daily living (ADL) klien paska stroke

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.3 Dukungan Anggota Keluarga Pada Penderita Paska Stroke (n:122)

B

B

Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Baik 52 42,62

Cukup Baik 65 53,28

Kurang Baik 5 4,10

Tidak baik 0 0

52

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui keluarga yang

memberikan dukungan dengan baik sebanyak 52 orang

(42,62%), dukungan cukup baik sebanyak 65 orang (53,28%),

dukungan kurang baik sebanyak 5 orang (4,10%). Hasil

tersebut dapat digambarkan ke dalam diagram berikut ini:

Gambar 4.3 Frekuensi Dukungan Keluarga

4.2.1 Frekuensi Activity of Daily Living (ADL) klien paska stroke

Berdasarkan hasil penelitian tingkat activity of daily

living (ADL) yang dimiliki klien paska stroke diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 4.4 Frekuensi Activity of Daily Living (ADL) Penderita Paska Stroke (n:122)

ADL Frekuensi Persentase (%)

Baik 22 18,03

Cukup Baik 82 67,21

Kurang Baik 16 13,11

Tidak Baik 2 1,64

53

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas diketahui klien yang

memiliki activity of daily living (ADL) baik sebanyak 22 orang

(18,03%), activity of daily living (ADL) cukup baik sebanyak 82

orang (67,21%), activity of daily living (ADL) kurang baik

sebanyak 16 orang (13,11%), activity of daily living (ADL) tidak

baik sebanyak 2 orang (1,64%). Total responden dalam

penelitian sebanyak 122 orang. Hasil tersebut dapat

digambarkan ke dalam diagram berikut ini:

Gambar 4.3 Frekuensi Activity Of Daily Living (ADL)

4.3 Analisis data

4.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memperlihatkan bahwa

data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas data dalam

54

penelitian ini adalah dengan Kolmogorov-Smirnov. Berikut ini

merupakan uji normalitas menggunakan program SPSS

windows 23.0.

Tabel 4.4 Hasil uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov)

ADL Dukungan

N 122 122

Normal

Parametersa,b

Mean 39,02 73,73

Std. Deviation 6,517 11,857

Most Extreme

Differences

Absolute ,095 ,099

Positive ,095 ,099

Negative -,083 -,050

Test Statistic ,095 ,099

Asymp. Sig. (2-tailed) ,009c ,005c

Pada tabel 4.4. hasil uji normalitas menggunakan

Kolmogorov-Smirnov hubungan dukungan keluarga dengan

activity of daily living (ADL) klien paska stroke menunjukkan

bahwa sampel berdistribusi tidak normal. Hal ini dibuktikan

dengan nilai signifikan <0,05. Uji normalitas variabel

independen dalam penelitian ini, yaitu dukungan keluarga

didapatkan 0,005 dan uji normalitas varibel dependen, activity

of daily living (ADL) klien paska stroke didapatkan 0,009. Hasil

55

ini menunjukkan bahwa persebaran data responden tidak

berada di rata-rata keseluruhan responden.

4.4.2 Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan dua

variabel mempunyai linear atau tidak. Kedua variabel dikatakan

mempunyai hubungan yang linear jika nilai signifikan <0,05.

Tabel 4.5 Hasil Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares Df

Mean Square F Sig.

ADL * dukungan

Between Groups

(Combined)

3771,691 42 89,802 5,189 ,000

Linearity 2915,989 1

2915,989

168,488

,000

Deviation from Linearity

855,701 41 20,871 1,206 ,236

Within Groups 1367,236 79 17,307

Total 5138,926 121

Hasil uji linearitas (test for linearity) menunjukkan adanya

hubungan yang linear antara kedua variabel yang signifikan. Hal ini

dapat dibuktikan dengan nilai linearitas 0,000 < 0,05.

4.4.3 Analisis korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan

hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah

56

hubungan yang terjadi. Hasil uji korelasi dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi

ADL Dukungan

Spearman's rho

ADL Correlation Coefficient

1,000 ,730**

Sig. (2-tailed) . ,000

N 122 122

Dukungan Correlation Coefficient

,730** 1,000

Sig. (2-tailed) ,000 .

N 122 122

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil analisis menggunakan SPSS windows 23.0 korelasi

Spearman Rank, dukungan keluarga dengan activity of daily

living (ADL) klien paska stroke didapatkan nilai signifikan 0,000

< 0,05 yang menunjukkan bahwa H1 diterima, sehingga

dinyatakan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan

activity of daily living (ADL) klien paska stroke. Kemudian,

didapatkan pula koefisien korelasi (rs) yaitu 0,730 yang

menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara dukungan

keluarga dengan ADL klien paska stroke memiliki kategori

hubungan kuat dengan interval koefisien korelasi (rs) 0,60 –

0,80.

57

4.5 Pembahasan

4.5.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden

a). Karakteristik jenis kelamin klien paska stroke

Gambar 4.5 Diagram jenis kelamin klien paska stroke

Gambar 4.5 di atas hasil penelitian karakteristik jenis

kelamin klien paska stroke terhadap 122 responden

berdasarkan, hasil penelitian di Klinik Utama Graha Medika

Salatiga dengan karakteristik responden klien paska stroke

berdasarkan jenis kelamin, menunjukan bahwa responden klien

paska stroke yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang

dengan presentase (37,70%) dan berjenis kelamin perempuan

sebanyak 76 orang dengan presentase (62,30%). Hasil

penelitian ini menjukan bahwa paling banyak adalah responden

yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 76 orang dengan

presentase (62,30%). Jenis kelamin merupakan salah satu

58

faktor resiko stroke yang tidak dapat di ubah. Selain itu

terdapat faktor lain yaitu perempuan yang sudah tua akan

mengalami kerentanan tubuh, sehingga tubuh tidak mampu

mengatasi komplikasi akibat stroke. Menopause juga menjadi

faktor yang memicu tingginya angka stroke pada perempuan

(Lingga, 2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyu

(2010) menyatakan bahwa kematian pada stroke lebih banyak

di jumpai pada wanita, karena umumnya wanita terserang

stroke pada usia tua. Wahyu (2010) menambahkan bahwa hal

tersebut berkaitan dengan proses penuaan (degeneratif) atau

karena pengaruh hormon paska menopause.

b). Karakterisitik jenis kelamin anggota keluarga

Gambar 4.5 diagram jenis kelamin anggota keluarga

59

Gambar 4.5 di atas hasil penelitian karakteristik

jenis kelamin klien paska stroke terhadap 122 responden,

hasil penelitian ini didapatkan dengan karakteristik

responden anggota keluarga berdasarkan jenis kelamin,

diketahui bahwa anggota keluarga yang berjenis kelamin

perempuan. Kondisi di lapangan paling banyak jenis

kelamin perempuan sebanyak 110 orang dengan

presentase (90,16%) lebih tinggi di banding laki-laki

sebanyak 12 orang dengan presentase (9,84%). Pengasuh

penderita paska stroke mayoritas berjenis kelamin

perempuan (90,16%) dengan 48,36% ialah anak dari

penderita. Peran perawatan dan pemeliharaan kesehatan

di dalam keluarga sangat lekat dengan peran seorang

perempuan. Perempuan dianggap bertanggungjawab atas

pemeliharaan kesehatan (menyiapkan makan sebagai

upaya preventif), pemeliharaan orang sakit (sebagai upaya

kuratif) hingga peran reproduktif (berada pada ranah

domestik) (Vitalaya,2010). Anak akan mengasuh orangtua

ketika mereka sudah lemah dan tidak mampu untuk hidup

sendiri. Kewajiban anak juga merawat orangtua ketika

mereka mulai sakit-sakitan (Makmur, 2002). Memahami

60

peran perempuan dalam perilaku kesehatan keluarga tidak

bisa lepas dari pengetahuan dan kekuasaan perempuan di

bidang kesehatan. Bidang kesehatan merupakan ranah

kehidupan yang dikonstruksikan sebagai ruang perempuan.

c). Karakteristik umur klien paska stroke

Kategori umur menurut Depkes RI (2009): dibagi

menjadi kelompok masa balita (0-5) tahun, masa kanak-

kanak (5-11) tahun, masa remaja awal (12-16) tahun, masa

remaja akhir (17-25) tahun, masa dewasa awal (26-35)

tahun, masa dewasa akhir (36-45) tahun, masa lansia awal

(46-55) tahun, masa lansia akhir (56-65) tahun, masa

manula di atas 65. Klien paska stroke yang mengikuti

rehabilitasi medik dari total sebanyak 122 responden. Hasil

penelitian ini menujukan paling tinggi dimulai dari umur 54-

61 (termasuk kategori masa lansia akhir), sebanyak 46

orang dengan persentase (36,89%), kemudian paling

banyak adalah umur 62-70 (termasuk kategori umur masa

manula). Pada lansia, terjadi perubahan-perubahan yang

terjadi pada sistem saraf. Perubahan-perubahan tersebut

meliputi berat otak menurun, hubungan persarafan cepat

menurun, lambat dalam merespon dan waktu berpikir,

61

penglihatan berkurang, hilangnya pendengaran,

mengecilnya saraf penciuman dan perasa, reflek tubuh

berkurang serta kurang koordinasi tubuh (Padila, 2013).

Salah faktor risiko stroke adalah umur. Saat ini stroke tidak

hanya dialami oleh kelompok lansia, namun kelompok muda

pun dapat terserang stroke, hal ini disebabkan karena

adanya kelemahan fungsi tubuh secara menyeluruh

terutama terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah

(Lingga, 2013). Penelitian ini sejalan dengan Hall (2012)

menyatakan bahwa 34% orang yang dirawat di rumah sakit

karena terserang stroke, kebanyakan berumur < 65 tahun,

stroke non hemoragik lebih banyak di alami oleh kelompok

umur lansia, sedangkan stroke perdarahan lebih sering pada

usia muda. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya

terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat

menyerang semua kelompok umur. Banyak kondisi-kondisi

yang dapat menyebabkan stroke, tentu saja ada pula faktor-

faktor risiko yang dapat dikendalikan dan tidak dapat

dikendalikan. Hal ini karakteristik usia adalah faktor risiko

yang tidak dapat dikendalikan. (Sustrani, 2003)

62

d). Karakteristik jenis serangan stroke

Hasil penelitian karakteristik jenis serangan stroke

yang merawat klien paska stroke terhadap 122 responden

berdasarkan, hasil penelitian di Klinik Utama Graha Medika

Salatiga dengan karakteristik responden serangan stroke

pada klien adalah stroke berulang sebanyak 45 orang

responden dengan persentase 33, 61%. Stroke memiliki

kecenderungan untuk terjadi secara berulang. Dalam kurun

waktu lima tahun paska stroke, penderita dapat mengalami

stroke berulang sebesar 25% (Makmur, 2002).Sebanyak

61.48% penderita yang melakukan kunjungan ke klinik

mengalami stroke berulang terjadi stroke berulang berkaitan

dengan faktor risiko yang di punyai oleh penderita, makin

banyak faktor risiko yang dipunyai makin tinggi kemungkinan

terjadi stroke berulang. Faktor- faktor risiko stroke meliputi

faktor risiko yang tidak dapat diubah (seperti umur, ras, jenis

kelamin, genetik) dan faktor risiko yang dapat diubah (seperti

hipertensi, kelaianan jantung, diabetes militus, dislipidemia,

merokok, obesistas, minum alkohol, kontrasepsi oral).

Berbagai faktor risiko yang dapat diubah jika tidak

ditanggulangi dengan baik akan memberikan risiko kejadian

63

stroke berulang (Siswanto, 2005). Durasi penderita

mengalami masa pemulihan dalam dua tahun terakhir ialah

40,98%. Setelah mendapati stroke, penderita tidak bekerja

akibat kelemahan fisik sebagai dampak stroke. Pengasuh

penderita memiliki perkerjaan menetap sehingga dapat

menopang segi ekonomi untuk perawatan penderita dan

biaya pengobatan di klinik. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Adienty & Handayani (2012). Terdapat juga

sebanyak 229 pasien mengalami stroke berulang, artinya

22,6 % dari keseluruhan penderita stroke yang menjalani

rawat inap di RSUP Dr. Kariadi adalah penderita stroke

berulang.

e). Karakteristik anggota keluarga yang merawat klien paska

stroke

Hasil penelitian karakteristik anggota keluarga yang

merawat klien paska stroke terhadap 122 responden

berdasarkan, hasil penelitian di Klinik Utama Graha Medika

Salatiga dengan karakteristik responden anggota keluarga

berdasarkan yang merawat paling banyak adalah anggota

keluarga anak kadung (perempuan) sebanyak 59 orang

dengan presentase (48,36%). Keluarga adalah unit terkecil

64

dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat

di bawah satu atap dalam keadaan saling bergantung antara

satu dengan yang lain Friedman, (2003). Di dalam satu

keluarga kecil terdiri dari orangtua yaitu bapak dan ibu serta

anak. Anak akan mengasuh orangtua ketika mereka sudah

lemah dan tidak mampu untuk hidup sendiri. Kewajiban

anak juga merawat orangtua ketika mereka mulai sakit-

sakitan. Sebab semakin tua usia seseorang, maka

kemampuan fisiknya pun semakin berkurang. Orangtua

yang memasuki usia tua, kondisi fisiknya semakin lemah

dan mulai sakit-sakitan. Selain itu, anak juga harus menjaga

orangtua ketika orangtua sudah tidak mampu melindungi

dirinya sendiri dari mara bahaya. Menafkahi orangtua ketika

mereka sudah tidak mampu untuk mencari nafkah lagi juga

merupakan tanggung jawab anak kepada orangtuanya. Oleh

karena itu, saat usia senja lebih utama orangtua tinggal

bersama anak agar anak mampu melaksanakan

kewajibannya untuk selalu merawat orangtua (Makmur,

2002).

65

f). Karakteristik lama menderita stroke

Hasil penelitian karakteristik lama menderita stroke

terhadap 122 responden berdasarkan hasil penelitian di

Klinik Utama Graha Medika Salatiga dengan karakteristik

responden serangan stroke pada klien paling banyak adalah

50 orang responden dengan persentase 40,98% menderita

lama stroke 2 tahun. Stroke bagaimanpun, menyebabkan

gangguan baik fisik maupun psikis penderita. Perawatannya

memerlukan waktu lama, bukan hanya berbulan – bulan

tetapi bertahun – tahun, sehingga perlu dukungan keluarga

dan orang – orang terdekat terhadap penderita stroke akan

berpengaruh pada perbaikan kondisi fisik maupun mental

penderita (Setyaningrum, 2014).

g). Karakteristik pendidikan klien paska stroke

Gambar 4.6 pendidikan klien paska stroke

66

Gambar 4.6 hasil penelitian karakteristik pendidikan

klien paska stroke terhadap 122 responden, diketahui bahwa

klien yang memiliki pendidikan SD sebanyak 24 orang

(19,67%), klien berpendidikan SMP 4 orang (3,28%), klien

berpendidikan SLTA sebanyak 59 orang (48,36%), klien

berpendidikan S1 sebanyak 26 orang (21,31%), klien

berpendidikan D3 sebanyak 8 orang (6,56%), dan klien

berpendidikan S2 sebanyak 1 orang (0,82%).

Hasil penelitian berdasarkan gambar 4.6 karakteristik

pendidikan klien paska stroke yang melakukan pengobatan

atau mengikuti rehabilitasi fisioterapi paling banyak

berdasarkan tingkat pendidikan hampir setengan dari klien

memiliki latar belakang pendidikan SLTA sebanyak 59 orang

dengan persentase (48,36%). Hal ini didukung oleh beberapa

teori antara lain menurut Natoamodjo (2002), bahwa makin

tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi

mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin

banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini

dikemukakan oleh Sofwan (2010), bahwa serangan stroke

dapat terjadi tiba-tiba, umumnya karena pasien tidak

mengetahui dan kurangnya pengetahuan pasien tentang gejala

67

terjadinya serangan stroke dan tidak melakukan upaya yang

tepat untuk mengurangi terjadinya stroke.

h). Karakteristik pendidikan anggota keluarga

Gambar 4.7 karakteristik pendidikan anggota keluarga

Gambar 4.7 diketahui hasil penelitian karakteristik

pendidikan anggota keluarga terhadap 122 responden,

bahwa anggota keluarga yang memiliki pendidikan SD

sebanyak 6 orang (4,92%), pendidikan SMP sebanyak 4

orang (3,28%), pendidikan SLTA sebanyak 61 orang

(50,00%), pendidikan S1 sebanyak 34 orang (27,87%),

pendidikan D3 sebanyak 13 orang (10,66%), pendidikan

Amd sebanyak 1 orang (0,82%) dan pendidikan S2

sebanyak 2 orang (1,64%).

68

Berdasarkan gambar 4.7 diketahui hasil penelitian

karakteristik pendidikan anggota keluarga terhadap 122

responden, paling banyak adalah anggota keluarga dengan

berpendidikan SLTA sebanyak 61 orang dengan persentase

(50,00%). Tidak menutup kemungkinan mereka memiliki

pengetahuan yang baik mengenai pencegahan stroke.

Kaitannya dengan merawat anggota keluarga dengan paska

stroke tidak hanya berhubungan dengan tingkat pendidikan

keluarga yang tinggi akan tetapi terkait dengan kemauan,

kemampuan, dan kesadaran keluarga dalam merawat

anggota keluarga dengan paska stroke. Effendi, (2009)

mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah

kesehatan keluarga sangat dipengeruhi adanya kesadaran

keluarga untuk mengetahui masalah kesehatan yang terjadi

pada anggota keluarga. Sehingga sejalan dengan yang

dikemukakan oleh (Mubarak, 2006 hal.137) bahwa

pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk

membantu individu dalam meningkatkan kemampuan atau

perilaku untuk mencapai kesehatan optimal. Menurut

Cahyadi (2011) semakin rendah tingkat pendidikan

seseorang maka pengetahuan yang didapat cenderung

69

kurang. Hasil ini didukung oleh teori Mubarak, (2006) bahwa

pengetahuan dan pendidikan merupakan faktor predisposisi

yang dapat mempengaruhi status kesehatan manusia.

f). Karakteristik jenis pekerjaan klien paska stroke

Gambar 4.8 jenis pekerjaan klien paska stroke

Berdasarkan Gambar 4.8 diketahui hasil penelitian

karakteristik jenis pekerjaan klien paska stroke terhadap 122

responden,diketahui klien yang memiliki pekerjaan sebagai

guru sebanyak 10 orang (8,20%), pekerjaan sebagai ITR

sebanyak 25 orang (20,49%), klien bekerja sebagai

karyawan swasta sebanyak 29 orang (23,77%), klien

pensiunan sebanyak 9 orang (7,38%), klien bekerja sebagai

buruh sebanyak 11 orang (9,02%), klien bekerja sebagai

PNS sebanyak 9 orang (7,38%), klien bekerja sebagai sopir

70

sebanyak 3 orang (2,46%), klien sebagai wiraswasta

sebanyak 19 orang (15,57%), klien bekerja sebagai Polri

sebanyak 1 orang (0,82%), klien bekerja sebagai

Purnawirawan sebanyak 1 orang (0,82%), klien bekerja

sebagai pedagang sebanyak 2 orang (1,64%), dan klien

bekerja sebagai tani 3 orang (2,46%). Karakteristik

pekerjaan klien paska stroke paling tinggi klien bekerja

sebagai karyawan swasta sebanyak 29 orang dengan

presentase (23,77%). Berdasarkan hasil penelitian survey

jawaban pertanyaan responden kuesioner activity of daily

living (ADL) klien paska stroke pada awalnya bekerja,

namun setelah terserang stroke menjadi tidak bekerja

sehingga anggota gerak tubuh tidak dapat digunakan untuk

melakukan pekerjaan sehingga menjadi tidak produktif.

Faktor yang menyebabkan responden klien paska stroke

yang awalnya bekerja menjadi terserang stroke adalah

adanya stress kerja, ada riwayat stroke, hipertensi, diabetes

militus, serta permasalahan lain baik itu dilingkungan kerja

maupun di lingkungan keluarga (Rosiana, 2012).

g). Karakteristik jenis pekerjaan anggota keluarga.

71

Gambar 4.9 jenis pekerjaan anggota keluarga

Berdasarkan berdasarkan gambar 4.9 di atas

diketahui hasil penelitian karakteristik jenis pekerjaan

anggota keluarga terhadap 122 responden, diketahui

bahwa anggota keluarga yang memiliki pekerjaan guru

sebanyak 9 orang (7,38%), memiliki pekerjaan IRT

sebanyak 40 orang (32,79%), memiliki pekerjaan swasta

sebanyak 41 orang (33,61%), pensiunan sebanyak 2 orang

(1,64%), memiliki pekerjaan sebagai buruh sebanyak 3

orang (2,46%), sebagai PNS sebanyak 11 orang (9,02%),

sebagai wiraswasta sebanyak 10 orang (8,20%), sebagai

bidan sebanyak 3 orang (2,46%), sebagai pedagang

sebanyak 2 orang (1,64%), dan mahasiswa sebanyak 1

orang (0,82%).

72

Karakteristik pekerjaan anggota keluarga menurut

distribusinya dilihat dari demografi diagram anggota

keluarga, mulai dari ibu rumah tangga, PNS, pensiunan,

buruh tani, bidan, polri, purnawirawan, swasta, dan

wiraswasta. Kemudian karakteristik pekerjaan anggota

keluarga mayoritas memiliki pekerjaan swasta sebanyak 41

orang dengan presentase (33,61%). Pekerjaan merupakan

salah satu faktor resiko yang secara tidak langsung

mempengaruhi kejadian stroke. Nursalam (2003),

mengemukakan bahwa pekerjaan adalah kebutuhan yang

harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya

dan kehidupan keluarga. Hasil penelitian survey kuesioner

dukungan anggota keluarga mayoritas memiliki pekerjaan

swasta sebanyak 41 orang dengan presentase (33,61%),

hal ini responden anggota keluarga memiliki latar belakang

tidak bekerja sehingga bisa dapat memfasilitasi, merawat,

dan bisa mensuplai pengobatan klien.

4.6 Gambaran Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang

terjadi sepanjang kehidupan, dalam semua tahap siklus

kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga mampu

73

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal untuk

meningkatkan kesehatan dan adapatasi keluarga dalam

kehidupan. (Setiadi, 2008). Keluarga memiliki jenis dukungan

dalam berbagai aspek bentuk dukungan yaitu dukungan

penghargaan, nyata, informasi, dan dukungan emosional, serta

berperan memiliki fungsi, yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi,

fungsi kesehatan, dan fungsi ekonomi. Fungsi keluarga inilah

yang menyebabkan timbulnya dukungan keluarga. Dukungan

keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang

keluarga sebagai sesuatu yang dapat diadakan oleh keluarga

(Suprajitno, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian survei jawaban pernyataan

responden kuesioner dukungan anggota keluarga di Klinik

Utama Graha Medika Salatiga, menunjukkan bahwa sebagian

besar memberikan dukungan cukup baik terhadap klien paska

stroke. diperoleh rata-rata sebesar 73,73% atau dengan kriteria

cukup baik. Hasil penelitian menunjukkan dari 122 responden,

ada 65 orang (53,28%) yang memiliki dukungan cukup baik,

karena berdasarkan jawaban peryataan responden masing-

masing anggota keluarga sebagian besar positifnya persepsi

terhadap memberikan dukungan yang baik kepada klien paska

74

stroke. Penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian

Wardhani (2014) yang menyatakan bahwa sebagian besar

responden yang medapat dukungan baik dari keluarga.

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien paska

stroke guna mempercepat proses penyembuhan. Setyaningrum

& Wakhid (2014) berpendapat bahwa dukungan keluarga akan

menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat

kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis.

Dukungan diibaratkan sebagai proses yang terjadi

sepanjang hidup dengan sifat dan jenis yang berbeda-beda di

tiap tahap kehidupan. Ada empat macam dukungan keluarga

yaitu dukungan instrumental, dukungan penghargaan,

dukungan emosional, dan dukungan informasi. Pada dukungan

instrumental, keluarga berperan sebagai sumber pertolongan

yang praktis dan fasilitas selama masa perawatan. Penelitian ini

menekankan bahwa keluarga disini bertindak sebagai

perantara antara penderita stroke dengan pelayanan kesehatan

misalnya mengantar dan menjemput penderita untuk kontrol

dalam pengobatan, kemudian melakukan fisioterapi, menjadi

sumber finansial perawatan atau penyedia dana kesehatan

karena penderita stroke tidak bisa bekerja. Selain itu hal lain

75

yang dapat dilakukan keluarga adalah membantu penderita

apabila mengalami kesulitan dalam melakukan suatu hal.

Dukungan ini paling efektif apabila dihargai oleh penderita dan

dapat mengurangi depresi.

Dukungan penghargaan dimana keluarga menyatakan

penghargaan maupun penilaian positif kepada penderita.

(Christine, 2010). Dukungan penghargaan ini jarang dilakukan

karena tidak terbiasa mengungkapkan. Dukungan ini berfungsi

untuk membesarkan hati penderita, sehingga lebih

bersemangat dalam melakukan rehabilitasi. Dukungan ini juga

berarti pemberian motivasi. Dengan adanya motivasi, maka

penderita akan lebih giat berlatih dan keinginan untuk sembuh

akan muncul (Lingga, 2013). Berdasarkan hasil penelitian

survei jawaban pernyataan responden kuesioner dukungan

anggota keluarga di Klinik Utama Graha Medika Salatiga,

kebanyakan dari mereka memang sering mendapatkan pujian.

Ada yang dari responden, meskipun tidak mendapat pujian

tetap pergi melakukan rehabilitasi.

Dukungan emosional keluarga menepatkan keluarga

sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk pemulihan dan

membantu penguasaan emosi. Penanaman kepercayaan,

76

perhatian, mendegarkan dan didegarkan adalah aspek dari

dukungan ini. Pada penelitian ini, hampi sebagian

mendapatkan dukungan emosional secara penuh, namun ada

juga responden sulit dalam mengendalikan emosi. Hal ini di

karenakan tidak adanya perkebangan kondisi yang lebih baik

dan merasa sulit untuk mengungkapkannya. Kesabaran

anggota keluarga memang sangat dibutuhkan untuk

menghadapi emosi penderita. Berbagai emosi ditunjukkan oleh

penderita namum keluarga harus bersabar.

Pada dukungan informasi, keluarga bertindak sebagai

penyebar informasi. Dukungan informasi ini berupa pemberian

nasehat, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Dukungan

informasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah informasi

yang bermanfaat bagi kesehatan, keluarga menyarankan dan

mengingatkan untuk melakukan rehabilitasi. Dukungan

informasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

responden mengenai kesehatannya dan bagaimana proses

pemulihannya.

4.6.1 Activity of Daily Living (ADL) Klien Paska Stroke

Activity of daily living (ADL) adalah kegiatan melakukan

pekerjaan rutin sehari-hari dan merupakan aktifitas pokok-

77

pokok bagi perawatan diri. Activity of daily living (ADL) meliputi

antara lain: ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah

tempat (Hardywinito & Setiabudi, 2005). Klien paska stroke

perlu hidup mandiri demi meningkatkan kualitas hidupnya. Hal-

hal yang terkait dengan melatih kemandirian itu perlu juga di

ketahui dan dipahami. Kemandirian pemenuhan kebutuhan

activity of daily living (ADL) pada penderita paska stroke tidak

dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari secara optimal.

Penderita paska stroke akan hidup ketergantungan dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti saat berjalan, mandi,

berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, makan,

disebabkan kelumpuhan sebagain atau seluruh anggota tubuh.

Klien paska stroke perawatanya memerlukan waktu lama,

bukan hanya berbulan-bulan tetapi betahun-tahun. Hasil

penelitian di Klinik Utama Graha Medika Salatiga menunjukkan

ADL penderita stroke yang melakukam kunjungan di Klinik

sebagai usaha dalam pemulihan anggota tubuh sebesar

67,21% yang berarti penderita memiliki ADL cukup baik.

Penderita paska stroke sebagian besar mampu melakukan

kegiatan ADL seperti berpakaian, makan dan ke toliet. Kegiatan

yang belum dapat dilakukan maksimal ialah menggunakan alat

78

transportasi. Penderita tidak dapat mengendarai sepeda motor

sendiri bahkan beberapa penderita hanya bisa berpindah

tempat dengan alat transportasi mobil. Latihan di klinik dapat

mempercepat penderita dalam melatih kemandirian ADL. Klinik

Utama Graha Medika Salatiga memberikan pelayanan

pemeriksaan dan pengobatan rawat jalan, program fisioterapi,

dan kegiatan senam stroke (setiap minggu ke-2 dan ke-4 tiap

bulan). Kemampuan mandiri dalam melakukan ADL

dipengaruhi kemauan untuk rajin berobat di rehabilitasi medik

dan melatih anggota gerak yang lemah atau lumpuh (Kurnia,

2015). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fadlulloh, (2014)

menyebutkan bahwa paling banyak responden yang di teliti

memiliki tingkat ketergantungan yang ringan. Kemudian

penelitian Karunia (2015) menyatakan bahwa tingginya

kemandirian diakibatkan karena responden sering melakukan

ADL. Di samping itu, responden juga rajin dan patuh

melaksanakan terapi baik dirumah maupun di rehabilitas medik.

4.6.2 Hubungan Dukungan Keluarga dengan activity of daily

living (ADL) klien paska stroke

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang kehidupan, dalam semua tahap siklus kehidupan

79

dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi

dengan berbagai kepandaian dan akal untuk meningkatkan

kesehatan dan adapatasi keluarga dalam kehidupan (Setiadi,

2008). Keluarga juga memberikan pengaruh pada penentuan

keyakinan dan nilai, terutama dalam penentuan program

pengobatan. Peran keluarga juga berpengaruh pada

perkembangan individu.

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan

dukungan keluarga dengan ADL klien paska stroke dengan

tingkat korelasi kuat (sig 0,000). Hal ini menerangkan bahwa

semakin baik dukungan keluarga terhadap salah satu anggota

keluarga yang mengalami masa pemulihan setelah stroke maka

activity of daily living (ADL) klien paska stroke akan juga

semakin baik. Jika anggota keluarga memberikan semangat,

motivasi, memperhatikan klien paska stroke menjadikan activity

of daily living (ADL) klien paska stroke akan semakin baik. Dan

sebaliknya jika klien paska stroke tidak diperhatikan, tidak

diberikan motivasi maka activity of daily living (ADL) akan

rendah atau tergolong kurang mandiri. Tabel 4.3. Menunjukkan

dukungan keluarga pada penderita paska stroke yang

berkunjung di Klinik Graha Medika sebesar 53,28%, yang

80

berarti anggota keluarga memberi dukungan cukup baik.

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh penderita paska

stroke guna mempercepat proses penyembuhan. Setyaningrum

& Wakhid (2014) berpendapat bahwa dukungan keluarga akan

menurunkan kemungkinan sakit dan mempercepat

kesembuhan baik secara fisik maupun secara psikologis.

Dukungan ini dapat berupa dukungan penghargaan,

instrumental, informasi, dan dukungan emosional. Dukungan

penghargaan ketika anggota keluarga menyatakan

penghargaan maupun penilaian positif kepada penderita

(Christine, 2010), seperti memberi motivasi untuk melakukan

rehabilitasi. Pada komponen ini, penderita sering mendapatkan

pujian untuk penyemangat melakukan pemulihan di klinik.

Dukungan instrumental berarti keluarga memberi pertolongan

yang praktis dan fasilitas selama masa perawatan. Anggota

keluarga ialah perantara antara penderita dengan pelayanan

kesehatan misalnya mengantar dan menjemput penderita untuk

kontrol dalam pengobatan, kemudian melakukan fisioterapi,

menjadi sumber finansial perawatan atau penyedia dana

kesehatan karena penderita stroke tidak bisa bekerja. Selain itu

hal lain yang dapat dilakukan keluarga adalah membantu

81

penderita apabila mengalami kesulitan dalam melakukan suatu

hal. Dukungan emosional dengan memberikan kepercayaan,

perhatian, mendengarkan. Sebagian besar penderita mendapat

dukungan emosional. Anggota keluarga memerlukan

kesabaran untuk menghadapi emosi penderita. Pada dukungan

informasi, keluarga bertindak sebagai penyebar informasi,

seperti pemberian nasehat, saran, petunjuk dan pemberian

informasi terkait penyakit stroke. Anggota keluarga seringkali

menyarankan dan mengingatkan penderita untuk melakukan

rehabilitasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Erlina (2014) di Poliklinik

Neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi,

menggunakan metode kuantitatif desain kolerasi, sampel

penelitian berjumlah 89 responden dengan purposive

sampling. Menggunakan kuisoner dukungan keluarga dan

tingkat kemampuan aktivitas sehari-hari. Hasil analisa data

diperoleh presentase dukungan keluarga tertinggi sebesar

87,6% dan aktivitas sehari-hari dengan presentase 48,3% yaitu

kategori ketergantungan ringan. Hasil uji korelasi dengan

spearmen rank menunjukkan adanya hubungan positif yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat

82

kemampuan aktivitas sehari-hari dan korelasi yang sedang

semakin tinggi dukungan keluarga, semakin tinggi tingkat

kemampuan aktivitas sehari-hari.

Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Endriyani (2011) melaporkan bahwa hubungan

antara dukungan keluarga dengan kemandirian activity of daily

living (ADL) klien post stroke di RSU PKU Muhammadiyah

Bantul, jenis penelitian kuantitatif dengan non-eksperimen yang

menggunakan metode descriptive correlational dengan

menggunakan pendekatan waktu cross sectional. Sampel

dalam penelitian ini berjumlah 27 orang diambil dengan

menggunakan accidental sampling. Indikator dalam penelitian

ini dukungan keluarga diberikan antara lain dukungan

informasional, dukungan emosional, dukungan instrumental,

dan dukungan penilaian. Pengambilan data menggunakan

kuesioner, skala datanya berupa ordinal, dengan kategori

tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa

dukungan keluarga yang diterima klien post stroke dalam

kategori tinggi (81,5%), kemandirian activities of daily living

(ADL) klien post stroke pada kategori ketergantungan sebagian

(70,4%). Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa

83

tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan

kemandirian activities of daily living (ADL) klien post stroke di

RSU PKU Muhammadiyah Bantul.

Hasil penelitian Rickard (2016), di rumah Sakit

Pancaran Kasih Manado dengan desain deskriptif analitik

menggunakan pendekatan cross sectional, dengan jumlah

populasi 180 orang post stroke dengan teknik pengambilan

sampel memakai purposive sampling dan mendapatkan jumlah

36 orang. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner,

dukungan keluarga dan observasi kemandirian aktivitas

kegiatan sehari-hari. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 33

orang (91,7%) memberikan dukungan baik, kemudian 29 orang

(80,6%) dengan kemandirian bantuan sebagian. Hasil analisis

bivariate pada hubungan dukungan keluarga motivasi dengan

kemandirian aktivitas kegiatan sehari-hari memiliki hubungan

yang bermakna sehingga dapat disimpulkan bahwa ada

hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian

aktivitas sehari-hari pasien post stroke.

84

4.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam

penelitian ini hanya menguji hubungan dukungan keluarga

dengan activity of daily living (ADL) saja tidak menguji faktor

karakteristik klien paska stroke dan pengetahuan anggota

keluarga yang memberikan dukungan terhadap klien paska

stroke.