22
45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Sampel Peneliitian Sampel yang diambil adalah 2 SD Negeri kelas V dari SD Negeri di Gugus Gatot Subroto yaitu SDN 03 Ngraho dan SDN 01 Nglandeyan. Kelas V SDN 03 Ngraho ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang diberi perlakuan (treatment) pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Kelas V SDN 01 Nglandeyan ditetapkan sebagai kelas kontrol dimana dalam proses pembelajarannya tidak diberikan perlakuan yang sama dengan kelas eksperimen yaitu tanpa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. 4.2 Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan 4.2.1 Analisis Deskriptif 4.2.1.1 Hasil Belajar Data nilai pretest digunakan untuk melihat hasil belajar matematika siswa sebelum dilakukan penelitian dan diberikan perlakuan. Data yang digunakan sebagai pretest adalah nilai murni ulangan tengah semester 2 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol yang dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai murni berarti bahwa nilai belum diolah dengan nilai-nilai lainnya. Nilai ini dijadikan patokan kemampuan awal siswa kelas V di SDN 03 Ngraho dan SDN 01 Nglandeyan. Analisis deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic EKSPERIMEN 19 35 90 61.05 3.324 14.489 KONTROL 17 25 90 61.18 4.299 17.724 Valid N (listwise) 17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4 - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10840/4/T1_292012032_BAB IV... · Statistic df Sig. Statistic df Sig. EKSPERIMEN .134 17 .200*.953

Embed Size (px)

Citation preview

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Sampel Peneliitian

Sampel yang diambil adalah 2 SD Negeri kelas V dari SD Negeri di

Gugus Gatot Subroto yaitu SDN 03 Ngraho dan SDN 01 Nglandeyan.

Kelas V SDN 03 Ngraho ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang diberi

perlakuan (treatment) pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match. Kelas V SDN 01 Nglandeyan ditetapkan sebagai kelas

kontrol dimana dalam proses pembelajarannya tidak diberikan perlakuan

yang sama dengan kelas eksperimen yaitu tanpa model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match.

4.2 Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan

4.2.1 Analisis Deskriptif

4.2.1.1 Hasil Belajar

Data nilai pretest digunakan untuk melihat hasil belajar

matematika siswa sebelum dilakukan penelitian dan diberikan

perlakuan. Data yang digunakan sebagai pretest adalah nilai murni

ulangan tengah semester 2 untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol

yang dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai murni berarti bahwa nilai

belum diolah dengan nilai-nilai lainnya. Nilai ini dijadikan patokan

kemampuan awal siswa kelas V di SDN 03 Ngraho dan SDN 01

Nglandeyan. Analisis deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS

16.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

EKSPERIMEN 19 35 90 61.05 3.324 14.489

KONTROL 17 25 90 61.18 4.299 17.724

Valid N (listwise) 17

46

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas

kontrol yaitu 61,18 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu

61,05 tetapi kedua nilai rerata tersebut hampir sama. Selain itu, nilai

maksimal kelas kontrol dengan kelas eksperimen sama besar yaitu 90.

Namun demikian, nilai minimal kelas kontrol yaitu 25 lebih rendah

dibandingkan dengan kelas eksperimen yaitu 35. Selain itu, standar

deviasi dari nilai kelas kontrol pun yaitu 17,724 lebih tinggi daripada

kelas eksperimen yaitu 14,489. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas

kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Sebaran nilai pretest

kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada

tabel 4.2.

Tabel 4.2

Kategori Nilai Pretest

No Interval Kategori Eksperimen Kontrol

Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %

1 68 - 100 Tinggi 6 15,78 5 14,70

2 34 - 67 Sedang 13 34,21 11 32,35

3 0 - 33 Rendah 0 0 1 2,94

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil belajar

matematika siswa kelas eksperimen tersebut tidak memiliki siswa

dalam kategori rendah, kategori sedang sebanyak 13 siswa dan kategori

tinggi sebanyak 6 siswa. Oleh karena itu dapat disimpulkan sebagian

besar siswa kelas V SDN 03 Ngraho berada pada kategori sedang.

Sedangkan hasil belajar matematika siswa kelas kontrol untuk kategori

rendah sebanyak 1 siswa, kategori sedang sebanyak 11 siswa, dan

kategori tinggi sebanyak 5 siswa. Oleh karena itu dapat disimpulkan

sebagian besar siswa kelas V SDN 01 Nglandeyan berada pada kategori

sedang.

47

4.2.1.2 Keaktifan Belajar

Data keaktifan belajar awal digunakan untuk mengetahui

keaktifan belajar matematika siswa sebelum dilakukan penelitian dan

diberikan perlakuan. Data keaktifan belajar awal diambil dari hasil

pengisian angket keaktifan belajar untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol sebelum diberi perlakuan. Analisis deskriptif menggunakan alat

bantu hitung SPSS 16.0 dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil Deskripsi Statistika Keaktifan Belajar Awal

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

EKSPERIMEN 19 52 77 66.89 1.282 5.587

KONTROL 17 54 79 66.88 1.618 6.670

Valid N (listwise) 17

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan

belajar kelas eksperimen yaitu 66,89 lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol yaitu 66,88. Selain itu, skor minimal kelas kontrol yaitu 54

lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 52. Skor maksimal

kelas kontrol juga lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 79

sedangkan kelas eksperimen 77. Standar deviasi dari kelas kontrol yaitu

6,670 lebih tinggi daripada kelas eksperimen yaitu 5,587. Hal ini berarti

keberagaman skor kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan kelas

eksperimen. Sebaran skor keaktifan belajar awal kelas baik kelas

eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4

Kategori Skor Keaktifan Belajar Awal

No Interval Kategori Eksperimen Kontrol

Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %

1 78 – 116 Tinggi 0 0 1 2,94

2 39 – 77 Sedang 19 50 16 47,05

3 0 – 38 Rendah 0 0 0 0

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa baik

kelas kontrol maupun kelas eksperimen yang masuk dalam kategori

48

rendah. Selain itu kelas eksperimen yang masuk dalam kategori sedang

lebih tinggi yaitu 19 siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 16

siswa. Adapun siswa yang masuk dalam kategori tinggi untuk kelas

eksperimen tidak ada siswa yang masuk dalam kategori tersebut

dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 1 siswa.

4.2.2 Analisis Inferensial

4.2.2.1 Hasil Belajar

a) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan unutk menentukan apakah kedua

kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas pada

penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan

menggunakan alat bantu hitung Software SPSS 16.0. Hasil uji

normalitas dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

EKSPERIMEN .134 17 .200* .953 17 .500

KONTROL .121 17 .200* .968 17 .778

Hasil uji normalitas Pretest berdasarkan tabel 4.5 di atas

diperoleh bahwa nilai signifikansinya untuk kelas eksperimen

sebesar 0,500 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,778 maka dapat

disimpulkan data nilai pretest dari kedua kelas tersebut

berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat bahwa kedua nilai

signifikansi uji normalitas untuk data pretest kedua kelas

tersebut lebih besar dari 0,05. Untuk penyebaran datanya dapat

dilihat dalam diagram berikut ini

49

Gambar 2 Grafik Normalitas Pretest Eksperimen dan Kontrol

b) Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Pretest

Hasil uji normalitas menyimpulkan bahwa kedua sampel

masing-masing berasal dari populasi berdistribusi normal. Oleh

karena itu, analisis uji yang digunakan adalah analisis statistik

parametrik. Nilai Pretest diuji menggunakan uji independent

sample t-test untuk mengetahu apakah ada perbedaan

kemampuan siswa kedua kelas. Pengujian ini menggunakan alat

bantu perhitungan berupa SPSS 16.0. Hasil perhitungan uji

independent sample t-test dapat dilihat dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Hasil Uji Independent Sample t-test Nilai Pretest

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

NILAI Equal variances

assumed .460 .502 -.023 34 .982 -.124 5.373 -11.042 10.795

Equal variances

not assumed

-.023 31.002 .982 -.124 5.434 -11.207 10.959

50

Berdasarkan Tabel 4.6 hasil uji homogenitas menghasilkan

nilai signifikansi sebesar 0,502 > 0,05 yang berarti data berasal

dari populasi yang memiliki variansi sama (homogen). Oleh

karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan adalah

uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji

tersebut menghasilkan nilai signifikansi 0,982>0,05 sehingga H0

diterima atau tidak terdapat perbedaan nilai pretest kelas

eksperimen maupun kelas kontrol. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

dalam kondisi seimbang.

4.2.2.2 Keaktifan Belajar

Selain analisis deskriptif untuk menguji kondisi awal dari

keaktifan belajar siswa, juga digunakan analisis inferensial. Uji

yang digunakan pada hasil keaktifan belajar awal menggunakan

uji Mann-Withney dengan menggunakan alat bantu hitung

software SPSS 16.0. Hasil uji keaktifan belajar awal dapat

dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut.

Tabel 4.7

Uji Mann-Withney Keaktifan Belajar Awal

NILAI

Mann-Whitney U 158.500

Wilcoxon W 311.500

Z -.095

Asymp. Sig. (2-tailed) .924

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .925a

Berdasarkan tabel 4.7 hasil uji mann-withney menghasilkan

nilai signifikansi sebesar 0,924 > 0,05. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada perbedaan keaktifan antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol sehingga kondisi awal keaktifan belajar siswa

antara kedua kelas dalam kondisi seimbang.

51

4.3 Langkah Pembelajaran

Langkah pembelajaran dalam proses penelitian ini berawal dari

penyebaran angket keaktifan belajaran untuk melihat kondisi keaktifan

belajar awal dari kedua kelas penelitian yaitu kelas kontrol SDN 01

Nglandeyan dan kelas eksperimen SD N 03 Ngraho, apakah kedua kelas

tersebut dalam kondisi seimbang. Selain melihat kondisi awal keaktifan

belajar siswa, peneliti juga melihat kondisi awal hasil belajar siswa melalui

nilai Ulangan Tengah Semester 2.

Langkah pembelajaran dalam penelitian ini memerlukan beberapa

kali pertemuan, meliputi sebagai berikut:

1. Pertemuan Pertama

a. Kegiatan awal

Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan

salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap

untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun

ruang kubus dan balok, menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Kegitatan Inti

Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang

balok dan kubus. Siswa menyebutkan beberapa bangun ruang balok

dan kubus yang terdapat dilingkungan kelas. Setelah itu siswa

bersama guru tanya jawab serta melakukan demonstrasi tentang

bangun ruang balok dan kubus. Setelah siswa melakukan

demonstrasi dengan sifat-sifat bangun ruang balok dan kubus, guru

memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-sifat bangun

ruang balok dan kubus. Setelah itu, siswa diajak memahami materi

tersebut dengan bermain menemukan pasangan kartu sebagai sesi

review. Guru menjelaskan aturan permainan. Guru menyiapkan

kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap siswa mengambil 1

kartu dan mencari pasangan kartu miliknya dengan cara saling

bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa yang paling cepat dan

52

benar dalam menemukan pasangan mendapatkan reward dari guru.

Kegiatan permainan kartu berpasangan tersebut dilakukan secara

berulang sebanyak 5 kali agar siswa dapat memahami sifat-sifat

bangun ruang balok dan kubus. Siswa bersama guru menyimpulkan

materi tentang sifat-sifat bangun ruang balok dan kubus. Untuk

mengetahui perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja

siswa, guru memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam

siswa mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan

penguatan dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa

bersama melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum

mereka pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga

mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada

materi bangun ruang balok dan kubus.

c. Kegiatan Penutup

Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam

mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan

menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang balok

dan kubus. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru menutup

kegiatan pembelajaran

2. Pertemuan Kedua

a. Kegiatan awal

Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan

salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap

untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun

ruang tabung dan kerucut, menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Kegitatan Inti

Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang

tabung dan kerucut. Siswa menyebutkan beberapa bangun ruang

tabung dan kerucut yang terdapat dilingkungan kelas. Setelah itu

siswa bersama guru tanya jawab serta melakukan demonstrasi

tentang bangun ruang tabung dan kerucut. Setelah siswa

53

melakukan demonstrasi dengan sifat-sifat bangun ruang tabung dan

kerucut, guru memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-

sifat bangun ruang tabung dan kerucut. Setelah itu, siswa diajak

memahami materi tersebut dengan bermain menemukan pasangan

kartu sebagai sesi review. Guru menjelaskan aturan permainan.

Guru menyiapkan kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap

siswa mengambil 1 kartu dan mencari pasangan kartu miliknya

dengan cara saling bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa

yang paling cepat dan benar dalam menemukan pasangan

mendapatkan reward dari guru. Kegiatan permainan kartu

berpasangan tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali

agar siswa dapat memahami sifat-sifat bangun ruang tabung dan

kerucut. Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang sifat-

sifat bangun ruang tabung dan kerucut. Untuk mengetahui

perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja siswa, guru

memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam siswa

mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan penguatan

dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa bersama

melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum mereka

pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga

mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada

materi bangun ruang tabung dan kerucut.

c. Kegiatan Penutup

Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam

mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan

menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang

tabung dan kerucut. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru

menutup kegiatan pembelajaran

3. Pertemuan Ketiga

a. Kegiatan awal

54

Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan

salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap

untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan bangun

ruang segitiga dan limas segiempat, menyampaikan tujuan

pembelajaran.

b. Kegitatan Inti

Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu bangun ruang

segitiga dan limas segiempat. Siswa menyebutkan beberapa

bangun ruang segitiga dan limas segiempat yang terdapat

dilingkungan kelas. Setelah itu siswa bersama guru tanya jawab

serta melakukan demonstrasi tentang bangun ruang segitiga dan

limas segiempat. Setelah siswa melakukan demonstrasi dengan

sifat-sifat bangun ruang segitiga dan limas segiempat, guru

memberikan penjelasan tambahan mengenai sifat-sifat bangun

ruang segitiga dan limas segiempat. Setelah itu, siswa diajak

memahami materi tersebut dengan bermain menemukan pasangan

kartu sebagai sesi review. Guru menjelaskan aturan permainan.

Guru menyiapkan kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap

siswa mengambil 1 kartu dan mencari pasangan kartu miliknya

dengan cara saling bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa

yang paling cepat dan benar dalam menemukan pasangan

mendapatkan reward dari guru. Kegiatan permainan kartu

berpasangan tersebut dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali

agar siswa dapat memahami sifat-sifat bangun segitiga dan limas

segiempat. Siswa bersama guru menyimpulkan materi tentang

sifat-sifat bangun ruang segitiga dan limas segiempat. Untuk

mengetahui perkembangan belajar siswa dibagikan lembar kerja

siswa, guru memantau dan membimbing dengan berkeliling dalam

siswa mengerjakan lembar kerja siswa. Siswa mendapatkan

penguatan dari hasil permainan dan hasil jawabannya. Siswa

bersama melakukan Tanya jawab mengenai hal-hal yang belum

55

mereka pahami. Selain melakukan proses pembelajaran, guru juga

mengamati perkembangan keaktifan siswa di dalam kelas pada

materi bangun ruang segitiga dan limas segiempat.

c. Kegiatan Penutup

Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam

mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan

menyimpulkan pembelajaran tentang sifat-sifat bangun ruang

segitiga dan limas segiempat. Siswa diberikan tindak lanjut dan

guru menutup kegiatan pembelajaran

4. Pertemuan Keempat

a. Kegiatan awal

Proses pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan

salam, melakukan presensi, mengkondisikan kelas agar siswa siap

untuk mengikuti pembelajaran, apersepsi berkaitan dengan jaring-

jaring bangun ruang kubus, balok, dan tabung, menyampaikan

tujuan pembelajaran.

b. Kegitatan Inti

Guru bertanya jawab berkaitan dengan apa itu jaring-jaring

bangun ruang kubus, balok, dan tabung. Siswa menyebutkan

beberapa bangun ruang kubus, balok, dan tabung yang terdapat

dilingkungan kelas. Siswa bersama guru membuka alat peraga

bangun ruang tabung bersama guru, seperti apakah bentuknya jika

bangun tabung dilepas. Kemudian Siswa dibentuk dalam 2 tim,

tim kubus dan tim balok. Setiap tim mencari berbagai macam

bentuk jaring-jaring bangun ruang minimal 4. Setelah mereka

mendapatkan jawaban, mereka mempresentasikan hasil diskusi di

depan kelas. Tim pendengar bersama guru mengoreksi bersama

hasil diskusi mereka. Setelah itu, siswa diajak memahami materi

tersebut dengan bermain menemukan pasangan kartu sebagai sesi

review. Guru menjelaskan aturan permainan. Guru menyiapkan

kartu sejumlah siswa di dalam kelas. Setiap siswa mengambil 1

56

kartu dan mencari pasangan kartu miliknya dengan cara saling

bertanya jawab bersama teman. Setiap siswa yang paling cepat dan

benar dalam menemukan pasangan mendapatkan reward dari

guru. Kegiatan permainan kartu berpasangan tersebut dilakukan

secara berulang sebanyak 5 kali agar siswa dapat memahami

jaring-jaring bangun ruang kubus, balok dan tabung. Siswa

bersama guru menyimpulkan materi tentang jaring-jaring bangun

ruang kubus, balok, dan tabung. Untuk mengetahui perkembangan

belajar siswa dibagikan lembar kerja siswa, guru memantau dan

membimbing dengan berkeliling dalam siswa mengerjakan lembar

kerja siswa. Siswa mendapatkan penguatan dari hasil permainan

dan hasil jawabannya. Siswa bersama melakukan Tanya jawab

mengenai hal-hal yang belum mereka pahami. Selain melakukan

proses pembelajaran, guru juga mengamati perkembangan

keaktifan siswa di dalam kelas dan menyebar angket keaktifan

kepada siswa untuk mengetahui perkembangan keaktifan siswa.

c. Kegiatan Penutup

Siswa diberikan reward berupa pujian dan motivasi dalam

mengikutui pembelajaran, bersama siswa merefleksikan dan

menyimpulkan pembelajaran tentang jaring-jaring bangun ruang

kubus, balok, dan tabung. Siswa diberikan tindak lanjut dan guru

menutup kegiatan pembelajaran

4.4 Kondisi Akhir setelah diberi Perlakuan

4.4.1 Analisis Deskripsi

4.4.1.1 Hasil Belajar

Skor posttest diambil setelah kegiatan pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berakhir. Hasil

posttest dari kelas eksperimen dan kelas control akan ditunjukan dalam

lampiran 10. Data skor posttest digunakan untuk mengetahui hasil

belajar matematika siswa setelah dilakukan penelitian dan diberikan

57

perlakuan. Analisis deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.0

dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8

Hasil Deskripsi Statistik Posttest

Berdasarkaan Tabel 4.8 terlihat bahwa rata-rata nilai posttest

kelas eksperimen yaitu 77,68 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol

yaitu 74,22. Nilai minimal kelas eksperimen yaitu 52,38 lebih tinggi

dibandingkan kelas kontrol yaitu 47,61. Nilai maksimal kelas

eksperimen yaitu 95,23 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol

yaitu 90,47. Standar deviasi dari nilai kelas eksperimen yaitu 14,288

lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu 13,155. Hal ini berarti

keberagaman nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

Sebaran nilai posttest baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat

dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9

Kategori Nilai Posttest

No Interval Kategori Eksperimen Kontrol

Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %

1 68 – 100 Tinggi 15 39,48 12 35,29

2 34 – 67 Sedang 4 10,52 5 14,70

3 0 – 33 Rendah 0 0 0 0

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa tidak ada siswa baik

kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk dalam kategori

rendah. Adapun untuk kelas eksperimen, siswa yang masuk dalam

kategori sedang yaitu ada 4 siswa dan yang masuk dalam kategori tinggi

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

EKSPERIMEN 19 52.38 95.23 77.6889 3.27812 14.28899

KONTROL 17 47.61 90.47 74.2259 3.19074 13.15577

Valid N

(listwise) 17

58

berjumlah 15 siswa. Kategori sedang dan tinggi pada kelas kontrol yaitu

12 siswa berada dalam kategori tinggi dan 5 dalam kategori sedang.

4.4.1.2 Keaktifan Belajar

Data keaktifan belajar akhir digunakan untuk melihat keaktifan

belajar matematika siswa setelah dilakukan penelitian dan diberikan

perlakuan. Keaktifan belajar akhir diambil dari hasil pengisian angket

keaktifan belajar untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol selama

pembelajaran. Angket keaktifan belajar sebelumnya sudah divalidasi

sehingga pemberian angket digunakan angket yang sudah ada. Analisis

deskriptif menggunakan alat bantu hitung SPSS 16.0 dan hasilnya dapat

dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10

Hasil Deskripsi Keaktifan Belajar Akhir

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

EKSPERIMEN 19 66 109 82.11 2.466 10.749

KONTROL 17 60 90 76.71 1.778 7.329

Valid N (listwise) 17

Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan

belajar kelas eksperimen yaitu 82,11 lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas kontrol yaitu 76,71. Selain itu, skor minimal kelas eksperimen

lebih tinggi yaitu 66 dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 60. Skor

maksimal kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 109 dibandingkan kelas

kontrol yaitu 90. Standar deviasi dari skor kelas kontrol yaitu 7,329

lebih rendah dibandingkan kelas eksperimen yaitu 10,749. Hal ini

berarti keberagaman skor kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas

kontrol. Sebaran skor keaktifan belajar akhir kelas baik kelas

eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 4.11.

59

Tabel 4.11

Kategori Keaktifan Belajar Akhir

No Interval Kategori Eksperimen Kontrol

Jmlh Siswa % Jmlh Siswa %

1 78 – 116 Tinggi 13 34,21 10 29,41

2 39 – 77 Sedang 6 15,78 7 20,58

3 0 – 38 Rendah 0 0 0 0

Berdasarkan tiga pengkategorian pada tabel 4.11 dapat dilihat

bahwa tidak ada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol

yang masuk dalam kategori rendah. Selain itu, siswa dari kelas

eksperimen yang masuk dalam kategori sedang lebih rendah yaitu 6

siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 7 siswa. Adapun siswa

yang masuk dalam kategori tinggi, dalam kelas eksperimen lebih tinggi

yaitu 13 siswa dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 10 siswa.

4.4.2 Analisis Inferensial

4.4.2.1 Hasil Belajar

a) Uji Normalitas Posttest

Skor posttest perlu diuji normalitasnya sebelum dilakukan

uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk menentukan

apakah kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji

normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-Wilk

dengan menggunakan alat bantu hitung Software SPSS 16.0.

Hasil pengujian normalitas posttest dapat dilihat dalam tabel

4.12.

Tabel 4.12

Uji Normalitas Posttest

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

EKSPERIMEN .173 17 .185 .916 17 .127

KONTROL .206 17 .053 .922 17 .160

60

Hasil uji normalitas posttest menghasilkan nilai

signifikansi sebesar 0,127 pada kelas eksperimen dan sebesar

0,160 pada kelas kontrol maka dapat disimpulakn data tersebut

berdistribusi normal karena lebih dari taraf signifikansi sebesar

0,05. Hasil ini juga dapat dilihat dari histogram yang

ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 3 Grafik Normalitas Posttest Eksperimen dan Kontrol

Gambar 2 menunjukan bahwa pada masing-masing kelas

kurva mendekati bentuk kurva berdistribusi normal. Walaupun

gambar kurvanya tidak sama persis, tetapi kedua kurva normal

merupakan bukti bahwa data berdistribusi normal untuk masing-

masing kelas.

b) Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata

Hasil posttest juga diuji menggunakan uji independent

sample t-test untuk mengetahui apakah ada perbedaan kedua

kelas. Hasil uji independent sample t-test dapat dilihat dalam

tabel 4.13.

61

Tabel 4.13

Hasil Uji Independent Sample T-test Posttest

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

NILAI Equal

variances

assumed

.308 .582 .753 34 .042 3.46307 4.59621 -5.87756 12.80369

Equal

variances not

assumed

.757 33.966 .046 3.46307 4.57459 -5.83398 12.76011

Berdasarkan Tabel 4.13 hasil uji homogenitas

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,582 > 0,05 yang

berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi sama

(homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang

digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal

variances assumed yaitu 0,042. Nilai signifikansi kurang dari

0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, berarti rata-rata nilai

hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak

sama. Rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen 77,68 lebih

tinggi daripada kelas kontrol 74,22. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

4.4.2.2 Keaktifan Belajar

Uji yang digunakan pada hasil keaktifan belajar akhir

menggunakan uji Mann-Withney karena data bersifat ordinal.

62

Hasil uji keaktifan belajar akhir dapat dilihat pada tabel 4.14

sebagai berikut.

Tabel 4.14

Uji Mann-Withney Keaktifan Belajar Akhir

Berdasarkan tabel 4.14 hasil uji Mann-Withney

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,016 < 0,05 sehingga H0

ditolak dan H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan keaktifan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa.

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model

pembelejaran kooperatif tipe Make a Match berpengaruh terhadap hasil

belajar dan keaktifan belajar matematika kelas V SD Gugus Gatot Subroto

Kecamatan Kedungtuban. Terdapat kelas eksperimen dan kelas kontrol

dalam penelitian ini. Kelas eksperimen adalah SD N 03 Ngraho yang

mendapat perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

Match dan kelas kontrol adalah SD N 01 Nglandeyan yang tidak mendapat

perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

Penelitian ini dapat terlaksana jika kedua kelas memiliki kemampuan awal

yang sama.

1. Hipotesis 1

NILAI

Mann-Whitney U 130.000

Wilcoxon W 283.000

Z -1.003

Asymp. Sig. (2-tailed) .016

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .330a

63

Hasil perhitungan data pretest dengan uji independent t-test

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,971 > 0,05, maka dapat

dikatakan bahwa kondisi awal hasil belajar matematika siswa antara

kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan berikutnya adalah

pelaksanaan pembelajaran selama 4 kali pertemuan untuk masing-

masing kelas. Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen

yaitu diberi perlakuan dengan diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match, sedangkan kelas kontrol tidak diterapkan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Setelah

proses pembelajaran berakhir, kemudia kedua kelas diberikan tes untuk

mengukur hasil belajar matematika siswa setelah adanya perbedaan

perlakuan dalam proses pembelajaran.

Hasil perhitungan data posttest dengan uji independent t-test

menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,042 < 0,05 sehingga H0

ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar

matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah

diberi perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD

Gugus Gatot Subroto. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam

penelitian ini.

Adapun perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika

siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a

Match dengan siswa yang diajar tanpa model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match dikarenakan, pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match menekankan siswa mencari

pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik sebagai sesi

review (Rusman, 2014:223). Hal ini mengakibatkan siswa lebih

memahami konsep atau topik yang siswa kerjakan dengan

memperhatikan langkah demi langkah penyelesaiannya. Selain itu,

pemahaman konsep pada siswa dilihat dari kemampuan siswa dalam

64

menemukan pasangan kartu. Berbeda dengan pembelajaran tanpa model

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match yang pembelajarannya

dilakukan dengan lebih banyak ceramah dan pemberian contoh soal

dengan hanya berpatokan pada rumus atau konsep yang sudah ada. Hal

tersebut akan mengakibatkan pemikiran siswa hanya terbatas pada

hafalan. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match

juga mengajarkan kepada siswa untuk bertanggung jawab dalam

menyelesaikan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru.

Kemampuan guru dalam model pembelajaran ini juga diuji

dikarenakan dalam proses pembelajaran di kelas V dalam mencari

pasangan kartu mereka menginginkan secara cepat menemukan

pasangan kartu miliknya. Mereka takut untuk tidak mendapatkan

pasangan kartu miliknya dikarenakan jumlah siswa dalam kelas tersebut

berjumlah ganjil, sehingga keributan tanpa kendali terjadi dalam proses

pembelajaran. Namun permasalahan ini dapat diatasi dengan cara

memberikan peraturan permainan yang jelas kepada siswa, sehingga

guru lebih mudah dalam mengawasi jalannya permainan. Namun

demikian, pembelajaran dengan model kooperatif tipe Make a Match

berlangsung dengan baik karena sebagian besar siswa dapat mudah

menangkap arahan dan penjelasan dari guru. Siswa juga dapat

mengingat materi yang pernah siswa pelajari dengan baik, hal itu

memudahkan dalam proses bermain.

2. Hipotesis 2

Sebelum diberi perlakuan, kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan

kelas kontrol diberi angket keaktifan belajar awal untuk diisi oleh

masing-masing siswa dan dilakukan pengamatan terhadap proses

pembelajaran dari masing-masing kelas untuk memperoleh data awal

keaktifan belajar matematika siswa. Hasil perhitungan data keaktifan

belajar awal dengan uji mann-withney menghasilkan nilai signifikansi

sebesar 0,924 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal

keaktifan belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang.

65

Selama proses pembelajaran, dilakukan pengamatan terhadap proses

pembelajaran dari masing-masing kelas untuk masing-masing

pertemuan dan stelah proses pembelajaran berakhir, kembali kedua

kelas diberikan angket keaktifan belajar akhir untuk diisi oleh masing-

masing siswa untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa

setelah adanya perbedaan dalam proses pembelajaran.

Hasil perhitungan data keaktifan belajar akhir dengan uji

independent t-test menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,016 < 0,05

sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

keaktifan belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut

maka dapat dissimpilkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match terhadap keaktifan belajar matematika

siswa kelas V SD Gugus Gatot Subroto Kecamatan Kedungtuban. Hasil

ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian ini.

Adapun perbedaan yang signifikan antara keaktifan belajar

matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match dengan siswa yang diajar tanpa model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match dikarenakan pembelajaran dengan model

kooperatif tipe Make a Match menekankan siswa mencari pasangan

kartu yang merupakan jawaban atau soal mengenai suatu konsep

sebelum batas waktunya dalam kondisi yang menyenangkan (Rusman,

2014:223). Hal ini mengakibatkan siswa lebih aktif daripada guru.

Berbeda dengan pembelajaran tanpa model pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match yang pembelajarannya dilakukan dengan lebih

banyak ceramah dan pemberian contoh soal untuk dikerjakan. Hal

tersebut akan mengakibatkan siswa cenderung kurang aktif karena

didominasi oleh guru.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match secara tidak

langsung menumbuhkan keaktifan siswa dikarenakan tuntutan peranan

dari masing-masing siswa yang mengahruskan siswa berpartisipasi aktif

66

dalam proses menemukan pasangan kartu. Hal ini melatih siswa untuk

terbiasa aktif dalam proses pembelajaran, entah itu aktif berbicara,

mengemukakan pendapat, dsb seperti halnya 8 indikator keaktifan

belajar yang dikemukakan oleh Sardiman (2011:101), yaitu kegiatan

visual (visual activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan

menggambar (drawing activities), kegiatan emosional (emotional

activities), kegiatan motorik (motor activities), dan kegiatan mental

(mental activities). Delapan indicator tersebut dapat dicapai oleh siswa

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match

karena langkah-langkah dalam model ini sudah disusun sedemikian

rupa sehingga siswa aktif segalanya.

Kegiatan yang dilakukan siswa adalah menemukan pasangan

kartu dengan bimbingan guru. Pelaksanaan pembelajaran pada

pertemuan pertama masih belum maksimal karena siswa belum terbiasa

belajar dengan menemukan pasangan kartu. Beberapa siswa masih tidak

terlibat aktif dalam menemukan pasangan kartu. Pelaksanaan

pembelajaran pertemuan selanjutnya sudah cukup baik karena siswa

sudah mulai terbiasa. Siswa lebih merasa tertantang karena dalam

pembelajaran siswa dituntut harus menguasai konsep materi

matematika dan menguasai apa yang harus siswa kerjakan. Namun

terkadang siswa sangat rebut dalam mencari pasangan kartu yang

mereka miliki. Hal itu membuat guru sulit untuk mengontrol siswa

karena siswa terlhat begitu begitu semangat dalam pembelajaran.

Semangat dan antusias siswa dalam pembelajaran di kelas ditunjukkan

dengan semakin banyak siswa yang ikut aktif dalam mencari pasangan

kartu yang siswa miliki.