Upload
doanxuyen
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
87
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Di dalam penelitian ini terdapat dua golongan nara sumber.
Pembagian kedua golongan tersebut didasarkan pada perannya, yaitu pelaku
pemanfaatan dan pihak yang melakukan wanprestasi. Pelaku pemanfaatan
pada umumnya merupakan orang-orang yang mempunyai piutang dan pihak
yang melakukan wanprestasi merupakan orang yang mempunyai hutang.
Kedua golongan tersebut merupakan pihak yang terlibat langsung
dalam transaksi jual beli tembakau yang kemudian menimbulkan
pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak karena adanya tindakan
wanprestasi.
A. Bentuk Pemanfaatan Terhadap Tanah Milik Pembeli Akibat
Wanprestasi Pembayaran.
Pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak yang wanprestasi
di Desa Banjarsari, Kecamatan Bangsalsari merupakan transaksi yang sering
dilakukan, sehingga transaksi semacam ini sudah menjadi hal yang biasa bagi
masyarakat di desa ini, pemanfaatan biasanya dilakukan karena ada salah satu
88
pihak yang tidak membayar sejumlah hutang, pemanfaatan tersebut tidak
hanya mencakup tentang tanah saja melainkan juga mencakup barang-barang
lain seperti sepeda motor, perlengkapan rumah seperti Televisi, VCD, Radio
dan lain-lain , besar kecilnya barang yang dimanfaatkan tergantung besar
kecil nominal jumlah hutang yang belum dibayar. hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Kepala Desa Banjarsari dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
Pemanfaatan terhadap barang milik orang lain yang mempunyai
hutang memang sering terjadi di tempat ini, pemanfaatan itu tidak
hanya mencakup tentang tanah saja tetapi juga barang-barang lain
tergantung besar kecilnya jumlah hutang. Terjadinya transaksi
semacam itu karena adanya beberapa hal, hal yang pertama karena
kebutuhan ekonomi dan yang kedua karena tingkat pendidikan
masyarakat rendah yang umumnya hanya bisa menyelesaikan
pendidikan sampai SD , mungkin hal itulah yang menyebabkan
masyarakat di sini tidak begitu mengenal tentang aturan-aturan atau
norma dalam bertransaksi dengan orang lain, sehingga transaksi yang
dilakukan hanya dengan aturan-aturan personal saja yakni aturan-
aturan sendiri yang dibuat oleh pihak-pihak yang bertransaksi.1
Pendapat lain tentang pemanfaatan barang milik orang lain
disampaikan oleh pemuka Agama atau tokoh masyarakat desa tersebut yakni
ustadz Ahmad Hasan dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
Pemanfaatan semacam itu memang ada di desa ini, biasanya
pemanfaatan itu terjadi ketika salah satu orang yang bertransaksi tidak
sanggup memenuhi prestasi, di desa ini masyarakat sudah terlanjur
menganggap tindakan yang seperti ini sebagai solusi terbaik untuk
menyelesaikan permasalahan dari hutang piutang yang biasanya
timbul dari adanya jual beli hasil panen.2
Tokoh masyarakat yang lain juga memberikan pendapatnya tentang
pemanfaatan terhadap tanah milik orang yang berhutang sebagai berikut:
1Naning Roniani, Wawancara (Jember, 10 Juni 2014)
2Ahmat Hasan, Wawancara (Jember, 12 Juni 2014)
89
Transaksi engak genikah saonggunah kan tak olle delem Islam, padeh
bik memelarat oreng se melarat, tapeh oreng-oreng ekak entoh tak
peduli ben nganggep napah se elakonih genikah sah-sah beih. 3
Maksudnya: Transaksi seperti itu sebenarnya kan dilarang dalam
Islam, sama saja dengan kita membuat orang yang sedang kesusahan
semakin kesusahan, tetapi masyarakat di sini tidak menghiraukan itu
dan tetap menganggapnya sah-sah saja karena mereka juga
membutuhkan.
Dari keterangan yang diperoleh dari Kepala Desa Banjarsari dan
tokoh-tokoh Agama di sana, peneliti mengetahui bahwa pemanfaatan
terhadap barang milik orang lain terjadi karena adanya tindakan wanprestasi
oleh salah satu pihak, barang yang dimanfaatkan tidak hanya mencakup
tentang tanah saja melainkan juga terjadi pada barang-barang lain seperti
sepeda motor, perlengkapan rumah seperti televisi, VCD, Radio dan lain-lain
tergantung besar kecilnya jumlah hutang yang dibayar, sehingga bisa
dikatakan bila pemanfaatannya tejadi pada tanah berarti nominal jumlah
hutang yang tidak dibayar berjumlah besar dan bila pemanfaatan terjadi pada
barang-barang kecil maka nominal jumlah hutang juga kecil.
Pendapat lain juga disampaikan oleh beberapa pihak, baik pihak
pemilik tanah maupun pihak pelaku pemanfaatan tanah, sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Ahmad Faisol Amir sebagai pembeli tembakau
sekaligus sebagai pemilik tanah yang pernah dimanfaatkan akibat
wanprestasi pembayaran jual beli tembakau kepada Bapak Dula dalam
kutipan wawancara sebagai berikut:
Guleh toman ngalak bekonah pak Abdullah kera-kera taon 2010 an
argenah mun tak sala 6.400.000 sedeng genikah pas majereh guleh
3Muhammad Kholil, Wawancara (Jember, 12 Juni 2014)
90
tak andik pesse se egebeyeh majer, usaha guleh bangkrut, karena gule
tak bisa majer terus pak Abdullah minta tana nah guleh ka angguy
atanemin we’buwe’en, ben hasillah bisah eguna agih bik Bapak
Abdullah gebei nyukopeh kabutoanah sambih adentek guleh majer,
tana genikah ekalak sampek guleh bisa majer. Ben guleh tak andik
pelean laen selaen nyetujih permintaannah genikah.4
Maksudnya: Saya pernah membeli tembakau milik Bapak Dula kira-
kira tahun 2010 dengan harga 6.400.000.00 kalau tidak keliru, ketika
waktu pembayaran saya tidak mempunyai uang untuk membayar,
karena pada waktu itu saya mengalami kebangkrutan, usaha saya tidak
berjalan dengan baik. Karena saya tidak bisa membayar pada waktu
yang telah ditetapkan dengan lalu bapak Abdullah meminta tanah saya
untuk dimanfaatkan sementara sampai saya bisa membayar,
menurutnya dia tidak mempunyai pemasukan lain selain dari hasil
pertanian tersebut sehingga dengan memanfaatkan tanah milik saya
dia bisa mengambil hasil untuk mencukupi kebutuhan keluarga sambil
menunggu pelunasan dari saya, dan saya tidak mempunyai jalan lain
selain menyetujinya.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Bapak Dula sebagai orang yang
menjual tembakau kepada Bapak Ahmad Faisol Amir sekaligus sebagai orang
yang memanfaatkan tanah Bapak Ahmad Faisol Amir dalam kutipan
wawancara sebagai berikut:
Guleh pejet toman ngalak tananah Pak Faisol, soalah pas genikah
Pak Faisol tak majer pessenah bekoh guleh argenah 6.400.000,00 se
ejenjik in samingguh, engak guleh kan padeh butoh pesse ka angguy
odik saben arenah, sedeng pessenah bekoh se ebellih bik Pak Faisol
se eyarep bisah nyukopi odik tak ebejerih, guleh tak andik pelean laen
selaen mintah sabenah Pak Faisol ka angguy ngaromat we’buwe’en
se bedeh neng tana genikah, sera oning guleh bisah olle pengahasilan
deri genikah ka angguy nyukopeh odik. 5
Maksudnya: Saya memang pernah mengambil tanah Bapak Faisol
karena waktu itu Bapak Faisol tidak membayar uang tembakau saya
sebesar Rp. 6.400.000.00 yang dijanjikan satu minggu untuk
membayarnya, seperti saya kan juga butuh uang untuk mencukupi
hidup sehari-hari, sedang uang tembakau yang dibeli oleh Bapak
Faisol yang diharapkan bisa mencukupi hidup tidak dibayar, saya
4Ahmad Faisol Amir, Pembeli tembakau/pemilik tanah ,Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)
5Dula, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)
91
tidak ada pilihan lain selain meminta tanah Bapak Faisol untuk
merawat.
Dari hasil wawancara dengan kedua belah pihak di atas peneiti
memperoleh keterangan bahwa Pemanfaatan terhadap tanah milik Bapak
Ahmad Faisol Amir terjadi karena Bapak Ahmad Faisol Amir tidak
membayar uang tembakau yang ia beli dari Bapak Dula sebesar Rp.
6.400.000,00, karena tidak bisa membayar kemudian Bapak Dula mengambil
tanah milik Bapak Faisol untuk dimanfaatkan sementara sampai membayar
uang tembakau yang belum dibayar, karena tidak bersifat permanen maka
dalam hal ini Bapak Dula hanya mempunyai hak pakai saja dan hak milik
terhadap tanah tersebut tetap menjadi milik Bapak Ahmad Faisol Amir.
Pernyataan lain tentang pemanfaatan tanah juga disampaikan oleh
Bapak Baihaki sebagai orang yang melakukan wanprestasi pembayaran
sekaligus sebagai pemilik tanah yang dimanfaatkan oleh Bapak Saiful Bahri
dalam kutipan wawancara sebagai berikut:
Sabben roah Ngkok melleh bekonah pak saiful argenah 4.800.000,00
tapeh ngkok tak langsung majer lunas tapeh ngkok ajenjih elunasanah
3 areh agik mun sobung alangan, tapeh teppak jeriyeh pak saiful tak
gellem elunsanah 3 areh mintah elunaseh sa mingguh beih, encaknah
makre tak kesusu, Pas depak ka jenjih majerreh majereh pessenah
bekonah, ngkok tak bisah majer soalah abek tibik ekenning musibe,
ekenning cokocoh kancah, deddih tang pesse se bik modal se egebei
nebbes bekoh reah tadek, gen jeriyeh usaha pas macet jeklah modalah
tadek, akherrah karna tak koat todus karnah pon ajenjih ngkok nyuro
pak saiful ngangguy tang sabe sambih adentek ngkok bisah alunasen
otanggah, tersera etanemenin apah beih ben hasellah ngkok tak
ngalakah, pokok mun ngkok bisa majer tana jeriyeh ekalak ah pole. 6
Maksudnya: Dulu saya membeli tembakau milik Bapak Saiful dengan
harga Rp. 4.800.000.00 tetapi dalam pembayarannya tidak langsung
6Baihaki, Pembeli tembakau/ pemilik tanah, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014)
92
lunas melainkan dengan perjanjian pelunasan tiga hari, tetapi pada
waktu itu Bapak Saiful memberi waktu lebih kepada saya menjadi
satu minggu untuk pelunasan dengan alasan agar tidak terburu-buru ,
namun ketika jatuh tempo pembayaran uang tembakau tersebut saya
tidak bisa membayar karena pada waktu itu saya terkena musibah
penipuan oleh rekan kerja saya sendiri sehingga uang dan modal saya
untuk jual beli tembakau terebut tidak ada. Mulai itu usaha saya di
bidang jual beli tembakau menjadi terhenti karena ketiadaan modal.
Akhirnya karena tidak kuat menahan rasa malu karena telah berjanji
untuk melunasi saya menyuruh Bapak Saiful memakai tanah saya dulu
untuk dimanfaatkan sambil menunggu saya melunasi hutang, terserah
mau ditanami apa saja dan hasilnya saya tidak mau meminta, yang
penting ketika nanti saya sudah bisa membayar tanah tersebut akan
saya ambil kembali.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Bapak Saiful Bahri sebagai pihak yang
memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
Sabben roah Pak Baihaki tak majer pessenah bekoh ka ngkok , ngkok
gun dukaleh ka romanah Pak Baihaki minta’ah pessenah bekoh jieh,
teros karnah tak andik pesse se egebei majer Pak Baihaki nyuro
ngkok ngangguy tananah asellah esoro kalak ngkok kabbi, munlah
bisah majer tana jeriyeh ekalak ah pole encak en Pak Baihaki, deddih
benni ngkok se mintah tananah pas bekto jeriyeh esaksek en anak ben
bininah Pak Baihaki soalah ngkok takok mun tak esakse’en deggik pas
kabudi nah bedeh masalah. 7
Maksudnya: Dulu itu Bapak Baihaki tidak membayar uang tembakau
kepada saya, saya cuma dua kali kerumah Bapak Baihaki untuk
menagih uang tersebut. Karena tidak mempunyai uang untuk
membayar Bapak Baihaki menyuruh saya untuk memakai tanahnya
untuk ditanami apa saja dan hasilnya disuruh ambil saya semuanya
kata Bapak Baihaki, jadi bukan saya yang meminta tanah dan waktu
perjanjian itu disaksikan oleh anak dan istri dari Bapak Baihaki
soalnya kalau tidak disaksikan saya merasa takut dikemudian hari
nanti akan timbul masalah.
Dari hasil wawancara dengan kedua belah pihak di atas peneiti
memperoleh keterangan bahwa Pemanfaatan terhadap tanah milik Bapak
7Saiful Bahri, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014)
93
Baihaki terjadi karena Bapak Baihaki tidak membayar uang tembakau yang ia
beli dari Bapak Saiful Bahri sebesar Rp. 4.800.000,00, karena uang yang akan
ia gunakan untuk membayar kepada Bapak Saiful Bahri dibawa kabur oleh
rekan kerjanya. Karena tidak bisa membayar kemudian Bapak Baihaki
memberikan tanahnya kepada Bapak Saiful Bahri untuk dimanfaatkan,
pemberian tanah tersebut hanya bersifat sementara saja, karena apabila nanti
sudah membayar, maka tanah tersebut akan diambil kembali oleh Bapak
Baihaki.
Dari pernyataan-pernyataan di atas peneliti menjelaskan bahwa
pemanfaatan terhadap tanah milik orang lain di desa ini terjadi karena adanya
tindakan wanprestasi dan kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi, sehingga
transaksi pemanfaatan ini bagi masyarakat Desa Banjarsari dianggap sebagai
solusi terbaik untuk menutupi kerugian yang di derita oleh penjual tembakau
akibat dari wanprestasi pembayaran oleh pembeli tembakau dan untuk
mencukupi kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.
Wanprestasi (defaultatau non Fulfiment) ataupun yang disebut juga
dengan istilah (breach of contract) adalah tidak dilaksanakan prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan.
Tindakan wanprestasi yang dilakukan akan membawa konsekuensi
terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang
melakukan wanprestasi untuk melakukan ganti rugi, sehingga oleh hukum
94
diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi
tersebut. Tindakan wanprestasi ini terjadi karena salah satu pihak telah lalai
dalam melakukan pembayaran terhadap waktu yang telah ditetapkan.
Dalam pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :
“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang
waktu tertentu telah dilampauinya”
Jadi maksud “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau
pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib
memenuhi prestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji
(wanprestasi).
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual tembakau di atas
yakni Bapak Baihaki dan Bapak Ahmad Faisol Amir adalah wanprestasi
karena kelalaian dalam waktu perjanjian pembayaran yang telah disepakati
dengan Bapak Saiful Bahri dan Bapak Dula . Dalam Islam juga disebutkan
bahwa termasuk dalam kategori kelalaian adalah terlambat menyerahkan
barang terhadap waktu yang telah ditetapkan.8
Berbicara mengenai wanprestasi maka juga harus berbicara
mengenai perjanjian karena suatu tindakan wanprestasi dilahirkan dari
adanya suatu perjanjian, jika tidak ada perjanjian maka tidak akan ada pula
yang namanya wanprestasi.
8Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), cet. 1, h. 120
95
Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313
KUHPerdata adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang
lain atau di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang
atau lebih yang dinamakan perikatan.
Dengan demikian, perjanjian merupakan sumber terpenting yang
melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian, perikatan juga dilahirkan dari
undang-undang9 atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari
perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Pada kenyataannya
yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.
Istilah kata “perjajian” yang disebutkan dalam hukum Indonesia
adalah disebut dengan “aqad” di dalam hukum Islam. Kata al-aqd, yang
berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt), menurut para
Ahli Hukum Islam didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan qabul
sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat)
hukum pada obyek perikatan.10
Dari kedua definisi di atas dapat diketahui bahwa perjanjian adalah
suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau lebih dengan orang lain
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Perbuatan tersebut jika di dalam
hukum mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan
dengan perbuatan hukum.
9R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1233 (Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 2004), h. 323 10
Fathurrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h.247
96
Dalam KUHPerdata Perjanjian waktu pelunasan pembayaran yang
dilakukan antara kedua belah pihak di atas yaitu pihak penjual tembakau dan
pihak pembeli tembakau merupakan jenis perjanjian lisan yang dilakukan
oleh orang perorang atau orang dengan orang. Mengingat di dalam
KUHPerdata tidak ada satupun yang menjelaskan mengenai syarat sahnya
perjanjian hanya dengan perjanjian tertulis maka jenis perjanjian lisan yang
dilakukan antara kedua belah pihak sah dan mengikat secara hukum dan
tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat,
karena setiap perjanjian berkonsekuensi yuridis sebagai undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya.11
Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari keterangan para
pihak, peneliti menemukan bahwa pemanfaatan terhadap tanah milik orang
lain yang terjadi di Desa Banjarsari adalah pemanfaatan dengan bercocok
tanam dan mengambil hasil yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut secara
penuh. Berikut dibawah ini peneliti sajikan beberapa kutipan hasil wawancara
dengan beberapa pelaku pemanfaatan tanah yang ada di Desa Banjarsari
Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember sebagai berikut.
Pernyataan dari Bapak Saiful Bahri ketika peniliti menanyakan
tentang bentuk pemanfaatan yang dilakukan terhadap tanah milik Bapak
Baihaki sebagai berikut:
Ngkok se ngalak tana jieh kan pas nimur, deddih bik ngkok tana jieh
etamenin kacang,mare jieh kacang mareh tapeh Bapak Baihaki
11
Lihat Pasal 1338 KUHPerdata.
97
paggun tak bisah majer, teros etamenin jegung bik ngkok lek. Deri
atanih jieh ngkok olle pesse Rp.1.500.000.00 an lek.12
Maksudnya: saya yang mengambil tanah itu ketika musim panas,
jadi tanah itu saya tanamin kacang, kemudian setelah selesai panen
kacang ternyata Bapak Baihaki masih belum bisa membayar, lalu
tanah itu saya tanamin jagung dek, dari hasil panen kacang dan
jagung itu saya memperoleh hasil sekitar 1.500.000.00 dek.
Berdasarkan informasi ini maka peneliti mengetahui bahwa
pemanfaatan yang dilakukan oleh Bapak Saiful Bahri adalah dengan
menanam kacang dan jagung, dan selama pemanfaatan itu sudah memperoleh
hasil sebanyak Rp. 1.500.000.00.
Selanjutnya adalah pernyataan dari Bapak Dula ketika peniliti
menanyakan tentang bentuk pemanfaatan yang dilakukan terhadap tanah
milik Bapak Ahmad Faisol Amir sebagai berikut:
Tana genikah bedeh ka guleh korang lebinah gun ning 5 bulen, bik
guleh tana genikah gun etamenin kacang, soalah mereh genikah pon
etebbus bik se andik tana, tapeh gi alhamdulillah pon bisah panen
makeh ning sekalean.13
Maksudnya: tanah itu ada di saya kurang lebihnya cuma 5 bulan
saja, tanah itu cuma saya tanamin kacang soalnya setelah itu sudah
diambil lagi sama yang punya tanah, tetapi alhamdulillah sudah bisa
panen meskipun cuma satu kali.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan
Bapak Abdullah di atas, maka peneliti mengetahui bahwa pemanfaatan yang
dilakukan tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Bapak Saiful Bahri
yakni, pemanfaatan dengan menanam kacang, namun dalam hal ini mengenai
banyaknya hasil yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut peneliti tidak
12
Saiful Bahri, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014) 13
Dula, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)
98
menemukan jumlah yang pasti, karena ketika peneliti menanyakan berapa
hasil yang diperoleh, pelaku pemanfaatan mengatakan sudah agak lupa
mengenai jumlahnya namun peneliti hanya menyatakan bahwa hasil yang
diperoleh tidak lebih dari Rp.500.000.00.
Sehingga berdasarkan dari informasi-informasi yang diperoleh dari
beberapa pelaku pemanfaatan diatas, yakni Bapak Saiful Bahri yang
memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dan Bapak Dula yang
memanfaatkan tanah Bapak Ahmad Faisol Amir dapat dikatakan bahwa
bentuk pemanfaatan yang dilakukan adalah pemanfaatan dengan bercocok
tanam pada tanah milik orang yang wanprestasi.
Dalam mekanisme penyerahan barang yang berupa tanah sawah
yang dilakukan oleh beberapa pihak di atas yakni, Bapak Baihaki, Bapak
Saiful Bahri, Bapak Dula dan Bapak Ahmad Faisol Amir berbeda-beda, ada
yang penyerahannya berdasarkan dari kehendak pihak pemilik tanah sendiri
dalam hal ini dilakukan oleh Bapak Baihaki kepada Bapak Saiful Bahri dan
ada yang penyerahannya bukan karena kehendak pemilik tanah melainkan
kehendak dari orang yang berpiutang atau pemilik uang tembakau yang
belum dibayar.
Tanah merupakan benda tak bergerak, maka dalam serah terimanya
menggunakan sertifikat tanah sawah tersebut kepada pihak pemanfaat yaitu
pihak yang mempunyai piutang. Tetapi dalam transaksi pemanfaatan tanah
yang dilakukan oleh beberapa pihak diatas tidak menyerahkan sertifikat tanah
sawahnya kepada pelaku pemanfaatan sebagaimana seharusnya untuk benda-
99
benda tak bergerak. Transaksi yang terjadi diantara mereka hanya
berdasarkan pada asas saling percaya bahwa tanah tersebut tetap menjadi
milik pihak pembeli tembakau dan pihak penjual tembakau hanya
mempunyai hak memanfaatkan atau hak pakai saja.
B. Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata Terhadap
Pemanfaatan Tanah Milik Pembeli Akibat Wanprestasi Pembayaran
Sebagaimana dijelaskan dalam hasil penelitian di atas, bahwa
pemanfaatan tanah milik pembeli akibat wanprestasi pembayaran di Desa
Banjarsari Kabupaten Jember berlatar belakang karena adanya wanprestasi
perjanjian pembayaran antara pihak pembeli kepada pihak penjual tembakau.
Selain wanprestasi, latar belakang yang paling kental adalah menyangkut
kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi sehingga menurut masyarakat Desa
Banjarsari pengambilan terhadap tanah milik orang yang berhutang menjadi
alternatif yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Pengambilan terhadap tanah ini ditunjukan untuk dimanfaatkan
sementara oleh pihak penjual sampai pihak pembeli tembakau melunasi
pembayaran yang belum dibayarkan kepada penjual tembakau (petani
tembakau) tanpa mengurangi jumlah hutang yang ada pada pembeli tembakau,
dalam artian bahwa ketika tanah tersebut akan diambil oleh pemilik tanah
(pembeli tembakau), maka ia harus melunasi pembayaran yang belum dibayar
secara penuh tanpa ada pengurangan terhadap jumlah hutang dari hasil
pemanfaatan yang dilakukan oleh penjual tembakau terhadap tanah miliknya.
Pemanfaatan tanah tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yang
100
harus dipenuhi (dibebankan) pada mereka, yakni tanah yang dimanfaatkan
tidak boleh rusak, tanah yang dimanfaatkan boleh digunakan untuk menanam
apa saja, dan tanah dikembalikan ketika pembeli sudah mampu membayar
hutangnya kepada pihak penjual. Sedangkan tanah yang dimanfaatkan bukan
merupakan barang yang dijaminkan terlebih dahulu ketika terjadinya akad jual
beli antara kedua belah pihak.
Dalam pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :
“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang
waktu tertentu telah dilampauinya”.
Jadi maksud “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau
pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib
memenuhi prestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji
(wanprestasi).
Kenyataan ini, dapat dilihat dari sudut pandang Hukum Islam sendiri
(al-Qur’an, dan hadits,) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut
hukum Islam permasalahan tersebut, dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 91
yang berbunyi:
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,
101
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-
sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.14
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 34 yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.15
Allah Swt juga berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1
yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya”.16
Dalam hukum Islam, suatu perjanjian dianggap sah dan berlaku serta
mengikat antara keduanya apabila syarat-syaratnya sudah terpenuhi.
Adapun sayarat sahnya suatu perjanjian menurut syariah adalah sebagai
berikut:17
1) tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya
14
Al Quran terjemah, QS. An-Nahl (16): 91, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 15
Al Quran terjemah, QS. Al-Isra’ (17): 34, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 16
Al Quran terjemah, QS. Al-Maidah (5): 1, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 17
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), h. 2-4
102
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang
bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum
syariah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum
syariah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi
masing-masing pihak untuk menempati atau melaksanakan perjanjian
tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu merupakan
perbuatan yang melawan hukum, maka perjanjian diadakan dengan
sendirinya batal demi hukum.
2) Harus sama ridha dan ada pilihan
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan kepada
kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha/rela
akan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan
kehendak bebas masing-masing pihak.
Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu
kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan
tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada
kehendak bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
3) Harus jelas dan gamblang
Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang
apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya
kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka
perjanjikan dikemudian hari.
103
Sedangkan dalam hukum perdata (sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata) tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah
sebagai berikut:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Sesuai disini
adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui
orang lain.
2) Kecakapan untuk membuat perjanjian
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang
akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang akan mengadakan
perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh
undang-undang.18
Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan
perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan
adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.19
3) Suatu hal/objek tertentu
Maksudnya adalah barang dalam perjanjian tersebut jelas dan tertentu.
18
Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: sinar grafika, 2006), h.
33-34 19
Lihat KUHPer Pasal 330
104
4) Suatu sebab yang halal
Maksudnya bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-
Undang, Ketentuan Umum, Moral dan Kesusilaan.20
Dari beberapa persyaratan sebagaimana dijelaskan di atas jika
dihubungkan dengan pemanfaatan tanah milik pembeli akibat wanprestasi
pembayaran dalam jual beli tembakau yang dilakukan masyarakat Desa
Banjarsari, yakni Bapak Saiful Bahri dengan Bapak Baihaki dan Bapak Dula
dengan Bapak Ahmad Faisol Amir tidak sah menurut menurut Hukum Islam,
karena meskipun perjanjian tersebut lahir dari adanya kesepakatan oleh kedua
belah pihak namun karena isi perjanjian tidak sesuai/menyalahi hukum
syariah yang menjadi syarat dari sah nya perjanjian dalam Islam, maka
perjanjian tersebut tetap tidak dapat dibenarkan dalam Islam.
Kesepakatan perjanjian pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Banjarsari menimbulkan masalah baru, yakni pihak pemilik tanah
semakin terpuruk dalam kehidupannya karena tidak bisa menggarap tanah
milik yang selama ini memberikan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan keluarganya, ditambah lagi dia harus melunasi hutangnya kalau ia
menginginkan untuk menggarap tanahnya kembali dan tanah tersebut tidak
dapat dimanfaatkan sampai dia melunasi hutangnya, sehingga dalam hal ini
pemilik tanah menjadi semakin terpuruk dalam kehidupannya. Sementara
pelaku pemanfaatan sekaligus pihak penjual tembakau diuntungkan karena
dia bisa memperoleh hasil dari tanah garapan dan hasil yang diperoleh
20
KUHPer, Pasal 1337, h. 342
105
menjadi hak miliknya secara penuh tanpa mengurangi jumlah piutang yang
ada pada pemilik tanah. Dengan demikian apa yang menjadi kesepakatan
antara pembeli dan penjual sama halnya dengan mengganti masalah dengan
masalah yang lain. Hal seperti ini dilarang dalam Islam, kecuali dalam
keadaan darurat yaitu mengganti kesukaran dengan kesukaran yg lebih ringan
sesuai dengan kaidah ushul fikih.
األخف يزال با لضرار األشد الضرار 21
Sehingga dapat dikatan bahwa apa yang menjadi kesepakatan oleh
beberapa pihak pelaku pemanfaatan tanah di Desa Banjarsari menyimpang
dari aturan-aturan yang ada di dalam Hukum Islam. Penyimpangan-
penyimpangan tersebut walaupun atas kerelaan dan keikhlasan dari pemilik
tanah untuk dimanfaatkan, tetapi karena pemanfaatan yang dilakukan
membuat pelaku pemanfaatan mendapatkan hasil dobel atau berlipat maka hal
ini dapat dikategorikan kepada riba nasi’ah yaitu riba yang telah ma’ruf atau
terkenal di kalangan masyarakat jahiliyyah semasa lalu dan riba semacam ini
dilarang dengan sangat sebagaimana tercantum dalam Firman Allah SWT
dalam surat al-Baqarah ayat 278-279:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
21
Asmuni Abdurrahman, Kaedah-kaedah Fiqh, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal: 82
106
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.22
Firman Allah SWT dalam surat Al-Imran ayat 130:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.23
Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).24
Sehingga dengan ayat-ayat tersebut diatas maka pemanfaatan yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Banjarsari yakni Bapak Saiful Bahri dan
Bapak Dula yang memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dan Bapak
Ahmad Faisol Amir dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan nash al-Qur’an maupun sunnah. Ada penyimpangan yang tidak dapat
di tolerir yaitu adanya penambahan nilai yang dihasilkan oleh pemanfaatan
yang dilakukan oleh penjual tembakau karena adanya wanprestasi pihak
pembeli. Disini termasuk riba nasi’ah walaupun sudah ada izin dan kerelaan
dari pemilik tanah tanpa adanya paksaan yang merupakan asas dan syarat
dalam bermuamalat. Tetapi hukum Islam tidak dapat mentolerir keharaman
riba menjadi suatu yang diperolehkan atau dibolehkan berdasarkan ayat
berikut:
22
Al Quran terjemah, QS. al-Baqarah (2): 278-279, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 23
Al Quran terjemah, QS. al-Imran (3): 130, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 24
Al Quran terjemah, QS. ar-Rum (30): 39, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta
107
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.25
Sedangkan jika dihubungkan dengan Hukum Perdata maka perjanjian
pemanfaatan tanah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banjarsari yakni
Bapak Saiful Bahri dan Bapak Dula yang memanfaatkan tanah milik Bapak
Baihaki dan Bapak Ahmad Faisol Amir hukumnya adalah boleh karena
perjanjian pemanfaatan tersebut lahir dari adanya kesepakatan dari kedua
belah pihak serta tidak ada paksaan dan masing-masing yang mengadakan
perjanjian cukup untuk bertindak menurut hukum. hal ini sebagaimana tertera
dalam pasal 1320 tentang syrat sahnya suatu perjanjian.
Dalam KUH Perdata dijelaskan bahwa yang berhak untuk menikmati
hasil dari tanah adalah pemilik tanah itu sendiri, hal ini seperti yang
disebutkan dalam pasal 571 sebagai berikut:
25
Al Quran terjemah, QS. al-Baqarah (2): 275, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta
108
Hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu
yang ada di atasnya dan di dalam tanah itu. Di atas sebidang tanah,
pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan
bangunan yang dikehendakinya, hal ini tidak mengurangi
pengecualian-pengecualian tersebut dalam Bab IV dan VI dalam
undang-undang ini. Di bawah tanah itu ia boleh membangun dan
menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh
dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam
perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan,
pengambilan bara, dan barang-barang semacam itu.
Dengan mengacu pada pasal ini maka seharusnya yang dapat
menikmati hasil dari tanah tersebut hanyalah pemilik tanah saja sehingga
pemanfaatan terhadap tanah milik orang lain dengan mengambil hasil dari
tanah tersebut tidak dibenarkan.
Namun jika mengacu pada pasal 756 tentang hak pakai yang
berbunyi:
Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang
diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik
orang lain, seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dan
dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya.26
Maka pemanfaatan terhadap barang milik orang lain boleh dengan
mempertimbangkan hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh
masing-masing pihak.
Hak pemakai hasil tersebut sebagaimana disebutkan dalam pasal 756
KUH Perdata adalah pemakai hasil berhak untuk menikmati akan segala jenis
hasil dari kebendaan yang bersangkutan, tak berbedalah, apalah hasil itu
karena hasil alam, hasil pekerjaan orang atau pun hasil perdata.27
Segala hasil
karena alam dan hasil pekerjaan orang, yang mana tatkala hak pakai hasil
26
Lihak pasal 756 KUH Perdata 27
Lihat pasal 761 KUH Perdata
109
mulai berjalan, masih melekat pada pohon-pohon atau akar-akarnya, adalah
kepunyaan si pemakai.28
Kemudian mengenai kewajiban-kewajiban pemakai hasil sebagaimana
disebutkan dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut:
“Pasal 782 “Pemakai hasil harus menerima barang yang bersangkutan
dalam keadaan yang sama seperti pada waktu haknya mulai berlaku.
Pada waktu hak pakai hasil berakhir, pemakai hasil wajib
mengembalikan barang itu dalam keadaan pada waktu itu, tanpa
mengurangi ketentuan-ketentuan (dalam Pasal 779 dan 780)29
, dan
kewajiban memberi ganti rugi karena kerusakan yang terjadi.”
Jika dikaitkan dengan pasal ini maka pemanfaatan yang dilakukan
oleh penjual tembakau di Desa Banjarsari diperbolehkan, karena
pengembalian barang milik orang lain dalam kasus ini adalah pembeli
tembakau yang berupa tanah dikembalikan tidak dalam keadaan rusak.
Sehingga berdasarkan pasal ini maka sudah memenuhi kewajiban sebagai
pemakai hak dan hukumnya adalah boleh.
Kemudian mengenai pengambilan hasil yang diperoleh dari
pemanfaatan tanah tersebut dalam KUH Perdata diperbolehkan karena
dalam hukum perdata mengenai tambahan terhadap sejumlah pinjaman
(bunga) tidak dilarang, sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 1765 BW
yang berbunyi: “adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas
peminjaman uang atau barang yang menghabis karena pemakaianya”.
Dari bunyi pasal 1765 BW sebagaimana diatas, mencantumkan
mengenai bunga (tambahan pembayaran), sehingga dapat ditarik
28
Lihat pasal 762 KUH Perdata 29
Pasal 779 dan 780 menjelaskan mengenai perbaikan terhadap benda ketika haknya berakhir