24
87 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Di dalam penelitian ini terdapat dua golongan nara sumber. Pembagian kedua golongan tersebut didasarkan pada perannya, yaitu pelaku pemanfaatan dan pihak yang melakukan wanprestasi. Pelaku pemanfaatan pada umumnya merupakan orang-orang yang mempunyai piutang dan pihak yang melakukan wanprestasi merupakan orang yang mempunyai hutang. Kedua golongan tersebut merupakan pihak yang terlibat langsung dalam transaksi jual beli tembakau yang kemudian menimbulkan pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak karena adanya tindakan wanprestasi. A. Bentuk Pemanfaatan Terhadap Tanah Milik Pembeli Akibat Wanprestasi Pembayaran. Pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak yang wanprestasi di Desa Banjarsari, Kecamatan Bangsalsari merupakan transaksi yang sering dilakukan, sehingga transaksi semacam ini sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat di desa ini, pemanfaatan biasanya dilakukan karena ada salah satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANetheses.uin-malang.ac.id/328/8/10220061 Bab 4.pdf · dalam transaksi jual beli tembakau yang kemudian menimbulkan pemanfaatan terhadap tanah

Embed Size (px)

Citation preview

87

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Di dalam penelitian ini terdapat dua golongan nara sumber.

Pembagian kedua golongan tersebut didasarkan pada perannya, yaitu pelaku

pemanfaatan dan pihak yang melakukan wanprestasi. Pelaku pemanfaatan

pada umumnya merupakan orang-orang yang mempunyai piutang dan pihak

yang melakukan wanprestasi merupakan orang yang mempunyai hutang.

Kedua golongan tersebut merupakan pihak yang terlibat langsung

dalam transaksi jual beli tembakau yang kemudian menimbulkan

pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak karena adanya tindakan

wanprestasi.

A. Bentuk Pemanfaatan Terhadap Tanah Milik Pembeli Akibat

Wanprestasi Pembayaran.

Pemanfaatan terhadap tanah milik salah satu pihak yang wanprestasi

di Desa Banjarsari, Kecamatan Bangsalsari merupakan transaksi yang sering

dilakukan, sehingga transaksi semacam ini sudah menjadi hal yang biasa bagi

masyarakat di desa ini, pemanfaatan biasanya dilakukan karena ada salah satu

88

pihak yang tidak membayar sejumlah hutang, pemanfaatan tersebut tidak

hanya mencakup tentang tanah saja melainkan juga mencakup barang-barang

lain seperti sepeda motor, perlengkapan rumah seperti Televisi, VCD, Radio

dan lain-lain , besar kecilnya barang yang dimanfaatkan tergantung besar

kecil nominal jumlah hutang yang belum dibayar. hal ini sebagaimana

dikatakan oleh Kepala Desa Banjarsari dalam kutipan wawancara sebagai

berikut:

Pemanfaatan terhadap barang milik orang lain yang mempunyai

hutang memang sering terjadi di tempat ini, pemanfaatan itu tidak

hanya mencakup tentang tanah saja tetapi juga barang-barang lain

tergantung besar kecilnya jumlah hutang. Terjadinya transaksi

semacam itu karena adanya beberapa hal, hal yang pertama karena

kebutuhan ekonomi dan yang kedua karena tingkat pendidikan

masyarakat rendah yang umumnya hanya bisa menyelesaikan

pendidikan sampai SD , mungkin hal itulah yang menyebabkan

masyarakat di sini tidak begitu mengenal tentang aturan-aturan atau

norma dalam bertransaksi dengan orang lain, sehingga transaksi yang

dilakukan hanya dengan aturan-aturan personal saja yakni aturan-

aturan sendiri yang dibuat oleh pihak-pihak yang bertransaksi.1

Pendapat lain tentang pemanfaatan barang milik orang lain

disampaikan oleh pemuka Agama atau tokoh masyarakat desa tersebut yakni

ustadz Ahmad Hasan dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

Pemanfaatan semacam itu memang ada di desa ini, biasanya

pemanfaatan itu terjadi ketika salah satu orang yang bertransaksi tidak

sanggup memenuhi prestasi, di desa ini masyarakat sudah terlanjur

menganggap tindakan yang seperti ini sebagai solusi terbaik untuk

menyelesaikan permasalahan dari hutang piutang yang biasanya

timbul dari adanya jual beli hasil panen.2

Tokoh masyarakat yang lain juga memberikan pendapatnya tentang

pemanfaatan terhadap tanah milik orang yang berhutang sebagai berikut:

1Naning Roniani, Wawancara (Jember, 10 Juni 2014)

2Ahmat Hasan, Wawancara (Jember, 12 Juni 2014)

89

Transaksi engak genikah saonggunah kan tak olle delem Islam, padeh

bik memelarat oreng se melarat, tapeh oreng-oreng ekak entoh tak

peduli ben nganggep napah se elakonih genikah sah-sah beih. 3

Maksudnya: Transaksi seperti itu sebenarnya kan dilarang dalam

Islam, sama saja dengan kita membuat orang yang sedang kesusahan

semakin kesusahan, tetapi masyarakat di sini tidak menghiraukan itu

dan tetap menganggapnya sah-sah saja karena mereka juga

membutuhkan.

Dari keterangan yang diperoleh dari Kepala Desa Banjarsari dan

tokoh-tokoh Agama di sana, peneliti mengetahui bahwa pemanfaatan

terhadap barang milik orang lain terjadi karena adanya tindakan wanprestasi

oleh salah satu pihak, barang yang dimanfaatkan tidak hanya mencakup

tentang tanah saja melainkan juga terjadi pada barang-barang lain seperti

sepeda motor, perlengkapan rumah seperti televisi, VCD, Radio dan lain-lain

tergantung besar kecilnya jumlah hutang yang dibayar, sehingga bisa

dikatakan bila pemanfaatannya tejadi pada tanah berarti nominal jumlah

hutang yang tidak dibayar berjumlah besar dan bila pemanfaatan terjadi pada

barang-barang kecil maka nominal jumlah hutang juga kecil.

Pendapat lain juga disampaikan oleh beberapa pihak, baik pihak

pemilik tanah maupun pihak pelaku pemanfaatan tanah, sebagaimana

disampaikan oleh Bapak Ahmad Faisol Amir sebagai pembeli tembakau

sekaligus sebagai pemilik tanah yang pernah dimanfaatkan akibat

wanprestasi pembayaran jual beli tembakau kepada Bapak Dula dalam

kutipan wawancara sebagai berikut:

Guleh toman ngalak bekonah pak Abdullah kera-kera taon 2010 an

argenah mun tak sala 6.400.000 sedeng genikah pas majereh guleh

3Muhammad Kholil, Wawancara (Jember, 12 Juni 2014)

90

tak andik pesse se egebeyeh majer, usaha guleh bangkrut, karena gule

tak bisa majer terus pak Abdullah minta tana nah guleh ka angguy

atanemin we’buwe’en, ben hasillah bisah eguna agih bik Bapak

Abdullah gebei nyukopeh kabutoanah sambih adentek guleh majer,

tana genikah ekalak sampek guleh bisa majer. Ben guleh tak andik

pelean laen selaen nyetujih permintaannah genikah.4

Maksudnya: Saya pernah membeli tembakau milik Bapak Dula kira-

kira tahun 2010 dengan harga 6.400.000.00 kalau tidak keliru, ketika

waktu pembayaran saya tidak mempunyai uang untuk membayar,

karena pada waktu itu saya mengalami kebangkrutan, usaha saya tidak

berjalan dengan baik. Karena saya tidak bisa membayar pada waktu

yang telah ditetapkan dengan lalu bapak Abdullah meminta tanah saya

untuk dimanfaatkan sementara sampai saya bisa membayar,

menurutnya dia tidak mempunyai pemasukan lain selain dari hasil

pertanian tersebut sehingga dengan memanfaatkan tanah milik saya

dia bisa mengambil hasil untuk mencukupi kebutuhan keluarga sambil

menunggu pelunasan dari saya, dan saya tidak mempunyai jalan lain

selain menyetujinya.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Bapak Dula sebagai orang yang

menjual tembakau kepada Bapak Ahmad Faisol Amir sekaligus sebagai orang

yang memanfaatkan tanah Bapak Ahmad Faisol Amir dalam kutipan

wawancara sebagai berikut:

Guleh pejet toman ngalak tananah Pak Faisol, soalah pas genikah

Pak Faisol tak majer pessenah bekoh guleh argenah 6.400.000,00 se

ejenjik in samingguh, engak guleh kan padeh butoh pesse ka angguy

odik saben arenah, sedeng pessenah bekoh se ebellih bik Pak Faisol

se eyarep bisah nyukopi odik tak ebejerih, guleh tak andik pelean laen

selaen mintah sabenah Pak Faisol ka angguy ngaromat we’buwe’en

se bedeh neng tana genikah, sera oning guleh bisah olle pengahasilan

deri genikah ka angguy nyukopeh odik. 5

Maksudnya: Saya memang pernah mengambil tanah Bapak Faisol

karena waktu itu Bapak Faisol tidak membayar uang tembakau saya

sebesar Rp. 6.400.000.00 yang dijanjikan satu minggu untuk

membayarnya, seperti saya kan juga butuh uang untuk mencukupi

hidup sehari-hari, sedang uang tembakau yang dibeli oleh Bapak

Faisol yang diharapkan bisa mencukupi hidup tidak dibayar, saya

4Ahmad Faisol Amir, Pembeli tembakau/pemilik tanah ,Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)

5Dula, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)

91

tidak ada pilihan lain selain meminta tanah Bapak Faisol untuk

merawat.

Dari hasil wawancara dengan kedua belah pihak di atas peneiti

memperoleh keterangan bahwa Pemanfaatan terhadap tanah milik Bapak

Ahmad Faisol Amir terjadi karena Bapak Ahmad Faisol Amir tidak

membayar uang tembakau yang ia beli dari Bapak Dula sebesar Rp.

6.400.000,00, karena tidak bisa membayar kemudian Bapak Dula mengambil

tanah milik Bapak Faisol untuk dimanfaatkan sementara sampai membayar

uang tembakau yang belum dibayar, karena tidak bersifat permanen maka

dalam hal ini Bapak Dula hanya mempunyai hak pakai saja dan hak milik

terhadap tanah tersebut tetap menjadi milik Bapak Ahmad Faisol Amir.

Pernyataan lain tentang pemanfaatan tanah juga disampaikan oleh

Bapak Baihaki sebagai orang yang melakukan wanprestasi pembayaran

sekaligus sebagai pemilik tanah yang dimanfaatkan oleh Bapak Saiful Bahri

dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

Sabben roah Ngkok melleh bekonah pak saiful argenah 4.800.000,00

tapeh ngkok tak langsung majer lunas tapeh ngkok ajenjih elunasanah

3 areh agik mun sobung alangan, tapeh teppak jeriyeh pak saiful tak

gellem elunsanah 3 areh mintah elunaseh sa mingguh beih, encaknah

makre tak kesusu, Pas depak ka jenjih majerreh majereh pessenah

bekonah, ngkok tak bisah majer soalah abek tibik ekenning musibe,

ekenning cokocoh kancah, deddih tang pesse se bik modal se egebei

nebbes bekoh reah tadek, gen jeriyeh usaha pas macet jeklah modalah

tadek, akherrah karna tak koat todus karnah pon ajenjih ngkok nyuro

pak saiful ngangguy tang sabe sambih adentek ngkok bisah alunasen

otanggah, tersera etanemenin apah beih ben hasellah ngkok tak

ngalakah, pokok mun ngkok bisa majer tana jeriyeh ekalak ah pole. 6

Maksudnya: Dulu saya membeli tembakau milik Bapak Saiful dengan

harga Rp. 4.800.000.00 tetapi dalam pembayarannya tidak langsung

6Baihaki, Pembeli tembakau/ pemilik tanah, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014)

92

lunas melainkan dengan perjanjian pelunasan tiga hari, tetapi pada

waktu itu Bapak Saiful memberi waktu lebih kepada saya menjadi

satu minggu untuk pelunasan dengan alasan agar tidak terburu-buru ,

namun ketika jatuh tempo pembayaran uang tembakau tersebut saya

tidak bisa membayar karena pada waktu itu saya terkena musibah

penipuan oleh rekan kerja saya sendiri sehingga uang dan modal saya

untuk jual beli tembakau terebut tidak ada. Mulai itu usaha saya di

bidang jual beli tembakau menjadi terhenti karena ketiadaan modal.

Akhirnya karena tidak kuat menahan rasa malu karena telah berjanji

untuk melunasi saya menyuruh Bapak Saiful memakai tanah saya dulu

untuk dimanfaatkan sambil menunggu saya melunasi hutang, terserah

mau ditanami apa saja dan hasilnya saya tidak mau meminta, yang

penting ketika nanti saya sudah bisa membayar tanah tersebut akan

saya ambil kembali.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Bapak Saiful Bahri sebagai pihak yang

memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dalam kutipan wawancara sebagai

berikut:

Sabben roah Pak Baihaki tak majer pessenah bekoh ka ngkok , ngkok

gun dukaleh ka romanah Pak Baihaki minta’ah pessenah bekoh jieh,

teros karnah tak andik pesse se egebei majer Pak Baihaki nyuro

ngkok ngangguy tananah asellah esoro kalak ngkok kabbi, munlah

bisah majer tana jeriyeh ekalak ah pole encak en Pak Baihaki, deddih

benni ngkok se mintah tananah pas bekto jeriyeh esaksek en anak ben

bininah Pak Baihaki soalah ngkok takok mun tak esakse’en deggik pas

kabudi nah bedeh masalah. 7

Maksudnya: Dulu itu Bapak Baihaki tidak membayar uang tembakau

kepada saya, saya cuma dua kali kerumah Bapak Baihaki untuk

menagih uang tersebut. Karena tidak mempunyai uang untuk

membayar Bapak Baihaki menyuruh saya untuk memakai tanahnya

untuk ditanami apa saja dan hasilnya disuruh ambil saya semuanya

kata Bapak Baihaki, jadi bukan saya yang meminta tanah dan waktu

perjanjian itu disaksikan oleh anak dan istri dari Bapak Baihaki

soalnya kalau tidak disaksikan saya merasa takut dikemudian hari

nanti akan timbul masalah.

Dari hasil wawancara dengan kedua belah pihak di atas peneiti

memperoleh keterangan bahwa Pemanfaatan terhadap tanah milik Bapak

7Saiful Bahri, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014)

93

Baihaki terjadi karena Bapak Baihaki tidak membayar uang tembakau yang ia

beli dari Bapak Saiful Bahri sebesar Rp. 4.800.000,00, karena uang yang akan

ia gunakan untuk membayar kepada Bapak Saiful Bahri dibawa kabur oleh

rekan kerjanya. Karena tidak bisa membayar kemudian Bapak Baihaki

memberikan tanahnya kepada Bapak Saiful Bahri untuk dimanfaatkan,

pemberian tanah tersebut hanya bersifat sementara saja, karena apabila nanti

sudah membayar, maka tanah tersebut akan diambil kembali oleh Bapak

Baihaki.

Dari pernyataan-pernyataan di atas peneliti menjelaskan bahwa

pemanfaatan terhadap tanah milik orang lain di desa ini terjadi karena adanya

tindakan wanprestasi dan kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi, sehingga

transaksi pemanfaatan ini bagi masyarakat Desa Banjarsari dianggap sebagai

solusi terbaik untuk menutupi kerugian yang di derita oleh penjual tembakau

akibat dari wanprestasi pembayaran oleh pembeli tembakau dan untuk

mencukupi kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.

Wanprestasi (defaultatau non Fulfiment) ataupun yang disebut juga

dengan istilah (breach of contract) adalah tidak dilaksanakan prestasi atau

kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap

pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang

bersangkutan.

Tindakan wanprestasi yang dilakukan akan membawa konsekuensi

terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang

melakukan wanprestasi untuk melakukan ganti rugi, sehingga oleh hukum

94

diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi

tersebut. Tindakan wanprestasi ini terjadi karena salah satu pihak telah lalai

dalam melakukan pembayaran terhadap waktu yang telah ditetapkan.

Dalam pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau

jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang

waktu tertentu telah dilampauinya”

Jadi maksud “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau

pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib

memenuhi prestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji

(wanprestasi).

Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual tembakau di atas

yakni Bapak Baihaki dan Bapak Ahmad Faisol Amir adalah wanprestasi

karena kelalaian dalam waktu perjanjian pembayaran yang telah disepakati

dengan Bapak Saiful Bahri dan Bapak Dula . Dalam Islam juga disebutkan

bahwa termasuk dalam kategori kelalaian adalah terlambat menyerahkan

barang terhadap waktu yang telah ditetapkan.8

Berbicara mengenai wanprestasi maka juga harus berbicara

mengenai perjanjian karena suatu tindakan wanprestasi dilahirkan dari

adanya suatu perjanjian, jika tidak ada perjanjian maka tidak akan ada pula

yang namanya wanprestasi.

8Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), cet. 1, h. 120

95

Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

KUHPerdata adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang

lain atau di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang

atau lebih yang dinamakan perikatan.

Dengan demikian, perjanjian merupakan sumber terpenting yang

melahirkan perikatan. Selain dari perjanjian, perikatan juga dilahirkan dari

undang-undang9 atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari

perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Pada kenyataannya

yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.

Istilah kata “perjajian” yang disebutkan dalam hukum Indonesia

adalah disebut dengan “aqad” di dalam hukum Islam. Kata al-aqd, yang

berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt), menurut para

Ahli Hukum Islam didefinisikan sebagai hubungan antara ijab dan qabul

sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat)

hukum pada obyek perikatan.10

Dari kedua definisi di atas dapat diketahui bahwa perjanjian adalah

suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau lebih dengan orang lain

untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Perbuatan tersebut jika di dalam

hukum mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut diistilahkan

dengan perbuatan hukum.

9R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1233 (Jakarta: PT.

Pradnya Paramita, 2004), h. 323 10

Fathurrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h.247

96

Dalam KUHPerdata Perjanjian waktu pelunasan pembayaran yang

dilakukan antara kedua belah pihak di atas yaitu pihak penjual tembakau dan

pihak pembeli tembakau merupakan jenis perjanjian lisan yang dilakukan

oleh orang perorang atau orang dengan orang. Mengingat di dalam

KUHPerdata tidak ada satupun yang menjelaskan mengenai syarat sahnya

perjanjian hanya dengan perjanjian tertulis maka jenis perjanjian lisan yang

dilakukan antara kedua belah pihak sah dan mengikat secara hukum dan

tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat,

karena setiap perjanjian berkonsekuensi yuridis sebagai undang-undang bagi

para pihak yang membuatnya.11

Berdasarkan informasi yang peneliti peroleh dari keterangan para

pihak, peneliti menemukan bahwa pemanfaatan terhadap tanah milik orang

lain yang terjadi di Desa Banjarsari adalah pemanfaatan dengan bercocok

tanam dan mengambil hasil yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut secara

penuh. Berikut dibawah ini peneliti sajikan beberapa kutipan hasil wawancara

dengan beberapa pelaku pemanfaatan tanah yang ada di Desa Banjarsari

Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember sebagai berikut.

Pernyataan dari Bapak Saiful Bahri ketika peniliti menanyakan

tentang bentuk pemanfaatan yang dilakukan terhadap tanah milik Bapak

Baihaki sebagai berikut:

Ngkok se ngalak tana jieh kan pas nimur, deddih bik ngkok tana jieh

etamenin kacang,mare jieh kacang mareh tapeh Bapak Baihaki

11

Lihat Pasal 1338 KUHPerdata.

97

paggun tak bisah majer, teros etamenin jegung bik ngkok lek. Deri

atanih jieh ngkok olle pesse Rp.1.500.000.00 an lek.12

Maksudnya: saya yang mengambil tanah itu ketika musim panas,

jadi tanah itu saya tanamin kacang, kemudian setelah selesai panen

kacang ternyata Bapak Baihaki masih belum bisa membayar, lalu

tanah itu saya tanamin jagung dek, dari hasil panen kacang dan

jagung itu saya memperoleh hasil sekitar 1.500.000.00 dek.

Berdasarkan informasi ini maka peneliti mengetahui bahwa

pemanfaatan yang dilakukan oleh Bapak Saiful Bahri adalah dengan

menanam kacang dan jagung, dan selama pemanfaatan itu sudah memperoleh

hasil sebanyak Rp. 1.500.000.00.

Selanjutnya adalah pernyataan dari Bapak Dula ketika peniliti

menanyakan tentang bentuk pemanfaatan yang dilakukan terhadap tanah

milik Bapak Ahmad Faisol Amir sebagai berikut:

Tana genikah bedeh ka guleh korang lebinah gun ning 5 bulen, bik

guleh tana genikah gun etamenin kacang, soalah mereh genikah pon

etebbus bik se andik tana, tapeh gi alhamdulillah pon bisah panen

makeh ning sekalean.13

Maksudnya: tanah itu ada di saya kurang lebihnya cuma 5 bulan

saja, tanah itu cuma saya tanamin kacang soalnya setelah itu sudah

diambil lagi sama yang punya tanah, tetapi alhamdulillah sudah bisa

panen meskipun cuma satu kali.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wawancara dengan

Bapak Abdullah di atas, maka peneliti mengetahui bahwa pemanfaatan yang

dilakukan tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Bapak Saiful Bahri

yakni, pemanfaatan dengan menanam kacang, namun dalam hal ini mengenai

banyaknya hasil yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut peneliti tidak

12

Saiful Bahri, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 14 Juni 2014) 13

Dula, Penjual tembakau/ pelaku pemanfaatan, Wawancara (Jember, 13 Juni 2014)

98

menemukan jumlah yang pasti, karena ketika peneliti menanyakan berapa

hasil yang diperoleh, pelaku pemanfaatan mengatakan sudah agak lupa

mengenai jumlahnya namun peneliti hanya menyatakan bahwa hasil yang

diperoleh tidak lebih dari Rp.500.000.00.

Sehingga berdasarkan dari informasi-informasi yang diperoleh dari

beberapa pelaku pemanfaatan diatas, yakni Bapak Saiful Bahri yang

memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dan Bapak Dula yang

memanfaatkan tanah Bapak Ahmad Faisol Amir dapat dikatakan bahwa

bentuk pemanfaatan yang dilakukan adalah pemanfaatan dengan bercocok

tanam pada tanah milik orang yang wanprestasi.

Dalam mekanisme penyerahan barang yang berupa tanah sawah

yang dilakukan oleh beberapa pihak di atas yakni, Bapak Baihaki, Bapak

Saiful Bahri, Bapak Dula dan Bapak Ahmad Faisol Amir berbeda-beda, ada

yang penyerahannya berdasarkan dari kehendak pihak pemilik tanah sendiri

dalam hal ini dilakukan oleh Bapak Baihaki kepada Bapak Saiful Bahri dan

ada yang penyerahannya bukan karena kehendak pemilik tanah melainkan

kehendak dari orang yang berpiutang atau pemilik uang tembakau yang

belum dibayar.

Tanah merupakan benda tak bergerak, maka dalam serah terimanya

menggunakan sertifikat tanah sawah tersebut kepada pihak pemanfaat yaitu

pihak yang mempunyai piutang. Tetapi dalam transaksi pemanfaatan tanah

yang dilakukan oleh beberapa pihak diatas tidak menyerahkan sertifikat tanah

sawahnya kepada pelaku pemanfaatan sebagaimana seharusnya untuk benda-

99

benda tak bergerak. Transaksi yang terjadi diantara mereka hanya

berdasarkan pada asas saling percaya bahwa tanah tersebut tetap menjadi

milik pihak pembeli tembakau dan pihak penjual tembakau hanya

mempunyai hak memanfaatkan atau hak pakai saja.

B. Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata Terhadap

Pemanfaatan Tanah Milik Pembeli Akibat Wanprestasi Pembayaran

Sebagaimana dijelaskan dalam hasil penelitian di atas, bahwa

pemanfaatan tanah milik pembeli akibat wanprestasi pembayaran di Desa

Banjarsari Kabupaten Jember berlatar belakang karena adanya wanprestasi

perjanjian pembayaran antara pihak pembeli kepada pihak penjual tembakau.

Selain wanprestasi, latar belakang yang paling kental adalah menyangkut

kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi sehingga menurut masyarakat Desa

Banjarsari pengambilan terhadap tanah milik orang yang berhutang menjadi

alternatif yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Pengambilan terhadap tanah ini ditunjukan untuk dimanfaatkan

sementara oleh pihak penjual sampai pihak pembeli tembakau melunasi

pembayaran yang belum dibayarkan kepada penjual tembakau (petani

tembakau) tanpa mengurangi jumlah hutang yang ada pada pembeli tembakau,

dalam artian bahwa ketika tanah tersebut akan diambil oleh pemilik tanah

(pembeli tembakau), maka ia harus melunasi pembayaran yang belum dibayar

secara penuh tanpa ada pengurangan terhadap jumlah hutang dari hasil

pemanfaatan yang dilakukan oleh penjual tembakau terhadap tanah miliknya.

Pemanfaatan tanah tersebut mempunyai persyaratan-persyaratan tertentu yang

100

harus dipenuhi (dibebankan) pada mereka, yakni tanah yang dimanfaatkan

tidak boleh rusak, tanah yang dimanfaatkan boleh digunakan untuk menanam

apa saja, dan tanah dikembalikan ketika pembeli sudah mampu membayar

hutangnya kepada pihak penjual. Sedangkan tanah yang dimanfaatkan bukan

merupakan barang yang dijaminkan terlebih dahulu ketika terjadinya akad jual

beli antara kedua belah pihak.

Dalam pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi :

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah

dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau

jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang

waktu tertentu telah dilampauinya”.

Jadi maksud “berada dalam keadaan lalai” ialah peringatan atau

pernyataan dari kreditur tentang saat selambat-lambatnya debitur wajib

memenuhi prestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur ingkar janji

(wanprestasi).

Kenyataan ini, dapat dilihat dari sudut pandang Hukum Islam sendiri

(al-Qur’an, dan hadits,) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut

hukum Islam permasalahan tersebut, dijelaskan dalam surat An-Nahl ayat 91

yang berbunyi:

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah

kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,

101

sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-

sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.14

Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 34 yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang

lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya

janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”.15

Allah Swt juga berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 1

yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu

binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)

dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-

Nya”.16

Dalam hukum Islam, suatu perjanjian dianggap sah dan berlaku serta

mengikat antara keduanya apabila syarat-syaratnya sudah terpenuhi.

Adapun sayarat sahnya suatu perjanjian menurut syariah adalah sebagai

berikut:17

1) tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya

14

Al Quran terjemah, QS. An-Nahl (16): 91, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 15

Al Quran terjemah, QS. Al-Isra’ (17): 34, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 16

Al Quran terjemah, QS. Al-Maidah (5): 1, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 17

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004), h. 2-4

102

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang

bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang melawan hukum

syariah, sebab perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan hukum

syariah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi

masing-masing pihak untuk menempati atau melaksanakan perjanjian

tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu merupakan

perbuatan yang melawan hukum, maka perjanjian diadakan dengan

sendirinya batal demi hukum.

2) Harus sama ridha dan ada pilihan

Perjanjian yang diadakan oleh para pihak haruslah didasarkan kepada

kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridha/rela

akan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan

kehendak bebas masing-masing pihak.

Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu

kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan

tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada

kehendak bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

3) Harus jelas dan gamblang

Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang tentang

apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya

kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah mereka

perjanjikan dikemudian hari.

103

Sedangkan dalam hukum perdata (sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 1320 KUHPerdata) tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian adalah

sebagai berikut:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan

kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Sesuai disini

adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui

orang lain.

2) Kecakapan untuk membuat perjanjian

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang

akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang akan mengadakan

perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang

untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh

undang-undang.18

Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan

perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan

adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.19

3) Suatu hal/objek tertentu

Maksudnya adalah barang dalam perjanjian tersebut jelas dan tertentu.

18

Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: sinar grafika, 2006), h.

33-34 19

Lihat KUHPer Pasal 330

104

4) Suatu sebab yang halal

Maksudnya bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Undang-

Undang, Ketentuan Umum, Moral dan Kesusilaan.20

Dari beberapa persyaratan sebagaimana dijelaskan di atas jika

dihubungkan dengan pemanfaatan tanah milik pembeli akibat wanprestasi

pembayaran dalam jual beli tembakau yang dilakukan masyarakat Desa

Banjarsari, yakni Bapak Saiful Bahri dengan Bapak Baihaki dan Bapak Dula

dengan Bapak Ahmad Faisol Amir tidak sah menurut menurut Hukum Islam,

karena meskipun perjanjian tersebut lahir dari adanya kesepakatan oleh kedua

belah pihak namun karena isi perjanjian tidak sesuai/menyalahi hukum

syariah yang menjadi syarat dari sah nya perjanjian dalam Islam, maka

perjanjian tersebut tetap tidak dapat dibenarkan dalam Islam.

Kesepakatan perjanjian pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat

Desa Banjarsari menimbulkan masalah baru, yakni pihak pemilik tanah

semakin terpuruk dalam kehidupannya karena tidak bisa menggarap tanah

milik yang selama ini memberikan pemasukan untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan keluarganya, ditambah lagi dia harus melunasi hutangnya kalau ia

menginginkan untuk menggarap tanahnya kembali dan tanah tersebut tidak

dapat dimanfaatkan sampai dia melunasi hutangnya, sehingga dalam hal ini

pemilik tanah menjadi semakin terpuruk dalam kehidupannya. Sementara

pelaku pemanfaatan sekaligus pihak penjual tembakau diuntungkan karena

dia bisa memperoleh hasil dari tanah garapan dan hasil yang diperoleh

20

KUHPer, Pasal 1337, h. 342

105

menjadi hak miliknya secara penuh tanpa mengurangi jumlah piutang yang

ada pada pemilik tanah. Dengan demikian apa yang menjadi kesepakatan

antara pembeli dan penjual sama halnya dengan mengganti masalah dengan

masalah yang lain. Hal seperti ini dilarang dalam Islam, kecuali dalam

keadaan darurat yaitu mengganti kesukaran dengan kesukaran yg lebih ringan

sesuai dengan kaidah ushul fikih.

األخف يزال با لضرار األشد الضرار 21

Sehingga dapat dikatan bahwa apa yang menjadi kesepakatan oleh

beberapa pihak pelaku pemanfaatan tanah di Desa Banjarsari menyimpang

dari aturan-aturan yang ada di dalam Hukum Islam. Penyimpangan-

penyimpangan tersebut walaupun atas kerelaan dan keikhlasan dari pemilik

tanah untuk dimanfaatkan, tetapi karena pemanfaatan yang dilakukan

membuat pelaku pemanfaatan mendapatkan hasil dobel atau berlipat maka hal

ini dapat dikategorikan kepada riba nasi’ah yaitu riba yang telah ma’ruf atau

terkenal di kalangan masyarakat jahiliyyah semasa lalu dan riba semacam ini

dilarang dengan sangat sebagaimana tercantum dalam Firman Allah SWT

dalam surat al-Baqarah ayat 278-279:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa

riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika

21

Asmuni Abdurrahman, Kaedah-kaedah Fiqh, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal: 82

106

kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa

Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari

pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan

tidak (pula) dianiaya.22

Firman Allah SWT dalam surat Al-Imran ayat 130:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan

berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan.23

Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 39:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada

harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang

kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan

Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat

gandakan (pahalanya).24

Sehingga dengan ayat-ayat tersebut diatas maka pemanfaatan yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Banjarsari yakni Bapak Saiful Bahri dan

Bapak Dula yang memanfaatkan tanah milik Bapak Baihaki dan Bapak

Ahmad Faisol Amir dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut bertentangan

dengan nash al-Qur’an maupun sunnah. Ada penyimpangan yang tidak dapat

di tolerir yaitu adanya penambahan nilai yang dihasilkan oleh pemanfaatan

yang dilakukan oleh penjual tembakau karena adanya wanprestasi pihak

pembeli. Disini termasuk riba nasi’ah walaupun sudah ada izin dan kerelaan

dari pemilik tanah tanpa adanya paksaan yang merupakan asas dan syarat

dalam bermuamalat. Tetapi hukum Islam tidak dapat mentolerir keharaman

riba menjadi suatu yang diperolehkan atau dibolehkan berdasarkan ayat

berikut:

22

Al Quran terjemah, QS. al-Baqarah (2): 278-279, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 23

Al Quran terjemah, QS. al-Imran (3): 130, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta 24

Al Quran terjemah, QS. ar-Rum (30): 39, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta

107

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit

gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah

sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum

datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;

mereka kekal di dalamnya.25

Sedangkan jika dihubungkan dengan Hukum Perdata maka perjanjian

pemanfaatan tanah yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banjarsari yakni

Bapak Saiful Bahri dan Bapak Dula yang memanfaatkan tanah milik Bapak

Baihaki dan Bapak Ahmad Faisol Amir hukumnya adalah boleh karena

perjanjian pemanfaatan tersebut lahir dari adanya kesepakatan dari kedua

belah pihak serta tidak ada paksaan dan masing-masing yang mengadakan

perjanjian cukup untuk bertindak menurut hukum. hal ini sebagaimana tertera

dalam pasal 1320 tentang syrat sahnya suatu perjanjian.

Dalam KUH Perdata dijelaskan bahwa yang berhak untuk menikmati

hasil dari tanah adalah pemilik tanah itu sendiri, hal ini seperti yang

disebutkan dalam pasal 571 sebagai berikut:

25

Al Quran terjemah, QS. al-Baqarah (2): 275, Departemen Agama RI tahun 2002, Jakarta

108

Hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu

yang ada di atasnya dan di dalam tanah itu. Di atas sebidang tanah,

pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan

bangunan yang dikehendakinya, hal ini tidak mengurangi

pengecualian-pengecualian tersebut dalam Bab IV dan VI dalam

undang-undang ini. Di bawah tanah itu ia boleh membangun dan

menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh

dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam

perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan,

pengambilan bara, dan barang-barang semacam itu.

Dengan mengacu pada pasal ini maka seharusnya yang dapat

menikmati hasil dari tanah tersebut hanyalah pemilik tanah saja sehingga

pemanfaatan terhadap tanah milik orang lain dengan mengambil hasil dari

tanah tersebut tidak dibenarkan.

Namun jika mengacu pada pasal 756 tentang hak pakai yang

berbunyi:

Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang

diperbolehkan menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik

orang lain, seolah-olah dia sendiri pemilik kebendaan itu, dan

dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya.26

Maka pemanfaatan terhadap barang milik orang lain boleh dengan

mempertimbangkan hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh

masing-masing pihak.

Hak pemakai hasil tersebut sebagaimana disebutkan dalam pasal 756

KUH Perdata adalah pemakai hasil berhak untuk menikmati akan segala jenis

hasil dari kebendaan yang bersangkutan, tak berbedalah, apalah hasil itu

karena hasil alam, hasil pekerjaan orang atau pun hasil perdata.27

Segala hasil

karena alam dan hasil pekerjaan orang, yang mana tatkala hak pakai hasil

26

Lihak pasal 756 KUH Perdata 27

Lihat pasal 761 KUH Perdata

109

mulai berjalan, masih melekat pada pohon-pohon atau akar-akarnya, adalah

kepunyaan si pemakai.28

Kemudian mengenai kewajiban-kewajiban pemakai hasil sebagaimana

disebutkan dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut:

“Pasal 782 “Pemakai hasil harus menerima barang yang bersangkutan

dalam keadaan yang sama seperti pada waktu haknya mulai berlaku.

Pada waktu hak pakai hasil berakhir, pemakai hasil wajib

mengembalikan barang itu dalam keadaan pada waktu itu, tanpa

mengurangi ketentuan-ketentuan (dalam Pasal 779 dan 780)29

, dan

kewajiban memberi ganti rugi karena kerusakan yang terjadi.”

Jika dikaitkan dengan pasal ini maka pemanfaatan yang dilakukan

oleh penjual tembakau di Desa Banjarsari diperbolehkan, karena

pengembalian barang milik orang lain dalam kasus ini adalah pembeli

tembakau yang berupa tanah dikembalikan tidak dalam keadaan rusak.

Sehingga berdasarkan pasal ini maka sudah memenuhi kewajiban sebagai

pemakai hak dan hukumnya adalah boleh.

Kemudian mengenai pengambilan hasil yang diperoleh dari

pemanfaatan tanah tersebut dalam KUH Perdata diperbolehkan karena

dalam hukum perdata mengenai tambahan terhadap sejumlah pinjaman

(bunga) tidak dilarang, sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 1765 BW

yang berbunyi: “adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas

peminjaman uang atau barang yang menghabis karena pemakaianya”.

Dari bunyi pasal 1765 BW sebagaimana diatas, mencantumkan

mengenai bunga (tambahan pembayaran), sehingga dapat ditarik

28

Lihat pasal 762 KUH Perdata 29

Pasal 779 dan 780 menjelaskan mengenai perbaikan terhadap benda ketika haknya berakhir

110

kesimpulan bahwa dalam hukum Perdata pertambahan nilai yang

diperoleh dari pemanfaatan tanah milik orang lain yang dilakukan oleh

penjual tembakau di Desa Banjarsari hukumnya diperbolehkan.