81
64 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan mewawancarai 17 anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2014- 2019 yang menjadi informan. Wawancara dilakukan ketika suhu politik Ibu Kota sedang memanas, menjelang sampai sesudah Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Wawancara pertama dilakukan pada 31 Maret 2017, dua pekan sebelum pencoblosan. Ketika itu, Jakarta sedang menjadi pusat perhatian. Sebagian orang menunggu hari ‘H’ pencoblosan Pilkada putaran kedua dengan cemas dan was was. Sebagian orang lagi kawatir akan terjadi hal buruk mengingat kuatnya pengelompokan massa pendukung masing masing kandidat. Sedangkan wawancara terakhir, dengan informan ke-16, peneliti lakukan pada 5 Juni 2017. Ketika itu Jakarta sudah relatif tenang karena ‘puncak ketegangan’ Pilkada telah terlewati. Semua pihak menerima hasil Pilkada. Proses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain terkendala pelaksanaan Pilkada. Beberapa informan kebetulan terlibat dalam pemenangan kandidat. Banyak diantara mereka yang sebelumnya memastikan bersedia diwawancarai, membatalkan atau menunda sampai sesudah Pilkada. Bahkan ketika hasil Pilkada telah diketahui, beberapa informan sulit ditemui karena kesibukan mereka.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - … fileProses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain terkendala pelaksanaan Pilkada. ... Mereka berasal dari 10 Partai Politik yakni,

Embed Size (px)

Citation preview

64

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan mewawancarai 17

anggota DPRD DKI Jakarta Periode 2014- 2019 yang menjadi informan.

Wawancara dilakukan ketika suhu politik Ibu Kota sedang memanas, menjelang

sampai sesudah Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.

Wawancara pertama dilakukan pada 31 Maret 2017, dua pekan sebelum

pencoblosan. Ketika itu, Jakarta sedang menjadi pusat perhatian. Sebagian orang

menunggu hari ‘H’ pencoblosan Pilkada putaran kedua dengan cemas dan was –

was. Sebagian orang lagi kawatir akan terjadi hal buruk mengingat kuatnya

pengelompokan massa pendukung masing – masing kandidat.

Sedangkan wawancara terakhir, dengan informan ke-16, peneliti lakukan pada

5 Juni 2017. Ketika itu Jakarta sudah relatif tenang karena ‘puncak ketegangan’

Pilkada telah terlewati. Semua pihak menerima hasil Pilkada.

Proses pengumpulan data memakan waktu cukup lama antara lain terkendala

pelaksanaan Pilkada. Beberapa informan kebetulan terlibat dalam pemenangan

kandidat. Banyak diantara mereka yang sebelumnya memastikan bersedia

diwawancarai, membatalkan atau menunda sampai sesudah Pilkada. Bahkan

ketika hasil Pilkada telah diketahui, beberapa informan sulit ditemui karena

kesibukan mereka.

65

Sebagian besar informan peneliti wawancarai di Gedung DPRD DKI Jakarta,

Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sebagain lagi peneliti temui di luar Gedung

DPRD, diantaranya di markas partai mereka.

Rentang waktu pengumpulan data, menjelang sampai sesudah Pilkada DKI

Jakarta putaran kedua, sangat mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

Mengingat, saat itu para anggota DPRD DKI Jakarta, seperti halnya warga

Jakarta, terbelah, terpolarisasi menjadi dua kubu : penyokong Anies Baswedan

dan pendukung Ahok.

4.1. Gambaran Umum DPRD DKI Jakarta

Gedung DPRD DKI Jakarta, tempat para wakil rakyat Jakarta ngantor,

terletak di Jalan Kebun Sirih, Jakarta Pusat. Anggota DPRD DKI Jakarta periode

2014-2019 berjumlah 106 orang. Mereka berasal dari 10 Partai Politik yakni,

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan perolehan sebanyak 28 kursi,

Partai Gerindra 15 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebanyak 11 kursi,

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Hati Nurani

Rakyat masing-masing memperoleh 10 kursi, Partai Golongan Karya 9 kursi,

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 6 kursi, Partai Nasional Demokrat 5 kursi, dan

Partai Amanat Nasional 2 kursi

Para wakil rakyat dibagi menjadi 9 fraksi yakni Fraksi PDI-Perjuangan

sebanyak 28 anggota, Fraksi Partai Gerindra 15 anggota, Fraksi PKSI 11

anggota, Fraksi PPP 10 anggota, Fraksi Partai Demokrat-PAN 12 anggota, Fraksi

66

Partai Hanura 10 anggota, Fraksi Partai Golongan Karya 9 anggota, Fraksi PKB

6 anggota, Fraksi Partai Nasdem 5 anggota.

DPRD DKI dipimpin oleh lima orang yang terdiri dari, yakni Ketua Prasetio

Edi SH (PDIP), dan empat wakil ketua, yaitu, H. Mohamad Taufik (Gerindra),

Ir. Triwisaksana, M. Sc (PKS), H. Lulung AL, SH (PPP), dan Mayjen TNI (Purn)

H. Ferrial Sofyan (Partai Demokrat).

Untuk mendapat gambaran umum tentang DPRD DKI Jakarta, kita lihat

sejarah perjalanan lembaga legislatif ini. Sejak Indonesia merdeka, Pemerintah

membentuk Komite Nasional Daerah Kota Jakarta yang diatur dengan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Pemerintahan Nasional

Daerah. Mengacu pada UU Nomor 1 pasal 2, ditetapkan Komite Nasional Daerah

menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dipimpin oleh Kepala Daerah

menyelenggarakan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya.

Dalam pelaksanaannya, hingga akhir tahun 1946, Badan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Jakarta baru beranggotakan 39 orang. Penyelenggaraan

Pemerintahan Nasional Kota Jakarta tidak berjalan dengan lancar dan berakhir

pada 21 Juli 1947. Sehingga berakhir pula masa jabatan Badan Perwakilan

Rakyat Daerah Kota Jakarta yang dibentuk pada awal kemerdekaan Indonesia.

Berakhirnya Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta itu bersamaan

dengan mendaratnya tentara pendudukan sekutu pada 29 September 1945. Pada

21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan serta menduduki wilayah-wilayah

yang dikuasai oleh RI, tidak terkecuali kekuasaan-kekuasaan Pemerintah RI di

kota Jakarta.

67

Pada 25 Agustus 1948 ditetapkan Ordonantie tentang pengaturan sementara

mengenai aparatur pemerintahan stadsgemeente di Pulau Jawa (Ordonantie

Tijdelijke voor Ziengenbestuur Stadsgemeente Java Stadsblad 1948 Nomor 195)

yang bermaksud untuk membentuk kembali pejabat/dewan. Berdasarkan

ketentuan tersebut, Wakil Tinggi Mahkuta Belanda menerbitkan Staatsblad 1949

Nomor 56 yang membentuk kembali alat-alat perlengkapan baru untuk

menyelenggarakan tugas kekuasaan Stadsgemeente Batavia. 1

Keputusan tersebut kemudian diperbaharui dengan keputusan pada 28

Februari 1949 Nomor 13 yang diumumkan dalam Staatsblad 1949 Nomor 68,

menetapkan bahwa semua wewenang, hak, kewajiban dan pekerjaan lainnya

dijalankan oleh Stadsbestuursraad (Majelis Pemerintahan Kota Jakarta), College

van Dagelijks Bestuur (Badan Pemerintahan Harian), dan Burgemeester. 2

Dengan Keputusan Sekretaris van Staat voor Binnenlandse Zaken (Sekretaris

Negara untuk Urusan Dalam Negeri dari Pemerintah Pre-Federal tanggal 3 Maret

1949 Nomor AZ 25/3/7 ditetapkan jumlah anggota Majelis Pemerintahan Kota

Jakarta sebanyak 33 orang. Pada 27 Desember 1949 berlangsung pemulihan

kedaulatan Indonesia dari tangan Belanda kepada bangsa Indonesia. Sejak itu

berdirilah Republik Indonesia Serikat sebagai suatu negara hukum yang

demokratis dan berbentuk federasi.3

Stadsgemeente Jakarta sebagai suatu daerah swatantra di dalam lingkungan

wilayah Distrik Federal Jakarta tetap berlangsung berdasarkan ketentuan

1 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 2 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 3 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/

68

perundangan desentralisasi yang telah ada sebelum RIS, yaitu S.G.O dan

“ordonantie tijdelijke voorzienigen bestuur stadsgemeente Java”. Begitu juga

susunan dan organisasi stadsgemeente tidak berubah. 4

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Majelis Pemerintahan

Kota Jakarta, Badan Pemerintahan Harian dan walikota yang dibentuk pada

zaman Pre-Federal. Tetapi, sesuai ketentuan, jangka waktu pelaksanaan tugas

Majelis Pemerintahan Kota Jakarta dan Badan Pemerintahan Harian hanya satu

tahun, maka pada 1 Maret 1950 kedua badan tersebut meletakan jabatannya. 5

Untuk mencegah macetnya penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Jakarta,

dengan keputusan presiden, maka pada 28 Februari 1950 Nomor 93, ditetapkan

semua kekuasaan, hak dan kewajiban serta segala urusan dan pelaksanaan

menurut perundang-undangan yang berlaku berada dalam tangan Dewan

Perwakilan Kota dan College van Burgemeesteren Wethouders dari Gemeente

kota Jakarta, untuk sementara dilaksanakan oleh walikota.

Pemerintahan tunggal tersebut tidak berlangsung lama, karena Kementerian

Dalam Negeri RIS melakukan usaha-usaha untuk membentuk majelis yang baru.

Pada akhir Februari 1950, Kementerian mengadakan pertemuan dengan pelbagai

partai politik dan organisasi lain. Pada pertemuan tersebut disetujui pembentukan

sebuah Panitia pembaharuan Majelis Pemerintahan Kota Jakarta yang disebut

Panitia Tujuh yang bertugas membentuk sebuah majelis baru, yang didalamnya

duduk wakil-wakil dari pelbagai aliran politik yang mencerminkan keadaan dari

masyarakat Kota Jakarta ketika itu.

4 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 5 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/

69

Dalam majelis dijamin sekurang-kurangnya 7 kursi untuk partai-partai politik.

Pemilihan pun dilangsungkan dalam 2 tahap, yaitu pertama dipilih terlebih

dahulu 7 orang diantara calon-calon yang diajukan oleh partai-partai politik saja,

kemudian baru dilakukan pemilihan 18 orang lainnya dari semua calon.6

Berdasarkan pemilihan yang diikuti oleh 177 organisasi, terdapat 25 orang

calon mendapat suara terbanyak dan dinyatakan terpilih. Pada tanggal 9 Maret

1950, selesailah tugas pekerjaan Panitia Tujuh, dan 25 nama tersebut diatas

disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri RIS untuk disahkan sebagai anggota-

anggota Majelis Pemerintahan Kota Jakarta yang baru.

Dengan keputusan Menteri Dalam Negeri RIS tanggal 16 Maret 1950 Nomor

B.Z/3/4/13 diangkatlah 25 orang yang diajukan oleh Panitia Tujuh tersebut

menjadi Dewan Perwakilan Kota Sementara dari Kotapraja 9 Jakarta terhitung

mulai tanggal 15 Maret 1950.

Pada tanggal 30 Maret 1950 Nomor 203 masa jabatan Dewan Perwakilan

Rakyat Kota Sementara diperpanjang selama 6 bulan yaitu hingga 1 Januari 1951,

dengan catatan bahwa sebelum tanggal tersebut harus sudah terbentuk Dewan

Perwakilan Rakyat Kota berdasarkan pemilihan umum. Menjelang akhir tahun

1950 masih belum diadakan pemilihan untuk membentuk suatu Dewan

Perwakilan Kota yang baru.7

Untuk menghindarkan kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan daerah

Kota Jakarta, maka dengan Keppres RI tanggal 27 Desember 1950 Nomor 69,

masa jabatan yang semula ditetapkan hingga akhir tahun 1950 diperpanjang untuk

6 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 7 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/

70

waktu yang tidak ditentukan, dan akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Dalam

Negeri berdasarkan atas persiapan-persiapan penyelenggaraan pemilihan umum

anggota Dewan Perwakilan Kota tersebut.

Dewan Perwakilan Kota Sementara yang dibentuk pada zaman RIS, 1966 –

1969 menggunakan gedung Bouw Ploeg Maatschappy sampai tanggal 31

Agustus1956. Pemerintah Pusat mengeluarkan undang-undang tahun 1956 Nomor

14 yang mengatur pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan

Pemerintahan Daerah Peralihan di daerah-daerah berdasarkan pertimbangan

jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat

(Parlemen) yang baru di daerah masing-masing.

DPRD Peralihan bubar sesudah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas dasar

pemilihan umum dilantik, atau selambat-lambatnya 1 tahun setelah Undang-

Undang 1956/14 diundangkan. Undang-undang tersebut ditetapkan tanggal 17 Juli

1956. Jadi masa jabatan DPRD Peralihan hanya sampai tanggal 17 Juli 1957.

Tetapi jangka waktu 1 tahun tersebut dihapuskan karena tidak ada daerah yang

dapat membentuk DPRD dengan jalan pemilihan sebelum tanggal 17 Juli 1957.

Selanjutnya ditetapkan bahwa masa jabatan DPRD Peralihan ialah sampai

dilantiknya DPRD atas dasar Pemilu. Berdasarkan permohonan dimaksud,

Pemerintah telah mengubah UU Nomor 8 Tahun 1957 (LN 1957 Nomor 50 TLN

No. 1274), dimana dasar perhitungan untuk menentukan jumlah anggota DPRD

Kotapraja Jakarta Raya menjadi tiap-tiap 45.000 penduduk mempunyai seorang

wakil, dengan minimal 30 dan maksimal 50 anggota.

71

Berdasarkan SK Mendagri tanggal 20 Mei 1957 Nomor BPU/15/11/10 sebagai

pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun 1957 Jo. UU Nomor 8 Drt. 1957, jumlah

anggota DPRD sebanyak 41 orang. Atas dasar pertimbangan dengan kedudukan

Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota Negara yang ditetapkan dalam Penetapan

Presiden No.2 Tahun 1961 dan UU No. 10 Tahun 1964, yang memiliki

kelengkapan dari berbagai golongan politik dan Golongan Karya di dalam

masyarakat, serta memperhatikan perkembangan jumlah penduduk, maka oleh

Presidium Kabinet Kerja dengan keputusannya tanggal 29 Januari 1964 Nomor

Aa/C/61964 12 telah diadakan perubahan terhadap jumlah keanggotaan DPRD-

GR DKI Jakarta menjadi 50 orang.

Sampai terjadinya penghianatan G-30-S/PKI Tahun 1965, anggota DPRD-GR

DKI Jakarta berjumlah 49 orang, karena 1 orang anggotanya diberhentikan

berhubung dengan pembubaran partai Murba pada tahun 1964. Jumlah anggota

DPRD Periode 1966-1971 berjumlah 39 orang. Dalam periode ini dengan

Keputusan DPRD Nomor 9/DPRD-GR/1966 terdapat 11 orang anggota yang

berasal dari PKI dipecat, dan berdasarkan surat Ketua DPRD- GR Nomor

198/I/S/DPRD-GR terdapat 2 orang anggota dari Partindo diberhentikan

kegiatannya sebagai anggota DPRD.

Selanjutnya berdasarkan Kepmen Dagri/Deputi Menteri Pemerintahan

Umum dan Otonomi Daerah Nomor Des.2/12/40-85, terdapat 10 orang anggota

DPRD-GR diberhentikan dengan hortma serta pengangkatan 12 orang anggota

baru. Sesuai dengan UU Nomor 16 Th. 1969 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2

Th. 1970, jumlah anggota 13 DPRD periode 1977-1982 sebanyak 40 orang.

72

Dengan landasan UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan

Kedaulatan MPR, DPR dan DPRD, jis. yang disempurnakan menjadi UU Nomor

5 Th. 1975, serta PP Nomor 2 Th. 1976 yang menggariskan bahwa jumlah

anggota DPRD Tingkat I sekurang-kurangnya 40 orang dan sebanyak-banyaknya

75 orang dengan perhitungan untuk sekurang-kurangnya 200.000 jiwa penduduk

mendapat seorang wakil, maka keanggotaan DPRD DKI Jakarta masa bhakti

1982-1987 berjumlah 40 kursi.8

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun

1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD dan sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1985 jumlah anggota DPRD

tingkat I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 dan sebanyak-banyaknya 100 orang.

Sedangkan bagi DKI Jakarta ditetapkan sekurang-kurangnya 60 orang. Oleh

karena itu berdasarkan surat Mendagri Nomor 161.31-860 Th. 1987, anggota

DPRD DKI Jakarta masa bhakti 1987-1992 berjumlah 60 orang.

Berdasarkan Pasal 17 ayat (3) UU No. 16 Th. 1969 tentang Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah kembali dengan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995, jumlah anggota DPRD I sebanyak-

banyaknya 100 orang dan sekurang-kurangnya 45 orang dan dalam ayat (4)

ditetapkan bahwa jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapkan sekurang-

kurangnya 60 orang. Untuk masa bhakti 1992-1997 berdasarkan Kepmendagri

Nomor 47 Tahun 1992 jumlah anggota DPRD DKI Jakarta ditetapakan 75 orang. 9

8 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ 9 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/

73

Selanjutnya, untuk DPRD hasil Pemilu tahun 1997 hanya berusia 14 sekitar 2

tahun, karena terjadinya reformasi disegala bidang yang ditandai dengan

penggantian pimpinan nasional, dilakukannya perubahan terhadap Undang-

Undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, tentang

Pemilihan Umum, Partai Politik, Pemerintahan Daerah.

Keanggotaan DPRD hasil Pemilu 1997 ini berjumlah 85 orang. Selanjutnya

sebagai hasil Pemilu 1999, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang

Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, keanggotaan DPRD tetap

berjumlah 85 orang dan pada tahun 2004—2009 Anggota Dewan berjumlah 75

orang.

Gambar 4.1. Gedung DPRD DKI Jakarta, foto: Eni Saeni

74

Sedangkan pada periode tahun 2009—2014 Fraksi DPRD DKI Jakarta

berjumlah 10 Fraksi terdiri dari Fraksi Demokrat 32 Anggota, Fraksi PKS 18

Anggota, Fraksi PDI Perjuangan 11 Anggota, Fraksi Golongan Karya 7 Anggota,

Fraksi Persatuan Pembangunan 7 anggota, Fraksi Gerindra 6 Anggota, Fraksi

Hanura 4 orang anggota, Fraksi PDS 4 Anggota, Fraksi PAN 4 Anggota, Fraksi

PKB 1 Anggota. Jumlah seluruhnya 94 orang anggota dewan.

Pada Periode 2014 - 2019, DPRD DKI Jakarta berjumlah 106 orang.

Dengan pembagian kursi terdiri dari; Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

dengan perolehan sebanyak 28 kursi; Partai Gerindra dengan perolehan sebanyak

15 kursi; Partai Keadilan Sejahtera dengan perolehan sebanyak 11 kursi; Partai

Persatuan Pembangunan dengan perolehan sebanyak 10 kursi; Partai Demokrat

dengan perolehan sebanyak 10 kursi; Partai Hati Nurani Rakyat dengan perolehan

sebanyak 10 kursi; Partai Golongan Karya dengan perolehan sebanyak 9 kursi;

Partai Kebangkitan Bangsa dengan perolehan sebanyak 6 kursi; Partai Nasional

Demokrat dengan perolehan sebanyak 5 kursi; dan Partai Amanat Nasional

dengan perolehan sebanyak 2 kursi.

Adapun pembagian fraksi terdiri dari; Fraksi PDI-Perjuangan dengan jumlah

anggota dewan sebanyak – 28 anggota; Fraksi Partai Gerindra dengan jumlah

anggota dewan sebanyak – 15 anggota; Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dengan

jumlah anggota dewan sebanyak – 11 anggota; Fraksi Partai Persatuan

Pembangunan dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 10 anggota; Fraksi

Partai Demokrat-PAN dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 12 anggota;

Fraksi Partai Hanura dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 10 anggota;

75

Fraksi Partai Golongan Karya dengan jumlah anggota dewan sebanyak – 9

anggota; Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa dengan jumlah anggota dewan

sebanyak – 6 anggota; Fraksi Partai Nasional Demokrat dengan jumlah anggota

dewan sebanyak – 5 anggota.

4.2. Suasana rapat paripurna di DPRD DKI Jakarta, 26 April 2017. Foto: Eni

Saeni

Total keseluruhan kursi beserta Anggota DPRD DKI Jakarta untuk Periode

2014-2019 sebanyak 106 kursi anggota dari 10 partai politik. Sedangkan jumlah

fraksi DPRD DKI Jakarta untuk Periode 2014-2019 sebanyak 9 fraksi dari 10

partai politik.

76

4.2 Gambaran Umum Komunikasi Politik Gubernur Ahok

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kelak akan dikenang sebagai Gubernur

DKI Jakarta yang paling kontroversi, menimbulkan pro - kontra. Kontroversi

terjadi terutama dipicu oleh gaya kepemimpinan serta gaya komunikasi mantan

bupati Belitung Timur itu.

Gaya komunikasi Ahok memang tak lazim untuk ukuran pejabat negara. Ia

kerap bicara dengan nada tinggi, mata setengah melotot dan telunjuk menuding –

nuding. Kondisi yang sangat kontras dengan gaya komunikasi pejabat

pemerintahan pada umumnya: berbicara lembut dan santun dengan bahasa tubuh

tertata.

Dalam berkomunikasi, Ahok kerap menggunakan pilihan kata, diksi, yang

menyimpang dari ‘pakem’ bahasa pejabat. Di berbagai kesempatan ia sering kali

melontarkan kata - kata gaul anak muda semisal, ‘emang gue pikirin,’ ‘tanah

nenek moyang lu,’ atau ’gue nggak mau tahu’. Ia juga kerap menggunakan kata

yang bisa diasosisikan kasar, seperti ‘akan gue sikat’, ‘bego’, ’hajar saja’.

Bahkan Ahok menyebut maling, rampok, ‘taik’, mereka yang diduga melakukan

korupsi. Ketika menjawab pertanyaan awak media, Ahok tanpa canggung

menggunakan bahasa tak formal, lu-gue .

Khalayak luas akrab degan gaya komunikasi Ahok karena liputan media

massa, terutama televisi. Lewat layar kaca mereka bisa menyimak sang gubernur

berinteraksi dengan lawan bicaranya. Selebihnya, lewat jaringan social media,

Youtube, khalayak bisa mengetahui bagaiamana gaya Ahok memimpin rapat di

77

kantornya. Menggebrak meja, bicara dengan nada suara tinggi, itu biasa.

Utamanya jika ia kesal, misalnya karena bawahanya tak cakap bekerja.

Mencermati gaya komuniaksi Ahok, banyak yang membandingkan dengan

gaya Gubernur DKI Jakarta 1966 sampa1 1977, Ali Sadikin. Bang Ali, sapaan Ali

Sadikin, juga kerap berbicara lugas, to the point, terus terang layaknya Ahok.

Tetapi hal itu tak menimbulkan kontroversi secara luas karena waktu itu, di era

Orde Baru, pikiran - pikiran kirtis tak mudah terekspresikan. Media massa juga

tak semerdeka sekarang.

Jika ditilik dari prespektif komunikasi antarbudaya, gaya komunikasi Ahok

masuk kategori komunikasi konteks rendah (low context communication). Ciri

pelaku komunikasi konteks rendah yakni cendrung spontan, ceplas ceplos,

reaktif, to the point, lugas, tanpa basa - basi. Komunikator dalam komunikasi

konteks rendah lebih mengedepankan isi pesan yang disampaikan ketimbang

prosesnya. Pesan disampaikan secara tegas dan jelas (eksplisit).

Komunikasi konteks rendah yang dijalani Ahok, kenyataannya kerap

dipersepsikan banyak orang sebagai perilaku tak sopan, sombong, arogan dan lain

- lain. Terutama jika dibandingkan dengan gaya komunikasi para pejabat Negara

pada umumnya. Persepsi seperti itu muncul terutama dari mereka yang

‘menganut’ komunikasi konteks tinggi (hight context communication).

Dalam komunikasi konteks tinggi, pelakunya sangat memperhitungkan ke-

sopan-santunan, menggunakan bahasa lembut agar tak menyakiti pihak lain. Isi

pesan tak diutarakan secara terus terang, dipermanis, atau dibungkus dengan kata-

78

kata bersayap. Pelaku komuniasi konteks tinggi lebih mementingkan proses dan

‘bungkusnya’, ketimbang isi pesan yang disampaikan.

Menurut Edward T. Hall, komunikasi dengan budaya memiliki hubungan

yang sangat erat. “Communication is culture and culture is communication”

(komunikasi adalah budaya, dan budaya adalah komunikasi). Hall membedakan

budaya konteks tinggi (high context culture) dengan budaya konteks rendah

(low context culture). Budaya konteks rendah ditandai dengan komunikasi

konteks rendah seperti pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung lugas

dan berterus terang. Para penganut budaya ini mengatakan bahwa apa yang

mereka maksudkan (the say what they mean) adalah apa yang mereka

katakan (they mean what they say).10

Secara umum, pola komunikasi low-context memiliki pola pendekatan logika

linear, gaya interaksi verbal yang lugas, menyampaikan maksud dengan terang-

terangan, dan sender-oriented. Sender-oriented berarti bahwa si pembawa pesan

(sender) harus secara gamblang menyatakan maksud dan tujuannya kepada si

penerima pesan (receiver), sehingga gaya bahasa karakter low-context cenderung

terlihat vulgar . 11

Gaya komunikasi Ahok menjadi tampak kontras karena pejabat negara

umumnya menerapkan prinsip - prinsip komunikasi konteks tinggi. Mayoritas

masyarakat Indonesia juga sudah ‘terbiasa’ dengan gaya komunikasi pimpinan

mereka - di semua level - yang cenderung basa- basi, bermanis - manis. Pidato

pada acara - acara resmi mulai dari pertemuan tingkat RT sampai sidang di

10 Understanding Cultural Differences, Edward T. Hall. 11 Managing Intercultural Conflicts Effectively, Stella Ting-Toomey.

79

gedung parlemen menggambarkan hal itu. Dalam situasi seperti itu, gaya Ahok

tampak ganjil. Ia ibarat ‘mahluk langka.’ Apa boleh buat, tak sedikit yang

mempersepsikan negatif gaya komunikasinya.

Meski begitu, banyak juga yang tak mempersoalkan gaya komunikasi Ahok

terutama jika dikaitkan dengan integritas dan kinerjanya selaku gubernur DKI

Jakarta. Survei yang dilakukan Kompas menunjukan, dalam rentang pilihan skor 1

(sangat buruk) sampai 10 (sangat baik) responden memberikan nilai rata - rata

7,53 untuk kejujuran Ahok. Kesan positif masyarakat tentang kejujuran Ahok

antara lain tercermin dalam keseriusannya dalam menghadapi kontroversi ‘dana

siluman’ DPRD DKI Jakarta. 12

Langkah konfrontatif Ahok terkait ‘dana siluman’ meninggalkan kesan positif

bagi publik. Sebagian besar responden (69,1 persen) menilai ketegasan dan

keberanian Ahok menjadi keunggulan sang gubenur. Dengan kata lain, sebagian

besar masyarat tak mempermasalahkan gaya komunkiasi Ahok sepanjang itu

demi kepentingan rakyak. Dalam konteks kasus ‘dana siluman’ demi

menyelamakan dana APBD dari kebocoroan.13

Fakta berbicara tak sedikit yang mengkritis gaya komunikasi Ahok. Ketika

hubungan Ahok dan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, memanas,

pakar komunikasi politik Emrus Sihombing, berpendapat hal itu akibat gaya

komunikasi Ahok tidak menyejukkan dan cenderung konfrontatif. "Kita bisa

bicara segala sesuatu dengan baik, kalau memiliki kemampuan berkomunikasi,"

12http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/27/15060061/Gubernur.DKI.antara.Retorika.dan.Sosok 13http://megapolitan.kompas.com/read/2015/05/27/15060061/Gubernur.DKI.antara.Retorika.dan.Sosok

80

kata akademisi Universitas Pelita Harapan Jakarta itu. Menurut Emrus Sihombing

dalam berkomunikasi Ahok terkesan merendahkan lawan bicaranya. Padahal,

kesetaraan merupakan hal prinsip dalam berkomunikasi.

Memang tak bisa dipungkiri banyak pihak yang tak nyaman dengan gaya

komunikasi Ahok. Persepsi negatif atas gaya komukiasi Ahok pulalah yang

dikapitalissai oleh lawan politiknya dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta,

Feberuari 2017. Kompetitor Ahok menjadikan gaya komunikasi sang petahana

sebagai titik lemah yang dieksploitasi untuk meraih simpati pemilih. Salah

seorang kandidat, misalnya, menyebut gaya komunikasi Ahok sebagai intimidasi

yang membuat bawahanya merasa ketakutan dan tak nyaman bekerja.

Ahok, yang pada tahun 2006 dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah

satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia, akhirnya kalah dalam Pilkada DKI

Jakarta. Tapi menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), Sri

Yanuarti, kekalahan Ahok utamanya bukan karena faktor komunikasi. Faktor

terbesar penyebab kekalahan Ahok, kata Sri, adalah kapitalisasi agama dengan

isu yang dilakukan secara masif.

Menurut Sri Yanuarti, Eep Saefulloh Fatah, konsultan tim pemenangan

pasangan Anies-Sandi, di media social mengatakan dirinya ingin jaringan masjid

menjadi alat untuk mengalahkan Ahok. "Bagaimana gunakan masjid dan itu

memang pengakuan yang direncanakan. Barangkali dia tidak hitung impact dari

strategi yang dilakukan," pungkas Sri.

Sejatinya, gaya komunikasi Ahok yang lugas dan cenderung kasar itu tak

ujug –ujug, tiba – tiba, muncul ketika memimpin Jakarta. Jejak gaya

81

komunikasinya bisa ditelusur jauh ke belakang saat ia menjadi orang nomor satu

di Belitung Timur tahun 2005 sampai 2006. Ketika mengontrol pelayanan rumah

sakit, misalnya, Ahok kerap kali berdebat bahkan adu mulut dengan para dokter.

Ia marah lantaran menemukan sejumlah penyimpangan yang dilakukan pihak

rumah sakit dan dinas kesehatan. ’’Setiap Minggu saya nongkrongin rumah sakit.

Ternyata oknum nakal itu datang dari perawat, dokter dan dinas kesehatan. Ini

fakta. Setiap malam Minggu saya di sana,” ujar Ahok.

Melontarkan pernyataan pedas yang membuat gerah banyak pihak juga biasa

dilakukan Ahok ketika ia duduk di Komisi Dua DPR RI. Ahok yang masuk

parlemen pada 10 Oktober 2009 lewat Partai Golkar itu tanpa ragu berbicara

lantang ketika mencium adanya kejanggalan. Ketika ada pemasangan ratusan

mesin pendingin udara (AC) Wisma DPR RI Griya Sabha, di Kopo Cisarua, Jawa

Barat, yang berudara sejuk, Ahok berkata, “Untuk apa sesungguhnya memasang

AC? Rasanya Wisma Kopo masih tidak terlalu perlu, dengan selimut dan baju

lengan panjang dan celana panjang , masih pas sejuknya. Ataukah banyak anggota

DPR yang mengeluh kurang dingin?”

Gaya komunikasi ‘unik’ lain dari Ahok ketika menjabat Gubernur DKI

Jakarta yakni kebiasannya secara langsung menerima keluhan warga di Balai

Kota. Beragam latar belakang warga dengan bermacam problematika ia hadapi.

Ini sebuah terobosan komunikasi yang memungkinkan rakyat segera mendapat

solusi atas problem yang mereka hadapi.

Menariknya, dalam kesempatan tersebut Ahok tak jarang berbicara lantang,

dengan nada tinggi setengah berteriak, sampai mukanya memerah. Itu terjadi

82

terutama jika yang keluhan yang disampikan warga ‘salah alamat’ tapi si pengeluh

memaksakan kehendak pada sang gubernur.

Kerumunan warga yang menunggu kedatangan Ahok di halaman Balai Kota,

kini tinggal cerita. Pada 9 Mei 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta

Utara mengirim Ahok, yang memimpin Jakarta sejak 14 November 2014 itu, ke

bui karena kasus penodaan agama.

4.3. Hasil Penelitian

4.3.1. Profil Informan

Informan dalam penelitian ini sebanyak 17 orang, dipilih sesuai persyaratan

yang peneliti tetapkan, seperti tertuang di Bab 3. Mereka adalah anggota DPRD

DKI Jakarta periode 2014 – 2019 yang pernah berkomunikasi secara verbal dan

non verbal dengan Gubenrur Ahok, minimal lima kali melihat tayangan berita

tentang Ahok, minimal lima kali membaca berita tentang Ahok di media massa

maupun media social, minimal 5 kali menghadiri rapat paripurna.

Sebagian informan wajahnya sering tampil muncul di media masa, seperti

koran, majalah maupun media online. Mereka kerap menjadi narasumber terkait

kebijakan Gubernur DKI Jakarta atau -masalah yang terkait dengan pemerintahan

dan masyarakat.

Mayoritas informan tidak keberatan nama dan identitas mereka

dipublikasikan dalam disertasi ini. Namun untuk menjaga etika akdemik, reputasi

dan keredibilitas informan, peneliti hanya mencantumkan inisial mereka. Berikut

profil singkat para informan tersebut

83

1. PE

PE adalah Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki

kelahiran Kudus, Jawa Tengah, 13 Mei 1962 ini terpilih menjadi

pimpinan dewan sejak 26 September 2014. PE pernah menjabat sebagai

anggota DPRD DKI Jakarta periode 2013 hingga 2014, ketua bidang

kemitraan KONI DKI Jakarta, ketua DPD Banteng Muda Indonesia DKI

Jakarta, ketua DPD Pemuda Demokrat Indonesia DKI Jakarta, ketua

presidium Nasional GERAM (Gerakan Rakyat Anti Madat), dan

sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta.

Ayah lima anak ini tidak pernah bercita-cita menjadi politikus. “Saya

ingin menjadi polisi, sebab saya orangnya nakal, tukang kelahi, bolak-

balik masuk rumah sakit dan penjara. Saat di penjara itulah saya terkesan

dengan kerja kepolisian,” kata PE di gedung DPRD DKI pada 31 Maret

2017.

Hubungan PE dan Ahok sangat dekat, karena sebagai ketua DPRD DKI

sekaligus partai pendukung Ahok, PE sering berkomunikasi politik

dengan Gubernur Ahok, baik di acara-acara formal, seperti rapat

paripurna, maupun informal, seperti saat makan siang bersama, minum

kopi di kantor Gubernur. Saat berkomunikasi dengan Ahok, dalam

suasana informal, biasanya PE dan Ahok menggunakan bahasa gaul,

seperti lu, gue.

2. MT

84

MT adalah wakil ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki

kelahiran Jakarta, 3 Januari 1957 ini mulai masuk ke dunia politik

dengan bergabung di Partai Golongan Karya. Di era reformasi, lulusan

Universitas Jayabaya ini bergabung dengan Partai Keadilan dan

Persatuan (PKP) yang didirikan oleh Edi Sudrajat.

Pada 1999, dia mundur dari aktifitas politik dan memilih berada di jalur

independen dengan mendirikan Pusat Pengkajian Jakarta bersama rekan

seperjuangannya. MT pernah mengikuti seleksi anggota Komisi

Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan akhirnya terpilih. Purna tugas

sebagai pimpinan KPU DKI Jakarta, ayah tiga anak ini kembali terjun ke

dunia politik dan bergabung di Partai Gerindra. Aktivis HMI ini pun

didapuk menjadi pemimpin DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Gerindra

DKI Jakarta. Taufik tak hanya menggeluti dunia politik, tapi juga dunia

bisnis. Dia meneruskan bisnis ayahnya mengelola radio Muara, radio

yang menyuarakan tentang dunia bahari.

Di dunia politik, MT dikenal sebagai politikus yang sering berbeda

pendapat dengan Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, Basuki

Tjahaja Purnama. Misalnya dalam kasus pembelian tanah Cengkareng,

penggusuran warga Luar Batang, dan sebagainya. Ketika Joko Widodo

mengundurkan dari sebagai Gubernur karena mengikuti pemilihan

presiden pada 2013 dan posisinya digantikan oleh wakilnya Ahok, partai

tempat MT bernaung mengusulkan dirinya untuk mengisi posisi wakil

gubernur. Namun namun rencan itu tk kesampaian karena ada persoalan

85

internal partai. “Saya tidak berambisi di politik, tapi saya ingin setiap

pemimpin memiliki leadership yang baik dengan menyampaikan setiap

kebijakan dengan bahasa yang santun,” ujarnya saat diwawancarai di

Gedung DPRD DKI pada 3 April 2017.

Sebelum Ahok menjadi gubernur DKI Jakarta, hubungan MT dengan

Ahok terbilang baik. MT mengaku, komunikasi dia dengan Ahok ketika

Ahok didukung Gerindra cukup baik. “Yang bawa Ahok ke Jakarta kan

Gerindra, hubungan kami ketika itu sangat baik, komunikasi kami juga

baik, tapi dia berubah sejak menjadi Gubernur,” kata MT. Saat

hubungan keduanya baik, MT berkomunikasi dengan Ahok dengan

menggunakan bahasa gaul Betawi, seperti lu, gue.

3. TS

TS adalah wakil ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Lelaki

kelahiran Jakarta, 9 Juli 1971 ini terpilih menjadi anggota dewan dari

PKS. Lulusan Teknik Elektro Universitas Trisakti ini mulai bergabung

dengan PKS pada 1998 saat PKS masih bernama Partai Keadilan, sebagai

Pengurus Pusat Informasi PK (PIPK) Cabang Inggris Raya. Saat itu ayah

empat anak ini tengah studi teknik elektro di Birmingham University,

Inggris.

Dosen salah satu universitas swasta di Jakarta ini pernah menjabat Ketua

Umum DPW PKS DKI Jakarta pada 2005. Lima tahun tahun kemudian,

86

suami dari Lilia Sari ini didapuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan

Wilayah (MPW) PKS periode 2010-2015.

Sebagai Wakil Ketua DPRD, TS juga menjadi Ketua Badan Legislasi

Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta, badan yang melahirkan Perda.

Aktivitas lainnya, pria kalem ini juga aktif di berbagai kegiatan

kemasyarakatan. Antara lain, di Baitul Maal Sejahtera (BMS), lembaga

keuangan mikro untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi

ketergantungan pada rentenir dan memberikan modal bagi usaha kecil dan

menengah dengan model keuangan syariah. TS juga menjadi Pembina

Yayasan Pendidikan Aulia dan juga Pembina organisasi Relawan Jakarta.

Hubungan TS dengan Ahok cukup baik. Bahkan TS merasa nyaman

berkomunikasi dengan Ahok. Tetapi, karena Ahok sering berbicara suatu

hal yang berbeda mengenai konten yang sama, maka TS pun perlahan-

lahan mulai hati-hati saat berbicara dengan Ahok. Jika sebelumnya dia

suka berbicara dengan Ahok pada situasi informal, karena masalah prilaku

komunikasi Ahok, maka TS lebih suka berkomunikasi dengan Ahok dalam

suasana formal. “Jika dia bicara dengan DPRD setuju, lantas di depan

wartawan menjadi tidak setuju, kita punya bukti notulensinya,” ucap TS.

4. TQ

TQ adalah anggota DPRD DKI Jakarta kelahiran Jakarta, 16 Juni 1980.

Lelaki energik yang bicaranya penuh semangat ini sudah dua kali terpilih

87

sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2009-2014, 2014-2019,

melalui Partai Demokrat.

Ayah satu anak yang beragama Islam ini saat ini menjabat sebagai Ketua

DPC Partai Demokrat Jakarta Pusat. “Saya belajar banyak hal di politik,

termasuk komunikasi politik,” kata pria lulusan Fakultas Hukum

universitas swasta ini, saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta pada, 3

April 2017.

Hubungan TQ dengan Gubernur Ahok secara pribadi memang tidak terlalu

dekat, tapi secara kelembagaan, mereka sering terlibat dalam komunikasi

politik di suasana formal, seperti rapat paripurna yang dihadiri oleh

Gubernur Ahok.

5. AY

AY adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PKS. Lelaki kelahiran

Jakarta, 7 Juni 1963 ini memilih PKS sebagai kendaraan politiknya karena

merasa partai itu memiliki visi misi yang sama dengan pemikirannya. AY

pernah menjadi Ketua Partai Keadilan, cikal bakal PKS, Jakarta Selatan

periode 1998-2001. Kemudian pada 2002, ayah delapan anak ini menjabat

sebagai Ketua Takwinul Ummah DPW PKS DKI Jakarta. Dia juga aktif

sebagai anggota MPW PKS DKI Jakarta (2008-2010) dan Sekretaris DSW

PKS DKI Jakarta (2010-2015).

Pada 2005-2006, pria berjanggut yang tinggal di Kawasan Mampang,

Jakarta Selatan, ini pernah menjabat sebagai wakil ketua Komite

88

Pelanggan Air Minum (KPAM) Jakarta Selatan. Di DPRD, dia mengaku

banyak belajar mengenai gaya kepemimpinan dan gaya komunikasi

politik. “Seorang pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan semua

pihak, termasuk dengan pihak yang berseberangan,” ujar AY saat ditemui

di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 31 Maret 2017.

Hubungan AY dengan Gubernur Ahok diakui AY hanya sebatas hubungan

kerja, mitra pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Dia bertemu

dengan Ahok dalam acara-acara resmi seperti rapat paripurna. Sebelumnya

memang sering menghadiri acara informal yang digagas partainya dalam

berkomunikasi politik dengan Ahok. Namun karena ada perbedaan prinsip

berkomunikasi, maka selanjutnya AY, seperti halnya rekan separtainya

TS, dia lebih suka berkomunikasi dengan Ahok dalam suasana formal.

6. AW

AW adalah anggota DPRD DKI dari partai PAN. Sebelum terjun ke

politik, AW pernah menjadi pejabat structural di Kementerian Pendidikan.

Tak sampai pensiun dia menjadi PNS, karena ‘kepincut ‘ terjun ke dunia

politik. Menurut dia, dia bisa mendengarkan aspirasi masyarakat lebih luas

lagi. Karena itu, dia masuk Partai Amanat Nasional (PAN). Melalui PAN,

AW berhasil menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dua periode, 2004 -

2009, 2014-2019. Di DPRD periode 2014-2019, ayah empat anak

kelahiran Tegal, 9 Maret 1950 ini duduk di a komisi E (kesra,

pendidikan,olahraga, social, agama). Dia juga menjawab sebagai wakil

89

ketua Fraksi, dan anggota Baleg (Badan Legislatif). Pria yang ramah dan

cepat akrab ini sebelumnya aktif di berbagai organisasi antara lain, Ketua

Umum IPQAH DKI Jakarta, Bendahara Umum PGRI DKI Jakarta,

Bendahara Umum ICMI DKI Jakarta dan Sekretaris Umum Majelis Dzikir

SBY NS DKI Jakarta.

Saat terjadi kisruh antara anggota dewan dan Gubernur Ahok, anggota

Fraksi Partai Demokrat- PAN ini menjadi orang pertama yang

menandatangani dukungan pelaksanaan hak menyatakan pendapat (HMP)

atas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Padahal, ketika itu

fraksinya belum memiliki keputusan bulat soal hal itu. Hubungan AW

dengan Gubernur Ahok dalam berkomunikasi politik, hanya sebatas

hubungan kelembagaan, hubungan kerja. Meski demikian, AW mengikuti

perkembangan Gubernur Ahok dalam berkomunikasi dengan DPRD

maupun rakyat. Dia tidak suka gaya komunikasi Ahok yang meledak-

ledak, menuding, menuduh, rakyat maupun anggota dewan tanpa bukti.

Seperti saat Ahok berkata maling pada seorang ibu yang bertanya soal

kartu KJP dan saat Ahok menuding rampok pada anggota dewan.

Meski demikian, AN tetap focus pada kerja DPRD sebagai lembaga

pengawas anggaran dan pembuat legislasi. Di sela-sela kesibukannya

sebagai politikus, AN harus bolak-balik Bandung – Jakarta untuk kuliah

S3, di Universitas Uninus Bandung.

90

6. SY

SY menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Hanura. Sebelum

terjun di politik, bapak empat anak kelahiran Makassar, 26 Maret 1963

ini, aktif di berbagai organisasi, seperti Wakil Ketua Umum PB. PDDI

sampai sekarang, Ketua Harian PMI DKI Jakarta (1996-2006), Resimen

Mahasiswa Batalyon IX Jakarta, dan Sekretaris Umum PGJ DKI Jakarta

sampai sekarang.

Saat ini, SY didapuk sebagai Wakil Ketua DPD Hanura DKI Jakarta.

Hanura adalah partai pendukung Gubernur Ahok dalam Pilkada 2017.

Karena itu, dia menilai komunikasi antara dirinya, partainya, dan Ahok

terjalin cukup baik. Ahok suka menerima saran-saran dari dia, terkait gaya

komunikasinya. Tapi dia memaklumi ketika Ahok kembali pada gayanya

yang khas dalam berkomunikasi. Menurut dia, latar belakang Ahok sangat

mewarnai bagaimana Ahok berkomunikasi, seperti nada bicaranya keras,

meledak-ledak, dan bicara apa adanya.

7. HD

HD adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai

Hanura. Pria kelahiran Maninjau, 28 Agustus 1957 ini terjun di dunia

politik sejak 1982, dengan pergabung ke PPP. Pada 2007, HD hijrah ke

Parti Hanura Karena karir politik di karirnya di partai berlambang kabah

itu tak cemerlang.

91

Pada 2014, Bapak lima anak ini lolos dalam pemilihan legislatif di DKI

Jakarta. Selain itu, lelaki yang pernah kuliah di fakultas tehnik universitas

swasta ini aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan, diantaranya menjadi

Ketua PARMUSI DKI Jakarta (2000-2005), Ketua ICMI Jakarta Barat

(2010-2015), dan Ketua PC Muhammadiyah Tanjung Duren (2010-2015).

Meski Hanura adalah partai pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta

2017, namun HD mengaku ‘menjauh’ dari Gubernur Ahok, karena dia

tidak suka dengan gaya bicara Ahok. Menurut dia, Ahok itu bicaranya

semua gue, tidak dipikiran apakah yang diucapkannya akan menyinggung

perasaan orang lain atau tidak. Terutama ketika Ahok men-judge DPRD

sebagai rampok, HD sangat tersinggung sebagai anggota dewan.

9. PS

PS adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai

Gerindra. Sebelumnya, pria kelahiran Pontianak, 29 Januari 1957 ini

bergabung dengan PAN. Dia akhirnya bergabung ke Gerindra karena

melihat peluang untuk menjadi anggota dewan lebih terbuka.

Sebelum terjun ke politik, PS adalah pegawai negeri di Pemda DKI.

Beberapa jabatan penting pernah disandangnya, antara lain, Kepala PD

Pasar Jaya, Kepala PD Darmajaya, dan Kadis Kearsipan. Karena tak cocok

dengan Gubernur Fauzi Bowo, Bapak tiga anak ini memilih pensiun dini

pada usia 49 tahun.

92

Setelah pensiun, PS mengaku sempat dua tahun menganggur dan mencoba

bekerja di perusahaan swasta, tapi tak betah. Bathinnya terpanggil untuk

mengurus masalah masyarakat. Karena itu dia masuk PAN dan beberapa

bulan kemudian di sana, pindah ke Gerindra.

Nama PS sempat ‘mencuat’ gara-gara kata kasarnya, “Gubernur goblok!”

yang dilontarkan saat rapat mediasi antara DPRD DKI Jakarta dan

Gubernur Ahok, di kantor Kemendagri Jakarta. Pria yang aktif di Kadin

Jaya ini mengaku kesal dengan sikap Gubernur Ahok yang marah-marah

kepada anak buahnya, Walikota Jakarta Utara dalam rapat tersebut.

“Sebagai bekas PNS, saya marah, kok sikap gubernur kasar sekali, di

depan banyak orang marah-marah pada anak buah,” kata dia.

Menurut PS, dalam kondisi apapun, pemimpin harus mengayomi, bukan

menekan anak buah di depan umum. PS aktif di BUMDSI (Badan Usaha

Milik Daerah Seluruh Indonesia) dan IPJI (Ikatan Penulis Jurnalis

Indonesia).

Hubungan PS dengan Ahok sebelumnya baik. Namun, persoalan-persoalan

gaya komunikasi Ahok-lah yang membuat PS mulai menjaga jarak dengan

Ahok. Dia berharap setelah tersandung kasus penistaan agama, Ahok dapat

mengubah gaya komunikasinya, ternyata tidak. Sedikit mulai santun ya,

tapi tetap Ahok dinilainya angkuh karena merasa di back up oleh

penguasa. Akibatnya, dalam berkomunikasi, Ahok semena-mena, tidak

mempertimbangkan etika dan kesantunan dalam berkomunikasi.

93

10. BB

BB adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai

Nasional Demokrat (Nasdem). Pria kelahiran Labuhan Batu, 28 Februari

1969 memulai karir politiknya dengan bernaung di Partai Golkar. Ketika

Surya Paloh mendirikan Partai Nasdem, Barus keluar dari Golkar . “Saya

pendukung Surya Paloh pada pencalonannya sebagai ketua umum Golkar.

Kalah Pak Surya, para pendukungnya disingkirkan, termasuk saya,

karenanya saya masuk Nasdem,” kata mantan Ketua Golkar Kepulauan

Seribu ini.

Di Nasdem, BB didapuk menjadi Wakil Ketua DPW Partai Nasdem

Jakarta dan Ketua Ormas Nasional Demokrat Jakarta Pusat. Dia juga

menjadi Wakil Bendahara DPP ASPANJI.

BB mengaku sangat dekat dengan Ahok. Kalau dia mau ketemu, tinggal

nelpon atau WA. Biasanya, kata dia, kalau Ahok sedang sibuk, dan dia

sudah telanjur datang ke kantor Gubernur, maka, Ahok akan menemuinya.

Bicara lima menit, kan subtansinya sudah sampai. Tak hanya itu, BB juga

sering datang ke acara-acara informal, seperti makan siang atau makan

malam bersama Ahok, atau ngopi di kantor.

11. MF

MF adalah politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia dua

periode menjadi anggota DPRD DKI Jakarta 2009-2014 dan 2014-2019.

Pilihannya terjun ke politik, karena sejak kuliah MF suka berorganisasi.

94

Berbagai organisasi kemahasiswaan dia ikuti. Tak pelak, setelah lulus

kuliah, pria kelahiran Jakarta, 3 Januari 1961 ini, memantapkan

pilihannya masuk PPP. Tak seperti politikus lain yang gemar loncat

partai, sampai sekarang MF memilih setia bernaung di partai berlambang

Ka’bah. Di DPRD DKI Jakarta, MF menjabat sebagai Ketua Komisi C.

Adapun di Partai dia didapuk sebagai Wakil Ketua DPW PPP Provinsi

DKI Jakarta dan Ketua DPC PPP Jakarta Utara. Pria murah senyum ini

juga aktif di organisasi olahraga. Ia menjabat sebagai Ketua Pengcab PSSI

Jakarta Utara.

Ketua Fraksi PPP ini juga berprofesi sebagai pengusaha travel umroh dan

restoran. Makanya, ketika heboh kisruh DPRD Vs Gubernur Ahok,

Kementerian Dalam Negeri berkomitmen tidak memberi gaji kepada

anggota DPRD DKI Jakarta karena mereka terlambat membahas RAPBD

DKI 2015, MM tak begitu pusing. “Menjadi anggota dewan ini

pengabdian, bukan cari duit. Mau cari duit mah jadi pengusaha saja. Saya

punya usaha rumah makan, travel haji dan umrah juga," katanya saat

ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 26 April 2017.

Mualif mengaku, hubungan dia dengan Ahok hanya sebatas kerja, seperti

bertemu dengan Ahok di rapat-rapat paripurna.

12. AA

AA adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD DKI Jakarta. Pria

kelahiran 24 November 1959 ini adalah anggota DPRD DKI Jakarta dua

95

periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019. Di DPRD DKI, alumnus

Akademi Akuntansi Jayabaya dan Fakultas Hukum Universitas Bung

Karno ini duduk di Komisi E (Bidang Kesejahteraan Masyarakat).

Bapak tiga anak yang tinggal di Pasar Manggis, Jakarta Selatan, ini

memulai karir politik sebagai anggota biasa di Partai Golkar. Lalu,

menjadi pengurus Golkar Pasar Manggis (1988), Ketua Partai Golkar

Kecamatan Setiabudi (2004), Ketua Biro Pemuda dan Olahraga DPD-I

Partai Golkar DKI Jakarta (1998-2001), Wakil Ketua DPD-I Partai Golkar

DKI Jakarta.

Pria keturunan Pakistan ini juga seorang pengusaha. AA juga aktif di

berbagai kegiatan, seperti menjadi Ketua Koperasi Jasa Keuangan (KJK),

Sekretaris Yayasan Masjid Cut Mutiah sejak 2004 sampai sekarang.

Sejak remaja hingga mahasiswa, AA aktif diberbagai organisasi, seperti

menjadi Ketua Karang taruna Kelurahan Pasar Manggis (1987), anggota

Himpunan Mahasiswa Islam (1981), Wakil Ketua Badan Perwakilan

Mahasiswa dan Senat-Mahasiswa Jayabaya, Ketua Forum Sulaturahmi

Remaja dan Pemuda Masjid DKI Jakarta (1993-2001), Ketua DPP

BKPRMI (2004-2009), Ketua DPP FORKABI, Ketua FKPM, Sekretaris

Jenderal DPP Asosiasi Perusahaan Rekomendasi Alat Berat danTruk

(2006-2011), Ketua Umum Taekwondo DKI Jakarta, dan Sekretaris

Jenderal DPP Satkar Ulama.

Hubungan AA dengan Ahok sangat baik. Kebetulan partainya adalah

partai pendukung Ahok, sehingga dia harus menjalin komunikasi yang

96

baik dan insten dengan Ahok. Menurut dia, komunikasi Ahok sangat baik.

Kapanpun dia mau berkomunikasi dengan Ahok, Ahok selalu

menerimanya, meski hanya 5 menit. Dalam 5 menit, subtansinya sampai,

dan Ahok dapat merespon komunikasi itu dengan cepat.

13. MU

MU adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PKB periode 2014-2019.

Lelaki kelahiran Cirebon, 15 Oktober 1966, ini memilih PKB sebagai

kendaraan politik karena dia dibesarkan di keluarga NU. Di organisasi

NU , MU menjabat sebagai Ketua PC NU Jakarta Pusat.

Bapak tiga anak ini yang tinggal di kawasan Petamburan, Tanah Abang,

Jakarta Pusat, ini juga menjabat menjadi Sekretaris DPW PKB DKI

Jakarta. “Saya terjun ke politik karena saya ingin menyerap aspirasi

masyarakat yang saya wakili sekaligus menjadi pengawas jalannya

pemerintahan,” ujarnya.

Hubungan MU dengan Ahok diakui hanya sebatas antar lembaga. Dia

bertemu dengan Ahok hanya di rapat-rapat paripurna.

14. ST

ST merupakan anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Fraksi

PDIP. Ibu tiga anak ini sebelum terjun ke politik adalah seorang aktivis

perempuan. Perempuan kelahiran Serbelawan, 2 Juni 1972, ini pernah

menjabat sebagai Ketua Umum Pergerakan Indonesia, sebuah organisasi

97

kepemudaan yang aktif merespon situasi politik dan Ketua GAMKI

(Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) DKI Jakarta.

Di partai yang membesarkannya, politikus yang tinggal di kawasan

Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini didapuk menjadi Ketua

Departemen Kesehatan DPP PDI Perjuangan dan Wakil Sekjen Srikandi

Demokrasi Indonesia. “Saya senang berorganisasi, senang di kegiatan

social. Di sana saya belajar bagaimana harus berbuat baik, bahwa hasilnya

apa, itu nanti,” kata alumnus Untag ini saat ditemui di Gedung DPRD DKI

Jakarta pada 2 Mei 2017.

Hubungan komunikasi dia dengan Gubernur Ahok cukup baik. Kebetulan

dia duduk di partai pendukung Ahok, jadi dia sering bertemu di rapat-rapat

fraksi yang dihadiri oleh Ahok, maupun di rapat-rapat paripurna.

15. JA

JA adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari fraksi

PDIP. Lelaki kelahiran Asahan, 30 November 1969 ini mengawali karir

politiknya sebagai petugas partai PDIP. Di DPRD, JA duduk di komisi C

yang membidangi keuangan. Partai yang dibesut oleh Megawati

Soekarnoputri itu dipilihnya karena lelaki yang aktif di paduan suara

gereja di Bekasi ini sangat mengagumi Bung Karno. “Sebagai anggota

dewan, saya menangkap aspirasi masyarakat untuk kemudian saya

perjuangkan,” kata alumnus FISIP Universitas Tujuh Belas Agustus ini

saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta pada 2 Mei 2017.

98

JA mengaku hubungannya dengan Gubernur Ahok hanya sebatas

hubungan antar lembaga. Dia bertemu dengan Ahok pada saat rapat-rapat

paripurna.

16. AZ

AZ adalah anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dari Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB). Pria kelahiran Jakarta, 14 Mei 1979 ini

memilih PKB karena ia dibesarkan di keluarga Nahdiyin. Di partainya,

bapak tiga anak ini menjabat sebagai Wakil Ketua PKB DKI Jakarta dan

sekretaris PAC PKB Penjaringan, Jakarta Utara. AZ menyukai politik

karena menurutnya terjun ke politik dapat memperjuangkan aspirasi

masyarakat yang diwakilinya. “Di Kapuk Muara, Penjaringan, tempat

tinggal saya banyak nelayan miskin, saya ingin memperjuangkan mereka,”

kata alumnus universitas swasta di Jakarta saat ditemui di Gedung DPRD

DKI Jakarta pada, 3 Mei 2017.

Pria energik yang bicaranya penuh semangat ini aktif di berbagai

organisasi, diantaranya sebagai Ketua GP ANSOR DKI Jakarta,

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Komunitas Peduli Kali

Angke (KPKA), Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi (FKMB).

Hubungan AZ dengan Gubernur Ahok cukup baik. AZ pernah memberi

saran kepada Ahok agar mengubah gaya komunikasi yang sifatnya

menuduh, menuding, emosional. Menurut AZ, Ahok tipe orang yang

mudah menerima saran, tapi dia gampang lupa dengan saran temannya,

99

ketika dia hadapkan oleh persoalan kebijakan. Dia tegas soal itu.

Sebenarnya, tegas boleh saja, tapi cara penyampaiannya kan tidak perlu

meledak-ledak atau menggebrak meja. Meski begitu, AZ memahami gaya

komunikasi Ahok seperti itu, karena latar belakang Ahok yang tinggal di

tengah hutan, wajar kalau terbiasa bicara dengan instonasi suara yang

tinggi.

17. AL

AL menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Sepak

terjangnya di DPRD menjadi sorotan karena friksinya cukup tajam dengan

Gubernur Ahok. Keduanya sering “bersilat lidah” di media massa. Ahok pernah

menuding AL sebagai preman Tanah Abang yang menghalangi penertiban PKL

yang dilakukan oleh Pemda DKI.

Pada 2009, Ketua Pemuda Panca Marga DKI Jakarta ini terjun ke politik.

“Penguasa” Tanah Abang ini bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan

(PPP) dan terpilih sebagai anggota DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019. Ayah

tiga anak ini sempat bikin heboh manakala ‘memamerkan’ Lamborghini

seharga 4 miliar rupiah berplat nomor B 1285 SHP di acara pelantikannya di

Gedung DPRD DKI Kebon Sirih Jakarta, pada 2014.

Pria berdarah Banten Betawi ini ini sempat dicap sombong, karena melontarkan

kalimat "Meludah saja bisa jadi duit". Sekretaris Bamus Betawi ini semakin

kontroversial saat dia perang mulut dengan di media massa dengan Gubernur

Ahok .

Sejak awal, hubungan Ahok dan AL secara pribadi memang tidak terlalu dekat.

Malah keduanya sering terlibat adu mulut. Akibatnya friksi diantara keduanya

100

semakin panas. Ahok sering terprovokasi oleh ulah AL, yang seringkali

melontarkan kritikan tajam. Tudingan Ahok soal DPRD rampok, dilawan oleh

AL dengan tudingan kasus Cengkareng, Sumber Waras hingga reklamasi.

Celakanya lagi, keributan antara keduanya semakin memanaskan suhu politik di

DKI, karena seringkali celotehan kedua orang ini dimuat di media massa. AL

sendiri mengaku, bahwa secara pribadi dirinya tidak pernah punya masalah

dengan Ahok, tapi ketika Ahok menyinggung kelembagaan, DPRD, dia harus

bereaksi.

101

Tabel 4.1

Informan Anggota DPRD DKI Jakarta

No. Nama Umur Pendidik

an Pekerjaan Partai

1. PE 55 S1 Ketua DPRD DKI Jakarta

Pengusaha PDIP

2. MT 60 S1 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Pengusaha Gerindra

3. TS 46 S2 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Dosen,

Pengusaha PKS

4. TQ 37 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta

Demokrat

5. AY 54 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta PKS

6. AN 67 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta PAN

7. SY 54

S1 Anggota DPRD DKI Jakarta Hanura

8. HD 54

D2 Anggota DPRD DKI Jakarta Hanura

9. PS 60 S2 Anggota DPRD DKI Jakarta

Pengusaha Gerindra

10. BB 48 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta Nasdem

11. MF 55 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta

Pengusaha PPP

12. AA 54 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta

Pengusaha Golkar

13. MU 51 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PKB

14. ST 45 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PDIP

15. JA 48 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PDIP

16. AZ 38 S1 Anggota DPRD DKI Jakarta PKB

17 AL 58 S1 Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta

Pengusaha PPP

102

4.3.2. Pengalaman Informan Berkomunikasi dengan Gubernur Ahok

Semua informan pernah berkomunikasi secara langsung dengan Ahok. Ada

yang masih ingat kapan persisnya mereka berkomunikasi, ada juga yang sudah

lupa. Semua informan selalu hadir dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta,

yang dihadiri Ahok.

Secara umum, para informan terpolarisasi menjadi dua kutub. Pertama

kelompok yang merasa nyaman - nyaman saja berkomuniasi dengan Ahok.

Mereka menemukan sisi - sisi posistif dari gaya komuniaksi Ahok. Kutub yang

lain yakni mereka yang tak cocok dengan gaya Ahok sehingga, tentu saja,

komuniaksi antar mereka tak mulus. Kelompok ini melihat banyak sisi negati dari

gaya konuniaksi Ahok.

Informan PE termasuk yang oke-oke saja berkomunikasi dengan Ahok.

Sangat mungkin hal itu terjadi karena Prasetio bernaung di PDIP, partai yang

sejak Pilkada DKI Jakarta 2014 mendukung Ahok. Waktu itu Ahok menjadi

calon wakil gubernur mendapingi calon gubernur, Jokowi. Apalagi dalam Pilkada

DKI Jakarta 2017, Prasetio menjadi Ketua Tim Pemenangan Ahok – Djarot.

PE mengaku komunikasinya dengan Ahok mengalami pasang- surut. Pada

kasat Gubernur Ahok menyebut DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah,

PE meradang dan marah pada statement Ahok. Bahkan untuk mendamaikan PE

dengan Ahok, Presiden Jokowi pun harus turun tangan. Meski demikian, secara

umum, komunikasi antara PE dan Ahok tak ada masalah.

Dengan gaya komunikasi Ahok yang straight to the point, ini

mengubah mindset komunikasi di legislatif maupun eksekutif. Ini

nggak bisa sendiri-sendiri. Komunikasi saya dengan Ahok baik.

103

Saya dapat dengan mudah bertemu dengan Ahok dan berkomunikasi

dengan baik. Dia mendengar saran-saran saya. 14

Rasa nyaman berkomunikasi dengan Ahok juga diakui Informan BB.

Politikus Partai Nasdem, partai pendukung Ahok- Djarot dalam Pilkada 2017, ini

mengaku dirinya banyak belajar dari komunikasinya dengan Ahok.

BB bercerita dirinya punya hubungan cukup dekat dengan Ahok, terutama

setelah terpilih menjadi wakil rakyat pada Pemilu 2014. Jika ingin bertemu,

misalnya untuk mendiskusikan sesuatu, BB menelepon atau

menginformasikannya via WA dan Ahok cepat meresponnya.

Komunikasi saya dengan Pak Ahok lancar. Pak Ahok itu orangnya

selalu mengatakan ya, kalau itu bisa dilakukan. Dia bukan orang

yang bisa bermanis-manis, ewuh pakewuh. Kalau tidak bisa dia akan

bilang tidak bisa. Dia juga orangnya ramah dan terbuka. Beberapa

kali saya diajak makan siang bareng di ruang kerjanya. Dia juga tak

pernah menolak kedatangan kita tidak atau tanpa perjanjian. Dia

bilang, kalau mau datang, datang aja, kalian kan dewan, kalau saya

lagi rapat, saya bisa keluar 5 menit, kan subtansi sudah nyampai.15

Informan SY juga punya pengalaman serupa. Politikus Partai Hanura ini,

bercerita pada awal-awal pertemuannya dengan Ahok dirinya kesulitan untuk

berkomunikasi. Mungkin karena belum kenal dekat. Namun setelah mengenal

pribadi Ahok dan karakternya, lambat-laun kebuntuan komunikasi itu pecah.

Komunikasi kduanya semakin baik, ketika Hanura mendukung Ahok sebagai

calon Gubernur DKI Jakarta.

Awalnya sih saya sulit berkomunikasi dengan dia. Kita selalu lihat

tipikal dia seperti apa.Ternyata dia terbuka dan mudah diajak

berkomunikasi. Sebelum deklarasi (dukungan Cagub DKI Jakarta)

dia bilang ke saja, Ji, bahasa gua memang buruk, gaya bahasa gua

14 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 15 Wawancara dengan Bestari Barus, politikus Nasdem, pada 13 April 2017

104

begitu, ya maaf, gua nggak bisa kayak pejabat lain harus pura-pura

ramah, ngga bisa gua, Ji. Dibalik cara gua, niat gua hanya untuk

bangun kota Jakarta. 16

Lain lagi kisah informan AA, Ketua Fraksi Golkar. Dia melihat Ahok bukan

seorang politikus. Dalam berkomunikasi, kata dia, Ahok langsung masuk pada inti

pesan, pada substansi, tidak seperti insan politik yang muter-muter kemana-mana

dulu saat menyampaikan pesan.

Ini nggak, semua Ahok lewati. Komunikasi saya dengan Ahok

baik. Dia terobos sekat birokrasi. Sekarang kalau mau ketemu

Gubernur gampang. Kapanpun mau ketemu bisa, 5 menit bisa,

dalam 5 menit pertemuan kan subtansinya sudah sampai dan ada

solusi. Itu yang dibutuhkan percepatan, ini peradaban baru, orang

senang-senang saja dengan komunikasi model Ahok.17

Informan ST juga punya pengalaman menarik berkomunikasi dengan Ahok.

Politisi PDIP yang mantan aktivis ini menyukai gaya Ahok, terutama responnya

yang cepat saat menuntaskan persoalan rakyat kecil. Menurut ST, Ahok ingin

mendapat informasi mengenai masyarakat miskin, kebutuhan dan hambatan

mereka. Ahok tak suka informasi yang baik – baik saja.

Komunikasi dengan Pak Ahok lebih pada kinerja. Beliau paling

seneng kalau kita usulkan sesuatu berdasarkan data. Dalam

memecahkan masalah cepet untuk mengambil solusi. Kita pernah

urus kasus izin gereja, dia tanya mana kasusnya, minta datanya, lalu

diagendakan ketemu, saat ketemu beliau sudah faham dan sangat

cepat meresponnya. Komunikasi untuk memecahkan masalah lebih

cepat dan responsive.18

16 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 17 Wawancara dengan AA, politikus Golkar, pada 26 April 2017 18 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017

105

Politikus PDIP lainnya, informan JA, mengakui tak ada masalah dalam

berkomunikasi dengan Ahok . Tapi ia mengkritisi cara Ahok berkomunikasi

dengan anggota dewan lainnya yang menimbulkan friksi.

Biasa saja, meski dia (Ahok) terkesan semau gue dalam

berkomunikasi, tapi apa yang dilakukannya untuk kepentingan

masyarakat. Responnya cepat untuk persoalan-persoalan yang

dihadapi rakyatnya. Kalau mau bicara dengan dia, kita harus

mencari moment atau waktu yang pas. Selama ada dasar hukum dan

data, beliau bisa diyakinkan, sehingga komunikasi bisa berjalan

dengan baik. 19

Tapi tidak semua anggota dewan dapat berkomunikasi baik dengan Ahok.

Tak sedikit diantara mereka yang mengalami kebuntuan komunikasi karena

peristiwa-peristiwa politik yang melatarbelakanginya. Informan AZ, politikus

Partai Kebangkitan Bangsa, misalnya. Menurut dia, secara personal Ahok adalah

sosok terbuka dan hangat sebagai kawan. Tapi kehangatan itu tidak berlaku

untuk urusan kerja eksekutif dan legislatif. Ahok, kata AZ, selalu mencurigai

lawan bicara, terutama mereka yang bukan dari partai pendukungnya di Pilkada

2017.

Pak Ahok buat berkawan bagus. Tapi dalam birokrasi, anggota

dewan agak kesulitan soal penyesuaian cara berkomunikasi dengan

Pak Ahok. Komunikasi Pak Ahok dengan anggota dewan kurang

baik. Pengalaman yang tidak mengenakan misalnya, ketika berbicara

dengan anggota dewan mengenai suatu kebijakan, dia setuju, tapi

begitu ketemu wartawan, bicaranya beda, menjadi tidak setuju.

Pernah kita tanyakan, kita konfirmasi, tapi sia-sia, karena begitu

terus.20

Lain lagi cerita informan MT, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Politisi Partai

Gerindra ini mengaku punya pengalaman tak terlupakan dalam berkomunikasi

19 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 20 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3Mei 2017

106

dengan Ahok. Menurut dia, Ahok yang sebelumnya dikenal sebagai pribadi yang

baik, ramah dan terbuka, berubah 180 derajat ketika haluan politiknya berubah.

Dia berkisah, Ahok bisa sampai jabatan sekarang ini, sebagai Gubernur DKI

Jakarta, ada peran Partai Gerindra di dalamnya. Tapi Ahok lupa diri. Dari situlah,

Taufik mengaku belajar tentang kawan dan lawan. Menurut Tarufik, ketika

seseorang membutuhkan kita, dia mendekat, tapi ketika dia sudah mendapat

kawan baru, kita, kawan lama dilupakan.

Caranya berkomunikasi Ahok dengan dirinya, menurut MT, juga berubah.

Karena itu, sejak Gerindra menarik dukungannya pada Ahok pada Pilkada 2017,

komunikasi Taufik dengan Ahok tidak sebaik dulu.

Tidak ada lancar-lancarnya saya berkomunikasi dengan Ahok. DPRD

itu dianggapnya semua keliru, penabrak Undang-undang, penabrak

aturan. Ahok itu pelanggar aturan, bukan orang yang tegas. Tegasnya

dimana? Contoh, ketika seorang ibu disebut maling pada kasus KJP

(Kartu Jakarta Pintar), kenapa KJP sekarang boleh ditarik tunai.

Dimana tegasnya? Sekarang KJP boleh beli daging. Ahok itu bukan

orang yang tegas, tapi dia orang yang ngotot mempertahankan

kemauan dan kesalahannya.21

Informan TS, juga memiliki pengalaman buntu dalam berkomunikasi dengan

Ahok. Kebuntuan terjadi, menurut politikus PKS ini, karena Ahok kerap

‘membatalkan’ kebijakan yang sebelumnya sudah disepakati DPRD dan

eksekutif. Karenanya, ia lebih suka berkomunikasi dengan Ahok hanya di

tingkat formal, agar tercatat, terdokumentasikan.

Saya khawatir diputarbalikkan, komunikasi informal saja belum tentu

direspon dengan baik. Dulu komunikasi tidak masalah, saya bicara empat mata

dengan Pak Ahok pernah, makan siang, itu dalam rangka menjalin komunikasi

21 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 Maret 2017

107

lebih cair, lebih casual, lebih informal, agar dalam berbagai pembahasan,

komunikasinya lebih baik. Tapi ujung-ujungnya tidak bisa, jadi lebih baik

komunikasinya formal saja. Dalam rapat terbatas, saya melihat Pak Ahok itu

bicaranya to the point. Ketika ada pihak lain (wartawan), sering kali dia

menyampaikan hal-hal berbeda dengan apa yang sudah dibicarakan dengan

dewan. Di depan wartawan, mungkin dia ingin memoles citra politiknya. Kalau di

depan DPRD, dia menyampaikan apa adanya. Tapi akhirnya beda penafsiran,

pemaknaannya sering beda, karena yang disampaikan pun berbeda. Di sini setuju,

di sana tidak setuju, sehingga sering membingungkan. Secara kasat mata tidak

keliatan, tapi rasa itu sangat terasa.22

Informan AY juga memiliki pengalaman tidak mengenakkan dalam

berkomunikasi dengan Gubernur Ahok. Politisi PKS ini memilih menjaga jarak

dengan Ahok karena karakter sang gubernur yang temperamental dan emosional.

AY mengaku enggan hadir di acara-acara informal dengan Ahok.

Sepanjang periode pertama di DPRD ini, baru sekali saya interupsi,

karena dia menganggap, semua anggota dewan membeo, seolah-

olah mengikuti, saya keberatan. Di rapat-rapat paripurna Ahok itu

sering tidak menunjukkan karakternya sehari-hari hari. Dia sosok

yang angkuh, sombong, gaya komunikasinya paling buruk

Contohnya, soal kebijakan dia memecat anak buah di depan rapat.

Bagaimana pemerintahan bisa berjalan stabil, kalau gonta-ganti

seperti itu.23

‘Ketegangan’ komunikasi dengan Ahok juga dialami informan HD, politisi

Partai Hanura. Sampai – sampai, secara pribadi ia ‘membangkang’ atas keputusan

partainya mendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

22 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 23 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017.

108

Saya tidak mau dekat dengan Ahok. Saya memiliki jarak dengan

Pak Basuki secara pribadi. Banyak peristiwa yang melatarinya

sehingga saya bersikap seperti itu. Kalau ingin pemerintahan

berjalan baik, komunikasi antara gubernur dan DPRD ya harus baik.

Dia bicara dengan emosi, sehingga yang keluar kata-katanya yang

tidak terkontrol. Lihat aja video-videonya di Youtube. 24

Hamidi lantas memperlihatkan beberapa cuplikan tayangan Ahok di Youtobe

kepada peneliti melalui ponselnya.

Kebijakan partai tempatnya bernaung memang mempengaruhi dinamika

komunikasi informan dengan Ahok. Seperti yang juga dialami informan PS.

Politisi Partai Gerindra ini mengaku sebelumnya dia tak punya kendala

berkomunikasi dengan Ahok. Namun ketika partainya tak lagi mendukung Ahok,

komunikasinya memburuk. Bahkan Prabowo, terang-terangan memprotes gaya

komunikasi Ahok saat memarahi anak buahnya dalam rapat.

Dulu, waktu Ahok didukung Gerindra, komunikasi saya sebagai

orang Gerindra baik. Tapi ketika dia meninggalkan Gerindra, dia

berubah cara berkomunikasinya dengan saya. Saya sering

bertentangan dengan beliau. Pertama karena dia orang yang

emosional, kadang apa yang diucapkan tidak dia pikirkan akan

berdampak negative pada orag lain. Kedua, dia berpikir bahwa

pemerintahan ini digerakan seolah-olah oleh dirinya sendiri, dia one

man show.25

Beberapa informan mengaku komuniasinya dengan Ahok ‘retak’ sejak kasus

‘dana siluman’ APBD DKI Jakarta mencuat. Salah satunya informan MF.

Politikus PPP ini mengungkapkan, komunikasinya sebagai anggota dewan

dengan Gubernur Ahok buntu setelah kasus merebaknya kasus ‘dana siluman’

Komunikasi politik buntu saat kasus angket RAPBD 2015. Muaranya

komunikasi politik dia berbenturan dengan kata-kata kasar yang

diucapkan Ahok, seperti kata begal, maling, rampok, itu ditujukan ke

24 Wawancara dengan HD, politikus Hanura, pada 14 Maret 2017 25 Wawancara dengan PS, politikus Gerindra, pada 13 April 2017.

109

anggota dewan. Kita ingin bangun komunikasi yang baik

berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan kerja sesuai dengan fungsi dan

tugas masing-masing. Sesuai dengan UU No. 23 Tentang

Pemerintahan Tahun 2014. Kita ini satu rumah, tapi beda kamar.

Gubernur tidak bisa sendirian menjalankan pemerintahan, perlu

dukungan DPRD, tapi dengan komunikasi begitu, kita sulit

berkomunikasi.26

Hal senada juga terjadi pada informan MU, politisi PKB

Pak Ahok dengan menciptakan berbagai e-, seperti e-budgeting, e-katalog, seolah-

olah Ahok menjadi orang yang paling benar. Mulai dari situ komunikasi kami

tidak harmonis. Padahal sesuai dengan Undang-undang Pemerintahan, eksekutif

dan legislatif setara. Mungkin Pak Ahok punya obsesi berbeda dengan legislatif

sehingga dia naik populeritas dan elektabilitasnya. Kita dijadikan di wilayah

negatif semua, sehingga dia mendapat simpatik dari masyarakat.27

Informan TQ mengaku berteman baik dengan Ahok. Tapi menurut dia, untuk

Ahok tak bisa diajak kerja sama dalam konteks relasi eksekutif dan legislative.

Bahkan dia menilai Ahok sosok yang one man show, yang ingin terlihat berkerja

sendiri dengan membuat musuh bersama. Informan TQ, merasa pengalamannya

berkomunikasi dengan Ahok kurang begitu baik. Dia merasakan ada perbedaan

saat Ahok berkomunikasi dengan anggota dewan dari partai pendukung dan bukan

pendukung.

Hubungan pertemanan saya dengan Ahok baik. Kalau konteks

hubungan kerja, dia one man show. Dia ciptakan musuh bersama

agar tampil seperti pahlawan. Saya juga merasakan ada

perbedaan cara berkomunikasi kepada partai pendukung dan

bukan. Kasat mata tidak kelihatan, tapi rasa sangat terasa.28

26 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017 27 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017 28 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat, pada 3 April 2017

110

Informan AN melihat tak ada sisi baiknya komunikasi Ahok

dengan DPRD DKI Jakarta.

Sejak awal saya kontra dengan Ahok karena gaya komunikasi dia

tidak pantas, bahasanya kasar, menuduh tanpa bukti. Dia sebut

ada “dana siluman” di RAPBD DKI, tapi tidak pernah

dibuktikan, tapi dewan seolah sudah menjadi tertuduh. Dia juga

sebut DPRD itu perampok, jelas kami terhina. Melihat gaya

komunikasi dia seperti itu, dia tidak bisa jadi teladan umat kalau

masih suka menghina dan memfitnah dewan.29

Informan AL mengakui komunikasinya dengan Ahok lebih banyak bersifat

formal, antara legislatef dan eksekutif.. Subtansi komunikasi sebatas masalah

kebijakan pemrerintah. Menurut AL, Ahok dengan DPRD DKI tidak bangus.

Hari ini kita rasakan Basuki Tjahaja Purnama gagal membangun

komunikasi. Sehingga segala hal atau program yang sangat

subtansi selalu melanggar UU. Contohnya, dia mengatakan, ada

tambahan kontribusi tentang pembangunan. Peraturan Bapenas

tentang pembangunan, bila pemerintah memberikan tanah seluas-

luasnya kepada stakeholder yang diberikan harus kembalikan ada 2

hal. Pertama adalah kewajiban, kedua adalah kontribusi.

Kewajiban itu adalah 43% tanah yang diberikan oleh pemerintah

kepada pengembang untuk dijadikan fasos dan fasum. Kedua

adalah kontribusi 5%. Karena Basuki tidak membangun

komunikasi yang baik, dia melakukan tambahan kontribusi 15%

tidak sesuai dengan regulasi UU No. 30 tahun 2014. Dia bikin

aturan sendiri, pengembang diwajibkan bangun ini, bangun ini.30

4.3.3. Pengalaman Pahit Informan Berkomunikasi Dengan Ahok

Para informan juga memiliki pengalaman pahit saat berkomunikasi dengan

Ahok. Pengalaman pahit itu terungkap sepanjang wawancara dilakukan, meski

demikian, tidak semua informan memiliki pengalaman pahit. Pengalaman pahit

29 Wawancara dengan AN, politikus PAN, pada 3 April 2017 30 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017

111

yang dialamai oleh para informan adalah pengalaman saat berkomunikasi yang

tidak mengenakan. Misalnya, kata-kata yang dinilainya kasar yang diucapkan

Ahok membuat para informan merasa sakit hati. Sebagian besar informan

mengaku punya pengalaman pahit ketika berkomuniaksi dengan Ahok. Bahkan

mereka yang secara umum sebenarnya tak ada masalah berkomunkasi dengan

sang Gubernur pun ternyata juga punya ‘catatan buruk’ atau ‘ganjalan’.

Para informan yang punya ‘cacatan buruk’ antara lain tersinggung dengan

ungkapan - ungkapan Ahok yang dilontarkan ketika kasus dana siluman APBD

DKI Jakarta mengemuka. Bahkan ada informan yang marah besar.

Informan PE mengaku pernah berseteru dengan Ahok karena kemarahanya

tersulut ketika Ahok memplesetkan singkatan DPRD menjadi Dewan Perampok

Rakyat Daerah. Dia sempat mendatangi Ahok dan memberinya saran. Ketua

DPRD DKI Jakarta itu meminta Ahok mengubah gaya komunikasinya.

Informan PE kecewa karena Ahok bisa menerima ketika diberi masukan, tapi

keesokan harinya kembali ke gaya, ‘tabiat’ semula. Konflik antara Prasetio Edi

dan Ahok sempat mengeras. Begitu seriusnya konflik itu, sampai-sampai

Presiden Jokowi turun tangan mendamaikan keduanya.

Kalau dia menyinggung kelembagaan, saya nggak suka. Sampai

saya bilang sama dia waktu itu, perasaan saya, lu nggak ada etika,

kurang ajar, kalau bicara oknum silakan. Yang maling bukan

DPRD. Pembahasan anggaran, kita terbuka untuk umum, siapapun

boleh masuk, siapun boleh nonton. kalau lu nggak suka sama

anggota dewan, ya jangan lembaga yang lu serang. Pada kasus

Dewan Perampok Duit Rakyat, sampai saya didamaikan Presiden

Jokowi. Dia (Ahok) tidak bisa pukul rata semua anggota DPRD

maling, kalau bilang oknum silakan.31

31 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017

112

Sebutan Dewan Perampok Rakyat juga menyulut kemarahan informan MT.

Politisi Partai Gerindra ini tak bisa menyembunyikan ekspresi kegusaranya ketika

menceritakan hal tersebut.

MT mengaku sekarang dirinya apatis terhadap sikap Ahok, karena

menurutnya apa yang dimunculkan Ahok dengan gaya komunikasinya sebagai

pencitraan.

Saat Ahok sebut ada dana siluman di APBD 2015, DPRD disebut

Dewan Perampok Duit rakyat Daerah. Yang terjadi justru

sebaliknya, Ahok nipu rakyat. Yang terjadi di 2015 bukan seperti

itu, dia mengusulkan APBD di luar kesepakatan, itu kan nipu.

Gubernur memang punya kewenangan menyampaikan APBD

kepada Depdagri, tapi yang disampaikan itu bukan APBD yang

disepakati. Yang bikin siluman tuh dia, bilang DPRD rampok, apa

yang dirampok DPRD? Di sini terjadi kebuntuan komunikasi, pasti

buntu, karena dia menyelenggarakan pemerintahan semau-maunya

dia, kan ada aturan, nggak bisa begitu.32

Informan SY, politikus Hanura, juga merasakan hal yang sama. Namun

berbeda dengan anggota dewan lain, SY lebih memahami mengapa Ahok bicara

seperti itu. Apalagi setelah dia mengetahui background perjalanan hidup Ahok.

Menurut dia, tipical Ahok memang seperti itu.

Saat Ahok sebut Dewan Perampok Duit Rakyat Daerah, semua

sakit, saya juga sakit, kita nggak mau dikatain begitu, kok semua

sama rata. Tapi memang typical dia memang begitu, oh kita tahu, itu

udah karakter dia. Dia berubah setelah tersandung kasus Surat Al

Maidah. Bicaranya lebih santun, tapi tetap tegas. Kalau nggak tegas,

Jakarta nggak bisa rapi, karena di sini berbagai ras, suku, dan agama

hidup berdampingan.33

32 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 April 2017 33 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017

113

Informan TQ politikus Demokrat, bersuara lantang saat Ahok sebut DPRD

sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah. Menurut dia, ucapan itu bentuk

arogansi Ahok sebagai Gubernur yang tidak mengindahkan pembahasan DPRD.

Hal yang tidak mengenakan saya dan teman-teman di dewan adalah

saat dia menyebut dana siluman di RAPBD 2015 jelas hanya

tuduhan. Dia tidak bisa buktikan itu. Bahkan dia dia juga Dewan

perampok duit rakyat daerah. Itu tidak layak, buat seorang

pemimpin berkata kasar dan men-judge. Makanya kita buat

interpelasi, angket. Saat kita mau naik dengar pendapat, PDIP tidak

mau, interpelasi pun tak jadi karena tidak kuorum. 34

Bukan hanya soal dana siluman dan sebutan angota DPR perampok yang

membuat informan AY, politikus PKS , gusar. Ia juga terusik ketika Ahok

membentak-bentak, menyebut maling, seorang ibu yang mengadu soal Kartu

Jakarta Pintar.

Peristiwa pahit lain yang tidak bisa dia lupakan AY yakni, kegaduhan dalam

mediasi terkait dana siluman APBD 2015 di Kemendagri. Ketika itu kedua belah

pihak, anggota DPRD dan Ahok saling tuding. Ada yang berteriak dan memaki,

rapat deadlock.

Dia sebut DPRD sebagai perampok, kita semua tersinggung.

Seharusnya dia tidak berucap seperti itu. Dampaknya bukan hanya

anggota dewan di DKI saja yang tersinggung, DPRD di daerah pun

marah, karena saat sebut DPRD Perampok, Ahok tak sebut DPRD

DKI. Dalam konteks DPRD DKI, tentu kami marah karena RAPBD

2015 yang dibawa ke Kemendagri bukan hasil pembahasan antara

eksekutif dan yudikatif, tapi versi dia dengan eksekutif. Hingga

akhirnya terjadi konflik.35

Informan AN, politikus PAN juga berpendapat sama bahwa nyaris seluruh

anggota DPRD DKI Jakarta terhina saat lembaganya disebut perampok.

34 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat pada 3 April 2017 35 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017

114

106 anggota terhina disebut Dewan Perampok Rakyat Daerah oleh

Ahok. Saya nggak ngerti, DKI dipimpin oleh rezim seperti ini.

Menurut saya Ahok itu bukan gubernur, tapi dia raja yang hanya

memberi titah. Saya lihat, dia bikin pelanggaran apapun tidak

masalah karena dia punya back up. Pelanggaran terkait RAPBD, dia

menjalankannya dengan menggunakan Pergub, sebab RAPBD yang

diberikan ke Kemendagri olehnya bukan versi kesepakatan dengan

DPRD.36

Bagi informan HD bukan hanya sebutan rampok bagi anggota dewan yang

membuat perasaanya tersinggung. Politisi Partai Hanura ini mengaku dalam

berbagai kesempatan dirinya juga terusik dengan gaya dan ungkapan Ahok.

Dalam kasus dana siluman, kata HD, Ahok seharusnya menyebutnya oknum.

HD mengaku komunikasi dengan Ahok tidak pernah nyaman. Karena Ahok tipe

orang yang suka menyalahkan orang yang dianggap berseberangan dengannya.

Dia menjadikan DPRD sebagai lawan politik, semua anggota legislatif disebut

maling dan rampok.

Dua kali saya melihat komunikasi Pak Ahok kurang begitu bagus

dengan legislative. Satu di acara talk show di sebuah stasiun

televisi, dia mengatakan, maaf, misalnya DPRD taik! Padahal dia

sudah diingatkan oleh pembawa acaranya, tapi dia bilang, nggak

apa-apa, emang DPRD taik! Bahkan dengan mengeraskan instonasi

suaranya. Jelas Saya tersinggung atas ucapannya. Dia bicara

dengan emosional, ibu bisa lihat videonya. Di juga sebut DPRD

rampok. Akibatnya tidak hanya anggota DPRD DKI saja yang

marah, tapi seluruh DPRD se-Indonesia marah.37

Informan MF, politikus PPP, juga mengaku sakit hati ketika Ahok menuduh

DPRD sebagai perampok. Menurut dia, tuduhan itu tak berdasar. MF terusik

dengan tuduhan itu karena dirinya juga seorang pengusaha yang tidak “cari

makan” di DPRD. Baginya, menjadi anggota dewan adalam sebuah pengabdian

36 Wawancara dengan AN, politikus Demokrat, pada 31 Maret 2017 37 Wawancara dengan HD, politikus Hanura, pada 13 April 2017

115

kepada masyarakat, mendengar aspirasi rakyat dan menjadikan mewujudkan

aspirasi itu menjadi sebuah kenyataan.

Dewan Perampok Rakyat Daerah, kalimat Ahok jelas itu

memvonis, men-judge, tidak elok eksekutif mengatakan seperti itu.

Kalau kami salah, proses hukum, jangan mengjudge, menuduh,

emang dia siapa? Dia malaikat. Dia sendiri juga banyak nabrak-

nabrak. CSR dan KLB pakai diskresi. Masih bagus kita nggak jadi

angket. Biar waktu yang menjawab, 19 April kemarin Ahok kalah.

Anehnya lagi, dia juga mencurigai Pokok-pokok pikiran (pokir)

yang merupakan usulan dewan. Kok bisa-bisanya Gubernur

menuduh usulan dewan (pokir) masuk wilayah dana siluman?

Padahal dewan mendapat usulan dari masyarakat melalui reses.

Kalau ada satu dua yang dimaknai untuk mendapatkan proyek,

silakan proses hukum, jangan semua disamakan.38

Hal serupa dirasakan oleh informan dari PKB, AZ.

Saat kasus RAPBD 2015 muncul, statement Ahok sebut DPRD

sebagai Dewan Perampok Duit Rakyat. Kita sempat melontarkan

interpelasi kepada Pak Ahok, tapi gagal. Kita ajukan hak interpelasi

karena Ahok bicara tanpa bukti-bukti. Banyak anggota dewan

mengajukan hak angket.a Mestinya dia bicara oknum, tapi dia kan

bicara secara general anggota DPRD itu perampok. Itu merugikan

dewan, sehingga imej yang terbentuk di masyarakat bahwa DPRD

itu perampok. 39

Informan MU bahkan memprediksi gaya komuniaksi Ahok yang

disebutnya buruk akan berdampak negatif dalam perolehan suara pada

Pilkada DKI Jakarta.

Masalahnya gaya komunikasi Ahok buruk. Orang menghargai

kita, maka kita balik menghargai dia. Kalau ini, sudah

komunikasinya nggak baik, kita tidak dihargai, penuh kecurigaan,

kita selalu disudutkan di wilayah yang salah, padahal kita harus

membahas Perda secara bersama-sama, sebagai eksekutif dan

legisltif. Tapi dia malah sebut anggota dewan sebagai Dewan

38 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017 39 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017

116

Perampok Rakyat Daerah? Itu namanya memvonis, menuding,

tidak elok, eksekutif mengatakan seperti itu.40

Yang menarik apa yang terjadi pada informan PS, politisi Partai Gerindra. Ia

sampai mengeluarkan kata – kata kasar merespon ‘ulah’ Ahok dalam sebuah

rapat. Itu merupakan salah satu pengalaman pahitnya dalam berkomunikaksiya

dengan Ahok

Waktu itu saya maki beliau. Saya teriak Gubernur Goblog! Saya

marah gara-gara dia memarahi anak buahnya, walikota Jakarta

Barat, Anas Effendy, di depan kita dalam sebuah rapat besar. Saya

pernah menjadi PNS, kok begitu hinanya sebagai pegawai Pemda,

dimarahi di depan umum, kok kayak tidak ada harganya. Saya

tersinggung, melihat dia seperti itu, saya katakan, Goblog Anda!

Saya emosi ketika teman saya dihina seperti itu. Waktu Ahok

bicara, Pak Anas, Anda mengaku tidak kalau Anda ditekan oleh

DPRD? Dengan nada tinggi. Namanya anak buah kan takut, melihat

hal itu saya lihat pegawai PNS seperti tidak ada harganya.41

Peristiwa lainnya yang membuat PS marah adalah saat Ahok mengajukan

RAPBD 2015 yang tak disetujui DPRD DKI Jakarta ke Kemendagri.

Paling parahnya RAPBD 2015, dimana dia mengajukan APBD ke

Kemendagri yang tidak disetujui oleh dewan. Kita tersinggung. Soal

dana siluman, itu lucu, tidak ada dana siluman. Sampai hari ini dia

tidak bisa membuktikan Rp 12 triliun yang mana?Apalagi waktu itu

kami adalah orang-orang baru yang baru masuk, dikatakan maling

APBD, jelas kami tersinggung. Dewan Perampok Duit Rakyat

Daerah? Saya katakan apa yang kami rampok? Sampai anak saya

marah, ngapain Bapak jadi anggota dewan kalau dihina seperti itu.

Udah periode yang akan datang nggak usah nyalon deh Bapak kalau

masih Pak Ahok. Tapi saya yakin kalah.42

Informan AL menilai Ahok sering ‘menyepelekan’ anggota DPRD DKI

Jakarta sehingga memunculkan kesalahpahaan. Ia mengambil contoh dalam

40 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017 41 Wawancara dengan PS, politikus Gerindra, pada 13 April 2017 42 Wawancara dengan PS, pada 13 April 2017

117

melakukan penertiban pedagang kakli lima (PKL) dan pengggusuran warga,

Ahok tak mengkomunkasikanya ke anggota DPRD.

Padalah kalau itu dikomunikasikan, kita bisa mencari solusi

bersama. Ia tidak main gusur seperti yang kita lihat sekarang ini.

Sehingga hanya lipstick saja orang dipindahkan ke Rusun.

Karena mereka tidak punya kepastian hukum. Kami ingin

membangun komuniaksai yang baik. Apa yang dilakukan pak

Basuki merugikan masyarakat.

4.3.4. Pengalaman Manis Informan Berkomunikasi dengan Gubernur Ahok

Pengalaman manis dalam penelitian ini yakni pengalaman yang menyenangan,

yang menggembirakan dan saling menerima pendapat satu sama lain. Sebagian

informan memiliki pengalaman manis saat berkomunikasi dengan Gubernur

Ahok. Mereka bercerita, berkomunikasi dengan Ahok antara lain membuatnya

banyak belajar bagaimana mengatasi masalah dengan cepat. Tak hanya itu

mereka juga merasa tercerahkan dengan gaya komunikasi Ahok.

Menariknya, sebagian informan yang punya pengalaman manis adalah mereka

yang juga punya pengalaman pahit berkomunikasi dengan Ahok. Namun

sebagain besar informan yang punya pengalaman pahit, mengaku tak punya

pengalaman manis.

Informan PE termasuk yang punya pengalaman legkap, manis dan pahit.

Meski pernah berseteru hebat dengan Ahok, Prasetio Edi mengaku ada saat – saat

nyaman dan enak berkomuniaksi dengan Ahok.

Pengalaman manis saya saat berkomunikasi dengan Ahok, Ahok

mudah diajak bicara, dia menerima saran dan masukan dari saya.

Dia mau dengerin orang ngomong. Saya suka kata-katanya saat saya

118

kritik gaya komunikasinya, dia cuma bilang, mending nggak popular,

tapi masyarakat merasakan pembangunan.43

Informan TS mengaku menemukan sisi positif sosok Ahok, terutama gaya

bicaranya yang to the point. Menurut dia, di saat banyak politikus bicaranya

muter-muter, Ahok langsung pada persoalan. Hal itu dilakukan Ahok, karena ada

niat murni bahwa dia harus menyelesaikan persoalan dengan cepat. Berbicara

dengan Ahok, kata TS, seperti melihat hitam putih, karena semua diungkapkan

dengan jelas tanpa bahasa kiasan.

Pengalaman manis, saya lihat gaya bicaranya to the point, saya suka,

dalam politik kadang kala apa yang diucapkan belum tentu apa yang

dimaksud. Pak Ahok, cenderung mengungkapkan hal-hal pahit dan

manis secara straight to the point. Misalnya, dalam rapat terbatas,

saya melihat Pak Ahok bicaranya to the point.44

Bagi informan AA, Ahok melakukan terobosan dengan gaya komunikasi

politiknya. Menurut dia, para anggota DPRD DKI Jakarta tak kesulitan jika mau

ketemu langsung dengan Ahok.

Ahok, kata AA, juga menghapus sekat antara eksekutif dan masyarakat. Jika

dulu rakyat sulit bertemu Gubernur karena masalah birokrasi, Ahok menhapus

semua hambatan itu. Masyarakat dapat mengadukan persoalannya, pagi-pagi

sebelum Ahok memulai aktivitas kerjanya.

Dia terobos, sekat birokrasinya. Ketemu dengan gubernur gampang.

Kalau saya, mau ketemu Ahok, kapanpun bisa. 5 menit ketemu,

subtansinya sampai, dan yang terpenting ada solusi. Itu yang

dibutuhkan, ada percepatan. Ini peradaban baru, orang sih senang-

senang saja. Apa yang dilakukan oleh Pak Ahok, bukan bagaimana

menyampaikan sesutau, tapi bagaimana kinerjanya. Saya tidak lihat

sampah, banjir seperti dulu sering terjadi. Jakarta dipimpin Pak Ahok

banyak berubah. Hari ini kita melihat gaya komunikasi masyarakat

43 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 44 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017

119

memaknai Pak Ahok dengan bunga, artinya masyarakat kehilangan

Pak Ahok yang buat mereka sangat berjasa mengubah Ibukota

menjadi kota yang ramah terhadap warganya.45

Pengalaman manis juga dirasakan informan ST dan JA. Kedua politikus asal

PDIP ini mengaku suka dengan gaya komunikasi Ahok. Apalagi setelah Ahok

tersandung ‘kasus Al Maidah’, bicaranya menjadi lebih santun. Menurut Sereida,

komunikasi dengan Ahok lebih pada kinerja. Ahok perhatian pada masalah

social, masyarakat miskin. Cara mengambil inisiatif untuk memecahkan

persoalan sangat cepat. Jika warganya terbentur persoalan birokrasi, tak segan-

segan Ahok merogoh koceknya, agar persoalan segera tertangani.

Gaya komunikasi Pak Ahok itu mengubah mindset, cara kerja PNS,

dan membangun system. Tidak ada lagi yang nilep dengan system e-

katalog, e-budgeting. Taka da lagi negosiasi. Bahwa kemudian ada

dampak positif dan negatif, itulah kebijakan. Diskusi dengan beliau

itu harus berdasarkan data. Misalnya di RAPBD 2015, kenapa terjadi

kisruh dengan anggota dewan? Itu karena ada pegajuan di uar

anggaran tersebut. Wajar dia mengkritisi, bukan marah. Typical dia

itu lugas, kalau bilang salah dia akan bilang kalau lu salah, udah lu

salah, dia paling tidak suka negosiasi di anggaran.46

Sementara informan JA, melihat Ahok melawan arus ketika banyak politisi

menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan. Itulah yang

menyebabkan sepanjang Ahok memimpin Jakarta banyak pro dan kontra terkait

kebijakannya.

Aku suka gaya Ahok, itu seolah semau gue, tapi apa yang

dilakukannya untuk kepentingan masyarakat. Ketika kisruh masalah

APBD dengan legislative yang menyebabkan serapan anggaran

rendah, tapi Ahok mengajak swasta bangun Jakarta melalui CSR. Dia

itu dipuja dan dibenci. Dipuja oleh rakyat, tapi dibenci oleh

kelompok yang punya kepentingan. Ketika cara ngomongnya

45 Wawancara dengan AA, politikus Golkar, pada 26 April 2017 46 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017

120

dipersoalkan, Pak Ahok sekarang gaya komunikasinya lebih santun

setelah tersandung kasus Al Maidah.47

Informan SY mengaku selama berkomunikasi dengan Ahok dirinya

mempelajari typical dan karakter yang bersangkutan. Menurut politisi Partai

Hanura ini gaya komuniaksi Ahok tak lepas dari background kehidupannya di

Belitung Timur. Dia pernah menjadi anggota DPRD dan bupati di sana , baru

melompat ke DPR Pusat.

Ahok tipe orang yang suka terus terang. Sebelum deklarasi

(pencalonan sebagai calon Gubernur 2017), dia bilang sama saya, Ji,

bahasa gua memang buruk, gaya bahasa gua begitu, ya maaf gua

nggak bisa kayak pejabat lain harus pura-pura ramah, nggak bisa

gua. Dibalik cara gua, niat gua untuk bangun kota Jakarta. Memang

terbukti, berapa kali kita ganti gubernur, kalinya item, jorok, banyak

sampah, kawasan kumuh banyak, kalau musim hujan kebanjiran,

musim kemarau kebakaran. Dia membuktikan kata-katanya dengan

memabngun Jakarta dengan lebih baik.48

Sedangkan Informan AZ menilai Ahok teman yang mudah diajak bicara.

Cairnya komunikasi dengan Ahok adalah salah satu pengalaman manis politis

PKB ini. Dlam beberapa kesempatan, AZ sering memberi saran agar Ahok

memperbai komunikasinya. Karena dia tahu kisruh antara anggota dewan dan

Ahok salah satunya dipicu oleh cara komunikasi Ahok.

Pak Ahok mudah diajak bicara. Saya pernah ngomong secara pribadi

dengan Pak Ahok dalam suasana informal. Saya minta Beliau untuk

memperbaiki cara berkomunikasi, jangan seenaknya bicara, sebab

kita memiliki masyarakat terdidik, heterogen. Responnya ok, dia mau

perbaiki. Ada beberapa hal yang kadang membuat anggota dewan

kecewa, misalnya ketika membahas sebuah kebijakan denganDPRD

dia setuju, tapi begitu bertemu dengan wartawan, ucapannya menjadi

berbeda, tidak setuju. Pernah kita tanyakan, tapi, sia-sia, karena dia

selalu begitu terus. 49

47 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 48 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 49 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017

121

Yang bawa Ahok ke Jakarta adalah Gerindra. Kita sering ingetin,

tapi dia pura-pura tidak tahu. Waktu belum di posisi Gubernur,

komunikasinya baik, bagus, setelah menjabat keluar asilnya. Saya

melihat cara komunikasi Ahok tak berubah, baik sebelum dan setelah

Pilkada. Kalau ada yang membagus-baguskan gaya komunikasi

Ahok wajar jika dia mendukung Ahok di Pikada. Komunikasi saya

dengan Ahok tidak bagus, teman dewan lain juga mayoritas sama.

Bukti bahwa komunikasi Ahok dengan DPRD buruk adalah

munculnya hak angket. Tidak mungkin ada hak angket kalau

komunikasi Gubernur bagus.50

Sebagian besar informan tak punya pengalaman manis, indah, berkomunikasi

dengan Ahok. Malahan ada informan yang pernah berteman baik dengan Ahok

belakangan komuniaksinya mampet setelah partainya tak mendukung Ahok

dalam Pilkada 2017.

Informan MT contohnya. Dulu ia punya hubungan cukup dekat dengan

Ahok, komunikasi lancar. Belakangan komunikasi keduanya buntu setelah Ahok

meninggalkan Partai Gerindra.

Selebihnya, informan lain mengaku tak punya pengamalan manis

berkomunikasi dengan Ahok, terutama karena gaya komunikasi yang

dikembangkan sang gubernur. Pernyataan informan TQ, politikus Partai

Demokrat, ini adalah gambaran umum mereka yang tak punya pengalaman

manis.

Peristiwa manis, nyaris tidak ada. Komunikasi saya biasa, hubungan

pertemanan baik. Kalau konteks hubungan kerja, ya itu tadi, dia itu

tipe one man show. Banyak hal terkait kebijakan dijalankan dan

diputuskan sendiri.51

50 Wawancara dengan MT, politikus Gerindra, pada 3 April 2017 51 Wawancara dengan TQ, politikus Demokrat, pada 3April 2017

122

4.3.5. Interpretasi Informan Mengenai Diksi yang Dipakai Ahok Saat

Berkomunikasi

Sudah menjadi pengetahuan umum, dalam berkomuniaksi Ahok kerap kali

menggunakan pilihan kata, diski, yang tak lumrah umumnya pejabat publik. Pada

suatu kesempatan ia menggunakan bahasa gaul anak muda, lho –gue. Pada

kesempatn lain, Ahok menggunakan kata yang vulgar, bahkan kurang sopan

untuk ukuran seorang pejabat.

Diksi adalah bagian dari gaya komuniaksi Ahok yang khas. Nah, para

informan menginterpretasikan secara beragam mengenai diksi Ahok dalam

berkomuniksasi. Sebagian menganggap hal itu biasa saja. Sebagian lagi

memandang itu ada sisi baiknya. Sebagian yang lain menilai hal itu tak pantas

dilaukan pejabat public. Menariknya, yang terekam kuat di benak para informan

yakni pilihan kata Ahok yang ‘kasar’ seperti rampok, begal, maling, sikat, taik.

Informan SY memandang diksi yang dipilih Ahok itu semata untuk

mengubah mental dan mindset PNS. Dengan pilihan diksi yang kasar, kata SY,

Ahok ingin menyampaikan pesan politiknya untuk sama-sama membangun

Jakarta dengan mindset yang baru, bekerja untuk rakyat, saatnya melayani rakya,

bukan dilayani rakyat.

Memang tidak enaknya saat dia ngomongnya nyablak, bahasanya

kasar, rampok, maling. Kita merasa tidak enak karena kita tidak

biasa dengar gaya bahasa seperti itu. Saking banyaknya masalah di

Jakarta, dia bilang saja rampok, mungkin karena dia pusing. Dibalik

itu kita harus fair menilai dia, buktinya banyak pembangunan jalan.

Dengan bahasa yang kasar, dia itu sedang menciptkan fondasi,

charater building-nya harus dibentuk dulu, kalau nggak korupsi

tetap merajalela. Nanti, kalau Ahok nggak terpilih, siapapun yang

jadi pemimpin Jakarta, malu kalau tidak mampu menjadi pemimpin

yang bersih dan tegas. Ahok itu udah kayak anjing herdernya

123

Jakarta. Penjaga uang Jakarta, nggak boleh ada yang main. Jadi apa

yang sudah dibuat Ahok adalah fondasi, standar ukuran.52

Perasaan tak enak juga dirasakan informan PE. Namun walau sempat marah

ketika Ahok menuding DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah, PE

melihat kata – kata kasar Ahok ada ‘manfaatnya’

Saya pernah bicara langsung sama Ahok, saya bilang, kalau lu

menyinggung masalah kelembagaan gua nggak suka. Kalau lu

bilang oknum saya nggak apa-apa, jadi bukan semua. Dia

ngomongnya agak kasar, bahasa yang dipilihnya maaf misalnya

bahasa kebun binatang atau toilet, itu gayanya saat dia marah. Itu

menunjukkan dia tidak kompromi dengan korupsi, saya suka.

Intinya, bahasa kasarnya itu kan untuk mengubah mindset, lu mau

coba-coba maling, udah bukan saatnya. Kata-kata itu diucapkan

Ahok kan agar orang tidak lagi bermain-main dengan anggaran.53

Senada dengan PE, informan TS tidak masalah dengan diksi Ahok.

Pilihan diksi, lu, gue, menuding nggak masalah, tapi diksi seperti itu

tidak melulu positif. Sebenarnya dari aspek subtansi, pembahasan

anggaran tidak masalah, tapi statement ‘anggaran siluman

dimunculkan lagi, tapi realisasinya tidak ada. Karakter Ahok seperti

itu, emosional, kadang adem, kadang meledak-ledak. Menghadapi

tahun politik, suhu emosional biasanya memanas.54

Informan BB juga tak mempersoalkan pilihan kata Ahok. BB tak terbawa

arus ketika banyak pihak memojokkan Ahok ketika dia menyebut maling

seorang ibu yang menanyakan Kartu Jakarta Pintar (KJP).

Apa yang keluar dari mulut Ahok, terutama bahasa kasarnya, kata

dia, sebenarnya untuk pembelajaran bagi kita (anggota DPRD DKI

Jakarta) dan masyarakat. Ya sudah. Kita berat menerima

konsekuensi perubahan, kita ingin berubah, tapi konsekuensi

perubahan itu kita nggak sanggup menerimanya. Ceritanya aja mau

berubah, Jakarta lebih baik, Jakarta bebas pungli, kena maki dikit

marah. Syukur dia masih maki, coba di Singapura lakukan itu,

masuk penjara. Di agama manapun disebutkan bahwa maling itu

52 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 201 53 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017 54 Wawancara dengan PE, politikus PDIP, pada 31 Maret 2017

124

mengambil barang orang tanpa izin. Tapi kita lebih suka

menjabarkannya dengan, Anda jangan dong mengambil barang

orang tanpa izin, itu nggak baik. Saya setuju dengan ucapan dia. 55

Informan AA juga menilai diksi atau bahasa yang dipakai Ahok saat

berkomunikasi adalah semata-mata untuk mengubah mindset pegawai negeri dan

rakyatnya. Bahasa yang dipakai Ahok, yang dinilai sebagai orang kasar, menurut

AA, harus dimaklumi karena bahasa terbentuk oleh lingkungan.

Cara berbahasa seseorang juga harus dimaklumi, karena bahasa

terbentuk oleh lingkungan. Sehingga kita harus memahami,

memaklumi bahwa semua orang punya perbedaan. Jangan

perbedaan itu jadi perselisihan. Siapapun dia, menyampaikan

apapun dengan bahasa apapun, tapi karena korelasinya dengan

tugas menguntungkan rakyat atau tidak? Kalau bahasanya tidak

santun, kasar, dia bisa memperbaiki. Kenapa dia santun, kenapa dia

kasar? Pertama latar belakang, kedua, tipycal, dia ingin

menyampaikan sesuatu, tapi tidak ada jalan lain, sehingga harus

dengan bahasa kasar tapi untuk kebenaran, untuk kepentingan

rakyat.56

Bagi informan ST, diksi yang dipakai Ahok sangat tepat. Sebab tujuannya,

kata dia, bukan untuk menyinggung perasaan orang lain. Tapi untuk membangun

Jakarta lebih baik, tanpa kompromi terhadap ‘permainan’ anggaran. Sereida

melihat, mereka yang tersinggung dengan kata – kata Ahok adalah mereka yang

punya kepentingan, yang tak sejalan dengan kebijakan Ahok.

Persoalan bahasa, budaya kita belum terbiasa menyatakan yang benar,

benar, yang salah, salah. Sehingga kita sering mentolerasi hal-hal

salah. Pak Ahok bicaranya straight to the point. Dia juga tegas. Dia

bersikap begitu untuk mengubah mindset, cara kerja, sehinga Pak

Basuki membangun system. Taka da lagi PNS nilep dengan system e-

katalog, e-budgeting. Tak ada lagi negosiasi. 57

55 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 56 Wawancara dengan AAi, politikus Golkar, pada 26 April 2017 57 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017

125

Informan JA tak ada masalah dengan pilihan kata Ahok yang dipersoalkan

oleh banyak orang. Dia juga mengaku tidak tersinggung karena tak merasa

tertuduh, misalnya dengan tudingan ‘rampok’, ‘begal’, ‘maling’ yang dilontarkan

Ahok.

Ahok itu ngomongnya tembak ditempat, tidak suka dengan bahasa

yang mengayun. Kalau dia bilang nggak, dia bilang nggak bisa. Di

bilang DPRD Dewan Perampok Daerah, dia bilang begitu secara

umum, biarin aja. Dia sebut ada dana Siluman di RAPBD 2015, saya

yakin dia bicara begitu ada dasarnya, karena saya tak merasa, masuk

kuping kiri keluar kuping kanan, ya biarin saja, saya tidak

tersinggung. Dia sebut maling sama seorang ibu di kasus KJP, biarin

saja kalau faktanya begitu. Kalau ngomong instonasinya keras, itu

memang selling point dia, , itu cara dia menyampaikan ketegasannya.

Masyarakat toh juga suka gaya seperti itu. Yang penting kan

kinerjanya sangat bagus, buktinya pembangunan dimana-mana.58

Sejumlah informan menilai pilihan kata Ahok tak elok untuk seorang

pemimpin. Karena, menurut mereka, banyak pihak yang tersinggung. Beberapa

informan bahkan menyarankan Ahok sebaiknya menyampaikan pesan politik

dengan bahasa yang baik agar feedback-nya juga baik.

Informan TQ memandang, diksi yang dipilih Ahok hanya untuk menaikkan

popularitas dan mencitrakan dirinya tegas.

Pilihan diksinya tidak proper, tidak patut, dan tidak pantas diucapkan

oleh seorang pemimpin. Bahasanya kasar, karena dia merasa benar

sendiri, hebat sendiri, dan cenderung psikopat, menjatuhkan orang lain

untuk pencitraan, lebih banyak jaimnya. Kalau ada yang bilang Ahok

berkata kasar karena dia itu tegas, menurut saya, tegas kalau nabrak

aturan buat apa? Contohnya, penggunaan dana non budgeter. Kalau

konteks corporate government, dananya jangan masuk Ahok Center,

Tak ada makan siang gratis.59

58 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 59 Wawancara dengan TQ, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017

126

Persepsi negatif atas diksi yang digunakan Ahok juga muncul dari informan

PS Politisi Partai Gerindra ini menilai banyak kata – kata yang tak pantas

diucapkan seorang pejabat public seperti Ahok.

Sangat kasar pilihan bahasa atau diksinya. Karena dia bicara kasar

sama anak buahnya, saya goblokin dia. Itu bagian dari saya

mengingatkan dia untuk tidak sembarang bicara. Gara-gara sering

berseberangan, berapa kali dia nantang saya, Prabowo coba diperiksa

kekayaannya, saya jawab, oh silakan saja. Waktu itu gara-gara saya

bicara keras soal Sumber Waras. Saya malah balik nantang, ayo kita

sama-sama buka-bukaan harta kekayaan kita. Silakan. Biar ketahuan

siapa yang salah dan benar. 60

Informan MU juga mempersepsikan negatif diksi yang dipakai Ahok saat

berkomunikasi, Menurut dia, dengan pilihan diksi yang ‘kasar’, Ahok ingin

memperlihatkan dirinya hebat dengan menyudutkan pihak lain (DPRD, KPK,

Kemendagri, dan masyarakat). Sehingga dia selalu mencurigai usulan anggota

DPRD.

Gaya komunikasi Ahok buruk, dia sering menuding-nuding

warganya, menyalahkan dewan. Dalam kasus seorang ibu yang

disebut Ahok, ibu maling. Itu terlihat sekali bagaimana Ahok bicara

dengan emosi. Nada bicaranya keras dan tuduhannya menyakitkan.

Sangat tidak elok pemimpin mengatakan seperti. Secara manusiawi,

kita marah. Apalagi saat dewan dimediasi oleh Kemendagri dalam

kasus RAPBD 2015, Dia memarahi anak buahnya dengan nada suara

yang keras, kalimat yang men-jugde, di depan anggota dewan. Ini

jelas menyakitkan orang yang disudutkan. Kalau Pak Ahok, cara

komunikasinya sudah curiga dulu sama dewan, padahal kita tahu

komunikasi itu sangat vital.61

Informan AY melihat pilihan kata Ahok dalam berkomunikasi tak lepas dari

karakternya yang temperamental dan emosional.

Semua institusi dituding salah dengan bahasa yang kasar. Harusnya

gaya temperamental, penggunaan bahasa kasar diubah agar tak

60 Wawancara dengan PS, politikus Partai Gerindra, pada 13 April 2017 61 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 Mei 2017

127

melukai pihak lain karena seorang pemimpin harus mampu

membangun komunikasi dengan semua pihak.62

Informan HD juga berpandangan kata-kata kasar yang dilontarkan Ahok

membuat banyak orang tersinggung.

Dalam pelajaran etika, ada budi pekerti, pimpinan orang yang

dihormati, harus berprilaku santun. Cara menyampaikan kebijakan

boleh tegas tapi santun. Bukan tegas tapi kasar. Ahok kan

menggunakan bahasa lisannya dengan pilihan kata-kata kasar.

Sebetulnya itu tidak harus terjadi. Kalau bicara pemerintahan, itu

merupakan kerja sama antara gubernur dan DPRD. Sehingga Kalau

ingin pemerintahan bisa baik, komunikasi antara gubernur dan DPRD

harus baik.63

Di mata informan MF, Ahok sengaja menggunakan kata – kata kasar untuk

menyerang lawan politiknya. Bahkan Ahok, menurut dia, suka meremehkan

pokok-pokok pikiran anggota dewan saat menyusun RAPBD. Ahok juga dinilai

bicaranya serampangan dan tidak konsisten sehingga membuatnya antipasti.

Contoh Ahok tidak konsisten, menurut MF, Ahok suka bicara hal yang berbeda,

meski subtansinya sama. Misalnya, ke dewan dia bicara setuju, begitu ketemu

wartawan, dia bilang belum setuju.

Kita punya aspirasi berbentuk pokok pikiran, misalnya ketika lihat

jembatan rusak, tolong diperbaiki, itu usulan. Sering dia anggap

pokir itu seolah-olah dewan meminta proyek, itu tudingan yang

kasar. Bahasa kebun binatang dan toilet keluar dari mulutnya. Itu

kan bahaya, dan kasar sekali, seperti dia bilang, maling, rampok,

dana siluman, gua buka taik-taik itu! saat talk show di acara

televisi. Lihat karakter kayak gini saya juga muak. Dia juga tidak

konsisten, ke dewan bicara setuju, di depan wartawan menjadi

tidak setuju.64

62 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 April 2017 63 Wawancara dengan HN, politikus Hanura, pada 13 April 2017 64 Wawancara dengan MF, politikus PKB, pada 26 April 2017

128

Meski mengaku punya gubungan dekat dengan Ahok, Informan AZ mengaku

tak nyaman dengan kata – kata Ahok yang disebutnya kasar.

“Dana siluman itu salah dan itu tudingan yang kasar tanpa dasar.

Toh, Sampai sekarang Ahok nggak bisa buktikan. Tuduhan tidak

berdasar, tapi opini public terbentuk DPRD jelek? Kita kecewa, kita

dianggap sebagai wakil rakyat yang tidak berkerja untuk rakyat.

Yang tadinya konstituen simpati dan percaya, jadi kecewa sama

dewan. Mestinya gubernur tidak boleh bicara sekasar itu, seperti dia

sebut DPRD rampok, maling, itu kan pilihan diksi yang kasar yang

membuat semua anggota dewan sakit hati dan kecewa. 65

AN juga tak suka saat DPRD disebut rampok. Tuduhan itu dinilainya tanpa

dasar, dan hingga kini dia tak bisa membuktikan kata-katanya. Akibat tuduhan

Ahok pada dewan, maka dewan pun mendapat stigma jelek, buruk dan cenderung

koruptif dari masyarakat. Menurut AN, Ahok sudah menang dalam membuat

opini bahwa anggota dewan itu stigmanya buruk, tak becus bekerja untuk rakyat.

Kata-kata maling, rampok itu bahanya kasar, dan artinya dia

menghina, menuding, dan memfitnah dewan. Dana siluman yang

keluar dari mulut Ahok itu juga fitnah, perlu dibuktikan. DPRD

disebut Dewan Perampok Duit Daerah, itu jelas menuding, 106

anggota dewan marah. Saya nggak ngerti, keadilan macam apa, DKI

dipimpin rezim seperti ini.66

Menurut Informan MT, pilihan kata Ahok yang menurutnya ‘tak pantas’

menjadi pemicu utama mampetnya komunikasi antara eksekutif dn legislatif di

DKI Jakarta. MT bercerita, dirinya sudah berupaya mengingatkan Ahok tapi tak

dihiraukan.

Gaya komunikasi Ahok kasar, bahasanya juga kasar, rampok,

maling, semua keluar dari mulut Ahok. Saya lihat sebelum dan

setelah Pilkada, gayanya nggak berubah, ketika di wawancara sama

televisi, dia tak ada penyesalan soal Almaidah, di ulang terus,

65 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017 66 Wawancara dengan AN, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017

129

dimana perubahannya? Akibat bahasa yang kasar yang diucapkan

Ahok, dampaknya adalah kebuntuan komunikasi dengan DPRD.67

AL menilai, kata-kata yang disebutkan Ahok, seperti rampok, maling, dana

siluman, DPRD taik, tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi seorang

pemimpin. Dia khawatir Ahok justru memberi contoh tidak baik pada generasi

penerus.

Masa depan anak-anak kita harus dijaga, ketika seorang pemimpin

bicara tidak substansi dengan persoalan-persoalan social,

kemaslahatan, ini tidak bisa ditiru. Pemimpin seperti ini memang

tidak patut dipilih lagi. Seorang pemimpin harus beri contoh

komunikasi yang baik, tidak boleh bicara kasar, karena kita orang

melayu. Ahok sebut DPRD Dewan Perampok Rakyat Daerah, itu

salah satu komunikasi Ahok yang tidak baik. Menuding dan harus

dibuktikan. Tahun 2015, Ahok katakan DPRD rampok, maling dan

ada dana siluman 12,1 Triliun, sampai hari ini tidak bisa dibuktikan. 68

4.3.6. Interpretasi Informan Terhadap Gaya Komunikasi Politik Ahok

Dari pengalaman anggota dewan berkomunikasi dengan Ahok, muncul

interpretasi atau pemaknaan para informan mengenai gaya komunikasi politik

Ahok. Di dalamnya tercakup diksi, bahasa tubuh, instonasi dan ekspresinya

ketika Ahok berbicara.

Menurut Norton (1983) gaya komunikasi dibagi menjadi sepuluh, yaitu (a)

Dominan, komunikator dominan dalam berinteraksi. Orang seperti ini cenderung

ingin menguasai pembicaraannya; (b) Dramatic, Dalam hal berkomunikasi

cenderung berlebihan, menggunakan hal-hal yang mengandung kiasan,

67 Wawancara dengan MT, politikus Partai Gerindra, pada 3 April 2017 68 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017

130

metaphora, cerita, fantasi dan permainan suara; (c) Animated Expresive,

komunikator cenderung menggunakan bahasa nonverbal untuk memberi warna

dalam berkomunikasi, seperti kontak mata, ekspresi wajah, gesture dangerak

badan; (d) Open, komunikator bersikap terbuka, ramah tamah, gregarious, tidak

ada rahasia dan approachable, sehingga timbul rasa percaya dan terbentuk

komunikasi dua arah; (e) Argumentative, komunikator cenderung suka

berargumen dan agresif dalam berargumen; (f) Relaxed, komunikator lebih

tenang, sabar dan menyenangkan; (g) Friendly,komunikator mampu bersikap

positif dan saling mendukung terhaap oranglain; (h) Attentive, Komunikator

berinteraksi dengan orang lain demgan menjadi pendengar yang aktif, empati dan

sensitive; (i) Precise, komunikator lebih fokus pada ketelitian, dokumentasi dan

bukti dalam informasi dan argumentasi; dan (j) Impression Leaving, Kemampuan

seorang komunikator dalam membentuk kesan pada pendengarnya.69

Para informan mengemukakan gaya komunikasi Ahok sangat ekspresif,

temperanmental, emosional, mudah marah, meledak-ledak, straight to the point,

blak-blakan, ceplas-ceplos, tanpa tedeng aling-aling.

Mereka, para informan, tak seragam menginterpretasikan gaya komunikasi

politik Ahok. Informan PE, misanya, melihat gaya komunikasi Ahok adalah

bagian dari karakter Ahok yang susah diubah

Memang dia ngomongnya ceplas-ceplos, itu karakter dia, tapi

sekarang (masa kampanye Pilkada) komunikasinya sudah mulai

banyak berubah. Sekarang ada yang mengkoreo. Kalau dulu,

merespon sesuatu dia langsung nyemprot dan ngomongnya,

bahasanya sembarangan. Waktu saya ingetin soal gaya bicaranya, dia

69 D.D Cremer , How Self Relevant is Fair Treatment? Social Self Esteem Moderates Interactional Justice Effects (Social Justice Research,Vol.17, 1997) Hal.4

131

bilang di hati dia nggak mau begini, tapi yang diucapkan jedut. Baru

nanti sadar lho kok saya ngomong begitu.70

Informan SY mengaku menyukai ekspresi Ahok dalam berkomunikasi. Dia

menilai Ahok bicara apa adanya, tidak suka basa-basi. Dibalik ekspresi Ahok,

SY melihat dia adalah tipe pekerja keras, cerdas, lugas, dan spontan. SY terkesan

ketika Ahok mengatakan dirinya pelayan rakyat, bukan gubernur yang harus

dihargai.

Dia melakukan itu untuk mengubah mindset, mental pejabat yang

selalu ingin diladeni, dihargai, dan dihormati. Ahok itu ngomongnya

spontan, tidak suka berbasa-basi. Kalau suaranya keras, karena latar

belakangnya dia tinggal di Belitung Timur, di mana hutan belukar

masih luas, di kawasan tambang timah, kalau suaranya keras itu

karakter. Kalau nggak keras, Jakarta nggak bisa rapi kayak

sekarang.71

Gaya Ahok saat berbicara juga direspon positif informan BB. Dia melihat

gaya Ahok dibutuhkan oleh Jakarta, yang penduduknya heterogen. Menurut BB,

gaya itu menggambarakan dia tidak takut pada siapapun dalam menegakkan

kebenaran.

Dia kalau ngomong straight to the point, blak-blakan, kadang ceplas-

ceplos. Gayanya saya suka. Saya analogikan, polisi Medan nangkap

pengendara sepeda motor. Semua memang lengkap, tapi gayamu aku

nggak suka. Orang sebrengsek apapun biar aja, kalau 75% rakyat

Jakarta puas, kita mau bilang apa. Gubernur sebelumnya memenuhi

harapan mereka, tapi apa memenuhi pembangunan rakyat.72

Informan AA juga oke – oke saja dengan gaya komunikasi Ahok, yang to the

point dalam menyampaikan pesan politiknya. Menurut politisi Golkar ini, setiap

orang punya karakter sendiri yang mewarnai style berkomunikasi mereka.

70 Wawancara dengan PE, politikus PDIP pada 31 Maret 2017 71 Wawancara dengan SY, politikus Hanura, pada 13 April 2017 72 Wawancara dengan BB, politikus Nasdem, pada 13 April 2017

132

Ada sesuatu yang baru yang dia tampilkan, tidak menjadi kebiasaan

orang-orang politik dan birokrat sebelumnya. Ada kekagetan pasti

karena tidak biasanya, tapi bisa difahami. Sebenarnya Gubernur

sebelumnya, gaya komunikasinya lumayan menarik, tapi tidak

terekspos. Jadi gubernur itu di DKI ini dengan berbagai

permasalahannya, otaknya nggak pecah saja sudah bagus, kadang-

kadang dia meledak. Gubernur sebelumnya juga kayak gitu, sama,

tapi tidak terekspos.Walaupun kontroversi, yang dipersoalkan hanya

gaya komunikasinya, tapi leadership-nya bagus.73

Informan ST meyakini Ahok punya alasan mengapa dia memilih gaya bicara

meledak-ledak, mungkin karena kelompok yang dihadapinya berseberangan

dengan gayanya dia memimpin. Menurut ST, persoalan Jakarta yang

complicated, harus dibenahi dengan gaya kepimpinan yang tegas. Ketegasan

Ahok, kata dia, tak hanya tercermin dari ekspresinya ketika bicara, tapi juga dari

kinerjanya. Sebagian masyarakat suka dengan ekspresi dia seperti itu.

Tipycal Beliau itu khas saat bicara, kalau salah, ya udah akui lu

salah. Kalau penyampaiannya tidak tegas, akan terjadi negosiasi. Pak

Basuki pernah jadi bupati, anggota DPR, dia faham soal anggaran.

Mungkin dia pikir, ngapain saya harus negosiasi di anggaran. Jika

saat bicara ada nada-nada tinggi, ya namanya orang marah, ya

nadanya pasti marah. Tapi marahnya dia bukan tanpa sebab, pasti ada

pemicunya.74

Senada dengan sejawatnya, Informan JAd juga menyukai gaya komunikasi

Ahok yang khas. Menurut dia, Ahok melakukannya karena ingin mengubah

mindset dan mental pegawai maupun pejabat yang ingin dihargai, tapi tak terlihat

kerjanya. Gaya Ahok, kata JA, adalah selling point seorang Ahok dalam

memimpin Jakarta dan rakyat Jakarta suka.

Gaya Komunikasi politik Pak Ahok itu blak-blakan, straight to the

point, ceplas-ceplos, tembak ditempat, tidak suka dengan bahasa

yang mengayun. Kalau ya dia bilang nggak, dia bilang nggak bisa.

73 Wawancara dengan AA, politikus Partai Golkar, pada 26 April 2017 74 Wawancara dengan ST, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017

133

Tidak pernah basa-basi, kasar, itu nilai tambahnya. Masyarakat juga

suka gaya itu. Dia ngomong tidak pernah berpikir dampaknya.

Karakternya memang keras, bahasanya kasar, instonasinya keras, itu

selling point dia. 75

Informan TS, mengkritisi gaya komunikasi Ahok. Friksi tajam anggota

DPRD DKI Jakarta dan Ahok, menurut dia, dipicu gaya komunikasi politik sang

Gubernur. Seharusnya Ahok mempertimbangkan etika dalam berkomunikasi

dengan pihak manapun, baik masyarakat maupun dengan anggota dewan.

Pak Ahok komunikasinya cenderung straight to the point.

Karakternya emosional, kadang kalem, kadang meledak-ledak. Gaya

komunikasi politik seperti itu tidak tepat untuk sepanjang waktu. Kita

pernah punya pemimpin yang tegas dengan gaya komunikasinya

yang khas. Seperti Ali Sadikin, setahu saya dia tidak memarahi anak

buahnya di depan umum. Pak Ahok dari awal sampai akhir,

memarahi anak buahnya di depan rapat, baik rapat internal maupun

eksternal. Gaya seperti itu tidak melulu positif. Publik rada kecewa

dengan Pak Ahok ada, tapi yang puas juga ada. Sekarang public

makin dewasa menilai.76

Informan MT secara terbuka menyatakan dirinya tidak menyukai gaya

komunikasi politik Ahok. Ketika sebagian anggota dewan menilai gaya Ahok

menunjukan yang bersangkutan tegas, MT justru sebaliknya. Ia mempertanyakan

ketegasan Ahok. MT mencontohkan, Ahok pernah menyebut maling seorang ibu

dalam kasus KJP. Belakangan aturan KJP diubah, boleh ditarik tunai.

Lalu dimana tegasnya. Sekarang ada KJP boleh beli daging. Ahok

itu bukan tegas, tapi dia ngotot mempertahankan kemauannya dan

kesalahannya. Gaya komunikasi Ahok buruk, tidak sopan, belum ada

sisi baiknya. Yang dianggap berseberangan dia lawan. Saya yang

bawa Ahok lewat Gerindra ke sini (menjadi wagub), bukan PDIP.

Aslinya baru ketahuan sekarang. Dulu tuh dia umpetin keasliannya.

Sekarang belaga. Saya sering kasih saran, mulut lu jaga, lu kadang-

kadang lupa sebagai gubernur.77

75 Wawancara dengan JA, politikus PDIP, pada 2 Mei 2017 76 Wawancara dengan TS, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 77 Wawancara dengan MT, politikus Partai Gerindra, pada 3 April 2017

134

Senada dengan MT, TQ juga menilai ekspresi Ahok yang meledak-ledak

saat bicara kurang bagus untuk seorang pemimpin. Dia juga tidak melihat gaya

yang Ahok sebagai bentuk ketegasannya dalam memimpin Ibukota.

Tegas sama kasar beda. Tegas kalau nabrak aturan buat apa. Sampai

sekarang saya tidak melihat sisi baik dari gaya komunikasi

Ahok.Malah saya melihat ekspresinya saat dia ngomong sangat

buruk, tidak patut. Ahok sebaiknya jaga mulutnya, jaga congornya.

Jangan merasa benar sendiri, hebat sendiri. Dengan ekspresi

meledak-ledak seperti itus, saya pikir Ahok cenderung psikopat,

karena lebih banyak jaimnya untuk pencitraan.78

Informan AY punya catatan khusus mengenai gaya komunkasi Ahok yakni

kegagalannya menahan emosi. Kelewat temperamental. Selain teriakan maling

pada ibu – ibu dalam kasus Kartu Jakarta Pintar, AY, mengingat betul Ahok

memarahi bawahanya dalam rapat dengan DPRD membahas APBD 2015 yang

difasilitasi Kemendagri. Menurut dia, sebagai pemimpin Ahok semestinya

mengubah gaya komunikasinya.

Gaya komunikasinya temperamental, emosional, kata-katanya kasar,

akibatnya banyak membuat orang lain tersinggung. Tipenya one man

show. Harusnya gaya temperamentalnya diubah karena dampaknya

banyak melukai hati orang lain. Jangan merasa benar sendiri, sebagai

pemimpin yang baik, harus mampu membangun komunikasi dengan

semua pihak.79

Anggota dewan lainnya, informan HD juga berpandangan sama dengan AY.

Komunikasinya nggak bagus. Emosional, bicara dengan instonasi

suara yang keras dan pilihan kata-katanya kasar. Dia bicara dengan

emosi, Ibu bisa lihat videonya. Itu bicara dengan emosi, sehingga

sering keluar kata-katanya tidak terkontrol. Pemimpin harus tegas,

tapi bukan berarti kita harus kasar.80

78 Wawancara dengan TQ, politikus Partai Demokrat, pada 3April 2017 79 Wawancara dengan AY, politikus PKS, pada 31 Maret 2017 80 Wawancara dengan Hamidi, politikus Partai Hanura, pada 13 April 2017

135

Informan PS juga menilai gaya komunikasi Ahok kurang baik untuk

seorang pemimpin. PS mengaku tak sreg dengan cara Ahok menjatuhkan mental

anak buahnya dengan cara memarahinya di dalam rapat. Mantan pejabat DKI

Jakarta ini sangat tidak suka dengan gaya Ahok. Dia merasa betapa tidak

berharganya seorang PNS dimarah-marahi, ditekan di depan rapat.

Gaya komunikasi Ahok tidak elegan, spontan, seenak udelnya,

ceplas-ceplos, blak-blakan, apa yang dikatakan belum tentu yang dia

pikirkan. Asal ceplos saja. Komunikasinya jelek sekali. Dia bukan

politikus, kalau politikus dia bisa dekati banyak orang. Kalau jelang

Pilkada gaya dan ekspresi Ahok berubah, itu diciptakan pada kondisi

mendesak, misalnya dia lebih santun, saat tersandung kasus Al

Maidah, dia juga lebih hati-hati bicara. Saya yakin kalau terpilih lagi,

dia akan kembali seperti semula, karena itu karakter dia.81

Informan MF melihat gaya komunikasi Ahok itu adalah bagian dari

karakternya. Politsi PPP ini melihat, menjelang Pilkada 2017 Ahok tampil lebih

santun, itu hasil polesan konsultan politiknya.

Jelang Pilkada, kejadian Almaidah 51, dia memang mulai berubah. Tapi

saya lebih percaya omongan Jokowi, waduh saya capek, habis saya ingetin

dia begitu lagi. Kalau terlihat lebih santun, itu dipoles oleh konsultan

politiknya. Ahok ingin memperlihatkan dirinya hebat, baik, sambil

menyudutkan dan menyalahkan orang lain (DPRD, KPK, Kemendagri,

dan masyarakat). Dia kan pernah bilang, Dia juga ngomongnya asal

ceplos, blak-blakan, straight to the point. Ketika berfriksi dengan DPRD,

dia bilang, Haji Lulung gua lawan? 82

Informan MU tidak suka gaya komunikasi Ahok, terutama kebiasannya

menuding-nuding orang yang dianggapnya salah. Ketika Ahok menyebut maling

seorang ibu dalam kasus Kartu Jakarta Pintar (KJP), MU marah. Menurut dia,

tidak elok seorang pemimpin mengatakan seperti itu kepada rakyatnya. Gayanya

81 Wawancara dengan PS, politikus Partai Gerindra, pada 13 April 2017 82 Wawancara dengan MF, politikus PPP, pada 26 April 2017

136

Ahok yang selalu curiga juga membuat komunikasi antara eksekutif dan legislatif

buntu.

Kok bisa-bisanya Gubernur mengklaim, kalau usulan dewan masuk

wilayah dana siluman. Padahal dewan mendapat usulan itu dari

masyarakat melalui reses. Kalau ada satu - dua orang yang

dimaknai Ahok bahwa usulan itu salah satu cara untuk

mendapatkan proyek, ya silakan proses hukum. Jangan semua

disamakan. Kalau Pak Ahok, masalahnya ada di komunikasi.

Sudah komunikasi nggak baik, kita tidak dihargai, curiga mulu,

DPRD didudukkan di wilayah yang salah, padahal sebagai mitra,

kita harus sama-sama membahas Perda. 83

Informan AZ juga memandang gaya komunikasi Ahok, straight to the point,

ceplas-ceplos, blak-blakan itu sebagai karakter.

Saya secara pribadi pernah ingetin Beliau, tapi Beliau bilang, Gua

kalau ngomong, ya ngomong dulu, kalau udah ngomong, dia bilang

oh iya ya, saya ngomong salah. Saat dia terpeleset kasus Al Maidah,

dia lebih santun, dia mulai melunak. Selamatnya manusia itu dari

lisan, ini pelajaran berharga buat Ahok.84

Informan AN juga tidak terlalu suka dengan gaya Ahok yang sering

menganggap anggota dewan salah, dan dijadikan musuh bersama.

Ahok itu curigaan, dia bicara keras soal DPRD rampok, dana

siluman. Apa itu tidak memfitnah dewan, menuduh tanpa bukti.

Kalau dia bicara keras menuding DPRD rampok, apa itu tegas?

Saya lihat dia hanya pencitraan. Dengan keras bicara saat akan

menggusur Kakijodo, apa itu dia tegas? Setelah diusut nggak tahu

untuk kepentingan siapa? Tegas itu berkonotasi positif, tapi ini kan

tidak.85

Informan AL menilai dalam berkomunikasi Ahok blak-blak dan semaunya

sendiri. Menurut AL, Ahok yakin dirinya penguasa yang punya kekuatan, baik

83 Wawancara dengan MU, politikus PKB, pada 2 April 2017 84 Wawancara dengan AZ, politikus PKB, pada 3 Mei 2017 85 Wawancara dengan AN, politikus Partai Demokrat, pada 3 April 2017

137

ketahanan, keamanan dan komunikasi, sehinnga dia berkomuniaksi secara

serampangan.

Saya pernah katakan pada Basuki, berkomunikasilah yang baik.

Kalau Anda begitu terus, kesehatan jiwa Anda perlu diperbaiki. Dia

marah kan, dia bilang, ‘gua sudah lulus tes semuanya, tes kejiwaan

saat Pilkada lulus’. Kita kan nggak tahu, benar nggak itu lulus.

Saya pernah mengkritik Ahok kalau dia tidak substansi, saya

arahkan. Waktu saya tanya kenapa kau bilang ada duit Rp 12,1

triliun di DPRD, mana uangnya, kan belum ketok?. Dia (Ahok)

bilang, ‘gua kan ngomong dulu, baru mikir’.86

4.4. Pembahasan

Dalam melakukan analisis data, peneliti mengacu pada prosedur yang

dibakukan oleh Colaizzi yakni data dianalisis secara terpisah untuk mendapatkan

pemahaman menyangkut keseluruhan esensi fenomena yang diteliti.

Colaizzi memaparkan, hasil wawancara dikelompokkan dalam beberapa

pernyataan subtansial atau significant statement. Dari pernyataan subtansial

tersebut dikelompokkan lagi menjadi beberapa tema tertentu. Berikutnya

dilakukan uraian analilis atas tema – tema, yang oleh Coalizzi disebut ‘’uraian

mendalam’’ atau exhaustive description untuk menemukan struktur pokok atau

esensi dari tema yang ada.

Hasil analisis menunjukan para informan mempunyai pengalaman beragam

dalam berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama

atau popular disapa Ahok. Latar belakang informan sangat mempengaruhi

‘tingkat’ hubungan mereka dengan Ahok, juga mewarnai persepsi mereka

mengenai gaya komunikasi politik sang gubernur. Pada tahap berikutnya,

86 Wawancara dengan AL, politikus PPP, pada 5 Juni 2017

138

persepsi itu ikut membentuk pengalaman para informan, yang sifatmya personal,

selama berkomunikasi dengan Ahok.

Pengumpulan data penelitian ini kebetulan peneliti lakukan ketika suhu

politik Jakarta sedang menghangat: menjelang sampai sesudah pencoblosan

putaran kedua Pilkada 2017. Konsekuensinya, berbagai peristiwa di seputar

Pilkada, terutama ketatnya kontestasi para kandidat gubernur, turut mewarnai

data yang terkumpul. Hal itu terjadi karena salah satu kandidat gubernur DKI

Jakarta adalah Ahok. Posisi Ahok sebagai kandidat petahana, membuat para

informan, yang tak lain adalah anggota partai, tak bebas bergerak. Termasuk

dalam hal berkomunikasi dengan Ahok. Mereka tersekat – sekat mengikuti

kebijakan partai politik, tempatnya bernaung.

Hasil analsis data menunjukkan, ‘warna’ politik informan mempengaruhi

pemaknaan mereka atas gaya komuniaksi Ahok. Informan dari partai pendukung

Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017 berkecenderungan memaknai posistif gaya

komunikasi sang gubernur. Partai pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta

2107 yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, Nasdem, PKB dan Golkar. PKB,

yang pada putaran pertama mendukung pasangan Agus-Silvi, beralih

menyokong Ahok – Jarot pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.

Dari delapan informan ‘kelompok pendukung’, hanya tiga orang, satu orang

dari Partai Hanura dan dua orang dari PKB, yang memaknai negatif gaya

komuniaksi Ahok. Terkait ‘penyimpangan’ pemaknaan informan PKB, bisa

disimpulkan hal itu karena dipengaruhi oleh sikap partai mereka yang tak

pendukung Ahok pada putaran pertama.

139

Jika ditilik dari partai yang sejak awal mendukung Ahok sebagai calon

Guberbur DKI Jakara dalam PIlkada 2017, hanya satu infoman yang memaknai

negatif gaya komunaksi Ahok yakni salah seorng dari dua informan dari Partai

Hanura. Sementara satu informan dari Partai Hanura yang lain memaknai positif

gaya komuniaksi Ahok.

Sedangkan informan dari partai yang netral dan yang berseberangan dengan

Ahok , satu suara memaknai negatif gaya komunikasi mantan Bupati Belitung

itu. Artinya, pilihan politik partai merek dalam Pilkada DKI Jakarta 2017

berbnding lurus dengan pemaknaan mereka atas gaya komunikasi Ahok. Partai

yang tak mendukung Ahok yakni Gerindra, PKS, PAN dan PPP. PAN dan PPP

pada putaran pertama mendukung pasangan Agus – Silvi pada putaran kedua

mensupport pasangan Anies – Sandi. Sedangkan Partai Demokrat yang pada

putasan pertama merupakan sponsor utama pasangan Agus – Silvi, pada putaran

kedua menyatrakan netral, tak memihak Ahok juga tak menyokong Anies.

Menarik mencermati pengalaman para informan dalam berkomunikasi

dengan Ahok. Secara umum mereka terbelah menjadi dua kutub. Yang pertama

yakni mereka yang merasa nyaman, tak ada hambatan, dengan gaya komunikasi

Ahok yang ‘fenomenal’, Sebagian informan dalam kutub ini bahkan mengaku

menemukan sisi – sisi positif dari gaya komunkasi sang gubernur. Informan BB

salah satunya. Politisi Partai Nasdem ini melihat apa yang dilakukan Ahok

semata untuk perbaikan bagi semua pihak termasuk DPRD DKI Jakarta. “Apa

yang keluar dari mulut Ahok sebenarnya pembelajaran bagi kita,” katanya.

140

Kutub yang lain yakni mereka yang tak nyaman, bahkan terganggu,

tersinggung, dengan gaya komunikasi Ahok. Sebagian informan dalam kutub ini

berpendapat gaya komunikasi Ahok tak pantas diterapkan oleh pejabat publik.

Mereka tak menemukan sisi positif gaya komukasi itu. Informan AZ, misalnya,

melihat gaya komunikasi Ahok justru berdampak negatif. Politisi Partai

Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mencontohkan banyak pihak yang tersinggung

dengan ucapan Ahok.

Toh, beberapa informan mengaku punya pengalaman manis, posistif,

menyenangkan, dalam berkomunikasi dengan Ahok. Informan yang masuk

dalam kelompok ini adalah mereka yang secara umum tak mempermasalahkan

gaya komunikasi Ahok. Sebagian Informan dalam kelompok ini sangat gampang

berkomunikasi dengan Ahok. Seperti diceritakan informan AA. Politisi Partai

Golkar ini mengatakan, dirinya tak menemui kesulitan jika ingin bertemu Ahok.

Dia menyebut Ahok, membongkar sekat birokrasi yang kaku. Sementara Informan

PE menyebut pengalaman manisnya berkomunikasi dengan Ahok ketika sang

gubernur mau menerima masukan darinya. Politisi PDI Perjuangan ini menyebut

Ahok mudah diajak bicara.

Tetapi mayoritas informan justru punya pengalaman pahit. Bahkan

pengalaman buruk, tak enak berkomunikasi dengan Ahok, juga terjadi pada

informan yang tak mepermasalahkan gaya komunikasi Ahok. Informan PE salah

satunya. Komunikasi PE dan Ahok bisa dibilang dinamis, pasang - surut, panas

- dingin. Ketua DPRD DKI Jakarta itu mengaku punya pengalaman pahit juga

manis selama berinteraksi dengan Ahok.

141

Bahkan PE pernah berseteru hebat dengan Ahok, dipicu ucapan sang

gubernur terkait kasus ‘Dana Siluman’ APBD DKI Jakarta 2015 dan disebutnya

DPRD sebagai Dewan Perampok Rakyat Daerah oleh Ahok. Perseteruan mereka

cukup serius sampai - sampai Presiden Joko Widodo turun tangan

mengakurkannya.

Menariknya, semua informan ternyata merekam kuat dalam ingatan mereka

kasus ‘Dana Siluman’ APBD DKI Jakarta.’ Terbukti semua informan

menyinggung masalah itu ketika memperbincangan gaya komunikasi Ahok

dengan peneliti. Bahkan sebagian besar informan mengaku kata-kata Ahok yang

kasar terkait ‘Dana Siluman’ sangat melukai perasaan mereka.

Respon informan mengenai diksi, pilihan kata, Ahok saat berkomunikasi

juga beragam. Lagi-lagi mereka terpolarisasi menjadi dua kelompok, pro dan

kontra. Sebagian informan tak mempersoalkan itu karena mereka melihat

tujuannya baik. Informan SY, salah satunya. Politisi Partai Hanura ini melihat,

Ahok sampai mengeluarkan kata-kata kasar karena tak tahan dengan peliknya

persoalan, terutama masalah korupsi, di Jakarta.

Namun mayoritas informan mempersepsikan negatif diksi yang dipilih

Ahok. Selain memicu ketegangan secara kelembagaan, hubungan eksekutif-

legislatif, kata-kata kasar Ahok seperti rampok, maling, juga menyebabkan

hubungan personal informan dengan Ahok renggang. Misalnya yang terjadi pada

informan MF. “Sejak saat itu saya memutuskan tak mau berkomunikasi lagi

dengan dia. Buat apa ngomong sama tukang kibul. Sakit hati kita disebut maling,

bandit, begal,” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

142

Diksi, pilihan kata, Ahok memang membekas di hati para informan. Dari

sembilan tema yang muncul dalam pemaknaan informan atas gaya komunikasi

Ahok, tema ‘kata – kata kasar’ paling sering disebut oleh para informan. Tema

‘kata –kata kasar’ muncul sebanyak 30 kali. Hal itu menunjukan bahwa kata –kata

Ahok, yaitu maling, rampok dan begal, seperti pengakuan mayoritas informan,

sangat tidak mereka sukai.

Sembilan tema yang muncul dalam pemanknaan informan atas gaya

komuniaksi Ahok yakni: kata – kata kasar, bicara to the point, blak-blakan,

ceplas-ceplos/spontan, emosional, mengubah mindset, terbuka,

menuding/menuduh dan instonasi tingi.

Tema lain yang sering disebut para informan yakni ‘menuduh’ atau

‘menuding.’ Tema ini muncul sebanyak 24 kali. Bisa dismpulkan informan

cukup terganggu dengan Ahok yang sering memojokan informan, terutama dalam

kasus ‘dana siliman’ APBD DKI Jakarta.

Terkait kata-kata Ahok, seperti rampok, maling, dan DPRD taik, informan

AL menyimpulkan bahwa Ahok bukan figure panutan yang bisa menjadi contoh

yang baik. AL justru khawatir Ahok memberi contoh tidak baik pada generasi

penerus.

Mayoritas juga informan mengatakan, tak sepantasnya Ahok, selaku

gubernur menggunakan kata-kata, yang mereka sebut tak sopan. Apalagi ketika

Ahok berkomunikasi dengan DPRD DKI Jakarta, selaku mitra gubernur dalam

mengelola pemerintahan. Informan HD termasuk yang mengritisi keras pilihan

kata Ahok. Politisi Partai Hanura ini mengatakan, kata-kata kasar Ahok

143

menyingung perasaan banyak pihak, bukan hanya anggota DPRD DKI Jakarta.

Menurut HD, boleh saja Ahok menyampaikan kebijakannya dengan tegas tetapi

seharusnya tetap santun. Bukan tegas tetapi kasar.

Diksi adalah bagian dari gaya komunikasi Ahok yang khas dan femomenal.

Aspek lain dari gaya komunikasi Ahok yang dipersepsikan negatif oleh informan

yakni bahasa tubuh. Misalnya ketika Ahok menuding-nuding lawan bicaranya.

Selain itu Ahok, yang kerap gagal mengendalikan emosi, marah-marah saat

berbicara, juga mendapat sorotan negatif para informan.

Informan PS, misalnya, tersinggung dan gusar ketika mengetahui Ahok

memarahi Walikota Jakarta Barat, Anas Efendy, dalam rapat yang dimedia oleh

Kemendagri. Ketika itu politisi Partai Gerindra ini sampai terpancing

melontarkan kata kasar ke Ahok. PS menandai peristiwa itu sebagai pengalaman

terpahitnya dalam berkomunikasi degan Ahok.

Kebiasaan Ahok memarahi anak buahnya juga dicermati informan TS.

Politisi PKS ini membandingkan Ahok dengan Gubernur DKI Jakarta terdahulu,

Ali Sadikin. Menurut dia, seperti halnya Ahok, Ali Sadikin juga kerap memarahi

anak buahnya. Tetapi Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, tak melakukannya di

depan umum. Di luar masalah marah -marah, menurut dia, Ahok juga harus

memperhatikan soal etika komunikasi

Informan AY juga punya cacatan hitam tentang Ahok yang temperamental

dan mudah marah. Ia ingat betul bagaimana Ahok memarahi seoarang ibu yang

mengadu soal Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan menyebutnya maling. Menurut dia,

sebagai pemimpin semestinya Ahok mengubah gaya komunikasinya.

144

Dari paparan di atas, maka gaya komunikasi Ahok , seperti dikemukan

Effendy, 2001 termasuk kategori The Dynamic style. Yakni gaya komunikasi

yang dinamis dan cenderung agresif. The dynamic style of communication ini

sering dipakai oleh para juru kampanye. Gaya komunikasi ini cukup efektif

digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis.

Beberapa informan berpendapat, gaya The Dynamic style, cocok diterapkan

dalam memimpin Jakarta yang problematikanya cukup kompleks, serta untuk

mencegah terjadinya tindakan prilaku koruptif.

Jika mengacu pada kategorigasi Norton dalam Richmond (1992: 146), maka

gaya komunikasi Ahok masuk dalam kategori Dominant style, yakni gaya

komunikasi dimana seseorang memegang kontrol pada sebuah situasi social.

Sementara jika merujuk ke Suranto, gaya komunikasi Ahok masuk dalam

kategori agresif. Seseorang dengan tipe gaya komunikasi ini, cenderung

mempertahankan diri sendiri secara langsung namun terkadang berperilaku tidak

pantas. Komunikasi verbalnya terkesan melecehkam. Komunikator agresif selalu

berusaha mengkritik dan menyalahkan orang lain. Bahasa tubuhnya terlihat

sombong dan cepat marah kalau tidak sesuai dengan keinginannya.