Upload
letruc
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI
TEKNIK PCR OVERLAPPING
1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1
Visualisasi gel elektroforesis 1,5% (b/v) selama 45 menit dengan
voltase 100 V terhadap produk PCR tahap pertama menunjukkan
terbentuknya pita DNA tunggal berukuran 236 pb untuk ekson 1 dan 110 pb
untuk ekson 2 (Gambar 11). Hasil visualisasi tersebut (Gambar 11) sesuai
dengan analisis pendahuluan terhadap panjang fragmen gen tat HIV-1 yang
akan disintesis (lihat Cara Kerja 2; Gambar 8). Berdasarkan visualisasi
tersebut, maka fragmen DNA target diperkirakan telah berhasil disintesis
secara spesifik. Settanni dkk. (2006: 3794) menyatakan bahwa suatu sampel
DNA dikatakan spesifik dan berhasil diamplifikasi apabila hasil analisis
elektroforesis menunjukkan terdapatnya pita tunggal DNA dengan ukuran
sesuai berdasarkan penanda yang telah diketahui sebelumnya.
Pasangan primer untuk sintesis fragmen gen tat HIV-1 dirancang
dengan tambahan situs restriksi. Primer Ex1-TatpNL4 dirancang memuat
situs restriksi XmaI pada ujung 5’ OH, sedangkan pada ujung 5’ OH primer
Ex2-TatpNL4C memuat situs restriksi SalI. Penambahan situs restriksi pada
fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR bertujuan supaya fragmen dapat disisipkan
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
42
ke dalam multiple cloning site (MCS) plasmid pQE-80L untuk proses
pengklonaan (Dieffenbach dkk. 1993: 32).
Sintesis fragmen gen tat HIV-1 dalam penelitian dilakukan
menggunakan cetakan DNA pNL43 [accession number M19921.1] (koleksi
Departemen Mikrobiologi FKUI). Penggunaan klona molekular pNL43
berdasarkan Pavlakis & Felber (1999: 1) bahwa bahwa klona molekular
pNL43 memiliki similaritas dengan strain referensi standar HIV-1, yaitu strain
HXB2 [accession number K03455.1]. Strain HXB2 merupakan strain HIV-1
subtipe B pertama yang berhasil diidentifikasi dan dijadikan strain standar
referensi (strandard reference strain) dalam penelitian terhadap HIV-1
(Korber dkk. 2001: 25). Berdasarkan hal tersebut maka diperkirakan protein
Tat yang dihasilkan dapat digunakan untuk identifikasi HIV-1 di Indonesia.
Produk PCR pertama yang akan digunakan sebagai cetakan untuk
PCR overlapping tidak dipurifikasi terlebih dahulu. Kanoksilapatham dkk.
(2007: 7) menyatakan bahwa purifikasi produk PCR pertama sebagai DNA
cetakan dalam PCR overlapping diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa
komponen reaksi pada PCR pertama yang mungkin mengganggu reaksi
amplifikasi pada PCR overlapping. Hal tersebut dianggap tidak perlu untuk
dilakukan pada penelitian sebab hanya diperoleh pita tunggal dengan ukuran
yang sesuai pada hasil PCR masing-masing ekson (Gambar 11). Produk
PCR pertama yang tidak dipurifikasi dapat memperbesar kemungkinan
terbentuknya pita non-spesifik sebagai hasil PCR overlapping. Hasil tersebut
dapat diperoleh karena masih adanya primer overlap yang tersisa, sehingga
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
43
pada reaksi PCR berikutnya tidak diperoleh produk full-length, melainkan
produk dengan ukuran yang sama atau lebih besar dari yang diharapkan.
2. Sintesis fragmen gen tat HIV-1 full-length
Visualisasi hasil optimasi produk PCR overlapping pada gel agarosa
1,5% menunjukkan bahwa suhu annealing optimum adalah 64° C (Gambar
12.a). Hal tersebut ditentukan berdasarkan perbandingan ketebalan pita
DNA hasil elektroforesis. Visualisasi gel elektroforesis (Gambar 12.a)
memperlihatkan bahwa di antara 4 suhu annealing yang dioptimasi, pita
tunggal DNA berukuran sekitar 316 pb yang paling tebal terbentuk pada suhu
64° C. Sauer dkk. (1998: 25) menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas
produk DNA dapat diketahui secara langsung dan mudah melalui
elektroforesis. Ketebalan pola pita DNA yang terbentuk merupakan
parameter untuk menentukan hal tersebut, pola pita DNA tebal dan spesifik
menunjukkan bahwa produk PCR telah diamplifikasi dengan baik. Fragmen
ekson 1 gen tat HIV-1 berukuran 236 pb dan ekson 2 berukuran 110 pb
dengan masing-masing fragmen memiliki 10 basa yang overlap, sehingga
saat terjadi proses PCR overlapping diharapkan terbentuk fragmen gen tat
HIV-1 dengan ukuran sekitar 326 pb.
Temperature of melting (Tm) dari dua primer overlap dalam sintesis
fragmen gen tat HIV-1 adalah 64° C. Sambrook & Russell (2001b: 8.8)
menyatakan bahwa suhu annealing PCR umumnya 3--5° C di bawah suhu
Tm. Menurut Young & Dong (2004: 1) PCR overlapping dapat terjadi jika
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
44
selisih titik leleh antara dua primer overlap tidak terlalu jauh atau bahkan
sama, sehingga kedua daerah overlap pada masing-masing untai DNA dapat
saling melekat. Penelitian pendahuluan menggunakan suhu annealing 62° C
selama 30 detik menunjukkan terbentuknya pita DNA non spesifik.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka optimasi kondisi annealing terhadap
PCR overlapping fragmen gen tat HIV-1 dilakukan pada suhu di atas Tm
kedua primer overlap yaitu pada 64° C, 66° C, dan 68° C. Menurut Ahmed
(2006: 118) optimasi kondisi PCR perlu dilakukan terlebih dahulu untuk
mendapatkan kondisi PCR yang tepat. Optimasi kondisi annealing PCR
overlapping dilakukan untuk mendapatkan produk PCR spesifik.
Kondisi annealing yang tepat untuk PCR overlapping adalah pada
suhu 64° C selama 45 menit. Hal tersebut dapat diketahui dari terbentuknya
pita DNA paling tebal pada kondisi PCR tersebut (Gambar 12.b) . Optimasi
waktu annealing dilakukan pada kisaran 15 detik, 30 detik, 45 detik, dan 1
menit. Pemilihan kisaran waktu tersebut dilakukan berdasarkan pernyataan
Ahmed (2006: 119) bahwa waktu annealing yang tepat untuk PCR berkisar
antara 30--60 detik.
Gambar 12a & 12b menunjukkan perbedaan intensitas pendaran
warna pita DNA dari hasil PCR. Kedua produk PCR tidak dielektroforesis
pada waktu bersamaan dan gel yang digunakan pun tidak dibuat pada saat
yang sama. Hal tersebut kemungkinan menjadi penyebab perbedaan
intensitas pita DNA antara kedua produk PCR, walaupun DNA cetakan yang
digunakan sama. Gel agarosa dari Gambar 12a mengalami proses
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
45
pewarnaan yang lebih lama dibandingkan Gambar 12b. Perbedaan lamanya
waktu pewarnaan gel pada larutan etidium bromida juga menjadi sebab
terjadinya perbedaan intensitas pita DNA. Konsentrasi marka DNA yang
digunakan pada kedua gel agarosa (Gambar 12a & 12b) adalah sama,
sehingga kemungkinan kedua produk PCR akan memperlihatkan intensitas
pita DNA yang sama jika dielektroforesis secara bersamaan menggunakan
satu gel saja.
Visualisasi produk PCR overlapping melalui elektroforesis gel agarosa
menunjukkan terbentuknya pita tunggal DNA berukuran sekitar 326 pb
(Gambar 13). Hasil analisis elektroforesis tersebut menunjukkan bahwa
diperkirakan fragmen gen tat HIV-1 telah berhasil disintesis dan diamplifikasi
secara spesifik. Hasil PCR overlapping yang spesifik dapat dipengaruhi oleh
rancangan daerah overlap pada primer. Sejumlah 20 basa pada pasangan
primer Ex1-TatpNL4C dan Ex2-TatpNL4 dirancang overlap terhadap fragmen
gen tat HIV-1 yang akan digabungkan (Tabel 1). Hal tersebut sesuai dengan
penelitian An dkk. (2007: 3) yang melaporkan bahwa pasangan primer
optimal untuk overlapping PCR memiliki panjang antara 27--39 pb, dengan
daerah overlap minimal 15 basa. Daerah overlap yang terlalu panjang dapat
menyebabkan terbentuknya produk PCR tidak spesifik.
Siklus PCR overlapping pada penelitian adalah sebanyak 37 kali. Hal
tersebut tidak sesuai dengan siklus PCR overlapping umumnya. Sintesis
DNA menggunakan teknik PCR overlapping umumnya dilakukan sebanyak
15--25 siklus. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terbentuknya fragmen
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
46
non-spesifik pada produk PCR (Xiong dkk. 2004: 2). Jumlah siklus PCR
pada penelitian diperkirakan cukup baik untuk mendapatkan banyak produk
PCR dengan ukuran sesuai, hal tersebut dapat diketahui dari visualisasi gel
elektroforesis yang menunjukkan terbentuknya pita tunggal DNA dengan
ukuran sesuai (Gambar 13).
Enzim Platinum Taq DNA polymerase yang digunakan untuk PCR
overlapping bukan merupakan high-fidelity DNA polymerase. Penggunaan
enzim tersebut untuk PCR overlapping berlawanan dengan sebagian besar
penelitian PCR overlapping. Beberapa penelitian mengenai PCR overlapping
melaporkan bahwa hasil dari PCR overlapping akan lebih baik jika reaksi
PCR dikatalis oleh high-fidelity DNA polymerase, seperti Pfu DNA
polymerase, karena enzim tersebut memiliki spesifisitas lebih tinggi
dibandingkan Taq DNA polymerase standar (An dkk. 2007: 3; Young & Dong
2004: 2; Xiong dkk. 2004: 6). Platinum Taq DNA polymerase yang digunakan
dalam penelitian memiliki aktivitas hot start, yaitu enzim akan diaktifkan
setelah suhu denaturasi dari siklus PCR mencapai 94° C (Invitrogen 2002: 1).
Berdasarkan hal tersebut diharapkan aktivitas ”hot start” yang dimiliki
Platinum Taq DNA polymerase dapat meningkatkan spesifitas, sensitivitas,
dan jumlah produk PCR (Ausubel dkk. 2002: 15.1). Visualisasi produk PCR
overlapping menunjukkan bahwa penggunaan enzim tersebut kemungkinan
tidak mempengaruhi hasil PCR, sebab tidak terdapat pita DNA berukuran
selain 326 pb. Visualisasi produk PCR melalui elektroforesis gel tersebut
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
47
perlu diverifikasi lebih lanjut melalui proses sequencing untuk mengetahui
akurasi dari jumlah siklus PCR dan enzim polimerase DNA yang digunakan.
Hasil purifikasi produk PCR menggunakan Qiagen PCR purification kit
menunjukkan bahwa pita DNA produk PCR hasil purifikasi lebih bersih dan
tidak smear (Gambar 13.b). Purifikasi DNA tersebut menggunakan metode
membran silika yang merupakan salah satu metode untuk membersihkan
DNA dari berbagai kontaminan, misalnya enzim, protein, ataupun senyawa
kimia lainnya (Ausubel dkk. 2002: 2.1.1).
Hasil pengukuran konsentrasi produk PCR yang telah dipurifikasi
adalah sebesar 80 ng/μl (Tabel 2). Kemurnian DNA dihitung dengan
membandingkan nilai absorbansi pada λ 260 nm dan 280 nm (Seidman &
Mowery 2006: 5). Kemurnian DNA didapatkan sebesar 1,33, sedangkan
menurut Seidman & Mowery (2006: 5), tingkat kemurnian DNA yang baik
adalah 1,8. Tingkat kemurnian di bawah 1,8 menunjukkan kemungkinan
adanya kontaminasi protein pada DNA hasil purifikasi. Kemurnian produk
PCR yang rendah dapat disebabkan oleh proses purifikasi yang tidak baik,
atau terdapat kontaminan dalam produk PCR hasil purifikasi, sehingga
mempengaruhi pengukuran konsentrasi DNA pada spektrofotometer.
Kontaminasi protein pada produk PCR tidak dapat diketahui melalui
visualisasi gel elektroforesis, hal tersebut disebabkan protein tidak terwarnai
oleh etidium bromida yang merupakan pewarna dalam visualisasi
elektroforesis DNA (Raymer & Smith 2007: 746).
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
48
B. PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat HIV-1 KE DALAM VEKTOR
EKSPRESI pQE-80L
1. Konstruksi vektor rekombinan pQE-80L pembawa fragmen gen tat HIV-1
Visualisasi hasil isolasi plasmid pQE-80L pada gel agarosa 0,8% (b/v)
menunjukkan terbentuknya dua pita DNA (Gambar 14). Dua pita DNA
tersebut menunjukkan variasi bentuk dari plasmid pQE-80L. Pita DNA yang
berada paling bawah menunjukkan plasmid dengan bentuk supercoiled. Pita
DNA di atas bentuk supercoiled adalah bentuk nicked circle. Pita DNA
supercoiled memiliki tingkat migrasi yang paling cepat dibandingkan bentuk
DNA plasmid lainnya, sehingga pada hasil elektroforesis akan berada pada
posisi lebih rendah dibandingkan bentuk DNA plasmid lainnya, misalnya
nicked circle (Edvotek 2001b: 6). Pita DNA dengan bentuk supercoiled
terlihat lebih tebal dibandingkan nicked circle. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Ausubel dkk. (2002: 16.22.13) bahwa bahan-bahan untuk
ekstraksi DNA plasmid yang disediakan secara komersial umumnya
dirancang untuk dapat menghasilkan DNA supercoiled dalam jumlah lebih
banyak dibandingkan topologi plasmid lainnya.
Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid adalah sebesar 70 ng/μl
(Tabel 2) dengan kemurnian sebesar 1,4. Seidman & Mowery (2006: 5)
menyatakan bahwa kemurnian DNA dihitung melalui absorbansi larutan DNA
pada dua panjang gelombang, biasanya λ 260 nm dan 280 nm. Nilai
kemurnian DNA yang baik adalah 1,8. Nilai kemurnian yang kurang dari 1,8
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
49
menunjukkan bahwa DNA terkontaminasi oleh zat pengotor, misalnya
protein. Hal tersebut dapat terlihat dari visualisasi hasil isolasi vektor plasmid
pQE-80L pada Gambar 14 yang hanya memberikan hasil dua pita DNA,
tanpa adanya smear. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan tidak
terdapat kontaminan berupa RNA yang terdegradasi dalam DNA plasmid.
RNA yang terdegradasi akan bergerak lebih cepat pada saat proses
elektroforesis, sehingga adanya RNA sebagai kontaminan dapat diketahui
dari terbentuknya pola pita yang terang pada bagian paling bawah dari gel
elektroforesis (Sauer 1998: 25).
Plasmid pQE-80L dan fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR yang telah
dipurifikasi kemudian didigesti dengan enzim restriksi XmaI dan SalI. Kedua
enzim tersebut digunakan karena sesuai dengan fragmen gen tat HIV-1 yang
dirancang membawa situs restriksi untuk enzim SalI dan XmaI,dan sesuai
dengan situs restriksi yang terdapat pada Multiple Cloning Site (MCS) vektor
plasmid pQE-80L (Qiagen 2003: 116). Hasil pengukuran konsentrasi DNA
plasmid pQE-80L dan fragmen gen tat HIV-1 hasil PCR (Tabel 2) tidak
digunakan untuk menghitung rasio DNA untuk proses digesti. Konsentrasi
DNA plasmid dan produk PCR hanya digunakan untuk mengetahui bahwa
terdapat cukup banyak DNA untuk didigesti dan mengetahui kemurnian dari
DNA vektor dan sisipan.
Visualisasi hasil digesti pada gel agarosa 1,2% (b/v) menunjukkan
terbentuk satu pita DNA untuk fragmen gen tat HIV-1 dan dua pita DNA untuk
vektor pQE-80L (Gambar 15). Pita DNA yang terbentuk memiliki ukuran
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
50
sekitar 316 pb untuk fragmen gen tat HIV-1 dan 4700 pb untuk DNA vektor.
Hasil visualisasi proses digesti menunjukkan bahwa proses digesti untuk
vektor tidak berlangsung sempurna karena terdapat dua pita DNA.
Pemotongan plasmid yang tidak sempurna dapat terjadi karena proses isolasi
plasmid tidak berlangsung baik, sehingga terdapat kontaminan pada hasil
isolasi. Kontaminan tersebut kemungkinan ikut terbawa di dalam campuran
reaksi digesti dan menghambat aktivitas enzim restriksi. Menurut Ausubel
dkk. (2002: 3.1.7), pemotongan plasmid yang tidak sempurna dapat
disebabkan oleh adanya kontaminan berupa protein, fenol, kloroform, etanol,
EDTA, SDS, atau konsentrasi garam yang tinggi, sehingga aktivitas enzim
restriksi menjadi terhambat. Edvotek (2001a: 6) menyatakan bahwa plasmid
akan berada dalam bentuk linear jika didigesti dengan enzim restriksi,
sehingga visualisasi pada elektroforesis gel seharusnya hanya akan
menghasilkan satu pola pita DNA.
Nilai kemurnian DNA plasmid hasil digesti adalah 1. Kemurnian dari
fragmen gen tat HIV-1 adalah 2,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih
terdapat kontaminasi protein ataupun fenol pada DNA plasmid yang telah
didigesti, dan terdapat kontaminasi RNA pada fragmen gen tat HIV-1
(Seidman & Mowery 2006: 5). Hasil spektrofotometri menunjukkan
konsentrasi DNA plasmid pQE-80L yang telah didigesti adalah 180 ng/µl,
sedangkan konsentrasi fragmen gen tat HIV-1 adalah 150 ng/ µl (Tabel 3).
Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid dan produk PCR sebelum dan
sesudah didigesti menunjukkan perbedaan nilai (Tabel 2 & 3). Konsentrasi
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
51
kedua jenis DNA tersebut meningkat setelah didigesti. Hal tersebut dapat
terjadi akibat masih adanya pengotor seperti enzim, protein, RNA ataupun
komponen buffer pada DNA yang telah dipurifikasi, sehingga semua pengotor
tersebut ikut meningkatkan konsentrasi DNA saat proses pengukuran.
Fragmen gen tat HIV-1 kemudian disisipkan ke dalam vektor pQE-80L
dan diligasi melalui directional cloning. Proses directional cloning dilakukan
untuk membuat orientasi plasmid rekombinan hanya satu arah (spesifik) dan
memperkecil kemungkinan vektor beresirkulasi (Lewin 2006: 583). Jumlah
DNA sisipan dan vektor yang digunakan dalam ligasi pada penelitian adalah
150 ng/µl dan 180 ng/µl . Volume DNA sisipan dan vektor untuk reaksi ligasi
dalam penelitian adalah masing-masing sebanyak 2 µl. Promega (1999: 6)
menyebutkan bahwa rasio DNA vektor dan sisipan untuk ligasi umumnya
adalah 1:3. Berdasarkan Lampiran 2, seharusnya volume DNA sisipan untuk
reaksi ligasi adalah 0,24 µl. Volume DNA sisipan yang lebih besar daripada
penghitungan diharapkan memperbesar kemungkinan ligasi DNA vektor dan
sisipan, sehingga jumlah plasmid rekombinan juga semakin banyak.
2. Transformasi plasmid rekombinan
Hasil ligasi vektor pQE-80L dengan fragmen gen tat HIV-1 langsung
ditransformasi dan diseleksi pada medium LB padat (+ampisilin).
Transformasi dan seleksi merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk
mengetahui keberadaan fragmen gen tat HIV-1 dalam plasmid pQE-80L.
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
52
Proses transformasi hasil ligasi menunjukkan terbentuknya 81 koloni E. coli
TOP10 (Gambar 16).
Escherichia coli TOP10 yang digunakan sebagai sel inang dalam
transformasi terlebih dahulu dibuat kompeten dengan mensuspensikan
bakteri tersebut ke dalam larutan CaCl2 (Sambrook & Russell 2001a: 1.116--
1.118). Efisiensi transformasi dari sel E. coli TOP10 kompeten dihitung untuk
mengetahui kemampuan sel E. coli tersebut dalam menerima plasmid
sirkuler. Sambrook & Russell menyatakan (2001a: 1.24) bahwa proses
pembuatan sel kompeten menggunakan induksi larutan CaCl2 akan
menghasilkan nilai efisiensi transfomasi antara 105--106 cfu/µg DNA.
Efisiensi transformasi sel kompeten menggunakan plasmid pQE-80L adalah
2,568 x 105 cfu/µg (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa sel
kompeten cukup baik untuk digunakan dalam transformasi.
Koloni E.coli yang tumbuh pada medium LB (+ampisilin) diduga
membawa plasmid rekombinan. Hal tersebut dilakukan karena vektor pQE-
80L memiliki gen bla yang membuat sel inang mampu hidup di lingkungan
yang mengandung ampisilin. Koloni bakteri yang mengandung DNA
rekombinan diharapkan dapat tumbuh pada medium selektif (Qiagen 2003:
15). Seleksi dengan medium mengandung ampisilin belum memastikan
bahwa koloni E.coli yang berhasil tumbuh pada medium membawa plasmid
rekombinan. Terdapat kemungkinan bahwa beberapa koloni mengandung
plasmid yang bersirkulasi. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan
tumbuhnya kontrol positif self-ligation. Proses directional cloning yang
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
53
dilakukan dalam penelitian seharusnya tidak menghasilkan kontrol positif self-
ligation yang berhasil tumbuh, hal tersebut dikarenakan proses digesti
menggunakan enzim restriksi yang berbeda seharusnya menghasilkan ujung
potongan yang tidak dapat saling berpasangan (Lewin 2006: 583).
C. ANALISIS DAN VERIFIKASI PLASMID REKOMBINAN
1. Isolasi plasmid rekombinan dari koloni transforman hasil ligasi
Sebanyak 15 dari 81 koloni E.coli TOP10 transforman hasil ligasi
diisolasi dengan metode alkali lisis. Visualisasi hasil isolasi plasmid pada gel
agarosa 0,8% menunjukkan bahwa 5 dari 15 koloni E.coli TOP10 positif
membawa plasmid rekombinan berisi sisipan fragmen gen tat HIV-1 (Gambar
17). Plasmid rekombinan akan berukuran 5016 pb, sedangkan plasmid pQE-
80L tanpa DNA sisipan memiliki ukuran 4700 pb. Ukuran DNA sisipan yang
kecil, yaitu sekitar 316 pb menjadi satu penyebab tidak terlalu terlihatnya
perbedaan pola migrasi antara plasmid rekombinan dengan plasmid kontrol
(tanpa sisipan).
Pola migrasi pita DNA dari plasmid rekombinan no. 10, 11, 12, 14, dan
15 terlihat sedikit lebih tinggi dibandingkan pola pita DNA plasmid tanpa
sisipan. Topcu (2000: 845) menyatakan bahwa hasil visualisasi positif
terhadap plasmid rekombinan adalah terdapatnya pita-pita DNA yang berada
lebih tinggi dari pita plasmid tanpa DNA sisipan, hal tersebut disebabkan oleh
berat molekular plasmid rekombinan yang lebih besar daripada plasmid tanpa
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
54
DNA sisipan, sehingga pergerakannya di dalam gel agarosa menjadi lebih
lambat.
Sebanyak 10 plasmid hasil isolasi lainnya memperlihatkan pita-pita
DNA berada pada posisi yang sama dengan pita DNA plasmid pQE-80L
tanpa DNA sisipan (Gambar 17). Plasmid-plasmid tersebut diduga tidak
membawa fragmen gen tat HIV-1 karena posisi pita DNA yang sama dengan
pita pQE-80L menunjukkan bahwa kemungkinan 10 plasmid tersebut
memiliki ukuran sama besar dengan pQE-80L, sehingga kemungkinan
fragmen gen tat HIV-1 tidak berhasil disisipkan ke dalam plasmid.
Ketidakberhasilan fragmen gen tat HIV-1 untuk terligasi ke dalam vektor pQE-
80L dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya vektor yang
beresirkulasi tanpa adanya DNA sisipan (Brown 2006: 87).
Fragmen gen tat HIV-1 dan vektor pQE-80L didigesti menggunakan
dua enzim restriksi yang tidak komplementer satu sama lain, sehingga
seharusnya resirkulasi vektor dapat dihindari (Lewin 2006: 583). Hasil
pemotongan DNA vektor yang memang tidak sempurna (Gambar 15)
menunjukkan adanya kemungkinan terjadi resirkulasi vektor. Adanya vektor
yang beresirkulasi dapat disebabkan oleh kurang optimalnya aktivitas salah
satu enzim yang digunakan untuk proses digesti. Kurang optimalnya kerja
enzim dapat disebabkan oleh tidak sesuainya buffer yang digunakan untuk
kedua jenis enzim tersebut. Enzim XmaI memiliki aktivitas optimal pada
buffer NE 4, sedangkan SalI memiliki aktivitas optimal pada buffer NE 3.
Proses digesti pada penelitian menggunakan buffer NE 4, sehingga terdapat
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
55
kemungkinan aktivitas SalI dalam memotong DNA menjadi tidak optimal
(Biolabs 1995: 16).
Sebanyak 5 dari 15 koloni yang diisolasi memiliki tiga pita DNA yang
terletak lebih tinggi daripada pita vektor tanpa DNA sisipan, sehingga
diperkirakan 5 koloni tersebut mengandung plasmid rekombinan. Tahap
lanjutan untuk memastikan kebenaran dugaan tersebut adalah melakukan
digesti terhadap plasmid rekombinan hasil isolasi.
2. Analisis digesti menggunakan enzim XmaI dan SalI
Analisis digesti terhadap rekombinan no. 10, 11, 12, 14, dan 15 yang
diduga membawa sisipan fragmen gen tat HIV-1 dilakukan menggunakan
enzim SalI dan XmaI. Multiple cloning sites (MCS) plasmid pQE-80L
memiliki situs restriksi SalI dan XmaI. Kedua jenis enzim tersebut akan
memotong plasmid rekombinan tepat pada titik ligasi, sehingga hasil
pemotongan akan menunjukkan dua pita DNA, masing-masing berukuran
sekitar 4700 pb (vektor) dan 316 pb (fragmen gen tat HIV-1) (Gambar 18).
Hasil pemotongan divisualisasikan pada gel agarosa 1,5% (b/v) karena gel
tersebut efektif dalam memisahkan fragmen DNA dengan ukuran 80 pb
sampai 4 kb (Sambrook & Russell 2001a: 5.6).
Plasmid rekombinan no. 10, 12, dan 14 menunjukkan hasil
pemotongan tepat seperti yang diharapkan (Gambar 19). Keberadaan
fragmen gen tat HIV-1 di dalam plasmid rekombinan dapat diketahui
berdasarkan adanya satu pita DNA berukuran sekitar 316 pb yang
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
56
menunjukkan bahwa fragmen tat HIV-1 berhasil disisipkan ke dalam vektor
pQE-80L. Pita DNA vektor pQE-80L akan berada pada bagian atas gel
elektroforesis karena memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan fragmen
gen tat HIV-1.
Visualisasi hasil analisis digesti pada gel agarosa 1,5% (b/v) terlihat
kurang jelas dalam menunjukkan keberadaan fragmen tat HIV-1, sehingga
dilakukan elektroforesis gel poliakrilamid untuk memperjelas visualisasi hasil
analisis digesti. Gel poliakrilamid yang digunakan adalah gel dengan
konsentrasi 8% (b/v), berdasarkan Ausubel dkk. (2002: 2.7.2) konsentrasi gel
tersebut efektif dalam memisahkan fragmen DNA berukuran 60--400 pb.
Melalui elektroforesis gel poliakrilamid 8% (b/v) diharapkan fragmen gen tat
HIV-1 dengan ukuran 316 pb dapat tervisualisasi lebih jelas.
Hasil elektroforesis gel poliakrilamid 8% (b/v) menunjukkan bahwa
plasmid rekombinan no. 12, 14, dan 15 positif membawa fragmen gen tat
HIV-1 (Gambar 19). Fragmen DNA plasmid pQE-80L berukuran 4700 pb,
sehingga pada elektroforesis gel agarosa dan poliakrilamid akan berada pada
bagian atas gel. Hal tersebut terjadi karena ukuran fragmen DNA terlalu
besar untuk melewati pori-pori gel poliakrilamid 8% (b/v) yang hanya mampu
memisahkan fragmen DNA berukuran 60--400 pb.
Visualisasi pada gel poliakrilamid memberikan hasil yang berbeda
dengan gel agarosa. Plasmid rekombinan no. 10 yang terlihat memiliki pita
DNA berukuran 316 pb pada visualisasi gel agarosa, ternyata tidak
menunjukkan terbentuknya pita DNA berukuran sama pada gel poliakrilamid.
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
57
Hal tersebut dapat disebabkan oleh tidak homogennya sampel pada saat
dimasukkan ke dalam sumur gel, ataupun karena pipetting error (Cambrex
2003 : 31).
Hasil elektroforesis gel poliakrilamid menunjukkan perbedaan pola
migrasi pada pita DNA yang dihasilkan oleh rekombinan no. 12, 14, dan 15.
Pita DNA dari ketiga rekombinan tersebut, walaupun memiliki tingkat migrasi
sedikit berbeda, tetap diidentifikasikan sebagai fragmen gen tat HIV-1 yang
berukuran 316 pb. Hal tersebut dapat dilihat dari pola pita plasmid pQE-80L
yang juga tidak sejajar antar sampel rekombinan. Perbedaan pola migrasi
dari ketiga pita DNA dapat disebabkan oleh konsentrasi gel poliakrilamid
yang tidak merata atau ada kemungkinan terdapat gelembung udara,
sehingga pergerakan pita DNA menjadi terganggu.
Gambar 19 memperlihatkan tidak ada pita DNA yang terpotong pada
plasmid rekombinan no. 11. Hasil tersebut bertentangan dengan visualisasi
hasil isolasi plasmid yang menunjukkan bahwa plasmid rekombinan no. 11
kemungkinan merupakan plasmid dengan DNA sisipan karena memiliki
tingkat migrasi lebih tinggi dibandingkan pQE-80L tanpa DNA sisipan. Pola
migrasi dari rekombinan no.11 juga terlihat sejajar dengan keempat
rekombinan yang diduga mengandung sisipan fragmen gen tat HIV-1.
Berdasarkan hal tersebut, plasmid rekombinan no.11 diduga tidak terpotong
oleh enzim restriksi. Hal tersebut mungkin dikarenakan adanya kalium
asetat, RNA, ataupun fenol sisa isolasi rekombinan pada campuran reaksi
digesti. Ausubel dkk. (2002: 1.6.2) menyatakan bahwa senyawa-senyawa
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
58
tersebut dapat mengganggu aktivitas enzim restriksi. Hal tersebut dapat
dihindari dengan mengulang purifikasi DNA plasmid menggunakan etanol,
sehingga diharapkan plasmid telah benar-benar bersih dari kontaminan.
3. Verifikasi rekombinan dengan PCR
Hasil elektroforesis pada gel agarosa 1,5% (b/v) menunjukkan
terbentuknya pita DNA berukuran ± 581 pb pada rekombinan no. 10, 12, 14
dan 15 yang diverifikasi dengan PCR (Gambar 20). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa fragmen gen tat HIV-1 telah berhasil disisipkan ke
dalam plasmid pQE-80L. Berdasarkan letak pelekatan primer, maka besar
fragmen DNA yang seharusnya didapatkan adalah ± 581 pb, yang terdiri atas
265 pb daerah pQE-80L dan 316 pb fragmen gen tat HIV-1.
Kondisi PCR disesuaikan dengan kondisi PCR saat melakukan PCR
overlapping. Primer pQE-forward dan Ex2-TatpNL4C merupakan primer
untuk proses verifikasi PCR karena pasangan primer tersebut akan
mengamplifikasi mulai dari daerah promoter vektor hingga berakhir pada
fragmen gen tat HIV-1.
D. ANALISIS PREDIKSI KONSTRUKSI PLASMID REKOMBINAN
Fragmen gen tat HIV-1 diklona ke dalam vektor ekspresi pQE-80L
dengan tujuan menghasilkan protein rekombinan yang terfusi dengan
penanda 6x Histidin yang disandikan oleh vektor tersebut. Hal tersebut
mengakibatkan pengklonaan fragmen gen tat HIV-1 harus dilakukan secara
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
59
sebingkai (in frame) terhadap vektor plasmid pQE-80L. Pengklonaan
sebingkai (in frame) dilakukan dengan menyisipkan DNA target ke dalam
Open Reading Frame (ORF) vektor (Qiagen 2003: 23). Hal tersebut
menunjukkan bahwa DNA sisipan harus disisipkan pada Multiple cloning site
(MCS) plasmid yang berada downstream dari sekuen Ribosomal Binding Site
(RBS), penanda 6x Histidin, dan start codon vektor, sehingga proses translasi
diawali dari sekuen promoter vektor. Proses pengklonaan tersebut akan
menghasilkan protein rekombinan yang terfusi dengan penanda 6x Histidin.
Adanya penanda 6x Histidin tersebut akan memudahkan dalam purifikasi
protein rekombinan, karena 6x Histidin akan berinteraksi dengan matriks
nickel-nitrilotriacetic (Ni-NTA) (Gambar 18).
Analisis prediksi konstruksi plasmid rekombinan menunjukkan bahwa
terdapat kemungkinan fragmen gen tat HIV-1 diklona secara out of frame
(Gambar 21). Hal tersebut dapat diketahui dari perubahan kerangka baca
translasi asam amino fragmen gen tat HIV-1 yang disisipkan ke dalam vektor
pQE-80L. Gambar 21 menunjukkan hasil translasi fragmen gen tat HIV-1
yang seharusnya diawali oleh asam amino metionin, akan tetapi karena
terjadi pergeseran kerangka baca, maka awal translasi fragmen gen tat
berubah menjadi triptofan. Kesalahan translasi asam amino tersebut
kemungkinan akan menghasilkan protein bukan Tat HIV-1.
Gray dkk. (1982: 6599) menyatakan bahwa pengklonaan fragmen gen
secara out of frame akan menghasilkan protein rekombinan yang tidak sesuai
karena terjadi perubahan pola baca saat proses translasi. Perubahan
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
60
kerangka baca fragmen gen tat HIV-1 diduga karena kesalahan dalam
merancang situs restriksi pada bagian upstream primer forward untuk sintesis
fragmen gen. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab pergeseran
kerangka baca tersebut adalah rancangan primer tepat, tetapi vektor yang
digunakan tidak sesuai dengan fragmen gen sisipan. Primer untuk sintesis
gen tat HIV-1 yang dirancang oleh Kelompok Peneliti LMK-UI kemungkinan
tidak disesuaikan untuk proses pengklonaan ke dalam vektor pQE-80L,
melainkan ke dalam vektor ekspresi lainnya.
Apabila fragmen gen tat HIV-1 benar diklona secara out of frame dan
tetap diekspresikan melalui vektor pQE-80L, akan dihasilkan protein
rekombinan yang tidak sesuai, yaitu bukan protein Tat HIV-1. Selain itu, jika
ekspresi protein tetap dilakukan, kemungkinan protein yang dihasilkan tidak
terdeteksi pada Sodium Dodecyl Sulphate-Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE) sebab ukuran protein terlalu kecil. Hal tersebut
dapat diketahui dari banyaknya stop kodon pada hasil translasi rekombinan.
Fragmen gen tat HIV-1 yang kemungkinan tidak diklona secara in
frame dapat tetap diekspresikan melalui beberapa cara. Salah satu cara
yang dapat digunakan adalah melakukan subcloning fragmen gen tersebut ke
dalam vektor ekspresi lain, misalnya pGEX 4T-2 [Amersham]. Cara lain yang
dapat dilakukan adalah merancang primer baru dengan situs restriksi sesuai
terhadap vektor ekspresi pQE-80L ataupun vektor lainnya.
Hasil analisis konstruksi plasmid rekombinan tersebut tetap perlu
diverifikasi melalui proses sequencing, akan tetapi, berdasarkan hasil
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
61
penelitian mulai dari sintesis fragmen melalui PCR overlapping sampai
verifikasi PCR, diperkirakan bahwa sintesis dan pengklonaan fragmen gen tat
HIV-1 kemungkinan besar telah berhasil dilakukan. Proses PCR overlapping
untuk mengamplifikasi fragmen gen tat HIV-1 didasarkan pada adanya
sekuen yang sama dan saling tumpang tindih pada fragmen yang akan
diamplifikasi (Vallejo dkk. 1994: 124). Berdasarkan hal tersebut, maka kecil
kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam amplifikasi fragmen gen yang
akan menghasilkan pita DNA berukuran sama dengan fragmen gen tat HIV-1.
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008