Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
57
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Partisipan
4.1.1 Gambaran Keluarga Anak ADHD
Partisipan dalam penelitian ini tinggal di Desa Getasan,
Kabupaten Semarang yang biasa dipanggil dengan
sebutan nama N. Ia adalah putra tunggal yang lahir pada
tanggal 02 Maret 2009. Ayah an.N (36 tahun) bekerja
sebagai seorang security dan ibunya (31 tahun) seorang
ibu rumah tangga. Ayah an.N kesehariannya bekerja
sebagai security selama 7 jam dengan shift kerja yang
berbeda-beda. Ayah dan ibu an.N terlahir dari keluarga
yang tidak memiliki penyakit keturunan dan menular
lainnya. Ayah dan ibu an.N juga sama-sama
menamatkan pendidikan terakhirnya dijenjang Sekolah
Menengah Atas (SMA). Penghasilan yang diperoleh ayah
an.N setiap bulannya dirasa cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, terkhusus untuk an.N. Seperti
memenuhi kebutuhan pendidikan, sandang, pangan dan
papan.
58
4.1.2 Gambaran Anak ADHD (an.N)
An.N lahir di Salatiga melalui proses persalinan normal.
Ketika berumur kurang dari 1 tahun, an.N pernah
beberapa kali jatuh dari tempat tidur karena ditinggal
ibunya menyuci. Ketika berumur kira-kira 11 bulan, an.N
demam tinggi hingga akhirnya kejang dan dibawa ke
rumah sakit. An.N mendapat perawatan di rumah sakit
selama 10 hari. Sejak saat itu an.N mulai mengonsumsi
obat-obatan seperti Ikalep (obat anti kejang) sampai saat
ini. Riwayat kejang an.N sudah mencapai angka lebih
dari lima kali sejak an.N berumur 11 bulan sampai yang
terakhir di tahun 2015.
Gejala Hiperaktif pada an.N baru dirasakan orang
tua saat duduk di bangku sekolah TK (kira-kira umur 4
tahun). Ketika di sekolah, ibu an.N merasa ada kelainan
pada anaknya. Sikap anak yang tidak bisa tenang, usil
pada temannya sendiri dan sulit berkonsentrasi, menjadi
hal-hal yang mendorong orang tua untuk memeriksakan
anaknya ke Dokter Spesialis Saraf. Dari hasil
pemeriksaan tersebut, anak.N didiagnosis Hiperaktif oleh
dokter. Sejak saat itu pula an.N mulai mengonsumsi obat
59
Prohiper yang mengandung Methylphenidate (obat
antihiperaktif).
Saat ini an.N duduk di kelas satu sekolah dasar di
Getasan. Selain sekolah di SD Getasan, orang tua an.N
juga mengantarkannya ke sekolah Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) di Salatiga. Ketika an.N pergi ke sekolah
Getasan, orang tuanya selalu mendampingi selama
proses belajar mengajar. Hal tersebut dilakukan karena
anak tidak bisa tenang, sulit untuk berkonsentrasi dalam
belajar (harus intensive dibimbing), konsentrasi yang
mudah goyah (tidak bertahan lama) jika melihat hal baru,
tidak sabar menunggu giliran di kelas dan kebiasaan
anak yang tiba-tiba mencubit bahkan menendang teman
kelasnya sendiri. Sedangkan jika an.N pergi ke sekolah
anak berkebutuhan khusus yang ada di Salatiga, orang
tua tidak mendampingi selama proses belajar mengajar.
Ketika orang tua mengetahui an. N hiperaktif,
mereka mulai membatasi makan-makanan yang
dikonsumsi anaknya. Informasi yang didapatkan
mengenai pantangan makanan pada an.N diperoleh dari
sekolah anak berkebutuhan khusus. Jenis makanan yang
mengandung coklat, MSG/mecin dan makanan siap saji
60
harus dihindari. Orang tua mengetahui bahwa jenis
makan-makanan tersebut dapat meningkatkan
hiperaktifnya.
Orang tua an.N selalu mengantarkan an.N kontrol
bulanan di salah satu Rumah Sakit Salatiga. Selain
mengonsumsi obat Prohiper dan Icalep sebagai
penanganan utama, orang tua juga melakukan beberapa
penanganan lain. Seperti membawa anak terapi pijat
saraf yang ada di Ambarawa setiap awal bulan.
Kemudian membawa an.N ke sekolah anak
berkebutuhan khusus juga menjadi salah satu
penanganan menurut mereka.
4.2 Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah seorang anak ADHD
yang sudah terdeteksi berisiko tinggi ADHD menggunakan
pengukuran Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI)
yang skornya diatas batas Cut off Score, dimana 30 untuk
orang tua dan 29 pada guru. Gejala anak yang tidak bisa duduk
lama (hiperaktif), mudah terganggu oleh stimulus luar yang
membuatnya untuk siap bergerak lari menuju stimulus tersebut,
usil kepada orang lain (tiba-tiba mencubit dan menendang),
61
tidak sabar menunggu giliran dan menjawab tanpa memikirkan
jawaban yang ia keluarkan.
Gejala ADHD pada an.N termasuk dalam tipe kombinasi.
Hiperaktif pada tipe kombinasi tidak seperti hiperaktif di tipe
Hiperaktif-Impulsif yang berantakan dan tidak
bertanggungjawab. Kemudian, meskipun tipe kombinasi juga
memiliki prestasi yang belum baik, namun pada tipe Kurang
memerhatikan dan Mudah mengalami gangguan, memiliki
prestasi yang lebih buruk (Martin, 2008). Selain itu, ADHD
dengan tipe kombinasi juga termasuk yang paling kooperatif
diantara kedua tipe lainnya karena masih mau mengikuti
perintah, tidak seperti pada tipe Hiperaktif-Impulsif (kacau) dan
tipe Kurang memerhatikan dan Mengalami Gangguan (apatis).
4.3 Hasil Penelitian
4.3.1 Setting Penelitian
Setting atau pengaturan yang dibuat untuk
pelaksanaan senam otak pada anak ADHD harus diatur
secara tepat guna memperlancar jalannya pelaksanaan
stimulasi. Seperti yang diungkapkan oleh pelatih berikut
ini :
62
“Supaya berhasil ngajarin senam otak sama anak ADHD itu yah lingkungannya harus nyaman biar anaknya enggak lari kesana kemari”. (P3, B22)
Tempat atau lingkungan yang dipilih dan digunakan oleh
pelatih dalam melaksanakan senam otak pada an.N yaitu
didalam ruangan. Jika pelaksanaan senam otak pada
anak tersebut dilakukan di luar rumah, maka dapat
memungkinkan adanya stimulus/rangsangan lain diluar
rumah yang dapat mengganggu konsentrasinya saat
melakukan senam otak. Kemudian kebiasaan anak yang
selalu siap bergerak lari menuju ke pusat yang menarik
perhatiannya juga mendukung dilakukannya senam otak
pada anak ADHD di dalam ruangan.
Selain memperhatikan lingkungan pelaksanaan
stimulasi, hal lain yang harus diperhatikan adalah sarana
yang mendukung pelaksanaan stimulasi senam otak.
Sarana disini berarti alat yang mendukung jalannya
stimulasi senam otak pada anak ADHD.
“Memberikan apa yang dibutuhkan anak ADHD supaya anak itu fokusnya di tempat kita saja”. (P3, B22)
“Oh jelas kak, selama ini sarananya sangat mendukung. Misalnya deketin barang yang anak itu mau pas melakukan senam. Jadinya kan perhatian anak itu gak kemana-mana lagi kak”. (P3, B28)
63
Sarana yang digunakan pelatih untuk mempertahankan
perhatian anak berada dekat dengan pelatih yaitu
menggunakan laptop yang berisi musik dan video-video
kesukaan anak ADHD. Selain itu, pelatih juga
menggunakan musik kesukaan an.N saat pelaksanaan
stimulasi senam.
Menjadi pelatih senam otak untuk anak ADHD
tidaklah mudah karena dapat mempengaruhi jalannya
pelaksanaan stimulasi. Pelatih harus memiliki trik-trik
khusus untuk mempertahankan perhatian anak agar mau
mengikuti senam otak.
“Trik-triknya itu sih yang penting pelatihnya harus pintar menarik perhatian anak itu dan juga harus sabar”. (P3, B30)
Selama delapan kali pertemuan senam otak pada anak
ADHD, pelatih selalu berusaha untuk menarik perhatian
anak untuk mengikuti senam otak meskipun terkadang
anak benar-benar tidak mau untuk mengikuti senam otak.
64
4.3.2 Gambaran Senam Otak Pada Anak ADHD
Berdasarkan Lembar Observasi I-VIII
4.3.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan pelatih untuk mempersiapkan seperti alat
dan bahan dan kontrak waktu guna melancarkan jalannya
stimulasi senam otak pada anak ADHD. Waktu yang
digunakan pelatih saat memberikan stimulasi senam otak
yaitu kurang lebih 30 menit. Kemudian mempersiapkan
alat dan bahan seperti menyediakan air dan kursi.
Sebelum melakukan senam otak, anak selalu dianjurkan
untuk minum air secukupnya dan kursi yang disediakan
berguna jika anak tidak mau melakukan senam otak
dalam kondisi berdiri. Pada tahap ini juga selain pelatih
mempersiapkan alat dan bahan orang tua juga harus
memastikan bahwa anak dalam kondisi yang sehat dan
mampu mengikuti senam otak.
4.3.2.2 Tahap Orientasi
Tahap orientasi merupakan tahap yang digunakan
pelatih dan juga peneliti untuk melakukan pendekatan
pada anak ADHD. Tahap ini telah dilakukan di setiap
pertemuannya sebelum masuk pada Tahap Kerja, Inti,
65
dan Terminasi. Jika pada pertemuan pertama dilakukan
“memperkenalkan diri dan menanyakan nama”, namun
pada pertemuan kedua hingga ke delapan pelatih tidak
melakukannya lagi. Pelatih hanya mengingatkan kembali
namanya pada an.N.
Respon anak pada pelatih di tahap orientasi ini
selalu menunjukkan ketertarikan dalam setiap
percakapannya. Meskipun an.N beberapa kali bergerak
lari keluar rumah secara tiba-tiba saat berinteraksi,
namun ketika an.N masuk ke rumah maka interaksi akan
berjalan kembali. Biasanya an.N memulai pembicaraan
seperti menanyakan “kamu tinggalnya dimana”.
4.3.2.3 Tahap Kerja
Tahap kerja adalah tahap dimana pelatih akan
memulai gerakan wajib yang harus dilakukan sebelum
masuk pada gerakan inti senam otak. Pada tahap ini
pelatih telah melakukan tahap E (energetis) yaitu proses
dimana anak harus minum air secukupnya. Energetis
pada tahap ini dilakukan selama proses orientasi
berjalan. Selanjutnya pelatih memberikan gerakan C
(Clear), P (Positif) dan A (Aktif) secara berurutan seperti
pada gambar berikut ini.
66
Gambar 4.1 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan
Clear (Pijat Saklar Otak)
Gambar 4.2 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan
Positif.
Gambar 4.3 Pelatih dan an.N sedang melakukan Aktif
(gerakan silang).
67
Pada tahap ini, anak selalu mengikuti gerakan
seperti yang dilakukan oleh pelatih. Seperti pada gerakan
C (Clear) atau memijat saklar otak dimana gerakan
tersebut dilakukan sambil mata melirik ke kiri dan ke
kanan. Namun, pada bagian ketika anak harus
melakukan gerakan sambil mata melirik ke kanan dan ke
kiri, Ia belum bisa menirukan hal tersebut. Selanjutnya
pada gerakan P (Positif) yaitu gerakan mengaitkan jari-
jari tangan dan meletakkannya pada dada kemudian
menutup mata serta bernafas secara relaks. Selama
delapan kali pertemuan terkadang anak tidak mau
menutup mata meskipun sudah diberi perintah oleh
pelatih beberapa kali. Pada gerakan A (Aktif) atau
gerakan silang, anak belum bisa banyak menirukan
gerakan ini, seperti anak belum bisa memegang lutut
kanan dari depan menggunakan tangan kiri begitu juga
sebaliknya. Kemudian anak tidak bisa melakukan
gerakan silang memegang tumit kiri dari belakang
menggunakan tangan kanan begitu juga sebaliknya.
4.3.2.4 Tahap Inti (Gerakan Brain Gym)
Pada tahap ini pelatih akan memberikan 8 gerakan
inti stimulasi senam otak. Delapan gerakan ini dipilih
68
peneliti berdasarkan manfaat dan temuan masalah
dilapangan serta gerakan-gerakan tersebut tentunya
dapat dilakukan oleh an.N.
Dibawah ini adalah gambar beberapa gerakan inti yang
diberikan pelatih yang diikuti oleh anak N.
Gambar 4.4 Pelatih dan an.N sedang melakukan gerakan inti.
The Elephant The Active Arms
The Energyc Yawn
Lazy Eight’s The Thinking Cap
The Gravitational Glider
69
Gambar 4.5 Grafik gerakan Inti yang berhasil dilakukan
an.N selama delapan kali pertemuan
Berdasarkan gambar diatas, pada pertemuan
pertama, an.N sama sekali tidak melakukan gerakan inti.
Hal tersebut dikarenakan anak mulai bosan dan hiperaktif
(tiba-tiba bergerak menuju yang menjadi perhatiannya).
Meskipun pelatih sudah berusaha untuk mencoba
mengarahkan anak untuk melakukan senam otak, namun
anak menolak dan memilih melakukan kegiatan yang
an.N sukai.
Pada pertemuan II anak sudah mau melakukan
gerakan inti sebanyak 2 gerakan (The Elephant dan Lazy
Jumlah Gerakan
70
Eight’s). Sedangkan pada pertemuan III anak dapat
melakukan sebanyak 5 gerakan yaitu The Elephant, Lazy
Eight’s, The Thinking Cap, Space Buttons dan Ballance
Buttons. Pelatih tidak bisa melanjutkan gerakan-gerakan
selanjutnya ketika anak sudah mulai bosan dan hiperaktif.
Pada saat melakukan gerakan inti, An.N tiba-tiba keluar
rumah dan menuju hal yang menarik perhatiannya yaitu
memegang motor yang ada dihalaman rumah. Ketika
anak diajak bicara dan dibujuk untuk melakukan senam
otak, anak sudah mulai tidak menghiraukan ajakan
pelatih untuk senam otak.
Pada pertemuan IV pemberian senam otak pada
an.N mulai menggunakan musik yang disukai. Musik
tersebut membuat anak dapat bertahan sedikit lebih lama
untuk mengikuti pelatih dalam melakukan gerakan inti
pada senam otak. Seperti pada penelitian Nancy Jackson
(2003) bahwa terapi musik memiliki pengaruh pada anak
dengan gangguan ADHD. Dengan adanya musik anak
melakukan gerakan sambil bernyanyi. Di pertemuan IV ini
perhatian anak pada pelatih bertahan lebih lama
sehingga mampu mengikuti senam otak sebanyak 6
gerakan (The Elephant, The Thinking Cap, Space
Buttons, Ballance Buttons, The Gravitational Glider dan
71
The Energyc Yawn) meskipun tidak dilakukan secara
berurutan. Hal tersebut disebabkan karena ketika an.N
bosan, Ia memusatkan perhatiannya pada laptop yang
menjadi sumber musik. Saat proses dimana pelatih
berusaha membujuk an.N untuk melanjutkan gerakan
selanjutnya, maka disitulah yang membuat pelatih tidak
melakukan gerakan secara berurutan.
Pada pertemuan V pelatih memberikan 5 gerakan inti
yaitu gerakan The Thinking Cap, Space Buttons, Ballance
Buttons, The active arms dan The Energyc Yawn.
Sedangkan pada pertemuan VII pelatih melakukan 6
gerakan yaitu The Elephant, The Lazy Eight’s, Thinking
Cap, Space Buttons, Ballance Buttons, dan The
Gravitational Glider. Pada pertemuan V, gerakan inti tidak
dilakukan secara berurutan karena sama halnya seperti
pada pertemuan IV. Sedangkan pada pertemuan VII,
gerakan dilakukan secara berurutan. Namun, ada
beberapa gerakan yang tidak diberikan oleh pelatih
seperti gerakan The Active Arms dan Energic Yawn
(lembar observasi V dan VII).
Pada pertemuan VI dan VIII, pelatih dapat
memberikan semua gerakan (The Elephant, Lazy Eight’s,
72
The Thinking Cap, Space Buttons, Ballance Buttons,
Active arms, The Gravitational Glider dan The Energyc
Yawn) pada an.N. Pada pertemuan VI pelatih
memberikan senam otak pada anak ADHD tidak
berurutan disebabkan karena anak yang mulai bosan dan
memerhatikan laptop (sumber musik) serta hiperaktifnya.
Sedangkan pada pertemuan VIII, pelatih memberikan
gerakan inti sebanyak 8 gerakan secara berurutan.
4.3.2.5 Tahap Terminasi
Tahap terminasi merupakan proses dimana pelatih
mengevaluasi terkait memberikan pujian an.N dalam
keberhasilannya dalam melakukan senam otak.
Kemudian pelatih menanyakan perasaan an.N setelah
mengikuti senam otak. Hal tersebut dilakukan pelatih
agar menumbuhkan rasa nyaman dan percaya an.N pada
pelatih di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Serta
pelatih juga harus membuat kontrak pertemuan
selanjutnya pada anak dan orang tua.
4.3.3 Respon anak ADHD Saat Diberikan Stimulasi Senam
Otak
Indikator untuk melihat respon anak saat diberikan
stimulasi senam otak dalam penelitian ini ada dua, yaitu
73
lembar observasi pelaksanaan senam otak (pertemuan I-
VIII) dan wawancara pelatih. Berdasarkan lembar
observasi pertemuan I-VIII bahwa setiap pertemuan anak
mau melaksanakan senam otak secara bertahap. Anak
yang pada pertemuan pertama tidak mau melakukan
gerakan inti karena sudah merasa bosan dan
perhatiannya yang mudah teralihkan hingga membuatnya
lari menuju perhatian tersebut. Namun, pada pertemuan
terakhir (observasi VIII) anak sudah mau melakukan
senam otak secara bertahap dan dapat melakukan
hampir keseluruhan gerakan inti pada senam otak.
Tidak jauh berbeda dengan hasil observasi I-VIII,
hasil wawancara pada pelatih, menunjukkan bahwa anak
setiap pertemuannya semakin mau diajak senam. Berikut
ungkapan yang dikatakan pelatih.
“Pas pertama kali ngajarin senam otak, anaknya malu-malu gitu, soalnya kan kita belum dekat gitu. Tapi lama-lama anak itu semakin mau diajak senam kak. Tapi kadang-kadang anaknya mau gak mau gitu kak. Gimana yah,,, semuanya tergantung anakna juga lah pokoknya”. (P3, B36)
Berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara
pada pelatih, meskipun an.N perhatiannya mudah
teralihkan oleh stimulus lain dan sulit untuk fokus.
74
Namun, setiap pertemuannya an.N semakin mau diajak
untuk mengikuti pelaksanaan stimulasi senam otak.
4.3.4 Pengaruh Senam Otak Pada Anak ADHD (An.N)
Untuk mengetahui pengaruh signifikan senam otak
pada an.N, didalam penelitian ini menggunakan tiga
indikator, yaitu observasi peneliti (Lembar Observasi),
skor Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI)
dan wawancara pada orang tua (Ayah/Ibu).
Berdasarkan lembar observasi yang dilakukan
peneliti dari pertemuan I-VIII (lihat grafik Gambar 4.4)
menunjukkan bahwa setiap minggunya an.N semakin
mau diajak untuk melakukan stimulasi senam otak.
Observasi ini juga didukung oleh hasil wawancara pada
pelatih (P3, B36). Selain itu, anak yang semakin mau
untuk mengikuti senam otak, maka perhatian anak juga
mengalami peningkatan.
Jika dilihat dari hasil pengisian lembar Skala
Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI), skor
sebelum diberikannya stimulasi senam otak pada an.N
berjumlah 104 > 30 (30 adalah batas Cut off Score orang
tua). Setelah diberikannya stimulasi senam otak pada
an.N, skor tersebut berubah menjadi 90 > 30. Perubahan
75
skor tersebut juga terjadi pada pengisian SPPAHI pada
guru an.N. Skor sebelum dilakukannya stimulasi senam
otak pada an.N adalah 91 > 29 (29 adalah batas Cut off
Score Guru). Setelah diberikan stimulasi senam otak
skornya berubah menjadi 77 > 29.
Berdasarkan hasil wawancara pada pelatih
mengenai respon anak setelah diberikan senam otak, Ia
merasa bahwa senam otak sangat efektif jika dilakukan
rutin setiap hari pada anak ADHD.
“Yahh,, menurut saya senam otak itu efektif dilakukan sama anak ADHD, soalnyakan senam otak itu bisa mengurangi perilaku hiperaktifnya. Pertamanya aja kak anaknya itu susah diajak senam, tapi lama-lama dia mau juga kan. Misalnya dilakukan terus menerus juga bisa menambah fokusnya”. (P3, B42)
Menurut pelatih, senam otak bisa mengurangi hiperaktif
dan menambah fokus pada anak ADHD. Namun, menjadi
pelatih senam otak pada anak ADHD membutuhkan trik-
trik khusus seperti harus sabar dan mampu menarik
perhatiannya karena, yang menjadi kendala utama
memberikan senam otak pada anak ADHD khususnya
tipe kombinasi adalah anak yang selalu siap bergerak lari
menuju fokus perhatiannya.
76
Jika hasil observasi, wawancara pada pelatih dan
hasil skor SPPAHI yang mengalami penurunan
menunjukkan secara signifikan pengaruh senam otak
pada anak ADHD. Hal tersebut berbeda dengan hasil
wawancara pada orang tua (Ibu).
Peneliti : Kalau menurut ibu, gimana perubahan sama adek N sekarang bu setelah diajarin senam otak ? (P1, B101)
Ibu : “Kayaknya masih sama saja mba, yah masih gitu-gitu aja mba. Hiperaktifnya,, terus konsentrasinya yang rendah. Tapi mungkin karena gak rutin itu kali yah mba”. (P2, B102)
Berdasarkan percakapan diatas, Ibu an.N merasa
belum ada perubahan yang tampak pada anaknya
setelah diberikan senam otak. Namun ibu merasa ada
kemungkinan perubahan jika senam otak dilakukan
secara rutin pada anaknya.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Lingkungan, Sarana yang Mendukung dan Pelatih
Mempengaruhi Pelaksanaan Stimulasi Senam Otak
Dalam penelitian ini ditemukan beberapa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam otak pada
anak ADHD. (1) Lingkungan menjadi salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi pelaksanaan stimulasi senam
77
otak. Nursalam (2002) menyatakan bahwa lingkungan
menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi seseorang dalam melakukan segala sesuatu.
Lingkungan yang nyaman dan jauh dari keramaian akan
sangat mendukung jalannya pelaksanaan stimulasi
senam otak. (2) Sarana yang Mendukung, seperti
menggunakan laptop yang berisi video kesukaan anak
ADHD berguna agar anak tetap berada dekat disekitar
pelatih. Kemudian penggunaan musik selama
pelaksanaan stimulasi juga sangat mendukung jalannya
pelaksanaan stimulasi. (3) Pelatih, memahami kondisi
anak sebelum memulai pelaksanaan stimulasi senam
otak. Mulai dari kondisi kesehatan fisik bahkan psikologis
anak. Selain memiliki peran sebagai pemberi stimulan,
peneliti juga memiliki sifat yang sabar dan mampu
menarik perhatian atau minat anak untuk mengikuti
senam otak. Maka dari itu pelatih sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan stimulasi senam otak pada anak
ADHD. Baker dkk tahun 2014 mengatakan bahwa
seorang pelatih sangat berpengaruh dalam mendorong
kecemasan emosional yang dialami oleh atlet.
Memberikan perhatian (respect) dan menciptakan
lingkungan yang nyaman pada atlet dapat mengurangi
78
kecemasan yang dirasakan. Kemudian Massey (2001)
juga mengatakan bahwa menjadi seorang pelatih atlet
anak-anak harus mengetahui keadaan atletnya.
4.4.2 Respon Anak yang Semakin Mau Mengikuti Stimulasi
Senam Otak
Respon adalah setiap tingkah laku berupa
tanggapan atau balasan terhadap rangsangan atau
stimulus (Sarlito, 1995). Respon yang muncul pada an.N
saat pelaksanaan stimulasi senam otak menunjukkan
bahwa anak semakin mau mengikuti senam otak. Hal
tersebut berdasarkan dari hasil lembar observasi
pelaksanaan senam otak pada anak ADHD (pertemuan I-
VIII) dan wawancara pada pelatih. Respon tersebut juga
didukung oleh penelitian Harini D (2010) bahwa perilaku
yang paling tampak selama proses penelitian adalah
anak ADHD makin hari makin mau diajak senam otak,
bahkan mengajak untuk melakukan senam otak.
4.4.3 Pengaruh Stimulasi Senam Otak pada Anak ADHD
SPPAHI (Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif)
digunakan untuk mendeteksi anak ADHD yang harus
diamati pada dua atau lebih setting yang berbeda,
misalnya di rumah, di sekolah, dan pada situasi lainnya.
79
Dikatakan beresiko tinggi ADHD apabila skor SPPAHI
yang diisi oleh orang tua dan guru melebihi batas Cut off
Score (Saputro, 2007). Berdasarkan hasil skor (SPPAHI)
yang diisi oleh orang tua dan guru setelah diberikan
stimulasi senam otak terdapat penurunan jumlah skor
dengan penurunan masing-masing 14 skor. Hasil skor
SPPAHI yang diisi oleh orang tua dan guru menunjukkan
bahwa skor SPPAHI oleh orang tua lebih tinggi
dibanding guru sekolah. Hal tersebut disebabkan orang
tua lebih mengerti keseharian anak walaupun perbedaan
hasil skornya tidak terpaut jauh. Jadi, berdasarkan
penurunan jumlah skor SPPAHI yang signifikan, berarti
ada pengaruh stimulasi senam otak pada anak ADHD.
Respon anak yang semakin mau mengikuti senam
otak di setiap pertemuannya (Lembar Observasi I-VIII)
menunjukkan adanya peningkatan perhatian pada anak.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Tammasse J
(2009), bahwa dengan gerakan-gerakan yang
menghasilkan stimulus (brain gym) dapat meningkatkan
kemampuan kognitif (konsentrasi, perhatian, kecepatan,
persepsi, memori, dan kreativitas), meningkatkan
keseimbangan atau harmonisasi, mengontrol emosi dan
80
logika, serta menjaga kelenturan dan keseimbangan
tubuh.
Berdasarkan hasil wawancara pada orang tua (Ibu)
an.N, pengaruh stimulasi senam otak belum tampak
adanya perubahan yang signifikan. Hal tersebut
dikarenakan orang tua yang tinggal bersama anaknya
dan bertemu setiap hari. Sehingga Ibu an.N merasa
belum tampak adanya perubahan. Hasil ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Harini D (2010)
yang menunjukkan bahwa adanya pengaruh senam otak
terhadap perilaku anak ADHD ditandai dengan aktivitas
terkontrol, dan penurunan perilaku impulsif.