62
Gereja Lintas Agama 175 BAB IV Gereja dari Salib dan Bulan Sabit Nabeel T. Jabbour Biodata dan Konteks Berteologi Nabeel T. Jabbour adalah seorang teolog Kristen asal Siria dan dibesarkan di Lebanon. Lebih dari 15 tahun ia tinggal di Kairo untuk menyelesaikan studi doktor di bidang Islam. Sejak 1997 ia dan keluarganya tingga di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas kota Colorado Springs Amerika Serikat. Ia memberi kuliah tentang Islam and Current Events di tiga seminari Amerika Serikat dan satu di Kanada. Dia menulis tiga buku dalam bahasa Arab dan empat dalam bahasa Inggris: Unshackled and Growing, Muslims and Christians on The Journey to Freedom, The Rumbling Volcano on Islamic Fundamentalism and The Unseen Reality on Spiritual Warfare. Bukunya yang terakhir dan yang akan kita dalami adalah The Crescent Through the Eyes of The Cross on the Muslims' worldview. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit Pionir Jakarta (2010). Nabeel Jabbour akan menjadi pemandu wisata bagi kita untuk menjelajah masuk ke dunia Muslim dan mengenal orang-orang Muslim dan tanggapan- tanggapan mereka terhadap Injil. Tanggapan- tanggapan itu berguna untuk kita memahami model

BAB IV Gereja dari Salib dan Bulan Sabit€¦ · berolah raga bersama dengan banyak sahabat muslim semasa kecil sampai menyelesaikan program doktornya, Nabeel Jabbour, seperti pengakuannya

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Gereja Lintas Agama 175

    BAB IV

    Gereja dari Salib dan Bulan Sabit

    Nabeel T. Jabbour

    Biodata dan Konteks Berteologi

    Nabeel T. Jabbour adalah seorang teolog

    Kristen asal Siria dan dibesarkan di Lebanon. Lebih

    dari 15 tahun ia tinggal di Kairo untuk menyelesaikan

    studi doktor di bidang Islam. Sejak 1997 ia dan

    keluarganya tingga di Amerika dan menjadi guru besar

    di Universitas kota Colorado Springs Amerika Serikat.

    Ia memberi kuliah tentang Islam and Current Events

    di tiga seminari Amerika Serikat dan satu di Kanada.

    Dia menulis tiga buku dalam bahasa Arab dan empat

    dalam bahasa Inggris: Unshackled and Growing,

    Muslims and Christians on The Journey to Freedom, The Rumbling Volcano on Islamic Fundamentalism and The Unseen Reality on Spiritual Warfare.

    Bukunya yang terakhir dan yang akan kita dalami

    adalah The Crescent Through the Eyes of The Cross on

    the Muslims' worldview. Buku ini diterjemahkan ke

    dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit

    Pionir Jakarta (2010).

    Nabeel Jabbour akan menjadi pemandu wisata

    bagi kita untuk menjelajah masuk ke dunia Muslim

    dan mengenal orang-orang Muslim dan tanggapan-

    tanggapan mereka terhadap Injil. Tanggapan-

    tanggapan itu berguna untuk kita memahami model

  • 176 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    eklesiolgi yang ditawarkan Nabeel Jabbour sebagai

    kontribusinya bagi pembaharuan kehidupan

    mengereja dalam konteks masyarakat multi agama.

    Ada tiga alasan pilihan jatuh kepada Nabeel

    Jabbour dalam menjajaki jawaban terhadap pertanyaan

    utama dalam buku ini. Pertama, sebagai yang lahir dalam keluarga Kristen dan menjalani hampir separuh

    usia hidupnya di lingkungan Islam (Syiria, Libanon

    dan Mesir) lewat mana ia bersekolah, bermain dan

    berolah raga bersama dengan banyak sahabat muslim

    semasa kecil sampai menyelesaikan program

    doktornya, Nabeel Jabbour, seperti pengakuannya

    sendiri, dia memahami Islam dari dalam, yakni

    melihat Islam dari mata orang Islam.1 Jelasnya, teologi

    yang dikerjakan Jabbour berakar pada otobiografinya.

    1 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit Melalui Mata Salib. Pengalaman-Pengalaman Mendalam dari Seorang Kristen

    Arab. Jakarta: Pioner Jawa. 2010. hlm. 29. Untuk

    menghindari munculnya banyak footnote dari buku yang

  • Gereja Lintas Agama 177

    Orang-orang Islam, kata Nabeel Jabbour,

    sangat loyal dan bangga akan agama, keluarga dan

    peradaban mereka. Keluarga dan agama bagi mereka

    adalah lingkungan yang memberi mereka akar,

    identitas dan otensitas. Kalau mereka tertarik pada

    pengajaran Yesus dan nilai-nilai dalam Injil itu adalah

    untuk memperluas sekaligus memperkuat akar

    keberadaan, identitas dan otensitas mereka untuk

    memiliki karakter global. Karena itu kepada teman-

    teman Kristen mereka berkali-kali mengingatkan agar

    dalam persahabatan tidak boleh ada upaya saling mentobatkan, dalam arti pemaksaan pindah agama. Jika ada niat ke arah itu biasanya orang muslim akan

    segera mengakhiri persahabatan.2

    Mengenal orang Islam dari dalam kami anggap penting dalam upaya menjajaki jawaban atas

    pertanyaan yang kita geluti, sebab pengenalan itu

    menolong kita untuk memberitakan Yesus Kristus dan

    memperlihatkan Injil dalam cara yang dapat diterima

    oleh saudara kita dari agama yang lain, sekaligus

    menjadikan Yesus Kristus dan Injil sebagai

    penggenapan atau jawaban dari pertanyaan-

    pertanyaan atau kebutuhan-kebutuhan esensial dalam

    penghayatan religius mereka.

    tadi, kami membatasi hanya dua footnote dari buku yang

    sama pada satu halaman. Rujukan lainnya kami taruh dalam

    tanda kurung di isi tulisan bertuliskan Sabit-Salib dan

    nomer halaman buku. 2 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 37.

  • 178 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Perkenankan kami menjelaskan hal ini dengan

    contoh berikut. Supaya dokter bisa memberikan obat

    yang tepat dan berkhasiat menyembukan penyakit

    pasiennya, dokter harus lebih dulu menggali informasi

    dari pasien tentang penyakitnya dan memeriksa

    keadaan pasien dengan peralatan-peralatan medis yang

    dibutuhkan. Tanpa melakukan itu, bisa saja dokter

    memberikan balsam penyembuh eksim untuk pasien yang mengeluh sakit gigi.

    Buah pikiran Nabeel Jabbour sebagaimana

    yang dituangkan dalam tulisan-tulisannya

    menunjukkan dengan jelas bahwa selama ini gereja

    memberitakan Kristus dan memperlihatkan Injil

    kepada saudara-saudara Muslim dan menuntut mereka

    untuk beralih dari agamanya, tetapi tidak menurut

    cara yang patut dilakukan dokter terhadap pasiennya.

    Akibatnya, banyak orang muslim mengaku bingung

    dan sama sekali tidak memahami pesan Kristen itu.

    Kita akan melihat hal itu dalam uraian di bagian-

    bagian selanjutnya.

    Alasan kedua pentingnya Nabeel Jabbour bagi

    pokok yang kita gumuli ialah model hermeneutiknya

    terhadap kitab suci Kristen. Pengenalannya akan

    pertanyaan-pertanyaan esensial dan kebutuhan-

    kebutuhan hakiki dari saudara-saudari Muslim yang

    berhubungan dengan agama sebagai pemberi makna

    kehidupan, membuat dia mendekati dan menjelaskan

    teks-teks Alkitab secara baru dengan hasil yang benar-

    benar menjungkir-balikkan dogma dan doktrin Kristen

  • Gereja Lintas Agama 179

    yang selama ini dijadikan standar bagi kehidupan

    orang Kristen.

    Jelasnya model hermeneutik yang dipakai

    Nabeel Jabbour adalah hermenutik dari perspektif

    pendengar dan bukan dari perspektif pemberita.

    Hermenutik ini dinamakan oleh Bert Altena model

    empiris –induktif sebagai lawan dari model normatif-

    deduktif.3 Hermeneutik model empiris-induktif mengandaikan pekerjaan refeksi terhadap iman

    sebagai sebuah ziarah ke dalam tiga dunia: dunia

    realita yang penuh dengan pertanyaan dan masalah-

    masalah, selanjutnya masuk ke dalam dunia kitab suci

    atau teks untuk belajar dari pengalaman orang-orang

    percaya pada masa lalu dalam nenggumuli masalah

    hidupnya dalam iman kepada Tuhan, dan akhirnya

    kembali lagi ke dunia realita dengan membawa

    pencerahan dari hasil belajar itu untuk menyikapi

    masalah atau pertanyaan secara baru.4

    Dengan cara ini Alkitab dijadikan sebagai kitab

    yang terbuka di tengah-tengah kehidupan orang

    percaya yang sarat dengan berbagai masalah dan

    pertanyaan (konteks) sehingga terjadi dialog yang

    dialektis antara kedua belah pihak: teks dan konteks.

    3 Bert Altena. Wolken gaan voorbij. Een homiletisch onderzoek naar mogelijkheden voor de preek in een postmodern klimaat. Zoetemeer: Boekencentrum. 2003. hlm. 59-62. 4 Ebenhaizer Nuban Timo. Apa dan Bagaimana Berteologi.

    Orasi Ilmiah di HUT ke-5 Sekolah Tinggi Agama Kristen

    Negeri Kupang. 2011. hlm. 17.

  • 180 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Model hermeneutik ini berbeda dengan model

    normatif-deduktif di mana Alkitab dianggap sebagai

    kitab yang tertutup, berisi kebenaran-kebenaran yang

    final dan absolut dan tinggal diterapkan begitu saja

    dalam konteks. Terjadi semacam pemaksaan teks

    kepada konteks. Ini hermeneutik satu arah,

    hermeneutik garis lurus dari dunia kudus ke dunia

    berdosa. Nabeel Jabbour memperlihatkan

    kepiawaiannya mengeksplorasi makna teks-teks

    Alkitab secara baru dan penuh daya eksplosif yang

    mengejutkan karena hermeneutik.

    Urgensi ketiga Nabeel Jabbour berhubungan dengan masalah relasi dunia Barat dan dunia Timur

    yang diasosiasikan dengan Kristen versus Islam. Peristiwa 11 September 2001, yakni penyerangan

    terhadap menara kembar di Amerika oleh sekelompok

    orang berlatar belakang muslim telah merobek dunia

    dalam dua kelompok: kita yang beradab dengan nota bene orang Kristen dan mereka yang Muslim adalah

    orang-orang asing, kelompok yang melahirkan para

    teroris, jadi sasaran kebencian dan permusuhan.5 Kita

    ingat misalnya pidato presiden Amerika Serikat Bush

    Junior mengajak dunia untuk berdiri dipihaknya

    untuk melawan terorisme. Dalam pidato itu ia

    menggunakan ungkapan crusade (perang salib) sebagai perang melawan terror.6

    5 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 27. 6 Lihat Richard M. Daulay. Amerika VS Irak. Bahaya Politisasi Agama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2009.

  • Gereja Lintas Agama 181

    Robeknya dunia dalam dua belahan ini makin

    memperburuk hubungan dua umat beragama: Islam

    dan Kristen yang memang sudah sarat dengan beban

    masa lalu yang masih belum selesai dicerna. Orang

    Kristen mudah sekali mencap dedikasi orang muslim

    sebagai ekstrimis, penyerahan hidup orang muslim

    kepada Allah sebagai terorisme, pandangan hidup

    mereka sebagai fanatisme dan banyak lagi stereo type negatif. Orang muslim bukan hanya dicap negatif,

    tetapi juga ditakuti.

    Nabeel Jabbour menganggap cap-cap negatif

    ini dan rasa takut itu terburu-buru. Kalau itu tidak

    dihentikan akan mempersulit relasi kedua agama ini.

    Nabeel Jabbour percaya, seperti juga yang ditegaskan

    Rahner bahwa dunia yang damai akan sulit dibangun

    selama masih ada sikap saling curiga bahkan

    permusuhan antara para pemeluk agama.7 Nabeel

    Jabbour berjuang untuk mempertemukan umat dari

    kedua agama ini. Ia bercita-cita membangun jembatan

    penghubungan bukan tembok pemisah antara kedua

    komunitas agama tadi. Mereka tidak boleh terus

    tinggal dalam sangkar agama masing-masing. Sikap terbuka untuk saling belajar dan memahami adalah

    penting.

    7 Dikutip dari Rikard Kristian Sarang. “Dialog antar Agama

    Sebagai Model Penerimaan, Pengakuan Terhadap

    Keberagaman dalam Terang Pemikiran Paul F. Knitter.”

    Dalam: BERBAGI: Jurnal Asosiasi Perguruan Tinggi Agama Kristen (APTAK). Volume 2 No. 1. Januari 2013. hlm. 78.

  • 182 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Ada dua keuntungan yang diperoleh jika

    mereka saling terbuka dan menerima. Pertama, orang

    Kristen dapat menyampaikan pesan-pesan injil secara

    efektif atau dapat dipahami orang Muslim. Kedua, orang Kristen memperoleh kesempatan memurnikan

    pemahaman tentang Injil dan membaharui cara hidup

    sesuai dengan Injil. Dengan kata lain orang Kristen

    harus bertobat dan membaharui diri supaya bisa hadir

    secara baru (Sabit-Salib: 106). Buku Nabeel Jabbour yang akan kitab bahas ini ditulis dengan maksud tadi.8

    Orang Muslim dan Dunianya

    Sama seperti manusia pada umumnya, orang

    muslim adalah makhluk yang menginginkan

    penerimaan, penghargaan dan persaudaraan. Mereka

    juga adalah orang-orang yang bangga terhadap

    agamanya dan warisan-warisan islami. Agama dan

    warisan itu merupakan sumber pembentukan jatidiri

    sekaligus teropong melalui mana mereka melihat dan

    memahami dunia dan agama lain. Orang Kristen harus

    belajar mengenal orang Muslim dan dunianya secara

    benar, yakni dari dalam, jika dia mau memberitakan

    Injil kepada mereka.

    Pengalaman bertumbuh dan bergaul dalam

    dunia islam selama lebih dari 40 tahun sehingga

    mengenal Islam dari dalam, Nabeel Jabbour mencatat

    beberapa profil orang Muslim. Pertama, orang Muslim

    8 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 16.

  • Gereja Lintas Agama 183

    adalah manusia, sesama kita. Mereka bukan orang-

    orang kasar, jahat, kafir dan tak bertuhan. Mereka

    hidup dalam hubungan-hubungan sosial yang kuat dan

    memperkembangkan simbol-simbol dan bahasa khusus

    untuk memaknai hidup dan dunianya. Mereka bangga

    akan keluarganya, negaranya dan agamanya (Sabit-salib: 37). Mereka bukan makhluk dari planet yang

    berbeda sehingga patut dicurigai, ditakuti dan

    kemudian dikucilkan.

    Orang Muslim adalah orang-orang yang peka

    terhadap berbagai perlakuan dan siap juga memberi

    tanggapan terhadap perlakuan-perlakuan itu. Mereka

    sangat menghargai perlakuan-perlakuan manusiawi,

    akrab dan bersahabat dari orang yang berbeda

    keyakinannya, terutama Kristen dan siap untuk

    memberi respons yang sama. Mereka akan menerima

    orang lain yang menerima mereka berdasarkan kasih.

    Sebaliknya, orang-orang yang menolak mereka dan

    agamanya juga akan mereka tolak. Bahkan mereka

    tidak segan-segan melakukan perlawanan bahkan siap

    membela diri dan membalas serangan yang ditujukan

    kepada diri, agama dan iman mereka (Sabit-Salib: 222-

    230).

    Kedua, ada tiga kategori orang Muslim:

    Muslim kultural, Muslim Qur’anis dan Muslim Militan (Sabit-Salib: 93). Muslim kultural adalah mereka yang mematuhi norma-norma sosial daripada teologi.

    Muslim Qur’anis adalah mereka yang memeluk iman, mematuhi pengajaran Qur’an yang eksplisit. Mereka menjalankan ajaran Qur’an secara ketat. Muslim

  • 184 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    militan. Mereka aktif membela Islam melalui tindakan-tindakan heroik, konflik bersenjata dan

    upaya-upaya lain dengan tujuan menaklukan yang

    non-Muslim. Kalau jujur, orang Kristen pun dapat kita

    masukan dalam ketiga kategori ini.

    Nabeel Jabbour menggambarkan komposisi

    tiga kategori orang Muslim tadi dalam bagan berikut

    (Sabit-Salib: 94):

    Komposisi ini menunjukkan bahwa persentasi

    terbesar adalah Muslim kultural. Muslim Qur’anis dan Muslim Militan tersaring ke bawah, ke Muslim Kultural, seperti yang ditunjukkan oleh arah anak

    panah. Keadaan ini terjadi di awal abad ke-20. Tetapi komposisi ini telah berubah. Pada saat ini bagan itu

    telah menjadi seperti ini.

  • Gereja Lintas Agama 185

    Muslim Kultural masih dalam prosentasi besar. Tetapi terancam akan makin tersaring ke bawah

    menjadi Muslim Qur’anis dan Muslim Militan. Dunia Barat (Amerika Serikat, Eropa) dan juga sikap orang

    Kristen berperan besar dalam perubahan bagan ini.

    Singkatnya, ketertarikan orang Muslim ke arah

    tindakan-tindakan militan disebabkan oleh sikap

    dunia dan orang Kristen terhadap mereka (Sabit-Salib:

    93).

    Mayoritas orang Muslim pada masa kini

    sedang ditarik menuju salah satu dari dua arah:

    Muslim Kultural atau Muslim Militan. Nabeel Jabbour mengemukakan dua contoh. Pertama, Sayyid Qutb,

    seorang Muslim Mesir. Dia datang ke Amerika sebagai

    orang Moderat. Tetapi kembali ke Mesir sebagai

    pemimpin kaum fundamentalis.9 Kedua, kakak Nabeel

    9 Sayyid Qutb bukan satu-satunya orang moderat yang

    menjadi militant. Disebutkan bahwa Osama bin Laden di

    masa mudanya adalah anak yang cakap dan periang. Hanya

    satu hal yang menyedihkannya yakni nasib orang Palestina.

    Kebijakan terror Israel terhadap orang Palestina

    mengembangkan keyakinan dalam hatinya bahwa adalah

  • 186 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Jabbour sendiri. Dia datang ke Amerika sebagai

    seorang Muslim untuk belajar. Tahun 1950 dia pulang

    ke Mesir sebagai seorang murid Kristus, bahkan karena

    kesaksian hidupnya dia membuat seluruh keluarganya

    menjadi pengikut Kristus (Sabit-Salib: 96-8).

    Dengan contoh ini Nabeel Jabbour

    menegaskan bahwa kita sebagai orang Kristen dan juga

    dunia Barat memiliki peran dalam membantu mereka

    ke arah keterbukaan pikiran, yakni kepada Kristus

    atau ke arah ketertutupan, yakni militant (Sabit-Salib:

    95).

    Ketiga, orang Muslim bukanlah orang-orang yang tersandung oleh Kristus. Umumnya mereka

    seperti Mahatma Gandhi mereka adalah orang-orang

    yang sangat tertarik kepada Yesus. Banyak dari rekan-

    rekannya yang mengaku bahwa Kristus sama sekali

    tidak melukai mereka. Ketertarikan mereka kepada

    Yesus lebih banyak ditunjukkan dalam sikap dan

    kesalehan hidup, bukan dalam pengakuan verbal. Ia

    menunjukkan itu dengan mengutip doa seorang

    perempuan muslim Irak, Rabi’a al-Adawiyya berikut

    ini:10

    hal yang adil dan benar untuk mengembalikan kepada AS

    apa yang mereka lakukan kepada bangsa Palestina melalui

    bonekanya Israel. Olaf Schumann. Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011. hlm. 606. 10 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 31.

  • Gereja Lintas Agama 187

    Tuhan, mengapa aku mengasihi Engkau? Apakah

    aku mengasihi engkau karena aku takut masuk

    neraka? Kalau itu alasanku, maka masukanlah

    aku ke neraka. Atau, apakah aku mengasihi

    Engkau karena aku ingin masuk sorga? Kalau itu

    alasanku, usirlah aku dari sorga. Ya Allah,

    kumohon murnikanlah alasan-alasanku. Tolong

    agar aku mengasihi Engkau karena Engkau

    sendiri; karena Engkau layak menerima seluruh

    kasih dan penyembahanku.

    Ini satu contoh bahwa semua yang benar,

    semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci,

    semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua

    yang disebut kebajikan dan patut dipuji, yang oleh

    Alkitab diwajibkan untuk dipikirkan oleh orang para

    pengikut Kristus (Fil. 4:8) juga dipikirkan oleh orang

    Muslim. Dalam arti ini orang Muslim adalah juga

    warga gereja. Yang menjadi batu sandungan bagi

    mereka atau hal yang melukai mereka adalah

    kekristenan atau yang oleh Nabeel Jabbour disebut

    bungkusan-bungkusan Kristus dan itu tidak lain adalah agama Kristen (Sabit-Salib: 104). Bungkusan-bungkusan itu kotor. Itu yang membuat orang Muslim

    tersandung bahkan memilih lebih baik tidak

    menyeberang ke dalam agama Kristen tetap tinggal dalam agamanya, Islam.

    Dengan menggunakan alat peraga, yakni

    sebuah jeruk yang dibungkus dengan berbagai kertas

    bertuliskan macam-macam hal Nabeel Jabbour

  • 188 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    menunjukkan kepada kita hal-hal kotor dalam

    kekristenan yang melukai orang Muslim (Sabit-Salib:

    102-105): mengubah nama dari Ali ke Steve. Dibaptis

    dan memberitahukan kepada orang-orang terutama

    keluarga bahwa ia sudah menjadi Kristen supaya tidak

    dicurigai sebagai pura-pura. Mulai menyerang Islam,

    Muhamad dan Qur’an. Kalau wanita harus memakai

    kalung salib, rok pendek, baju terbuka dan berhenti

    memakai jiblab. Mengkonsumsi miras dan semua

    makanan yang mengandung babi dan bebas

    melakukan apa saja karena dosa sudah diampuni.

    Berhenti mengucapkan istilah-istilah Muslim yang

    penuh makna dan diganti dengan istilah-istilah

    Kristen yang asing. Berdoa sambil duduk di kursi

    bahkan berpangku kaki sambil membesarkan nama

    Tuhan.11 Mempercayai bahwa Allah punya anak

    sebagai hasil hubungan seks dengan Maria. 12

    11 Di kampus saya ditugasi mengajar matakuliah Agama

    kepada mahasiswa dari fakultas non teologi. Kami sepakat di

    awal kuliah bahwa kegiatan belajar mengajar diawali dan

    diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh mahasiswa secara

    bergilir. Ada cukup banyak mahasiswa saya yang Muslim.

    Setiap kali saya menunjuk mereka untuk menaikan doa,

    mereka mengajak semua berdoa, tetapi hanya dimulai

    dengan ajakan: “Doa mulai” dan diakhiri dengan: “Doa

    selesai.” Beberapa kalai saya meminta mereka untuk

    mengucapkan rumusan doa agar biasa didengar bersama.

    Tetapi tidak satu pun yang melakukannya. Mulanynya saya

    merasa kurang hati dengan sikap itu. Setelah membaca buku

    Nabeel Jabbour, terutama tentang doa bagi seorang Muslim

    harus dilakukan dengan berlutut, bukan dengan duduk

  • Gereja Lintas Agama 189

    Keempat, orang Muslim hidup dalam dunia

    yang dibingkai dalam paradigma berpikir yang sama

    sekali berbeda dengan paradigma berpikir orang

    Kristen. Nabeel Jabbour mencatat ada tiga paradigma:

    aib/kehormatan, najis/bersih dan rasa takut/kuasa.

    Sementara orang Kristen lebih banyak berpikir dalam

    paradigma salah/benar. Tiga paradigma pertama dianut

    juga oleh sebagian besar masyarakat di Timur. Mereka

    biasanya membingkai makna hidup dalam tiga

    paradigma lainnya.13 Sementara paradigma benar/salah

    adalah umum di kalangan Kristen secara khusus di

    Barat.

    Perenungan orang Muslim terhadap

    keselamatan juga dibingkai dalam ketiga paradigma

    tadi. Mereka kata Nabeel Jabbour sangat terbeban

    dengan tiga paradigma itu. Untuk jelasnya, mari kita

    simak kasus yang diangkat Nabeel Jabbour berikut ini.

    Hampir semua wanita muslim yang tidak pernah

    mengalami sukacita kemenangan Idul Fitri di akhir

    bulan puasa Ramadhan, karena siklus menstruasi

    merusak ibadah puasa mereka. Selama menstruasi

    santai di kursi, saya mulai memahami hal itu dan tidak lagi

    merasa terganggu. 12 Tentu saja ada beberapa hal yang dianggap kotor oleh

    orang Muslim seperti tertera di atas yang perlu ditanggapi.

    Tetapi hal-hal di atas seperti berpakaian dan sikap berdoa

    yang memang berguna untuk kita sebagai orang Kristen

    membenahi diri. 13 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 165.

  • 190 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    mereka menjadi najis dan aib bagi sesama dan bagi Allah.

    Menstruasi pada perempuan bukan masalah

    benar/salah. Menstruasi juga adalah faktor bawaan hidup seorang perempuan. Itu adalah masalah

    najis/bersih. Salah apakah seorang perempuan jika dia mengalami menstruasi sehingga harus dibenarkan oleh

    Allah? Bukankah ia dikodratkan sebagai perempuan?

    Pengalaman yang sama juga berlaku bagi laki-

    laki. Kaum muslim dan Yahudi selalu melakukan

    upacara pembersihan atau pembasuhan sebelum

    mereka sembahyang. Mereka mencuci tangan, wajah,

    kaki dan bagian-bagian tubuh lainya. Setelah

    melakukan pembasuhan, seorang laki-laki tidak boleh

    berjabat tangan lagi dengan orang lain yang tidak

    bersih, karena jika demikian maka kemurnian yang

    telah diupayakan menjadi tidak berarti.

    Rasa takut juga selalu melingkupi hidup

    banyak orang di dunia Timur. Mereka takut

    berhadapan dengan kuasa-kuasa atau roh-roh yang

    melingkupi mereka, roh-roh yang menetap di pohon,

    batu, gunung, mata-mata air, dst. Mereka

    membutuhkan adanya kuasa yang mendampingi mereka mengatasi rasa takut itu. Ini sepenggal

    pengalaman yang menunjukkan betapa upaya manusia

    untuk memperoleh keselamatan juga terbingkai dalam

    paradigma pemaknaan aib/kehormatan, najis/bersih

    dan rasa takut/kuasa.

  • Gereja Lintas Agama 191

    Tetapi seringkali orang Kristen mengecilkan

    makna injil keselamatan dalam satu paradigma saja,

    yakni benar/salah. Bahkan paradigma benar/salah ini dijadikan satu-satunya bingkai pemberi makna bagi

    keselamatan. Percaya kepada Allah di dalam Kristus

    artinya kita yang berdosa (bersalah) di hadapan Allah

    karena dosa memperoleh pembenaran dan

    pengudusan.

    Mayoritas orang Muslim tidak menemukan

    keselamatan dalam pewartaan Injil yang dikemas

    dalam paradigma benar/salah. Tentu saja pemaknaan keselamatan dalam paradigma benar/salah syah dan valid. Tetapi jika keselamatan dalam Injil hanya

    dipahami dalam batasan salah/benar, tidak banyak menolong saudara-saudara yang bukan Kristen

    mengalami kuasa pembebasan. Benar/salah adalah

    pemaknaan yuridis terhadap injil. Saudara-saudara

    non-kristen umumnya membingkai makna kehidup

    yang mereka cari di dalam agama mereka dalam

    paradigma aib/kehormatan, najis/bersih dan rasa takut/kuasa, yang merupakan pemaknaan kultus,

    bukan yuridis.

    Kalau begitu, apakah dalam Injil ada ruang

    bagi penghayatan keselamatan yang dipahami dalam

    paradigma aib/kehormatan, najis/bersih dan rasa takut/kuasa? Nabeel Jabbour sendiri merumuskan pertanyaan itu dalam kalimat berikut: Apakah Injil

    juga adalah kabar sukacita Kepada Orang Muslim?

  • 192 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Apakah Injil Juga Adalah Kabar Sukacita Kepada

    Orang Muslim?

    Kita sudah melihat tanggapan orang Muslim.

    Mereka tidak terganggu dengan Yesus dan Injil.

    Mereka juga siap memberi respons kasih dan

    penerimaan jika mereka diperlakukan dengan kasih

    dan diterima. Injil, menurut Nabeel Jabbour

    mengajarkan kita hal itu. “Kasihilah sesamamu

    manusia seperti dirimu sendiri.” Nabeel Jabbour

    mengaku bahwa ini perintah yang sulit. Saya tidak

    pernah bisa mencintai orang lain seperti dia mencintai dirinya, kecuali kalau saya mencintai Allah. Jadi kalau orang Kristen benar-benar mencintai Allah, mereka

    harus bisa mencintai orang Muslim seperti dirinya sendiri.

    Injil mengajarkan para pengikut kristus untuk

    mengasihi sesama seperti diri sendiri. Orang Muslim

    adalah adalah sesama. Cinta kasih kepada sesama yang

    diajarkan Injil juga berlaku pada orang Muslim,

    termasuk saat orang Kristen mewartakan Injil kepada

    mereka. Ini jelas menunjukkan bahwa bagi Nabeel

    Jabbour injil juga merupakan kabar baik kepada orang

    Muslim. Kabar baik itu ditunjukkan dengan tidak

    meminta orang-orang Muslim yang percaya kepada

    Injil untuk memutuskan hubungan dengan keluarga

    mereka dan meninggalkan agama mereka. Hal ini

    ditegaskan Nabeel Jabbour dengan kisah tentang

    Mustafa yang akan kami kisahkan di sub-judul

    penginjilan relasional.

  • Gereja Lintas Agama 193

    Bahwa Injil adalah juga kabar baik bagi orang

    Muslim ditegaskan Nabeel Jabbour dalam uraian

    berikut. Alkitab sendiri bersaksi bahwa Injil adalah

    kekuatan Allah yang menyelamatkan baik orang

    Yahudi maupun Yunani (Rm. 1:16), demikian kata

    Nabeel Jabbour. Kalau begitu, kita harus berani keluar

    dari pendekatan tradisional. Injil tidak boleh terus

    dipahami hanya sebagai pesan yuridis yakni dalam paradigma berpikir salah/benar. Tiga paradigma lain juga harus diintegrasikan, atau injil dibingkai dalam

    pemaknaan kultus yang menjadi domain untuk paradigma aib/kehormatan, najis/bersih dan rasa takut/kuasa.

    Injil keselamatan Allah di dalam Kristus adalah

    kekuatan penyelamatan yang mencakup ketiga

    paradigma pemaknaan tadi. Nabeel Jabbour

    memperlihatkan contoh-contoh yang secara melimpah

    ditunjukan dalam kitab Injil, yakni dalam Markus 5:1-

    20, 5:21-34.14 Dalam teks-teks kitab Injil ini

    ditunjukkan dengan jelas tentang kehadiran Yesus dan

    karya penyelamatannya sebagai pemenuhan sekaligus

    pembebasan kepada manusia dari terbelenggu

    paradigma berpikir kultus yang digumuli orang-orang

    Muslim.

    14 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 175-186.

  • 194 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Misionaris Yang Perlu Bertobat

    Anjangsana kita ke dunia Muslim dengan

    Nabeel Jabbour sebagai pemandu wisata menunjukkan

    kepada kita beberapa hal tentang orang Muslim.

    Pertama, orang Muslim adalah orang-orang yang

    sangat bangga dengan agamanya karena memberikan

    kepada mereka akar dan identitas. Adalah sebuah

    penghianatan yang terlalu berat jika mereka harus

    meninggalkan agama itu. Kedua, orang Muslim bukanlah orang-orang yang tersandung oleh Kristus.

    Umumnya mereka adalah orang-orang yang sangat

    tertarik kepada Yesus. Yang menjadi masalah bagi

    mereka ialah agama Kristen. Ketiga, ketertarikan orang

    Muslim kepada fundamentalisme bahkan militansi

    adalah karena sikap orang Barat yang nota bene adalah Kristen.

    Pada sisi lain, juga di bawah pimpinan Nabeel

    jabbour sebagai pemandu wisata kita juga telah dibuat

    mengerti bahwa Injil adalah juga kabar baik kepada

    orang Muslim, karena Injil adalah kekuatan Allah

    yang menyelamatkan baik orang Yahudi maupun yang

    non-Yahudi. Kekuatan Injil adalah pada daya

    keselamatan terhadap manusia yang meliputi empat

    paradigma benar/salah, aib/kehormatan, najis/bersih

    dan rasa takut/kuasa.

    Dua sudut pandang ini disadari penuh oleh

    Nabeel Jabbour bukan dengan maksud menafikan

    pekabaran Injil kepada orang Muslim. Dia mencatat

    hal ini bagi kita untuk menegaskan bahwa gereja tetap

  • Gereja Lintas Agama 195

    harus melakukan pekabaran Injil kepada orang

    Muslim. Untuk itu ada hal mendesak yang patut gereja

    lakukan, yakni gereja sebagai pelaku pekabaran Injil

    harus bertobat. Atau dengan kata-kata Nabeel Jabbour:

    “Misionaris yang perlu bertobat” (Sabit-Salib: 106).

    Ada tiga pertobatan yang perlu dijalani gereja

    dalam rangka pekabaran Injil kepada orang Muslim.

    Pertama, pekabaran Injil kepada orang Muslim tidak boleh disertai dengan tuntutan untuk membawa orang

    Muslim menyeberang ke agama Kristen. Hanya orang

    Muslim yang bodoh sajalah yang akan menyeberang ke agama Kristen.

    Orang Muslim memiliki Al-quran yang sama

    keilahiannya dan juga kualitasnya dengan Yesusnya

    orang Kristen. Mereka percaya bahwa Al-quran adalah

    firman Allah yang kekal, sama seperti orang Kristen

    percaya bahwa Yesus Kristus adalah Firman Allah

    yang kekal. Hanya orang Muslim bodoh sajalah yang

    menerima pendapat orang Kristen bahwa Muhammad

    setara dengan Yesus, Al quran dengan Alkitab.

    Pembandingan-pembandingan itu semuanya tidak

    tepat. Yang benar ialah Kristus harus dibandingkan

    dengan Al-quran, bukan dengan Muhammad.

    Orang Islam tidak percaya kepada Muhammad.

    Mereka percaya kepada Firman Allah, yakni Al-quran.

    Bandingan yang tepat dari pihak Kristen bagi

    Muhammad adalah Maria. Keperawanan Maria adalah

    setara dengan ketidakcakapan membaca dan menulis

    dari Muhammad. Itu menjamin kemurnian firman

  • 196 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    (Yesus dan Al-quran) yang mereka teruskan (Sabit-Salib: 193). Selain itu Quran lebih baik dari Alkitab

    karena Quran didiktekan oleh Allah kata demi kata

    melalui malaikat. Ini sama seperti orang Kristen

    mempercayai Sepuluh Hukum. Quran tidak ditulis

    oleh manusia. Bagi orang muslim Alkitab itu sama

    dengan hadits.

    Hadits berisi cerita tentang kehidupan dan

    pengajaran Muhammad. Itu ditulis oleh orang-orang

    muslim yang mengasihi Allah. Karena para penulisnya

    adalah manusia, maka tulisan-tulisan mereka bisa jadi

    ada salahnya. Jadi Hadits adalah sejajar dengan Alkitab

    (Sabit-Salib: 194). Karena itu bagaimana mungkin

    orang muslim meninggalkan Quran dan

    menggantikannya dengan Alkitab yang pesan yang

    lebih rendah, yakni yang ditulis oleh manusia (Sabit-

    Salib: 43). Mereka juga berpendapat sama seperti orang Yahudi dan Kristen bahwa pindah agama adalah

    sebuah penghianatan yang sangat besar terhadap

    keluarga dan terhadap Allah (Sabit-Salib: 234).

    Kedua, gereja harus bertobat dari penyajian

    kuasa pembebasan Injil hanya dalam paradigma

    benar/salah. Kuasa pembebasan itu harus ditambahkan juga dengan aib/kehormatan, najis/bersih dan rasa

    takut/kuasa. Mengabaikan tiga paradigma tadi sama artinya, demikian kata Nabeel Jabbour, dengan

    menyajikan Injil yang terpenggal-penggal (Sabit-Salib:

    166).

  • Gereja Lintas Agama 197

    Ketiga, orang Kristen harus bertobat dari sikap-sikap yang mendorong orang Muslim beralih

    dari Muslim Kultur ke Muslim Qur’an apalagi ke Muslim Militan. Orang Muslim, sebagaimana diajarkan Qur’an bukanlah manusia yang suka

    menutup diri dan hidup dalam isolasi. Mereka rindu

    pengalaman lintas budaya dan agama, mencintai nilai-

    nilai kemanusiaan dan perdamaian. Kalau kenyataan

    yang terjadi sekarang di mana orang muslim

    cenderung menutup diri, melakukan tindakan-

    tindakan kekerasan, itu disebabkan oleh orang Kristen

    juga. Dua hal disebutkan oleh Nabeel Jabbour.15

    1. Orang muslim merasa sulit memahami

    pesan-pesan religius dari sesamanya yang Kristen

    karena diungkapkan dengan perbendaharaan kata dan

    simbol-simbol yang asing. Isi pesannya pun asing bagi

    mereka. Kita sudah tunjukkan itu dengan paradigma

    benar/salah. 2. Sikap merendahkan, mencurigai, mengkafirkan dan menjauhi yang diperlihatkan orang

    dari agama lain (Kristen) terhadap mereka. Kalau

    akhirnya orang muslim masuk dalam sangkar muslim

    dan menutup diri terhadap pergaulan dengan agama

    lain, bahkan memilih masuk menjadi anggota gerakan

    fundamentalis itu karena dua hal di atas.

    Keempat, orang Kristen harus bertobat dari pemberian label ekstrimisme, memprtaktekkan

    terorisme, menjalani kehidupan yang fanatisme dan

    lebih banyak kesombongan dan omong kosongnya

    15 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 41, 34.

  • 198 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    kepada orang Muslim. Sebab menurut pengenalan

    Nabeel Jabbour semua label itu bukan wajah Islam

    yang sebenarnya. Sikap ekstrim kaum muslim

    sebenarnya adalah sebuah produk peradaban. Artinya

    ada hal-hal yang memicu sikap ekstrim yang muncul

    di kalangan Islam terhadap dunia Barat dan

    kekristenan. Jelasnya, ekstrimitas orang Muslim

    sebenarnya adalah reaksi terhadap ekstrimitas orang

    Kristen.

    Nabeel Jabbour mencatat tiga alasan:16 1).

    Perang salib pada abad ke-11 dan 12. 2). Eksploitasi

    kekayaan alam negara-negara di wilayah muslim

    (Timur Tengah) oleh dunia Barat yang beragama

    Kristen disertai pemaksaan demokrasi gaya Amerika di

    Timur Tengah. 3). Dukungan terang-terangan

    Amerika dan sekutunya terhadap berdirinya negara

    Israel di Palestina sekaligus sikap membela tindakan

    penindasan Israel terhadap warga Palestina adalah

    penyebab reaksi-reaksi ekstrim dari orang Islam

    terhadap Barat dan kekristenan.

    Tentang perang salib, betapapun terjadi enam

    abad yang lalu tetapi lukanya masih membekas dan

    menjadi ingatan kolektif orang Islam di Timur Tengah.

    Luka itu makin meradang mengingat alasan kedua dan

    ketiga yang baru saja kami tunjukan. Teman-teman

    Nabeel Jabbour mengungkapkan pendapat mereka

    16 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 43-49.

  • Gereja Lintas Agama 199

    tentang Perang Salib dan dua alasan lain dalam kalimat

    berikut:17

    Fanatisme orang Kristen yang haus darah ….

    yang menciptakan fanatisme Islam. Dalam

    kebijakan negara anda mengenai Timur Tengah,

    bukankah anda telah mengisi tangki dan

    memperkuat fanatisme dalam diri Islam? Dalam

    diri prajurit perang salib modern anda, bukankah

    anda melampiaskan amarah terhadap fanatisme

    Islam dan meningkatkan kekerasan? Dalam

    keinginan anda untuk memberlakukan

    demokrasi gaya Amerika pada Timur Tengah,

    bukankah anda telah membuka sekaleng cacing

    Islam fundamentalis? …. Sejak penciptaan Israel

    tahun 1948, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

    sesudahnya, Israel telah menjadi duri dalam

    daging bagi kami. Umma kami, solidaritas umat Allah dalam Islam, menyatukan kami dalam rasa

    sakit dan sukacita kami.

    Kami ingin meminta perhatian khusus

    pembaca mengenai dukungan orang Kristen Eropa dan

    Amerika terhadap pendirian negara Israel di Palestina

    tahun 1948.18 Saudara-saudara muslim mencatat itu

    17 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 44-45. 18 Ada dua buku lain dalam bahasa Indonesia yang

    menolong kita untuk memahami duduk persoalan

    sebenarnya dari konflik Israel-Palestina. Kedua buku itu

    adalah: Olaf Schumann. Agama-Agama Kekerasan dan

  • 200 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    sebagai pemicu terkini aksi-aksi terror dan radikalisme

    yang dipraktekan kelompok-kelompok tertentu dalam

    Islam.19 Seorang teman Nabeel Jabbour menulis begini

    kepadanya:20

    Tak seorang pun dalam keluarga besar saya

    adalah kaum fundamentalis, atau bahkan

    simpatisan kaum fundamentalis. Tetapi sejak saya

    datang ke negara anda (Amerika) dan melihat

    dengan mata kepala sendiri standar ganda anda…

    saya jadi tertarik kepada fundamentalisme.

    Seolah-olah anda sedang mendorong saya ke arah

    sana. Apabila seorang pria muda Yahudi

    meninggalkan negara ini, pergi ke Israel, secara

    sukarela bergabung dengan pasukan Israel, dan

    dengan senjata mesinnya menewaskan orang-

    orang Palestina ketika ia menduduki tanah

    mereka, anda tidak memandangnya sebagai

    seorang teroris. Karena anda memandang Israel

    sebagai demokrasi. Saya, di pihak lain,

    memandang Israel sebagai sebuah negara yang

    mempraktekkan rasisme karena ia

    memberlakukan rezim apartheid atas Palestina di

    tanah mereka. Sebaliknya, apabila seorang pria

    Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011 (terutama halaman 573-615). Gary M. Bruge. Palestina Milik Siapa. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2010. 19 Lihat umpamanya Olaf Schumann. Agama-Agama, Kekerasan dan Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011. hlm. 573-615 20 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit... hlm. 46.

  • Gereja Lintas Agama 201

    muda Amerika berkebangsaan Palestina

    meninggalkan negara ini, pergi ke Palestina, dan

    menggunakan senjata satu-satunya yang ada,

    yaitu tubuhnya, untuk membela wilayahnya

    yang diduduki oleh orang lain, anda memandang

    dia sebagai teroris. Ketika anda membaca dalam

    Alkitab anda bagaimana Simson mati, apakah

    anda memandangnya sebagai seorang teroris?

    Apakah anda menyalahkan Simson karena ia

    menggunakan satu-satunya senjata yang ada,

    yakni tubuhnya, untuk membunuh penduduk

    sipil yang tidak berdaya?

    Contoh-contoh ini didaftarkan Nabeel Jabbour

    untuk memperlihatkan betapa pentingnya para

    pengikut Kristus membangun keterhubungan yang

    otentik dengan saudara-saudara yang beragama lain

    (muslim). Para pengiktu Kristus harus siap ambil

    bagian dalam kehidupan sehari-hari saudara-

    saudaranya yang berbeda agama supaya bisa

    memahami simpul-simpul pemaknaan hidup yang

    membingkai pergumulan iman saudara-saudara dari

    agama lain dan atas dasar itu memberitakan Injil

    Kristus sebagai pemenuhan dari pertanyaan-

    pertanyaan pemaknaan hidup yang mereka gumuli

    dalam agamanya. Para murid Kristus harus keluar dari

    kenyamanan kantong Kristen dan bergaul secara alami

    dengan saudara-saudara dari agama lain, tanpa niat

    mentobatkan mereka. Sebaliknya, dalam perjumpaan

    dengan orang Muslin orang kristenlah yang harus

    bertobat.

  • 202 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Jelasnya, pilihan yang dihadapi orang Muslim

    apakah menjadi orang-orang yang pikiran terbuka

    (meneladani Yesus) atau menjadi orang-orang yang

    berpikiran tertutup (menjadi Muslim Militan) ditentukan oleh sikap orang Kristen dan dunia Barat

    yang Kristen kepada orang Muslim. Karena itu orang

    Kristen harus mengembangkan pemahaman tentang

    Injil dalam paradigma pemaknaan yang baru. Ada dua

    hal yang ditawarkan: 1). Belajar mengenal Islam dari

    mata Allah atau mengenal Islam dari dalam. 2). Orang

    Kristen juga belajar meninggalkan sangkar Kristen yang nyaman atau keluar dari etnosentrisme. Poin

    pertama sudah kita jabarkan di atas. Sekarang kita

    akan beranjak kepada poin kedua.

    Etnosentrisitas versus Tinggal di Antara Bangsa-

    Bangsa

    Umat beragama perlu keluar dari sangkar agama masing-masing untuk mulai belajar saling

    mengenal dan menerima perbedaan. Ini sebuah

    petualangan yang baru dan membutuhkan keberanian

    tetapi perlu dalam rangka membangun masyarakat

    baru yang berkedamaian dan berkeadaban. Gerakan

    keluar dari kenyamaman sangkar itu menurut Nabeel

    T. Jabbour harus dimulai oleh orang Kristen. Warga

    gereja tidak perlu menunggu orang dari agama

    melakukan itu. Gereja yang harus memprakarsainya

    karena hal itu sejalan dengan hakikat gereja sebagai

    umat yang dipanggil keluar.

  • Gereja Lintas Agama 203

    Para pengikut Kristus harus menjadi orang-

    orang di barisan depan yang melakukan gerakan

    keluar dari kenyamanan sangkar agama mereka untuk bertemu dan ambil bagian dalam kehidupan orang

    beragama lain. Nabeel Jabbour membahas pokok ini

    dengan lebih dahulu mendiskusikan tiga pola hidup

    umat Allah baik dalam PL maupun PB sambil

    memperlihatkan kekuatan dan kelemahan dari

    ketiganya. Ketiga pola itu dia namakan etnosentrisitas, kehidupan duniawi dan tinggal di antara bangsa-

    bangsa. Baiklah kita perhatikan ketiga pola ini satu per satu.

    Pertama, etnosentrisitas sama dengan hidup

    eksklusif, mengisolasikan diri dari semua bentuk

    kontak dengan sesama yang berbeda agama dan

    pandangan hidup. Pola hidup etnosentrisme juga

    bermuara pada sikap hidup membenarkan diri dan

    kelompok sendiri sambil merendahkan bahkan

    mempersalahkan orang-orang dari kelompok yang

    lain. Dunia dipecah dalam dua kelompok: kita dan

    mereka. Kelompok kita adalah yang beradab,

    kelompok mereka adalah biadab. Dalam pola

    etnosentrisme umat Allah memilih menjadi komunitas yang tertutup di tengah masyarakat. Mereka

    mengembangkan bahasa, kebiasaan serta nilai-nilai

    sendiri bahkan juga cenderung kawin-mawin di antara

    kalangan mereka sendiri. Gaya hidup mereka terisolasi

    dari masyarakat sekitarnya (Sabit-Salib, 134).

  • 204 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Gambar di atas memperlihatkan gaya hidup

    etnosentrisme. Para pengikut Kristus (tiga orang yang

    kepalanya diberi warna hitam) berkumpul dalam

    kelompok khusus, menjadi eksklusif dan tertutup.

    Nabeel Jabbour menyebut mereka orang Kristen

    bermental benteng (Sabit-Salib: 152). Pola etnosentrisitas ini saya sejajarkan dengan gambaran Yesus tentang pelita yang ditaruh di bawah gantang

    (Mat. 5:15). Pola ini disebut juga kehidupan yang

    memisahkan diri dari dunia. Orang Kristen menjadi

    sebuah masyarakat yang hidup di pulau tersendiri dan

    menggembangkan kosa-kata bahasa yang hanya

    berlaku dan dikenal dalam lingkungan mereka sendiri.

    Paul Borthwick mencatat beberapa ciri

    kehidupan etnosentrisme yang berbahaya bagi iman kepada Yesus.21 Pertama, kecenderungan untuk

    menilai budaya lain dengan menggunakan standar

    budaya kita. Sebagai contoh orang Amerika berkata

    bahwa orang-orang di Inggris semuanya salah karena

    mereka mengendarai mobil di sisi jalan yang tidak

    benar. Kedua, menuntut orang dari budaya lain untuk

    menyesuaikan diri dengan budaya dan cara hidup kita,

    sementara kita merasa tidak perlu menyesuaikan diri

    21 Paul Borthwick. Six Dangerous Questions…. hlm. 23.

  • Gereja Lintas Agama 205

    dengan budaya mereka. Ketiga, menciptakan ungkapan-ungkapan yang bersifat merendahkan atau

    menghina orang dari budaya lain atau juga menutup-

    nutupi kelemahan kita sendiri.

    Nabeel mencontohkan pola etnosentrisme

    dengan sebuah komentar dari Ahmad seorang pemuda

    Arab yang tertarik pada kekristenan:22

    Pesan Kristen anda merupakan suatu pesan

    yang asing bagi saya. Asing dalam

    perbendaharaan katanya dan asing juga

    dalam isinya. Perbendaharaan kata religious

    anda saya diberikan sebuah Alkitab dalam

    bahasa Arab. Sekalipun Alkitab itu

    berbahasa Arab, dan bahasa ibu saya adalah

    bahasa Arab, saya sangat kesulitan

    memahaminya. Anda orang-orang Kristen

    tampaknya memiliki bahasa religius anda

    sendiri. Bahkan figur sentral dalam agama

    anda, Yesus, memiliki dua nama dalam

    Alkitab Arab. Orang-orang Kristen Arab

    menyebut Yesus Yasou’, sementara kami orang-orang muslim menyebutnya Isa.

    Karena anda begitu berhasrat agar kami

    memahami agama anda, mengapa tidak

    memakai bahasa yang dapat kami mengerti?

    22 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit Melalui Mata Salib. hlm. 41.

  • 206 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Pengalaman saya mengajar di UKSW juga

    tidak jauh berbeda. Di kelas Magister Sosiologi Agama

    yang saya asuh ada beberapa mahasiswa berlatar

    belakang Islam. Saya menjelaskan tentang pembenaran

    oleh anugerah di dalam iman. Selesai menjelaskan, seorang mahasiwi berkerudung langsung berkomentar:

    “Pak, saya benar-benar merasa asing dengan cara

    kalian berpikir tentang iman dan Allah. Ungkapan

    pembenaran oleh anugerah dalam iman membuat saya

    berkesan bahwa kamu boleh sesuka hati berbuat dosa

    dan kejahatan, karena toh nanti Allah siap untuk

    mengampuni. Bagi kami di dalam Islam, pembenaran

    seperti itu terlalu murah. Kami harus bekerja keras

    untuk mendapat perkenanan dari Allah.23

    Kedua, lawan dari etnosentrisitas adalah

    kehidupan yang menyatu dengan dunia atau menjadi

    duniawi. Dalam pola ini, umat Allah membaur dengan

    kehidupan masyarakat di mana mereka berada.

    Pembauran itu terjadi begitu rupa sampai mereka

    terhanyutkan atau kehilangan identitas sebagai

    utusan-utusan Kristus. Meminjam gambaran Yesus,

    mereka ini ibarat garam yang telah menjadi tawar (Mat. 5:13).

    23 Titi Fauzi. Dialog dalam kelas kuliah Magister Sosiologi

    Agama tahun 2012.

  • Gereja Lintas Agama 207

    Dalam gambar ini para pengikut Kristus (tiga

    orang dengan kepala berwarna hitam) menyebar atau

    membaur ke dalam lingkungan orang-orang bukan

    Kristen. Tetapi karena tidak adanya kontak intensif

    atau rutin di antara mereka maka kemuridan mereka

    akan Kristus luntur. Mereka menjadi serupa dengan

    dunia.

    Pola ketiga adalah kehidupan Kristen yang tinggal di antara bangsa-bangsa. Orang-orang yang

    percaya kepada Yesus membiarkan Injil

    mempengaruhi seluruh hidup mereka. Mereka yang

    sudah diubah oleh Injil tidak membentuk kelompok

    yang eksklusif (model pertama). Mereka ini tinggal di

    tengah-tengah masyarakat, menggunakan bahasa yang

    dipakai masyarakat sekeliling, pergi ke pasar, sekolah,

    rumah sakit dan restoran yang juga dikunjungi orang-

    orang non-Kristen. Mereka berada di arus utama

    kehidupan bukan sebagai orang yang kehilangan

    identitas sebagai utusan Kristus seperti yang terjadi

    dengan model kedua.

    Sebaliknya, di tengah-tengah masyarakat

    mereka, seperti yang dikehendaki Allah di dalan

    Kristus, bercahaya menerangi kegelapan seperti pelita

    atau menjadi seperti ragi atau garam yang

    mengkhamiri masyarakat dengan anugerah dan

  • 208 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    kebenaran (Sabit-Salib, 138). Meminjam pernyataan

    Pdt. L.Z. Raprap, kehadiran mereka berdampak bagi

    lingkungan di mana mereka berada, yakni mengubah

    keadaan sekitarnya menjadi lebih baik.24

    Para pengikut Kristus dalam model ketiga,

    seperti ditunjukkan Nabeel Jabbour dalam tiga orang

    berwarna hitam dalam gambar di atas, menjaga

    keseimbangan antara hidup yang terpisah dari dunia

    dan yang duniawi. Mereka berjalan di atas palang

    keseimbangan antara dua sisi tadi. Para pengikut Kristus tadi berada dalam dunia tetapi tidak menjadi

    serupa dengan dunia. Mereka mengarami dan

    menerangi kehidupan di sekitarnya karena secara rutin

    mereka yang berserak itu bersekutu dalam ibadah dan

    bersama memahami kehendak Tuhan melalui

    pendalaman terhadap pesan-pesan Injil.

    24 Pdt. L.Z. Raprap. Ada Waktu Mengelus Ada Waktu Menampar. Kumpulan Khotbah Jenaka. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2008. hlm. 27.

  • Gereja Lintas Agama 209

    Plus-Minus Tiga Pola Hidup Umat Allah

    Sikap hidup etnosentrisme tentu saja baik,

    terutama bagi satu komunitas yang berstatus sebagai

    kaum minoritas sebab dengan menutup diri terhadap masyarakat sekitar dan dunia luas mereka memperkuat

    identitas dan jatidiri dan menjadi solid. Nilai-nilai

    hidup yang dimiliki oleh masyarakat dalam komunitas

    itu tidak mudah hilang, bahkan akan dipelihara turun

    temurun. Dalam pola hidup etnosentrisme solidaritas sosial antar sesama anggota komunitas menjadi sangat

    kuat dan tak tergoyahkan.

    Meskipun begitu ada juga bahaya jika umat

    Allah hanya menjadi kaum yang hidup terisolasi atau

    memisahkan diri dari dunia, atau mengembangkan

    pola hidup etnosentrisitas. Kalau diringkas dari pendapat Paul Borthwick bahayanya adalah bukan lagi

    interese Allah (Alkitab) yang menjadi patokan bagi

    sikap kita terhadap orang dari luar kelompok kita,

    melainkan interese kita sendiri, lalu ayat-ayat kitab

    suci dipakai untuk membenarkan interese kita itu.25

    Bahaya itu ditunjukkan Nabbel Jabbour dengan

    menganalisa keberadaan Israel di Mesir sebelum

    peristiwa keluaran (eksodus). Kejadian 47 menyaksikan bahwa Yusuf menunjuk tanah di Ramses

    sebagai tempat tinggal saudara-saudaranya. Ia

    menjamin kehidupan saudara-saudaranya dengan

    kemewahan dan keamaman. Mereka tidak perlu

    bekerja. Kemewahan itu diterima secara cuma-cuma.

    25 Paul Borthwick. Six Dangerous Questions…. hlm. 13-22.

  • 210 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Perlakuan Yusuf terhadap orang Mesir justru

    sebaliknya. Ia menerapkan sebuah sistim yang

    membuat kekayaan Firaun terus menumpuk dan

    seluruh penduduk Mesir akhirnya menjadi budak

    Firaun. Mereka yang adalah penduduk asli dan

    mayoritas dipaksa bekerja keras demi memperoleh makanan dari Firaun. Yusuf memperkenalkan sebuah

    sistim feodal yang membuat Firaun menjadi sangat

    berkuasa di seluruh Mesir (Sabit-Salib, 143).

    Yusuf membuat keluarga Yakub, umat Israel

    menjadi satu komunitas yang tertutup, atau yang oleh

    Andreas Yewangoe disebut menghetto. Kehidupan Israel di Mesir yang menghetto ini terpisah dari

    masyarakat berlangsung sekitar selama 400 tahun.

    Kebijakan ini membuat orang Israel menjadi

    masyarakat yang tertutup selama menetap di Mesir.

    Mereka mengembangkan bahasa, kebiasaan serta nilai-

    nilai sendiri bahkan juga cenderung kawin-mawin di

    antara kalangan mereka sendiri.

    Sikap Firaun yang naik tahta setelah kematian

    Yusuf, yakni menerapkan perbudakan dan kerja paksa

    kepada orang Israel tidak bisa dilepaskan dari latar

    belakang tadi. Setelah 400 tahun ternyata orang Israel

    tetap sebagai orang asing bagi saudara-saudara di

    Mesir. Adalah normal jika kemudian orang Mesir

    mencurigai keberadaan orang-orang Israel yang

    eksklusif tadi, apalagi jumlah mereka makin hari

    makin bertambah. Mereka bisa menjadi kekuatan yang

    menakutkan, terutama jika mereka bersekutu dengan

    musuh untuk menaklukkan bangsa Mesir.

  • Gereja Lintas Agama 211

    Nabeel Jabbour tidak eksplisit tetapi dari

    uraiannya timbul kesan bahwa perlakuan istimewa

    Yusuf terhadap saudara-saudaranya bertentangan

    dengan tujuan Allah memilih Israel, yakni menjadi

    berkat bagi bangsa-bangsa. Yusuf justru membuat

    Israel menjadi ancaman bagi Mesir. Perlakuan Yusuf

    terhadap saudara-saudaranya selama di Mesir lebih

    didasarkan pada interese pribadi dan bukan interese

    Allah (Sabit–Salib, 149).

    Penindasan dan penderitaan yang dialami

    Israel di bawah pemerintahan Firaun yang

    memerintah pasca Yusuf adalah reaksi atas

    eksklusivitas (etnosentrisme) Israel. Kalau rakyat

    Mesir berdiam diri terhadap kebijakan rejim Firaun

    yang baru, itu bukan pertama-tama karena mereka

    menyetujui penindasan dan perbudakan. Tetapi karena

    minimnya pengenalan personal dan longgarnya rasa

    persaudaraan di antara kedua kelompok itu: orang

    Mesir dan orang Israel dan tentu saja sikap curiga,

    jangan-jangan satu kali kelak Israel akan menjadi

    ancaman bagi mereka.

    Sikap hidup eksklusivisme atau etnosentrisme di dalam kehidupan masyarakat yang majemuk tidak

    memungkinkan terjadinya pergaulan serta

    persaudaraan yang kuat di antara kelompok-kelompok

    tadi. Ini membuat rendahnya semangat solidaritas di

    antara mereka. Eksklusivisme hanya akan

    menimbulkan saling curiga dan makin memperkuat

    adanya roh permusuhan di antara kelompok-kelompok

    itu.

  • 212 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Menjalani hidup dengan pola duniawi atau

    menyatu dengan masyarakat sehingga kehilangan

    identitas dan otensitas diri tentu saja memperlihatkan

    kemampuan adaptasi yang tinggi dari komunitas yang

    bersangkutan. Tetapi bahayanya ialah pembaruan itu

    berakibat hilangnya nilai-nilai dasar yang menjadi

    pijakan dan pembentuk karakter dari komunitas

    dimaksud. Hilangnya nilai yang menjadi pijakan akibat

    terlalu bersifat akomodatif membuat komunitas itu

    bukan lagi sekedar bisa beradaptasi, malah menjadi

    kompromistis dan oportunistis.

    Pemberitaan Nabi-Nabi Adab ke-8 SM

    Belajar dari akibat negatif kehidupan Israel

    selama diperbudak di Mesir dan mempertimbangkan

    kembali tujuan pemilihan Allah atas Israel, para nabi

    abad ke-8 tak henti-hentinya melakukan perlawanan

    terhadap pola hidup etnosentrisitas. Isi pemberitaan

    mereka kepada orang Israel yang hidup sebagai orang

    tawanan dan pendatang di Babel diformat ulang.

    Mereka menentang dengan keras eksklusivisme, baik

    secara langsung maupun tidak langsung.

    Yeremia adalah salah satu nabi yang dengan

    terang-terangan menentang pola hidup eksklusivisme.

    Ia menyampaikan pemberitaan yang bercorak

    melawan arus, yakni berkata bahwa Allah

  • Gereja Lintas Agama 213

    menghendaki Yerusalem menyerah.26 Kepada saudara-

    saudari sebangsa yang diangkut ke pembuangan di

    Babel Yeremia menyarankan mereka untuk hidup

    berbaur. Ia mendorong mereka untuk menjalani

    kehidupan di Babel bukan dengan mental pengungsi.

    Mereka harus berperilaku sebagai penduduk yang

    menetap di Babel (lamanya masa pembuangan 70

    tahun, itu sama dengan lamanya masa hidup seorang

    manusia). Seruan Yeremia ini kita temukan dalam

    Kitab Yeremia 29:4-7.

    Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah

    Israel, kepada semua orang buangan yang

    diangkut ke dalam pembuangan dari Yerusalem

    ke Babel: Dirikanlah rumah untuk kamu diami;

    buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya;

    ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-

    laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi

    anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi

    anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan

    anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu

    bertambah banyak dan jangan berkurang!

    Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu

    Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada

    TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah

    kesejahteraanmu.

    26 Eka Darmaputera. Tuhan Dari Poci dan Panci. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1979. hlm. 152.

  • 214 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Yeremia menyerukan kepada bangsa itu untuk

    hidup berbaur dengan masyarakat selama berada di

    pembuangan. Mereka harus menjauhkan diri dari pola

    hidup isolasi sebagaimana yang dikembangkan Yusuf

    di Mesir terhadap nenek moyang mereka dahulu.

    Mereka perlu memiliki pandangan jauh ke depan.

    Karena pemberitaan itu Yeremia dibenci. Ia dianggap

    tidak patriotik tetapi inilah pilihan hidup yang berada

    pada koridor panggilan mereka, yakni menjadi berkat

    bagi sesama (Sabit-Salib, 145).

    Dengan sikap membaur, beberapa orang

    pilihan, seperti Daniel, Sadrakh, Mesakh dan

    Obednego mendapat kedudukan yang penting dalam

    istana dan memberi pengaruh pada kerajaan, persis

    seperti pengalaman Yusuf sewaktu di Mesir. Dia

    membaur, tinggal di rumah Potifar, menjadi sahabat

    juru minum dan juru makan Fairau di penjara. Semua

    ini menjadi kekayaan yang kemudian membuat dia

    diingat waktu ada masalah di Istana karena mimpi

    Firaun itu.

    Paul Borthwick menyebut pola hidup

    membaur ini dengan istilah integrasi sebagai lawan dari pola hidup evangelism.27 Integrasi artinya ambil bagian aktif dalam perjuangan dan pergumulan nyata

    yang dialami sesama bertolak dari pemahaman iman

    yang mendalam akan kasih Allah di dalam Kristus,

    sebagaimana dicontohkan oleh Bunda Teresa.

    Sedangkan evangelisme menunjuk pada sikap hidup

    27 Paul Borthwick. Six Dangerous Questions…. hlm. 88-92.

  • Gereja Lintas Agama 215

    yang didorong oleh semangat untuk mentobatkan

    sesama ke dalam agama kita.

    Patut dicatat bahwa mengembangkan hidup

    yang berkarakter integrasi tidak berarti kehilangan identitas dan jatidiri sebagai pengikut Kristus. Integrasi

    tidak harus membuat terhanyutkan. Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Obednego menyadari hal itu. Mereka

    mengintegrasikan hidupnya dalam keseluruhan

    dinamika bangsa Babel, tetapi mereka tetap menjaga

    identitas kemuridan mereka. Hal yang sama juga

    dilakukan oleh Yusuf selama dia menetap di Mesir.

    Inilah juga inti dari seruan Yeremia kepada saudara-

    sudarinya yang di pembuangan.

    Penginjilan Evangelisme dan Penginjilan Relasional

    Dari tiga pola hidup Kristen di tengah

    masyarakat majemuk: etnosentrisitas, kehidupan duniawi dan tinggal di antara bangsa-bangsa Nabeel T.

    Jabbour memilih pola ketiga sebagai yang harus

    dijalani para pengikut Kristus. Nama Yesus Kristus dan

    pengajaranNya akan lebih mudah diamini dan diimani

    oleh sesama dari agama tetangga jika para pengikut

    Kristus mengembangkan pola hidup ketiga (tinggal di

    antara bangsa-bangsa tetapi tidak terhanyutkan).

    Pengikut Kristus yang harus pergi ke ruang hidup

    orang-orang yang agamanya berbeda dan menjadi satu

    dengan mereka, bukan meminta orang-orang itu

    meninggalkan agamanya dan menjadi satu dengan

    orang Kristen.

  • 216 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Pola hidup tinggal di antara bangsa-bangsa

    sama sekali tidak meniadakan penginjilan. Tugas

    penginjilan tetap harus dilaksanakan karena itu adalah

    perintah sang Juruselamat. Yang berbeda ialah metode

    atau model penginjilan. Nabeel T. Jabbour lalu

    berbicara tentang penginjilan relasional yang berbeda dengan penginjilan evangelisme. Seperti apakah dua

    model penginjilan itu? Untuk jelasnya Nabeel Jabbour

    mengisahkan dua kasus berikut.

    Pertama, tentang dua orang Kristen Koptik

    (orang Kristen Mesir): Samuel dan Maged (Sabit-Salib,

    153-159). Samuel adalah anggota kelompok

    pemahaman Alkitab. Ia bekerja sebagai guru di sebuah

    sekolah milik pemerintah yang berjarak hanya lima

    menit dari apartemennya. Dalam sehari ia bekerja

    delapan jam. Gaji yang diperolehnya sangat kecil.

    Meskipun begitu, ia menyukai pekerjaan itu, karena

    sisa waktunya dia pakai untuk urusan di gereja, yakni

    mengikuti rapat-rapat dan berbagai aktivitas internal

    jemaat.

    Suatu waktu ia mendapat tawaran bekerja di

    sebuah pabrik dengan gaji yang lumayan besar. Tapi

    untuk itu ia harus bekerja enam hari dalam seminggu

    12 jam dalam sehari. Ia juga harus bekerja di antara

    sesama pekerja pabrik yang mayoritas beragama Islam.

    Sebelum mengambil keputusan menerima atau

    menolak tawaran itu, Samuel berkonsultasi dengan

    Nabeel Jabbour.

  • Gereja Lintas Agama 217

    Pendirian awal Samuel adalah menolak

    tawaran bekerja di pabrik. Alasannya, ia akan

    kehilangan banyak waktu yang selama ini dipakai

    untuk melayani dalam gereja. Nabeel, menyarankan

    Samuel menerima pekerjaan itu. Memang waktunya

    untuk pelayanan di gereja akan banyak tersita, tetapi

    justru waktunya untuk memperkenalkan Yesus kepada

    rekan-rekan sekerja yang Muslim akan sangat besar

    kalau ia hadir di sana dan membangun relasi personal

    dengan mereka. Setelah berembuk agak lama dan

    mendengarkan pertimbangan Nabeel, Samuel

    memutuskan untuk menerima tawaran sebagai pekerja

    di pabrik itu.

    Satu minggu kemudian, yakni hari pertama

    Samuel mulai bekerja di pabrik, dia dijemput oleh bus

    pegawai. Ternyata ada juga seorang Kristen lain yang

    diterima bekerja di pabrik. Namanya Maged. Dia

    adalah anggota satu gereja dengan Samuel. Maged

    adalah seorang Kristen yang bergaya etnosentrisme,

    orang Kristen yang suka mengisolasikan diri. Mereka

    menunggu bus di halte yang sama.

    Bus yang menjemput mereka sudah tiga

    perempatnya penuh. Maged lebih dulu masuk ke

    dalam bus. Maged menyapa semua orang yang sudah

    di dalam bus dengan istilah Kristen Arab: “Syalom.”

    Tidak seorangpun yang menanggapinya, dan tak

    satupun yang menawarkan Maged tempat duduk.

    Maged terus melangkah ke bagian paling belakang dan

    duduk seorang diri si situ.

  • 218 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Samuel menyusul. Dia memberi senyum dan

    menyampaikan selamat kepada mereka yang sudah

    dalam bus dengan ucapan salam muslim Arab:

    “Assalamu’alaikum.” Seperti di komando, semua yang ada di dalam bus menjawab Samuel: “Wa’alaikum

    salam warahmatullahi wabarakatu.” Lalu tiap orang menggeser duduk sebagai isyarat mengajak Samuel

    duduk di samping mereka. Samuel duduk di sisi

    seorang teman muslim.

    Beberapa bulan berikutnya umat Islam

    memasuki bulan puasa. Pemimpin pabrik

    menyediakan tempat khusus bagi pegawai yang

    Kristen untuk makan dan minum dalam tiga kali

    kesempatan istrahat. Setiap pegawai yang muslim tahu

    apa yang dilakukan pegawai Kristen di kamar itu.

    Mereka membenci orang Kristen karena hal itu.

    Samuel dan Maged bergabung dengan teman-

    teman Kristen di ruang itu pada waktu istrahat di

    bulan Ramadhan. Tetapi setelah lewat beberapa hari

    Samuel berbuat lain. Dia berdoa kepada Tuhan

    melaporkan rencananya untuk ikut berpuasa dengan

    orang-orang muslim, meskipun tidak persis sama

    dengan mereka. Selama berada di tempat kerja,

    bersama saudara-saudara muslim ia tidak makan dan

    minum sedikitpun. Samuel hendak menyampaikan

    pesan kepada saudara-saudara muslim bahwa karena ia

    telah menjadi teman mereka, ia juga berpuasa karena

    mengasihi mereka dan mengintegrasikan hidupnya

    dengan mereka.

  • Gereja Lintas Agama 219

    Pegawai-pegawai yang muslim sangat

    menghormati Samuel. Mereka tidak segan-segan

    meminta nasehat dan bimbingan dari Samuel. Bahkan

    seringkali mereka memohon Samuel mendoakan

    mereka, bahkan mereka tidak keberatan Samuel

    mendoakan mereka dalam nama Yesus Kristus.

    Setahun setelah bekerja di pabrik itu, Samuel bertemu

    Nabeel. Dia bercerita bahwa sejak bekerja di sana, ia

    mendapat banyak kesempatan untuk menceritakan

    Kristus kepada saudara-saudara muslim. Kalau saja ia

    tetap memilih sebagai guru, kesempatan itu tidak

    pernah akan terbuka baginya.

    Samuel adalah salah satu model bagaimana

    menjadi orang Kristen yang tinggal di antara bangsa-bangsa. Samuel mempraktekan penginjilan relasional, bukan penginjilan evangelisme. Penginjilan relasional

    tidak mulai dengan menceritakan Kristus kepada

    sesama, tetapi dengan mengintegrasikan diri dengan

    perjuangan dan pergumulan nyata yang dialami

    sesama. Di penghujung dari relasi persaudaraan itu

    barulah nama dan karya Kristus disampaikan. Tujuan

    penginjilan relasional bukan untuk membuat

    seseorang berpindah agama, melainkan mengukuhkan

    dia tetap dalam agamanya. Tetapi karena yang

    bersangkutan telah mengalami perjumpaan dengan

    Yesus dan menjadi muridNya, maka yang

    bersangkutan bukan hanya memahami ajaran

    agamanya secara baru. Ia juga dengan sendirinya akan

    ikut membersihkan hal-hal dalam agamanya yang

    nyata-nyata bertentangan dengan Injil Kristus.

  • 220 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Kedua, Mustafa adalah contoh lain dari penginjilan relasional. Dia tertarik kepada Yesus dan

    minta diajari Injil dalam pertemuan rutin setiap

    minggu. Nabeel Jabbour menyanggupi permintaan itu

    dengan syarat apabila Mustafa mendapat ijin dari

    kedua orang tuanya. Mustafa terkejut dan menjelaskan

    kepada Nabeel bahwa kalau ia harus minta ijin lebih

    dahulu dari ayahnya, pastilah ijin itu tidak akan

    diperoleh. Nabeel menunjukkan kepadanya perintah

    kelima Dasa Titah Musa dan menjelaskan kepadanya

    bahwa kesepuluh perintah itu adalah ringkasan dari

    syari’at bagi pengikut Kristus. Keterkejutan Mustafa tidak hilang, tetapi karena Nabeel menegaskan harus

    ada ijin terlebih dahulu maka Mustafa berjanji

    melakukannya.

    Pertemuan yang disepakai minggu berikutnya

    ternyata tidak terjadi, karena Mustafa tidak muncul.

    Nabeel kehilangan kontak dengan Mustafa. Kira-kira

    setahun setelah itu, secara kebetulan Nabeel bertemu

    Mustafa di pusat perbelanjaan Kairo. Mustafa bercerita

    kepada Nabeel bahwa ia mentaati perintah agar

    menghormati orang tuanya sebagai wujud hormat

    kepada Allah. Ia tidak datang menjumpai Nabeel

    karena orang tuanya tidak memberi ijin. Nabeel

    menghormati keputusan Mustafa dan orang tuanya.

    Mustafa lalu memberitahu Nabeel bahwa

    pamannya baru saja dimakamkan. Mereka sedang

    berduka. Di Mesir, selama tiga malam setelah

    pemakaman kaum kerabat akan datang untuk

    memberi ucapan belasungkawa bagi keluarga. Nabeel

  • Gereja Lintas Agama 221

    bertanya kepada Mustafa apakah baik kalau dia datang

    ke rumah Musfata untuk ikut memberi ucapan

    belasungkawa. Mustafa setuju dan memberikan alamat

    rumahnya kepada Nabeel.

    Malam itu Nabeel pergi ke rumah Mustafa. Dia

    tiba saat Syeik sedang melantunkan ayat-ayat Al-

    quran. Nabeel duduk dengan tenang menikmati

    lantunan ayat-ayat Al-quran itu. Mustafa yang melihat

    Nabeel berbisik kepada ayahnya dan memberitahu

    bahwa itulah orang yang mendorong dia untuk

    meminta ijin terlebih dahulu dari ayah sebelum

    bertemu dia untuk membacakan Injil baginya. Ayah

    Mastafa memperhatikan Nabeel yang duduk

    menikmati pembacaan Al-quran tanpa memegang

    hidup sebagai tanda jijik atau bahasa tubuh yang

    meremehkan Islam seperti yang biasa dilakukan orang

    Kristen kalau merasa tidak nyaman dengan ibadah

    agama lain.

    Saat Syeik berhenti mengaji Nabeel mendekati

    Mustafa dan meminta diperkenalkan kepada ayahnya.

    Ayahnya langsung berdiri, menjabat tangan dan

    mempersilahkan Nabeel duduk di sampingnya.

    Mereka berbincang-bincang dan bercerita tentang

    banyak hal kira-kira selama satu jam. Lalu Nabeel

    pamit. Dia kaget karena bukan hanya Mustafa yang

    mengantar dia sampai di luar tenda. Ayahnya juga ikut

    berjalan sampai kira-kira 25 meter sebagai tanda

    hormat. Nabeel karena itu berhenti dan meminta ayah

    dan anak untuk masuk karena masih ada banyak tamu,

    tetapi mereka terus menemani dia sampai ke tempat

  • 222 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    parkir. Lalu ayah dan anak itu kembali ke tenda duka.

    Pada saat Nabeel menghidupkan mobil dan hendak

    menutup pintu untuk pergi, Mustafa berlari-lari

    mendekati Nabeel dengan kabar bahwa baru saja

    ayahnya memberikan dia ijin untuk bertemu Nabeel

    supaya mengajarkan Injil kepada Mustafa (Sabit-Salib: 226-230).

    Penginjilan evangelism berbuat sebaliknya. Nabeel Jabbour menunjukkan itu dengan kisah nyata

    lain yang dia sendiri alami, yakni tentang Ali. Di Kairo

    ada seorang pemuda Muslim bernama Ali. Ia

    menunjukkan ketertarikan kepada Yesus. Ia datang

    kepada Nabeel Jabbour dan meminta sebuah Alkitab

    sekaligus bimbingan agar bisa memahami isi kitab itu.

    Setelah enam bulan pertemuan rutin seminggu sekali

    secara sembunyi-sembunyi, Ali mengaku bahwa ia

    telah percaya kepada Kristus. Nabeel Jabbour dan

    istrinya mensyukuri hal itu bersama Ali dalam doa.

    Lalu mereka meminta Ali menceritakan hal itu

    kepada kedua orang tuanya. Semula Ali keberatan

    karena itu akan berakibat merusak hubungannya

    dengan keluarganya karena akan dianggap sebagai

    sebuah penghinaan terhadap Islam dan iman orang

    tuanya. Tetapi karena Nabeel dan istrinya menegaskan

    bahwa seorang pengikut Kristus harus bersaksi kepada

    orang lain tentang imannya, apapun resikonya, maka

    Ali melakukannya. Hasilnya, justru fatal. Ali diusir

    oleh orang tuanya. Hidupnya menjadi terkatung-

    katung (Sabit-Salib: 222-225).

  • Gereja Lintas Agama 223

    Penginjilan evangelism menuntut penerima Injil untuk melakukan pemutusan hubungan yang

    radikal dan total dengan semua yang menjadi bagian

    dari masa lalu, yakni, keluarganya, agamanya, caranya

    berpakai, bahasa dan ungkapan-ungkapan religius

    yang telah menjadi bagian dari kepribadian dan

    integritas dirinya. Seorang pengikut Kristus harus

    menyangkal segala sesuatu yang telah menjadi darah

    dagingnya dan memulai sesuatu yang baru, betapapun

    itu berat dan asing karena Kristus memang

    menghendaki begitu. Penginjilan evangelisme, menurut istilah Kosuke Koyama, mewajibkan

    penerima Injil untuk meludahi semua yang

    dimilikinya sebelum mengenal Kristus. 28

    Penginjilan evangelisme menurut Nabeel Jabbour bertentangan dengan pesan Injil: Kasihilah

    sesamamu seperti dirimu sendiri. Injil adalah kuasa

    yang mempersekutukan bukan mencabik-cabik dan

    menghancurkan persaudaraan. Mewajibkan seseorang

    memutuskan hubungan dengan semua miliknya

    sebelum mengenal Injil ditolak oleh Nabeel Jabbour

    sebagai sesuatu yang anti Injil.

    Alkitab Tentang Penginjilan Reasional

    Penginjilan relasional memberitakan Injil kepada seseorang tanpa mewajibkan dia untuk

    28 Kosuke Koyama. Tidak Ada Gagang Pada Salib. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989. hlm. 123.

  • 224 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    menyeberang ke agama Kristen. Kebebasan perlu

    diberikan kepada penerima Injil untuk memilih

    apakah tetap tinggal dalam agama semua atau

    menyeberang ke agama Kristen (Sabit-Salib: 267). Pertimbangannya, ada orang dari agama lain yang

    merasa terlalu berat untuk memutuskan hubungan

    dengan orang tua, keluarga dan teman-temannya.

    Mereka lebih suka tinggal dalam latar belakang

    mereka sendiri dan berupaya membersihkan saluran-

    saluran dalam relasi mereka. Sadar bahwa gagasannya

    ini bakal ditolak karena tidak memiliki pendasaran

    Biblis, Nabeel Jabbour menunjukkan dasar-dasar biblis

    untuk penginjilan relasional.

    Nabeel Jabbour mulai dengan menunjuk pada

    kisah Naaman dalam Perjanjian Lama (II Raja. 5).

    Pejabat tinggi Aram ini sakit kusta. Ia disembuhkan

    oleh Allah lewat perantaraan nabi Elisa. Naaman

    mengaku percaya kepada Yahweh dan hanya

    menyembah Dia sebagai Allah yang hidup. Tetapi

    Naaman adalah orang kepercayaan raja Aram. Raja

    selalu meminta Naaman menemani untuk ke kuil,

    berdoa di depan patung Rimon dan berlutut di depan

    patung itu. Naaman tahu bahwa Rimon hanya berhala

    dan ia tidak boleh menyembah Rimon lagi setelah dia

    mengenal Yahweh.

    Tetapi kalau dia menolak permintaan raja

    menemaninya dalam ibadah, doa dan sujud di hadapan

    Rimon, pastilah Naaman dipecat. Naaman tidak ingin

    kehilangan jabatan itu, pindah ke Israel untuk

    menyembah Yahweh. Naaman berada dalam dilemma.

  • Gereja Lintas Agama 225

    Waktu masalah itu diceritakan kepada Elisa untuk

    minta nasehat, Elisa tidak keberatan. Dia mengijinkan

    Naaman untuk kembali ke Damsyik dan tetap

    menyertai raja masuk kuil dan ikut berlutut di depan

    Rimon bersama raja (Sabit-Salib: 255-257).

    Kisah Naaman yang disejajarkan Nabeel

    Jabbour dengan cerita Kornelius dalam Kisah Rasul 10-

    11 dijadikan dasar untuk menegaskan bahwa orang

    yang percaya kepada Yahweh boleh tetap menjalankan

    kewajiban-kewajiban yang dituntut dalam agamanya

    sebab yang Yahweh lihat adalah hati manusia, bukan

    hanya bentuk-bentuk luar ibadah. Cerita hidup dua

    pejabat militer ini juga menunjukkan bahwa Yahweh

    hadir di luar batas-batas agama dan geografi Israel.

    Teks kedua yang ditunjuk Nabeel Jabbour

    adalah I Korintus 7:17-24 dengan referensi silang I

    Petrus 3:1-6. Nabeel Jabbour memakai teks ini bukan

    sekedar untuk mendukung pendapat bahwa seorang

    Muslim boleh tetap tinggal dalam agamanya pada saat

    ia menerima Injil. Teks ini dipakai juga untuk

    menunjukan bahwa orang yang sudah menerima Injil

    boleh tetap tinggal di dalam agamanya semula, tapi

    bukan tinggal secara pasif. Tidak! Ia harus ada dalam

    agamanya secara aktif, atau ada tugas yang harus dia

    kerjakan di dalam agama itu. Nabeel Jabbour

    menyebut tugas itu sebagai menjadi garam dan terang (Sabit-Salib: 258). Artinya, dia dapat membersihkan

    saluran-saluran relasi dan pemahaman-pemahaman

    statis yang ada dalam agamanya.

  • 226 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    Kata kunci dalam I Korintus 7 yang dijadikan

    pijakan bagi Nabeel Jabbour untuk membangun

    pemahaman tadi adalah “baiklah tiap-tiap orang

    tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil

    Allah. Apakah engkau hamba waktu engkau dipanggil?

    Itu tidak apa-apa. Tetapi jika engkau mendapat

    kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah

    kesempatan itu.” Pernyataan ini penting karena

    diulang Paulus sampai tiga kali (ayat 17, 20, 24).

    Menurut Nabeel Jabbour pernyataan ini tidak

    boleh dibatasi hanya dalam hubungan tuan-hamba, tetapi juga hubungan percaya-tidak percaya antara suami-istri seperti yang ditulis Paulus dalam ayat-ayat

    sebelumnya, tetapi juga dalam pengertian perbedaan

    agama: Yahudi-bukan. Paulus berkata bahwa tetap tinggal dalam latar belakangnya pada saat dipanggil

    adalah tugas atau panggilan dari dia (Sabit-Salib: 263). Mengomentari teks ini Nabeel Jabbour menulis sebagai

    berikut:29

    Prinsip ini dapat juga diterapkan pada

    kontroversi Yahudi/bukan Yahudi dan masalah

    hamba-majikan. Kepada orang Yahudi yang telah

    percaya kepada Kristus, Paulus mengatakan agar

    jangan ia menjadi seorang Kristen bukan Yahudi.

    Sedangkan kepada orang Kristen bukan Yahudi,

    Paulus mengatakan agar jangan ia menjadi

    seorang Kristen Yahudi. Menjadi orang Yahudi

    29 Nabeel T. Jabbour. Memandang Sabit. hlm. 263-4.

  • Gereja Lintas Agama 227

    atau menjadi orang bukan Yahudi tidak soal.

    Yang penting adalah berserah kepada Kristus dan

    mempertahankan identitas pribadi serta

    menikmati asal-usulnya sendiri. Yang penting

    bukan apakah ia orang Kristen persegi atau

    lingkaran. Melainkan ia berada dalam lingkaran

    ekklesia.

    Setelah komentar ini Nabeel Jabbour

    menegaskan bahwa gambaran tadi berlaku juga dalam

    hal Kristen dan Muslim. Orang Muslim tidak harus

    mengubah bentuk dan identitasnya agar bisa masuk

    dalam Kerajaan Allah. Ia dapat langsung masuk

    melalui pintu gerbang kerajaan yang lebar, dan tidak

    perlu masuk melalui pintu gerbang sempit berupa dua

    puluh abad identitas serta tradisi-tradisi Kristen.

    Naaman dan kornelius jadi rujukan bagi Nabeel

    Jabbour untuk ini (Sabit-Salib: 264).

    Ekklesia Tersembunyi dan Gereja Kasat Mata

    Bertolak dari pemahaman tentang penginjilan relasional Nabeel Jabbour sampai pada percakapan mengenai ekklesia. Dalam merenungkan model gereja

    yang tepat Nabeel juga mempertimbangkan pendapat

    orang Muslim tentang perpindahan agama sebagai

    sebuah penghianatan. Pencaharian dia akan model gereja diawali dengan pertanyaan: “Apakah untuk

    percaya kepada Kristus seseorang perlu meninggalkan

    Islam dan masuk dalam kekristenan? Dapatkah

  • 228 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    seorang Muslim percaya dengan sepenuh hati kepada

    Kristus namum tetap tinggal di antara kaumnya sendiri

    sebagai garam dan terang? (Sabit-Salib: 234).

    Jawaban yang diberikan Nabeel Jabbour untuk

    pertanyaan ini adalah: “Kita harus memberikan dua

    pilihan bagi orang Muslim untuk menentukan, apakah

    bergabung dengan kekristenan atau tetap tinggal

    dalam latar belakang mereka untuk membersihkan

    saluran-saluran relasi mereka” (Sabit-Salib: 267). Kalau seorang Muslim lebih memilih opsi kedua, kita harus

    menghormati pilihan itu. Pilihan itu sendiri tidak bertentangan dengan Injil.

    Ekklesia tersembunyi, gereja tidak kasat mata

    adalah ungkapan yang dipakai Nabeel Jabbour untuk

    menggambarkan posisi eklesiologinya. Yang dia

    maksudkan dengan ekklesia tersembunyi adalah orang

    yang menerima Injil atau percaya kepada Kristus

    dalam perserakan atau diaspora. Mereka tetap tinggal

    dalam dunia Islam, hidup sebagai orang Muslim tetapi

    percaya kepada Kristus dengan sepenuh hati.

    Mereka tidak memberitahukan secara terbuka

    kepada keluarga dan orang-orang sekitar keberadaan

    baru mereka sebagai pengikut Kristus, bukan karena

    takut atau mengkompromikan Injil (Sabit-Salib: 234).

    Mereka lakukan itu karena ada banyak hal dalam

    kekristenan yang mereka anggap asing, bahkan tidak

    bisa mereka terima, seperti berdoa sambil duduk

    bahkan berpangku kaki atau cara berpakaian para

    perempuan yang sangat menyolok dan kebarat-

  • Gereja Lintas Agama 229

    baratan. Selain itu, dengan tetap menjadi Muslim ada

    dua misi positif yang mau mereka lakukan.

    Pertama, mereka mau melakukan pembersihan-pembersihan terhadap saluran-saluran

    dalam agama mereka bertolak dari Injil Kristus,

    dengan paradigma rangka empat kuasa pembebasan

    Injil yang sudah kami utarakan. Kedua, harta terindah

    yakni Injil yang sudah mereka miliki mau juga mereka

    bagikan kepada keluarga mereka dengan harapan satu

    saat kelak semua keluarga mereka juga menerima Injil

    (Sabit-Salib: 236).

    Anggota dari ekklesia tersembunyi tetap menjalankan ketentuan-ketentuan ibadah dalam

    agama mereka, Muslim tetapi dengan cara pandang

    yang baru. Inilah juga yang terjadi dengan Petrus dan

    Yohanes setelah Pentakosta pertama di Yerusalem.

    Dua rasul ini tetap mengikuti ibadah di Bait Allah

    sesuai jam-jam doa agama Yahudi. Mereka sama sekali

    tidak mengutuk agama Yahudi dan menyeberang ke

    agama baru, Kristen karena memang waktu itu belum ada agama Kristen. Mereka adalah orang beragama

    Yahudi yang percaya kepaada Yesus (Sabit-Salib: 238). Dengan kata lain, ekklesia tersembunyi bukan gambaran yang asing dalam Perjanjian Baru.

    Mencermati ciri-ciri ekklesia tersembunyi yang digambarkan Nabeel Jabbour kami mendapat

    kesan kuat bahwa para pengikut Kristus yang ada

    secara tersembunyi atau diam-diam tetap tinggal

    dalam agamanya, mereka ini menjadi seperti ragi yang

  • 230 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    diadukkan ke dalam terigu atau sebagai garam yang

    bekerja secara senyap untuk membuat makanan

    memiliki cita rasa yang menyenangkan. Nabeel

    Jabbour memang tidak menggunakan gambaran ragi

    atau garam, tetapi tugas yang dimainkan pengikut

    Kristus dalam agamanya sama persis dengan fungsi ragi

    atau garam. Fungsi itu Nabeel Jabbour gambarkan

    dalam ilustrasi berikut:

    Orang Kristen adalah kotak persegi empat dan

    orang Muslin adalah kotak bulatan kecil. Sedangkan

    garis tegak lurus adalah sekat permusuhan dan

    kecurigaan yang selama ini memisahkan mereka. Pada

    saat seorang Muslim percaya kepada Injil yang

    ditandai dengan menerobos masuk ke wilayah kotak

    persegi empat yang dibatasi oleh garis tegak lurus,

    maka dia tidak perlu dipaksa berubah bentuk menjadi

    segi empat. Begitu juga kalau seorang Kristen masuk ke

    dunia Muslim, biarkan dia tetap ada sebagai persegi

  • Gereja Lintas Agama 231

    empat. Masing-masing mereka tidak kehilangan

    identitas sosiologis mereka, tetapi sekarang hidup

    bersama dalam damai di lingkaran ekklesia.

    Gereja dalam perserakan adalah nama lain yang Nabeel Jabbour berikan ekklesia tidak kasat mata.

    Inilah juga corak bergereja jemaat perdana sebelum

    adanya agama Kristen.30 Kita temukan ini dalam cerita

    hidup para rasul yang berserak menyebar ke seluruh

    Yudea dan Samaria akibat dari penganiayaan dari

    agama Yahudi di Yerusalem. Dua tokoh yang

    dikisahkan secara detail kegiatan mereka

    membersihkan saluran-saluran dalam agama Yahudi

    dengan kuasa pembebasan Injil adalah Stefanus dan

    Paulus (Sabit-Salib: 238-9). Mereka membersihkan konsep sunat, institusi perbudakan dan pandangan

    terhadap perempuan dalam agama Yahudi dan budaya

    bangsa-bangsa dengan Injil Kristus.

    Gereja dalam perserakan yang dikonstruksi Nabeel Jabbour tidak hanya berguna untuk

    memperlihatkan kepada kita keberagaman bentuk

    ekklesia dalam Perjanjian Baru, supaya kita tidak

    memutlakan satu bentuk pemahaman tentang gereja

    sebagaimana yang sering terjadi dalam gereja saat ini.

    Gereja dalam perserakan juga dikonstruksikan oleh

    Nabeel Jabbour sebagai kritik terhadap bentuk ekklesia perhimpunan, gereja kasat mata yang ia anggap

    30 Penegasan ini menunjukkan kepada kita bahwa gereja ada

    terlebih dahulu dari agama Kristen..

  • 232 Pdt. Dr. Ebenhaizer I Nuban Timo

    menghalangi banyak orang yang berbeda agama untuk

    menerima Injil dan percaya kepada Yesus.

    Gambar 1 adalah ekklesia kasat mata. Sedangkan gambar 2 adalah ekklesia tersembunyi atau

    gereja tidak kasat mata. Lingkaran nomer 11 dalam gambar dua adalah gereja, tetapi dia sama sekali tidak

    punya hubungan dengan lingkaran-lingkaran lain. Dia

    adalah warga gereja yang terputus hubungan dengan

    semua orang yang ada dalam agamanya. Menyedihkan

    sekali nasib warga gereja seperti ini. Inilah yang terjadi

    kalau kita mewajibkan seseorang yang percaya kepada

    Injil menyeberang ke dalam agama Kristen. Ia akan menjadi orang asing bagi saudara-saudara dalam

    agamanya semula, tetapi juga bagi agama yang

    dimasukinya.

    Ini tidak boleh kita lakukan kepada siapa pun

    sekalipun itu demi Injil, karena Injil adalah kekuatan

    Allah yang mempersekutukan, bukan mengasingkan

  • Gereja Lintas Agama 233

    seseorang. Kita meminta dia untuk melakukan

    penyeberangan agama dengan maksud untuk

    menjadikan dia gereja kasat mata, tetapi hasilnya yang bersangkutan menjadi manusia yang tercabut dari akar

    komunitasnya dan yang kehilangan relasi-relasi yang

    membuat dirinya bermakna.

    Yang dimaksud Nabeel Jabbour dengan gereja

    kasat mata adalah pemahaman tentang gereja sebagai sebuah bangunan dengan arsitektur yang khas atau

    sekelompok umat yang selalu berkumpul setiap hari

    minggu pagi, menyanyikan lagu-lagu pujian, duduk di

    bangku panjang, mengumpulkan persembahan dan

    sebagainya seperti nyata dalam gambar 1. Ini juga

    paham yang syah tentang gereja, tetapi belum penuh.

    Gereja yang berhimpun harus dibarengi dengan gereja yang berserak.

    Gereja dalam perserakan yang Nabeel Jabbour perkenalkan (gambar 2) tidak menyepelehkan perlu

    dan pentingnya pertemuan-pertemuan pendalaman

    dan pemahaman kitab suci. Orang-orang yang

    menerima Injil memang tidak perlu melakukan

    penyeberangan agama, tetapi pemahaman mereka terhadap Injil perlu terus diperdalam. Untuk itu

    pertemuan-pertemuan rutin bersama saudara seiman

    yang lain dalam lingkaran ekklesia adalah sangat perlu. Nabeel Jabbour mewajibkan orang-orang dari agama

    seberang yang tertarik pada Injil dan tidak terganggu

    dengan