32
BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT E.B. TYLOR A. Analisis Terhadap Pendapat E.B. Tylor Tentang Teori Evolusi Agama E.B.Tylor menyelidiki agama-agama bangsa primitif, serta bagaimana perkembagannyasecara evolusionir. Pembahasannya dalam masalah agama disusun dalam bukunya yang terkenal primitive culture (1871). Menurut teori evolusi, yang ia terapkan dalam perkembagan keagamaan, yang disebut agama itu adalah kepercayaan pada hal-hal gaib. Hal gaib itu menurut pendapatnya adalah kepercayaan terhadap animisme dan snimisme inilah dipandang sebagai dasar filsafat manusia dari sejak masih primitif sampai dengan manusia beradab sekarang ini. Animisme itu, menurut pendapatnya terdiri dari dua macam dogma yakni kepercayaan kepada roh-roh makhluk hidup yang tetap dapat hidup terus meskipun telah meninggal dunia atau telah rusak badan jasmaniahnya, sedangkan dogma yang kedua adalah kepada kepada roh-roh yang meningkat kepada tingkat dewa-dewa yang berkuasa. Hal-hal gaib, menurut pandangan orang primitif, dianggap mempengaruhi dan menguasai kejadian-kejadian duniakebendaan, kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Hal gaib atau roh tersebut dipercayai selalu bergaul dengan manusai serta mendapatkan kesenangan dan kesusahan akibat perbuatan manusia. Kepercayaan animisme itu kemudian berkembang secara evolusioner ke arah polyteisme dan akhirnya menjadi monotheisme. 51

BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

  • Upload
    vantu

  • View
    227

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

BAB IV

ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF

MENURUT E.B. TYLOR

A. Analisis Terhadap Pendapat E.B. Tylor Tentang Teori Evolusi Agama

E.B.Tylor menyelidiki agama-agama bangsa primitif, serta bagaimana

perkembagannyasecara evolusionir. Pembahasannya dalam masalah agama

disusun dalam bukunya yang terkenal primitive culture (1871). Menurut teori

evolusi, yang ia terapkan dalam perkembagan keagamaan, yang disebut agama

itu adalah kepercayaan pada hal-hal gaib. Hal gaib itu menurut pendapatnya

adalah kepercayaan terhadap animisme dan snimisme inilah dipandang

sebagai dasar filsafat manusia dari sejak masih primitif sampai dengan

manusia beradab sekarang ini. Animisme itu, menurut pendapatnya terdiri dari

dua macam dogma yakni kepercayaan kepada roh-roh makhluk hidup yang

tetap dapat hidup terus meskipun telah meninggal dunia atau telah rusak

badan jasmaniahnya, sedangkan dogma yang kedua adalah kepada kepada

roh-roh yang meningkat kepada tingkat dewa-dewa yang berkuasa. Hal-hal

gaib, menurut pandangan orang primitif, dianggap mempengaruhi dan

menguasai kejadian-kejadian duniakebendaan, kehidupan manusia di dunia

dan di akhirat. Hal gaib atau roh tersebut dipercayai selalu bergaul dengan

manusai serta mendapatkan kesenangan dan kesusahan akibat perbuatan

manusia. Kepercayaan animisme itu kemudian berkembang secara evolusioner

ke arah polyteisme dan akhirnya menjadi monotheisme.

51

Page 2: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

52

Menurut Mariasusai Dhavamoni, Animisme sebagaimana digunakan

dan dipahami oleh E.B.Tylor mempunyai dua arti. Pertama, dia dapat

dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan manusia religius, khususnya

orang primitif, membubuhkan jiwa pada manusia dan juga pada semua

makhluk hidup dan benda mati. Kedua, dapat berarti juga bahwa animisme

dapat dianggap sebagai teori yang dipertahankan oleh Tylor dan pengikut-

pengikutnya, bahwa ide tentang jiwa manusia merupakan akibat dari

pemikiran mengenai beberapa pengalaman psikis, terutama mimpi, dan ide

tentang makhluk-makhluk berjiwa diturunkan dari ide tentang jiwa manusia

ini, oleh karena itu merupakan bagian dari tahap berikutnya dalam

perkembangan kebudayaan.1 Animisme berasal dari kata anima, animae; dari

bahasa latin “animus, dan bahasa yunani “Avepos”, dalam bahasa sansekerta

disebut”prana”, dalam bahasa Ibrani “ruah” yang artinya “nafas”, atau

“jiwa”.2 Dalam biologi atau psikologi, animisme adalah pandangan bahwa

pikiran atau jiwa adalah suatu elemen immaterial yang bekerja sama dalam

tubuh melalui otak dan sistem saraf. Dalam filsafat, animisme adalah doktrin

yang menempatkan asal mula kehidupan mental dan fisik dalam suatu energi

yang lepas atau sekurang-kurangnya berbeda dari jasad. Atau, animisme

adalah teori bahwa segala obyek alami ini bernyawa atau berjiwa, mempunyai

“spirit” dan bahwa kehidupan mental serta fisik bersumber pada nyawa, jiwa,

atau “spirit” tadi.

1 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, terj.A.Sudiarja, et al, Kanisius Anggota

IKAPI, Yogyakarta,1995, hlm.66.

2 Ibid,hlm.24. Moh.Rifai, Perbandingan Agama, Wicaksana Semarang,1983, hlm.118..

Page 3: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

53

Dari pandangan sejarah agama, istilah tersebut digunakan dan

diterapkan dalam suatu pengertian yang lebih luas untuk menunjukkakn

kepercayaan terhadap adanya makhluk spiritual yang erat sekali hubungannya

dengan tubuh atau jasad. Makhluk spiritual tadi merupakan suatu unsur yang

kemudian membentuk jiwa dan kepribadian yang tidak lagi dengan suatu

jasad yang membatasinya.3

Dalam studi tentang sejarah agama primitif, dikenal “necrolatry”,

“spiritisme”, “naturisme”, dan animisme. Necrolatry adalah pemujaan

terhadap roh-roh atau jiwa manusia dan binatang, terutama pemujaan

terhadap roh orang yang telah meninggal. Spiritisme adalah pemujaan

terhadap makhluk spiritual yang tidak dihubungkan dalam suatu cara yang

mapan dengan jasad-jasad tertentu dan obyek-obyek tertentu. Naturisme

adalah pemujaan terhadap mahluk spiritual yang dikaitkan dengan fenomena

alam dan kekuatan kosmos yang besar seperti angin, sungai, bintang-bintang,

langit dan juga obyek-obyek yang menyelimuti bumi ini, yaitu tanaman-

tanaman dan binatang. Sedangkan pada animisme tekanan pemujaannya

adalah pada makhluk spiritual yang obyeknya tidak dapat dilihat oleh mata

manusia.

Animisme juga memberi pengertian yang merupakan suatu usaha

untuk menjelaskan fakta-fakta alam semesta dalam suatu cara yang bersifat

rasional. Karenanya lalu sering dikatakan “kepercayaan” atau agama” dan

“filsafat” masyarakat yang belum berperadaban. Karena obyek-obyek tadi

3 Ibid.

Page 4: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

54

sangat berkuasa dan memnentukan keselamanatan manusia, maka manusia

lalu menghormatinya, memuja, dan menyembahnya. Tingkatan pemujaan dan

penyembahan ini berdasarkan atas tingkatan rasa takut, penghargaan, rasa

ketergantungan dan kebutuhan terhadapnya. Animisme sangat populer

dikalangan masyarakat primitif sehingga memberi kesan sebagai “agama

primitif”.

Obyek-obyek yang bergerak dan dipercayai mampu bergerak memberi

kesan manusia primitif apakah pada seperangkat jasad tersebut terdapat

makhluk yang tersembunyi?, atau apakah pada jasad tersebut ada yang

membantu, menopang dan menggerakkan dengan keinginan, kehendak,

seperti yang ada pada dirinya sendiri? Ini kemudian membawa masyarakat

primitif pada suatu kondisi mental untuk menciptakan perlambang kehidupan

seperti “keperibadian” pada beberapa kekuatan alam.4

Menurut teori animisme, ide tentang roh mula-mula dikemukakan

dengan pemahaman sederhana tentang adanya kehidupan ganda yaitu pada

waktu terjaga dan pada waktu tidur. Sebenarnya, menurut para sarjana, orang-

orang yang belum berperadaban (Tylor menyebut ini dengan “savage”,

orang-orang biadab) pengalaman pada waktu tidur dan pada waktu terjaga

sama saja. Karena itu memberikan suatu pengertian kalau mereka mengalami

4 Suatu konsepsi yang sama terdapat dikalangan orang-orang yang sudah berperadaban.

Orang Ashivis dan zuni, tulis Mr.Frank Cushing, menganggap matahari, bulan, bintang, langit,

bumi, lautan dalam segala fenomena dan elemennya, serta segala obyek lainnya adalah termasuk

sistem kesadaran dan kehidupan. Lihat Zakiah Daradjat, Perbandingan agama, bagian I, Bumi

Aksara, Jakarta,1996, hlm.90.

Page 5: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

55

sesuatu dia melihat langsung gambaran-gambaran lahiriyah dari obyek-obyek

tersebut. Mereka beranggapan bahwa kalau mereka bermimpi mengunjungi

suatu tempat tertentu, mereka yakin benar bahwa mereka sungguh-sungguh

berada dan berkunjung ke tempat tersebut. Namun mereka tidak dapat

berkunjung ke sana lagi kalau dua hal tidak ada pada mereka yaitu jasad yang

tetap ada di bumi ini, dan benar-benar terjaga (tidak mimpi). Mereka

beranggapan bahwa selama waktu tertidur, mereka berpergian menembus

angkasa. Demikian juga halnya kalau mereka berbicara dengan seseorang

yang sungguh-sungguh dikenalnya.

Membicarakan teori animisme tidak dapat dilepaskan dari adanya dua

keyakinan kepercayaan pada orang-orang primitif yaitu keyakinan

kepercayaan akan adanya jiwa pada setiap makhluk yang dapat terus berada

sekalipun makhluk tadi sudah meninggal, atau tubuhnya sudah hancur, dan

keyakinan adanya banyak roh yang berpangkat-pangkat dari yang terendah

sampai yang tertinggi.

Dalam animisme terdapat suatu susunan keagamaan dengan suatu

rangkaian upacara-upacara dan bentuk-bentuk sesembahan yang melukiskan

adanya makhluk –makhluk halus, roh-roh dan jiwa-jiwa yang mempunyai

keinginann dan mempunyai kehendak. Selain itu, dalam animisme

didapatkan juga adanya daya kekuatan yang bekerja dalam manusia karena

keinginan dan kehendak tadi.5Juga dalam animisme kita dapatkan

kepercayaan bahwa makhluk-makhluk halus atau roh-roh tadi ada disekitar

5 Ibid., hlm.24-26

Page 6: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

56

manusia, baik di hutan, ladang, di kebun, di air, di pepohonan, gunung-

gunung, rumah-rumah, di jalan-jalan, dan makhluk atau roh tadi, kadang-

kadang bersikap baik terhadap manusia, kadang-kadang sebaliknya, sehingga

manusia dikuasai oleh rasa takut. Roh-roh ini bersifat supramanusiawi yang

sangat mempengaruhi dan menentukan kehidupan manusia. Karenanya

masyarakat primitif menyadari bahwa pada keinginan manusia sendiri ada

keinginan yang lain; pada kehendakknya sendiri juga ada kehendak lain; pada

suaranya sendiri ada suara lain; pada perbuatan sendiri ada perbuatan lain;

dan seterusnya.

Politeisme merupakan bentuk religi yang dapat dikatakan sebagai

perkembangan yang lebih jauh dan mengarah kepada suatu sistem banyak

dewa-dewa. Dalam masyarakat demikian, mereka percaya kepada banyak

dewa-dewa. Hal demikian mungkin pula merupakan perkembangan dari

Theisme cosmis.6Politeisme mengandung kepercayaan kepada dewa-dewa.

Dalam agama ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsat

bukan lagi dikuasai oleh roh-roh tetapi oleh dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam

animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yang sebenarnya, dewa-dewa dalam

politeisme telah mempunyai tugas tertentu. Demikian lah, ada dewa yang

bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam

agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India kuno syuria dan dalam

agama Persia kuno mithra. Adapula dewa yang tugasnya menurunkan hujan,

yang diberi nama Indra dalam agama India kuno dan donnar dalam agama

6 Ibid., hlm.158. Bandingkan H.Dadang Kahmad, op. Cit, hlm.33.

Page 7: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

57

Jerman kuno. Selanjutnya adapula dewa angin yang disebut wata dalam India

kuno dan wotan dalam agama Jerman kuno.7

Berlainan dengan roh-roh, dewa-dewa diyakini lebih berkuasa. Oleh

karena itu tujuan hidup beragama di sini bukanlah hanya memberi sesajen

dan persembahan-persembahan kepada dewa-dewa itu, tetapi juga

menyembah dan berdoa pada mereka untuk menjauhkan amarahnya dari

masyarakat yang bersangkutan. Tetapi dalam politeisme terdapat faham

pertentangan tugas antara dewa-dewa yang banyak itu. Dewa kemarau dan

dewa hujan mempunyai tugas yang bertentangan. Demikian juga dewa musim

dingin dengan dewa musim panas, dewa pembangunan dengan dewa

penghancuran dan sebagainya. Kalau berdoa, seorang politeis dengan

demikian tidak memanjatkan doa hanya kepada satu dewa, tetapi juga kepada

dewa lawannya. Kepada dewa hujan umpamanya diminta supaya menurunkan

hujan dan kepada dewa kemarau dipanjatkan doa supaya jangan menghalang-

halangi kerja dewa hujan. Dengan jalan demikian masyarakat politeisme

berusaha menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancam mereka.8

Oleh sebab itu, adakalanya tiga dari dewa-dewa yang banyak dalam

politeisme meningkat ke atas dan mendapatkan perhatian serta pujaan yang

lebih besar dari yang lain. Disini timbullah faham dewa tiga. Dalam ajaran

agama Hindu, dewa tiga itu mengambil bentuk Brahma, Wisnu, Syiwa, dalam

7 Harun Nasution, Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid 1,

Universitas Indonesia (UI. Pres), 1985, hlm.14.

8 Ibid.

Page 8: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

58

agama Veda Indra, Vithra dan Varuna, dalam agama Mesir kuno Osiris

dengan istrinya Isis dan anak mereka Herus dan dalam agama Arab Jahiliyyah

al-Latta, al-Uzza, dan Manata.

Ada kalanya satu dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala

dewa lain seperti Zeus dalam agama Yunani kuno, Zupiter dalam agama

Romawi dan Ammon dari agama Mesir kuno. Ini belum berarti pengakuan

pada satu Tuhan, tapi baru pada pengakuan dewa terbesar diantara dewa yang

banyak. Faham ini belum meningkat pada faham henoteisme atau

monoteisme, tetapi masih berada dalam tingkat politeisme.

Tetapi kalau dewa yang terbesar itu saja kemudian yang dihormati dan

dipuja, sedang dewa-dewa lain ditinggalkan, faham demikian telah keluar dari

politeisme dan meningkat kepada henoteisme. Henoteisme mengakui satu

Tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai Tuhannya

sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham Tuhan nasional. Faham yang

serupa ini terdapat dalam perkembangan faham keagamaan masyarakat

Yahudi. Yahweh pada akhirnya mengalahkan dan menghancurkan semua

dewa suku bangsa Yahudi lain, sehingga yahweh menjadi Tuhan nasional

bangsa Yahudi.

Dalam masyarakat yang sudah maju, agama yang dianut bukan lagi

dinamisme, animisme, politeisme atau henoteisme, tetapi agama monoteisme,

agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme adalah Tuhan satu, Tuhan Maha Esa,

pencipta alam semesta. Dengan demikian perbedaan antara henoteisme dan

monoteisme ialah bahwa dalam agama terakhir ini Tuhan tidak lagi

Page 9: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

59

merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa

di dunia ini bahkan Tuhan alam semesta.9

Monoteisme, yaitu bentuk religi (agama) yang berdasarkan pada

kepercayaan terhadap satu Tuhan dan terdiri atas upacara-upacara guna

memuja Tuhan. Contohnya, agama Islam dengan inti ajaran imannya yang

berbentuk pengakuan, “Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad itu

utusan Allah”. Juga dalam Yudaisme (Agama Yahudi) disebutkan,

“Dengarlah orang Israel, Tuhan kita adalah Tuhan Yang Satu”. Dan dalam

sikhism disebutkan, “Tidak ada Tuhan kecuali Tuhan Yang Satu”.10 Kalau

dalam agama-agama sebelumnya asal-usul manusia belum memperoleh

perhatian, dalam agama monoteisme manusia telah diyakini berasal dari

Tuhan dan akhirnya akan kembali ke Tuhan. Oleh karena itu kesadaran

bahwa hidup manusia tidak terbatas hanya pada hidup dunia, tetapi disebalik

hidup materi ini masih ada hidup lain sebagai lanjutan dari hidup pertama,

menonjol dengan jelas ke atas. Seterusnya menjadi keyakinan pula dalam

agama monoteisme bahwa diantara kedua hidup itu, hidup kedualah yang

lebih penting dari hidup yang pertama. Hidup pertama hanya mempunyai sifat

sementara. Sedangkan hidup yang kedua bersifat kekal. Senang atau sengsara

hidup seseorang di hidup kedua nanti tergantung pada baik dan buruknya

9 Ibid., hlm.14-15

10 H. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan Agama,

Pustaka Setia, Bandung, 2000, hlm. 32. Bandingkan dengan Koentjaraningrat, Beberapa Pokok

Antropologi Sosial, Dian Rakyat Jakarta,1974, hlm. 268-269., dan Y.W.M.Bakker S.Y., Umat

Katolik Berdialog Dengan Umat Beragama, Kanisius, Yogyakarta, 1976, hlm. 29.

Page 10: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

60

hidup yang dijalaninya di hidup yang pertama ini. Kalau ia hidup disini

sebagai orang-orang baik ia akan memperoleh kesenangan disisi Tuhan kelak,

tetapi kalau ia hidup dalam keadaan jahat, ia akan mengalami kesengsaraan

diakherat nanti. Faham serupa ini belum jelas kelihatan dalam agama

politeisme apalagi dalam agama-agama dinamisme dan animisme.11

Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari

keselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau

hidup spiritual. Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan

keselamatan akherat. Jalan mencari keselamatan itu bukan lagi dengan

memperoleh sebanyak mungkin mana, sebagai halnya dalam masyarakat

dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan

dewa-dewa, sebagaimana halnya dalam masyarakat animisme dan politeisme.

Dalam monoteisme kekuatan gaib atau supernatural itu dipandang sebagai

suatu zat yang berkuasa mutlak dan bukan lagi sebagai suatu zat yang

menguasai sesuatu fenomena natur seperti halnya dalam faham animisme dan

politeisme. Oleh karena itu Tuhan dalam monoteisme tidak dapat dibujuk-

bujuk dengan saji-sajian. Kepada Tuhan sebagai pencipta yang mutlak orang

tak bisa kecuali menyerahkan diri, menyerahkan diri kepada kehendak-Nya.

Dan sebenarnya inilah arti kata Islam yang menjadi nama agama yang

diturunkan kepada nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-

bulatnya kepada kehendak Tuhan. Dengan menyerahkan diri ini, yaitu dengan

11 Harun Nasution, op. cit, hlm.15-16.

Page 11: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

61

patuh kepada perintah dan larangan-larangan Tuhanlah, orang dalam

Monotheisme mencoba mencari keselamatan.

Di sinilah letaknya perbedaan besar antara agama-agama primitif dan

agama monoteisme. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba

menyogok dan membujuk kekuasaan supernaturil dengan penyembahan dan

saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam agama

monoteisme manusia sebaliknya tunduk kepada kemauan Tuhan. Tuhan

dalam faham monoteisme adalah Maha Suci dan Tuhan menghendaki supaya

manusia tetap suci. Manusia akan kembali kepada Tuhan, dan yang dapat

kembali ke sisi Tuhan Maha Suci adalah orang-orang yang suci. Orang-orang

yang kotor tidak akan diterima kembali ke sisi Yang Maha Suci. Orang-orang

yang serupa ini akan berada dalam neraka, jauh dari Tuhan. Orang-orang

yang suci akan berada dekat dekat Tuhan dalam surga.

Jalan untuk tetap menjadi suci adalah senantiasa berusaha supaya

dekat pada Tuhan, ingat dan tidak lupa pada Tuhan. Dengan senantiasa dekat

dan teringat pada Tuhan, manusia tidak akan mudah terpedaya oleh

kesenangan materi yang akan membawa kejahatan. Dengan senantiasa dekat

dan teringat pada Tuhan manusia akan teringat bahwa kesenangan sebenarnya

bukanlah kesenangan sementara di dunia ini, tetapi kesenangan abadi di

akherat. Dengan jalan demikian manusia diharapkan senantiasa akan berusaha

supaya tetap mempunyai jiwa bersih dan suci dan berusaha untuk menjauhi

perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan jahat.

Page 12: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

62

Jalan untuk tetap berada dekat Tuhan ditentukan oleh tiap-tiap agama.

Dalam agama Kresten, berhubung dengan ajarannya tentang dosa warisan

yang melekat pada diri manusia, seseorang tidak akan dapat menjadi suci

selama ia tidak menerima Jesus Kristus sebagai juru selamat yang

mengorbankan diri di atas salib untuk menebus dosa manusia. hanya setelah

mengakui inilah baru seseorang baru dapat menuju kepada pembersihan diri

yang sebenarnya, dan akhirnya menjadi orang baik dan suci. Untuk itu

seseorang harus berusaha mengadakan kontak spirituil dengan Jesus Kristus.

Dengan ini roh manusia akan mendapat limpahan dari roh Jesus Kristus yang

dalam ajaran agama Kristen, penuh dengan rahmat, kebaikan dan kasih

sayang. Jalan untuk memupuk dan memelihara kontak itu adalah dengan

berdoa, membaca Al-Kitab, pergi ke Gereja, merayakan hari-hari suci dan

lain-lain yang merupakan jalan untuk senantiasa berada dekat dan teringat

pada Tuhan.

Agama Hindu atau Hindu Dharma dengan ajaran nya tentang Tuhan

Yang Maha Esa memandang bahwa roh manusia adalah percikan dari Sang

Hyang Widhi. Persatuan roh dengan badan menimbulkan kegelapan. Badan

akan hancur tetapi roh atau atma akan kekal. Kebahagiaan manusia adalah

bersatu dengan Sang Hyang Widhi yang disebut moksa. Dan moksa akan

tercapai hanya kalau atma telah menjadi suci kembali dari kegelapan yang

timbul dari persatuannya dengan badan. Cara mengadakan hubungan dengan

Page 13: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

63

Tuhan untuk mencapai kesucian jiwa adalah sembahyang di Pura atau di

rumah, merayakan hari-hari suci dan sebagainnya.12

Islam juga mengajarkan bahwa manusia berasal dari Tuhan dan akan

kembali ke Tuhan. Orang yang rohnya bersih lagi suci dan tidak berbuat jahat

di hidup dunia akan masuk surga, dekat dengan Tuhan. Orang yang rohnya

kotor dan berbuat jahat di hidup pertama akan masuk neraka, jauh dari Tuhan.

Agar dalam hidup kekal di akherat nanti orang hidup dala kesenangan, jauh

dari kesengsaraan, orang haruslah berusaha supaya mempunyai roh bersih

lagi suci dan senantiasa berbuat baik dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat

di dunia.

Jalan untuk membersihkan dan mensucikan roh adalah ibadat yang

diajarkan Islam yaitu salat, puasa, zakat dan haji. Tujuan dari ibadat selain

dari membersihkan dan mensucikan diri, ialah juga untuk menjauhkan diri

dari perbuatan-perbuatan jahat.

Jelaslah kiranya bahwa tujuan hidup beragama dalam agama

monoteisme adalah membersihkan diri dan mensucikan jiwa dan roh. Tujuan

agama memanglah membina manusia baik-baik, manusia yang jauh dari

kejahatan. Oleh sebab itu agama monoteisme erat pula hubungannya dengan

pendidikan moral. Agama-agama monoteisme mempunyai ajaran-ajaran

tentang norma-norma akhlak tinggi. Kebersihan jiwa, tidak mementingkan

diri sendiri, cinta kebenaran, suka membantu manusia, kebesaran jiwa, suka

damai, rendah hati dan sebagainya adalah norma-norma yang diajarkan

12 Ibid., hlm.17-18.

Page 14: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

64

agama-agama besar. Agama tanpa ajaran moral tidak akan berarti dan tidak

akan dapat merubah kehidupan manusia. Tidak mengherankan kalau agama

selalu diidentifikasikan dengan moralitas.

Karena agama mempunyai sifat mengikat pada para pemeluknya,

maka ajaran –ajaran moral agama lebih besar dan dalam pengaruhnya dari

ajaran-ajaran moral yang dihasilkan falsafat dan pemikiran manusia. Ajaran-

ajaran yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam Semesta mempunyai sifat

kekudusan dan absolut yang tidak dapat di tolak oleh manusia. Perintah

manusia masih dapat dilawan tetapi perintah Tuhan tidak dapat ditentang,

Faham inilah yang membuat norma-norma akhlak yang diajarkan agama

mempunyai pengaruh besar dalam membina manusia yang berakhlak mulia

dan berbudi pekerti luhur.13

Tegasnya tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme atau

agama tauhid adalah menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan Pencipta

Semesta Alam dengan patuh pada perintah dan larangannya, agar dengan

demikian manusia mempunyai roh dan jiwa bersih dan budi perkeri luhur.

Manusia serupa inilah yang akan memperoleh hidup senang sekarang di dunia

dan kebahagiaan abadi kelak di hidup akherat. Orang yang tidak patuh pada

Tuhan, dan dengan demikian mempunyai roh yang tidak bersih dan akhlak

yang tidak baik di dunia akan mengalami hidup sengsara di akherat. Dengan

kata lain agama monoteisme atau agama tauhid dengan ajaran-ajarannya

bermaksud untuk membina manusia yang berjiwa bersih dan berbudi pekerti

13 Ibid., hlm.18.

Page 15: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

65

luhur. Di sinilah letak salah satu arti penting dari agama monoteisme bagi

hidup kemasyarakatan manusia. Dari individu-individu yang berjiwa bersih

dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat manusia baik dapat dibina.

Agama-agama yang dimasukkan ke dalam kelompok agama

monoteisme, sebagai disebut dalam Ilmu Perbandingan Agama adalah Islam,

Yahudi, Kristen dengan kedua golongan Protestan dan Katholik yang terdapat

di dalamnya, dan Hindu. Ketiga agama tersebut pertama merupakan satu

rumpun. Agama Hindu tidak ternasuk rumpun ini. Di antara ketiga agama

serumpun ini yang pertama datang adalah agama Yahudi dengan Nabi-nabi

Ibrahim, Ismail, Ishak, Yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen dengan

Nabi Isa, yang datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi.

Dan terakhir sekali datang agama Islam dengan Nabi Muhammad s.a.w.

Ajaran yang beliau bawa adalah ajaran yang diberikan kepada Nabi-nabi

Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain dalam bentuk murninya.14

Sebagai diterangkan dalam Al- Qur’an, ajaran murni itu adalah Islam,

menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Mengenai hal ini Surat Al-Imran ayat 19 mengatakan :

Artinya : Agama (yang benar) dalam pandangan Tuhan adalah Islam

(menyerahkan diri kepada-Nya). Dan mereka yang diberi Kitab

14Ibid., hlm.19-20.

Page 16: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

66

bertikai hanya setelah pengetahuan datang kepada mereka ; (dan

mereka bertikai )karena dipengaruhi perasaan dengki.15

Apa yang dimaksud dengan Islam dijelaskan oleh Surat An-Nisa’ ayat

125 :

Artinya : Siapa mempunyai agama yang lebih baik dari orang yang

menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan dan berbuat baik serta

mengikuti agama Ibrahim, (agama) yang sebenarnya ?16

Bahwa Nabi Ibrahim menyerahkan diri kepada Tuhan dan beragama

Islam disebut dalam Surat Al-Baqarah ayat 131 :

Artinya : Ketika Tuhan-Nya berkata kepadanya (Ibrahim) : “Serahkan

dirimu”, dan ia menjawab :”aku menyerahkan diriku kepada

Tuhan Semesta Alam”.17

Dan Surat Al- Imran ayat 67 :

15Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Depag, 1986, hlm. 76.

16Ibid., hlm130.

17Ibid., hlm. 20

Page 17: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

67

Artinya : Bukanlah Ibrahim seorang Yahudi, bukan pula seorang Kristen,

tetapi adalah seorang yang benar (dalam keyakinannya), seorang

muslim. Dan bukanlah ia masuk dalam golongan kaum polities.18

Ayat 84 dari Surat Al-Imran lebih lanjut mengatakan bahwa bukan

hanya agama yang didatangkan kepada Nabi Ibrahim tetapi juga agama yang

didatangkan kepada Nabi-nabi lain adalah sama dengan agama yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad :

Artinya : Katakanlah :”Kami percaya kepada apa yang diturunkan kepada

kami, kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail serta

suku-suku bangsa lain dan kepada apa yang diturunkan kepada

Musa, Isa serta Nabi-nabi lain dari Tuhan mereka. Kami tidak

mengadakan perbedaan antara mereka dan kami menyerahkan diri

kepada-Nya”.19

Dari ayat-ayat di atas jelaslah kelihatan bahwa agama-agama Yahudi,

Kristen dan Islam adalah satu asal. Sejarah juga menunjukkan bahwa ketiga

agama itu memang mempunyai asal yang satu. Tetapi perkembangan masing-

18Ibid., hlm. 82.

19Ibid., hlm 90

Page 18: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

68

masing dalam sejarah mengambil jurusan berlainan, sehingga timbullah

perbedaan antara ketiga-tiganya. Pada mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam

berdasarkan atas keyakinan atau tauhid atau keesaan Tuhan yang serupa.

Dalam istilah modern keyakinan ini disebut monoteisme. Tetapi dalam pada

itu kemurnian tauhid dipelihara hanya oleh Islam dan Yahudi. Dalam Islam

satu dari kedua syahadatnya menegaskan : “Tiada Tuhan selain dari Allah”.

Dan dalam agama Yahudi Syema atau syahadatnya mengatakan :”Dengarlah

Israel, Tuhan kita satu”. Tetapi kemurnian tauhid dalam agama Kristen

dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh ahli-ahli perbandingan

agama, sudah tidak terpelihara lagi.

Agama Hindu, sungguhpun banyak dianggap termasuk dalam agama

politeisme mengandung faham monoteisme. Tri murti yang terdiri dari

Brahma, Wisnu dan Syiwa mengandung faham tiga sifat atau aspek dari suatu

zat Yang Maha Tinggi. Brahma menggambarkan sifat mencipta, Wisnu sifat

memelihara, dan Syiwa sifat menghancurkan ; tiga sifat atau aspek yang

terdapat dalam kehidupan di dunia, kejadian, kelangsungan wujud dan

kehancuran. Benda-benda didunia terjadi, berwujud untuk waktu tertentu dan

kemudian hancur. Ini adalah perbuatan zat Yang Maha Tinggi itu. Dengan

demikian diantara agama besar yang ada sekarang, Islam dan Yahudilah yang

memelihara faham monoteisme yang murni. Monoteisme Kristen dengan

faham Trinitasnya dan monoteisme Hindu dengan faham politeisme yang

banyak terdapat di dalamnya tidak dapat dikatakan monoteisme murni.

Page 19: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

69

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa menurut E.B.Tylor bahwa

manusia dalam beragama melalui sebuah proses yang berubah dan

berkembang secara lambat laun yaitu melalui apa yang dinamakan animisme

kemudian begerak menuju dinamisme, selanjutnya berubah pada politeisme

dan puncaknya monoteisme. Menurut E.B.Tylor Animisme adalah

kepercayaan bahwa tiap-tiap benda yang ada di sekeliling manusia

mempunyai roh. Roh dari benda-benda tertentu mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan manusia. Roh dari hal-hal yang menimbulkan perasaan dahsyat

itulah yang dihormati dan ditakuti. Dalam animisme, kekuatan supernatural itu

mengambil bentuk mana.

Jika peneliti kaji pendapat E.B. Tylor bahwa dalam masyarakat

animisme, roh dipandang banyak mempengaruhi perjalanan hidup manusia.

Hal-hal yang menimbulkan perasaan dahsyat seperti gunung berapi, sungai

yang arusnya deras, laut yang ombaknya besar, danau yang airnya tenang

tetapi selalu memakan korban manusia, pohon besar, gua yang dalam lagi

gelap dan lain-lain, dianggap mempunyai roh. Ketika masing-masing itu

menimbulkan bahaya bagi hidup manusia, dianggap rohnya sedang dalam

keadaan marah.20

Keselamatan hidup manusia dalam masyarakat seperti itu bergantung

pada hasil usaha manusia menjauhi timbulnya amarah roh-roh itu. Hal ini

diusahakan dengan memberikan persembahan dalam bentuk makanan,

sembelihan-sembelihan, hewan hidup, bahkan juga manusia hidup, dalam

20 Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Jakarta, 2000, hlm.

81.

Page 20: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

70

waktu-waktu tertentu kepada roh-roh yang ditakuti itu. Persembahan-

persembahan serupa itu diberikan karena masyarakat animisme berkeyakinan

bahwa roh itu tersusun dari dzat materi yang halus. Dengan memberikan

makanan-makanan dan sembelihan-sembelihan kepada roh-roh atau orang

halus itu, maka amarahnya dalam paham masyarakat animisme dapat

dijauhkan dan dengan demikian bahaya yang akan mengancam keselamatan

hidup manusia dapat dielakkan. Tujuan hidup beragama dalam masyarakat

serupa ini ialah membujuk roh-roh supaya jangan marah, dan dengan

demikian tidak merupakan bahaya bagi kelanjutan hidup manusia, tetapi

senantiasa dalam keadaan senang dan dengan demikian mau menolong

manusia dalam mencari kesejahteraan dan keselamatan hidupnya.21

Jika kita cermati pendapat E.B. Tylor yang masuk dalam kelompok

penganut teori jiwa bahwa pada dasarnya para sarjana penganut teori ini

berpendapat bahwa keberadaan agama yang paling awal adalah bersamaan

dengan pertama kali manusia menyadari bahwa dunia ini tidak hanya dihuni

oleh makhluk materi, tetapi juga dihuni oleh manusia immateri yang disebut

jiwa (anima). Pendapat inilah dipelopori oleh seorang sarjana Inggris bernama

E.B. Tylor. Ia mengenalkan teori animisme. Karenanya ia mengatakan bahwa

asal mula agama adalah bersamaan dengan adanya kesadaran pada manusia

akan adanya roh atau jiwa. Mereka memahami adanya mimpi dan kematian,

yang mengantarkan mereka sampai pada pengertian bahwa kedua peristiwa

21 Ibid.

Page 21: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

71

itu, mimpi dan kematian, adalah bentuk pemisahan antara roh dan tubuh

kasar.22

Apabila orang meninggal dunia, rohnya mampu hidup terus walaupun

jasadnya memburuk. Dari sanalah asal mula kepercayaan bahwa orang yang

telah mati itu akan kekal abadi. Untuk selanjutnya roh orang mati itu diyakini

dapat mengunjungi manusia menolong manusia, mengganggu kehidupan

manusia, dan juga menjaga manusia yang masih hidup, terutama anak cucunya

atau keluarga serta teman sekampungnya.

Alam semesta ini dipercayai penuh dengan jiwa-jiwa yang bebas

merdeka. E.B. Tylor tidak menyebut soul atau jiwa lagi, tetapi menyebutnya

spirit atau makhluk halus. Biels dan Hoijer mengatakan bahwa ada perbedaan

antara pengertian roh dengan makhluk halus. Roh adalah bagian halus dari

setiap makhluk yang mampu hidup terus sekalipun jasadnya telah mati,

sedangkan makhluk halus sejak terjadinya adalah seperti itu, contohnya peri,

mambang, dewa-dewi yang dianggap berkuasa. Demikian pikiran manusia

telah mentransformasikan kesadaran akan adanya jiwa menjadi kepercayaan

kepada makhluk-makhluk halus.

Pada tingkat yang paling dasar dari evolusi agama, manusia percaya

bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat

tinggal manusia. Mereka bertubuh halus sehingga manusia tidak dapat

menangkap dengan pancainderanya. Makhluk halus tersebut mampu berbuat

hal yang tak dapat diperbuat oleh manusia. Dari kepercayaan semacam itu,

22 Honig, Ilmu Agama Bagian I, di Indonesiakan Oleh Soesastro dan Soegiarto, Gunung

Mulai, Jakarta, 1992, hlm. 53-54.

Page 22: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

72

maka makhluk halus menjadi obyek penghormatan dan penyembahan manusia

dengan berbagai upacara keagamaan berupa doa, sajian atau pemberian

korban. Kepercayaan seperti itulah oleh E.B. Tylor disebut animisme.

Pada tingkat selanjutnya dalam evolusi agama, manusia percaya bahwa

gerak alam ini disebabkan oleh jiwa yang berada di belakang peristiwa gerak

alam itu. Sungai-sungai yang mengalir, gunung yang meletus, angin topan

yang menderu, pergerakan matahari, bulan dan tumbuh-tumbuhan, semuanya

disebabkan oleh jiwa alam ini. Kemudian jiwa alam tersebut

dipersonifikasikan, dianggap sebagai makhluk-makhluk suatu pribadi, dan

mempunyai kemauan dan pikiran. Makhluk halus yang ada di belakang gerak

alam seperti itu disebut dewa-dewa alam. Tingkat kedua inilah disebut

politeisme (Poli berarti banyak dan Theos berarti Tuhan) dan tingkat

sebelumnya adalah manisme atau pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Tingkat ketiga atau tingkat terakhir dari evolusi agama menurut E.B.

Tylor, yaitu bersamaan dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam

masyarakat manusia, serta timbulnya kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu

juga hidup dalam susunan kenegaraan yang serupa dengan susunan

kenegaraan manusia. Pada kehidupan para dewa pun dikenal susunan pangkat

dewa-dewa, dimulai dari dewa yang tertinggi yaitu raja dewa sampai kepada

dewa yang terendah.

Susunan masyarakat dewa serupa itu lambat laun akan menimbulkan

kesadaran baru bahwa semua dewa itu pada hakikatnya merupakan

penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi itu. Akibat dari kepercayaan itu,

Page 23: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

73

berkembanglah kepercayaan kepada satu Tuhan yaitu Tuhan Yang Maha Esa,

maka dari sinilah mulai timbul agama-agama ber-Tuhan satu atau monoteisme.

Roh atau jiwa timbul dikalangan orang primitif dari pengalaman

mimpi, bernafas dan mati. Dalam hubungannya dengan roh nenek moyang

atau roh leluhur, di Indonesia kita dapatkan beberapa kepercayaan yang ada

pada beberapa suku. Seperti misalnya pada suku Toraja, mereka mempercayai

bahwa roh nenek moyang adalah penjaga serta pelindung adat; doa restu

mereka sangat diharapakan dan tanpa restu mereka maka hidup akan ditimpa

musibah serta bencana lain yang menimpa masyarakat. Restu mereka sangat

menentukan dalam kehidupan. Manusia yang masih hidup harus selalu

menghubungi roh nenek moyang dengan cara mempersembahkan korban

sesajian baik berupa makanan maupun berupa minuman.23 Pada suku Ngaju di

Kalimantan, roh nenek moyang dianggap yang menjaga kelestarian kampung,

sungai, sawah dan lain-lainnya sehingga tetap berfungsi sebagaimana

mestinya. Para roh ini dianggap masih tetap tinggal di sekitar mereka dahulu.

Karena itu mereka perlu makanan dan minuman yang harus disediakan oleh

anak cucunya atau keluarganya.

Di pulau Nias terdapat suatu pesta yang merupakan puncak pemujaan

yang disebut pesta ‘Baro N’ adu. Pesta ini berhubungan erat dengan asal mula

penciptaan suku Nias, dan diselenggarakan di tempat-tempat tertentu yang

dianggap sebagai tempat nenek moyang turun sebagai nenek moyang masing-

masing kelompok. Di tempat-tempat tersebut lalu didirikan semacam kuil

23 R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, terj. MR A. Soehardi, Sumur,

Bandung, 1962, hlm. 53.

Page 24: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

74

kecil sebentuk patung mereka. Karena ini diyakini sebagai pencipta suku

Nias, maka tempat tinggalnya dalam lingkungan yang luas pula. Tidak hanya

di tempat dengan kediaman semula saja dia berada tetapi hampir disemua

kawasan suku. Di gunung-gunung, di sungai-sungai, di kampung-kampung

harus disediakan makanan dan minuman untuknya. Pada suku Maggarai di

Flores Barat terdapat kepercayaan terhadap adanya roh-roh yang menguasai

dunia ini.24

B. Kritik Terhadap Teori E.B. Tylor

Animisme sebagaimana digunakan dan dipahami oleh E.B. Tylor

mempunyai dua arti. Pertama, ia dapat dipahami sebagai suatu sistem

kepercayaan di mana manusia religius, khususnya orang-orang primitif

membubuhkan jiwa pada manusia dan juga pada semua makhluk hidup dan

benda mati. Yang kedua, animisme dapat dianggap sebagai teori yang

dipertahankan oleh E.B. Tylor dan pengikut-pengikutnya bahwa ide tentang

jiwa manusia merupakan akibat dari pemikiran mengenai beberapa

pengalaman psikis, terutama mimpi, dan ide tentang makhluk-makhluk

berjiwa diturunkan dari ide tentang jiwa manusia ini, oleh karena itu

merupakan bagian dari tahap berikutnya dalam perkembangan kebudayaan.

Dalam mencari definisi minimum dari agama, E.B. Tylor

memperkenalkan istilah animisme untuk menyebut semua bentuk kepercayaan

dalam makhluk-makhluk berjiwa. Kepercayaan akan makhluk-makhluk

berjiwa meliputi dua bentuk: kepercayaan bahwa manusia mempunyai jiwa

24 Harun Hadi Wiyono, Religi Suku Murba di Indonesia, PBK, Jakarta, 1977, hlm. 92.

Page 25: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

75

yang tetap bertahan sesudah kematiannya dan kepercayaan bahwa ada

makhluk-makhluk berjiwa lainnya (makhluk-makhluk yang di pribadikan).

Animisme menerima asal-usulnya dari usaha-usaha awal untuk menjelaskan

beberapa keadaan lahir dan batin, tidur, terjaga, trance atau keadaan tidak

sadar lainnya, penyakit, hidup dan mati, bentuk-bentuk manusiawi yang

muncul dalam mimpi dan penglihatan. Kalau seseorang meninggal, sesuatu

tampaknya meninggalkan tubuhnya. Di samping itu, selain kematian, kadang-

kadang orang berada dalam keadaan tidak sadar, trance atau tidur. Dalam

mimpi seseorang melihat orang lain dan mendapatkan mereka dalam keadaan-

keadaan yang aneh. Semua pengalaman-pengalaman ini dapat diterangkan

kalau orang mengandaikan bahwa ada jiwa yang dapat meninggalkan

tubuhnya untuk sementara atau selamanya dan pergi ke tempat lain. Maka

muncullah ide tentang jiwa yang terpisah dari tubuh sebagai sumber

kehidupan serta penyebab tidur dan keadaan tak sadar. Ide tentang kekelan

jiwa memunculkan upacara untuk orang mati, terutama dalam bentuk

pemujaan leluhur. Sesudah manusia sampai pada ide tentang jiwa yang

terpisah sebagai kekuatan vital yang membuatnya menjadi makhluk perasa, ia

memperkembangkan ide tentang jiwa itu pada makhluk perasa lainnya dan

juga pada obyek-obyek tak berjiwa. Konsep mengenai jiwa manusia bagi E.B.

Tylor, tampaknya mempunyai arti sebagai suatu tipe atau model di atas mana

manusia primitf menaruh kerangka, tidak saja untuk idenya mengenai jiwa

lain atau yang lebih rendah, tetapi juga untuk idenya mengenai makhluk

Page 26: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

76

berjiwa pada umumnya, dari jin paling kecil yang bermain di rumput panjang

hingga sang pencipta di surga dan penguasa dunia, roh yang agung.25

Teori-teori ini jelas mempunyai kekurangan dalam hal evidensi dan

bukti, apabila bermaksud mendasarkan diri secara histori dan tidak akan

diterima dalam verifikasi. Mengenai deskripsi tentang cara berpikir orang

primitif, teori ini keliru, meski bukan berarti tidak memuat kebenaran. Sebagai

fenomena religius, animisme tampaknya bersifat universal, terdapat dalam

semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja, meskipun penggunaan

populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan agama-agama “primitif” atau

masyarakat kesukuan. Animisme dapat kita definisikan sebagai kepercayaan

pada makhluk-makhluk adikodrati yang dipersonalisasikan. Manifestasinya

adalah dari roh yang Mahatinggi hingga pada roh halus yang tak terhitung

banyaknya, roh leluhur, roh dalam obyek-obyek alam. Dari antaranya,

termasuk berbagai macam roh: (1) roh yang berhubungan dengan manusia,

yakni jiwa-jiwa manusia sebagai daya vital, roh leluhur, roh jahat dari orang-

orang yang meninggal dalam kondisi-kondisi tak wajar; (2) roh yang

berhubungan dengan obyek-obyek alamiah baukan manusiawi, seperti air

terjun, batu yang menonjol ke permukaan bumi, pohon-pohon berbentuk aneh,

roh dari tempat-tempat yang berbahaya, roh binatang, roh dari benda-benda

angkasa; (3) roh yang berhubungan dengan kekuatan alam, seperti angin, kilat,

25 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm. 66-

67.

Page 27: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

77

banjir; (4) roh yang berhubungan dengan kelompok-kelompok sosial, dewa-

dewa, setan-setan dan para malaikat.26

Kepercayaan pada roh biasanya termasuk suatu rasa kebutuhan akan

suatu bentuk komunikasi dengan mereka untuk menangkal kejahatan,

menghilangkan musibah atau menjamin kesejahteraan. Dalam beberapa

bentuk pemujaan roh, komunikasi dengan yang adikodrati menjadi suatu nilai

pada dirinya sendiri. Komunikasi dengan roh mengambil bentuk pemujaan

roh-roh individual atau kelompok-kelompok roh. Untuk itu, mungkin ada

upacara sederhana yang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga di

hadapan tempat suci keluarga ataupun upacara buatan dari seorang shaman

yang mencoba mengetahui kehendak roh yang dirugikan agar dapat

ditenangkan, atau sesuatu “barang milik” seseorang yang menyalurkan pesan

dari roh itu.27

Kepercayaan pada jiwa manusia juga terdapat dalam agama-agama

yang lebih tinggi, namun yang membedakan adalah kepercayaan adanya jiwa

dalam benda-benda mati. Di sini fenomenolog harus berhati-hati untuk tidak

menambahkan ide-ide yang cocok untuk kebudayaan dan cara berpikirnya

sendiri. Kalau benda mati dianggap sebagai mempunyai jiwa, barangkali

dalam banyak kasus mereka bermaksud mengatakan bahwa benda itu

berhubungan dengan roh yang dianggap ada di dalam atau di belakang

mereka, tetapi dibubuhkan lewat tindakan-tindakan ritual di mana keutamaan

itu berada. Kata-kata seperti “jiwa”, “pribadi” adalah istilah-istilah Barat dan

26 Ibid. 27 Ibid, hlm. 68.

Page 28: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

78

orang harus memastikan apakah istilah-istilah itu mempunyai arti dalam

konteks pribumi.

Suatu kenyataan yang diketahui umum bahwa dalam banyak suku

bangsa, obyek material, seperti dahan-dahan yang diikat dan akar-akaran atau

representasi makhluk-makhluk dalam wujud ukiran, diperlakukan dengan

sangat hormat dan keutamaan religius ada pada mereka. Obyek-obyek tersebut

dikenal sebagai jimat (fetishes). Benda-benda itu menjadi suci karena

dianggap sebagai tempat tinggal para dewa atau obyek di mana para dewa

menyatakan diri. Berkat E.B. Tylor, kita menyadari bahwa tak seorang pun

memuja obyek-obyek material tersebut semata sebagai obyek material dan

memperlihatkan minatnya dalam membedakan antara simbol material dan

kenyataan illahi yang disimbolkannya. 28

Anggapan, bahwa dewa dan roh para suku bangsa bisa dipikirkan

seolah-olah mempunyai watak yang secara hakiki menurut model manusia

atau kepribadaian manusia atau seolah-olah makhluk-makhluk rohani bisa

dipikirkan mempunyai kodrat yang sama dengan jiwa manusia adalah keliru.

Pada kenyataannya, cukup sering kuasa dewa-dewa dari suku bangsa itu

bergantung pada seberapa jauh mereka berbeda dari manusia dalam hal

kodratnya, yakni super manusiawi adikodrati. Perbedaaan ini merupakan basis

komunikasi religius yang dibangun antara manusia religius dan roh. Dalam

pemahaman mengenai hal yang illahi seperti ini, orang-orang primitif rupanya

malah mengandaikan transendensi sebagai sesuatu yang juga perlu untuk

28 Ibid.

Page 29: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

79

ukuran manusia dan mengecualikan antropomorfisme yang mentah. Beberapa

dewa pernah dipikirkan dengan istilah-istilah manusiawi atau dengan

gambaran manusia atau sebagai manusia yang didewankan. Namun tidak

berarti makhluk-makhluk illahi lantas mempunyai kesamaan dengan

manusia.29

Menurut E.B. Tylor tiga macam kepercayaan umum yang berkaitan

dengan adanya jiwa sesudah kematian diambil dari animisme dalam tahap

awalnya. Yang pertama adalah kepercayaan bahwa jiwa melayang-layang di

atas bumi dan mempunyai kepentingan dengan yang hidup, terkadang malah

mengunjungi rumahnya dahulu. Kedua, kepercayaan pada metapesikosis dari

jiwa ke dalam makhluk-makhluk lain manusia, hewan, dan tumbuhan. Ketiga,

konsep mengenai tempat kediaman istimewa di dunia lain, seperti kepulauan

di Barat, dunia bawah tanah, gunung dan surga. Jiwa-jiwa itu melanjutkan

kehidupan yang mirip dengan kehidupan duniawi, atau diganjar atau dihukum

menurut perbuatan-perbuatan mereka ketika hidup di dunia. Gagasan umum

mengenai jiwa roh halus ini, menurut E.B. Tylor, mengantarkan secara wajar

pada kepercayaan akan suatu tatanan yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk

rohani, yang disebut “manes” yakni jiwa-jiwa dalam bentuk aslinya, tetapi

telah ditingkatkan ketahap iblis atau dewa-dewa. Kemudian muncullah

pemujaan manes.

Kritik yang paling jelas dari evolusi animistis sebagaimana diusulkan

E.B. Tylor, berpusat pada interpretasinya yang kelewat rasionalistis terhadap

29 Lih. R. Godfrey Lienhardt, “Religion”, dalam Man, Culture and Society, disunting

oleh H.L. Shapiro New Yor, 1960, hlm. 314.

Page 30: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

80

data etnologis. Dalam penyajian teori animismenya, ia begitu berlebihan

menekankan sisi inelektual daripada sisi emosional pada agama. Memang E.B.

Tylor sangat menekankan aspek-aspek kognitif dari agama dan mengabaikan

unsur-unsur emosional non rasional, yang menampilkan isi yang penting

dalam inti agama.

Meskipun teori E.B. Tylor sangat berpengaruh pada saat itu, namun

tidak sedikit sarjana lain yang menentangnya. Di antara yang tidak setuju

dengan teorinya mempersoalkan bahwa apakah mungkin manusia primitif

yang tingkat berpikirnya masih sangat sederhana itu, mampu merasionalkan

kebutuhannya akan ketentraman hidup, mempersoalkan masalah mati, mimpi,

sehingga kemudian berkembang kepada adanya makhluk-makhluk halus, yang

kemudian diangkat menjadi suatu teori? Juga, dalam agama sebenarnya

terdapat suatu aspek yang tidak kalah penting, yaitu aspek intuisi dan emosi.30

E. Pritchard menentang teori E.B. Tylor, menurutnya, teori E.B. Tylor

merupakan bentuk logika pikiran sarjana yang dipindahkan kepada orang

primitif dan dikemukakan sebagai penjelasan terhadap kepercayaannya. Ide

tentang spirit atau jiwa mungkin telah timbul, namun tidak ada bukti

kebenarannya. Betulkah impian itu sebagai bukti adanya jiwa dan jiwa sebagai

bukti adanya spirit.31

Pemujaan terhadap roh nenek moyang ini sulit untuk diterima, karena

pada kenyataannya tidak berlaku untuk setiap masa. Di berbagai tempat,

30 Romdhon, et.al, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta,

1988, hlm. 39. 31 E. Pritchard, Theories of Primitive Religion, Clarendon, Press, Oxpord, 1989, hlm. 33.

Page 31: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

81

faktor-faktor penggandrungan diri akan berbeda pula. Ketakutan atau

kekhawatiran tidak berarti menjerumuskan dirinya dalam bentuk perhambaan.

Kepercayaan juga bisa timbul pada orang-orang yang lemah. Atas dasar itulah

sekalipun teori E.B. Tylor sangat berpengaruh terutama dikalangan para

sarjana antropologi, namun teori tersebut mendapat kritik juga. Di antaranya

adalah apakah orang-orang primitif itu ahli filsafat, ahli pikir, sehingga

kemudian merasakan adanya suatu kebutuhan rasional untuk menjelaskan

tentang masalah mati, mimpi, yang kemudian berkembang menjadi suatu

teori? Sebenarnya, dalam agama ada aspek yang lebih intuitif dan yang lebih

emosional. Lebih lanjut lagi, E.B. Tylor memang menghubungkan,

mengaitkan dan mempertalikan orang primitif dengan kecenderungannya

untuk memperteorikan bahwa alam secara universal adalah bernyawa,

dikuasai dan dipenuhi oleh makhluk-makhluk spiritual, karena itu sudah

selayaknya dipertimbangkan kembali interpretasi bahwa orang-orang primitif

menganggap semua obyek adalah hidup.32

Jika konsep Tylor dihubungkan dengan agama samawi dapat

dijelaskan bahwa dalam agama samawi, seperti Islam, teori evolusi Tylor ada

benarnya juga karena dalam sejarah atau tarikh Islam diketahui bahwa

sebelum penduduk Arab beriman kepada ajaran yang dibawa Rasulullah

SAW, mereka banyak yang melakukan penyembahan berhala. Misalnya

dikenal adanya Tuhan La’ta, Ma’nata dan Uzza. Ketiga patung itu dipuja dan

dijadikan tempat bergantung.

32 Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama, Jilid I, Bumi Aksara, Jakartam, 1996, hlm. 28.

Page 32: BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/2/jtptiain-gdl-s1-2004... · BAB IV ANALISIS TERHADAP TEORI EVOLUSI AGAMA PRIMITIF MENURUT

82

Dalam tarikh Islam sebagaimana diketahui Umar bin Khattab sebelum

masuk Islam, ia menyembah berhala, melalui sebuah poroses waktu yang

panjang dan dengan hidayah serta taufik Allah SWT ia masuk Islam.

Demikian pula yang lainnya. Di sini jelas bahwa langsung atau tidak langsung

proses evolusi dalam beragama merupakan sebuah kenyataan.