Upload
muhammad-abdul-fattah
View
84
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BAB III
Citation preview
19
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Pengertian Pondasi
Pembagian dari konstruksi bangunan yang bertugas meletakkan bangunan
dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure/super struktur) ke dasar tanah
yang cukup kuat mendukungnya disebut pondasi (Bowles, 1993).
Pondasi umumnya berlaku sebagai komponen struktur pendukung bangunan
yang paling bawah, dan telapak pondasi berfungsi sebagai elemen terakhir yang
meneruskan beban ketanah. Karena fungsinya tersebut, telapak pondasi harus
memenuhi untuk mampu dengan aman menebar beban yang diteruskannya
sedemikian rupa sehingga kapasitas atau daya dukung tanah tidak terlampaui.
Sehingga perlu diperhatikan bahwa dalam merencanakan pondasi harus
memperhitungkan keadaan yang berhubungan dengan sifat-sifat dan mekanika tanah.
Dasar pondasi harus diletakkan diatas tanah keras pada kedalaman tertentu, bebas
dari lumpur, humus dan pengaruh perubahan cuaca.
Dalam merencanakan podasi untuk suatu konstruksi dapat digunakan
beberapa macam tipe pondasi. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa hal :
1. Fungsi bangunan atas (upper structure) yang akan dipikul oleh pondasi tersebut
2. Besarnya beban dan beratnya bangunan atas
3. Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan
4. Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas
3.2 Jenis-Jenis Pondasi
Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:
a. Pondasi dangkal
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung bebannya secara langsung
dengan kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang dari atau sama
dengan lebar pondasi.
20
Contoh pondasi dangkal :
1. Pondasi setempat
Biasanya digunakan pada tanah yang mempunyai nilai daya dukung
berbeda-beda di satu tempat pada suatu lokasi bangunan yang akan dibangun.
Untuk mentransfer beban yang dipikul oleh pondasi ini, agar dapat
didistribusikan pada semua tempat biasanya dibuat beberapa pondasi
setempat kemudian dihubungkan dengan plat balok. Untuk pemakaian
pondasi seperti ini biasanya dijumpai pada pondasi rumah tinggal, gedung
bertingkat, ataupun gedung-gedung tempat penimbunan barang dimana untuk
setiap titik pondasi setempat diteruskan oleh kolom balok ke atasnya ataupun
rangka baja.
2. Pondasi memanjang
Yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom
yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan
terhimpit satu sama lainnya.
3. Pondasi rakit
Yaitu pondasi yang diperlukan apabila daya dukung tanah yang
diizinkan sangat kecil pada kedalaman yang cukup besar sehingga apabila
digunakan pondasi tiang, menjadi tidak ekonomis.
b. Pondasi dalam
Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah
keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan.
Contoh pondasi dalam :
1. Pondasi sumuran (pier foundantion), yaitu pondasi yang merupakan peralihan
antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang
kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran
nilai kedalaman (Df) dibagi lebarnya (B) lebih besar 4 sedangkan pondasi
dangkal Df/B ≤ 1.
2. Pondasi tiang (pile foundantion), digunakan apabila tanahnya lunak sampai
kedalaman yang cukup besar. Tiang tersebut dapat dipancang sampai kepada
21
batuan yang keras, atau hanya sampai kedalaman yang cukup untuk
memberikan tahanan gesekan, atau bias saja gabungan keduanya.
3.3 Pondasi Tiang Pancang
Tiang pancang adalah bagian pondasi yang dibuat dari kayu, beton, atau baja
yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat
permukaan yang lebih rendah dalam massa tanah (Bowles, 1993). Pondasi tiang
pancang dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila tanah dasar dibawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity), yang cukup
untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras yang
mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan beban letaknya
sangat dalam. Selain itu pondasi tiang pancang dapat juga digunakan jika kita
menginginkan keamanan yang lebih terjamin bagi bangunan, walaupun tanah yang
baik tidak begitu dalam letaknya (misal untuk jembatan besar, gedung bertingkat
banyak, menara dan sebagainya) termasuk juga kalau ada bahaya pengerusan tanah
dasar dibawah pondasi oleh arus air.
Pondasi tiang pancang melayani pelimpahan beban dari atas kepala
sekelompok tiang pancang di bawahnya, yang kemudian diteruskan kepada tanah
pendukung melalui gesekan permukaan atau tumpuan ujung tiang. Tiang pancang
umumnya digunakan (Bowles, 1993) :
1. Untuk membawa beban-beban konstruksi di atas tanah, ke dalam atau melalui
sebuah lapisan tanah.
2. Untuk menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling seperti untuk telapak
ruangan bawah tanah di bawah bidang batas jenuh atau untuk menopang kaki-
kaki menara terhadap guling.
3. Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi
perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang ini dapat ditarik
kemudian.
4. Mengontrol penurunan bila kaki-kaki yang terbesar atau telapak berada pada
tanah tepi atau didasarkan oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
5. Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol
amplitude getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
22
6. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan dan/atau pir
(tiang), khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban di atas
permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal
seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang
terpengaruh baik oleh beban vertikal dan tekuk maupun beban lateral.
Pada umumnya tiang pancang ditancapkan tegak lurus ke dalam tanah, tetapi
apabila diperlukan untuk menahan gaya-gaya horisontal maka tiang pancang akan
dipancangkan miring (batter pile). Sudut-sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh
tiang pancang tergantung dari alat pancang yang digunakan serta disesuaikan pula
dengan perencanaannya. Tiang pancang sebagai pondasi dapat dianggap sebagai
tanah yang diperkuat oleh tulangan sehingga dapat meningkatkan daya dukungnya
dan merubah kekakuan perubahan bentuknya, hampir sama dengan beton yang
diperkuat oleh baja pada struktur bertulang dan beton pratekan.
3.4 Penggolongan Tiang Pancang
Penggolongan tiang pancang dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Penggolongan berdasarkan bahan
2. Penggolongan berdasarkan pemindahan beban
3. Penggolongan berdasarkan teknik pemancangan
4. Penggolongan berdasarkan pengerjaan
3.4.1 Penggolongan Berdasarkan Bahan
1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang
pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk
apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air
tanah.
Kayu untuk tiang pancang penahan beban diambil dari jenis kayu yang
memiliki kekuatan dan keawetan yang tinggi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang
pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong kemudian kulitnya dibuang lalu
ujungnya dibuat runcing untuk memudahkan pemancangan. Ujung tiang pancang
yang runcing dapat dilengkapi dengan sepatu pemancang logam bila tiang-tiang
harus menembus tanah-tanah keras.
23
Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam
keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti. Sedangkan pengawetan serta
pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau
memperlambat kerusakan daripada kayu, akan tetapi tidak akan dapat melindungi
untuk seterusnya. Oleh karena itu, maka pemakaian pondasi untuk bangunan-
bangunan permanen yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari tiang
pancang tersebut harus selalu lebih rendah daripada ketinggian muka air tanah
terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk
menahan muatan lebih tinggi dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang.
2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)
Tiang pancang beton merupakan perbaikan dari tiang pancang kayu yang
terbuat dari bahan beton. Beton merupakan campuran agregat halus (pasir) dan
agregat kasar (batu pecah) dengan semen Portland yang dicampur dengan air dalam
perbandingan tertentu. Beton yang baik mempunyai kuat tarik, kuat tekan, kuat lekat
yang tinggi, kedap air, tahan cuaca, tahan zat-zat kimia, susutan pengerasannya kecil,
dan elastisitas tinggi.
Berdasarkan proses pembentukannya, tiang pancang beton dibagi menjadi :
a. Tiang Pancang Beton Pra-cetak (Precast Reinforced Concrete Pile)
Tiang pancang beton pra-cetak adalah tiang pancang dari beton bertulang
yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat
(keras) lalu diangkat dan dipancangkan seperti pada tiang pancang kayu. Karena
tegangan tarik beton adalah kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan
berat sendiri beton besar, maka tiang pancang beton ini haruslah diberi penulangan-
penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada
waktu pengangkatan dan pemancangan. Biasanya tiang pancang beton ini dicetak
dan dicor di tempat pekerjaan jadi tidak membawa kesulitan untuk transportasi.
b. Tiang Pancang Beton Pra-tegang (Precast Prestressed Concrete Piles)
Tiang pancang ini dibentuk dengan menekan baja berkekuatan tinggi, yaitu
baja yang mempunyai kekuatan maksimal fyult sebesar 1705 sampai 1860 MPa
dengan mempertegangkan kabel-kabel ke suatu nilai pada orde 0,5 sampai 0,7 fult.
Bila beton mengeras, maka kabel-kabel pra-tegang itu dipotong dengan gaya
tegangan di dalam kabel yang menghasilkan tegangan tekan dalam tiang pancang
24
beton sewaktu baja tersebut mencoba kembali ke panjang tak teregang (unstrectched
length). Beberapa rayapan (creep) dan kehilangan lain termasuk kehilangan yang
disebabkan oleh pemendekan aksial dari tiang pancang karena beban tekan dalam
tiang pancang disebabkan oleh gaya yang terjadi pada kabel prategang. Kehilangan-
kehilangan ini, tanpa memperhitungkan yang diperbaiki, diambil sebesar 240 MPa,
ini tidak termasuk kehilangan pemendekan aksial yang disebabkan oleh beban-beban
perancangan yang digunakan.
c. Tiang Pancang yang Dicor Langsung di Tempat (Cast-In Place Piles)
Tiang pancang yang dicor langsung di tempat, dibentuk dengan membuat sebuah
lubang dalam tanah dan mengisinya dengan beton. Lubang tersebut dapat dibor tapi
lebih sering dibentuk dengan memancangkan sebuah sel (shell) ke dalam tanah
tempat pondasi tersebut diperuntukkan. Cetakan (casing) tersebut dapat diisi dengan
sebuah paksi (mandreal) dengan kondisi pada penarikan balik paksa akan
mengosongkan cetakan. Cetakan dapat dipancang dengan kondisi pelat kulit kerang
(shell) yang siap terisi beton, atau corong ke dalam tanah. Cetakan lain dapat berupa
corong dengan ujung terbuka, di mana tanah di dalam cetakan dapat dikeluarkan
setelah pemancangan.
Tipe-tipe tiang pancang yang dipancang di tempat adalah:
a. Franki Pile
Tiang franki pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Belgia pada
awal abad ke-20, kemudian hak paten tiang pancang ini dikembangkan oleh Franki
Group di seluruh dunia. Penggunaan franki pile pertama kali di Indonesia oleh PT.
Franki Pile Indonesia tahun 1973 pada bangunan Hotel Benakutai Balikpapan,
Kalimantan Timur.
Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat pada beton yang dicor di dalam
ujung pipa dan telah mengeras atau kering.
2. Dengan penumbuk yang jatuh bebas (drop hammer) sumbat beton tersebut
ditumbuk.
3. Akibat dari penumbukan itu maka sumbat beton berikut pipanya akan masuk ke
dalam tanah.
25
4. Setelah pipa mencapai kedalaman tanah yang direncanakan kemudian pipa diisi
dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik keluar ke atas.
5. Tiang franki selesai.
b. Solid Point Pipe Piles (Closed End Pile)
Tipe ini hampir sama dengan tiang franki, sedangkan bedanya adalah:
1. Sumbatnya bukan beton tapi dari besi tuang (cast iron),
2. Setelah dicor pipa tetap di dalam tanah tidak ditarik keluar.
Adapun prinsip pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Ujung tiang dari besi tiang tuang (cast iron) dimasukkan ke dalam tanah,
kemudian pipa diletakkan di atasnya. Pada ujung atas pipa dipasang topi
kemudian pipa dipancangkan.
2. Pipa-pipa dipancang ke dalam tanah.
3. Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan dan bagian atas pipa jika
masih terlalu panjang harus dipotong. Kemudian pipa tersebut diisi dengan beton.
Bila kurang panjang dapat dilakukan penyambungan. Alat penyambung
dimasukkan ke dalam pipa yang akan disambung kemudian pipa penyambung di
atasnya dan pemancangan dapat dilanjutkan, penyambungan juga dapat dilakukan
dengan sambungan las.
3. Tiang Pancang Baja (Steel Pile)
Pada saat ini sering digunakan tiang pancang baja sebab tiang pancang baja
sangat baik karena tidak mudah mengalami bahaya tekuk. Tiang baja yang dikenal
ada dua macam, yaitu :
a. H Pile
Kebanyakan penampang tiang pancang baja berbentuk profil H. Karena
terbuat dari baja, maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam
pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulakn bahaya patah sebagaimana
halnya yang sering terjadi pada tiang pancang beton precast.
Tiang pancang H memiliki perpindahan volume yang kecil karena daerah
penampangnya tidak terlalu besar. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini sangat
bermanfaat bila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung
yang besar. Kelemahan dari tiang pancang baja ini, mudah mengalami karat (korosi).
26
b. Pipa Baja (Steel Pipe)
Tiang ini dibuat dengan memancangkan pipa-pipa pada kedalaman yang
diinginkan, kemudian diisi dengan beton. Pipa ini dapat dipancangkan dengan bagian
atas tertutup atau terbuka, dan pada bagian bawah pipa terbuka. Pipa ini
dipancangkan sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian tanah dikeluarkan dari
dalam pipa dengan menggunakan tekanan udara atau kombinasi antara air dan
tekanan udara lalu cor-an beton dimasukkan ke dalam pipa.
Keuntungan pemakaian tiang pancang baja :
a. Mudah dipancangkan.
b. Pada pekerjaan penyambungan dan pemotongan tidak terlalu sukar.
c. Pada pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah.
Kelemahannya hanya sifat yang korosif, baik oleh air maupun zat korosi lainnya.
4. Tiang Pancang Komposit
Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terbuat dari campuran dua
bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama dalam menahan gaya-gaya aksial,
lateral, maupun gaya-gaya luar. Tiang pancang ini dapat bervariasi dari campuran
bahan baton dan kayu atau beton dan baja.
Jenis-jenis tiang pancang komposit adalah:
1. Water Proofed Steel Pipe dan Wood Pile
Tiang pancang ini terdiri dari kombinasi bahan kayu untuk bagian di bawah
muka air tanah karena kayu lebih awet bila selalu terendam air atau sama sekali tak
terendam air sedangkan untuk bagian atas adalah beton. Kelemahan tiang ini adalah
pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang
permanen.
2. Franki Composit Pile
Prinsip tiang ini hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya pada
bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.
3.4.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Tiang Meneruskan Beban
Tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban yang
diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis tanah dasar
pondasi yang akan menerima beban yang bekerja.
27
1. Bilamana ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat dukung
tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ke tanah dasar pondasi
melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut end/bearing point pile.
2. Bila tiang dipancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi (jenis tanah
pasir), maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan gesekan
antara tiang dan tanah di sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut friction pile.
3. Bilamana tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh pelekatan
antara tanah sekitar permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut adhesive pile.
Sumber : Suryolelono, 1994
Gambar 3.1 Tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban ke tanah
pondasi
Pada umumnya di lapangan dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi
dari ketiga hal tersebut. Keadaan ini disebabkan karena jenis tanah merupakan
campuran/kombinasi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan kadang-kadang
merupakan tanah yang kompak, sehingga cara tiang meneruskan beban ke tanah
dasar pondasi, merupakan kombinasinya.
3.4.3 Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan
Pemancangan tiang hanya dikenal pada jenis tiang pancang yang dibuat
sebelumnya (precast pile), dengan prinsip memasukkan tiang ke dalam tanah baik
dengan metode pukulan, getaran dan semprotan air.
1. Metode Pukulan
Metode ini pada prinsipnya adalah tiang didirikan di atas tanah dan ujung tiang
yang lain (kepala tiang) dipukul agar tiang dapat masuk ke dalam tanah. Alat
pemukul berupa palu (hammer) yang beratnya disesuaikan dengan tiangnya. Palu
28
tiang pancang adalah alat yang digunakan untuk memberi energi yang cukup kepada
tiang pancang untuk menembus tanah.
Biasanya dalam pelaksanaan diperlukan alat bantu berupa tripod atau crane
(menara). Mobil crane dapat dijalankan di atas rel yang disediakan atau berupa roda
lantai dan bila tanah sangat lemah roda diganti dengan rakit baja (beton).
a. Drop hammer (Blok-pancang)
Alat ini digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan ringan dalam pelaksanaannya
digunakan tenaga manusia. Karakteristik hammer dengan berat berkisar 0,5-2,5 kN
dengan anggapan bahwa kemampuan tenaga manusia 150 N/orang. Dengan
kecepatan rata-rata 4 pukulan /menit, dimana setiap jumlah pukulan mencapai
sebanyak 30 kali. Umumnya dibuat kalendering merupakan catatan berapa cm
masuknya tiang ke dalam tanah.
Drop hammer terdiri dari pemberat logam yang dicocokkan pada sebuah kait
pengangkat dan panduan yang untuk melintas ke bawah pengarah dengan bebas dan
letak yang tepat. Kait tersebut dihubungkan dengan sebuah kabel yang terletak di
atas sebuah blok roda katrol alur yang dihubungkan dengan sebuah trombol
penggerek (hoisting drum). Pemberat tersebut diangkat dan disandungkan, hingga
dapat jatuh bebas dan menumbuk tiang pancang. Tumbukan tersebut mendorong
tiang pancang masuk ke dalam tanah. Kerugian utama adalah kecepatan yang lambat
dari pukulan dan panjang pengaruh yang diperlukan selama pemancangan awal
untuk mendapatkan ketinggian jatuh secukupnya guna mendorong tiang pancang
tersebut.
b. Single Acting Hammer (Palu Kerja Tunggal)
Palu kerja tunggal diidealkan dalam gambar 3.2. Uap atau tekanan udara
digunakan untuk mengangkat balok besi panjang sampai ke ketinggian yang
diperlukan. Balok besi panjang tersebut kemudian jatuh karena gravitasi ke dalam
landasan (anvil), yang mentranmisikan energi tumbukan ke blok sungkup, dan
kemudian ke tiang pancang. Palu dikarekterisasi oleh banyaknya pukulan yang relatif
lambat. Panjang palu haruslah sesuai dengan kecepatan tumbukan (h atau tinggi jatuh
balok besi panjang), yang tidak sesuai akan memberikan energi pendorong yang
kecil. Banyaknya pukulan persatuan waktu (blow rate) agak jauh lebih tinggi
dibandingkan banyaknya pukulan per satuan waktu dan blok pancang.
29
Sumber : Bowles, 1993
Sumber : Bowles, 1993
Gambar 3.3 Double Acting Hammer
c. Double Acting Hammer (Palu Kerja Rangkap)
Palu ini menggunakan uap untuk mengangkat balok besi panjang dan untuk
mempercepatnya ke bawah. Palu kerja diferensial agak serupa kecuali bahwa
digunakannya lebih banyak control tehadap uap (atau udara) untuk mempertahankan
tekanan konstan (tak berekspansi) pada sisi pemercepat dari pengisap (piston) balok
besi panjang. Penambahan tekanan ini menghasilkan keluaran energi yang lebih
besar per pukulan dibandingkan dengan palu kerja rangkap konvensional. Banyaknya
pukulan per satuan waktu dan keluaran energi biasanya lebih tinggi untuk palu kerja
rangkap, pemakaian uap juga lebih tinggi dibandingkan untuk palu kerja tunggal.
Gambar 3.2 Single Acting Hammer
30
d. Diesel Hammer
Palu diesel terdiri dari sebuah silinder atau lengkungan (casing), balok besi
panjang, balok landasan, dan sebuah system injeksi bahan bakar sederhana. Balok
besi panjang dinaikkan di lapangan pada permulaan operasi, bahan bakar
diinjeksikan (disuntikkan) dekat balok landasan, dan balok besi panjang dilepaskan.
Sewaktu balok besi panjang jatuh, maka udara dan bahan bakar menjadi mampat
dan menjadi panas karena pemampatan tersebut; bila balok besi panjang berada di
dekat landasan, maka kalor sudah cukup untuk menyalakan campuran udara-bahan
bakar. Ledakan yang dihasilkan (1) memajukan tiang pancang, dan (2) mengangkat
balok besi panjang. Jika majunya tiang pancang sangat besar seperti dalam tanah
lembek, mak balok besi panjang tidak diangkat oleh ledakan yang cukup untuk
menyalakan campuran udara-bahan bakar siklus selanjutnya, yang mengharuskan
balok besi panjang tersebut diangkat lagi secara biasa. Jelaslah bahwa palu bekerja
paling efesien dalam tanah keras atau pada penembusan yang agak rendah (tiang
pancang dukung titik batuan atau lapisan keras ditemui) ketika pengangkatan balok
besi panjang yang maksimum akan dihasilkan.
Gambar 3.4 Diesel Hammer
Sumber : Bowles, 1993
31
3. Metode Getaran
Sebenarnya getaran ini dihasilkan oleh benda dengan sumbu eksentris yang
diputar di bagian kepala tiang, sehingga getaran yang terjadi di bagian kepala tiang
diteruskan pada ujung tiang lain yang berhubungan dengan tanah. Akibat getaran
yang terjadi, struktur tanah berubah sehingga tiang dapat lebih mudah masuk ke
dalam tanah. Alat ini mempunyai kelebihan antara lain tidak menimbulkan polusi
suara akibat pukulan hammer, getaran yang lembut tidak menimbulkan kerusakan
pada bangunan-bangunan sekitarnya dan selain itu lebih efisien.
4. Metode Semprotan
Metode ini berbeda dengan metode yang lain. Dalam metode ini
memanfaatkan semprotan air dengan tekanan tinggi melalui pipa-pipa yang
ditempatkan di sekeliling tiang. Akibat semprotan air maka butir-butir tanah menjadi
lepas dan kuat dukung tanah menurun tajam sehingga tiang dengan mudah masuk ke
dalam tanah. Biasanya cara ini digunakan untuk lapisan tanah pondasi berupa tanah
berbutir lepas.
3.4.4 Penggolongan Berdasarkan Cara Pengerjaan
1. Displacement Pile
Yaitu tiang pancang dimana dalam pemancanganya tidak dilakukan
penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah di sekitar tiang yang
diabaikan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan.
Berdasarkan banyaknya tanah yang dipindahkan karena pemancangan,
standar klasifikasi yang membedakan displacement pile ada dua, yaitu :
a. Large Displacement Pile, yaitu suatu pemancangan tiang dengan
memindahkan tanah dalam volume yang relative besar.
b. Small Displacement Pile, yaitu tiang pancang yang sewaktu proses
pemancangannya memindahkan tanah dalam volume yang relative kecil.
2. Non Displacement Pile
Adalah tiang pancang dimana pemancangannya dilakukan penggalian terlebih
dahulu dengan menggunakan berbagai cara dan peralatan, kemudian tempat galian
diganti dengan bahan tiang pancang. Berdasarkan cara pemancangan tersebut maka
pada replacement pile terjadi pemindahan tanah.
32
3.5 Kriteria Perencanaan Pondasi
Pondasi tiang hendaknya direncanakan sehingga gaya luar yang bekerja pada
kepala tiang tidak melebihi daya dukung tiang yang diizinkan. Daya dukung tiang
pancang meliputi aspek daya dukung tanah yang diizinkan, teganagn pada tiang
pancang yang diizinkan, dan perpindahan kepala tiang pancang yang diizinkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinann adanya geser
negative (negative skin friction) dan gaya-gaya lain seperti perbedaan tekanan tanah
aktif dan pasif. Perhitungan dan pengevaluasisan tersebut tidak saja dilaksanakan
tehadap tiang secara individu tetapi juga harus dilaksanakn terhadap tiang-tiang
dalam kelompok (pile group). Perencanaan pondasi biasanya dilakukan sesuai
dengan prosedur di bawah ini :
a. Pada langkah awal dilakukan penyelidikan tanah di bawah permukaaan, di
sekelililing dan penyeldikan di sekitarnya. Penyelidikan ini sangat penting dalam
hal penentuan konstruksi tiang.
b. Melakukan perhitungan daya dukung (bearing capacity) yang diizinkan untuk
satu tiang. Daya dukung yang diizinkan didapat dengan memperhatikan ketiga
macam cara arah gaya tekan atau gaya tarik pada arah tegak dan arah mendatar.
c. Setelah daya dukung satu tiang sudah didapatakan maka daya dukung tiang
kelompok perlu diperhitungkan juga. Harga akhir akibat gabungan tiang ini atau
gaya gesekan dinding tiang merupakan daya dukung yang diizinkan untuk
pondasi tiang.
d. Menghitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang dan menentukan
jumlah tiang yang dibutuhkan secara tepat.
e. Setelah reaksi pada kepala tiang dihitung, maka pembagian momen lentur atau
gaya geser tiang dalam vertikal dapat dicari. Untuk tiang yang terbuat dari pipa
baja, perlu dihitung ketebalan platnya, dan untuk tiang pancang yang terbuat dari
beton, banyaknya beton yang diperlukan perlu dihitung secara cermat.
Dalam mengatur letak tiang hendaknya diperhitungkan agar masing-masing
tiang dapat menerima beban yang sama. Untuk pelaksanaannya perlu diperhatikan
factor kekakuan pier dan distribusi bebannya. Walaupun tiang menumpu pada
lapisan tanah yang cukup baik, namun dasar pembagian yang sama untuk setiap tiang
harus tetap dipegang, agar dapat diihindari hal yang tidak diperkirakan sebelumnya
akibat penurunan yang tidak sama.
33
3.6 Kapasitas Dukung Tiang Tunggal
3.6.1 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Statis
a. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian Sondir
Pemeriksaan kekuatan tanah dengan sondir bertujuan untuk mengetahui
kekuatan suatu lapisan tanah berdasarkan pada perlawanan penetrasi konus dan
hambatan lekat. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung
konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan hambatan lekat
adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya per satuan
luas. Data-data ini sangat dibutuhkan dalam perencanaan pondasi tiang.
Static penetration test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir dengan
kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan bekerja (20 kN atau
100 kN), sedang bentuk ujung alat (konis) dibedakan dua tipe sebagai konis biasa
dan bikonis.
a. Konis biasa
Konis biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya
tekanan pada ujung konis saja yang dapat diukur. Cara pelaksanaannya, bagian
inti ditekan sehingga ujung konis masuk ke dalam tanah. Pembacaan P (tekanan
yang diberikan) setiap kedalaman mencapai 20 cm atau kelipatannya demikian
seterusnya. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antar nilai konis dengan
kedalaman. Metode ini dapat dilakukan secara cepat dan hanya saja tidak
diperlukan besarnya hambatan akibat lekatan yang terjadi.
b. Bikonis
Alat ini merupakan pengembangan dari alat konis biasa dan dapat
digunakan untuk menentukan besarnya nilai konis dan lekatan yang terjadi. Pada
prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konis biasa.
Sementara untuk menghitung daya dukung terhadap tahanan ujung (end
bearing) maupun berdasarkan perlekatan antara tiang dan tanah (friction pile)
digunakan rumus 3.1 sebagai berikut:
5
).(
3
).( OJHPANKQi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.1
Dimana:
Qi = kapasitas dukung tiang (t,kg)
34
NK = nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)
A = luas penampang (cm2)
O = keliling tiang (cm)
JHP = jumlah hambatan lekat / friksi rata-rata (kg/cm)
b. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian SPT
Metode ini menggunakan jenis alat yang sederhana, berupa tabung standar
dengan diameter 5 cm dan panjang 56 cm. Pelaksanaan dilakukan di dasar lubang
bor. Pada prinsipnya cara pengujian dengan alat ini (SPT) dilakukan sebagai berikut
ini.
Pertama-tama dibuat lubang bor, bila tanah mudah runtuh dapat digunakan
silinder penahan (casing) dengan diameter > 5 cm. Setelah mencapai kedalaman
yang diinginkan, tabung standar dibenamkan ± 15 cm, dengan maksud agar ujung
tabung standar mengenai tanah asli. Selanjutnya tabung standar dipancang sedalam
30 cm dengan palu yang mempunyai massa 64 kg, tinggi jatuh 76,2 cm atau setara
dengan energi sebesar 0,5 kJ (0,5 kNm).
Dihitung jumlah pukulan untuk memancang tabung standar sedalam 30 cm
(N pukulan) dari hasil tersebut dibuat grafik hubungan kedalaman tanah dan jumlah
pukulan (N) serta profil bor.
Meyerhof (1956) menggunakan dua macam rumus, yaitu:
a. Tiang berpenampang bundar
spu ANANP ..2,0..40 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.2
b. Tiang berpenampang H atau I
spu ANANP ..1,0..40 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . (3.3
Dimana :
Pu = daya dukung maksimum (ton)
N = nilai standar penetrasi pada ujung tiang
= nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang
Ap = luas penampang ujung tiang (m
2)
As = luas selimut tiang (m
2)
35
Cara menghitung Ap dan As
a. Penampang bundar:
3.4
b. Penampang H:
) 3.5
Dimana :
d = diameter tiang (m)
H = tinggi profil (m)
B = lebar profil (m)
L = panjang tiang yang tertanam dalam tanah (m)
Rumus Meyerhof (1956) tersebut sebetulnya lebih tepat digunakan untuk
tiang-tiang yang dimasukan ke dalam lapisan tanah yang berkohesi kecil sampai
cohession less. Faktor keamanan yang digunakan diambil 2-3.
3.6.2 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Dinamis
Perhitungan kapasitas tiang pancang secara dinamis dilakukan dengan
menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari pemancangan tiang.
Untuk menentukan daya dukung tiang pancang, formula dinamis merupakan metode
yang paling tua. Formula dinamis ini biasa disebut formula tiang pancang rasional
yang bergantung pada prinsip-prinsip impuls-momentum. Formula dinamis yang
sering digunakan sekarang ini, didasarkan pada persamaan yang berasal dari prinsip-
prinsip tersebut dan dengan anggapan-anggapan yang disederhanakan.
a. Formula Tiang Pancang Rasional
Formula dinamik telah banyak digunakan untuk meramalkan kapasitas tiang
pancang. Diperlukan suatu cara di lapangan untuk menentukan apakah sebuah tiang
pancang telah mencapai nilai dukung yang cukup selain hanya dengan
pemancangannya ke kedalaman yang telah ditentukan sebelumnya.
36
1. Formula Janbu (1953)
( √
)
)
2. Formula Hiley (1930)
)
3.
3. Formula Kobe
3.
Satuan-satuan untuk simbol berada dalam kurung, yakni (FTL) satuan-satuan
gaya, waktu, dan panjang.
A = luas penampang tiang pancang L2
E = modulus elastisitas FL-2
eh = efisiensi palu
Eh = tenaga palu pabrik yang dipakai persatuan waktu (LF)
g = percepatan gravitasi (LT-2
)
h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)
I = jumlah implus yang menyebabkan kompresi atau perubahan momentum
(FT)
1k = kompresi blok topi elastic dan topi tiang pancang yang betuknya adalah
AEPuL / (L)
2k = pemampatan tiang pancang elastic dan bentuknya adalah AEPuL / (L)
; SF = 4
37
3k = pemampatan tanah elastis, disebut juga gempa analisa persamaan gelombang
(L)
L = panjang tiang pancang (L)
m = massa (berat/g) (FT L)
n = koefisien restitusi
Pu = kapasitas dukung ultimit (F)
s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)
Wr = berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu pemancang,
dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja rangkap) (F)
Wp = berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk berat kosen
kotak) (F)
b. Formula Dinamik Lain dan Pertimbangan Umum
Semua formula yang disajikan dalam tabel di bawah ini kecuali formula
Gates diturunkan dengan menggunakan berbagai asumsi. Karena tafsiran pengalaman
pemakai tidak subyektif serta dipasangkan dengan variabilitas kondisi-kondisi tanah
dan palu, maka formula dinamik tidak mempunyai korelasi yang sangat baik dengan
pengalaman lapangan, khususnya bila digunakan oleh orang-orang lain dalam
kawasan geografis yang berbeda atau untuk perbandingan statistik.
Jika kita mendefinisikan suku tumbukan dalam persamaan Hilley (1930)
sebagai,
3.
dengan mengambil nilai n2 Wr / Wp 0, maka kita dapatkan,
3.10
yang menjadi titik tolak untuk beberapa faktor formula.
38
Tabel 3.1 Beberapa formula tiang pancang dinamik
Kode Bangunan Nasional Kanada (gunakan SF = 3)
32
1
CCs
CEeP hh
u
pr
pr
WW
WnWC
)5,0(2
1
A
PC u
22
0001,03
E
LC
Perhatikan bahwa satuan-satuan dari 32CC sama seperti s .
Rumus Denmark (Olsen dan Flaate (1967)) (gunakan SF = 3 sampai 6)
1Cs
EeP hh
u
AE
LEeC hh
2
..1
(satuan dari s)
Rumus Eytelwein (gunakan SF = 6) ( Chellis (1941))
)/(1,0 rp
hhu
WWs
EeP
Rumus Gates (Gates (1957)) (gunakan SF = 3)
)log(. sbEeaP hhu
uP = kips atau kN hE = kips, kaki atau kN.m
s = inchi atau mm a = 27 Fps; 104,5 SI b = 1.0 Fps; 2,4 SI
he = 0,75 untuk drop hammer dan 0,85 untk semua palu yang lain.
Janbu (lihat Olsen dan Flaate (1967), Mansur dan Hunter (1970)) (gunakan SF = 3
sampai 6)
sK
EeP
u
hhu
.
r
p
dW
WC 15,075,0
d
duC
CK
11
2
. ..
AEs
LEe hh
Gunakan satuan-satuan yang sesuai untuk menghitung uP . Ada ketaksepakatan
dalam penggunaan he karena he tersebut muncul dalam dC ; tapi, kecocokan
statistik cenderung menggunakan he seperti yang diperhatikan.
Rumus-rumus ENR yang diubah (gunakan SF = 6)
pr
prhh
uWW
WnW
s
EeP
.
1,0
.25,1 2
(ENR (1965)
Menurut AASTHO (bagian 2.3.6 dan SF = 6; terutama untuk tiang pancang kayu)
1,0
).(.
s
pAWheP
rrh
u
Untuk palu uap kerja rangkap ambil rA = luas penampang blok besi panjang dan
39
= tekanan uap (atau udara); untuk yang kerja tunggal dan gravitas pAr. = 0.
Gunakan satuan yang sesuai. Ambil he 1,0. Rumus di atas dan rumus lain dapat
digunakan untuk baja dan tiang pancang beton.
Rumus Navy-McKay (gunakan SF = 6)
)3,01( 1Cs
EeP
hh
u
r
p
W
WC 1
Kode Bangunan Uniform Pantai Pasifik (PCUBC) (dari Kode Bangunan Uniform,
Bab 28) (gunakan SF = 4)
2
1
Cs
CEeP hh
u
pr
pr
WW
WkWC
.1
k = 0,25 untuk tiang pancang baja
AE
LPC u .
2 k = 0,10 untuk semua tiang pancang lain
Pada umumnya mulailah dengan 2C = 0,0 dan hitunglah nilai uP ; reduksilah nilai
sebesar 25 persen; hitunglah 2C dan nilai uP yang baru. Gunakan nilai uP ini
untuk menghitung 2C yang baru, dan begitu seterusnya, sampai uP yang
digunakan uP yang dihitung.
Sumber : Bowles, 1993
Formula Engineering News Record (ENR) didapat dengan mengumpulkan
semua kehilangan menjadi sebuah faktor tunggal serta dengan mengambil he = 1 untuk
mendapatkan blok pancang/drop hammer,
3.11
dan palu uap,
3.12
Sebuah modifikasi ENR yang terakhir (dan kira-kira seperti yang digunakan
dalam tabel) adalah,
3.13
40
Nilai-nilai k1 yang digunakan disajikan dalam tabel. Nilai efisiensi palu
tergantung pada kondisi palu dan blok topi serta mungkin juga tanah (khususnya untuk
palu diesel).
Tabel 3.2 Nilai efisiensi palu
Jenis Efisiensi he
Blok pancang / drop hammer
Palu kerja tunggal
Kerja rangkap atau diferensial
Palu diesel
0,75 – 1,00
0,75 – 0,85
0,85
0,85- 1,00
Sumber : Bowles, 1993
Tabel 3.3 Nilai-nilai 1k
Bahan Tiang Pancang
Tegangan pemancang P/A pada kepala tiang
pancang atau topi, MPa (ksi)
3,5 (0,5) 7,0 (1,0) 10,5 (1,5) 14 (2,0)
k1, mm (in)
Tiang pancang baja atau pipa
-Langsung di atas kepala 0 0 0 0
-Langsung di atas kepala tiang
pancang kayu 1,0 (0,05) 2,0 (0,10) 3,0 (0,15) 5,0 (0,20)
Tiang pancang beton pracetak 3,0 6,0 (0,25) 9,0 (0,37)
12,5
(0,50) Dengan paking 75 – 100 mm di dalam topi
Baja tertutup cap yang berisi bantalan 1,0 (0,04) 2,0 (0,05) 3,0 (0,12) 4,0 (0,16)
kayu untuk tiang baja H atau tiang pipa
Piringan fiber 5 mm diantara dua pelat 0,5 (0,02) 1,0 (0,04) 1,5 (0,06) 2,0 (0,08)
baja 10 mm Sumber : Bowles, 1993
41
Tabel 3.4 Nilai koefisien restitusi
Bahan N
Kayu geruk
Tiang pancang kayu (ujung tidak mengerut)
Bantalan kayu pampat di atas tiang pancang baja
Bantalan kayu pampat pada tiang pancang baja
Landasan baja di atas baja, baik di atas baja maupun tiang
pancang beton
Palu besi cor di atas tiang pancang beton tanpa topi
0
0,25
0,32
0,40
0,50
0,40
Sumber : Bowles, 1993
3.7 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dengan Metode Loading Test
(Bowles, 1993)
Pengujian tiang pancang dengan cara ini didasarkan pada analisis data hasil
rekaman getaran gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu
pancang. Pile Driving Analyzer (PDA) adalah mengukur regangan dan dipasang di
bagian atas tiang, minimum 2d dari ujung tiang. Regangan dan percepatan
gelombang akibat tumbukan alat pancang diukur dengan menggunakan strain
transducer dan accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua accelerometer
dipasang pada bagian atas tiang (minimum 1,5 diameter dari kepala tiang).
Tujuan pemasangan dua buah instrumen untuk masing-masing pengukuran
adalah untuk mendapatkan data yang lebih (rata-rata) disamping sebagai faktor
keamanan apabila salah satu instrumen tidak bekerja dengan baik. Hasil pengukran
direkam dengan alat Pile Driving Analyzer (PDA), dan dianalisis dengan cara yang
dikenal dengan nama ‘Case Method’, berdasarkan teori gelombang satu dimensi (one
dimensional wave theory).
3.8 Kapasitas Dukung Kelompok Tiang
3.8.1 Jarak Antar Tiang dalam Kelompok
Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga
Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiang adalah:
S = (2,5-3,0)B ; dimana: Smin= 0,6 meter ; Smaks = 2,0 meter
42
Dimana :
S = Jarak antar sumbu tiang dalam kelompok
B = Lebar atau diameter tiang
Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut :
1. Bila S < 2,5 B
- Tanah di sekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik berlebihan karena
terdesak oleh tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
- Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan akan
terangkat.
2. Bila S > 3,0 B
- Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi dari poer
(footing)
Sumber : suryolelono
3.8.2 Efisiensi Kelompok Tiang
[ ) )
] 3.14
Dimana :
m = jumlah tiang dalam deretan baris
n = jumlah tiang dalam deretan kolom
Gambar 3.6 Pola-Pola Kelompok Tiang
Pancang
43
θ = arc tan (d/s) dalam derajat
s = jarak antar tiang (as ke as)
d = diameter tiang
3.8.3 Daya Dukung Kelompok Tiang
3.15
dimana:
Pa = daya dukung tiang tunggal dalam kelompok
n = Jumlah tiang
Eg = faktor efisiensi tiang
Dari hasil perhitungan ini maka nilai Pa yang didapat harus lebih besar
dari nilai beban luar maksimum yang diizinkan.
3.9 Gambaran Umum Pile Cap
Pada suatu konstruksi bangunan pondasi sering didapati pondasi tiang
pancang kelompok. Di atas tiang pancang kelompok biasanya diletakkan suatu
konstruksi yang disebut Pile Cap yang berfungsi untuk mempersatukan kelompok
tiang pancang tersebut.
Dalam perhitungan-perhitungan Pile Cap dianggap atau dibuat kaku sempurna
sehingga :
Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut
menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pile cap tetap
akan merupakan bidang datar.
Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan
tiang-tiang tersebut.
3.10 Jenis-Jenis Pile Cap
Meskipun pada tiang berdiameter besar atau untuk beban yang ringan sering
digunakan pondasi tiang tunggal untuk memikul kolom atau beban struktur, pada
lazimnya beban kolom struktur atas dipikul oleh kelompok tiang atau pile cap. Tetapi
dalam hal pengelompokan tiang baik pada ujung maupun keliling tiang akan terjadi
overleping daerah yang mengalami tegangan-tegangan akibat beban kerja struktur.
44
1 Pile
Jenis-jenis Pile Cap
2 Pile 3 Pile 4 Pile 5 Pile
6 Pile 7 Pile 8 Pile 9 Pile
10 Pile 11 Pile 12 Pile
14 Pile 15 Pile 16 Pile
13 Pile
Di bawah ini adalah beberapa tipe pile cap seperti terlihat pada gambar 3.7 .
Sumber : suryo lelono
Gambar 3.7 Jenis-jenis pile cap
3.11 Perhitungan Tulangan Pile Cap
Pada perhitungan pile cap yang akan di bahas adalah mengenai perhitungan
pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile.
3.11.1 Perhitungan-perhitungan pembebanan kolom
Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur
program SAP 2000. Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat : pembebanan
pelat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input SAP 2000. Pada
perhitungan pembesian kolom ini akan menggunakan perhitungan momen dan gaya
aksial yang didapat dari output program SAP 2000.
Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan
Pembebanan pada plat Atap
Pembebanan pada lantai 3
Pembebanan pada lantai 2
Pembebanan pada lantai 1
45
Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax.
3.11.2 Perhitungan tulangan pile cap
Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi
pengikat yang diberi nama pile cap. Tulangan Pile Cap ini diperhitungkan dengan
memperhatikan tegangan pons atau tegangan geser. Adapun tahap-tahap
perhitungannya yaitu:
Intensitas beban rencana pilecap
u
A
kolomp 3.16)
Hitung jarak pelimpahan geser dari kolom ke pile cap (B)
B = lebar kolom + (1/2 d).2 3.17)
Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang adalah :
Vu = Pu (A-B 2 ) (3.18)
Kuat geser adalah :
Vc = dbocf .'4 . . . . . 3.19)
Vn = Vc / = Vc / 0,8
Bila Vc > Vn maka pile cap memenuhi persyaratan geser
Kemudian dilanjutkan dengan mencari berat sendiri dari pile cap yaitu volume
ukuran pile cap.
Setelah didapat beban sendiri pile cap dicari beban per tiang pancang :
Beban per tiang pancang gjumlahtian
ritiangberatsendiPkolom
Beban merata pilecap (q) = lebar pilecap x tinggi pilecap x beton
Pada rencana pile cap dicari momen maksimum, yang dilanjutkan dengan mencari
jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat tulangan tarik (d) :
D = h – ( h selimut beton + tulangan sengkang + 2/1 tulangan utama) ...........(3.20)
46
Momen maksimum digunakan untuk mencari k
2db
MuK
(3.21)
fc
fym
85,0 (3.22)
fy
mRn
m
211
1 (3.23)
Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus
dbAs . . . . . . . .(3.24)
Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui
tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.