Upload
hoangquynh
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-1
BAB III
TEKNOLOGI PEMANFAATAN SAMPAH KOTA BANDUNG
SEBAGAI ENERGI
Waste-to-energy (WTE) merupakan konsep pemanfaatan sampah menjadi
sumber energi. Teknologi WTE itu sendiri sudah dikenal di dunia sejak tahun
1960-an dan mulai dikembangkan pada dekade 1980-an. Tetapi kemudian pada
awal 1990 perkembangannya terhambat oleh opini publik mengenai insinerator
sampah dan faktor lingkungan.
Negara-negara maju di Amerika dan Eropa serta Jepang sudah
memanfaatkan sampah mereka sebagai pembangkit energi listrik. Di Amerika
terdapat lebih dari 140 PLTSa dengan total pembangkitan sebesar 2,5 GW, energi
ini setara dengan 32 juta barel minyak per tahun. Sedangkan untuk Asia Tenggara,
Singapura telah mengoperasikan pembangkit Ulu Pandan (16 MW) dan Tuas (19
MW) dengan kapasitas 1600 dan 2000 ton/hari.
III.1. Teknologi Waste To Energy (WTE)
Ada beberapa macam teknologi pemanfaatan sampah menjadi energi,
diantaranya yang banyak digunakan adalah: (1) Pembakaran langsung (mass-
burn), (2) Gasifikasi, dan (3) Biogas. Ketiga teknologi ini berbeda dalam proses
pengkonversian sampah menjadi energi dan cara penanganan sampahnya
III.1.1. Pembakaran Langsung
Dalam konsep pembakaran langsung, sampah dibakar praktis pada kondisi
sesuai keadaan yang diterima tanpa mengalami pemrosesan yang rumit terlebih
dahulu. Pemrosesan yang diperlukan hanya bertujuan untuk mengurangi kadar air
sampah. Pada konsep ini sampah yang telah dipilah-pilah dibakar dalam ruang
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-2
bakar untuk menghasilkan panas yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai
penggerak turbin uap.
Konsep ini telah banyak digunakan di negara-negara lain dan telah terbukti
pada skala komersial dengan efisiensi pembangkit berkisar pada 20%.
Keuntungan utama dari sistem ini adalah reduksi volume sampah sampai dengan
10% dan proses pengolahan sampah yang minimal. Yang perlu diperhatikan
dalam konsep pembakaran langsung adalah hasil pembakaran sampah yang
berupa abu dan gas buang. Teknologi pembakaran langsung yang diterapkan saat
ini telah dilengkapi dengan proses penanganan hasil pembakaran yang rumit
untuk memenuhi standar emisi yang diperkenankan.
Sumber : Black & Veatch
Gambar 3-1 Teknologi pembakaran langsung
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-3
III.1.2. Gasifikasi
Gasifikasi pada prinsipnya adalah mengkonversi sampah menjadi
syngas—gas yang utamanya terdiri atas hidrogen dan karbon oksida—dengan
metode kekurangan udara. Gas ini kemudian dapat langsung dimanfaatkan
sebagai penggerak turbin gas, atau dimanfaatkan sebagai bahan bakar—setelah
dibersihkan dari hidrogen sulfida dan amonia—pada turbin uap. Proses gasifikasi
ini menggunakan komponen utama yang disebut gasifier.
Perbedaan yang mendasar dengan sistem pembakaran langsung adalah
pada metode ini sampah yang telah disolidifikasi dan dikeringkan dimasukkan ke
dalam gasifier untuk mengalami proses perubahan menjadi gas tanpa melalui
proses pembakaran (pyrolisis). Hal ini dimungkinkan karena jumlah udara dalam
gasifier diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai terjadi pembakaran. Proses
pembakaran hanya terjadi pada tahap akhir dalam gasifier (oksidasi).
Gambar 3-2. Proses gasifikasi
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-4
Karena sifatnya di atas, proses gasifikasi ini memerlukan pemrosesan
sampah terlebih dulu agar menjadi lebih homogen, sehingga perilaku gas yang
dihasilkan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Oleh sebab itu, gasifikasi akan
menjadi lebih efektif jika menggunakan RDF (refuse derived fuel).
III.1.3. Biogas
Biogas dihasilkan dari proses anaerobic fermentation. Proses ini
merupakan proses biologis dimana zat-zat organik pada sampah diuraikan oleh
bakteri mikrobiologis. Proses penguraian ini kemudian akan menghasilkan gas-
gas yang mudah terbakar seperti gas metan (CH4). Gas metan ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam motor bakar.
Karena prosesnya merupakan proses biologis yang sangat tergantung pada
bakteri, proses ini memerlukan waktu yang lama dan hanya dapat menghasilkan
listrik dengan skala yang kecil. Proses yang diperlukan sekitar 4-6 minggu dengan
1 m3 menghasilkan 1,25 kWh. Selain itu proses biogas ini hanya dapat diterapkan
untuk sampah organik, sehingga akan lebih menguntungkan jika dimanfaatkan
pada sampah pertanian atau peternakan.
Gambar 3-3 Proses Biogas
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-5
III.2. Usulan Teknologi Yang Digunakan
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam memilih teknologi yang tepat
perlu dipertimbangkan keuntungan dan kerugian masing-masing teknologi.
Pertimbangan pemilihan teknologi ini juga disesuaikan dengan kondisi
persampahan kota Bandung yang memerlukan penanganan secara cepat.
Tabel 3-1 Perbandingan teknologi waste-to-energy
Pembakaran Langsung
Poin Gasifikasi Poin Biogas Poin
Proses konversi
Termal, cepat 3 Termal, cepat 3 Biologis, pelan
1
Reduksi sampah
85-90% 3 80-85% 3 50-70% 1
Daya yg dihasilkan
Besar 3 Menengah 2 Kecil 1
Jenis sampah
Semua yg dpt terbakar
3 Semua yg dpt terbakar
3 Organik 1
Pemrosesan sampah
Minimal 3 RDF 1 Sorting 2
Keperluan lahan
Sedang 2 Sedang 2 Besar 1
Limbah berbahaya
Perlu kontrol emisi yang ketat
1 Relatif bersih 2 Aman 3
Biaya investasi
Besar 2 Besar 2 Kecil 3
Dari tabel perbandingan di atas, jika dilihat dari sisi energi yang dihasilkan
dan proses reduksi sampah maka teknologi pembakaran langsung memiliki poin
lebih daripada kedua proses yang lain terutama biogas. Sedangkan dari segi
pemrosesan sampah maka pembakaran langsung memiliki keunggulan dibanding
gasifikasi, selain itu teknologi pembakaran langsung lebih sederhana dan sudah
terbukti secara skala komersial. Selain itu, kondisi sampah kota Bandung yang
memiliki kadar zat terbang yang relatif tinggi dapat mengakibatkan perilaku gas
yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan jika menggunakan teknologi
gasifikasi.
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-6
Berdasar alasan-alasan di atas, dan hasil analisa mengenai nilai
keterbakaran sampah kota Bandung yang layak bakar, maka teknologi yang
dipilih sebagai solusi atas permasalahan sampah di kota Bandung dan krisis energi
di Indonesia adalah pembakaran langsung.
III.3. Teknologi Pembakaran Langsung
Proses pengolahan sampah menjadi energi ini melalui beberapa proses dan
peralatan. Karena teknologinya yang telah terbukti skala komersial dan telah
mengalami berbagai perekayasaan, teknologi ini juga memiliki berbagai variasi
komponen—terutama teknologi tungku pembakarannya.
III.3.1. Gambaran Umum Proses
Gambaran umum proses teknologi pembakaran langsung ini dapat dilihat
dari gambar 3-4. Proses dimulai dari pembuangan sampah yang diangkut oleh truk
sampah (1) ke dalam ruang penyimpanan sampah (storage pit) (2). Luas tempat
pembuangan dan penyimpanan sampah ini merupakan fungsi dari laju truk yang
masuk PLTSa dan kapasitas laju sampah yang akan diproses pada PLTSa.
Kapasitas ruang penyimpanan ini biasanya didesain untuk menampung sampah 2
hari. Untuk mencegah bau keluar dari PLTSa, udara ditarik ke dalam tungku
pembakaran sebagai campuran pembakaran. Pemasukan sampah ke ruang
pembakaran menggunakan crane (3) yang sekaligus berfungsi mencampur
sampah agar lebih homogen dan memisah-misah komponen yang tidak terbakar.
Sampah kemudian dimasukkan ke dalam corong pengumpan sampah (4)
yang langsung menuju tungku pembakaran (5). Sampah yang masuk tungku
pembakaran langsung dibakar pada grate (6) dengan pencampuran udara
undergrate. Sampah yang dibakar ini menghasilkan gas-gas yang bervariasi yang
kemudian menuju ke combustion chamber (7) dimana juga terjadi pembakaran
dengan meniupkan udara overfire. Panas dari hasil pembakaran ini kemudian
dimanfaatkan oleh boiler (8) untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk
menggerakkan turbin (9).
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-7
Karena teknologi pembakaran langsung ini dapat menghasilkan gas-gas
yang relatif berbahaya, maka diperlukan fasilitas pengolahan udara agar udara
yang dibuang keluar memenuhi standar emisi udara. Fasilitas ini berupa
penginjeksian amonia (10) untuk mengontrol NOx, dry scrubber (11) untuk
mengontrol SO2, dan baghouse (12) sebagai penyaring udara. Untuk menjamin
aliran udara yang melewati fasilitas pengolahan udara, dipasang fan (13) yang
juga dapat berfungsi meniupkan udara untuk pembakaran di ruang pembakaran.
Udara yang telah melewati proses penyaringan tadi kemudian dibuang melalui
cerobong (14)
Selain menghasilkan panas dan gas, pembakaran sampah ini juga
menyisakan abu dan material-material yang tidak terbakar. Abu dan material-
material yang tidak terbakar ini jatuh dari grate ke quench tank (15) untuk
kemudian dibuang ke landfill atau dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
batako (16)
Sumber : Integrated Solid Waste Management
Gambar 3-4 Skema PLTSa
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-8
III.3.2. Rekayasa Teknologi Tungku Pembakaran Sampah
Peralatan yang unik pada fasilitas pengolahan sampah menjadi energi
dengan teknologi pembakaran langsung ini adalah tungku pembakaran. Ada
beberapa macam teknologi tungku pembakaran sampah yang telah terbukti secara
skala komersial:
Waterwall Furnace
Refractory Furnace
Rotary Kiln Furnace
Water Cooled Rotary Combustor Furnace
Controlled Air Furnace
Waterwall Furnace
Sampah padat dibakar diatas pembakaran di dalam tungku dengan dinding
yang dilengkapi pipa-pipa berisi air. Panas dari sampah yang terbakar dan gas
pembakaran dipindahkan ke air pada dinding tungku yang akan menghasilkan
uap. Uap ini akan digunakan untuk menggerakkan turbin kemudian menghasilkan
energi listrik atau digunakan untuk proses energi. Tungku di dinding air ini
memiliki efisiensi pemanfaatan panas paling tinggi diantara teknologi pembakaran
langsung lainnya.
Sumber: Veatch & Black
Gambar 3-5 Waterwall furnace
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-9
Ketersediaan udara-lebih sebesar 80 % hingga 100 % diperlukan untuk
memungkinkan terjadinya pembakaran lengkap dan mencegah terjadinya korosi
karena pengaruh gas asam yang dihasikan dari proses pembakaran sampah padat.
Kapasitas minimum tungku ini adalah 200 ton/hari, kapasitas maksimumnya 3150
ton/hari.
Tetapi karena penyerapan panas yang tinggi pada tungku ini, maka
dikhawatirkan suhu pembakaran sampah—dengan menggunakan sampah kota
Bandung—yang mensyaratkan agar temperatur pembakaran 800-1000°C tidak
tercapai.
Refractory Furnace
Pada tungku jenis ini, sampah padat dibakar pada tungku dengan
refractory-line. Gas hasil pembakaran sampah di dalam tungku akan mengalir
melalui penghasil uap tipe pertukaran panas konveksi.
Dinding tungku jenis ini terbuat dari bahan yang mampu menahan panas.
Tidak terjadi pemanfaatan/pengembalian panas di dalam tungku. Gas atau panas
yang dihasilkan oleh pembakaran akan mengalir melewati penghasil uap tipe
konveksi.
Sumber : Veatch & Black
Gambar 3-6 Refractory furnace
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-10
Pada tungku jenis ini tidak menggunakan perpindahan radian dari sampah
yang terbakar dan gas hasil pembakaran. Tungku refraktori ini memerlukan suplai
udara yang lebih banyak dari pada tungku dinding air. Untuk menghindari
terjadinya slagging, temperatur di dalam tungku harus dijaga tidak melebihi 1800°
F. Boiler konveksi berada pada bagian akhir dari tungku.
Karena boiler konveksi yang berada di bagian akhir dari tungku maka
tungku ini relatif lebih aman dari gas hasil pembakaran sampah yang dapat
menimbulkan korosi pada pipa uap.
Rotary Kiln Furnace
Tungku jenis ini merupakan salah satu varian dari tungku refraktori.
Sampah padat dibakar di dalam ruang bakar dimana pada saat bersamaan sampah
tersebut dicampur dengan menggunakan mekanisme guncangan. Terdapat dua
bagian ruang bakar. Pembakaran sampah dan gas hasil pembakaran yang lengkap
terjadi di dalam ruang bakar bagian ke dua.
Sumber: Veatch & Black
Gambar 3-7 Rotary kiln furnace
Pada tungku tipe ini terdapat pengering sampah dan penyala awal sebelum
masuk ke ruang bakar utama yang berfungsi meningkatkan tingkat pembakaran
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-11
bahan bakar. Pertimbangan utama dalam perancangan tungku ini terutama adalah
pada sistem grate berputarnya. Grate berputar ini menyediakan pembakaran
karbon yang lebih baik untuk jenis sampah yang komposisinya bervariasi.
Water-Cooled Rotary Combustor Furnace
Tungku jenis ini merupakan kombinasi dari tungku dinding air dan tungku
berputar (rotary kiln furnace). Sampah padat dibakar di dalam ruang bakar
dimana pada saat bersamaan sampah tersebut dicampur dengan menggunakan
mekasime guncangan, dinding dari ruang bakar dilengkapi dengan saluran-saluran
yang berisi air. Uap dihasilkan pada dinding ruang bakar dan juga melalui bagian
konveksi boiler.
Sumber Veatch & Black
Gambar 3-8 Water-cooled rotary combustor furnace
Putaran tungku ini akan menyebabkaan sampah yang terdapat di dalamnya
akan teraduk pada sumbu geraknya. Pembakaran yang terjadi di dalam tungku
terbagi ke dalam empat tahap. Tahap pertama dan kedua berfungsi untuk
mengeringkan dan menyalakan sampah. Tahap tiga dan empat merupakan bagian
yang paling panas dimana pembakaran primer terjadi. Temperatur di dalamnya
mencapai 1000°C. Gerakan berputar dari tungku menghasilkan turbulensi aliran
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-12
udara sehingga udara yang diperlukan untuk proses pembakaran jumlahnya tidak
banyak.
Setelah selama 30 menit berada di dalam pembakar, abu dan sisa sampah
yang belum terbakar akan dimasukkan ke dalam pembakar lanjut dimana sisa
bahan bakar tadi akan dibakar lagi.
Kapasitas minimum tungku ini adalah 48 ton/hari, kapasitas
maksimumnya 2688 ton/hari. Tungku putar ini akan berputar dengan kecepatan 5
hingga 20 putaran per jam. Kemampuan tungku jenis ini di dalam membakar
sampah dengan nilai kalori yang rendah dan kandungan uap air yang tinggi lebih
bagus apabila dibandingkan dengan tungku waterwall.
Controlled Air Furnace
Tungku jenis ini merupakan salah satu pengembangan dari tungku tipe
refraktori. Tungku jenis ini sesuai untuk unit-unit pembakaran kecil atau dalam
tipe modular. Tungku ini memiliki dua buah ruang bakar. Suplai udara yang
banyak pada ruang bakar pertama berfungsi untuk mendapatkan pembakaran
lengkap.
Ruang bakar kedua menggunakan udara dalam jumlah yang kecil dengan
tujuan untuk memungkinkan terjadinya proses pirolisis. Pada ruang bakar kedua
ini akan dilakukan penambahan bahan bakar sehingga dapat terjadi pembakaran
lengkap gas yang terbakar.
Tungku yang dipilih
Berdasar uraian-uraian di atas mengenai teknologi tungku pembakaran
sampah, maka yang paling sesuai dengan sampah kota Bandung adalah tungku
refractory atau variannya. Tungku ini dipilih karena dengan sampah kota
Bandung yang memiliki nilai kalor yang rendah—karena kadar air yang tinggi—
BAB III Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota Bandung Sebagai Energi
III-13
diharapkan temperatur pembakaran di dalam tungku dapat melebihi 800°C,
tungku ini juga dapat diharapkan agar temperatur pembakaran tidak melebihi
1000°C. Teperatur pembakaran di bawah 800°C dapat menimbulkan dioksin yang
merupakan karsinogen, sedangkan temperatur di atas 1000°C dapat memunculkan
gas NOx.
Sedangkan grate yang dipilih dapat berupa reciprocating grate dengan
beberapa modifikasi. Modifikasi ini adalah bertujuan untuk mencampur sampah
agar lebih dapat terbakar sempurna sekaligus dapat mengeringkan sampah
sebelum memasuki tungku.