Upload
hadiep
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
34
BAB III
PEMIKIRAN DANAH ZOHAR DAN IAN MARSHALL TENTANG
KECERDASAN SPIRITUAL
A. Riwayat Hidup Danah Zohar dan Ian Marshall serta Karya-karyanya
Danah Zohar dan Ian Marshall adalah pasangan suami istri yang aktif
menulis buku dan memandu lokakarya internasional. Mereka sekarang tinggal
di Oxford, Inggris bersama kedua anaknya. Danah Zohar sendiri dilahirkan
dan mengenyam pendidikan di Amerika. Zohar adalah seorang fisikawan,
filosof dan eduaktor management yang sering menjadi pembicara di
konferensi internasional mengenai bisnis, pendidikan dan kepemimpinan.
Zohar juga telah mengadakan in-house presentation di banyak organisasi
seperti Volvo, Shell, British Telecom, Motorola, Philips, Skondia Insurance,
UNESCO, The Young President's Organization, dan The European Cultural
Foundation.
Semasa mudanya Zohar mengidolakan para pemimpin negerinya yang
selalu membicarakan cita-cita dan nilai-nilai. Mereka adalah John F. Kennedy,
Martin Lutter King dan Bobby Kennedy. Keluarga Zohar merupakan keluarga
kelas menengah yang mapan. Sejak masih muda dia sudah bergelut dengan
pencarian makna, jalan hidup dan visi yang dapat meletakkan perbuatan yang
dia jalani ke dalam kerangka makna yang lebih luas. Gelar B.Sc Physics dan
Philosophy diperolehnya di Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada
tahun 1966. Kemudian dia menyelesaikan karya doktoralnya di Harvard
University dalam bidang psikologi dan teologi dari tahun 1966 sampai 1969.
Zohar belajar lagi Hebrew University, Yerusalem pada tahun 1969 sampai
1971. Sekarang Zohar menjadi anggota dari Cranfield School of Management.
Dia juga mengajar di Oxford Strategic Leadership Programme di Oxford
University. Saat ini Zohar menjadi dosen yang terpandang di dunia.
35
Dr. Ian Marshall adalah seorang psikiater dan psikoterapis yang
berorientasi jungian.1 Dia meraih gelarnya dalam bidang psikologi dan filsafat
di Oxford University lalu mengambil gelar medisnya di University of London.
Marshall adalah psikiater, psikoterapis dan penulis beberapa makalah
akademis mengenai sifat pikiran. Sehari-harinya Marshall bekerja sebagai
seorang konselor.
Danah Zohar dan Ian Marshall secara berpasangan ataupun sendirian
telah menerbitkan buku-buku dan karya-karya ilmiah lainnya. Diantaranya :
1. SQ : Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence (London :
Blommsbury, 2000) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul SQ,
Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan
Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Dalam buku ini diuraikan tentang
kecerdasan jenis ketiga yang dimiliki oleh manusia yaitu kecerdasan
spiritual (SQ). Melalui data-data ilmiah dibuktikan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan internal bawaan otak. Sejak lahir manusia
memiliki potensi untuk cerdas secara spiritual karena melalui kerja syaraf-
syaraf yang ada di otak, manusia memiliki kemampuan untuk memiliki
kesadaran akan siapa dirinya, kesadaran akan nilai, makna hidup, dan
tujuan terdalam dalam kehidupan.
2. Spiritual Capital : Wealth We can Live by Using Our Rational, Emotional
and Spiritual Intelligence to Transform Ourselves and Corporate Culture
(London : Blommsbury, 2004) diterjemahkan oleh Mizan dengan judul
Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis. Buku ini
menunjukkan bagaimana SQ (kecerdasan spiritual) diberi tempat didalam
dunia bisnis. Bisnis dengan SQ tetap berorientasi profit, tapi bukan hanya
1 Suatu paham yang mengikuti pemikiran Carl Gustav Jung. Jung adalah salah satu dari
murid Sigmund Freud yang kecewa terhadap pandangan gurunya yang hanya memberi penekanan secara berlebihan pada seksualitas. Carl Jung mengajukan teorinya mengenai ketidaksadaran kolektif (collective unconscious). Menurutnya ketaksadaran tidak hanya terdiri atas komponen instingtual, tetapi juga spiritual. Jiwa tidak hanya mengandung the personal unconscious tetapi juga the collective unconscious, simpanan pengalaman yang dihimpun oleh nenek moyang kita selama jutaan tahun, "sejarah tak tertulis" dari kemanusiaan sepanjang masa. Lihat Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. xix
36
bagi diri sendiri, melainkan bagi seluruh stakeholder : karyawan, pemilik,
mitra kerja, keluarga, masyarakat, bahkan alam dan seluruh kehidupan di
bumi.
3. The Quantum Self: Human Nature and Consciousness Defined by the Nezu
Physics (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins,
1990).
4. The Quantum Society : Mind, Physics & A New Social Vision (London ;
William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1993). Buku ini
merupakan rangkaian dari buku The Quantum Self. Kedua buku ini
menjadi best seller. Dalam buku ini diuraikan tentang bahasa dan prinsip
quantum fisika kedalam sebuah pemahaman baru tentang kesadaran
manusia, psikologi dan organisasi sosial.
5. Who's Afraid of Schrodinger's Cat ? A Dictionary of the New Scientific
Ideas (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury, 1997).
6. Rewiring the Corporate Brain : Using the New Science to Rethink How
We Structure and Lead Organizations (San Francisco : Berrett Koehler,
1997).
7. Up My Mother's Flgpole (A Humorous Autobiography) (England : Stein
and Day, N.Y. Penguin, 1974).
8. Through the Time Barrier (London : William Heineman, 1982).2
B. Konsep Kecerdasan Spiritual
Sejak awal abad ke-20 kecerdasan manusia diidentikkan dengan IQ
(intelligence quotient). Kecerdasan ini merupakan hasil pengorganisasian
syaraf yang memungkinkan manusia berfikir logis, rasional dan taat asas.
Selama ratusan tahun orang mengukur kecerdasan manusia hanya dengan
kadar intelektualnya, jadi semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin tinggi
pula kecerdasannya. Barulah pada pertengahan tahun 1990-an, Daniel
Goleman mempopulerkan penelitian dari para neurolog dan psikolog yang
2 Riwayat hidup Danah Zohar dan Ian Marshall dapat dijumpai dihampir semua buku-
buku karyanya diantaranya : SQ : Spiritual Intellegence (London : Bloomsbury, 2000), Spiritual Capital (London : Bloomsbury, 2004), The Quantum Self, (London : William Morrow, N.Y Bloomsbury & Harper Collins, 1990). Juga dapat dijumpai di web-site : www.Danahzohar.com
37
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) sama pentingnya dengan
kecerdasan intelektual. Kecerdasan ini membuat kita mampu berfikir asosiatif
dan mengenali pola-pola emosi, termasuk memahami dan memiliki kepekaan
emosi. Emosi merupakan faktor penting dalam kecerdasan manusia. Jika
emosi kita sehat dan matang serta tidak ada kerusakan pada bagian otak yang
terkait, maka kita dapat menggunakan beberapa IQ yang kita miliki secara
lebih efektif. EQ memberi kita rasa empati, cinta, motivasi dan kemampuan
untuk menanggapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat, sehingga dalam
situasi apapun kita dapat bersikap dengan tepat. EQ merupakan prasyarat yang
harus kita miliki agar bisa mengoptimalkan IQ.
Menjelang akhir tahun 1990-an riset neurologis menunjukkan secara
ilmiah bahwa otak memiliki jenis kecerdasan yang ketiga. Jenis kecerdasan
inilah yang kita gunakan untuk mengakses makna yang terdalam, nilai-nilai
fundamental dan kesadaran akan adanya tujuan abadi dalam hidup kita.
Kecerdasan ketiga ini dipopulerkan oleh pasangan suami isteri Danah Zohar
dan Ian Marshall, keduanya telah lama menyelidiki tentang kecerdasan yang
ketiga ini, yang mereka sebut sebagai spiritual quotient (SQ) yaitu kecerdasan
spiritual. Menurut mereka spiritual quotient adalah kecerdasan untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya.3 Lebih lanjut dikatakan bahwa SQ adalah landasan yang
diperlukan untuk menfungsikan IQ dan SQ secara efektif. Bahkan menurut
mereka SQ merupakan kecerdasan tertinggi kita (the ultimate intelligence).4
Jadi SQ memungkinkan seseorang berfikir secara kreatif, berwawasan jauh
kedepan dan mampu membuat bahkan mengubah aturan. Pendek kata, jika
kita menginginkan IQ dan EQ seseorang berkembang optimal maka kita mulai
dengan mengasah kecerdasan spiritualnya.
Pada dasarnya kita, manusia adalah makhluk spiritual, karena dalam
hidup kita selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan-
3 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung : Mizan, 2001), hlm. 4.
4 Ibid.
38
pertanyaan mendasar atau pokok. Misalnya mengapa saya dilahirkan ? Apa
makna hidup saya ? Buat apa saya melanjutkan hidup saat saya lelah, depresi
atau saat merasa kalah ? Apakah yang dapat membuat semua itu berharga ?
Sebenarnya dalam hidup, kita diarahkan, bahkan ditentukan oleh suatu
kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa
yang kita perbuat dan alami. Kita merasakan suatu kerinduan untuk melihat
hidup kita dalam konteks yang lebih lapang dan bermakna, baik dalam
keluarga, masyarakat, karier, agama maupun alam semesta itu sendiri.
Kebutuhan akan makna inilah yang melahirkan imajinasi simbolis, evolusi
bahasa dan pertumbuhan otak manusia yang sangat pesat.
Istilah spiritual yang digunakan oleh Zohar dan Marshall tidak
berhubungan dengan agama atau sistem keyakinan yang terorganisasi lainnya.
Istilah spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti sesuatu yang
memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah sistem. Spiritualitas di sini
dipandang sebagai peningkatan kualitas kehidupan di dunia, alih-alih sebagi
penitikberatan ala pendeta pada nilai-nilai akhirati. Bagi umat manusia hal
yang memberinya kehidupan, bahkan yang juga memberinya definisi yang
unuk adalah kebutuhan kita untuk menempatkan upaya kita dalam satu
kerangka makna dan tujuan yang lebih luas. Yang spiritual dalam diri manusia
membuat kita bertanya mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan dan
membuat kita mencari cara-cara bertindak yang secar fundamental lebih baik.
Unsur ini membuat kita ingin agar hidup dan upaya kita menciptakan
perubahan di dunia.5
IQ dan EQ secara terpisah atau bersama-sama tidak cukup untuk
menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga
kekayaan jiwa serta imajinasinya, karena mereka bekerja didalam batasan,
berbeda dengan SQ yang memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah
aturan dan situasi. Perbedaan penting antara SQ dan EQ terletak pada daya
ubahnya. Dijelaskan oleh D. Goleman sebagaimana dikutip oleh Zohar dan
5 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, Memberdayakan SQ di Dunia Bisnis, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2005), hlm. 136.
39
Marshall bahwa kecerdasan emosional memungkinkan kita untuk
memutuskan dalam situasi apa kita berada lalu bersikap secara tepat dalam
situasi tersebut. Hal ini berarti kita bekerja didalam batasan situasi, dan
membiarkan situasi tersebut mengarahkan kita. Akan tetapi kecerdasan
spiritual memungkinkan kita bertanya apakah kita memang ingin berada pada
situasi tersebut, ataukah kita lebih suka mengubah situasi tersebut atau
memperbaikinya. Ini berarti diri kita bekerja dengan batasan situasi kita, yang
memungkinkan kita untuk mengarahkan situasi itu. Lebih lanjut Menurut
Zohar dan Marshall, SQ mengintegrasikan semua kecerdasan manusia. SQ
menjadikan manusia makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual,
emosional dan spiritual, tetapi merupakan hal yang mungkin ketiga
kecerdasan tersebut (IQ, EQ, dan SQ) berfungsi secara terpisah karena ketiga
memilikinya wilayah kekuatan masing-masing.6
Untuk memahami IQ, EQ dan SQ secara utuh, kita harus memahami
sistem-sistem berfikir yang ada dan pengorganisasian syaraf masing-masing,
yang semua itu berpusat di otak. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, otak
merupakan organ tubuh yang paling kompleks. Otak memproduksi pikiran
sadar yang menakjubkan yaitu kesadaran akan diri dan lingkungan, serta
kemampuan untuk melakukan pilihan bebas dalam kehidupan. Otak juga
menghasilkan dan menstruktur pemikiran kita, memungkinkan kita punya
perasaan, dan menjembatani kehidupan spiritual, memberikan kesadaran akan
makna, nilai dan konteks yang sesuai untuk memahami pengalaman. Otak
memberi kita kemampuan dalam peradaban, persentuhan, penglihatan,
penciuman, dan berbahasa. Ia merupakan tempat penyimpanan memori kita.
Ia pengendalian detak jantung, laju produksi keringat, laju pernapasan dan
berbagai fungsi lain. Otak menjadi jembatan antara kehidupan batin dan dunia
lahiriah kita, ia mampu menjalankan semua itu karena bersifat kompleks,
luwes, adaptif dan mampu mengorganisasi diri.7 Sejalan dengan pendapat di
atas Taufiq Pasaik mengemukakan bahwa otak adalah satu-satunya bagian
6 Ibid., hlm. 5. 7 Ibid., hlm. 36
40
tubuh yang paling berkembang dan secara otomatis dapat mempelajari dirinya
sendiri. Menurutnya ada dua alasan mengapa otak merupakan organ yang
paling penting yaitu, pertama secara biologis ia adalah pusat bagi semua
aktivitas tubuh baik itu kegiatan sadar maupun tidak sadar. Ia layaknya CPU
(Central Processing Unit) dalam sebuah sistem komputer. Kedua, secara
simbolis ia diposisikan pada bagian tubuh teratas dan menempati posisi paling
tinggi dari semua organ tubuh. Ia disimpan dalam batok kepala yang berlapis-
lapis dan sangat kuat, juga direndam dalam cairan (cerebrospinalis)8 yang
diproduksinya sendiri yang membuatnya tahan gempa dan goyangan.9
Lapisan luar otak manusia adalah neo-cortex, dan lapisan ini hanya
dimiliki oleh manusia, tidak dimiliki oleh makhluk lain. Otak neo-cortex
manusia mampu berhitung, belajar aljabar, mengoperasikan komputer,
mempelajari bahasa Inggris, memahami rumus-rumus fisika, melakukan
perhitungan angka-angka yang rumit sekalipun. Dengan mempergunakan otak
neo-cortex, manusia mampu menciptakan pesawat terbang hingga bom nuklir.
Melalui penggunaan otak neo-cortex ini maka lahirlah IQ, kemampuan
intelektual. Hal ini berkaitan dengan kesadaran akan ruang, kesadaran akan
sesuatu yang tampak, dan penguasaan matematika, IQ mampu bekerja
pengukur kecepatan, mengukur hal-hal baru, menyimpan dan mengingat
kembali informasi objektif serta berperan aktif dalam menghitung angka dan
lain-lain.10 Kemampuan intelektual didorong oleh kemampuan otak untuk
berfikir seri. Berfikir atau berproses jenis ini membutuhkan jaringan titik ke
titik secara akurat. Keunggulan berfikir seri adalah tepat dan dapat dipercaya.
Akan tetapi jenis pemikiran yang melandasi Sains Newtonian ini bersifat linier
dan deterministik, jika A pasti B, karena itu jenis pemikiran ini tidak
membuka kemungkinan terjadinya nuansa dan ambiguitas. Ia selalu dalam
8 Merupakan suatu cairan tubuh yang mengisi ventrikel (rongga otak) dan canalis
centralis (saluran dalam sumsum punggung). Lihat Wildan Yatim, Kamus Biologi, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1999), hlm. 41
9 Taufiq Pasaik, Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosains dan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan Pustaka, 2003), cet. 3, hlm. 41.
10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta : Arga, 2004), cet. 5, hlm. 60.
41
satu keadaan on atau off, ini atau itu.11 Menurut James Carse sebagaimana
dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, pemikiran seri adalah finite game
(permainan terbatas). Ia hanya bekerja didalam batas-batas yang telah
ditentukan. Pemikiran ini tidak berguna ketika kita ingin menggali wawasan
baru atau berurusan dengan hal-hal tak terduga.12
Lapisan otak lebih dalam dari neo-cortex adalah lymbic system (lapisan
tengah), lapisan ini terdiri dari talamus, amigdala, hippocampus, hipotalamus,
nucleus kaudatus, putamen. Pada otak tengah ini terletak pengendali emosi
dan perasaan kita, kecerdasan ini telah dianalisa dengan baik oleh Daniel
Goleman dalam bukunya "Emotional Intelligence" atau lebih dikenal dengan
sebutan EQ.13 Jenis pemikiran yang melandasi kecerdasan ini adalah model
berfikir asosiatif struktur otak yang digunakan untuk berfikir asosiatif dikenal
dengan sebutan jaringan syarat (neural network). Berbeda dengan jalur syarat
(neural tract) yang membangun pola berfikir seri dengan sifatnya yang pasti,
taat aturan, setiap neuron dalam jaringan syarat (neural network) bertindak
dan menerima tindakan dari neuron-neuron yang lain secara simultan.
Jaringan ini mampu mengembangkan dirinya sendiri melalui interaksinya
dengan pengalaman. Ia dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman
yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ia juga merupakan jenis pemikiran
yang dapat mengenali nuansa dan ambiguitas.
Selain kedua jenis pemikiran di atas, manusia memiliki jenis pemikiran
ketiga yang bersifat kreatif dan intuitif. Dengannya kita memahami akan
kesatuan (keutuhan) dalam menangkap suatu situasi atau dalam melakukan
reaksi terhadapnya. Pemahaman ini pada dasarnya bersifat holistik atau
kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur
yang terlibat. Kita mempelajari bahasa menggunakan sistem berfikir seri dan
asosiatif, tetapi menciptakan bahasa adalah tugas sistem berfikir jenis ketiga.
Jenis berfikir ketiga yang dimiliki oleh manusia ini dikenal dengan sebutan
jenis berfikir menyatukan (unitive thinking). Kemampuan ini merupakan ciri
11 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 44 12 Ibid. 13 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hlm. 61
42
utama kesadaran dan merupakan kunci dalam memahami argumen neurologis
dari SQ. 14
Dari uraian di atas terlihat bahwa kecerdasan emosi bukanlah sebuah
kecerdasan statis, dia dapat tumbuh dan berkembang seumur hidup dengan
belajar. Cerdas tidaknya emosi seseorang sangat tergantung pada proses
pembelajaran, pengasahan dan pelatihan yang dilakukan sepanjang hayat.
Berbeda dengan IQ yang bersifat tetap, artinya seseorang yang memiliki IQ
rendah tidak dapat direkayasa untuk menjadi seorang yang jenius. Untuk bisa
hidup sukses dan bahagia seseorang tidak cukup hanya memiliki IQ dan EQ.
masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya, yaitu
kecerdasan spiritual. Artinya, IQ memang penting kehadirannya dalam
kehidupan manusia, yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi
efisiensi dan efektivitas. Juga peran EQ yang memegang begitu penting dalam
membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam
meningkatkan kinerja seseorang. Namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-
nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanya akan menghasilkan Hitler-hitler
baru atau Fir'aun-fir'aun kecil di muka bumi.
Secara garis besar, ketiga kecerdasan dasar manusia menurut Danah
Zohar dan Ian Marshall akan disajikan dalam bagan berikut ini.15
Aspek IQ EQ SQ
Struktur Jalur syaraf Jaringan syaraf Osilasi 40 Hz
Cara berfikir Serial Asosiatif Unitif
Tipe berfikir Rasional Emosional Spiritual
Sifat Otomatis, kaku Fleksibel Dapat berubah
Kelebihan/kekurangan Akurat, tepat,
dapat dipercaya
Tidak akurat,
fleksibel
Sangat akurat
Dasar filosofis Newtonian Humanisme Filosofi ketimuran
berkesadaran
14 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 46 15 Taufik Pasiak, op.cit., hlm 136
43
Proses belajar Tidak bisa
belajar
Dapat belajar Dapat belajar
Proses psikologi Prapersonal Personal Transpersonal
Kecerdasan spiritual atau SQ adalah kecerdasan yang berkaitan dengan
hal-hal transenden, hal-hal yang tak terbatas. Ia melampaui kekinian dan
pengalaman manusia. Ia adalah bagian terdalam dan terpenting dari manusia.
Dalam sains, terutama neuroanatomi dan neurokimia membuktikan bahwa SQ
berbasis pada otak manusia. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada
beberapa bukti ilmiah yang membuktikan keberadaan SQ dalam diri manusia
yaitu :
1. Osilasi 40 Hz
Otak manusia tidak sekedar massa sel syaraf material. Karena,
seperti sel-sel jantung yang mengandung muatan listrik, sel-sel otak juga
bermuatan listrik. Komunikasi antar sel syaraf melalui ujung-ujung selnya,
terjadi karena ada pelepasan muatan listrik. Getaran syaraf karena
tersentuh muatan listrik dari ujung satu ujung sel syaraf itu dapat direkam.
Berbagai riset tentang sifat dan fungsi osilasi 40 Hz di seluruh
bagian otak telah dilakukan oleh Rodolfo L Linas dan kolega-koleganya di
fakultas kedokteran Universitas New York. Penelitian L linas ini diilhami
oleh semangat untuk memahami persoalan hubungan antara pikiran dan
tubuh (mind body problem). Dengan menggunakan alat MEG16 (magneto
encephalography) L Linas menunjukkan bahwa osilasi 40 Hz dijumpai di
seluruh bagian otak dalam berbagai sistem dan tingkatan.17 Gelombang
atau isolasi 40 Hz terjadi ketika otak, tanpa pengaruh rangsangan inderawi
16 Merupakan versi perbaikan dari EEG. EEG sendiri adalah suatu alat atau teknik untuk
mengukur atau merekam aktifitas listrik kulit otak, pada sebuah tengkorak yang utuh. Dasar pemeriksaan ini adalah adanya aliran listrik pada permukaan otak (kulit otak). Pengaliran listrik ini berbeda-beda pada setiap waktu tergantung pada aktifitas si pemilik otak. Perubahan itulah yang direkam oleh alat ini dalam bentuk kertas esefalogram. Gelombang-gelombang yang berupa garis-garis tidak lurus melukiskan frekuensi gelombang per detik. Jadilah gelombang delta, teta, alfa, dan beta. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 333.
17 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 65
44
sama sekali berinteraksi secara seragam. Reaksi ini dapat terjadi karena
ada hubungan langsung antara talamus18 dan kulit otak yang tidak dipicu
oleh rangsangan indra. Artinya, hubungan talamus dan kulit otak
berlangsung secara intrinsik diantara mereka sendiri. Hubungan intrinsik
ini adalah basis dari kesadaran manusia. Menurut L Linas dan Pare
sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall bahwa kesadaran
bukanlah dampak ikutan dari input inderawi, melainkan ditimbulkan
secara intrinsik dan diperkuat (atau dikontekskan) oleh input inderawi.
Pendeknya, otak memang diciptakan sebagai alat bantu berfikir yang
berfungsi secara sadar dan dirancang untuk memiliki dimensi
transenden.19
Lebih lanjut Zohar mengatakan bahwa kesadaran hadir bersama otak
karena sel-sel syarat memiliki proto kesadaran atau kesadaran awal
manusia yang bersifat abadi. Proto kesadaran dalam kombinasi tertentu
dapat menghasilkan kesadaran dan osilasi 40 Hz merupakan faktor yang
diperlukan untuk mengkombinasikan keping-keping proto kesadaran
menjadi kesadaran. Kesadaran kita ini merupakan salah satu unsur penting
dalam kecerdasan spiritual.20
2. The Binding Problem
Riset neurolog Austria, Wolf Singer pada tahun 1990-an tentang
problem ikatan (the binding problem) menunjukkan bahwa ada proses
syarat dalam otak manusia yang berkonsentrasi pada usaha
mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita.
Secara fisik otak terdiri atas sejumlah sistem pakar yang berdiri sendiri,
ada yang memproses warna, suara, gerak dan sebagainya. Tetapi ketika
kita memandang misalnya ruang kerja kita, maka semua sistem pakar
yang ada mengirimkan jutaan item data, sehingga kita dapat menangkap
18 Talamus berasal dari kata Yunani, thalamos yang berarti kamar dalam. Talamus
merupakan switchboardnya otak manusia. Seperti halnya switchboard pesawat telepon yang menyalurkan setiap pesan yang masuk, talamus bertanggung jawab untuk menyalurkan informasi yang masuk ke bagian-bagian penting otak. Lihat Rita Atkinson, Pengantar Psikologi, (Jakarta : Erlangga, 1983), hlm. 55. Lihat pula Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 70.
19 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 67 20 Ibid., hlm. 76
45
data yang berbeda-beda itu sebagai satu keutuhan. Inilah yang dikenal
dengan problem ikatan (binding problem). Penelitian Singer tentang
isolasi syarat penyatu memberi dasar pada kecerdasan spiritual (SQ).21
3. Bahasa manusia
Neurolog dan antropolog biologi Harvard, Terrance Deacon
mengemukakan bahwa bahasa yang pada hakekatnya adalah simbolik
merupakan kekhasan manusia yang berkembang pada belahan frontal-
lobe22 otak manusia. Adanya frontal-lobe ini memungkinkan manusia
untuk berimajinasi secara simbolik dan memungkinkan manusia berfikir
tentang makna dan nilai. Dengan demikian frontal-lobe ini adalah
landasan bagi keberadaan kecerdasan spiritual (SQ) kita.23
4. Titik Tuhan (God Spot)
Bukti ilmiah keempat tentang keberadaan SQ dalam diri manusia
adalah penemuan seorang ahli syaraf pada tahun 1990 yaitu Michael
Persinger, dia telah berhasil membuktikan tentang peningkatan aktivitas di
daerah lobus temporal24 ketika seseorang mengalami hal-hal yang bersifat
spiritual. Hal ini diperkuat oleh V.S Ramachandran dan timnya
menemukan lokus bagi spiritualitas dalam otak manusia, dia menemukan
bagian otak yang bertanggung jawab terhadap respon-respon spiritual dan
mistis manusia. Mereka menamai bagian lobus temporal yang berkaitan
dengan religius atau spiritual itu sebagai "titik tuhan" (god spot) atau
modul Tuhan (god module).25
21 Ibid., hlm. 53 22 Otak besar (cerebrum) dibagi menjadi empat bagian yaitu lobus frontal (di depan,
dahi), lobus occipital (di belakang kepala), lobus temporal (di seputar telinga), dan lobus pariental (di puncak kepala). Lobus frontal bertanggung jawab untuk berfikir, perencanaan dan penyusunan konsep. Juga bertanggung jawab dalam pengaturan gerakan alat-alat bicara. Bagian ini berperan sangat penting untuk menatap masa depan. Dalam Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68.
23 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 11 24 Bagian dari otak besar (cerebrum) yang bertanggung jawab atas persepsi suara dan
bunyi. Melalui penelitian Vilyanur Ramachandran seorang dokter Amerika keturunan India bersama dengan timnya, ditemukan bahwa lobus temporal merupakan pusat respon-respon spiritual dan mistis manusia. Disinilah terjadinya pemaknaan dari apa yang didengar dan dicium. Mereka menyebutkan god spot. Taufik Pasiak, op.cit., hlm. 68
25 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 81
46
Lobus temporal berkaitan dengan sistem limbik, pusat emosi
dan memori otak. Dua bagian penting dari sistem limbik adalah
amigdala26 yaitu struktur yang berada dibagian tengah dari area
limbik. Yang kedua adalah hippocampus yang berperan penting
untuk merekam pengalaman didalam memori. Penelitian Persinger
sebagaimana dikutip oleh Danah Zohar dan Ian Marshall menunjukkan
bahwa ketika pusat memori didalam otak dirangsang, terjadi
peningkatan aktivitas di lobus temporal. Sebaliknya aktivitas lobus
temporal akan menimbulkan pengaruh emosional yang kuat. Berkat
peran hippocampus, pengalaman spiritual dibagian lobus temporal
yang berlangsung beberapa detik saja dapat memiliki pengaruh
emosional yang lama dan kuat disepanjang hidup pelakunya.
Pengalaman ini dapat mengubah arah hidup (life-tranforming)
pelakunya.27
Adanya lobus temporal menurut Taufiq Pasiak mengingatkan
sinyal al-Qur'an perihal Nabi Ibrahim yang hanif, yang tidak
menganut agama formal, namun memiliki religiusitas yang tinggi.28
Jadi, salah satu titik temu kemanusiaan adalah religiusitas yang
ada pada semua orang yang sudah terpatri (hard wired) dalam otak
masing-masing.29 Menurut Errich Fromm sebagaimana dikutip oleh
Taufiq Pasiak, bahwa aktivitas khusus lobus temporal menjadi bukti
bahwa religiusitas memang sudah menyatu dengan diri manusia.
Manusia tidak bisa menghilangkan sifat religiusitasnya, walaupun dia
tidak menganut agama formal (agama institusional).30
26 Amigdala merupakan salah satu struktur emosi otak yang penting. Struktur ini
bertumpu pada batang otak dan bersama hippocampus merupakan asal dari kulit otak dalam evolusi perkembangan makhluk hidup. Ia sepenuhnya bertanggung jawab terhadap kegiatan emosi manusia. Amigdala memiliki spesialisasi di bidang penataan emosi. Lihat Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta : Gramedia, 1996), hlm. 19.
27 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 82. 28 Taufiq Pasiak, op.cit., hlm. 280. 29 Ibid. 30 Ibid. hlm. 281.
47
Dari uraian di atas terlihat bahwa naluri ber-Tuhan pada manusia
tidak hanya bersifat konseptual normatif, tetapi juga teknis-konkret.
Untuk mengenal Tuhan, manusia tidak hanya diberi software berupa
ajaran-ajaran agama, tetapi juga hadware, dalam hal ini lobus temporal
otak. Perangkat keras ketuhanan itu akan berfungsi secara lebih baik
bila perangkat lunaknya juga dihidupkan. Dalam hal ini Danah Zohar
dan Ian Marshall berpendapat bahwa, tingginya aktivitas "titik Tuhan"
tidak dengan sendirinya menjamin SQ tinggi. Untuk mencapai SQ
tinggi, seluruh bagian otak, seluruh aspek diri dan seluruh segi
kehidupan harus diintegrasikan.
Adanya "titik Tuhan" tidak lantas berarti bahwa Tuhan itu
bertempat, karena dimensi tempat adalah terbatas, sementara Tuhan
tidak terbatas dan berbatas. Tempat Tuhan lebih dimaksudkan sebagai
jejak-jejak tuhan yang ada dalam tubuh manusia, seperti halnya kasus
"melihat" Tuhan yang dialami oleh Dr. Michael Persinger, neuro-
psikolog dari Kanada ketika otaknya dipasangi kabel-kabel magnetik
perekam aktivitas bagian-bagian otak. Walaupun Pesinger bukan
seorang yang religius, tetapi dengan perangsangan magnetik pada lobus
temporal-nya ia "melihat" Tuhan. Pesinger tentu tidak melihat Tuhan
dalam pengertian objektif, bahwa Tuhan itu terindrai, tetapi adanya
perasaan mistis yang dialaminya.
C. Cara Meningkatkan dan Memanfaatkan SQ
Kecenderungan besar yang terjadi pada zaman ini adalah banyaknya
manusia yang tidak tahu lagi bagaimana seharusnya mengenali diri sendiri
dan menjalani kehidupan di dunia ini secara benar dan lebih bermakna. Kita
sedang mengalami krisis spiritual yang ditandai dengan hidup tak bermakna.
Carl Gustav Jung menyebut krisis spiritual sebagai penyakit eksistensial
(existential illness), dimana eksistensi diri kita mengalami penyakit alienasi
(keterasingan diri), baik dari diri sendiri, lingkungan sosial, maupun
48
teralienasi dari Tuhannya. Kondisi psikologis seperti itu dirumuskan oleh
Danah Zohar dan Ian Marshall sebagai bentuk keterputusan diri, baik dari diri
sendiri, dari orang lain di sekelilingnya, bahkan dari Tuhannya.31
Dalam krisis spiritual seluruh makna dan nilai kehidupan kita jadi
dipertanyakan. Kita mungkin menjadi tertekan atau depresi. Dalam keadaan
seperti ini biasanya manusia memilih mengerjakan hal-hal yang tidak
bermanfaat sebagai tempat pelarian sementara. Krisis semacam ini
menyakitkan, namun jika dihadapi dengan berani, yaitu dengan memberi
kesempatan pada kita untuk mengingat hal-hal yang membuat kita menjadi
seperti itu dan selanjutnya memperbaikinya serta mengubah diri kita akan bisa
keluar dari krisis tersebut. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall ada tiga
sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual yaitu:
a. Dia tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama
sekali.
b. Telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proposional atau
dengan cara yang negatif atau destruktif.
c. Pertentangan atau buruknya hubungan antara bagian-bagian.32
Misalnya saja penderita schizophrenia mengalami gangguan karena tidak
dapat mengintegrasikan dirinya dan dunianya. Pengalaman, emosi, dan
persepsinya tampil diluar konteks. Artinya sebab pokoknya terletak pada
rendahnya kecerdasan spiritual yang menyebabkan pasien schizophrenia tidak
mampu menjalin hubungan dan memanfaatkan energi-energi dari pusat yang
memberi daya hidup dan mengintegrasikan seluruh pengalaman hidupnya.
Untuk menjadi cerdas secara spiritual, kita harus faham bahwa ada
banyak cara atau jalan yang bisa kita tempuh, dan dari semua tersebut tidak
ada jalan yang paling baik, semua sah dan penting. Menurut Danah Zohar dan
Ian Marshall jalan yang dimaksud disini adalah menemukan makna diri kita
yang paling dalam dan integritas kita yang paling kuat, bertindak berdasarkan
motivasi kita yang paling dalam dan menjalankan tindakan ini demi keluarga,
31 Sukidi, Kecerdasan Spiritual, Mengapa SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 8
32 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 166
49
masyarakat dan bangsa. Ia adalah pengembaraan kita dalam kehidupan,
hubungan kita, pekerjaan kita, tujuan kita dan cara kita menjalani semua itu.
Mengikuti jalan dengan kecerdasan spiritual atau dengan hati, berarti bersikap
teguh dan mengabdi.33 Di dunia ini dibutuhkan banyak orang tua, dokter,
guru, pengusaha, dan sebagainya yang cerdas secara spiritual. Setiap jalan ini
membutuhkan variasi SQ-nya sendiri. Semua pekerjaan atau profesi akan
lebih efektif jika dikerjakan dengan SQ yang tinggi sehingga semua
kehidupan dapat dijalani dengan lebih bermakna.
Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual (SQ) menurut Danah Zohar
dan Ian Marshall ada enam jalan yang dapat diterapkan seseorang dalam
menjalani kehidupannya, yaitu:
1. Jalan Tugas
Jalan ini berkaitan dengan rasa dimiliki, kerjasama dan diasuh oleh
komunitas. Di jalan ini kita harus berusaha mengungkapkan motivasi yang
mendasari tindakan kita dan bertindak dengan motivasi yang lebih
mendalam dan lebih benar. Cara yang paling bodoh secara spiritual untuk
melangkah di jalan ini adalah bertindak berdasarkan motivasi bayang-
bayang narsisisme, motivasi untuk menarik diri sepenuhnya dari
kelompok dan dari berhubungan dengan orang lain, menarik diri dari
hubungan kreatif dengan lingkungan dan terbenam sepenuhnya dengan
dirinya sendiri. Cara lain yang bodoh secara spiritual di jalan tugas adalah
mengikuti aturan atau ketentuan kelompok semata-mata karena takut,
kebiasaan, bosan atau semata-mata ikut orang banyak atau berdasarkan
motif kepentingan diri atau rasa bersalah.
Langkah yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kecerdasan
spiritual yang lebih tinggi adalah keinginan memahami diri sendiri dan
menjalani kehidupan yang lebih kreatif. Langkah berikutnya adalah
33 Ibid., hlm. 197
50
mengungkapkan motif-motif yang mendasari tindakan kita dan
membersihkannya, kemudian kita harus berani melakukan perubahan.34
2. Jalan Pengasuhan
Jalan ini berkaitan dengan kasih sayang, pengasuhan dan
perlindungan. Untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual di jalan ini
adalah kita harus lebih terbuka kepada orang lain. Kita harus belajar untuk
bisa menerima dan mendengarkan dengan baik diri kita dan orang lain.
Orang yang hanya terpaku pada cinta tingkatan ego, tidak memiliki
perspektif luas sehingga tidak menyadari kebutuhan dasar atau keberadaan
orang lain adalah ciri orang yang berjalan dengan spiritual yang bodoh.
Contoh pemakai jalan ini yang bodoh secara spiritual adalah pengasuh
yang terlalu bersemangat, guru yang tidak memberi murid-muridnya
untuk melakukan sesuatu sendiri, orang tua yang khawatir membiarkan
anaknya melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Mereka
tidak cukup mempercayai kemampuan perkembangan orang yang ingin
mereka bantu. Pengasuhan semacam ini justru akan menjadikan orang
yang mereka bantu menjadi manja, mementingkan diri sendiri dan
mengabaikan kebutuhan orang lain.35
3. Jalan Pengetahuan
Jalan pengetahuan berkaitan dengan pemahaman terhadap masalah
praktis umum, pencarian filosofis yang paling dalam akan kebenaran,
hingga pencarian spiritual tentang pengetahuan mengenai Tuhan dan
seluruh cara-Nya dan penyatuan terakhir dengan-Nya melalui
pengetahuan. Jalan ini ditempuh orang-orang yang termotivasi oleh
kecintaan belajar atau kebutuhan yang besar untuk memahami sesuatu.
Jalan yang bodoh secara spiritual dalam melangkah di jalan pengetahuan
adalah menjadi orang yang sok ilmiah, dia terlalu asyik dan puas hanya
dengan sekeping kecil pengetahuan atau masalah intelektual. Jalan lain
yang juga bodoh secara spiritual adalah keinginan yang begitu besar untuk
34 Ibid., hlm. 200 35 Danah Zohar dan Ian Marshall, op.cit., hlm. 204
51
memiliki kekuasaan yang dijanjikan pengetahuan, dia rela menjual
jiwanya kepada setan untuk dapat memilikinya.
Untuk menuju SQ yang lebih tinggi melalui jalan ini adalah dengan
memulainya dari perenungan, melalui pemahaman menuju kearifan. Cara
memecahkan masalah apapun, praktis maupun intelektual ditempuh
dengan cara yang cerdas secara spiritual yaitu dengan menempatkannya
dalam suatu perspektif yang lebih luas, sehingga terlihat lebih jelas.
Perspektif yang paling dalam dari semuanya itu berasal dari pusat, dari
makna dan nilai tertinggi yang mengendalikan situasi atau masalah.36
4. Jalan Perubahan Pribadi (Kreativitas)
Inti tugas psikologis dan spiritual yang dihadapi orang yang
melangkah di jalan perubahan adalah integrasi personal dan transpersonal,
yaitu kita harus mengarungi ketinggian dan kedalaman diri kita sendiri
dan menyatukan bagian-bagian diri kita yang terpisah menjadi pribadi
yang mandiri dan utuh. Dengan menempuh jalan ini kita akan menjadi
orang yang lebih kreatif.37
5. Jalan Persaudaraan
Tugas spiritual bagi orang yang berjalan di jalan ini adalah menjalin
hubungan dengan sisi yang lebih dalam dari semua manusia, menekankan
kasih sayang dan empati, dan berusaha sebaik-baiknya untuk
meminimalkan konflik yang ada. Orang yang berjalan di jalan ini akan
berusaha menempuh kehidupannya dengan keadilan. Keadilan menuntut
kemampuan untuk melihat dan menerima emosi positif dan negatif,
kegagalan dan keberhasilan orang lain. Keadilan menuntut rasa
keseimbangan, penghormatan, menyadari bahwa setiap orang itu berbeda-
beda dan konflik merupakan bagian nyata dari kehidupan.
Orang yang bodoh secara spiritual dalam jalan ini adalah orang yang
tidak mempercayai dirinya sendiri, orang yang memilih dikucilkan dari
lingkungannya, dia tidak berusaha berkomunikasi atau berempati dengan
36 Ibid. hlm. 210 37 Ibid. hlm. 215
52
orang lain, dia hanya tertarik pada urusannya sendiri tanpa memperhatikan
orang lain dan lingkungannya. Dia menilai kekuasaan demi keuntungan
pribadi, bersikap kompetitif sedemikian rupa sehingga tidak mengenal
kerjasama. Dia hanya suka berteman dengan orang-orang yang sama
dengan dirinya.38
6. Jalan Kepemimpinan yang Penuh Persaudaraan
Semua kelompok manusia membutuhkan pemimpin untuk
memberikan fokus, tujuan, taktik, dan arah untuk menjadi pemimpin yang
efektif seseorang harus memiliki sikap ramah dan percaya diri, dia harus
mampu berhubungan baik dengan setiap anggota dalam kelompoknya.
Seorang yang benar-benar hebat tidak akan mengabdi kepada sesuatu
apapun kecuali Tuhan. Yang paling penting, seorang pemimpin berusaha
menciptakan atau membangkitkan dalam diri para pengikutnya semacam
makna yang dapat membimbing diri mereka, memberi kesadaran bahwa
kita masing-masing adalah hamba Tuhan, seorang abdi dari begitu banyak
potensialitas didalam inti eksistensi.
Para pemimpin yang sadar akan kedudukan mereka sebagai seorang
abdi dalam pengertian ini mengetahui bahwa mereka mengabdi bukan
hanya kepada keluarga, komunitas, bisnis atau bangsa, bahkan bukan
hanya inti dan nilai-nilai sebagaimana dipahami pada umumnya. Para
pemimpin ini mengabdi pada kerinduan mendalam yang tersimpan di
dalam jiwa. Pemanfaatan, penggunaan secara keliru dan penyalahgunaan
kekuasaan sangat menentukan apakah seorang individu akan berjalan di
jalan yang secara spiritual bodoh atau cerdas.
Cara yang secara spiritual bodoh untuk melangkah di jalan ini
adalah memanfaatkan kekuasaan untuk mengabdi pada diri sendiri,
mencapai tujuan sendiri, cita-cita sendiri. Para politisi yang korup,
penguasa yang picik adalah contoh-contoh nyata dari pemakai jalan ini.39
38 Ibid. hlm. 221 39 Ibid. hlm. 226
53
Uraian di atas adalah enam jalan yang ditawarkan Danah Zohar dan Ian
Marshall supaya kita dapat meningkatkan kecerdasan spiritual kita. Tapi tak
satupun diantara kita yang benar-benar cerdas secara spiritual, benar-benar
sempurna, benar-benar utuh, benar-benar menerima pencerahan, hingga pada
sampai batas tertentu, yaitu kita dapat melangkah di atas semua enam jalan
spiritual itu dengan begitu kita telah menemukan cara kreatif untuk hidup
dengan segala adat istiadat, mengetahui cara mencintai secara mendalam dan
tanpa mementingkan diri kita, melayani sesama kita dan menjadi pemimpin
yang penuh pengabdian dengan mengabdi kepada Tuhan.
Dalam bukunya "SQ : Spiritual Intelligence", Danah Zohar dan Ian
Marshall mengemukakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki SQ tinggi ada
sembilan tapi dalam SC : Spiritual Capital, mereka menambahkan bahwa
secara total ada dua belas ciri khas seorang manusia yang memiliki kecerdasan
spiritual. Kedua belas ciri tersebut yaitu:
a. Kesadaran diri, mengetahui apa yang kita yakini dan mengetahui nilai
serta hal apa yang sungguh-sungguh memotivasi kita. Kita sadar akan
tujuan hidup kita yang paling dalam.
b. Spontanitas, menghayati dan merespons setiap momen yang kita alami dan
apa yang terkandung dari setiap momen tersebut.
c. Terbimbing oleh visi dan nilai, bertindak berdasarkan prinsip dan
keyakinan yang dalam dan hidup sesuai dengannya.
d. Holisme (kesadaran akan sistem atau konektivitas), kesanggupan untuk
melihat pola-pola, hubungan-hubungan dan keterkaitan-keterkaitan yang
lebih luas.
e. Kepedulian, sifat ikut merasakan dan empati yang dalam terhadap
lingkungan.
f. Merayakan keragaman, menghargai perbedaan orang lain dan situasi-
situasi yang asing dan tidak mencercanya.
g. Independensi terhadap lingkungan (field independence), kesanggupan
untuk berbeda dan mempertahankan keyakinan kita sendiri.
54
h. Kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan fundamental, mengapa?
Kebutuhan untuk memahami segala sesuatu mengetahui intinya. Dasar
untuk mengkritisi apa yang ada.
i. Kemampuan untuk membingkai ulang. Berpijak pada problem atau situasi
yang ada untuk mencari gambaran yang lebih besar dan konteks lebih
luas.
j. Memanfaatkan kemalangan secara positif. Kemampuan untuk menghadapi
dan belajar dari kesalahan-kesalahan, untuk melihat problem-problem
sebagai kesempatan.
k. Rendah hati, mengetahui tempat kita yang sesungguhnya di dunia ini.
Dasar bagi kritik diri dan penilaian yang kritis.
l. Rasa keterpanggilan, terpanggil untuk melayani sesuatu yang lebih besar
dibanding diri kita. Berterima kasih kepada mereka yang telah menolong
kita dan berharap bisa membalas sesuatu untuknya.40
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa SQ merupakan kecerdasan
tertinggi manusia (the ultimate intelligence). Dia adalah kecerdasan yang kita
pakai untuk merengkuh makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi
kita serta bagaimana kita menggunakan makna, nilai, tujuan dan motivasi
tersebut dalam proses berfikir kita, dalam keputusan-keputusan yang kita buat
dan segala sesuatu yang kita pikir patut dilakukan.
Dengan SQ kita dapat menggunakan IQ dan EQ yang kita miliki dengan
lebih optimal karena SQ memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan semua
kecerdasan kita, sehingga SQ mampu menjadikan kita makhluk yang benar-
benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual
merupakan kemampuan internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumber
terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Jadi SQ adalah kecerdasan jiwa,
dia memberi kita kemampuan bawaan untuk membedakan yang benar dan
salah, yang baik dan jahat. Disinilah letak kemanusiaan manusia yang tinggi
akan mendorong kita untuk berbuat kebaikan, kebenaran, keindahan, dan
kasih sayang dalam hidup kita. SQ membuat kita menjadi utuh, membuat kita
40 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital,op.cit, hlm. 136.
55
bisa mengintegrasikan berbagai fragmen kehidupan, aktivitas dan keberadaan
kita, bagaimana pribadi kita dan apa artinya kita memiliki suatu jiwa.
Dengannya kita bisa berkembang lebih dari sekedar melestarikan apa yang
kita ketahui atau yang telah ada, tetapi membawa kita pada apa yang tidak kita
ketahui dan apa yang mungkin. Intinya SQ membawa kita menjadi pribadi
yang adaptif, kreatif, imajinatif, dan sadar diri.