Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
64
BAB III
Hubungan Iran Dengan Negara-Negara P5+1N
Dalam bab ini, Hubungan-hubungan Iran dengan negara-negara P5+1N
adalah sebuah upaya diplomasi Iran terhadap negara-negara P5+1N untuk mengubah
anggapan mereka bahwa Iran tidak memproduksi nuklir untuk membuat senjata
pemusnah massal, tetapi nuklir tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi dalam
negerinya. Terdapat beberapa agenda penting yang terjadi sehingga menghasilkan
perjanjian JCPOA (Joint Comperhensive Plan of Action). Adanya agenda tersebut
yaitu dapat diketahui melalui hubungan Iran dengan 6 negara yang dijelaskan dalam
hubungan Iran dengan negara-negara P5+1N, antaralain yaitu Amerika Serikat,
EU+3, China dan Rusia. Adapun tahun-tahun dalam agenda tersebut dijelaskan dalam
bab ini. Sementara itu, kepentingan Iran dalam perjanjian JCPOA akan dibahas pada
bab IV.
3.1 Amerika Serikat
Terdapat beberapa tahun penting yang penulis catat mengenai hubungan
Amerika Serikat dengan Iran. Pada tahun 1957-1979, pada tahun 1996-2010, pada
tahun 2010-2016 awal.
65
A. Tahun 1957-1979.
Dalam perkembangannya, teknologi nuklir Iran memiliki beberapa tujuan dan
alasan utama yang penting bagi Iran dalam persaingan dikawasan dan di dunia. Pada
dasarnya terdapat tiga alasan dan tujuan Iran dalam mengembangkan teknologi
nuklirnya, Pertama yaitu, agar memperkuat sektor perekonomian Iran yang selama
ini hanya mengandalkan eksport dari minyak bumi dan gas. Dengan adanya
pengalihan sumber energi alternatif listrik dari minyak ke teknologi nuklir, maka Iran
dapat menghemat cadangan minyak bumi dan biaya produksi listrik melalui teknologi
nuklir jauh lebih murah dibandingkan mengkonversi minyak bumi menjadi energi
listrik. Kedua, teknologi nuklir sebagai bargaining power Iran di kawasan Timur
Tengah terhadap Israel yang menjadi sekutu AS menentang pengembangan teknologi
nuklir Iran. Ketiga, pengembangan teknologi nuklir Iran sebagai waktu yang tepat
untuk Iran memperlihatkan kepada dunia bahwa Iran dapat diperhitungkan
kekuatannya baik dikawasan maupun di dunia.1
Keterlibatan Iran dalam penelitian dan pengembangan nuklir dimulai sejak
tahun 1957 yaitu pada masa kepemeimpinan Shah Reza Pahlevi atas bantuan dari
Amerika Serikat. Amerika Serikat dan Iran menandatangani Nuclear Coorporation
Agreement pada tahun 1957 dan mulai beroprasi pada 1959. Fasilitas nuklir yang
pertama kali dibangun adalah Teheran Nuclear Research Center (TNCR) pada tahun
1967 yang bertempat di Teheran University dan dijalankan oleh Atomic Energy
1 Muhsin Labib, dkk, 2006, Ahmadinejad: David di Tengah Angkara Goliath Dunia, Bandung:
Hikmah Populer, hal. 187-188.
66
Organization of Iran (AEOI). Program nuklir Iran tidak hanya mendapatkan
dukungan dari AS, negara Eropa seperti Jerman dan Perancis juga mendukung
program tersebut. Dua negara tersebut pada tahun 1974 menandatangani kesepakatan
dengan Iran untuk mencukupi kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan untuk program
nuklir Iran melalui dua perusahaan yaitu Kraftwerk Union (KWU) dan Framatome
yang akan dipasang di fasilitas nuklir Bandar El-Abbas.2
Sejatinya pengembagan teknologi nuklir Iran telah dilakukan pada masa
kepemimpinan Shah Reza Pahlevi pada tahun 1960. Pada saat itu hubungan antara
Iran dan AS terjalin dengan baik. Amerika Serikat memanfaatkan sumber minyak
bumi Iran untuk dijual kembali ke pasar Internasional, dan Shah Reza Pahlevi
memanfaatkan Amerika Serikat untuk memperpanjang kekuasaannya di Iran. Namun,
pasca Revolusi Islam yang terjadi pada tahun 1979 hubungan bilateral Iran dan
Amerika Serikat yang berhubungan dengan teknologi nuklir diputuskan secara
sepihak oleh AS. Hal ini dilakukan oleh AS pasca terjadinya Revolusi Islam Iran,
Iran yang pada saat itu dipimpin oleh tokoh revolusionernya yaitu Ayatullah
Khomeini merubah arah politik Iran dan hal itu bertentangan dengan kebijakan luar
negeri Amerika Serikat.3
2 Resty Meiva Rizky, Perubahan Kebijakan Nuklir Iran di Era Pemerintahan Hassan Rouhani, UR
Jurnal, Vol, 1, No, 1 (2014), Riau: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Riau, hal. 2. 3 Ragil Wibsono, 2011, Respon Amerika Serikat Terhadap Pengembangan Teknologi Nuklir Iran
2005-2010, Skripsi, Jakarta: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, hal. 55.
67
B. Tahun 1996-2010.
Setiap kali kita mendengar hubungan Iran dengan Amerika Serikat sedang
mengalami masa tegang, setiap kali pula AS mengatakan Iran memiliki senjata
pemusnah massal dan hal itu membahayakan stabilitas dan keamanan di Timur
Tengah. Terdapat suatu kasus yaitu serpihan radiasi yang terjadi di salah satu reaktor
nuklir pada pertengahan Juli 1996 yang menyebabkan diungsikannya sekitar 50
teknisi Jerman, atas kejadian tersebut telah mengangkat kembali isu persoalan senjata
nuklir Iran ke permukaan. Para pejabat AS pun, selain menggunakan masalah
terorisme juga menggunakan masalah senjata nuklir dengan kedok untuk
menyudutkan negara tersebut. Pada 5 Agustus 1996 Presiden Amerika Serikat Bill
Clinton menandatangi undang-undang d‟Amato yaitu memberi sanksi kepada
perusahaan asing yang menanamkan investasinya di sektor minyak dan gas di Iran
dan Libya. Selain itu, Amerika Serikat menuduh satuan khusus dari Kementrian
Pertahanan Iran menyewa sejumlah warga asing di luar negeri untuk mencari
informasi dan bahan uranium untuk keperluan pengembangan senjata nuklir.4
Setelah peristiwa 11 September 2001, Amerika Serikat merubah sikap dari
tidak peduli menjadi peduli untuk melakukan tindakan. Iran bukan hanya menjadi
sebuah masalah, melainkan sumber masalah. Dimulai dengan kekacauan yang
dilakukan oleh AS dengan menginvasi Irak serta upaya ceroboh dengan melakukan
negosiasi nuklir akan memperburuk isu regional. Tuduhan yang dilakukan Amerika
serikat terhadap nuklir Iran merupakan salah satu upaya konfrontasi, dimana
4 Musthafa Abd. Rahman, 2003, Iran Pasca Revolusi, Jakarta: Kompas, hal. 164-165.
68
ketidakadaan bukti dinggap sebagai bukti dari kesalahan. Anehnya, krisis nuklir ini
bukan merupakan masalah legalitas akan tetapi lebih kepada masalah prilaku. Secara
umum antusias dari Amerika serikat mendelegasikan masalah nuklir kepada Eropa
dengan mengindikasikan bahwa mereka tidak akan senang kecuali Iran menghentikan
program nuklirnya. Disatu sisi, munculnya kelompok garis keras di Iran
mengisyaratkan bahwa tidak akan ada kesepakatan apapun dengan Eropa maupun
Amerika Serikat, dan bersikeras untuk melanjutkan penganyaan uranium.5
Hubungan yang terjadi antara Iran dan Amerika serikat berjalan tidak baik
dikarenakan adanya kecurigaan terhadap Iran oleh Amerika Serikat. Pada tanggal 11
Februari 2003, Iran mendeklarasikan kemampuannya dalam memperkaya uranium.
Barat terutama Amerika Serikat mengerahkan segala daya dan kemampuannya untuk
memaksa Iran agar menghentikan aktivitas nuklirnya. Sanksi embargopun menjadi
alat bagi Amerika Serikat untuk menghadapi Iran, menurut para perancang kebijakan
lemahnya perekonomian akan bisa memaksa Iran untuk menghentikan Iran proyek-
proyek besar seperti proyek teknologi nuklir. Berbagai macam embargo teknologi,
keuangan, investasi, jasa dan sebagainya untuk melumpuhkan Iran. Akan tetapi
semua langkah yang dilakukan AS tersebut tidak berhasil untuk menjauhkan Iran dari
teknologi nuklir.6
5 Dio Tan Brani, dkk, 2017, Kebijaka Politik Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Program Nuklir
Republik Islam Iran. Unila Jurnal, Vol, 1, No, 1, (2017), Lampung: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung, hal. 3. 6 Muhammad Alcaff, 2008, Perang nuklir? Militer Iran, Jakarta: Zahra Publishing House, hal. 102.
69
Semenjak Iran mengumumkan keberhasilannya dalam menguasai teknologi
nuklir, kebijakan Barat termasuk AS dalam mencegah proyek nuklir Iran memasuki
tahap baru. Untuk itu, Barat telah mempersiapkan tiga tahap, yaitu penangguhan,
penghentian dan pemusnahan. Dalam hal ini AS memerankan sebagai “polisi jahat”
sedangkan Eropa masuk dengan peran sebagai pihak yang ingin menyelesaikan
masalah dengan cara terbaik. Amerika Serikat menjadikan pelimpahan isu nuklir Iran
ke meja Dewan Keamanan PBB sebagai langkah terakhir, sementara Eropa memilih
cara untuk bermain tahap demi tahap.7
Program nuklir Iran terus dilanjutkan walaupun Iran terus mendapatkan
tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya. Tekanan yang dilakukan oleh Amerika
Serikat sesuai dengan Resolusi-Resolusi yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan
PBB (DK-PBB), selama ini sanksi tersebut berupa embargo ekonomi, sanksi
pelarangan ekspor-impor peralatan perang, dan pengisolasian Iran dikalangan
Internasional. Akan tetapi, pada kenyataannya Iran masih dapat untuk mandiri tanpa
mengandalkan pertolongan dalam sektor ekonomi dari negara lain.8
Pada saat Amerika Serikat berada dibawah kepemimpinan George Bush,
selain kecaman dan deretan sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat terhadap
Iran, AS berulangkali mengancam akan menggunakan kekuatan militer terhadap Iran
apabali Iran tidak mau untuk bekerjasama terkait dengan program nuklirnya. Disatu
sisi, Iran sendiri menyatakan tidak akan menghentikan program pengembangan
7 Ibid., hal. 103 8 Ragil Wibsono, Op.cit., hal. 59
70
nuklirnya dengan mengatasnamakan hak nasional Iran. Ditambah lagi dalam
pandangan Amerika Serikat, Iran dinilai tidak transparan dalam proses investigasi dan
ditemukan melanggar dalam kesepakatan yang termuat dalam NPT pada tahun 2005.9
Setahun kemudian secara mengejutkan Presiden Ahmadinejad mengumumkan bahwa
Iran telah berhasil memperkaya uranium menjadi 3,5% U-235 dengan menggunakan
164 sentrifugal, dan mengklaim bahwa Iran telah dengan bergabung dengan negara-
negara yang memiliki teknologi nuklir.10
Selama ini Iran telah mengupayakan untuk meyakinkan dunia Internasional
bahwa nuklir yang mereka buat untuk tujuan damai. Iran merupakan salah satu negara
yang diintervensi dalam masalah program nuklir. Namun demikian, Iran dibawah
kepemimpinan Ahmadinejad tidak mengingkan negaranya untuk diintervensi oleh
Amerika Serikat terutama dalam masalah program pengembangan nuklir. Presiden
AS George Bush mengatakan bahwa semua negara-negara Timur Tengah termasuk
Iran harus diteliti dan diperiksa Oleh IAEA dalam pengembangan dan Pengayaan
energi nuklir serta kekuatan militernya.11
Seperti yang kita ketahui bahwa sikap standar ganda yang diterapkan oleh
Amerika Serikat adalah bentuk dari perubahan arah kebijakan AS sesuai dengan
progress dan kepentingan nasionalnya. Terlihat pada kebijakan nuklir Amerika
9 Meutia Larasati, 2014, Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Program Nuklir Iran Pada
Masa Pemerintahan George Walker Bush dan Barack Hussein Obama, Thesis, Yogyakarta: Program
Studi PascaSarjana Hubungan Internasional, Universitas Gajah Mada, hal. 1-2. 10 Aftab Alam, 2011, Sanctioning Iran: Limits of Coercive Diplomacy, diases dalam
https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/097492841006700103, dalam Ibid., hal. 2 11 Amanda Rachmadianti, dkk, Kebijakan Luar Negeri Iran terhadap Amerika Serikat Mengenai Isu
Nuklir pada masa Hasan Rouhani, UNEJ Jurnal, Vol, 1, No, 1 (2012) , Jember: Hububngan
Internasional Universitas Jember, hal. 2.
71
Serikat berkaitan dengan Iran, kerjasama nuklir dengan Iran yang berubah sejak
terjadinya peristiwa 11 September dan kebijakan war on terrorism yang diterapkan
oleh Amerika serikat. Desakan dari sekutu Amerika Serikat yaitu Israel yang merasa
insecure dengan pengembangan nuklir. Iran merasa terancam berdasarkan sejarah
perang yang pernah terjadi dan adanya sentiment Anti-yahudi yang berkembang di
negara-negara Islam yang ada di Timur Tengah, hal itu memaksa pemerintah
Amerika Serikat untuk menghentikan pengembangan nuklir Iran karena
dikhawatirkan Iran akan meluncurkan senjata nuklirnya apabilah teknologi tersebut
telah selesai dikembangkan oleh Iran.12
Selaras dengan itu semasa pepemimpinan Ahmadinejad Iran mendapatkan
sanksi oleh Dewan Keamanan PBB yang mengakibatkan Iran kesulitan dalam
menjalankan ekonominya. Terdapat 5 sanksi yang diberikan oleh DK-PBB, antara
lain yaitu; Resolusi 1696, Resolusi 1737, Resolusi 1747, Resolusi 1803, Resolusi
1835, dan Resolusi 1929.13
C. Tahun 2010-2016 awal.
Dalam masa Pemerintahan Obama, pencapaian kesepakatan dengan Iran
terkait program nuklirnya masih menjadi tantangan dalam kebijakan luar negeri
Amerika Serikat. Sepintas, upaya yang dilakukan oleh presiden Obama untuk
membuat Iran menghentikan program nuklirnya tampak tidak jauh berbeda dengan
12 Aldino Yoshitomo, Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Terhadap Pengembangan Nuklir India
dan Iran, Unmul Jurnal, Vol, 5, No, 4 (2017), Samarinda: Hubungan Internasional Universitas Unmul.
hal 13. 13 Resty Meiva Rizky, Op. Cit., hal. 4
72
yang dilakukan oleh presiden Bush. Meskipun tidak bersandar pada kekuatan militer,
Amerika Serikat sendiri dibawah kepemimpinan Obama memperketat banyak sanksi
yang telah diterapkan terhadap Iran sebelumnya dengan memperluas embargo senjata
di tahun 2010. Bahkan, sebagai dampak tidak tercapainya kesepakatan dengan pihak
Iran dalam perundingan-perundingan dalam periode pemerintahan Obama. Amerika
Serikat dan Negara-negara sekutunya di Eropa menjatuhkan hukuman bagi Iran
dengan memberlakukan Oil Embargo atau larangan impor minyak dari Iran pada
tahun 2012. Selain itu, Iran juga dikenakan sanksi lanjutan yaitu berupa larangan
perdagangan logam mulia emas, berlian dan barang berharga milik badan public Iran
yang berada di Eropa, larangan kerjasama dengan bank, asuransi dan PMA (Produce
Marketing Association) dalam sektor gas dan minyak bumi Iran. Sementara itu untuk
aset pemerintah yang dimiliki oleh Iran baik di Amerika Serikat maupun di Eropa
juga dibekukan. Beberapa sanksi tersebut diharapkan pemerintah Obama dapat
melemahkan perekonomian Iran sehingga akan memaksa Iran untuk kembali ke meja
perundingan terkait dengan isu nuklirnya.14
Amerika Serikat, pertama kali mengenakan sanksi pada tahun 1980, yaitu
melarang bisnis dan individu Amerika Serikat melakukan perdagangan dengan Iran
kecuali dengan persetujuan Departemen Keuangan. Pada tahun 2008, Amerika
Serikat memperkenalkan pembatasan keuangan lebih jauh dengan melarang bank-
bank Amerika bertindak sebagai perantara dana dari Iran. Pada bulan Juli 2010,
undang-undang melarang pasokan bahan bakar ke Iran yang sangat diperlukan
14 Meutia Larasati, Op.cit., hal. 2-3
73
sebagai produk olahan dan menghukum kelompok-kelompok asing yang berinvestasi
pada sektor minyak. Pada November 2011, Amerika Serikat memberikan sanksi
terhadap individu yang mendukung pengembangan sektor minyak Iran, kemudian
pada Desember 2011, AS membekukan aset lembaga keuangan asing yang
berhubungan dengan Bank Sentral Iran dalam kaitan di sektor minyak. Pada 31 Juli
2012, Obama memberlakukan sanksi ekonomi baru pada bidang ekspor minyak Iran
dan pada dua bank China dan Irak yang melakukan bisnis dengan Teheran. Pada 3
Juni 2013, AS mengumumkan sanksi baru yang difokuskan pada mata uang rial dan
pada sektor otomotif. Pada 31 Juli 2013, tiga hari sebelum pelantikan Presiden baru
Iran yaitu Rouhani. US House of Representatives untuk menyetujui sanksi baru yang
akan memberatkan pada batasan ketat terhadap industri minyak Iran, pada sektor
otomotif, dan pada pertambangan. Namun undang-undang tersebut belum disetujui
oleh Senat.15
Terpilihnya Hassan Rouhani menjadi pemimpin baru Iran pada Juni 2013,
melakukan perubahan baru untuk Iran. Rouhani dianggap lebih moderat dan terbuka
dengan Barat, Rouhani juga melakukan beberapa hal yang sejak lama tidak dilakukan
oleh presiden Iran sebelumnya. Salah satunya Rouhani menelpon Presiden Amerika
Serikat yaitu Obama selama 15 menit pada saat ia berkenjung ke PBB untuk
membicarakan hubungan politik yang kurang baik dari kedua negara tersebut yang
15 Yan Chrisna Dwi Atmaja, Menlu Rusia Bergabung Dalam Perundingan Nuklir Iran di Jenewa,
diakses dalam http://www.satuharapan.com/read-detail/read/menlu-rusia-bergabung-dalam-
perundingan-nuklir-iran-di-jenewa (27/2/2019, 16:08 WIB)
74
sudah berlangsung selama 34 tahun.16
Hassan Rouhani berniat mengadakan
perundingan dengan kelompok Proliferation (P5+1N) yang beranggotakan Amerika
Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, China dan Jerman bertempat di Jenewa demi
menjaga perdamaian dan menyelesaikan sengketa nuklir pada bulan September 2013.
Hassan Rouhani juga mulai menunjukan jalur transparansi politik setelah adanya
perundingan pertama antara Iran dan kelompok P5+1N pada tanggal 26 September
2013. Perundingan tersebut bertujuan memperbaiki hubungan diplomatik antara Iran
dan Amerika Serikat, adanya negosiasi untuk menyelesaikan kasus sengketa nuklir
oleh badan hukum Internasional. Pertemuan yang dilakukan di Jenewa pada bulan
Oktober untuk menghasilkan Interim Agreement yang mana Iran dapat menerima
bantuan uang dan cadangan devisa yang telah diblokir oleh Amerika Serikat, hal
tersebut dapat menjadi titik tengah untuk menyelesaikan konflik nuklir.17
Iran menginginkan perdamaian dengan negara Barat terutama Amerika
Serikat tanpa adanya peperangan. Isi dari Interim Agreement antara lain adalah
perjanjian antara Iran dan Amerika Serikat dengan Iran dalam memperbaiki
hubungan diplomatik Iran dalam memperbaiki hubungan diplomatik Iran dengan AS.
Duta besar Iran untuk PBB yang bernama Mohammad Khazei juga menyatakan
bahwa konflik yang tidak terselesaikan atas program nuklir Iran dapat segera
diselesaikan jika enam negara yang terlibat dalam negosiasi menunjukkan
kemampuan politik yang sama dengan Iran dengan tujuan untuk menghilangkan
16 Resty Meiva Rizky, Op.Cit., hal. 5 17 Amanda dkk, Op. Cit., hal. 3
75
ambiguitas atau untuk menyatukan penafsiran yang sama dari permasalahan nuklir
Iran.18
Hubungan antara Iran dengan Amerika Serikat membaik dikarenakan
pemerintah Iran mengeluarkan kebijakan luar negeri yang berdampak baik pada
hubungan kedua negara. Salah satunya adalah adanya perbaikan hubungan bilateral
antara Iran dengan kelompok P5+1N termasuk Amerika Serikat. Pada tanggal 31 Juli
2013, Iran dan Amerika Serikat mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan kedua
negara tersebut mendorong peningkatan diskusi tentang bagaimana menyesuaikan
kebijakan sanksi yang dilakukan Dewan Keamanan PBB dan Amerika Serikat yang
mana Iran tidak dapat memperluas transaksi dalam sektor ekonomi dan Iran
mengalami pengurangan dalam penjualan minyak bumi dengan negara-negara lain.
Kongres Amerika serikat menghukum bank asing yang membantu Iran menukar mata
uang asing yang dilakukan di luar negeri. Obama juga telah meminta Kongres untuk
menunda tindakan yang lebih lanjut dari negosiasi dengan negara P5+1N unuk
memberikan kesempatan terhadap Iran menguji fleksibilitas Iran terhadap tekanan
dan sanksi dari Dewan PBB.19
Presiden Obama menegaskan bahwa perlunya untuk membangun kerjasama
baru setelah hubungan yang tidak baik selama puluhan tahun. Obama menawarkan
18 Tim Redaksi Islam Times, Isu Nuklir Iran Akan Selesai, diakses dalam
http://www.islamtimes.org/vdcft0dm0w 6dyxa.,8iw.html, dalam Amanda Rachmadianti, dkk,
Kebijakan Luar Negeri Iran terhadap Amerika Serikat Mengenai Isu Nuklir pada masa Hasan
Rouhani, UNEJ Jurnal, Vol, 1, No, 1 (2012) , Jember: Hububngan Internasional Universitas Jember,
hal. 3-4. 19 Kenneth Katzman. 2013. Interim Agreement on Iran’s Nuclear Program. Washington DC:
Congressional Research Service, hal, 68, dalam Ibid., hal. 11
76
keringanan sanksi yang bersifat secara luas sebelum dimulainya negosiasi di Jenewa
pada 15-16 Oktober 2013. Dalam menghitung tentang hal-hal yang akan terjadi dari
sanksi tersebut, Amerika Serikat memperkenalkan bisnis baru dengan perusahaan-
perusahaan Iran, terutama dalam bidang bisnis minyak, emas, arsitektur dan otomotif.
Dalam berbagai macam hal Obama mulai mengurangi tekanan terhadap Iran dan
memperlambat kinerja dari sanksi pasca pemilihan Presiden Iran Rouhani. Selain
keputusan Obama untuk menunda sanksi yang baru tehadap Iran, Obama juga
memberikan keringanan nilai dolar yang bernilai minimal $20 miliar atau lebih.
Sanksi dolar tersebut berupa pengembalian aset Iran yang dibekukan, transfer emas
ke Iran untuk penjualan minyak dan gas alam, ekspor petrokimia dan pencabutan
sanksi di sektor otomotif Iran.20
3.2 Rusia
Terdapat beberapa tahun penting yang penulis catat mengenai hubungan Rusia
dengan Iran. Pada tahun 1989-1991, pada tahun 1991-2002, pada tahun 2006-2016
awal.
A. Tahun 1989-1991.
Hubungan antara Rusia dengan Iran sebenarnya sudah terjadi lama, tepatnya
pada bulan Juni tahun 1989 Hashemi Rafsanjani berkunjung ke Moskow. Terdapat
sejumlah perjanjian dari kunjungan tersebut termasuk tetntang kerjasama militer,
dalam perjanjian militer tersebut mingizinkan Iran untuk membeli pesawat militer
20 Mark Dubowitz, 2013, Examining Nuclear Negotiations-Iran After Rouhani’s First 100 Days,
Foundation For Defense of Democracies: Washington DC, hal, 7-8, dalam Ibid., hal. 12
77
yang canggih termasuk MIG-29 dan SU-24. Ketergantungan Iran dalam segi militer
tersebut semakin meningkat pada saat perang teluk. Diantara negara-negara yang
berada di Timur Tengah, Rusia memiliki kedekatan paling dekat dengan Republik
Islam Iran. Selain itu, secara letak wilayah geografis yang berdekatan dari kedua
negara tersebut membuat hubungan antara Rusia dan Iran tidak hanya sebatas
hubungan politik dan ekonomi, tetapi berlanjut kepada keamanan regional.21
Iran merupakan salah satu negara besar di kawasasan Timur Tengah dengan
tradisi politik dan pola kepemimpinan yang khas. Dalam perkembangannya, Iran
sedang melakukan program pengembangan energi nuklir. Namun kebijakan program
pengembangan nuklir yang dilakukan oleh Iran telah memicu berbagai macam
persepsi dikalangan masyarakat Internasional. Oleh karena itu, program nuklir Iran
menjadi masalah yang diperdebatkan dalam politik internasional khususnya Amerika
Serikat, Rusia, China dan Eropa. Pengembangan nuklir nuklir Iran mendapatkan
protes keras oleh Barat. Namun, Rusia justru mendukung Iran dengan menyuplai
teknologi senjata terbaru. Rusia juga merupakan salah satu negara pemegang hak veto
di Dewan Keamanan PBB, selain itu Rusia juga berusaha membendung upaya-upaya
Barat untuk meloloskan resolusi yang mengharuskan Iran menghentikan program
pengayaan uraniumnya. Rusia juga tidak akan pernah ikut terhadap kekerasan dalam
penyelesaian masalah nuklir Iran.22
21 Robert O. Freedman, 2006, Russia, Iran and The Nuclear Question The putin Record, The Strategic
Studies Institute: United States, hal. 5. 22 Zuher Efendi Akbar, Kepentingan Rusia Dibalik Dukungannya Terhadap Program Nuklir Iran,
UNEJ Jurnal, Vol, XII, No, 1 (2015), Jember: Hububngan Internasional Universitas Jember, hal. 2.
78
Iran telah membangun reaktor nuklir Bushehr yang difungsikan menjadi
sumber energy listrik bagi masyarakat Iran. Iran menyadari keterbatasan negaranya
untuk menyelesaikan sendiri pembangunan program pembangunan reaktor nuklir.
Oleh karena itu, Iran mulai menjalin beberapa kerjasama dengan negara lain. Pada
tahun 1975, Jerman sepakat untuk membantu Iran menyelesaikan pembangunan
reaktor nuklir. Namun karena munculnya perang antara Iran dengan Irak maka pada
tahun 1991 Jerman mengundurkan diri dari kerjasama tersebut, padahal reaktor
tersebut telah 90% komplit dan, 60% sisanya serta 50% untuk tower kedua.
Terjadinya perang antara Irak dan Iran, telah membuat kerugian besar terhadap Iran,
sehingga Iran membayar sejumlah uang kepada Siemens Kraftwerke Union untuk
menyelesaikan pembangunan reaktor tersebut.23
Pemerintah Rusia secara terang-terangan menyatakan siap dengan rencana
pembangunan reaktor nuklir Iran. Pada tahun 1991 Iran dan Rusia menandatangani
hubungan kerjasama ekonomi, yang menyebutkan bahwa Rusia akan membantu
membangun dua reaktor nuklir yang masing-masing reaktor tersebut memiliki
kekuatan 440 Megawatt. Keputusan Rusia tersebut mendapat tanggapan keras dari
Amerika Serikat, Israel dan negara-negara lainnya, Amerika Serikat terus-menerus
menekan Rusia agar menghentikan kesepakatan tersebut. 24
23 Ibid., hal. 4 24 Musthafa Abd. Rahman, Op. Cit., hal. 205
79
B. Tahun 1991-2002
Pada tahun 1995, Rusia bersedia untuk menyelesaikan dua pembangkit energi
nuklir yang berada di Bushehr Iran. Rusia juga bersedia untuk mengirimkan mesin V-
320 915 MWe WER-1000 pressurized water reactor kedalam reaktor di Bushehr.25
Iran dan Rusia telah setuju untuk bekerjasama dalam pembangunan nuklir. Iran
mengajukan untuk pembuatan reaktor pertamanya yang akan diselesai dalam waktu 4
tahun, pembuatan reaktor nuklir tersebut bernilai $800 miliar.26
Rusia membagi
pembangunan tersebut menjadi dua tahap yaitu; pertama, para peneliti Rusia melihat
situasi maupun kondisi yang ada di Iran serta melihat sejauh mana kemungkinan
terburuk yang akan terjadi kemudian memeriksa struktur dan mendata apa saja yang
dibutuhkan. Kedua, Rusia akan melakukan beberapa perbaikan jika memang harus
ada sebelum dilakukan instalasi. Dalam protokol perjanjian, disebutkan bahwa Rusia
bersedia menyiapkan 30-50 Megawatt thermal, 2000 ton uranium dan training bagi
10-20 ilmuan nuklir Iran setiap tiga tahun.27
Amerika Serikat terlihat sangat bingung dengan ambisi yang dilakukan Iran
dalam mengembangkan uranium. Amerika yang berusaha selama delapan tahun
untuk merayu Rusia namun gagal. Pada saat itu, para ahli Amerika Serikat
menyarankan Rusia untuk menandatangani perjanjian yang intinya sebagai berikut:28
25 Fred Wehling, 1999, Russian Nuclear and Missile Export to Iran, The Non Proliferation Review.
California: Monterey Institute of International Studies, hal. 136, dalam Zuher Efendi Akbar, Op. Cit.,
hal. 5 26 Ibid. 27 Ibid. 28 Zika Zakiya, 2009, Peran Mahmoud Ahmadinejad Tentang Kebijakan Nuklir Iran, Skripsi, Depok:
Program Studi Politik, Universitas Indonesia, bab IV hal. 3.
80
1. Rusia akan melarang segala bentuk kerjasama dengan Iran terutama dalam
distribusi light water reactor atau bahan bakar apapun yang bisa
menghidupkan reaktor di Bushehr. Termasuk memberi pelatihan bagi para
peneliti nuklir Iran
2. Rusia tidak boleh membantu Iran dalam bentuk apapun untuk menyediakan
teknologi dan komponen untuk memenuhi kebutuhan nuklir Iran. Termasuk
produksi heavy water, teknologi penelitian reaktor, konversi uranium,
pengayaan dan proses.
3. Demi keamanan nuklir, segala bahan bakar reaktor Bushehr yang disuplai
oleh Rusia akan dikembalikan Rusia dan tidak perlu disimpan di Iran. Bila
ingin melengkapi siklus nuklir, Iran harus membuat permohonan pada pihak
Rusia. Rusia juga punya hak untuk menghancurkan teknologi Iran yang sudah
dibangun atau sedang dibangun.
4. Rusia akan meminta Iran mematuhi Protokol IAEA sehingga badan ini
memiliki akses pada data nuklir yang dimiliki oleh Iran.
Pada tahun 2000, Rusia secara mengejutkan membatlakan perjanjian dengan
Amerika Serikat dan berniat untuk melanjutkan kerjasama nuklir dengan Iran.
Presiden Iran Khatami berkunjung ke Rusia pada bulan Maret 2001, dalam kunjungan
tersebut menghasilkan kesepakatan untuk memperluas kerjasama nuklir. Kementrian
Energi Rusia pada tahun 2002 mengumumkan perencanaan kesediaan Rusia
membangun reaktor nuklir baru selama 10 tahun, hingga tahun 2012. Pengumuman
yang dilakukan oleh Kementrian Energi Rusia itu dinilai sebagai titik balik hubungan
81
kerjasama nuklir antara Iran dengan Rusia, yang sebelumnya hanya terbatas pada
reaktor nuklir Bushehr yang sudah berlangsung selama 10 tahun.29
Terdapat beberapa alasan utama mengapa Rusia membatalkan perjanjian
dengan Amerika Serikat terkait program nuklir. Pertama, penjualan reaktor nuklir
menghasilkan banyak keuntungan untuk mata uang Rusia, dan Rusia tidak dapat
memastikan bahwa jika bekerjasama dengan AS menjanjikan keuntungan besar untuk
keuangan Rusia. Kedua, reaktor pertama Iran telah mulai beroperasi, Iran juga telah
beberapa kali mengisyaratkan Rusia bahwa mereka akan membeli sejumlah tambahan
untuk reaktor nuklir. Ketiga, reaktor Bushehr yang di pasok dari pabrik-pabrik di
Rusia telah memperkerjakan insinyur dan teknisi Rusia dalam jumlah besar dengan
demikian membantu menjaga industri nuklir Rusia tetap hidup.30
C. Tahun 2006-2016 awal.
Rusia sendiri memiliki alasan ekonomi untuk mendukung pemerintahan Iran.
Perdagangan Rusia dengan Iran lebih sedikit dibandingkan dengan China. Pada akhir
2006, pemerintah Rusia telah menjual dan mengirim ke Iran 29 sistem pertahanan
udara M1-nya. Kemudian pada tahun 2008, total perdagangan antara kedua negara
tersebut mencapai $3.2 miliar dan diperkirakan meningkat dalam beberapa tahun ini.
Peningkatan tersebut dikarenakan kedua negara adalah produsen energi utama,
mereka memiliki minat yang sama dalam menetapkan kebijakan penetapan harga
untuk minyak dan gas alam. Namun, yang terpenting Rusia berperan dalam
29 Musthafa Abd. Rahman, Op. Cit., hal. 206 30 Robert O. Freedman, Op. Cit., hal. 17
82
pembangunan pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir di Bushehr dan telah
membantu para ilmuan Iran untuk memperoleh pengetahuan nuklir. Akibat dari itu,
Rusia berselisih dengan Amerika Serikat mengenai cara menghadapi upaya Iran
untuk mendapatkan kemampuan pengembangan senjata nuklir. Rusia sendiri
memiliki hak veto di Dewan Keamanan PBB, secara konsisten menghambat upaya
yang dilakukan PBB untuk menghukum Iran.31
Disatu sisi Rusia memiliki dilema tersendiri untuk membantu Iran dalam
program nuklir Iran. Banyaknya tekanan dari negara-negara Barat menjadikan sebuah
masalah, tekanan-tekanan tersebut bertujuan untuk menghentikan pengembangan
nuklir Iran. Obama memberikan tekanan pada Rusia untuk membatasi pengiriman
teknologi nuklir ke Iran bahkan Obama juga memaksa Rusia untuk menghentikan
perjanjian yang telah dibuat oleh Iran dengan Rusia mengenai keinginan Rusia untuk
mengirimkan teknologi nuklirnya. Disatu sisi, Rusia tidak melihat rencana
pengembangan nuklir Iran sebagai suatu ancaman dan Rusia juga tidak ingin
menghancurkan hubungan jangka panjangnya yang sudah terjalin dengan Iran.
Menteri Energi Atom Rusia mengatakan bahwa Iran masih jauh dari proses
pembangunan senjata nuklir, karena teknologi yang dimiliki oleh Iran belum
mencapai dalam ketentuan dalam membangun senjata nuklir. Rusia juga mengatakan
bahwa transfer alat yang selama ini dilakukan oleh Rusia kepada Iran bukan
merupakan barang yang sensitif. Namun, dalam pandangan Amerika Serikat bahwa
31 George L. Simpson, Rusian and Chinese Support for Teheran, diakses dalam
https://www.meforum.org/2690/russian-chinese-support-for-iran (28/2/2019, 20.00 WIB)
83
barang yang sensitif tersebut merupakan segala macam hal yang bisa dikembangkan
menjadi senjata nuklir. Walaupun disisi lain beberapa ilmuwan Rusia mulai ada yang
menghawatirkan pengembangan nuklir Iran yang sudah berada dalam kapasitas
pengembangan senjata.32
Ketertarikan Iran untuk melanjutkan dialog tingkat Internasional diungkap
dalam pembicaraan antara Rusia dan Iran melalui telepon. Menteri Luar Negeri Rusia
Sergey Lavrov mengatakan bahwa “semua peserta negosiasi berharap dapat
menandatangani dokumen akhir perundingan ini dalam waktu tingga sampai empat
bulan kedepan”. Dalam negosiasi tahap akhir terkait program nuklir Iran yang
dimulai pada Selasa 18 November di Wina. Kesepakatan untuk pemberian tenggat
waktu dan mekanisme pencabutan sanksi-sanksi dari Barat terhadap Iran belum bisa
tercapai. Iran bersikeras agar seluruh sanksi harus dicabut segera setelah
penandatanganan perjanjian.33
Para pakar menilai Rusia selalu mengambil sikap
konstruktif dan berkelanjutan sepanjang proses negosiasi isu nuklir Iran. Hal tersebut
ditegaskan dalam pembicaraan oleh Vladimir Putin dan Hassan Rouhani melalui
telepon mereka saling mengutarakan kepentingannya akan kelanjutan dialog isu
program nuklir.
Seorang pakar dari Institut Perkiraan dan Regulasi Politik, Aleksandr
Kuznetsov menagatakan “Kesepakatan Bersama Program Nuklir Iran (PNI) tidak
32 Zuher Efendi Akbar, Op. Cit., hal. 6 33 RBTH Galia Ibrahimova, Iran dan P5+1 Belum Bisa Mencapai Kesepakatan Program Nuklir,
diakses dalam
https://id.rbth.com/politics/2014/11/28/iran_dan_p51_belum_bisa_mencapai_kesepakatan_program_n
uklir_26093, (28/2/2019, 16:37 WIB)
84
akan mempengaruhi citra internasional Rusia. Hal ini dikarenakan dalam beberapa
tahun terakhir ini Iran lebih aktif menjalankan proses perundingan dengan AS.
Walaupun Rusia adalah bagian dari P5+1, tetapi mereka mengerjakan penyelesaian
permasalahan yang lain”.34
Pada November 2014, Rusia dan Iran menandatangani kesepakatan untuk
membangun delapan pembangkit listrik energi nuklir secara bersamaan di Iran. Ini
merupakan kesepakatan terbesar dalam pasar nuklir selama beberapa tahun terakhir.
Kesepakatan ini termasuk pembangunan tahap kedua reaktor Bushehr dengan
menambah dua unit nuklir yang mungkin akan diperbesar menjadi empat dan rencana
pembangunan empat nuklir lainnya pada platform lain masih harus dipastikan.35
Rusia juga mendukung upaya Iran untuk mengekspor kelebihan produksi uranium
yang dihasilkan, dan sebagai gantinya Rusia akan mengirimkan uranium mentahnya
ke Iran. Rusia juga akan membantu Iran memoderenisasi reaktor nuklir di Arak dan
fasilitas uraniumnya yang ada di Fordo.36
34 Nikolay Surkov, Masa Depan Hubungan Rusia-Iran: Bersahabat, tetapi Tak Bersekutu, diakses
dalam https://id.rbth.com/politics/2015/04/10/masa_depan_hubungan_rusia-
iran_bersahabat_tetapi_tak_bersekutu_27427 (5/3/2019, 13:53 WIB) 35 Olga Samofalova Vzglyad, Era Baru Hubungan Iran-Tiongkok Ancam Kepentingan Rusia?, diakses
dalam https://id.rbth.com/politics/2016/03/29/era-baru-hubungan-iran-tiongkok-ancam-kepentingan-
rusia_579961 (5/3/2019, 14:10 WIB) 36 Rahman Asmardika, Rusia Akan Lanjutkan Perdagangan Nuklir dengan Iran, diakses dalam
https://news.okezone.com/read/2015/11/23/18/1254563/rusia-akan-lanjutkan-perdagangan-nuklir-
dengan-iran (29/3/2019, 23:30 WIB)
85
3.3 China
Terdapat beberapa tahun penting yang penulis catat mengenai hubungan
antara China dengan Iran. Pada tahun 1971-2002, pada tahun 2002-2009, pada tahun
2009-2016 awal.
A. Tahun 1971-2002
Hubungan antara China dengan Iran sudah berlangsung sejak berabad-abad
yang lalu. Sejak menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1971, hubungan Iran
dengan China semakin dekat terutama dalam bidang ekonomi, energi, keamanan dan
politik.37
Dalam aspek ekonomi, kerjasama perdagangan terjalin dalam dua area yaitu
general trade dan oil-gas trade. Hubungan perdagangan terus meningkat secara
signifikan dari $400 juta pada tahun 1994 menjadi $29 miliar pada tahun 2008.
Peningkatan tersebut tidak lepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh kedua negara
untuk mengeksploitasi potensi ekonomi mereka diantaranya penandatanganan
beberapa perjanjian, menyelaraskan peraturan ekspor-impor melalui serangkaian
koordinasi yang dilakukan kedua negara, menghilangkan hambatan keuangan dan
perbankan dalam aktifitas perdagangan, menetapkan arbitrase legal. Iran merupakan
pasar penting bagi produk-produk dan teknologi China begitu sebaliknya China juga
menjadi pasar yang menguntungkan bagi komoditas minyak mentah Iran.38
37 Liu jun and WU lei, 2010, Key Issues China – Iran Relations dalam jurnal of Middle Eastern and
Islamic Studies (in Asia) Vol, 4, No, 1, 2010, Institute Studies Yunnan University, hal 41-42 diakses
dalam
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/19370679.2010.12023147#aHR0cHM6Ly93d3cudGFu
ZGZvbmxpbmUuY29tL2RvaS9wZGYvMTAuMTA4MC8xOTM3MDY3OS4yMDEwLjEyMDIzMT
Q3P25lZWRBY2Nlc3M9dHJ1ZUBAQDA (5/3/2019, 14:45 WIB) 38 Ramzatul Widayat, 2013, Rasionalitas Iran Dalam Meningkatkan Kerjasama Ekonomi
86
Pertumbuhan ekonomi dan industri China yang pesat, memaksa China untuk
menentukan sikap politik yang penuh dengan perhitungan karena harus bersaing dan
berhadapan dengan berbagai kekuatan dunia. Sikap politik ini dapat diartikan pula
bahwa China akan berusaha untuk menjalin kerjasama dengan semua negara di dunia
yang memiliki sumber-sumber energi minyak. Hal ini terjadi karena cadangan energi
yang dimiliki China tidak sebanding dengan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka China mengharuskan mengimpor minyak dari
berbagai di dunia. Iran adalah salah satu penyuplai minyak bagi China, Iran memasok
hingga 12% dari total kebutuhan minyak di China. Bahkan China dan Iran terlibat
kerjasama eksplorasi ladang-ladang minyak baru di Iran. Dalam proyek jangka
panjang tersebut China telah menginvestasikan hingga $50 miliar dan mengerahkan
beberapa perusahaan besar China ke Iran.39
Tabel 3.1: Volume Impor Minyak Tiongkok, 1990-2002 (jutaan barel)
Pemasok 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002
Oman 6,00 22.34 24.58 41.28 42.29 114.32 58.73
Yaman - 3.20 9.18 27.49 29,55 26.37 23.81
Iran 2.20 0,84 0,50 16.87 26.43 51.10 77.60
Arab Saudi - 1.37 1.07 1.68 13.19 41.83 83.15
Irak - - - - 4.43 23.24 3,92
Dengan China Ditengah Embargo Ekonomi AS Pada Era Mahmud Ahmadinejad, Skripsi, Malang:
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang, hal. 13. 39 Agung Nugroho, Dukungan Cina Terhadap Program Nuklir Iran (2006-2009), Jurnal Transnasonal,
Vol, 4, No, 1 (2012), Riau: Hubungan Internasional Universitas Riau, hal. 3.
87
UAE - 1.71 0,48 - 3.76 3.14 -
Kuwait - - - - 2.06 3.16 7.81
Qatar - - - - - 11.67 3.34
Mesir - - - - - 0,88 -
Libya - 2.15 - 1.01 - 0,95 -
Aljazair - - 0,05 - - - -
Total dari Timur
Tengah
8.42 31.60 35.87 88.34 121.68 276.67 258.36
Total Impor 21.33 82,91 90.13 165.10 199.45 512,94 506.67
Proporsi Timur
Tengah
39.47 38.12 39,79 53.50 61.00 53.93 50,99
Sumber: Middle East Forum40
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa, eskpor Iran, Arab Saudi dan negara-
negara Timur Tengah lainnya mewakili hampir dua pertiga dari impor minyak China.
Pada tahun 1994, Iran hanya menyumbangkan 1% dari total impor China. Pada 2002,
China membeli $2 miliar minyak dari Iran dan itu mewakili lebih dari 15% dari total
impor minyak China. Pada Oktober 2004, Kepala Reformasi dan Pengembangan
Nasional China dan Menteri Perminyakan Iran menandatangani nota kesepahaman
berkaitan tentang kerjasama energi bilateral. Dalam perjanjian tersebut, pemerintah
China akan membeli 10 juta ton minyak Iran pada setiap tahunnya selama 25 tahun
kedepan. Sebagai imbalannya, dua produsen minyak terbesar China yaitu China
Petroleum dan Chemical Corporation (Sinopec) dapat mengembangkan ladang
40 Jin Liangxiang, Energy First China and The Middle East, diakses dalam
https://www.meforum.org/694/energy-first (15/3/2019, 21:33 WIB)
88
minyak di Yadavaran, kemudian China memberi 50% saham dalam cadangan itu
yang diperkirakan mencapai 17 miliar barel.41
B. Tahun 2002-2009.
China memerankan peran penting dalam pengembangan rudal dan nuklir Iran
dalam kurun waktu setidaknya 20 tahun ini. China menyediakan Iran dengan
teknologi militer yang canggih, termasuk juga peningkatan kemampuan rudal balistik
Iran. Ekspor China dan bantuan ke Iran pada umumnya terbagi menjadi dua bidang
yaitu, penyediaan rudal jelajah anti-kapal dan teknologi terkait bantuan teknis untuk
program rudal balistik Iran, serta beberapa ekspor lengkap mengenai ballistic
missiles. Namun pada kenyataannya ditengah hubungan antara China dan Iran,
kecurigaan dan permusuhan Amerika Serikat datang dengan apa yang mereka sebut
yaitu “Iraninan nuclear issue”.42
Sejak tahun 2002, China percaya bahwa solusi damai yang terbaik untuk
menyelesaikan masalah nuklir Iran adalah melalui jalan diplomasi dan negosiasi yang
berkelanjutan. Lebih lanjut dalam isu nuklir, China juga mendukung program nuklir
Iran yang bertujuan untuk kepentingan masyarakatnya, China juga percaya bahwa
negara yang berdaulat seperti Iran memiliki hak secara legal untuk mendapatkan
teknologi nuklir secara damai. Terlebih lagi Iran adalah termasuk negara yang
menandatangi perjanjian NPT dan usaha perlindungan dengan IAEA yang
41 Ibid 42 Liu jun and WU lei, Op. Cit., hal. 47
89
mendapatkan hak yang sah untuk mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.
Menurut China, IAEA yang diperkuat negara anggotanya harusnya menyediakan
layanan untuk Iran guna mempromosikan energi nuklir secara damai. Amerika
Serikat yang skeptis atau ragu-ragu dengan Iran yang didasarkan pada fakta bahwa
negara yang kaya akan minyak bumi tidak memerlukan tenaga nuklir untuk
mempertahankan ekspornya.43
Pemerintah Iran beralasan bahwa program nuklir yang dilakukan oleh
negaranya tidak ditujukan untuk pengembangan senjata nuklir melainkan untuk
keperluan medis dan pembangkit tenaga listrik. Namun, kebijakan yang dilakukan
oleh Iran mendapatkan reaksi keras dari negara-negara Barat (Amerika Serikat dan
Eropa). Melalui Dewan Keamanan PBB (DK-PBB), pada akhir tahun 2005 resolusi
DK-PBB dirancang dan diusulkan oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat
mengusulkan untuk menghentikan penjualan atau suplai peralatan, teknologi atau
keuangan yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung program nuklir Iran. Namun,
China yang didukung Rusia yang juga memegang hak veto dalam DK-PBB
mengajukan amandemen atas rancangan resolusi tersebut. China yang selalu menolak
menyatakan bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberikan sanksi karena
Iran telah membuka pintu negosiasi. Hampir dari separuh rancangan yang diusulkan
dalam amandemen di revisi. Poin penting dari revisi terebut adalah China
43 Ibid., hal. 49
90
mengusulkan bahwa masing-masing negara boleh memutuskan sendiri barang-barang
yang bisa dibeli oleh Iran tanpa ada intervensi dari negara lain.44
China telah menunjukkan dukungannya terhadap hak-hak Iran untuk memiliki
teknologi nuklir damai. Sejak permasalahan Iran dibawa ke DK-PBB yang dipelopori
oleh Barat, China yang didukung Rusia memandang kekhawatiran Barat terhadap
program nuklir Iran sebagai sesuatu yang berlebihan. Dikarekanan sejak Iran
mengumumkan keinginannya untuk melanjutkan program nuklirnya pasca revolusi,
Barat tidak terlibat dalam perkembangan teknologi nuklir Iran. Namun bagi China
dan Rusia yang terlibat secara langsung menggantikan peran Barat menganggap
program tersebut sebagai hak Iran untuk mendapatkan teknologi nuklir. Meskipun
selama proses penjatuhan sanksi terhadap Iran, China belum pernah menggunakan
hak vetonya. Namun, bukan berarti pemerintah China tidak mendukung
pemberlakuan sanksi terhadap Iran.45
China juga beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh DK-PBB
tentang permasalahan nuklir Iran harus berpegang pada tiga prinsip dasar, pertama
tindakan yang diambil harus sepenuhnya dihormati dan dijaga. Kedua, tindakan DK -
PBB harus menciptakan situasi yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas di
Timur Tengah terutama daerah Teluk. Ketiga, harus membantu dalam memulihkan
perekonomian dunia dan menghindarkan dampak pada kehidupan normal rakyat Iran
dan ekonomi serta tidak mengganggu hubungan perdagangan antara Iran dengan
44 Agung Nugroho, Op. Cit., hal. 2. 45 Ibid., hal. 11
91
negara lain. Tindakan yang diambil oleh DK-PBB harus sesuai dengan realitas yang
ada di lapangan, memiliki sasaran yang jelas dan harus memperkuat upaya diplomatik
dalam menyelesaikan masalah nuklir Iran.46
C. Tahun 2009-2016 awal.
China disatu sisi mendukung beberapa resolusi DK-PBB terhadap program
pengayaan nuklir Iran. Pada November 2009 China mendukung resolusi Badan
Energi Atom Internasional yang menyerukan “kerjasama penuh” Iran untuk
memperjelas program nuklirnya. Terlepas dari keterlibatan sejumlah perusahaan
China, dalam upaya untuk mentransfer bahan dan teknologi ke Iran yang mungkin
digunakan dalam perangkat nuklir. Para ahli kebijakan luar negeri tidak peduli
terhadap dampak negatifnya. Adapun upaya China untuk membina hubungan baik
dengan masyarakat internasional yang stabil, ia dapat mengengejar kepentingan
ekonominya sendiri. Banyak masyarakat di China yang sadar akan efek domino
potensial dari akuisisi senjata nuklir Iran yaitu, Pertama upaya Israel untuk
menghilangkan ancaman senjata, Kedua kepentingan Arab Saudi dalam memperoleh
senjata nuklir sebagai tanggapan atas akuisisi Iran.47
46 Ibid., hal. 13 47 Charles Freeman, The China Factor In Iran’s Nuclear Strategy, CSIS (center for Strategic &
International Studies, diakses dalam http://csis.org/publication/china-factor-irans-nuclear-strategy
(5/3/2019, 18.32 WIB)
92
Diagram 3.1 China’s crude oil imports by source, 2014
Sumber: IAEA48
Dalam gambar diatas dapat dijelaskan bahwa, permintaan minyak China terus
melampaui produksi dalam negeri, impor minyak telah meningkat secara terus-
menerus dalam dekade ini. Terdapat beberapa negara Timur Tengah yang menjadi
sumber terbesar impor minyak mentah China yaitu Saudi Arabia 16%, Oman 10%,
Iraq 9%, Iran 9%, UAE 4%, meskipun terdapat negara dari benua Afrika yaitu
Angola yang mulai berkontribusi lebih banyak pada impor China. Secara historis,
Iran adalah sumber minyak terbesar ketiga China hingga 2012. Sanksi AS dan Eropa
atas penjualan minyak mentah Iran sebagai akibat dari ketidaksepakatan dalam
program nuklir Iran, kemudian China mengurangi tingkat impor minyak dari Iran
untuk mempertahankan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan Uni
Eropa.
48 IAEA, China, diakses dalam https://www.eia.gov/beta/international/analysis.php?iso=CHN
(15/3/2019, 23:01 WIB)
93
China dalam beberapa kesempatan, mengatakan bahwa telah berusaha
bersungguh-sungguh dan terlibat secara aktif dalam konsultasi pada setiap resolusi
harus sesuai dengan prinsip-prinsip politik luar negeri China terhadap Iran. China
juga selalu menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan secara damai
permasalahan nuklir Iran dan juga berharap pihak-pihak yang terkait bersedia
kembali melakukan perundingan atas dasar kesetaraan dan saling menghormati,
memperkuat kontak dan dialog, serta memupuk rasa saling percaya dan mencari
solusi yang dapat diterima oleh semua pihak untuk memulai kembali perundingan.
Ditengah tekanan dunia internasional, khususnya Barat terhadap Iran pemerintah
China justru semakin meningkatkan kerjasama ekonomi dan energi dengan Iran.
Diplomasi China terhadap Iran dapat terlihat dari kuatnya hubungan kerjasama kedua
negara meskipun resolusi DK-PBB menghendaki negara-negara anggota PBB untuk
menerapkan sanksi ekonomi dan keuangan terhadap Iran.49
Pada 23 Januari 2016, Presiden Iran dan Presiden China sepakat bahwa
Tiongkok akan membangun dua pembangkit energi nuklir di Iran bagian selatan dan
Iran juga akan memasok minyak bumi dalam jangka panjang untuk China.
Kesepakatan yang berlangsung selama 10 tahun tersebut akan meningkatkan
perdagangan antara kedua negara menjadi $600 miliar. Iran menyebut pertemuan
tersebut sebagai „fajar dari era baru‟ hubungan antara Iran dengan China. China
sendiri telah menjadi mitra perdagangan utama bagi Iran sejak lama. Pada 2014,
49 Agung Nugroho, Op. Cit., hal. 14-16
94
perdagangan antar kedua negara tersebut mencapai $52 miliar dan Iran berharap pada
2026 angka tersebut akan meningkat menjadi $55 miliar pertahun.50
3.4 EU+3
Terdapat beberapa tahun penting yang penulis catat mengenai hubungan
antara EU+3 dengan Iran. Pada tahun 1975-1998, pada tahun 1998-2006, pada tahun
2006-2016 awal.
A. Tahun 1975-1998.
Sejak Era Kepemimpinan Shah Reza Pahlevi, Iran memulai program
nuklirnya. Pada tahun 1975, Iran menandatangani kerjasama pembangunan reaktor
nuklir dengan perusahaan Jerman Barat yaitu “Siemen”. Dalam kerjasama tersebut
Jerman mendirikan dua reaktor nuklir dengan berkekuatan masing-masing 1.300
Megawatt di kota Bushehr. Pada saat yang sama, Iran juga meminta Perancis untuk
mendirikan sebuah reaktor nuklir untuk pembangkit tenaga listrik yang berkekuatan
935 Megawat di kawasan Ahwaz. Selanjutnya, Iran juga menandatangani transaksi
dengan perusahaan Perancis yang lain guna mendirikan sebuah reaktor nuklir dengan
uranium berkadar rendah. Pada 7 Oktober 1976, pemerintah Perancis menyatakan
niatnya untuk melaksanakan pembangunan delapan reaktor nuklir di Iran.51
Ketika rezim Shah Reza Pahlevi jatuh pada tahun 1979, dua reaktor nuklir
yang di bangun oleh Jerman telah rampung 80% dan yang satunya lagi baru selesai
50 Olga Samafolava Vzglyad, Op.cit. 51 Musthafa Abd. Rahman, Op.Cit., hal. 203
95
50%. Atas kejadian tersebut pemerintah Jerman melarang perusuhaan Jerman itu
untuk melanjutkan proyek pembangunan reaktor nuklir. Reaktor-reaktor nuklir yang
dibangun oleh Amerika Serikat, Perancis dan Jerman itu merupakan salah satu ambisi
Pahlevi untuk membangun 20 reaktor nuklir dengan berbagai macam tujuan yakni
untuk pembangkit tenaga listrik, riset dan keperluan lainnya dengan biaya sekitar $30
miliar. Setelah revolusi yang terjadi di Iran, Iran dihadapkan oleh masalah baru. Pada
masa perang Iran-Irak, pesawat-pesawat tempur Irak beberapa kali memborbardir dua
reaktor nuklir Iran dan menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian penting dalam
reaktor nuklir tersebut.52
B. Tahun 1998-2006.
Sejak tahun 1998, Iran dan Uni Eropa telah berupaya untuk meningkatkan
hubungan mereka dalam kerjasama ekonomi, politik dan isu-isu lainnya. Uni Eropa
secara bertahap berupaya untuk mempererat hubungannya dengan Iran dan bertujuan
untuk tetap mengembangkan hubungan yang bersifat lama serta positif dengan Iran
demi mengembangkan potensi kemitraan yang konstruktif, yang mana kedua belah
pihak bisa mendapatkan keuntungan. Hubungan antara Iran dengan beberapa negara
Barat hanya berlangsung sampai ditajuhkannya rezim Shah Mohammad Pahlevi
setelah adanya Revolusi Islam.53
Pasca Revolusi, Iran berubah menjadi Republik Islam Iran, negara-negara
Barat mulai menghentikan kerjasamanya dengan Iran terlebih dalam hal nuklir.
52 Ibid., hal. 205 53 Mohammad Alcaff, Op. Cit., hal. 95
96
Kemudian, Iran mulai mencari teman kerja baru dan mulai untuk bekerjasama dengan
negara lainnya untuk melanjutkan program nuklirnya. Namun, kerjasama baru yang
dijalin oleh Iran terpaksa harus dihentikan karena banyaknya tekanan dari AS dan
negara-negara Barat.54
Banyaknya tekanan yang dilakukan oleh Barat terhadap Iran dengan tujuan
agar Iran dapat menghentikan program pengayaan nuklir. Tekanan yang dilakukan
oleh AS dan EU diantaranya, Pertama melakukan embargo ekonomi dan
mengeluarkan ancaman serangan militer terhadap Iran. Kedua, mengancam akan
memberikan sanksi kepada negara-negara yang menanamkan investasi dalam jumlah
besar. Ketiga, AS dan EU terus menerus memberikan isu-isu bahwa program
pengayaan nuklir yang dilakukan oleh Iran akan dijadikan senjata nuklir. Meskipun
dalam kenyataannya anggota inspeksi IAEA menyatakan bahwa tidak ada
penyimpangan dari program nuklir Iran. Pengayaan nuklir yang dilakukan Iran hanya
5% yang merupakan batasan bagi pengayaan uranium untuk tujuan damai, dimana
dalam proses nuklir untuk tujuan militer dibutuhkan uranium dengan tingkat
pengayaan hingga 97%.55
Sejatinya, Iran telah menandatangani NPT (Non Proliferation Treaty) pada
tahun 1968 sebagai negara yang tidak memiliki senjata nuklir dan meratifikasinya
54 Ibid. 55 Rahmad Kurniawan, Sejarah Awal Mula Perkembangan Nuklir di Iran, diakses dalam
http://www.intipsejarah.com/2014/09/sejarah-awal-mulaperkembangan-nuklir.html?m=1, dalam Dewi
Mahmudah Ni‟matul, 2017, Program Nuklir Iran: Kajian Konflik Nuklir Iran Dengan Negara P5+1
(1979-2006), Skripsi, Jakarta: Program Studi Sejarah Dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan
Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, hal. 2.
97
pada tahun 1970. Hal ini merupakan bahwa semua kegiatan nuklir harus dilakukan
dengan cara transparan kepada masyarakat internasional dan berada dibawah kontrol
penuh dari IAEA (International Atomic Energy Agency). Namun sebaliknya, Iran
terus menolak untuk melakukan kewajiban internasionalnya dan enggan bersikap
kooperatif dengan IAEA.56
Ketakutan atas perkembangan program nuklir Iran telah mendominasi
hubungan antara Uni Eropa dengan Iran. Perkembangan program nuklir Iran telah
memicu Uni Eropa untuk ikut andil dalam menekan Iran untuk menghentikan
pengayaan uraniumnya. Uni Eropa selalu berkomitmen untuk memberikan perhatian
besar serta memberi standar tinggi terhadap keamanan nuklir di wilayah Eropa dan
diluar perbatasannya. Selain itu, Uni Eropa sangat mendukung NPT (Non
Proliferation Treaty). Uni Eropa juga mempromosikan confidence building dan
mendukung proses yang bertujuan untuk membangun zona bebas senjata pemusnah
masal di wilayah Timur Tengah.57
Uni Eropa memiliki keinginan untuk menjadi aktor utama, pada 2003 dapat
dianggap sebagai langkah besar untuk menuju ke arah tersebut. Untuk pertama
kalinya Uni Eropa menggunakan pendekatan diplomatik koersif vis-à-vis kepada Iran.
Pendekatan tersebut dalam program nuklir Iran memiliki tujuan heuristic selama
periode empat tahun dan dibagi menjadi empat tahap; Pertama, pada tahun 2002,
56 Nuclear Threat Initiative, Iran: Nuclear, diakses dalam
https://www.nti.org/learn/countries/iran/facilities/ (5/3/2019, 21:35 WIB) 57 European Union External Action, Instrument for Nuclear Safety Co-operation, diakses dalam
http://eeas.europa.eu/nuclear_safety/index_en.htm (5/3/2019, 22:15 WIB)
98
Kedua dimulai dengan perjanjian Uni Eropa dengan Iran pada bulan Oktober 2003
sampai break-up negosiasi pada bulan Agustus 2005, Ketiga tahap eskalasi dalam
IAEA sampai awal Februari 2006, Keempat keterlibatan Dewan PBB sejak Februari
tahun 2006.58
Pertama, karena Iran adalah negara yang menandatangani perjanjian NPT,
secara hokum Iran terkait untuk tidak memperoleh senjata nuklir. Sedangkan isu yang
beredar pada perengahan tahun 2002 bahwa Iran sedang melakukan program senjata
nuklir. Informasi tersebut kabarnya datang dari Dewan Nasional Perlawanan, gerakan
oposisi Iran yang secara mengejutkan termasuk dalam tokoh-tokoh yang terdaftar
sebagai teroris di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.59
Kedua, negosiasi antara Iran dengan Uni Eropa dan perjanjian pada Oktober
2003–Agustus 2005. Pada tanggal 21 Oktober 2003, Menteri Luar Negeri Eropa-3
Perancis, Inggris dan Jerman datang ke Iran untuk bernegosiasi langsung dengan
presiden Iran. Dominique de Villepin, Jack Straw dan Joschka Fisher berahasil
menandatangani perjanjian dengan Iran. Dalam negosiasi lebih lanjut Iran setuju
untuk menghentikan program pengayaannya demi menandatangani Protokol
tambahan dan untuk mematuhi Protokol sementara itu, hal tersebut dianggap sebagai
terobosan baru. Tidak hanya itu, EU+3 melakukan hal tersebut dalam satu kesatuan
dan didukung oleh negara-negara Uni Eropa lainnya. Namun, beberapa hari
kemudian Iran mengajukan deklarasi penuh mengenao program nuklirnya kepada
58 Tom Sauer, Coercive Diplomacy by The UE: The Case of Iran, Discussion papers in diplomacy,
Vol, 8, No, 3 (2007), Clingendael: Netherlands Institute of International Relations, hal. 6-15. 59 Ibid., ha.l 7-9
99
IAEA. Akibatnya, resolusi IAEA 26 November 2003 meskipun sangat menyesalkan
kegagalan Iran pada masa lalu dan pelanggarannya tidak menyatakan bahwa Iran
berada dalam ketidak patuhan.60
Ketiga, menurut catatan dari IAEA antara Agustus 2005 hingga Februari
2006. Iran kembali menjalankan pengayaan uraniumnya yang dianggap sebagai
pelanggaran dari oleh Uni Eropa. Untuk pertama kalinya Uni Eropa berhasil
meyakinkan Rusia dan China untuk tidak menggunakan hak veto mereka terhadap
resolusi IAEA yang secara resmi menyatakan bahwa Iran berada di dalam
ketidakpatuhan dengan IAEA. Resolusi September 2005 IAEA. Dewan didukung
oleh Uni Eropa, Amerika Serikat dan sebagian besar anggota lainnya seperti Rusia
dan China. Resolusi tersebut juga mengingatkan Iran, jika Iran tidak mematuhi IAEA
sebelum pertemuan berikutnya maka dokumen yang dimaksud akan dikirimkan
kepada Dewan Keamanan PBB.61
Keempat, pada 29 Maret 2006, setelah berminggu-minggu negosiasi, Dewan
Keamanan PBB mengadopsi apa yang disebut dengan deklarasi ketua yang mengikat
secara hukum. Dokumen yang diadopsi dengan suara bulat ini memberi Iran satu
bulan lagi untuk datang dengan bersih. Tetapi, pada 11 April 2006 Iran dengan
bangga mengumumkan bahwa ia telah berhasil memperkaya uraniumnya hingga
3.5% berkat 164 sentrifugal. Pada akhir Mei, Uni Eropa berhasil meyakinkan AS,
Rusia dan China untuk bernegosiasi dengan Iran, namun AS menetapkan syarat untuk
60 Ibid., hal. 9-11 61 Ibid., hal. 12
100
pembicaraan multilateral tersebut, yaitu Iran harus menghentikan program
pengayaannya. Pada akhir November 2006, IAEA menolak permintaan Iran untuk
mendukung program pengembangan reaktor nuklir air berat di Arak.62
C. Tahun 2006-2016 awal.
Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (DK-PBB) semuanya termasuk
dalam kelompok P5+1N dan ikut serta dalam negosiasi dengan Iran. Dewan
Keamanan tersebut dapat mengeluarkan resolusi terhadap Iran mengenai program
nuklirnya. Masing-masing anggota tetap DK-PBB memiliki hak veto terhadap
resolusi Dewan Keamanan, sehingga persetujuan mereka sangat dibutuhkan. Jerman
sendiri tidak termasuk dalam DK-PBB dan tidak memiliki hak veto. Akan tetapi,
Jerman adalah salah satu mitra dagang utama Iran sehingga diikutkan dalam proses
negosiasi tersebut. Pada tahun 2005, Jerman adalah eksportir terbesar ke Iran sebesar
14.2%. Inggris, Jerman dan Perancis merupakan anggota Uni Eropa yang paling
berpengaruh dan sering disebut sebagai EU+3. Ketiga negara tersebut telah lebih
dahulu bersama dan bernegosiasi dengan Iran sejak tahun 2003.63
Dalam menghadapi Iran, Uni Eropa menggunakan dua sumber daya dan
instrumen terbaiknya, yaitu kekuatan ekonomi dan politik. Oleh karena itu, Uni Eropa
menggunakan diplomasi politik dan sanksi ekonomi sebagai strateginya dalam
menghentikan proliferasi nuklir Iran. Tindakan pemberian sanksi dianggap sebagai
62 Ibid., hal. 12-15 63 Dewi Mahmudah Ni‟matul, 2017, Prgram Nuklir Iran: Kajian Konflik Iran Dengan Negara P5+1
(1979-2006), Skripsi, Jakarta: Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, hal. 10.
101
kebijakan luar negeri yang kuat. Uni Eropa telah mendapat peran penting dalam
panggung global selama dua dekade terakhir ini, dan kebijakan sanksi adalah salah
satu elemen yang telah berkontribusi untuk peran Uni Eropa. Uni Eropa juga
berpendapat bahwa cara terbaik untuk memecahkan kebuntuan program nuklir Iran
adalah melalui jalan negosiasi yang konstruktif. Ketika negosiasi gagal, maka sanksi
dapat menjadi langkah terakhir yang dapat digunakan untuk melemahkan Iran.
Walaupun strategi Uni Eropa tidak sepenuhnya mampu menghentikan program nuklir
Iran secara penuh. Namun, diplomasi Uni Eropa telah berhasil membawa Iran ke
meja perundingan. Sementara sanksi-sanksi Uni Eropa telah berhasil menghambat
Iran untuk mengakses komponen-komponen yang diperlukan untuk mengembangkan
rudal dan nuklirnya. Strategi Uni Eropa tersebut telah membatasi kemampuan Iran
untuk merakit senjata nuklir.64
Diplomasi merupakan instrumen penting dari kebijakan luar negeri Uni Eropa
terhadap Iran. Uni Eropa memimpin berbagai perundingan yang bertujuan untuk
mendorong Iran mengurangi program nuklirnya. Upaya diplomasi Uni Eropa dimulai
dengan pembentukan E+3 yang terdiri dari Inggris, Perancis dan Jerman. Dalam
upaya penghentian proliferasi nuklir Iran, Uni Eropa dan Iran selalu menegaskan
komitmennya untuk mencari resolusi diplomatik. Melalui E+3, Uni Eropa secara
spesifik menuntut Iran untuk menangguhkan semua kegiatan daur ulang bahan bakar
64 Estri Hardianti, 2015, Kebijakan Uni Eropa Dalam Menghentikan Proliferasi Nuklir Iran Tahun
2009-2013, Skripsi, Jakarta: Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, hal. 110-112.
102
nuklir yang dapat memungkinkan Iran untuk memperoleh pengetahuan dan
kemampuan yang diperlukan untuk membangun senjata nuklir.65
Uni Eropa menerapkan tiga jenis sanksi kepada Iran. Pertama, pembatasan
ekspor dan impor, seperti senjata, minyak dan gas termasuk pembatas bahan-bahan
yang berkaitan dengan program nuklir ke Iran. Kedua, sanksi finansial, seperti
mencegah pembayaran, pembekuan aset, larangan atas keuangan berupa pembekuan
aset bank-bank sentral Iran di Eropa. Ketiga, larangan perjalanan yang menolak hak
individu untuk masuk ke Eropa atau transit melalui negara Eropa, termasuk
pemberlakuan larang visa bagi individu-individu tertentu.66
Meningkatnya kekhawatiran Eropa atas program nuklir Iran, hal tersebut telah
mendorong Uni Eropa untuk memberi sanksi terhadap Iran. Maka, sanksi
embargopun disertai dengan sanksi finansial. Berdasarkan keputusan DK-PBB 1929
pada 2010, Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap Iran. Sanksi tersebut berupa
larangan investasi Eropa di sektor minyak dan gas Iran, penyediaan peralatan penting,
teknologi, pembiayaan dan bantuan untuk penggunaan pemurnian gas alam cair,
eksplorasi dan produksi. Sanksi tersebut juga termasuk langkah-langkah seperti
larangan bagi bank Iran untuk membuka cabang dan membuat usaha bersama di Uni
Eropa. Pada 23 Januari 2012, Eropa menjatuhkan sanksi tambahan yaitu pembekuan
aset Bank Sentral Iran yang berada di Uni Eropa dan di terapkan pada 15 Oktober
65 Ibid., hal. 92-94 66 Ibid., hal. 98
103
2012.67
Pada Oktober 2012, Uni Eropa kembali menjatuhkan sanksi, sanksi tersebut
berupa pelarangan ekspor ke Iran dari bahan-bahan yang berhubungan dengan
program nuklir dan balistik. Bahan-bahan tersebut berkaitan dengan grafit, logam
mentah atau setengah jadi, seperti alumunium dan baja. Kemudian terdapat sanksi
larangan impor gas alam.
Setelah adanya kesepakatan program nuklir yang dilakukan antara Ira dengan
negara-negara P5+1N, Uni Eropa akan mencabut sanksi ekonomi yag diterapkan
terhadap Iran. Pencabutan sanksi tersebut adalah bagian dari implementasi dari Joint
Comperhensive Plan of Action (JCPOA), sanksi-sanksi yang dicabut tersebut meliputi
sanksi-sanksi yang diterapkan Uni Eropa pada tahun 2012 yang diantaranya melupti
sanksi terhadap perdagangan minyak Iran, dan sanksi perdagangan seperti emas,
logam mulia dan produk petrokimia.68
Sementara itu Inggris akan membuka kembali
kedutaan besarnya di Iran, langkah tersebut untuk memulihkan hubungan diplomatik
dengan Iran.69
Jerman sendiri berencana untuk memperkuat hubungan ekonominya
dengan Iran, perusahaan Jerman seperti Volkswagen dan Siemens berencana untuk
meraup keuntungan dari pasar Iran. Ekspor ke Iran diperkirakan akan meningkat
menjadi lebih dari 10 miliar euro. Selama sanksi terhadap Iran, ekospor Jerman ke
67 Ibid., hal. 104-105 68 Bima, Uni Eropa Cabut Sanksi Atas Iran, diakses dalam http://liputanislam.com/berita/uni-eropa-
cabut-sanksi-atas-iran/ (29/3/2018, 20:38 WIB) 69 Fadli Adzani, Inggris Akan Membuka Kembali Kedutaan Besar di Teheran, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150821144947-120-73592/inggris-akan-buka-kembali-
kedutaan-besar-di-teheran (29/3/2019, 20:58 WIB)
104
Iran jatuh dari angka tertinggi 4.4 miliar eruro pada 2005 menjadi 1.8 miliar euro
pada tahun 2013.70
3.5 Perundingan Nuklir Iran Dengan Negara-Negara P5+1N
A. Tahun 2013.
Perundingan nuklir Iran dengan negara-negara P5+1N dimulai pada 15-16
Oktober 2013 di Jenewa, dimana menteri luar negeri Iran Javad Zarif memaparkan
aspek teknis sebuah rencana baru yang bertujuan untuk meyakinkan masyarakat
internasional bahwa program nuklir Iran untuk tujuan damai.
Sebagai imbalannya, Iran mengusahakan pencabutan sanksi-sanksi internasional yang
diberlakukan untuk memaksa Iran menghentikan kegiatan pengayaan uranium.71
Perundingan di Jenewa ini merupakan yang pertama sejak Presiden Hassan
Rouhani yang moderat terpilih dalam pemilu Iran bulan Juni lalu. Ia berjanji akan
memimpin upaya diplomatik untuk melonggarkan sanksi-sanksi ekonomi terhadap
Iran, tetapi pejabat-pejabat P5+1 telah mengatakan bahwa Iran harus membuktikan
ketulusannya lewat langkah-langkah konkrit sebelum sanksi-sanksi itu dapat
dilonggarkan. Dalam perundingan sebelumnya, keenam negara itu telah menyerukan
pada Iran untuk mengirim persediaan uraniumnya yang diperkaya dengan kemurnian
70 CNN, Menteri Ekonomi Jerman Segera Menuju ke Iran, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150715144653-134-66556/menteri-ekonomi-jerman-
segera-menuju-ke-iran (29/3/2019, 22:12 WIB) 71 VOA, Iran dan negara-negara Kuat Dunia Lanjutkan Dialog Nuklir di Jenewa, diakses dalam
https://www.voaindonesia.com/a/iran-dan-negara-negara-kuat-dunia-lanjutkan-dialog-nuklir-di-
jenewa/1770588.html (26/3/2019, 20:00 WIB)
105
hingga 20%. Uranium dengan kadar kemurnian itu dapat diubah menjadi bahan
pembuat senjata nuklir.72
Setelah itu, untuk melanjutkan diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Iran
dengan negara-negara P5+1N. Pada tanggal 7-9 November 2013 di Jenewa, terdapat
perundingan untuk menguatkan komitmen Barat maupun Iran agar menyelesaikan
permasalahan nuklir. Namun, dalam perundingan tersebut gagal mencapai suatu
kesepakatan terkait program nuklir Iran.73
Setelah gagalnya perundingan di Jenewa
tanggal 7-9 November, Menlu Iran kembali mengadakan perundingan dengan negara-
negara P5+1N untuk menyelesaikan persoalan nuklir Iran. Pada 20 November 2013,
perundingan tentang program nuklir Iran mencatat beberapa kemajuan serta
kesepakatan. Dalam kesepakatan itu, Iran menyatakan setuju untuk mengurangi
kegiatan nuklirnya dan memberi akses seluas-luasnya kepada Badan Energi Atom
Internasional (IAEA) untuk menginspeksi fasilitas nuklir Iran. Sebagai imbalannya,
negara-negara Barat sepakat untuk mencabut beberapa sanksi terhadap Iran, dan tidak
memberlakukan sanksi baru. Kesepakatan tersebut mulai beraku 20 Januari 2014.
Sejak itu, beberapa negara seperti Inggris dan Perancis mulai melakukan pembicaraan
langsung dengan Iran tentang kemungkinan investasi ekonomi.74
72 VOA, Perundingan Nuklir Iran Tiupkan Harapan, diakses dalam
https://www.voaindonesia.com/a/perundingan-nuklir-iran-tiupkan-harapan/1771219.html (26/3/2019,
20:40 WIB) 73 Kompas, Negosiasi nuklir Iran Berakhir Tanpa Kesepakatan, diakses dalam
https://internasional.kompas.com/read/2013/11/10/1032385/Negosiasi.Nuklir.Iran.Berakhir.Tanpa.Kes
epakatan (26/3/2019, 21:01 WIB) 74 Dw, Perundingan Program Nuklir Iran Dilanjutkan di Wina, diakses dalam
https://www.dw.com/id/perundingan-program-nuklir-iran-dilanjutkan-di-wina/a-17440270 (26/3/2019,
22:00 WIB)
106
Kesepakatan yang terjadi pada November tersebut antara lain mewajibkan
Iran menghentikan sebagian aktivitas atomnya dalam jangka waktu 6 bulan. Uranium
yang sudah diperkaya hingga 20% harus diencerkan lagi hingga batasan pengayaan
maksimal 5%. Iran juga dilarang membangun instalasi sentrifugal baru bagi
pengayaan Uranium. Sebagai imbalannya, sanksi ekonomi Barat terhadap Iran senilai
$7 miliar akan dilonggarkan dan akan mencabut embargo maupun sanksi terhadap
bisnis minyak bumi dan logam mulia dari Iran.75
B. Tahun 2014.
Pada tanggal 20 Januari 2014, IAEA mengeluarkan laporan tentang kepatuhan
Iran sesuai dengan kesepakatan yang terjadi pada sebelumnya, termasuk
menghentikan pengayaan uraniumnya hingga 20% dan menghentikan pekerjaan di
reaktor air berat yang berada di Arak.76
Hasil akhir dari kesepakatan ini bagi Barat
sangat jelas, yaitu suapaya Iran tidak dapat memproduksi bom atom. Sementara bagi
Iran, kesepakatan ini merupakan kunci untuk penghapusan seluruh sanksi ekonomi.
Pada 2 April di Lausanne, Swiss. Saat itu, negara peserta dialog menyepakati
kerangka kesepakatan yang menjelaskan bahwa Iran harus mengurangi 19 ribu
sentrifugal pengaya uranium di dua fasilitas nuklir di Natanz dan Fordow menjadi
hanya 6.104. Sentrifugal yang tersisa nanti adalah generasi pertama jenis IR-1. Iran
juga sepakat untuk tidak melakukan pengayaan uranium di atas 3.67% selama 15
75 DW, Kesepakatan dalam sengketa Atom Iran, diakses dalam https://www.dw.com/id/kesepakatan-
dalam-sengketa-atom-iran/a-17248652 (26/3/2019, 23: 12 WIB) 76 Arams Control Association, Timneline of Nuclear Diplomacy with Iran, diakses dalam
https://www.armscontrol.org/factsheet/Timeline-of-Nuclear-Diplomacy-With-Iran (27/3/2019, 02:01
WIB)
107
tahun. Iran juga tidak boleh memasang sentrifugal selama 15 tahun ke depan. Selain
itu, Iran juga harus mengurangi gas uranium mereka dari 8.700 kilogram menjadi 300
kilogram.77
Perundingan nuklir di Wina Austria, pada bulan Juni telah berlangsung lebih
dari seminggu dan telah melewati tenggat waktu. Iran bersama dengan Amerika
Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, China dan Jerman belum menemukan kata sepakat
karena ketatnya tarik ulur kepentingan berbagai negara. Salah satu poin yang masih
diperdebatkan adalah bahwa Barat ingin sanksi terhadap Iran akan dihapuskan secara
berkala jika beberapa syarat telah dilakukan. Sementara Iran mengiginkan agar
dihapuskannya seluruh sanksi secara langsung. Selain itu, salah satu isu sensitif yang
masih diperdebatkan adalah memastikan akses pagi para pengawas dari PBB dan
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ke berbagai situs nuklir Iran termasuk
milik militer. Namun, sejumlah pejabat Iran menyatakan bahwa akses ke situs militer
Iran dilarang oleh pemimpin tertinggi Iran yaitu Ayatollah Ali Khamenei.78
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan enam negara
berpengaruh di dunia akan membahas upaya mencapai kesepakatan komprehensif
tentang program nuklir Iran di sela-sela Sidang Umum PBB bulan depan di New
York. Keenam negara itu dan Iran gagal memenuhi tenggat waktu hingga 20 Juli
untuk mencapai kesepakatan, lalu memperpanjang perundingan hingga November
77 CNN, Apa saja yang perlu diketahui soal perundingan Iran?, diakses dalam
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150630193927-120-63415/apa-saja-yang-perlu-
diketahui-soal-perundingan-nuklir-iran (26/3/2019, 23:57 WIB) 78 Ibid.
108
akhir.79
Pada 2-19 Juli di Wina, perundingan kembali dilanjutkan untuk
menyelesaikan permasalahan nuklir Iran. Pada perundingan ini Iran akan
mengkonversi bubuk uranium yang diperkaya menjadi 2% dengan imbalan negara-
negara P5+1N akan mengembalikan dana Iran yang berada diluar negeri sebesar $2.8
miliar.80
Pada 5 September 2014, IAEA mengeluarkan hasil dari inspeksinya terhadap
Iran dan menyampaikan bahwa Pemerintah Iran menunjukkan sikap terbukadan
mematuhi kesepakatan dengan baik. Dengan adanya perkembangan yang positif serta
sikap terbuka yang ditunjukan pemerintah Iran tersebut semakin menguatkan akan
terseiptanya kesepakatan yang saling menguntungkan atas permasalahan nuklir Iran.81
C. Tahun 2015.
Pembicaraan antara negara-negara P5+1N dan pemerintah Iran dilanjutkan
kembali di Jenewa pada bulan Januari 2015. Pada pertemuan ini membahas pedoman
maupun instruksi yang diperlukan bagi tim negosiasi yang akan melakukan
pertemuan kembali serta upaya untuk mencapai kesepakatan nuklir. Dengan sikap
kooperatif dan memenuhi semua persyaratan yang ditunjukan Iran dalam perjanjian-
perjanjian sebelumnya mendapatkan apresiasi dari pihak Barat.82
Pada 12 Mei 2015, negosiator EU+3 dan Iran bertemu di Wina untuk
menyusun perjanjian yang komperhensif. Kemudian perundingan nuklir Iran
79 VOA, Negosiasi Nuklir Iran dilanjutkan pada sidang Umum PBB, diakses dalam
https://www.voaindonesia.com/a/negosiasi-nuklir-iran-dilanjutkan-pada-sidang-umum-
pbb/2433686.html (27/3/2019, 00:30 WIB) 80 Arams Control Association, Op. Cit. 81 Ibid. 82 Ibid.
109
dilanjutkan pada bulan Juli 2015 yang bertempat di Wina, dalam perundingan ini
negara-negara P5+1N meminta Iran untuk membatasi program nuklir sehingga tidak
akan digunakan untuk membuat senjata nuklir. Keseriusan Iran untuk segera
menyelesaikan permasalahan nuklirnya kembali dibuktikan dengan menjalin
diplomasi dengan negara-negara P5+1N.83
Pada 14 Juli 2015, pemerintah Iran meminta Barat untuk segera mencabut
sanksi yang dijatuhkan dan berjanji akan bersikap kooperatif dengan IAEA. Selain
itu, Iran dan negara-negara P5+1N menandatangi sebuah perjanjian bersama yaitu
Joint Comperhensive Plan of Action (JCPOA).84
JCPOA akan mulai di
implementasikan pada 16 Januari 2016. Dengan disepakatinya JCPOA Iran akan
bersedia untuk membatasi kegiatan nuklirnya dengan jangka waktu lama di berbagai
pabrik tenaga nuklir yang dimiliki Iran antara lain; Bushehr, Nantanz, Arak dan
Fordo, tambang uranium di Gazhin, dan pusat penelitian dan pengembangan komplek
militer di Gachin. Iran juga membolehkan IAEA untuk melakukan pengawasan dan
inspeksi terhadap kegiatan nuklir Iran.85
83 Christian Adiyudha, Diplomasi Multilateral Iran Dalam Upaya Pencabutan Sanksi Dewan
Kemanan PBB (Pada Masa Presiden Hassan Rouhani), UNISRI Jurnal, Vol, 1, No, 30 (2016),
Surakarta: Hubungan Internasional Universitas Slamet Riyadi Surakarta, hal. 147. 84 Arms Control Association, The Joint Comperhensive Plan of Action (JCPOA) at a Glance, diakses
dalam https://www.armscontrol.org/factsheets/JCPOA-at-a-glance (27/3/2019, 13:20 WIB) 85 Christian Adiyudha, Op. Cit., hal. 148
110
Gambar 3.1
Sumber: BBC86
Setelah adanya kesepakatan bersama yang dilakukan oleh Iran dengan negara-
negara P5+1N dalam perjanjian JCPOA. Dewan Keamanan PBB pada 20 Juli 2015
mengeluarkan resolusi 2231. Inti dari resolusi yang dikeluarkan dari DK-PBB adalah
mendukung keputusan yang dibuat oleh ke 6 negara tersebut dengan penghapusan
semua sanksi terkait nuklir Iran dan menjamin bahwa IAEA akan terus memverifikasi
kepatuhan Iran dengan komitmenya terkait nuklir dibawah JCPOA.87
Dalam resolusi
86 BBC, Iran’s Key Nuclear sites, diakses dalam https://www.bbc.com/news/world-middle-east-
11927720 (27/3/2019, 20:00 WIB) 87 Un News, Security Council Adopts Resolution Endorsing Iran Nuclear Deal, diakses dalam
https://news.un.org/en/story/2015/07/504662-security-council-adopts-resolution-endorsing-iran-
nuclear-deal (27/3/2019, 15:20 WIB)
111
tersebut DK-PBB akan menghapuskan resolusi-resolusi yang sebelumnya telah
diterima oleh Iran seperti resolusi 1696, 1737, 1747, 1803, 1835, dan 1929.88
Dalam hal ini, untuk memperbaiki citranya dimata internasional khususnya
negara-negara P5+1N. Iran melakukan beberapa upaya untuk melakukan perundingan
dan terlihat dari keseriusan Iran dengan melakukan beberapa perundingan yang
dilakukannya dengan negara-negara P5+1N. Upaya yang dilakukan oleh Iran tersebut
adalah suatu bentuk upaya diplomasi yang dilakukan Iran untuk merubah pandangan
dunia internasional mengenai program nuklirnya.
Seperti yang kita ketahui salah satu fungsi pokok dari diplomasi adalah
negosiasi. Diplomasi merupakan instrumen utama dari negara-negara untuk saling
berkomunikasi. Iran juga menjalin hubungan yang baik dengan dunia internasional
berkaitan dengan sengketa nuklir. Dalam kasus nuklir Iran, diplomasi yang dilakukan
oleh Iran dengan negara-negara P5+1N berupaya untuk menemukan win-win
solution. Berdasarkan pada hubungan dengan negara-negara P5+1N membuat mereka
untuk menyetujui perjanjian JCPOA.
Presiden baru Iran disambut baik oleh negara-negara Barat, presiden Iran
memiliki gaya kepemimpinan yang ramah dengan negara Barat. Selain itu, adanya
inisiatif dari Iran untuk menjalin komunikasi dengan negara-negara Barat menjadi
energi positif untuk Iran terkait dengan perundingan program nuklir Iran. Dengan
adanya komunikasi yang baik serta kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan Iran
88 Un Nations, Security Council, Adopting Resolution 2231 (2015), endorses Joint Comperhensive
Agreement on Iran’s Nuclear Programme, diakses dalam
https://www.un.org/press/en/2015/sc11974.doc.htm (27/3/2019, 18:00 WIB)
112
dengan negara-negara yang tergabung dalam kelompok P5+1N menjadikan Iran lepas
dari embargo yang selama ini diterapkan oleh Barat kepada Iran.