Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Tentang Tanah Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang
Kabupaten Malang adalah salah satu Kabupaten di Indonesia yang terletak
di Propinsi Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang terluas kedua wilayahnya
setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38 Kabupaten/ Kota yang ada di Jawa Timur.
Hal ini didukung dengan luas wilayahnya 3.534,86 km² atau sama dengan 353.486
ha dan jumlah penduduk sesuai Data Pusat Statistik sebanyak 2.544.315 jiwa (tahun
2015) yang tersebar di 33 kecamatan, 378 Desa, 12 Kelurahan. Kabupaten Malang
juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi diantaranya dari pertanian,
perkebunan, tanaman obat keluarga dan lain sebagainya. Disamping itu juga
dikenal dengan obyek-obyek wisatanya.1
a. Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang
Struktur ruang kabupaten bertujuan dalam penentuan hirarki dan penetapan
fungsi kawasan baik perkotaan maupun perdesaan, serta pembagian satuan
wilayah pengembangan. Adanya hierarki perkotaan berarti ada keterkaitan suatu
perkotaan dengan perkotaan lainnya. Perkotaan yang memiliki hierarki lebih
tinggi akan lebih besar pengaruh jangkauannya dan akan mempengaruhi
perkotaan yang hierarkinya lebih rendah. Seiring perkembangan yang ada di
Kabupaten Malang, Kepanjen akan berubah status dari Ibukota Kecamatan
1 Penulis ringkas dari website, http://www.malangkab.go.id, diakses13 Desember 2016.
menjadi Ibukota Kabupaten. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan berbagai
kegiatan, sehingga hierarki perkotaannya juga naik dari orde IV menjadi orde
III. Pada masa yang akan datang orde perkotaan di Kabupaten Malang diarahkan
sebagai berikut :
a. Orde III adalah Perkotaan Kepanjen.
b. Orde IV adalah Perkotaan Ngantang, Perkotaan Lawang, Perkotaan
Tumpang, Perkotaan Turen, Perkotaan Dampit, Perkotaan Gondanglegi
dan Perkotaan Donomulyo.
c. Orde V semua perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kecamatan selain
yang disebut diatas.
d. Tiap-tiap kecamatan untuk mempercepat perkembangan dapat di tempuh
dengan penentuan desa-desa pusat pertumbuhan.2
2 Penulis ringkas dari website, http://bappekab.malangkab.go.id, di akses 16 Desember 2016
b. Struktur Penggunaan Lahan Kabupaten Malang
Tabel.1
Tabel Struktur Penggunaan Lahan
Struktur Penggunaan Lahan Jumlah
Permukiman/Kawasan terbangun
industri
sawah
pertanian lahan kering
perkebunan
hutan
rawa/waduk
22,89%
0.21%
3,10%
23,70%
6,21%
28,75%
0,20%
tambak/kolam
padang rumput
tanah tandus/tanah rusak
tambang galian C
lain-lain
0,03%
0,30%
1,55%
0,26%
2,82%.
Sumber:Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kab.Malang
Tahun 2011
c. Kawasan Pertanian Kabupaten Malang
Kawasan pertanian di Kabupaten Malang, secara keseluruhan seluas
162.441 Ha dengan rincian:pertanian sawah seluas 47.902 Ha, tegalan seluas
102.219 Ha dan perkebunan seluas 12.320 Ha, dimana untuk kawasan jenis ini
keberadaannya tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Malang. Adapun
beberapa Kecamatan di Kabupaten Malang yang memiliki lahan pertanian
irigasi:3
3 Penulis ringkas dari website, http://www.litbang.pertanian.go.id, diakses 20 Desember 2016.
Tabel.2
Luas Kecamatan Menurut Penggunaan Tanah Tahun 2010
Nama Kecamatan Luas Wilayah Luas Lahan Pertanian
1. Dampit
2. Gondanglegi
3. Karangploso
4. Kepanjen
5. Kromengan
6. Ngajum
7. Ngantang
8. Pagelaran
9. Pakis
10. Pakisaji
11. Poncokusumo
12. Singosari
13. Sumberpucung
14. Tajinan
15. Tumpang
16. Turen
17. Wajak
18. Wonosari
135,300 Km2
6.584,44 Ha
5.957,898 Ha
44.68 km²
38.627 km2
6.329,04 Ha,
14.780 Ha
4.821 Ha
-
3.685 Ha
20.632 Ha
14.876 Ha
3.589,035 Ha
40,661 Km2
6.915,420 Ha
10.914 Ha
94,56 km²
48,53 km2
1.481 Ha
3.245 Ha
1.328 Ha
2.399 Ha
1.707 Ha
1.692 Ha
1.162 Ha
2.650 Ha
1.906 Ha
1.817 Ha
1.470 Ha
1.560 Ha
1.873 Ha
1.752 Ha
1.505 Ha
2.434 Ha
1.486 Ha
920 Ha
Sumber:Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang Tahun 2010
1. Tinjauan Tentang Tanah Absentee/Guntai Di Kecamatan Singosari
Adapun data yang didapatkan penulis saat melakukan penelitian di
Kecamatan Singosari sebagai berikut:
Adapun luas wilayah Kecamatan Singosari seluas 14.876 Ha dengan batas
wilayah:
Sebelah Utara : Kecamatan Lawang
Sebelah Timur : Kecamatan Jabung
Sebelah Selatan : Kecamatan Blimbing (Kota Malang)
Sebelah Barat : Kecamatan Karangploso
Kecamatan Singosari terletak pada ketinggian 487 meter dpl dengan suhu rata-
rata 22 °C-32°C serta curah hujan rata-rata 349 mm per tahun.4
a. Keadaan Geografis Kecamatan Singosari
Luas tanah pertanian dari Kecamatan Singosari ini adalah 1.560 Ha pada
tahun 2010 yang terbagi menjadi :
Tabel.3
Luas Lahan Sawah Di Desa/Kelurahan
Nama
Desa/Kelurahan
Berpengairan
Diusahakan
Tdk Berpengairan
Diusahakan
Jumlah
1. Langlang
2. Tunjungtirto
3. Banjararum
4. Watugede
5. Dengkol
6. Wonorejo
7. Baturetno
8. Tamanharjo
9. Losari
10. Pagentan
11. Purwoasri
12. Klampok
13. Gunungrejo
14. Candirenggo
15. Ardimulyo
16. Randuagung
17. Toyomarto
101,0
147,0
114,0
30,0
62,2
0,0
35,2
78,1
30,0
73,0
116,0
162,0
139,0
81,1
80,7
172,2
95,0
435,0
162,5
240,6
86,0
559,1
592,8
501,2
263,4
86,0
79,9
146,5
1.246,0
753,6
275,9
253,2
250,6
2.968,0
536,0
309,5
354,6
116,0
621,3
592,8
536,4
341,5
116,0
152,9
262,5
1.408,0
892,6
357,0
333,9
422,8
3.063,0
Sumber:Profil Kecamatan Singosari Tahun 2010
4 Penulis ringkas dari website, singosari.malangkab.go.id, diakses 16 Desember 2016
b. Jumlah Penduduk Kecamatan Singosari
Jumlah Kependudukan di Kecamatan Singosari sebagai berikut:
Tabel.4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Nama Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk
1.Langlang
2.Tunjungtiro
3.Banjararum
4.Watugede
5.Dengko
6.Wonorejo
7.Baturetno
8.Tamanhao
9.Losari
10.Pagentan
11.Purwoasi
12.Klampok
13.Gunungo
14.Candireo
15.Ardimulo
16.Randuag
17.Toyomao
5.263
8.262
12.988
5.979
l9.246
6.031
7.125
7.427
5.201
16.590
5.057
10.299
7.767
15.632
8.324
12.793
10.370
Sumber:Profil Kecamatan Singosari Tahun 2011
c. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Singosari
Tabel.5
Penduduk Yang Bekerja Menurut Mata Pencahariannya
Nama
Desa/Kelurahan
Sumber
Pendapatan
Utama
Buruh
Tani
PNS TNI/
Polri
Pedagan
g
Buruh
Pabrik
/Indus
tri
1.Langlang
2.Tunjungtirto
3.Banjararum
4.Watugede
5.Dengkol
6.Wonorejo
7.Baturetno
8.Tamanharjo
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Jasa
384
369
1.471
284
144
296
344
247
110
198
151
68
17
19
188
57
108
195
117
21
150
16
36
306
21
34
52
24
26
163
27
109
384
369
1.471
284
144
296
344
247
9.Losari
10.Pagentan
11.Purwoasri
12.Klampok
13.Gunungrejo
14.Candirenggo
15.Ardimulyo
16.Randuagung
17.Toyomarto
Pertanian
Perdagangan
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Industri
Pengolahan
247
538
444
304
74
181
285
188
481
143
582
25
99
6
643
264
322
106
33
73
8
10
11
486
702
428
19
76
798
111
33
105
67
24
41
171
247
538
444
304
74
181
285
188
481
Sumber:Profil Kecamatan Singosari Tahun 2011
Selain itu keterangan yang didapatkan penulis dari “Ibu Endah yaitu, bahwa
di wilayah Kecamatan Singosari terdapat, desa yang tanah pertaniannya
berstatus absentee/guntai salah satunya di Desa Purwoasri”.5 Desa Purwoasri
diketahui banyak memiliki wilayah pertanian, selain itu penduduknya banyak
yang bekerja sebagai petani atau buruh tani. Beberapa pemilik tanah pertanian
di Desa Purwoasri bukan berasal dari penduduk Desa Purwoasri melainkan
berasal dari luar Kecamatan namun penggarapnya tetap penduduk asli Desa
Puwoasri, maka dari itu penulis memilih Desa Purwoasri untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
5 Wawancara penulis dengan Endah (Kasubag Umum), tanggal 16 Desember 2016, di
Kantor Kecamatan Singosari
2. Tinjauan Tentang Tanah Absentee/Guntai Di Desa Purwoasri
Adapun data yang penulis dapatkan saat melakukan penelitian di Desa
Purwoasri sebagai berikut:
Desa Purwoasri memiliki luas wilayah seluas 386.808 ha, yang mana desa
tersebut terkenal dengan salah satu wilayah yang banyak memiliki wilayah
pertanian, adapaun pembagian tanah pertanian sebagai berikut:
a. Pembagian Tanah Pertanian.
Tabel.6
Tabel Tanah Pertanian Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
Jenis Tanah Luas Tanah
Tanah Pertanian
Irigasi Teknis
Irigasi Setengah Teknis
Tadah Hujan/Sawah Rendengan
Sawah Pasang Surut
162 Ha
112 Ha
33 Ha
12 Ha
5 Ha
Sumber:Profil Desa Purwoasri Tahun 2015
b. Jumlah Dusun Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
1) Ngentong
2) Magersari
3) Pasrepan
4) Morotanjek
5) Gebyak
6) Kembang
7) Gentengan
8) Perumahan Singosari Residance
c. Batas-Batas Wilayah Desa Purwoasri
Sebalah Utara : Desa Klampok dan Pagentan
Sebalah Timur : Desa Pagentan dan Banjararum
Sebalah Selatan : Desa Tunjungtirto dan Langlang
Sebalah Barat : Desa Klampok
d. Jumlah Penduduk Desa Purwoasri.
Tabel.7
Tabel Jumlah Penduduk Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
Jumlah Penduduk Desa Purwoasri Jumlah
Jumlah penduduk laki-laki
Jumlah penduduk perempuan
Jumlah RT
Jumlah RW
Jumlah KK
Jumlah penduduk miskin
3200
3095
34
9
1773
253
Sumber:Profil Desa Purwoasri Tahun 2015
3. Keberadaan Tanah Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang
Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan dari “Bapak Sugianto
sebagai Sub Seksi Landreform Dan Konsulidasi Tanah Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang, bahwa di wilayah Kabupaten Malang banyak Kecamatan
yang tanah pertaniannya berstatus absentee/guntai, khususnya di daerah tapal
kuda Kota Malang, antara lain: Kalipuro, Donomulyo, Dampit, Kepanjen,
Singosari, Karangploso, Dau, Pakis, Pakisaji, Lawang, dll”.6
6 Wawancara penulis dengan Sugianto (Sub Seksi Landreform Dan Konsulidasi Tanah
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang), tanggal 15 Desember 2016, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang.
Adapun contoh data yang diberikan mengenai adanya kepemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten Malang sebagai berikut:
Tabel.8
Tabel Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang
Pemilik Tanah Alamat
Pemilik Tanah
Letak Tanah di
Kecamatan
Desa
1. H.M.Zainul Arifin
2. DR.Dwi Purnomo.S.
3. Laily Fitri
4. IR.Gandes S,MT
5. Hadi Sutjipto
6. Zainal Gandasaputra
7. Jane Kartika Armila
8. Buntoro Turutan
9. Ganda Saputra
10. Somo Tasari
11. Supriyanto
12. Antonius Sutanto
13. Hery Subiyati,SH
14. Hadi Wibowo
15. Nyu Mega Arie.P.U
16. IR.Anang Widianto
17. Harry Prasetyo
18. Flores Samudra
19. Nurhayati.A.Assegf
20. Sulihan Arifin,S.Pd
Sidoarjo
Jakarta Timur
Jakarta Timur
Sidoarjo
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Surabaya
Surabaya
-
-
Surabaya
Tanggerang
Surabaya
Surabaya
Tanggerang
Pasuruan
Kota Malang
Jakarta Timur
Singosari
Pujon
Pujon
Pujon
Dau
Dau
Karangploso
Karangploso
Poncokusumo
Poncokusumo
Kalipuro
Donomulyo
Bululawang
Kepanjen
Sumberngepoh
Jabung
Turen
Pakis
Sumbermanjingwet
an
Wagir
Pakisaji
Pujon Lor
Pujon Lor
Pujon Lor
Gadingkulon
Sumbersekar
Girimoyo
Ngijo
Poncokusumo
Wonorejo
Tumpabrojo
Purworojo
Bakalan
Mangunrejo
Lawang
Sukopuro
Sanankerto
Pakiskembar
Tambakrejo
Sukodadi
Karangpandan
Sumber:Diolah dari data surat pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran
pemilikan tanah pertanian secara Absentee Tahun 2016.
Dari tabel diatas yang penulis dapatkan dan diolah dari sebagian surat
pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran pemilikan tanah pertanian secara
Absentee, yang diberikan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang ke
beberapa orang yang memiliki tanah pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten
Malang. Dapat diketahui bahwa Kecamatan yang tanah pertaniannya banyak
dimiliki secara absentee/guntai terdapat di Kecamatan Pujon setelah itu Kecamatan
Dau, Kecamatan Karangploso, Kecamatan Poncokusumo, dan diikuti dari
Kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kabupaten Malang. Selain itu pemilik
yang banyak memiliki tanah pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten
Malang, tidak sedikit dari luar Kabupaten Malang khususnya yang paling banyak
dari Kota Surabaya, Jakarta, Sidoarjo dan diikuti dari daerah-daerah lain. Adapun
dari daerah Kabupaten Malang sendiri pemiliknya berasal dari Singosari.
Karena penulis kurang mendapatkan data yang cukup banyak dan konkrit,
maka dari itu penulis melanjutkan penelitian dan wawancara di Kecamatan
Singosari. Kerena Kecamatan Singosari dikenal dengan wilayah yang banyak
memiliki wilayah pertanian sekaligus adanya kepemilikan tanah pertanian yang
berstatus absentee/guntai.
4. Keberadaan Tanah Absentee/Guntai Di Kecamatan Singosari
Dari hasil penelitian penulis di Kecamatan Singosari, dapat diketahui
bahwa di Kecamatan Singosari terdapat banyak tanah pertanian. Adapun pemilik
tanah peratanian tersebut tidak hanya dari Kecamatan Singosari tapi juga banyak
berasal Kota Malang dan dari luar luar Malang seperti Surabaya, Sidoarjo, dan
bahkan dari luar Provinsi Jawa Timur. Adapun data kepemilikan tanah pertanian
secara absentee/guntai tidak ditemukan. Karena pihak Kecamatan Singosari tidak
mengetahui tentang tanah absentee/guntai baik itu dari pengertiannya, dasar
hukumnya dan larangan kepemilikan tanah pertanain secara absenee/guntai.
Sehingga pihak Kecamatan Singosari tidak memiliki data kepemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai dan tidak melarang kepemilikan tanah pertanian
secara absentee/guntai, seperti yang termuat dalam PP No24 Tahun 1961 yang
telah diubah menjadi PP No.41 Tahun 1964. Kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai di Kecamatan Singosari tidak dilarang oleh pegawai Kantor
maupun Kepala Kantor Kecamatan Singosari selama jual-beli tanah tersebut
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat
disimpulkan, siapapun berhak memiliki tanah pertanian di Kecamatan Singosari
walaupun orang tersebut tidak berdomisili di Kecamatan Singosari.
Walaupun kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kecamatan
Singosari tidak dilarang namun dari keterangan “Ibu Endah tersebut, bahwa
pegawai dari Kecamatan Singosari sendiri memiliki kendala atas terjadinya
kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di Kecamatan Singosari,
karena susahnya dalam pemungutan pajak dan susah meminta perizinan jika pihak
tetangga ingin memasang sesuatu di tanah yang pemiliknya berdomisili di luar
letak tanah yang dia miliki”.7
Dalam hal ini, pihak Kecamatan Singosari seharusnya mengetahui adanya
laragan kepemilikan tanah pertanain secara absentee/guntai, sehingga dapat
menjalankan apa yang telah diatur dalam undang-undang dan mendukung
terlaksananya ketetentuan larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai. Kepala Kantor Kecamatan merupakan Notaris PPAT sementara,
yang mana memiliki wewenang untuk membuat akte jual-beli tanah, seharusnya
7 Wawancara penulis dengan Endah, (Kasubag Umum), tanggal 16 Desember 2016, di
Kantor Kecamatan Singosari
menolak untuk membuatkan akte jual-beli, apabila pihak pembelinya berasal dan
berada di luar Kecamatan Singosari. Namun pada faktanya Kepala Kantor
Kecamatan Singosari tetap membuatkan akte jual-beli tersebut terbukti dengan
adanya kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di Kecamatan
Singosari. Hal seperti ini pada akhirnya akan menyulitkan pegawai Kantor
Kecamatan Singosari dalam melakukan pemungutan pajak. Karena domisili
pemilik tanah berada di luar Kecamatan Singosari dan tidak diketahui secara tepat
dimana domisilinya. Maka dari itu seharusnya, pihak Kantor Kecamatan Singosari
menjalankan ketentuan larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai dengan menolak pembuatan akte jual-beli dimana pembelinya
berasal dan berada di luar Kecamatan Singosari dan mensosialisasikan kepada
warganya agar tidak menjual tanah pertaniannya kepada orang yang berada di luar
Kecamatan Singosari. Sehingga terwujudlah penegakan hukum ketentuan
larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai dan memudahkan
pegawai Kantor Kecamatan Singosari dalam melakukan pemungutan pajak.
5. Keberadaan Tanah Absentee/Guntai Di Desa Purwoasri
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di Desa Purwoasri
dengan wawancara dan observasi di Desa Purwoasri, penulis mendapatkan
keterangan dari “Bapak Paino merupakan sekretaris Desa Purwoasri. Bahwa Desa
Purwoasri merupakan desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani
ataupun buruh tani”.8 Berdasarkan Tabel.6 dapat diketahui bahwa jumlah luas
seluruh tanah pertanian di Desa Purwoasri kurang lebih 162 Ha. Adapun data
jumlah luas tanah pertanian yang dimiliki secara absentee/guntai tidak ditemukan
oleh penulis karena tidak didata oleh aparat Kantor Desa Purwoasri. Namun
setelah penulis berusaha mencari data kepemilikan tanah pertanian yang dimiliki
secara absentee/guntai di Desa Purwoasri. Penulis diperlihatkan buku Wajib
Pajak Bumi dan Bangunan Desa Purwoasri, yang mana dari buku tersebut penulis
dapat mengidentifikasi dan mengolah data mengenai adanya kepemilikan tanah
secara absentee/guntai di Desa Purwoasri. Adapun hasil dari identifikasi dan
pengolahan data dari buku Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Desa Purwoasri,
sebagai berikut:
Tabel.9
Tabel Pemilik Tanah Absentee/Guntai Di Desa Purwoasri
Nama Warga (Pemilik
Asal)
Luas Tanah Letak Tanah Pembeli (Pemilik
Baru)
1. Moch.Tauhid
2. Aschabul Kahfi
3. H.Moch Ali
4. Misdi
5. Zarkasi
6. Sugiono
7. Zainuri
8. Wardi
9. Khuzaenah
10. Fatkhan Azis
11. Anton Wijaya
12. Soleh
13. Khusnan
14. Kamim
1.570 m2
375 m2
1.389 m2
1.412 m2
1.505 m2
600 m2
3.260 m2
803 m2
1.444 m2
1.650 m2
1.794 m2
750 m2
375 m2
800 m2
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Dusun Morotanjek
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Bapak.S
Sumber:Data Buku Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Desa Purwoasri Tahun 2016
8 Wawancara penulis dengan Paino, (Sekretaris Desa Purwoasri), tanggal 16 Desember
2016, di Kantor Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tanah yang wilayahnya banyak
dimiliki secara absentee/guntai terdapat pada Dusun Morotanjek yang mana
pemiliknya berada di luar Kecamatan Singosari tepatnya berada di Kota Malang.
Tanah pertaniannya tersebut disewakan kepada pihak lain dengan harga
berdasarkan kesepekatan kedua belah pihak. Selain itu berdasarkan hasil
observasi dengan mewawancarai penggarap sawah di Dusun Morotanjek, yaitu
“Bapak Supri memberikan keterangan bahwa sawah yang digarapnya merupakan
sawah milik Bapak.S yang berada di Malang tepatnya di Ijen dengan sertifikat
Hak Milik dan tanah tersebut terletak di tengah sawah milik orang lain. Tanah
pertanian yang digarap Bapak Supri tersebut disewakan kepada orang lain dengan
perjanjian bagi hasil dan biasanya bagi hasil tersebut perpanen sebanyak
Rp.7.000.000,00 (tujuh juta rupiha)/1 Ha”.9
Selain itu keterangan yang penulis dapatkan saat wawancara di Desa
Purwoasri, contoh tanah pertanian yang dimiliki secara absentee/guntai yang lain,
“terletak di dusun Ngentong dan tanah tersebut terletak di pinggir jalan dengan
luas kurang lebih 5.000 (lima ribu) meter. Pemilik tanah bernama Bapak.A
berasal dan berdomisili di Kota Malang”.10 Selain kedua contoh tersebut masih
banyak lagi warga dari luar desa yang memiliki tanah pertanian di Desa Purwoasri
yang mana luas tanah pertanian yang dimiliki rata-rata sama sekitar 2.000 (dua
ribu) meter sampai 3000 (tiga ribu) meter.
9 Wawancara penulis dengan Supri, (Penggarap Sawah), 23 Desember 2016, di Dusun
Morotanjek Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
10 Wawancara penulis dengan Sulastri, (Penggarap Sawah), 23 Desember 2016, di Dusun
Ngentong Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
“Sekretaris Desa mengatakan bahwa terjadinya kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di Desa Purwoasri karena jual-beli dimana pihak pembeli
bertujuan untuk berinvestasi dan pihak penjual karena memerlukan uang dalam
waktu yang cepat, selain itu juga karena warisan, dimana dulu orangtua dari ahli
waris asli penduduk Desa Purwoasri sedangkan ahli warisnya telah berpindah atau
tinggal di luar Desa Purwoasri, maka dari itu terjadilah kepemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai”.11
Adapun keterangan lain yang penulis dapatkan dari sekretaris desa dengan
memberikan pertanyaan apakah tanah pertaniannya banyak dimiliki oleh orang
luar Kecamatan Singosari dan Bagaimana mereka dapat mengetahui dan membeli
sehingga memiliki tanah pertanian di Desa Purwoasri. Setelah itu penulis
mendapatkan jawaban sebagai berikut, ”kepemilikikan tanah secara
absentee/guntai di Desa Purwoasri ada dan tidak dilarang oleh Kepala Desa
Purwoasri, bahkan tanah yang berstatus absentee/guntai telah bersertifikat
sedangkan tanah yang dimiliki oleh penduduk Desa Purwoasri hanya berupa
petok D. Selain itu pihak-pihak dari luar Kecamatan Singosari dapat memiliki
tanah di Desa Purwoasri dengan mendapatkan informasi dari orang yang berada
di Desa Puwoasri tersebut”. “Sekarang Desa Purwoasri melakukan
pengembangan wilayah yaitu dengan banyaknya perumahan-perumahan yang
sudah berdiri dan akan
11 Wawancara penulis dengan Paino, (Sekretaris Desa Purwoasri), tanggal 15 Desember
2016, di Kantor Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
dibangun di desa tersebut. Maka dari itu, dapat diketahui ada pihak yang
menawarkan tanah-tanah yang berada di Desa Purwoasri untuk dijual ke pihak
yang
berada di luar Kecamatan Singosari”.12
Dari jawaban tersebut penulis mengambil kesimpulan bahwa Kepala Desa
Purwoasri beserta aparatnya tidak mengetahui adanya ketentuan larangan
mengenai kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai. Sehingga Kepala
Desa Purwoasri berserta aparatnya tidak melarang kepemilikan tanah pertanian
secara absentee/guntai.
Berbeda dengan fakta yang terjadi di desa Purwoasri dimana kepemilikan
tanah pertanian secara absentee/guntai masih banyak terjadi. Kepala Desa
Purwoasri beserta aparatnya tidak melarang dan tidak mengetahui adanya
ketentuan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai.
Kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di Desa Purwoasri terlihat
sangat didukung oleh aparat desa karena berdasarkan keterangan yang penulis
dapatkan bahwa pemilik tanah yang berdomisili di luar desalah yang sangat taat
dalam pembayaran pajak, maka dari itu larangan kepemilikan tanah pertanian
secara absentee/guntai di Desa Purwoasri tidak terlaksana sebagaimana mestinya.
12 Wawancara penulis dengan Paino, (Sekretaris Desa Purwoasri), tanggal 15 Desember
2016, di Kantor Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
Berdasarkan keterangan lain yang penulis dapatkan dengan
mewawancarai seorang penggarap sawah di desa Purwoasri dapat diketahui,
perbandingan pembagian hasil antara pemilik tanah, penyewa tanah, dan
penggarap tanah, yaitu 7 (pemilik tanah) : 3 (penyewa tanah) : 2 (penggarap
tanah). Perbandingan tersebut dapat diketahi dengan penjelasan sebagai
berikut,pemilik tanah pertanian di desa tersebut mendapatkan keuntungan sebesar
Rp.7.000.000,00 (tujuh juta rupiah), dari hasil menyewakan tanah tersebut kepada
pihak lain. Hal ini sesuai dengan tujuan pemilik tanah yaitu hanya untuk
berinvestasi, pihak penyewa tanah pertanian, mendapatkan keuntungan sebesar
Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah), karena hasil keuntungan yang didapatkan
penyewa tanah sebesar Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) telah dikurangi
dengan biaya sewa sebesar Rp.7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) dan penanaman
bibit padi beserta membayar penggarapnya kurang lebih Rp.10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah). Bagaimana dengan nasib penggarap yang merupakan dari
penduduk desa Purwoasri tersebut, jelas penduduk Desa Purwoasri yang menjadi
penggarap hanya mendapatkan keuntungan yang tidak lebih dari penyewa tanah
apalagi pemilik tanah, yaitu kurang lebih Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah), hal
tersebut dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah pendapatan 1x panen = Rp.20.000.000,00/1 Ha
Biaya sewa tanah 1x panen = Rp.7.000.000,00/1 Ha
Biaya untuk menggarap dan penggarapnya = Rp.10.000.000,00/1 Ha
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa pendapatan untuk warga
Desa Purwoasri yang menjadi penggarap diambil dan diketahui dari biaya untuk
menggarap dan penggarapnya untuk luas 1 Ha. Dari total seluruh biaya untuk
menggarap dan untuk penggarap sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
tersebut dikurangi untuk biaya penanaman, maka sisa dari biaya penanaman
itulah, pendapatan yang didapatkan penggarap, yaitu kurang lebih
Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) seperti yang telah dijelaskan di atas.
Menurut penulis, berdasarkan keterangan saat wawancara dengan salah
satu penggarap dan berdasarkan perhitungan tersebut di atas, dapat disimpulkan
fakta tentang pembagian hasil tanah pertanian di Desa Purwoasri telah melanggar
ketentuan yang termuat dalam Pasal 7 undang-undang No.2 Tahun 1960 Tentang
Perjanjian Bagi Hasil, dijelaskan bahwa Pembagian hasil dari tanah pertanian
antara pemilik dan penggarap, yaitu 1 : 1 (satu lawan satu). Selain itu dalam Pasal
4 ayat (1) Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1980 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil,
cara pembagian imbangan bagi hasil tanah sebagai berikut : 1 (satu) bagian untuk
penggarap dan 1 (satu) bagian untuk pemilik bagi tanaman padi yang ditanam di
sawah. Beberapa aturan bagi hasil di atas disebutkan bahwa pembagian hasil
antara pemilik dan penggarap sama besarnya,yaitu 1 : 1. Fakta yang terjadi di desa
Purwoasri perbandingan bagi hasil antara pemilik dan penyewa 7 : 3 dan
perbandingan bagi hasil antara penyewa dan penggarap 3 : 2. Fakta seperti ini
tidak sesuai dengan aturan bagi hasil seperti yang dijelaskan di atas dan telah
melanngar ketentuan yang telah ditetapkan. Hal seperti ini akan menyengsarakan
penduduk sekitar desa tersebut khususnya mereka yang hanya menjadi penggarap
saja. Dimana mereka bekerja sangat keras dengan turun ke sawah tiap hari sampai
terik matahari tepat di atas mereka. Mereka mendapatkan penghasilan jauh di
bawah keuntugan yang didapatkan oleh pemilik dan penyewa tanah.
Selain itu fakta seperti ini, tidak sesuai dengan tujuan landreform untuk
mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang
berupa tanah dengan maksud agar ada pembagian hasil yang adil pula, dengan
merombak struktur pertanahan sama sekali secara revolusioner guna merealisasi
keadilan sosial. Fakta seperti ini juga telah melanggar salah satu asas program
landreform, yaitu asas kewajiban mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara
aktif atas tanah pertanian,asas ini dimuat dalam pasal 10 UUPA, yaitu:
Ayat 1
Ayat 2
Ayat 3
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada azasnya diwajibkan megerjakan atau
mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-
cara pemerasan.
Pelaksanaan daripada ketentuan dalam ayat 1 ini akan diatur lebih
lanjut dengan peraturan perundangan.
Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur
dalam peraturan perundangan.
Dalam hal ini Kepala Desa berserta aparatnya yang memiliki wewenang penuh di
desa dan dekat dengan penduduk desa seharusnya mencegah terjadinya
kepemilikan tanah pertanain secara absentee/guntai. Adapun cara yang dapat
dilakukan mensosialisasikan tentang adanya kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai karena akan mengurangi produksi di bidang pertanian yang ada
di desa tersebut dan jelas akan mengurangi pendapatan penduduk desa asli karena
hanya menjadi penggarap tanah milik orang lain. Selain itu dapat melarang
penduduk desa agar tidak menjual tanah pertaniannya ke orang yang tidak
berdomisili di desa tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian penulis di Desa Purwoasri dapat diketahui,
Riwayat Kepemilikan Tanah Absentee/Guntai di Desa Purwoasri, yang terdapat
dalam tabel.9 di atas, sebagai berikut:
1. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Moch.Tauhid dengan luas 1.570 m2
Tanah seluas 1.570 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Muspatah Abu Darim,
tanah tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Muspatah Abu Darim
merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada
tahun 2007, tanah milik Bapak Muspatah Abu Darim tersebut, dijual kepada
Bapak Moch.Tauhid, dengan harga Rp.210.000.000,00 (dua ratus sepuluh juta
rupiah). Dalam hal ini, Bapak Moch.Tauhid merupakan penduduk asli Desa
Purwoasri dan pekerjaanya sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh
Bapak Moch.Tauhid dalam kurung waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010,
Bapak Moch.Tauhid menjual tanah tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah
tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya
dengan Petok D namun, setelah berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah
tersebut telah bersertifikat.
2. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Achabul Kahfi dengan luas 375 m2
Tanah seluas 375 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Nosde, tanah tersebut
telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Nosde merupakan penduduk asli Desa
Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007, tanah milik Bapak
Nosde tersebut, dijual kepada Bapak Achabul Kahfi, dengan harga
Rp.54.375.000,00 (lima puluh empat juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
Dalam hal ini, Bapak Achabul Kahfi merupakan penduduk asli Desa Purwoasri
dan pekerjaanya sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak
Achabul Kahfi dalam kurung waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak
Achabul Kahfi menjual tanah tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut
dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan
Petok D namun, setelah berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut
telah bersertifikat.
3. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak H.Moch Ali dengan luas 1.389 m2
Tanah seluas 1.389 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Mahmud Mubin, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Mahmud Mubin merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Mahmud Mubin tersebut, dijual kepada Bapak H.Moch Ali,
dengan harga Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam hal ini, Bapak
H.Moch Ali merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai
petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak H.Moch Ali dalam kurung
waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak H.Moch Ali menjual tanah
tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah
tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah
berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
4. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Misdi dengan luas 1.412 m2
Tanah seluas 1.412 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Abdul Pakih, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Abdul Pakih merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Abdul Pakih tersebut, dijual kepada Bapak Misdi, dengan harga
Rp.233.000.000,00 (dua ratus tiga puluh tiga juta rupiah). Dalam hal ini, Bapak
Misdi merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai petani.
Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Misdi dalam kurung waktu beberapa
tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Misdi menjual tanah tersebut kepada
Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak
bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah
kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
5. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Zarkasi dengan luas 1.505 m2
Tanah seluas 1.505 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Mualichan, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Mualichan merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Mualichan tersebut, dijual kepada Bapak Zarkasi, dengan harga
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam hal ini, Bapak Zarkasi
merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai petani. Setelah
tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Zarkasi dalam kurung waktu beberapa tahun,
tepat pada tahun 2010, Bapak Zarkasi menjual tanah tersebut kepada Bapak.S.
Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat
melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah kepemilikan kepada
Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
6. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Sugiono dengan luas 800 m2
Tanah seluas 800 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Kamari Kamit, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Kamari Kamit merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Kamari Kamit tersebut, dijual kepada Bapak Sugiono, dengan
harga Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh puluh juta rupiah). Dalam hal ini,
Bapak Sugiono merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya
sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Sugiono dalam kurung
waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Sugiono menjual tanah
tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah
tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah
berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
7. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Zainuri dengan luas 3.260 m2
Tanah seluas 3.260 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Kabil Yahmo, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Kabil Yahmo merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Kabil Yahmo tersebut, dijual kepada Bapak Zainuri, dengan
harga Rp.407.500.000,00 (empat ratus tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Dalam
hal ini, Bapak Zainuri merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya
sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Zainuri dalam kurung
waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Zainuri menjual tanah
tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah
tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah
berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
8. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Wardi dengan luas 810 m2
Tanah seluas 810 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Kasijatoen Rais, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Kasijatoen Rais merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Kasijatoen Rais tersebut, dijual kepada Bapak Wardi, dengan
harga Rp.125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Dalam hal ini,
Bapak Wardi merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai
petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Wardi dalam kurung waktu
beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Wardi menjual tanah tersebut
kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak
bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah
kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
9. Riwayat Kepemilikan Tanah Ibu Khuzaenah dengan luas 1.444 m2
Tanah seluas 1.444 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Ibu Sumani Patoen, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Ibu Sumani Patoen merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Ibu Sumani Patoen tersebut, dijual kepada Ibu Khuzaenah, dengan
harga Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Dalam hal ini, Ibu Khuzaenah
merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai petani. Setelah
tanah tersebut dimiliki oleh Ibu Khuzaenah dalam kurung waktu beberapa tahun,
tepat pada tahun 2010, Ibu Khuzaenah menjual tanah tersebut kepada Bapak.S.
Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat
melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah kepemilikan kepada
Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
10. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Fatkhan Azis dengan luas 1.650 m2
Tanah seluas 1.650 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Sekak Aspas, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Sekak Aspas merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Sekak Aspas tersebut, dijual kepada Bapak Fatkhan Azis,
dengan harga Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Dalam hal
ini, Bapak Fatkhan Azis merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan
pekerjaanya sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Fatkhan
Azis dalam kurung waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Fatkhan
Azis menjual tanah tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh
Bapaks.S, tanah tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D
namun, setelah berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah
bersertifikat.
11. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Anton Wijaya dengan luas 1.794 m2
Tanah seluas 1.794 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Chosim Masiteh, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Chosim Masiteh merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Chosim Masiteh tersebut, dijual kepada Bapak Anton Wijaya,
dengan harga Rp.224.250.000,00 (dua ratus dua puluh empat juta dua ratus lima
puluh ribu rupiah). Dalam hal ini, Bapak Anton Wijaya bukan merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri melainkan dari luar Malang dan pekerjaanya
sebagai pengusaha. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Anton Wijaya
dalam kurung waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Anton Wijaya
menjual tanah tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh
Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D
namun, setelah berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah
bersertifikat.
12. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Soleh dengan luas 750 m2
Tanah seluas 750 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Kasijatoen Rais, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Kasijatoen Rais merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Kasijatoen Rais tersebut, dijual kepada Bapak Soleh, dengan
harga Rp.112.500.000,00 (seratus dua belas juta lima ratus ribu rupiah). Dalam
hal ini, Bapak Soleh merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya
sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Soleh dalam kurung
waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Soleh menjual tanah tersebut
kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak
bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah
kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
13. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Khusnan dengan luas 375 m2
Tanah seluas 375 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Kabil Yahmo, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Kabil Yahmo merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Kabil Yahmo tersebut, dijual kepada Bapak Khusnan, dengan
harga Rp.36.500.000,00 (tiga puluh enam juta lima ratus ribu rupiah). Dalam hal
ini, Bapak Khusnan merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya
sebagai petani. Setelah tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Khusnan dalam kurung
waktu beberapa tahun, tepat pada tahun 2010, Bapak Khusnan menjual tanah
tersebut kepada Bapak.S. Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah
tersebut tidak bersertifikat melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah
berpindah kepemilikan kepada Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.
14. Riwayat Kepemilikan Tanah Bapak Kamim dengan luas 800 m2
Tanah seluas 800 m2 terleteak di Dusun Morotanjek Desa Purwoasri
Kecamatan Singosari, pada awalnya dimiliki oleh Bapak Anwar Ali, tanah
tersebut telah dimilikinya sejak tahun 1960. Bapak Anwar Ali merupakan
penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaannya sebagai petani. Pada tahun 2007,
tanah milik Bapak Anwar Ali tersebut, dijual kepada Bapak Kamim dengan harga
Rp.110.00.000,00 (seratus sepuluh juta rupiah). Dalam hal ini, Bapak Kamim
merupakan penduduk asli Desa Purwoasri dan pekerjaanya sebagai petani. Setelah
tanah tersebut dimiliki oleh Bapak Kamim dalam kurung waktu beberapa tahun,
tepat pada tahun 2010, Bapak Kamim menjual tanah tersebut kepada Bapak.S.
Sebelum tanah tersebut dibeli oleh Bapak.S, tanah tersebut tidak bersertifikat
melainkan hanya dengan Petok D namun, setelah berpindah kepemilikan kepada
Bapak.S tanah tersebut telah bersertifikat.13
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa tanah yang dibeli oleh
Bapak S, tanah-tanah tersebut telah mengalami dua kali perpindahan kepemilikan,
dengan cara jual-beli. Sebelum tanah-tanah tersebut dibeli oleh Bapak S, tanah-
tanah tersebut dimiliki oleh pemilik awal, yang bermatapencaharian sebagai
petani dan tanah tersebut dimiliki sejak tahun 1960 dan berpindah kepemilikan
kepada pemilik kedua, yang bermatapencaharian juga sebagai petani dan tanah
tersebut dimiliki sejak tahun 2007 sampai, pada akhirnya pada tahun 2010 dibeli
13 Data Riwayat Kepemilikan Tanah tersebut, penulis dapatkan dengan mewawancarai
Paino (Sekretaris Desa Purwoasri) dan diolah dari buku catatan Paino, tanggal 27 Januari 2017, di
Desa Purwoasri Kecamatan Singosari
oleh Bapak S. Sebelum tahun 2010 tidak terjadi kepemilikan tanah secara
absentee/guntai, karena tanah-tanah tersebut walaupun diperjualbelikan dengan
orang lain namun, pembelinya juga berasal dari Desa Purwoasri. Berbeda pada
saat tahun 2010 tanah-tanah tersebut dibeli dan dimiliki oleh orang yang
berdomosili di luar Desa Purwoasri dan Kecamatan Singosari dan orang tersebut
bukan dari salah satu pihak yang dikecualikan larangan kepemilikan tanah secara
absentee/guntai karena orang tersebut pekerjaannya sebagai pengembang, karena
hal seperti inilah, akhirnya terjadi kepemilikan tanah secara absentee/guntai di
Desa Purwoasri Kecamatan Singosari. Terjadinya kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di Desa Purwoasri ini jelas telah melanggar aturan yang termuat
dalam UUPA dan peraturan-peraturan yang terkait dengan larangan kepemilikan
tanah secara absentee/guntai. Dalam hal ini seharusnya, aparat desa harus
mencegah terjadinya kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Desa
Purwoasri, karena hal tersebut bertentangan dengan apa yang termuat dalam
UUPA. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh aparat desa yaitu, dengan
mensosialisasikan larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai kepada
penduduk Desa Purwoasri dan tidak menguruskan proses jual-beli tanah, jika
pembeli tidak berdomilisi di Desa Purwoasri atau Kecamatan Singosari. Apabila
hal seperti ini terus terjadi, maka penduduk Desa Purwoasri akan mengurangi
penghasilan mereka bahkan bisa kehilangan matapencaharian mereka. Jelas hal
seperti ini tidak sesuai dengan salah satu sila dalam pancasila yaitu, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, karena orang yang mampu akan semakin mampu
dan orang yang tidak mampu akan semakin tidak mampu. Maka dari itu, peran
aparat desa sangat diharapkan untuk mencegah dan menindak kepemilikan tanah
secara absentee/guntai di Desa Purwoasri.
B. Peran Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Dalam Mengawasi
Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang
1. Pengolahan dan Penyajian Data Pemilikan dan Penggunaan Tanah
Hasil observasi penulis dengan mewawancarai pihak Sub seksi yang
memiliki peran dalam mengawasi kepemilikan tanah secara absentee/guntai di
Kabupaten Malang, yaitu pihak Sub Seksi Landreform Dan Konsulidasi Tanah,
yang mana Sub seksi ini dibawahi oleh pihak Seksi Pengaturan Dan Penataan
Pertanahan, berdasarkan wawancara penulis dengan Pegawai di Sub Seksi
Landreform Dan Konsulidasi Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Malang,
sebagai berikut:
Ketika penulis meminta data daftar kepemilikan tanah pertanian yang
dimiliki secara absentee/guntai di Kabupaten Malang. Pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang tidak memiliki data tersebut dan memang tidak
mengelompokkan atau mendata yang mana tanah pertanian yang dimiliki secara
absentee/guntai dan tanah pertanian yang tidak dimiliki secara absentee/guntai.
Sehingga penulis hanya mendapatkan data kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang hanya mengolah data tersebut dari Surat
pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran kepemilikan tanah pertanian secara
absentee. Pada surat pemberitahuan tersebut tidak dicantumkan pekerjaan pemilik
tanah pertanian secara absentee/guntai.
Surat pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran kepemilikan tanah
pertanian secara absentee tidak memuat pekerjaan pemilik tanah absentee/guntai
di Kabupaten Malang. Sehingga tidak dapat diketahui apakah pemilik tanah
pertanian secara absentee/guntai merupakan pihak yang diperbolehkan atau
dilarang. Karena ada beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan
pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai, adapun pihak-pihak tersebut,
yakni:
1) Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di kecamatan yang
berbatasan dengan kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan,asal
jarak antara tempat tinggal pemilik tanah dan pemiliknya menurut
pertimbangan panitia land reform kabupaten/kota masih memungkinkan
untuk mengerjakan tanah pertanian tersebut secara efesien
2) Pegawai negeri sipil dan tentara Nasional Indonesia, yang dipersamakan
dengan itu,yaitu pensiunan janda pegawai negeri sipil, janda pensiunan
mereka ini tidak kawin lagi dengan bukan pegawai negeri sipil atau
pensiunan, istri dan anak-anak pegawai negeri sipil dan tentara Nasional
Indonesia yang masih menjadi tanggungan.
3) Mereka yang sedang menjalankan tugas negara atau menunaikan
kewajiban agama.
4) Mereka yang memiliki alasan khusus lainnya yang dapat diterima oleh
kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.14
Dari beberapa pihak yang dikecualikan dari ketentuan larangan pemilikan
tanah secara absentee/guntai di atas dapat diketahui. Apabila pekerjaan dari
pemilik tanah pertanian yang dimiliki secara absentee/guntai dicantumkan pada
Surat pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran kepemilikan tanah pertanian
secara absentee. Maka dapat dianalisa, apakah pemilik tersebut memang
diperbolehkan atau tidak, untuk memiliki tanah pertanian secara absentee/guntai.
Sedangkan dari isi Surat pemberitahuan tersebut tidak dicantumkan pekerjaan
14 Urip Santoso. Op.cit. hal.219
pemilik tanah pertanian secara absentee/guntai, maka dari itu penulis tidak dapat
menganalisa apakah pihak-pihak yang diberi Surat pemberitahuan atas terjadinya
pelanggaran kepemilikan tanah pertanian secara absentee telah melanggar
ketetantuan larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai ataukah
tidak melanggar ketentuan tersebut.
Selain Surat pemberitahuan atas terjadinya pelanggaran kepemilikan
tanah pertanian secara absentee, seperti yang dijelaskan di atas. Pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang selama ini hanya memberikan suatu pertimbangan
yaitu aspek pertimbangan landreform atau somasi terhadap pihak pemohon yang
mendaftarkan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Malang, jika tanah
yang didaftarkannya berada di luar kecamatan pemohon tersebut tinggal atau biasa
disebut dengan tanah absentee/guntai, adapun pengertian aspek pertimbangan
landreform adalah pertimbangan teknis pengaturan penataan pertanahan. Aspek
pertimbangan landreform ini diberikan sebelum pemohon melakukan
pendaftaran tanah di loket 1 Kantor Pertanahan Kabupaten Malang. Aspek
pertimbangan landreform atau somasi berisi tentang suatu pertimbangan jika
melakukan pendaftaran tanah dimana letak tanah yang didaftarkan oleh pemohon
berada di luar Kecamatan pemohon tinggal, adapun bagian-bagian yang terdapat
dalam aspek pertimbangan landreform, sebagai berikut:
A. Penelitian Terhadap Yang Berkepentingan
Bagian ini berisi tentang identitas pemohon pendaftaran tanah baik itu nama
pemohon pendaftaran tanah,nomor identitas KTP, dll
B. Data Yuridis Bidang Tanah
Bagian ini berisi tentang jenis tanah yang akan dimohonkan oleh pemohon
pendaftaran tanah.
C. Data Fisik Bidang Tanah
Bagian ini berisi tentang letak tanah yang akan didaftarkan oleh pemohon
D. Kesimpulan
Bagian ini berisi tentang pertimbangan bahwa tanah yang didaftarkan oleh
pemohon merupakan tanah yang dimiliki secara absentee/guntai, adapun isi
pertimbangannya, sebagai berikut:
1. Terhadap Pemohon Hak Atas Tanah yang diajukan oleh pemohon:
a. Dengan dilakukannya pembukuan Hak Atas Tanah tersebut di atas,
berakibat terjadi pemilikan tanah pertanian secara absentee. yaitu dimana
pemilik tanah bertempat tinggal di luar kecamatan letak tanahnya
b. Pemilikan tanah pertanian secara absentee, sesuai dengan ketentuan PP.224
Tahun 1961 Pasal 3 jo Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 Pasal
2a dan 3d, saudara diwajibkan pindah ke tempat letak tanah yang
bersangkutan atau mengalihkan Hak Atas Tanah tersebut kepada pihak lain
yang berdomisili di tempat letak tanah, dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak Hak atas dimaksud dibukukan.
c. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 1a dan b tersebut di
atas tidak saudara penuhi, maka pemilikan tanah saudara akan menjadi tanah
Negara Obyek Landreform
2. Berdasarkan uraian tersebut di atas bidang tanah yang dimohon berakibat
terjadinya pemilikan tanah secara absentee/guntai,maka untuk sementara
waktu kami pertimbangkan untuk dialihkan dengan memberi somasi kepada
pemohon
Demikian pemberian pertimbangan aspek landreform ini kami buat untuk
dipergunakan dalam rangka pembukuan Hak Atas Tanah.
Aspek pertimbangan landreform merupakan tindakan pengawasan yang
dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang terhadap kepemilikan
tanah secara absentee/guntai berdasar pada pasal 10 UUPA dan Pasal 7 Peraturan
Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18
Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, hal ini
berdasarkan keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Malang.
Dalam pertimbangan aspek landreform di atas berisi bahwa tanah
absentee/guntai dilarang oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang yang
dalam pertimbangan tersebut disebutkan bahwa jika pemohon mendaftarkan
tanah yang berada di luar kecamatan pemohon tinggal, maka pemohon harus
pindah ke tempat letak tanah atau jika dalam waktu 6 (enam) bulan tidak pindah
maka tanah tersebut akan dialihkan menjadi obyek landreform dan tentu tanah
akan jatuh pada negara.
Pada faktanya walaupun aspek pertimbangan landreform tersebut
merupakan syarat atas permohonan pendaftaran hak atas tanah yang dimiliki
secara absentee/guntai dan memuat beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan
oleh pemohon pendaftaran hak atas tanah yang berstatus absentee/guntai. Dalam
pertimbangannya pada pokoknya berisi, jika pemilik tanah tersebut tidak pindah
atau tidak memindahkan hak atas tanahnya kepada pihak yang berdomisili di
tempat letak tanahnya maka tanah tersebut akan menjadi obyek landreform.
Namun selama ini pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tidak membuat
atau mngelompokkan data kepemilikan tanah pertanain secara absentee/guntai,
berdasarkan aspek pertimbangan landreform tersebut. Dari hal tersebut dapat
diketahui pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang memberikan aspek
pertimbangan landreform tersebut hanya sebagai formalitas belaka untuk
memenuhi syarat administratif dalam pendaftaran hak atas tanah berstatus
absenee/guntai. Menurut penulis pemberian aspek pertimbangan landrefrom
tersebut tidak memiliki alas hukum yang jelas. Dari beberapa perundang-
undangan yang mengatur tentang landreform dan kepemilikan tanah pertanain
secara absentee/guntai, tidak ada satupun yang membahas mengenai aspek
pertimbangan landreform. Maka dari itu patutlah pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang melakukan penyelundupan hukum, selain itu apabila aspek
pertimbangan landreform ini ada biayanya, maka dapat dikatakan sebuah
perbuatan melawan hukum. Telah dijelaskan sebelumnya, pemberian aspek
pertimbangan landreform tidak memilik alas hukum yang jelas maka dari itu
menurut penulis, perbuatan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tersebut
dengan memberikan aspek pertimbangan landreform terhadap pemohon pendaftar
hak atas tanah yang berstatus absentee/guntai dapat di gugat dan dibatalkan oleh
PTUN berdasar pada Pasal 53 ayat 2 UU No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara. Menyebutkan ada tiga alasan menggugat suatu KTUN ke Pengadilan Tata
Usaha Negara. KTUN yang diajukan gugatan bertentangan dengan perundang-
undangan yang berlaku
a. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang
bersifat formil/ procedural.
b. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang
bersifat Materiil / Subtansial
c. KTUN tersebut dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan Usaha Negra yang
tidak berwenang
Berdasarkan pasal 53 tersebut menurut penulis maka dapatlah aspek pertimbangan
landreform tersebut di gugat ke PTUN karena memang aspek tersebut tidak
memilik alas hukum yang jelas dan bertentangan dengan program landreform selain
itu akan merugikan orang-orang yang tinggal atau berada di tempat letak tanahnya
tersebut berada. Karena tanah pertanian merupakan tanah yang harus dikerjakan
secara aktif oleh pemiliknya. Hal seperti akan mengambil dan merengggut mata
pencaharian orang-orang sekitar di tempat letak tanahnya tersebut berada.
2. Pengawasan Terhadap Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai
a. Sebelum berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian
Penguasaan Tanah Pertanian.
Peran pengawasan yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang dalam mengawasi kepemilikan tanah secara absentee/guntai
di Kabupaten Malang sebelum berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian yaitu, dengan cara memberikan
aspek pertimbangan landreform atau somasi sebelum pemohon melakukan
pendaftaran Hak Atas Tanah yang berstatus absentee/guntai atau tanah yang
didaftarkan pemohon berada di luar kecamatan domisili pemohon. Aspek
pertimbangan landreform diberikan terhadap pemohon yang mendaftarkan hak
atas tanahnya jika tanahnya berstatus absentee/guntai. Selama ini pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang tidak mempertimbangkan tanah yang didaftarkan
dengan menggunakan aspek pertimbangan landreform tersebut, apakah diterima
atau ditolak. Pada kenyataannya pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang
tidak pernah menolak aspek pertimbangan landreform yang diberikannya.
Hal seperti ini, menurut pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang,
bahwa aspek pertimbangan landreform merupakan tindakan pengawasan yang
dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang terhadap
kepemilikan tanah secara absentee/guntai. Hal tersebut, berdasar pada pasal 10
UUPA dan Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan
Tanah Pertanian. Aspek pertimbangan landreform tersebut merupakan syarat
dalam pendaftaran hak atas tanah yang berstatus absentee/guntai, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya dan berisi pertimbangan yang mana pada pokoknya
berisi bahwa jika pihak yang diberikan aspek pertimbangan landreform, maka
tanah menjadi obyek landreform dan akan jatuh pada Negara
Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan, bahwa pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang tidak memonitor secara langsung apakah pemilik
tanah pertanian secara absentee/guntai tersebut menjalankan apa yang termuat
dalam pertimbangan aspek pertimbangan landreform. Dan selama ini tidak ada
tanah yang dijadikan sebagai obyek landreform dan jatuh pada negara karena
dimiliki secara absentee/guntai. Adapun alasan yang penulis dapatkan dari
pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang, penyebab pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang tidak memonitor secara langsung apakah pemilik tanah
pertanian secara absentee/guntai atau pihak yang yang telah diberikan aspek
pertimbangan landreform tersebut telah melaksanakan isi pertimbangan yang
termuat dalam aspek pertimbangan landreform, yaitu pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang tidak mendapatkan perintah langsung dari Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang selain itu tidak ada anggaran untuk
melaksanakan ketentuan tersebut.
Perlu diketahui terlebih dahulu, Badan Pertanahan Nasional adalah
Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan
fungsi, antara lain :
1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan.
2. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
3. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan
wilayah wilayah khusus
4. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah
Adapun seksi yang memiliki tugas dan wewenang terkait dengan
kepemilikan tanah absentee/guntai, yakni Seksi Penatagunaan Tanah
(PGT)
Unit kerja ini mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
a. Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data penatagunaan tanah
b. Menyiapkan penyusunan rencana penatagunaan tanah, memberikan
bimbingan penggunaan tanah kepada masyarakat dan menyiapkan
pengendalian perubahan penggunaan tanah.
Pada faktanya pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dan pihak
Seksi Penatagunaan Tanah tidak melarang secara tegas kepemilikan tanah
pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten Malang, terbukti bahwa ketika
ada pemohon pendaftaran hak atas tanah yang mana letak tanah yang akan
didaftarkan berada di luar Kecamatan pemohon tersebut tinggal. Pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang hanya memberikan aspek pertimbangan
landreform. Ketika aspek pertimbangan landreform tersebut di tandatangani
oleh pemohon dan dibukukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Malang. Pihak
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tidak mendata tanah-tanah pertanian
yang dimiliki secara absentee/guntai, sehingga tidak memonitor secara
langsung apakah pemohon yang memliki tanah secara absentee/guntai telah
pindah ke tempat letak tanah yang telah didaftarkannya ataukah belum,
sehingga selama ini tidak ada penindakan secara langsung terhadap pemilik-
pemilik tanah secara absentee/guntai, baik itu tanahnya akan menjadi obyek
landreform atau jatuh pada negara sesuai dengan aturan yang terdapat dalam
Pasal 3 PP No 224 Tahun 1961, yang berisi:
Ayat 1
Ayat 2
Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan
letak tempat tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib
mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di kecamatan
tempat letak tanah itu atau pindah ke kecamatan letak tanah
tersebut.
Kewajiban dalam ayat (1) tidak berlaku bagi pemilik tanah yang
bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan
kecamatan letak tanah, jika jarak antara tempat tinggal dan
tanahnya masih memungkinkan mengerjakan tanah itu secara
efisien.
Ayat 3
Ayat 4
Ayat 5
Ayat 6
jika pemilik tanah berpindah tempat atau meninggalkan tempat
kediamannya ke luar kecamatan tempat letak tanah itu selama 2
tahun berturut-turut, ia wajib memindahkan hak milik atas
tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan
Ketentuan ayat (1) dan (3) tidak berlaku bagi mereka yang
menjalankan tugas Negara, menunaikan kewajiban agama atau
mempunyai alasan khusus lainnya yang dapat diterima Menteri
Agraria. Bagi pegawai Negeri dan Pejabat Militer dan
menjalankan tugas Negara, perkecualian tersebut pada ayat ini
terbatas pada pemilikan tanah pertanian sampai seluas 2/5 dari
luas maksimum yang ditentukan untuk daerah yang bersangkutan
menurut UU No. 56 Tahun 1960.
Jika kewajiban tersebut pada ayat 1 dan 3 pasal ini tidak dipenuhi,
maka tanah yang bersangkutan diambil oleh Pemerintah, untuk
kemudian dibagi-bagikan menurut ketentuan Peraturan ini.
Kepada bekas pemilik tanah yang dimaksud dalam ayat 5 pasal
ini diberi ganti erkugian menurut Ketentuan Peraturan ini.
Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan atau terjadi pelanggaran terhadap
larangan tersebut maka tanah yang bersangkutan akan diambil alih oleh
Pemerintah untuk kemudahan diredistribusikan dalam rangka program
landreform, dan kepada bekas pemilik diberikan ganti rugi menurut ketentuan
yang berlaku. Pemberian ganti rugi ini diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP.
224 Tahun 1961 jo Pasal 7 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian
Penguasaan Tanah Pertanian.
Apabila pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang menjalankan
ketentuan larangan kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai, maka
kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten Malang
tidak akan terjadi. Walaupun pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang
hanya memberikan aspek pertimbangan landreform. Maka pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang akan mendata dan mengelompokkan tanah
pertanian yang dimiliki secara absentee/guntai, sehingga dapat memastikan
apakah pihak yang diberikan aspek pertimbangan landreform tersebut telah
menjalan isi dari pertimbangan landreform. Sebenarnya monitoring ini dapat
dilaksanakan berdasarkan pemberian aspek pertimbangan landreform tersebut
karena telah diketahui segala sesuatu data yang terkait dengan kepemilikan
tanah secara absentee/guntai. Selain itu, apabila pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang melakukan peran pengawasannya maka akan banyak tanah
pertanian yang dimiliki secara absentee/guntai akan jatuh pada Negara karena
pemilik tanah pertanian secara absentee/guntai tersebut tidak pindah ke tempat
letak tanahnya atau memindahkan hak atas tanahnya kepada orang yang
berdomisili di tempat letak tanahya berada.
Dari penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa, pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang tidak melaksanakan ketentuan yang termuat
dalam UUPA dan peraturan yang terkait dengan larangan kepemilkan tanah
secara absentee/guntai serta tidak menjalankan fungsinya untuk melaksanakan
peran pengawasan terhadap kepemilikan hak atas tanah seperti apa yang
termuat dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Pasal 197 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Indoenesia Republik Indonesia. Karena pada
faktanya selama ini, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tidak
memiliki dan mengelompokkan data kepemilikan tanah pertanain secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang.
Menurut penulis, untuk mengetahui efektifitas penegakan hukum
mengenai larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten
Malang, maka perlu diketahui terlebih dahulu faktor yang menjadi penyebab
terjadinya kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di Kabupaten
Malang :
1. Faktor Masyarakat, yaitu kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat
Kehidupan bermasyarakat dapat berjalan dengan tertib dan teratur tentunya
didukung oleh adanya suatu tatanan agar kehidupan menjadi tertib. Di dalam
masyarakat, ketertiban tentunya merupakan hal yang sangat diperlukan
terutama untuk menciptakan kedamaian dalam pergaulan hidup manusia,
bahwa kedamaian tersebut berarti adanya ketertiban (yang bersifat lahiriah)
dan ketentraman (bersifat batiniah) Indikator yang terdapat dalam kesadaran
hukum, menurut Soerjono Soekanto ada 4 macam yaitu :
a) Pengetahuan hukum
b) Pemahaman hukum
c) Sikap hukum
d) Perilaku hukum
Dalam hal ini, walaupun pemerintah telah berusaha untuk mencegah terjadinya
pemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai, namun hal ini tidak lepas
pula dari peran serta masyarakat untuk mematuhi peraturan-peraturan yang
telah ada. Hal ini tidak lepas dari itikad seseorang yang sudah mengetahui
tentang peraturan adanya larangan pemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai tersebut, mereka sengaja melanggar peraturan tersebut demi
keuntungan ekonomi diri sendiri.
2. Faktor Aparat atau Penegak Hukumnya,yaitu mengenai persoalan dan
permasalahan tanah absentee/guntai, sebenarnya keberadaan Camat/Kepala
Desa sangat strategis dalam membantu terlaksananya ketentuan masalah tanah
absentee/guntai di Kabupaten Malang. Namun, peran yang strategis ini tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya bahkan kadang saling berbenturan.
Misalnya, seperti yang terjadi di Kabupaten Malang bahwa kepemilikan tanah
secara absentee/guntai di Kabupaten Malang tidak dilarang, hanya diberikan
suartu pertimbangan aspek pertimbangan landreform oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang dan setelah pemberian aspek pertimbangan landreform
tersebut, tidak ditindak lanjuti oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Malang,
apakah pihak yang memiliki tanah secara absentee/guntai menjalankan isi dari
pertimbangan yang termuat dalam aspek pertimbangan landreform ataukah
tidak melaksanakan. Selain itu hal ini juga terjadi di Kecamatan dan desa, yang
mana Kepala Kantor Kecamatan Singosari dan Kepalaa Desa Purwoasri tidak
melarang kepemilikan tanah secara absentee/guntai. Sehingga, tidak
terlaksananya larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai.
3. Faktor Budaya, dalam kaitannya dengan faktor penyebab terjadinya tanah
absentee/guntai dari aspek kebudayaan yaitu karena adanya Pewarisan. Hal
pewarisan ini sebagai wujud kelakuan berpola dari manusia sendiri. Pewarisan
sebenarnya menjadi peristiwa hukum yang lumrah terjadi dimana-mana di
setiap keluarga, akan tetapi peristiwa hukum ini menjadi penting diperhatikan
sehubungan dengan adanya larangan pemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai, apalagi jika ahli warisnya berada jauh di luar kecamatan letak
tanah pertanian tersebut berada. Kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai itu sebenarnya bisa dihindari dengan ahli waris itu pindah ke
kecamatan di mana tanah warisan itu berada, atau tanah warisan itu dialihkan
kepada penduduk yang berdomisili di kecamatan itu.
Namun, dalam kenyataannya yang dijumpai di lapangan, bahwa pewarisan itu
jarang sekali yang segera diikuti dengan pindahnya domisili ahli waris ke
tempat letak tanah yang ia warisi atau memindahkan hak atas tanahnya kepada
pihak yang berdomisili di tempat letak tanahnya berada.
Menerut penulis kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas,
bahwa ada 3 (tiga) penyebab terjadinya kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang, antara lain: Faktor masyarakat, faktor
aparat atau penegak hukum, dan faktor budaya. Setelah mengetahui ketiga
faktor tersebut maka, dapat diketahui penegakan hukum mengenai larangan
kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang akan efektif
dalam pelaksanaannya jika, didukung oleh aparat atau penegak penegak hukum
yaitu, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang, pihak Kecamatan
Singosari, dan pihak aparatur Desa Purwoasri Kecamatan Singosari. Selain itu
didukung oleh masyarakat sendiri dan budaya. Apabila semua pihak
mendukung dan ikut serta berperan dalam pelaksanaan larangan kepemilikan
tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang maka, larangan
kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang akan
terlaksana sebagaimana mestinya seperti yang termuat dalam peraturan
perundang-undangan.
b. Setelah berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian
Penguasaan Tanah Pertanian.
Peran pengawasan yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang dalam mengawasi kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang setelah berlakunya Peraturan Menteri
Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun
2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian yaitu, dengan cara
menolak secara tegas pendaftaran Hak Atas Tanah yang letak tanah yang
didaftarkan pemohon berada di luar kecamatan pemohon tinggal. Setelah
berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan
Tanah Pertanian tepatnya dimulai dari bulan April 2016, pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang telah menolak kurang lebih sebanyak 50 (lima
puluh) Pemohon.
Terlaksananya peran pengawasan yang dilakukan oleh pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang terhadap kepemilikan tanah secara
absentee/guntai yaitu, setelah adanya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, tepatnya dimulai dari bulan April
2016. Setelah berlakunya peraturan tersebut pihak Kantor Pertanhan
Kabupaten Malang menolak secara tegas terhadap pemohon pendaftaran hak
atas tanah yang berstarus absentee/guntai hal ini sesuai dengan Pasal 4, 5, dan
6 yang berisi:
Pasal 4 Ayat
1
Tanah pertanian milik perorangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (2) huruf a dapat dialihkan kepada pihak lain dengan
ketentuan:
a. Pihak lain harus berdomisili dalam satu kecamatan letak tanah
dan
Ayat 2
Pasal 5
Pasal 6
b. tanahnya harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk
pertanian
Domisili sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dibuktikan
dengan kartu identititas setempat
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Tata Ruang
Wilayah,penggunaaan dan pemanfaatan tanah pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 berpedoman
pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah dimaksud.
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 mengakibatkan peralihan hak atas tanah tidak dapat
didaftarkan pada kantor Pertanhan
Menurut penulis setelah berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian tersebut, pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya seperti yang
temuat dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan Pasal 197 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional No 1 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Indoenesia Republik Indonesia, yang mana
hal ini bermula dan berdasarkan UUPA dan peraturan yang terkait dengan
larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai.
C. Faktor Pendukung dan Kendala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang
Dalam Mengawasi Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai Di Kabupaten
Malang
1. Kendala Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Dalam Mengawasi
Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang.
Berdasarkan keterangan yang penulis dapatkan bahwa selama ini pihak
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang belum melaksanakan monitoring secara
langsung terhadap kepemilikan tanah pertanian secara absentee/guntai di
Kabapaten Malang kerana beberapa kendala dalam melaksankan ketentuan
tersebut antara lain.
1. Tidak adanya perintah langsung dari atasan untuk mengawasi kepemilikan
tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang
2. Tidak tersediannya anggaran untuk melaksanakan tugas untuk mengawasi
kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang
3. Kurangnya kerjasama dan sosialisasi dengan Notaris PPAT dalam
pencegahan terjadinya kepemilikan tanah secara absentee/guntai di
Kabupaten Malang, yang mana dalam hal ini PPAT sangat berperan dalam
pembuatan akta jual-beli dan hibah untuk pendaftaran tanah di Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang.
4. Tidak adanya komunikasi dan kerjasama dengan Kecamatan yang berada di
Kabupaten Malang dalam mengawasi kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di setiap masing-masing Kecamatan yang tugaskan,y ang
mana dalam hal ini Kecamatan termasuk berperan penting dalam
mengawasi kepemilikan tanah secara absentee/guntai karena Kecamatan
merupakan Notaris PPAT sementara.15
Menurut penulis sebenarnya ada atau tidaknya perintah dari Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang dan ada atau tidaknya anggaran untuk
melaksanakan monitoring secara langsung terhadap pemilik tanah secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang. Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten
Malang pada dasarnya memiliki tugas dan fungsi untuk melaksankan peran
tersebut .
Dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UUPA, pemerintah menegaskan usaha
pencegahan monopoli swasta. Sedangkan usaha pemerintah dalam lapangan
agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan undang-
undang. Masalah penguasaan tanah pertanian, prinsip dasarnya telah digariskan
dalam Pasal 7 dan Pasal 10 (prinsip mengerjakan atau mengusahakan sendiri hak
atas tanah pertanian secara aktif) serta pasal 17 yang mengisyaratkan tentang
perlunya peraturan mengenai batas maksimum luas tanah pertanian yang dapat
dipunyai oleh satu keluarga atau badan hukum.
Kantor Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara
15 Wawancara penulis dengan Sugianto (Sub Seksi Landreform Dan Konsulidasi Tanah
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang), tanggal 15 Desember 2016, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang.
nasional, regional dan sektoral. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3
disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional
menyelenggarakan fungsi, antara lain :
1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan.
2. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum
3. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah
wilayah khusus
4. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang menjadi kendala pihak
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dalam memonitor secara langsung
kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang, tidak dapat
dibenarkan dan diterima karena monitoring tersebut merupakan tugas dari pihak
Kantor Pertanhan Kabupaten Malang. Namun berbeda dengan yang terjadi, bahwa
selama ini dengan diberikannya aspek pertimbangan landreform kepada pemilik
tanah secara absentee/guntai, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tidak
mendata dan memonitor secara langsung apakah pemilik tanah pertanian secara
absentee/guntai tersebut telah melaksanakan isi pertimbangan yang termuat
dalam aspek pertimbangan landreform.
Selanjutnya kendala kurangnya koordinasi dan sosialisasi dengan Notaris
PPAT dan Kepala Kantor Kecamatan. Menurut penulis sebenarnya hal tersebut
tidak menjadi kendala jika pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang telah
melakukan kerjasama untuk selalu koordinasi dan selalu mensosialisaikan dan
mengingatkan kepada Notaris PPAT serta Kepala Kantor Kecamatan untuk
mendukung larangan kepemilikan tanah secara absentee/guntai di Kabupaten
Malang bahkan dapat menegur dan memberikan sanksi jika tidak melaksanakan
ketentuan program landreform. Demi terwujudnya larangan kepemilakan tanah
secara absentee/guntai secara maksimal
2. Faktor Pendukung Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Dalam
Mengawasi Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai Di Kabupaten
Malang
Telah diketahui ada beberapa kendala pihak Kantor Pertanahan Kabupaten
Malang dalam mengawasi kepemilikan tanah secara absentee/guntai di
Kabupaten Malang. Namun setelah berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian. Dengan dikeluarkan peraturan
tersebut. Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dapat menolak secara tegas
terhadap pemohon pendaftaran hak atas tanah yang berstatus absentee/guntai.
Peraturan ini telah dilaksankan mulai dari bulan April 2016 sampai sekarang dan
sudah ada kurang lebih 50 (lima puluh) pemohon pendaftar hak atas tanah yang
berstatus absentee/guntai,ditolak pendaftarannya.
Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dapat menolak secara tegas
terhadap pemohon pendaftaran hak atas tanah berstatus absentee/guntai
berlandaskan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan
Tanah Pertanian, tepatnya berdasar pada pasal pasal 4, 5, dan 6 yang berisi:
Pasal 4 Ayat
1
Ayat 2
Pasal 5
Pasal 6
Tanah pertanian milik perorangan sebagaimana dimaksudd dalam
pasal 3 ayat (2) huruf a dapat dialihkan kepada pihak lain dengan
ketentuan:
a. Pihak lain harus berdomisili dalam satu kecamatan letak tanah
dan
b. tanahnya harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk
pertanian
Domisili sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dibuktikan
dengan kartu identititas setempat
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Tata Ruang
Wilayah,penggunaaan dan pemanfaatan tanah pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 berpedoman
pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah dimaksud.
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 mengakibatkan peralihan hak atas tanah tidak dapat
didaftarkan pada kantor Pertanhan
Dengan adanya Peraturan ini pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dapat
menolak secara tegas dan tidak memberikan aspek pertimbangan landreform seperti
sebelumnya terhadap pemilik tanah secara absentee/guntai di Kabupaten Malang.
Dengan adanya Peraturan ini akan sangat mendukung peran pihak Kantor
Pertanahan Kabupaten Malang dalam mengawasi kepemilikan tanah secara
absentee/guntai di Kabupaten Malang
D. Upaya Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Dalam Mengawasi
Kepemilikan Tanah Secara Absentee/Guntai Di Kabupaten Malang.
Upaya pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dalam mengawasi
kepemilikan tanah secara absentee/guntai dilakukan dengan 2 (metode) yakni,
1. Upaya yang dilakukan sebelum adanya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, dan
2. Upaya yang dilakukan sesudah adanya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian.
Adapun upaya sebelum adanya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang
Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, yaitu Memberikan aspek pertimbangan
landreform atau somasi sebelum pemohon melakukan pendaftaran Hak Atas Tanah
yang berstatus absentee/guntai atau tanah yang didaftarkan pemohon berada di luar
kecamatan domisili pemohon.
Setelah adanya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan
Tanah Pertanian.
1. Menolak pendaftaran Hak Atas Tanah yang letak tanah yang didaftarkan
pemohon berada di luar kecamatan pemohon tinggal. Setelah berlakunya
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah
Pertanian tepatnya dimulai dari bulan April 2016, pihak Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang telah menolak kurang lebih sebanyak 50 (lima puluh)
Pemohon
2. Memberikan penyuluhan kepada Notaris PPAT untuk tidak membuatkan
akta jual-beli atau hibah tanah, dimana letak tanah yang diperjualbelikan
atau dihibahkan berada diluar kecamatan,pembeli atau penerima hibah
tinggal.16
Upaya pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang dalam mengawasi
kepemilikan tanah secara absentee/guntai ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016
Tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, tepatnya pada pasal 4, 5, dan
6 yang berisi:
Pasal 4 Ayat
1
Tanah pertanian milik perorangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (2) huruf a dapat dialihkan kepada pihak lain dengan
ketentuan:
16 Wawancara penulis dengan Sugianto (Sub Seksi Landreform Dan Konsulidasi Tanah
Kantor Pertanahan Kabupaten Malang), tanggal 15 Desember 2016, di Kantor Pertanahan
Kabupaten Malang.
Ayat 2
Pasal 5
Pasal 6
a. Pihak lain harus berdomisili dalam satu kecamatan letak tanah
dan
b. tanahnya harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk
pertanian
Domisili sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dibuktikan
dengan kartu identititas setempat
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Tata Ruang
Wilayah,penggunaaan dan pemanfaatan tanah pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 berpedoman
pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah dimaksud.
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan
Pasal 5 mengakibatkan peralihan hak atas tanah tidak dapat
didaftarkan pada kantor Pertanhan
Upaya yang seharusnya dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten
Malang, yaitu mencabut hak atas tanah yang sudah diberikan aspek pertimbangan
landreform, hal ini sesaui dengan ketentuan dalam Pasal 18 UUPA, yang berisi:
Pasal 18 Untuk kepentingan umum,termasuk kepentingan bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan
menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.
Karena pada kenyataannya pemilik tanah yang berstatus absentee/guntai tidak
pindah ke Kecamatan tempat letak tanahnya ataupun memindahkan hak atas
tanahnya tersebut kepada pihak yang berdomisili di Kecamatan tempat letak
tanahnya. Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tidak memonitoring secara
langsung untuk memastikan apakah ketentuan yang terdapat pada aspek
pertimbangan landreform dijalankan semestinya.Pasal 18 UUPA di atas dijelaskan
lebih lanjut dala pasal 27 UUPA, yang berisi:
Pasal 27 Hak milik hapus bila:
a. tanahnya jatuh kepada Negara :
1. karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;
2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;
3. karena ditelantarkan;
4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.
b. tanahnya musnah.
Pada faktanya pemilik tanah tersebut tidak pindah ke Kecamatan letak
tanahnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak terdaftarnya hak atas tanah atau
sesuai dengan pertimbangan yang ada dalam aspek landreform dimana kepemilikan
lebih dari 6 (enam)bulan, maka tanah tersebut harus dialihkan haknya kepeada
orang yang berada di wilayah letak tanahnya atau akan diambil negara. Pihak
Kantor Pertanahan selama ini tidak ada membatalkan sertifikat yang terdapat aspek
pertimbangan landreformnya dan tidak menindaknya atau menyatakan bahwa
sertifikat tersebut batal demi hukum. Selain itu di sertifikat yang diberikan aspek
pertimbangan landreform tidak diberikan keterangan, bahwa tanah yang dimiliki
oleh pemohon adalah tanah absentee/guntai. Hal ini mengakibatkan bahwa jika
aspek pertimbangan landreform dipisahkan dari sertifikat pemilik tanah
absentee/guntai, maka sertifikat tersebut akan menjadi sertifikat seperti biasanya.
Karena di dalam sertifikat tersebut tidak diberikan keterangan bahwa tanah yang
dihaki oleh pemilik tanah dimiliknya secara absentee/guntai. Sehingga jika aspek
pertimbangan landreform dpisahkan dari sertifikat hak milik, maka sertifikat
tersebut tidak akan memiliki akibat hukum apapun apakah tanah itu dikuasai secara
absentee/guntai