Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
48
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
A.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Laka Kepolisian Resort kota
Malang yang beralamatkan di jalan Dr. Cipto No. 06 Malang, kurang lebih
dua kilometer dari pusat kota Malang. Unit laka ini termasuk ke dalam
bagian dari Satuan Polisi Lalu Lintas dan pada unit laka Kepolisian Resort
kota Malang langsung dipimpin oleh AKP Erwin Aras Gendha, SH,. SIK,.
selaku Kasat Lantas Polresta Malang.
Kepolisian Resort kota Malang sendiri mempunyai wilayah kerja yang
sangat luas, dengan membawahi lima kepolisian sektor kota atau biasa
disingkat Polsekta, yang menjadi tanggung jawabnya. Adapun kelima
polsekta tersebut adalah :
a. Polsekta Lowokwaru;
b. Polsekta Sukun;
c. Polsekta Kedungkandang;
d. Polsekta Blimbing;
e. Polsekta Klojen.
A.2. Visi dan Misi Polantas Polresta Malang
Adapun visi dan misi dari polantas Polresta Malang ini, adalah :
Visi dari polantas Polresta Malang adalah menjamin tegaknya hukum
di jalan yang bercirikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat yang demokratis sehingga terwujudnya keamanan, ketertiban
dan kelancaran arus lalu lintas.
49
Misi dari polantas Polresta Malang ini adalah mewujudkan
masyarakat pemakai jalan memahami dan yakin kepada polantas sebagai
pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat dalam kegiatan
pendidikan masyarakat lalu lintas, penegakan hukum lalu lintas,
pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor dan pengemudi
A.3. Struktur Organisasi
Dalam satuan polantas polresta Malang sebagai suatu lembaga atau
organisasi adalah suatu wadah kerjasama masyarakat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu organisasi
yang baik dan tertib. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pengelolaan
atau sistem manajemen kepolisian yang tepat guna, mendukung kelancaran
proses kegiatan atau program–program yang telah dirancang sehingga
dapat terkoordinir dan terorganisir secara sistematis.
Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembagian tugas dan fungsi, adanya
kejelasan wewenang dan status dari masing–masing bagian dalam lembaga
satuan polantas polresta Malang serta untuk mempermudah dalam
pencapaian hasil atau sasaran yang ideal dan tepat guna.
Masalah lalu lintas merupakan kewenangan kepolisian polisi satuan
lalu lintas. Kepolisian satuan polisi lalu lintas Polresta Malang ini
dipimpin langsung oleh AKP Erwin Aras Gendha, SH,. SIK,. selaku Kasat
Lantas Polresta Malang.
50
KASAT LANTAS
AKP ERWIN ARAS GENDHA, SH,. SIK.
KANIT LAKA
IPDA EGA PRAYUDI
REGU 4
BRIPTU DANAR BAYU
BASKARA
PHL MANAN
PHL IWAN
REGU 1
AIPTU PUJI
AIPDA F. TEDY
BRIG YUSUF
REGU 2
AIPTU SAFARI
AIPTU SUTRISNO
AIPTU PRANOTO
REGU 3
AIPTU SUMINTO
AIPDA SUGITO
BRIPTU ROBBY
Satuan ini bertugas mengendalikan kelancaran berlalu lintas,
mengeluarkan Surat Izin Mengemudi (SIM), melakukan operasi lalu lintas
sampai dengan menegakkan hukum dibidang lalu lintas. Adapun struktur
organisasi Unit Laka Satlantas Polresta Malang, seperti bagan dibawah
ini :
Skema 1. Struktur Organisasi Unit Laka Satlantas Polresta Malang
Tugas dan wewenang dari tiap bidang pada struktur organisasi54 :
1. Kasat Lantas bertugas mengajukan pertimbangan dan saran kepada
Kapolresta mengenai hal – hal yang berhubungan denngan lalu lintas.
2. Kanit Laka bertugas membantu tugas Kasat Lantas dalam
menyelenggarakan/membina/pekerjaan penyidikan kecelakaan lalu
lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas guna memelihara
54 Sumber : Di Dapat Dari Kantor Unit Laka Tertanggal 22 Februari 2013
Sumber : Di Dapat Dari Kantor Unit Laka Tertanggal 22 Februari 2013
51
keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Serta Kanit Laka
bertanggung jawab mengendalikan, mengawasi, memonitor serta
mendatangi TKP kecelakaan lalu lintas.
3. Unit Penyidik (Regu 1, Regu2 dan Regu 3), bertugas :
a. Penanganan tempat kejadian laka lalu lintas;
b. Penyidikan perkara laka lalu lintas;
c. Penyelesaian berkas perkara laka lalu lintas;
d. Pengiriman tersangka dan barang bukti ke penuntut umum.
4. Unit Min. Laka (Regu 4), bertugas :
a. Pengisian register B-1 sampai dengan B-16;
b. Penomoran berkas perkara dan surat–surat;
c. Pembuatan laporan ke satuan atas;
d. Memenuhi syarat–syarat kelengkapan dalam asuransi jasa raharja
B. Peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam mengungkap
suatu pelanggaran lalu lintas
B.1. Pelaksanaan Penyidikan
Kecelakaan merupakan tindakan kekurang hati–hatian dari diri
seseorang. Kecelakaan bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Dalam hal
terjadinya suatu tindak pidana baik kesengajaan maupun kealpaan akan
dilaksanakannya proses penyidikan oleh penyidik yang berwenang. Dari
hasil wawancara dijelaskan bahwa pelaksanaan penyidikan dilakukan
dengan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik. Adapun
skema mekanisme dan penjelasan, sebagai berikut :
52
Skema 2. Mekanisme Penyidikan Laka Lantas
Penjelasan sesuai skema mekanisme penyidikan laka lantas, sebagai
berikut55 :
a. Laporan pengaduan telah terjadinya laka lantas
Pada bagian ini lebih dominan laporan pengaduan terjadinya laka lantas
atas laporan dari pihak masyarakat yang melihat langsung kejadian laka
lantas dan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pihak
penyidik laka lantas yang bertugas.
b. Piket penyidikan laka lantas
Penanganan kejadian laka lantas dan penyidikan perkara kecelakaan
lalu lintas oleh personil polantas dan unit lantas polsek yang melakukan
55 Hasil wawancara dengan Briptu Danar Bayu Baskara selaku pihak kepolisian yang dapat
memberikan keterangan, tertanggal 15 Januari 2014
Sumber : Di Dapat Dari Kantor Unit Laka Tertanggal 22 Februari 2013
53
penanganan awal laka lantas yang selanjutnya dilakukan pengolahan
TKP oleh petugas unit laka lantas sebagai bahan proses penyidikan
perkara.
c. Mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Dalam hal ini penyidik melakukan olah TKP untuk dapat
menentukan bagaimana terjadinya suatu kecelakaan, adapun uraiannya
sebagai berikut :
1. Tentukan rute yang terpendek dengan memperhatikan situasi lalu
lintas
2. TKP dalam kota alokasi waktu maksimal lima belas menit petugas
sampai TKP dengan memberdayakan anggota patroli polres dan
polsek dan satlantas polres dan unit laka polsek untuk melakukan
Tindakan Pertama di TKP (TPTKP), sebelum anggota unit laka
sampai di TKP
3. Bergerak dengan cepat dengan tetap memperhatikan keselamatan di
jalan
4. Menyalakan sirine dan lampu rotator
5. Melakukan koordinasi dengan petugas di TKP dan perhatikan arus
lalu lintas selama diperjalanan menuju TKP, bilamana ada kendaraan
yang terlibat laka lantas melarikan diri
6. Setiba di TKP laka lantas
a) Parkir kendaraan ditempat yang aman dan diketahui oleh
pengguna jalan lainnya serta dapat berfungsi untuk mengamankan
54
TKP dan berikan petunjuk agar pengguna jalan lainnya lebih
berhati – hati.
b) Posisi kendaraan menghadap keluar serong kanan dan berada
dekat TKP apabila jalan lurus.
c) Untuk TKP yang dekat dengan tikungan posisi kendaraan berada
sebelum tikungan.
d) Rotator kendaraan tetap dihidupkan sampai selesai kegiatan
penanganan TKP.
e) Meletakkan traffic cone juga lampu hazard atau lampu isyarat
dan rambu sebelum TKP laka lantas sampai pada akhir TKP laka
lantas
d. Tindakan Pertama di TKP (TPTKP) kecelakaan lalu lintas
Dalam tindakan pertama yang harus dilakukan penyidik sesuai
dengan mekanisme penyidikan laka lantas adalah sebagai berikut :
1) Tindakan pertama di TKP kecelakaan lalu lintas adalah
mengamankan TKP kecelakaan lalu lintas.
a) Bertujuan pengamanan status quo TKP kecelakaan lalu lintas.
b) Mencegah timbunya permasalahan baru seperti terjadinya
kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas.
c) Untuk memberikan pertolongan kepada korban dan
mengamankan bagi petugas yang sedang melaksanakan tugas di
TKP serta pemakai jalan lainnya.
55
d) Untuk melindungi agar barang bukti yang ada tidak hilang atau
rusak.
2) Pengolahan TKP kecelakaan lalu lintas
Tujuan dilaksanakannya pengolahan TKP kecelakaan lalu lintas
adalah untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti sebanyak–
banyaknya untuk dianalisa dan dievaluasi terhadap penyidikan
selanjutnya.
Alat–alat bukti yang dapat dikumpulkan di TKP kecelakaan lalu
lintas yaitu : alat bukti petunjuk, alat bukti keterangan saksi dan alat
bukti keterangan tersangka.
Untuk memperoleh alat–alat bukti tersebut diatas, dilakukan
kegiatan – kegiatan sebagai berikut :
a) Pengamatan umum
b) Pemeriksaan terhadap kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu
lintas
c) Pemeriksaan terhadap jalan dan kelengkapannya
d) Pemeriksaan terhadap tersangka, adapun rinciannya sebagai
berikut :
i. Amankan tersangka termasuk memberikan perlindungan
apabila masyarakat yang main hakim sendiri
ii. Lakukan interview dengan mengajukan pertanyaan singkat
kepada tersangka untuk memperoleh keterangan sementara
tentang sebagaimana terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut
56
iii. Kondisi pengemudi sebelum terjadi kecelakaan lalu lintas
iv. Catat identitas tersangka (SIM, KTP, Passport, KITAS, dll)
e) Fotografi (pemotretan) di TKP, adapun klasifikasinya sebagai
berikut :
i. Foto empat kali dari empat penjuru
ii. Foto posisi dari kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas,
sebanyak empat kali dari empat penjuru
iii. Foto korban sebelum dipindahkan dari TKP
iv. Foto kerusakan yang ada pada kendaraan yang terlibat
kecelakaan lalu lintas
v. Foto bekas–bekas yang tertinggal di TKP seperti bekas rem,
pecahan kaca, pecahan cat/ dempul, dll
f) Setelah seluruh kegiatan pemotretan selesai segera dituangkan
dalam bentuk Berita Acara Pemotretan
g) Pembuatan gambar atau sketsa TKP, langkah–langkah yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
i. Cari arah mata angin (arah utara)
ii. Tentukan skala (1:100 yang artinya 1 meter di TKP sama
dengan 1 sentimeter di gambar atau 1:200 yang artinya 1 meter
di TKP sama dengan ½ sentimeter di gambar)
iii. Unsur – unsur yang harus dituangkan dalam gambar TKP
kecelakaan lalu lintas adalah :
(a) Lebar jalan, lebar got, lebar trotoar, dll;
57
(b) Bentuk jalan, jalan lurus, tikungan dan persimpangan;
(c) Posisi korban;
(d) Posisi titik tabrak;
(e) Posisi pokok pengukuran;
(f) Posisi barang bukti;
(g) Bayangan arah atau tujuan dan masing–masing kendaraan
yang terlibat;
(h) Untuk meguatkan gambar sketsa di TKP perlu
ditandatangani oleh tersangka, saksi dan diketahui oleh
penyidik yang membuat sketsa TKP.
h) Pengukuran gamar sketsa TKP
Tujuan dari kegiatan pengukuran TKP kecelakaan lalu
lintas adalah untuk mengetahui jarak atau ukuran yang
sebenarnya dari situasi TKP. Dengan ukuran yang benar maka
akan memudahkan pada waktu diadakan rekonstruksi.
Untuk menentukan posisi/titik perlu dilakukan pengukuran :
(a) Titik pokok pengukuran (titik P);
(b) Key point/ titik tabrak (titik X);
(c) Posisi kendaraan yang terlibat (titik pengukuran dari
bemper depan dan belakang);
(d) Posisi korban;
(e) Posisi bekas rem;
(f) Lebar jalan.
e. Mengadakan penyidikan
Setelah melakukan pendalaman dalam teknik tindakan pertama
pada laka lantas dilanjutkan dengan :
58
1) Pemeriksaan saksi
Saksi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses
penyidikan, karena keterangan saksi dapat mengungkapkan suatu
perkara yang dalam hal ini adalah perkara kecelakaan lalu lintas
yang mengakibatkan matinya korban. Saksi dapat mengalami,
melihat dan mendengar sendiri terjadinya peristiwa kecelakaan
terjadi, sehingga dapat disimpulkan siapa yang menjadi korban dan
tersangka serta dapat tidaknya suatu penyidikan dilanjutkan.
Dalam hal ini, saksi yang diperiksa harus berjumlah lebih dari satu
orang sesuai dengan ketentuan pasal 183 KUHAP. Dilakukan
pemeriksaan terhadap lebih dari satu saksi bertujuan untuk mencari
keterangan atau titik terang suatu peristiwa kecelakaan sesuai
dengan kenyataan yang terjadi dan sebagai dasar bagi penyidik
untuk menentukan suatu tindak pidana. Pencarian saksi dalam
proses penyidikan dilakukan dengan mendatangi dan mencari
seseorang yang melihat langsung dan mengetahui sewaktu
peristiwa kecelakaan terjadi serta saksi yang ada pada waktu olah
TKP dilakukan.
Setelah adanya penetapan saksi dari peristiwa kecelakaan tersebut,
maka dilakukan pemanggilan saksi untuk dimintai keterangan
dengan surat panggilan yang dibuat secara jelas oleh penyidik.
59
2) Mengadakan pemeriksaan tersangka
Setelah dilakukannya pemeriksaan terhadap saksi dan telah
diketahui titik terang, maka dapat ditentukan siapa yang menjadi
tersangka dan korbannya. Apabila tersangka telah ditentukan, maka
akan dilakukan pemanggilan saksi dengan pemberitahuan surat
panggilan tersangka yang dibuat secara jelas oleh pihak penyidik
yang sesuai dengan pasal 112 KUHAP :
1) “Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan
alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka
dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat
panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waku yang
wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan
memenuhi panggilan tersebut; 2) Orang yang dipanggil wajib
datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik
memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk
membawanya.”
Setelah pemanggilan tersangka dipenuhi, maka dilakukan
pemeriksaan secara intensif terhadap suatu peristiwa kecelakaan.
Dalam pemeriksaan, tersangka berhak untuk mendapat bantuan
hukum. Pemeriksaan tersangka bertujuan untuk mencari suatu
keterangan dan kelanjutan penyidikan ke penuntut umum.
3) Penahanan sementara terhadap tersangka
Bagi tersangka yang terlibat kecelakaan lalu lintas dan korban
meninggal dunia atau luka berat, untuk kepentingan penyidikan
dapat dilakukan penahanan sementara (pasal 20 KUHAP).
60
Oleh karena penahanan merupakan tindakan pengekangan terhadap
kebebasan seseorang, maka dalam pelaksanaannya harus
diperhatikan hal–hal sebagai berikut :
a) Pedoman ketentuan yang diatur dalam pasal 20, 21, 24, 25, 29
dan 31 KUHAP
b) Surat perintah penahanan sementara harus ditandatangani oleh
pejabat berwenang (Kapolres atau Kasatlantas selaku penyidik)
c) Atas permintaan tersangka, penyidik dapat menangguhkan
penahanan sementara (pasal 31 KUHAP jo. pasal 35, 36
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983). Kewenangan
menangguhkan penahanan sementara berada pada Kepala
Kesatuan (Kapolres)
d) Surat perintah pengeluaran tahanan ditandatangani oleh Kepala
Kesatuan (Kapolres)
4) Memintakan Visum et Repertum ke rumah sakit
Setelah rangkaian penyidikan yang telah disebutkan. Adapun
prosedur pengajuan Visum et Repertum yang diberlakukan oleh
penyidik guna keperluan penyidikan, sebagai berikut : Penyidik
membuat surat permintaan Visum et Repertum kepada direktur ke
rumah sakit umum; dokter yang jaga pada saat hari terjadinya
korban kecelakaan bersama dengan tim dokter melakukan Visum et
Repertum berdasarkan permintaan penyidik; setelah melakukan
Visum et Repertum pada bagian administrasi membuat hasilnya
61
untuk ditandatangani oleh ketua tim (dokter jaga); hasil Visum et
Repertum diberikan kepada penyidik, setelah pihak korban
menyelesaikan biaya administrasi.
Permintaan Visum et Repertum ini bertujuan untuk menentukan
luka–luka pada tersangka dan korban, apakah luka tersebut akibat
kecelakaan atau bukan. Selain itu hasil Visum digunakan untuk
kelengkapan berkas yang akan diberikan pada penuntut umum.
Dalam hal ini, permintaan Visum tidak hanya untuk korban saja
melainkan juga pada tersangka. Setelah dilakukan pemeriksaan
maka dapat ditentukan kondisi tersangka dan korban. Pada
permintaan hasil Visum ini digunakan sebagai berkas penyidikan
hanya milik korban saja.
5) Mengamankan atau sita alat bukti
Alat bukti merupakan alat yang digunakan suatu tindak pidana
yang dalam hal ini kecelakaan lalu lintas. Alat bukti adalah hal
yang sangat penting dalam mengungkap suatu peristiwa. Alat bukti
yang sah disebutkan dalam pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Selain itu, barang bukti dalam perkara kecelakaan lalu lintas dapat
berupa kendaraan yang digunakan, ceceran darah, puing–puing
kendaraan dan barang–barang yang berkaitan dengan kecelakaan di
sekitar TKP.
62
Pengamanan barang bukti ini bertujuan agar bukti tidak hilang,
agar barang bukti tidak berubah bentuk dari bentuk semula
(keadaan sewaktu terjadi peristiwa kecelakaan) serta untuk
menentukan tersangka dan korban. Dalam hal ini, keterangan saksi
dan barang bukti harus cocok sehingga dapat terbukti secara jelas
bagaimana peristiwa kecelakaan tersebut dapat terjadi dan siapa
saja yang ada di dalam peristiwa tersebut.
f. Melakukan pemeriksaan tahap akhir
Pemeriksaaan tahap akhir ada dua metode yang dapat digunakan,
yaitu:
1) Pemeriksaan yang pertama dapat dilakukan pada pemberkasan
tahap akhir dari pelaksanaan penyidikan. Dilakukannya
pemberkasan bertujuan untuk melengkapi tahap pertama yaitu
berkas–berkas hasil pemeriksaan yang akan diberikan pada
penuntut umum, jika berkas sudah diterima oleh penuntut umum
dlanjutkan dengan tahap kedua yaitu kirim tersangka dan barang
bukti ke penuntut umum, selanjutnya dilimpahkan ke
pengadilan negeri untuk memutuskan vonis terhadap tersangka.
2) Pemeriksaan yang kedua adalah apabila tersangka meninggal
dunia pemeriksaan tersebut akan dihentikan dengan
dikeluarkannya Surat Perintah Pengentian Penyidikan atau biasa
disingkat SP3.
63
B.2. Kecelakaan yang terjadi dalam lingkup Polresta Malang
Data yang diperoleh dari hasil survei dapat dilihat jumlah
kecelakaan lalu lintas yang terjadi dalam lingkup Polresta Malang di awal
tahun 2011 hingga akhir tahun 2011. Adapun data–data kecelakaan yang
melalui proses penyidikan dengan pemeriksaan Visum et Repertum
tersebut sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2011
Berdasarkan tabel diatas dan dari sumber yang terpercaya,
kecelakaan lalu lintas jika diurut : Pada bulan Januari yang mencapai 28,
bulan Februari mencapai 25, bulan Maret mencapai 45, bulan April
NO. BULAN
JUMLAH
LAKA
TAHUN 2011
KORBAN KETERANGAN
VISUM MD LB LK
1 JANUARI 28 11 3 29 9
2 FEBRUARI 25 8 2 25 12
3 MARET 45 10 12 56 19
4 APRIL 35 7 5 37 9
5 MEI 31 8 2 29 10
6 JUNI 19 13 - 20 7
7 JULI 23 4 1 26 11
8 AGUSTUS 28 12 1 35 10
9 SEPTEMBER 24 7 1 30 8
10 OKTOBER 33 8 1 40 9
11 NOVEMBER 15 7 - 19 4
12 DESEMBER 17 4 - 17 2
JUMLAH 323 99 28 363 110
Sumber : Data Kecelakaan di Unit Laka Polresta Malang tertanggal 15 Januari 2014
Ket : MD = Meninggal Dunia; LB = Luka Berat; LK = Luka Ringan
64
mencapai 35, bulan Mei mencapai 31, bulan Juni mencapai 19, bulan Juli
mencapai 23, bulan Agustus mencapai 28, bulan September mencapai 24,
bulan Oktober mencapai 33, bulan November mencapai 15 dan bulan
Desember mencapai 17 kasus. Dan selengkapnya untuk rincian perbulan
sebagai data pendukung dapat dilihat di lampiran. Jika dilihat dari tabel
diatas, pemeriksaan Visum yang dilakukan oleh penyidik rata-rata
prosentasenya tidak mencapai lima puluh persen dari jumlah kecelakaan
lalu lintas di tahun 2011.
Dari total keseluruhan korban kecelakaan lalu lintas di tahun 2011
berjumlah 323 orang dan total korban yang divisum berjumlah 110 orang
serta total korban yang tidak divisum berjumlah 213 orang.56 Penulis
sempat bertanya kepada pihak penyidik, apa penyebab total korban yang
divisum tidak sama dengan jumlah keseluruhan korban yang mengalami
luka ringan, luka berat dan meninggal dunia, padahal Visum itu diperlukan
untuk semua korban yang mengalami luka ringan, luka berat dan
meninggal dunia. Adapun pihak penyidik memberikan keterangan sebagai
berikut :
“Bahwasannya jumlah korban yang divisum itu lebih dominan kepada
korban yang mengalami luka berat dan meninggal dunia dan yang
mengalami luka ringan hanya sebagian jikalau sangat diperlukan
untuk proses penyidikan, untuk melengkapi berkas atau P-21 dari
kecelakaan lalu lintas. Banyak juga pihak korban yang hanya
mengalami luka ringan tidak mau divisum dengan alasan pihak korban
dengan tersangka akan menempuh jalur damai. Dengan jalur damai
disini maksudnya adalah kedua belah pihak tidak akan dilanjutkannya
56 Data Kecelakaan di Unit Laka Polresta Malang, tertanggal 15 Januari 2014
65
perkara kecelakaan tersebut dan harus memberikan surat pernyataan
bahwa kecelakaan tersebut tidak ditempuh dengan jalur litigasi.57”
Dengan adanya beberapa korban laka lantas yang memerlukan
Visum et Repertum, untuk sebagai bahan pendukung dari sebuah alat bukti
melalui proses litigasi :
“Proses awalnya adalah jika kepolisian menerima laporan kejadian
kecelakaan, korban laka lantas dibawa kerumah sakit. Pihak
kepolisian akan memintakan Visum kepada rumah sakit. Dan hasil
Visum diminta untuk melengkapi berkas ke Jaksa Penuntut Umum
sebagai keterangan barang bukti apabila perkara laka lantas tersebut
diselesaikan melalui tahap litigasi.58”
Pada proses non litigasi atau biasa disebut Alternative Dispute
Resolution selanjutnya disingkat ADR, dari pihak korban kecelakaan lalu
lintas :
"Pada tahap non litigasi/ADR, dari kebanyakan kasus yang ada di
lapangan, bahwa tidak perlu diadakan pemeriksaan Visum dan
biasanya prosesnya tetap berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada.
Dan pada tahap awal pemeriksaan, dari pihak korban dan pelaku
melakukan kesepakatan dengan jalan berdamai tetapi harus dengan
adanya Surat Pernyataan dari kedua belah pihak, barang disaksikan
dari pihak RT dan RW si korban, dengan dibubuhinya sebuah
materai.59"
Dari berbagai keterangan pihak penyidik, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa kenyataan dilapangan penyidik tidak mematuhi dan
mentaati prosedur mekanisme yang sesuai di Skema 2 yang sudah
dijelaskan dalam penyidikan laka lantas tersebut korban harus melalui
tahap Visum tersebut guna untuk memenuhi sebagai alat bukti dan sebagai
bahan pertimbangan hakim di pengadilan. Dalam akibat hukumnya jika
57 Hasil wawancara dengan Briptu Danar Bayu Baskara selaku pihak kepolisian yang dapat
memberikan keterangan, tertanggal 15 Januari 2014 58 Hasil wawancara dengan Briptu Danar Bayu Baskara selaku pihak kepolisian yang dapat
memberikan keterangan, tertanggal 1 Februari 2013 59 Ibid
66
penyidik tidak mentaati proses penyidikan laka lantaspun tidak ada
peraturan atau sanksi yang diberikan oleh penyidik.
Dalam mekanisme penyidikan tersebut penulis tidak menemukan
bahwa kalau terjadinya laka lantas tersebut dapat diselesaikan dengan cara
jalur damai atau biasa disebut dengan non-litigasi atau ADR. Terkecuali
kalau tersangkanya meninggal dunia, maka kasus tersebut dapat dihentikan
penyidikannya atau biasa disebut dengan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan.
B.3. Peranan Visum et Repertum pada proses penyidikan
Dari analisa diatas penulis dapat berpendapat bahwasannya sebagai
suatu keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli
terhadap barang bukti yang ada dalam suatu perkara kecelakaan lalu lintas,
adapun Visum et Repertum mempunyai peranan sebagai berikut60 :
a. Sebagai alat bukti yang sah
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam KUHAP pasal 184 ayat (1)
jo. pasal 187 huruf c. Yang disebutkan pada pasal 187 huruf c
KUHAP tersebut berkaitan langsung dengan alat bukti surat.
b. Sebagai bukti penahanan tersangka
Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan
penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka penyidik harus
mempunyai bukti-bukti yang cukup untuk melakukan tindakan
tersebut. Salah satu bukti adalah akibat tindak pidana yang
dilakukan oleh tersangka terhadap korban. Visum et Repertum yang
dibuat oleh dokter ahli dapat dipakai oleh penyidik sebagai
pengganti barang bukti untuk melengkapi surat perintah penahanan
tersangka .
c. Sebagai bahan pertimbangan hakim
Meskipun bagian kesimpulan Visum et Repertum tidak mengikat
hakim, namun apa yang diuraikan di dalam bagian pemberitaan
60 Ibid
67
sebuah Visum et Repertum adalah merupakan bukti materiil dari
sebuah akibat tindak pidana, disamping itu bagian pemberitaan ini
adalah dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti yang telah
dilihat dan ditemukan oleh dokter. Dengan demikian dapat diapakai
sebagai bahan pertimbangan bagi hai, yang sedang menyidangkan
perkara tersebut.
C. Keabsahan proses penyidikan, apabila penyidik tidak melaksanakan
Visum et Repertum pada korban kecelakaan lalu lintas
Untuk menyesuaikan dengan data–data di atas agar lebih akurat
penulis juga melakukan wawancara secara langsung dengan pihak korban
laka lantas. Kecelakaan tersebut terjadi pada hari senin tertanggal 13 Agustus
2011 pukul 21.15 WIB di jalan Basuki Rahmat kota Malang. Dan saksi
perkara laka lantas tersebut bernama Deny Nurdiansyah.
Sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan selanjutnya disingkat
sebagai BAP dan keterangan saudara Deny secara langsung, bahwasannya
kecelakaan yang terjadi pada hari sabtu tanggal 13 Agustus 2011 di jalan
Basuki Rahmat kota Malang tersebut yaitu antara kendaraan sepeda motor
dengan nomor polisi N 3721 CK yang dikendarai saudara Deny berjalan dari
arah utara ke selatan diserempet dari belakang oleh kendaraan sepeda motor
dengan nomor polisi N 4957 BC yang dikendarai saudara Jumari, sehingga
kedua kendaraan sepeda motor tersebut oleng ke kanan jalan dan menabrak
beton pembatas tengah marka jalan.
Dari pengakuan saudara Deny,
“Beliau beserta temannya tersebut (Jumari) pada saat sebelum terjadi
kecelakaan hanya berjalan sama–sama dengan membawa kendaraan
motor masing–masing dan tidak ada niat untuk balapan, tetapi
kemungkinan dari saudara Jumari telah hilang kendali untuk
menguasai sepeda motor yang dikendarainya dengan kecepatan 80–90
68
km/jam. Dan sebelum terjadi kecelakaan itu terjadi, setahu beliau
kendaraan yang dikendarai saudara Jumari tersebut tidak memberikan
tanda isyarat klakson atau isyarat lainnya.61”
Terhadap situasi jalan dan arus lalu lintas pada saat terjadinya
kecelakaan tersebut tidak terlalu ramai. Dalam peristiwa kecelakaan tersebut
setahu beliau tidak ada kendaraan lain yang terlibat kecelakaan selain saudara
Deny dengan saudara Jumari.
Setelah terjadinya kecelakaan tersebut saudara Deny merasa terlempar
di kanan jalan melewati beton pembatas marka jalan dan mengalami luka–
luka dibagian kaki kiri patah tulang terbuka serta tidak sadarkan diri,
sedangkan saudara Jumari setahu saudara Deny ikut juga terjatuh dan
menabrak beton pembatas marka jalan, dan dirawat di Rumah Sakit Syaiful
Anwar selanjutnya disingkat sebagai RSSA kota Malang dengan kondisi juga
tidak sadarkan diri.
Menurut di BAP kecelakaan tersebut dikarenakan dari kendaraan
sepeda motor milik saudara Jumari yang kurang berhati–hati saat
mengendarai kendaraan sepeda motor berjalan dengan kecepatan tinggi dan
tidak waspada melihat depan sehingga terjadi kecelakaan tersebut.
Akibat dari kecelakaan tersebut, beliau mengalami luka–luka di
bagian kaki kiri patah, sedangkan saudara Jumari mengalami luka serius
dibagian kepala dan dada. Dan menurut informasi dari keluarga beliau,
bahwasannya saudara Jumari telah meninggal dunia di RSSA kota Malang
setelah dirawat beberapa hari di Rumah Sakit.
61 Hasil wawancara dengan saudara Deny Nurdiansyah selaku saksi korban kecelakaan lalu lintas
tertanggal 5 sampai 7 Maret 2013
69
Dari beberapa hasil wawancara langsung dengan saudara Deny,
“ Pada saat beliau tidak sadarkan diri setelah kecelakaan itu terjadi
sampai dengan beliau sadarkan diri. Bahwasannya pada saat beliau
sudah sadarkan diri selama beberapa hari, beliau tidak diminta dari
pihak penyidik ataupun dari pihak dokter untuk dilakukannya proses
pemeriksaan Visum dan dari pihak keluarga beliaupun juga tidak
ditawari oleh pihak penyidik bahwa saudara Deny harus melalui
pemeriksaan Visum. 62“
Dari contoh kasus nyata yang penulis temukan wawancara langsung
dengan pihak saksi korban saudara Deny. Penulis dapat menemukan suatu
jawaban atas permasalahan tentang keabsahan pemeriksaan Visum pada tahap
penyidikan apabila pemeriksaan tersebut tidak dilakukan oleh penyidik.
Bahwa dari pihak penyidik telah lalai dan melupakan proses
mekanisme penyidikan pada kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh saudara
Deny, yaitu pada proses pemeriksaan Visum. Seharusnya pihaak penyidik
dapat terkonsentrasi pada pemeriksaan Visum tersebut, dikarenakan Visum
merupakan suatu hal yang terpenting dalam pembuktian karena menggantikan
sepenuhnya Corpus Delicti (tanda bukti). Seperti yang diketahui dalam suatu
perkara kecelakaan lalu lintas yang dialami saudara Deny yang menyangkut
dengan adanya suatu luka–luka dibagian kaki kiri patah tulang terbuka dan
bagian tubuh lainnya yang megalami luka trauma akibat benturan benda
tumpul, maka oleh karenanya Corpus Delicti yang demikian tidak mungkin
disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan secara mutlak harus
diganti oleh Visum et Repertum.
62 Ibid
70
D. Analisis Hasil Penelitian
Mengacu pada hasil penelitian mengenai tinjauan yuridis sosiologis
mengenai peranan dan keabsahan Visum et Repertum dalam proses penyidikan
pada korban kecelakaan lalu lintas diperoleh data bahwa dalam proses penyidikan
pada korban kecelakaan lalu lintas pihak kepolisian selaku aparat penyidik
membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya
yang salah satunya adalah pada pengungkapan kasus korban kecelakaan lalu
lintas. Kasus korban kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan luka-luka yang
diantaranya adalah luka ringan, luka sedang dan luka berat seseorang, dimana
dilakukan suatu pelanggaran lalu lintas dalam bentuk kecelakaan lalu lintas
membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli
yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik
dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai korban, terutama terkait dengan pembuktian
adanya tanda-tanda luka pada korban kecelakaan lalu lintas.
Faktanya dari hasil penelitian, kasus kecelakaan lalu lintas yang ada di
lapangan, bahwa tidak diadakan pemeriksaan Visum dan biasanya prosesnya tetap
berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada. Dan pada tahap awal pemeriksaan,
dari pihak korban dan pelaku melakukan kesepakatan dengan jalan berdamai
tetapi harus dengan adanya Surat Pernyataan dari kedua belah pihak, barang
disaksikan dari pihak RT dan RW si korban, dengan dibubuhinya sebuah materai.
Disisi lain kasus kecelakaan lalu lintas pada tahap penyidikan, perlu dilakukan
serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan bukti-bukti yang terkait
71
dengan pelanggaran kecelakaan lalu lintas yang terjadi, berupaya membuat terang
terhadap pelanggaran kecelakaan lalu lintas tersebut, dan selanjutnya dapat
menemukan pelaku dalam kecelakaan lalu lintas. Terkait dengan peranan dokter
dalam membantu penyidik memberikan keterangan medis mengenai keadaan
korban kecelakaan lalu lintas, hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan bukti
atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa benar telah terjadi
suatu pelanggaran kecelakaan lalu lintas yang merenggut korban jiwa.
Namun dalam kenyataan di lapangan penyidik tidak mematuhi dan
mentaati prosedur mekanisme yang sesuai di Skema 2 yang sudah dijelaskan
dalam penyidikan laka-lantas tersebut korban harus melalui tahap Visum tersebut
guna untuk memenuhi sebagai alat bukti dan sebagai bahan pertimbangan hakim
di pengadilan serta didukung juga yang mengatur penyidikan pada Peraturan
Kepala Kepolian Negara Republik Indonesia No. 15 Tahun 2013 tentang
Penanganan Laka Lantas BAB VIII Tata Cara Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas
Bagian Kedua tentang Tata Cara Pengumpulan Alat Bukti Pasal 40 mengenai alat
bukti surat dari keterangan ahli khususnya Visum et Repertum dan pada Pasal 40
ayat (3) lebih ditekankan aturan penyidikan, berikut bunyi pasal tersebut :
(3) Untuk mendapatkan visum et repertum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, petugas Polri:
a. mengajukan surat permohonan kepada dokter kehakiman atau rumah sakit
tempat korban dirawat untuk dilakukan visum luar bagi korban luka
dan/atau visum dalam bagi korban meninggal; dan
b. memberikan penjelasan secara persuasif kepada keluarga korban mengenai
manfaat dan arti penting visum bagi kepentingan penyidikan, apabila
keluarga korban menolak dilakukan visum dalam.
Dalam akibat hukumnya jika penyidik tidak mentaati proses penyidikan
laka lantaspun tidak diberikan sanksi kode etik yang dilanggar oleh penyidik
72
tersebut. Padahal jika mengacu pada sanksi pelanggaran kode etik seharusnya
pihak penyidik tersebut telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pasal 15 tentang Etika Kemasyarakatan huruf (f) dan
huruf (h) yang berbunyi sebagai berikut :
f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan;
h. membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dan sanksi yang telah ditentukan pada pasal tersebut ditentukan pada Bagian
Ketiga tentang Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Polisi pasal 20 yang
berbunyi :
(1) Anggota Polri yang diduga melakukan Pelanggaran terhadap kewajiban
dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan
Pasal 16 dinyatakan sebagai Terduga Pelanggar.
(2) Terduga Pelanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
sebagai Pelanggar setelah dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan
putusan melalui Sidang KKEP.
Karena itu keterangan dokter dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat
hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et Repetum. Menurut
pengertiannya, Visum et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter
berdasarkan pemeriksaan terhadap orang atau yang diduga orang, berdasarkan
permintaan tertulis dari pihak yang berwenang, dan dibuat dengan mengingat
sumpah jabatan dibuat dengan mengingat sumpah jabatan dan KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana).
Mengacu pada hasil penelitian, bahwa dalam mekanisme penyidikan tidak
menemukan terjadinya laka lantas tersebut dapat diselesaikan dengan cara jalur
73
damai atau biasa disebut dengan non-litigasi atau ADR. Terkecuali kalau
tersangkanya meninggal dunia, maka kasus tersebut dapat dihentikan
penyidikannya atau biasa disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
Hal ini dapat dilihat pada korban tidak diminta dari pihak penyidik
ataupun dari pihak dokter untuk dilakukannya proses pemeriksaan Visum dan dari
pihak keluarga beliaupun juga tidak ditawari oleh pihak penyidik harus melalui
pemeriksaan Visum, dikarenakan keterangan dari pihak penyidik menyatakan
bahwasannya Visum et Repertum itu sendiri dikenakan biaya yang cukup mahal
diantara Rp 250.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,- dan pihak penyidik
beranggapan bahwa pihak keluarga korban tidak mampu menempuh jalan
pemeriksaan Visum et Repertum. Apabila jika mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa pelayanan pembuatan Visum et
Repertum masuk ke dalam pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang
ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional dan juga aturan yang mendukung
diadakannya Visum tersebut merupakan alat bukti yang secara teori masuk ke
dalam anggaran penyelesaian perkara pidana yang berdasarkan Pasal 136
KUHAP, sehingga seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Pasal 136
KUHAP telah tegas mengamanatkan bahwa “Semua yang dikeluarkan untuk
kepentingan pemeriksaan ditanggung oleh negara”, sebagaimana dimaksud dalam
Bagian Kedua BAB X IV – Penyidikan.
Dalam hal ini Visum et Repertum ini sangat diperlukan untuk mengetahui
dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu kecelakaan lalu lintas.
74
Dalam mengungkap kasus kecelakaan lalu lintas yang demikian, tentunya pihak
kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat
agar dapat ditemukan kebenaran materiil yang selengkap mungkin dalam perkara
tersebut. Karena esensi Visum et Repertum adalah laporan tertulis mengenai apa
yang dilihat dan ditemukan pada orang yang sudah meninggal atau orang hidup
(untuk mengetahui sebab kematian dan/atau sebab klasifikasi luka berat) yang
dilakukan atas permintaan polisi demi kepentingan peradilan dan membuat
pendapat dari sudut pandang kedokteran forensik. Faktanya pihak penyidik telah
mengabaikan proses mekanisme penyidikan pada kecelakaan lalu lintas yang
dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas, yaitu pada proses pemeriksaan Visum.
Seharusnya pihak penyidik dapat terkonsentrasi pada pemeriksaan Visum tersebut,
dikarenakan Visum merupakan suatu hal yang terpenting dalam pembuktian
karena menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (tanda bukti).
Seperti yang diketahui dalam suatu perkara kecelakaan lalu lintas yang
dialami saudara Deny yang menyangkut dengan adanya suatu luka–luka dibagian
kaki kiri patah tulang terbuka dan bagian tubuh lainnya yang megalami luka
trauma akibat benturan benda tumpul, maka oleh karenanya Corpus Delicti yang
demikian tidak mungkin disediakan atau diajukan pada sidang pengadilan dan
secara mutlak harus diganti oleh Visum et Repertum untuk memenuhi hak-hak
korban, seperti yang tercantum dalam The Universal Declaration of Human
Rights (10 Desember 1948) dan The International Covenant on Civil and Politcal
Rights (16 Desember 1966)63 mengakui bahwa semua orang adalah sama terhadap
63 The International Covenant on Civil and Politcal Rights (16 Desember 1966), dikutip dari
Soeparman, Parman dan Haji, hal. 51
75
Undang–undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa perlakuan
atau sikap diskriminasi apapun.
Dengan demikian dapat simpulkan bahwa permasalahan tentang
keabsahan pemeriksaan Visum pada tahap penyidikan apabila pemeriksaan
tersebut tidak dilakukan oleh penyidik di Unit Laka Lantas Kepolisian Resort
Kota Malang untuk mendapatkan kebenaran materiil dalam kasus kecelakaan lalu
lintas yang dilakukan oleh pihak penyidik untuk melengkapi suatu alat bukti telah
tidak sah dalam proses penyidikan. Selain mengabaikan tugas seorang penyidik
yaitu mencari serta mengumpulkan bukti atas suatu peristiwa yang ternyata
sebagai tindak pidana, untuk membuat terang tindak pidana tersebut dan guna
menemukan pelakunya, juga dikarenakan tidak terpenuhinya unsur pada KUHAP
pasal 136 jo pasal 184 ayat (1) untuk mendapatkan dan memenuhi kebenaran
materiil dan penyidik juga tidak mentaati tentang SOP/XI/2011 tentang
Penanganan dan Proses Penyidikan Laka Lantas huruf D point 2-i tentang
pengakhiran penanganan TKP Laka Lantas dalam hal Visum et Repertum.
Didukung juga pihak penyidik melalaikan Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia No. 15 Tahun 2013 tentang Penanganan Laka Lantas
BAB VIII Tata Cara Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas Bagian Kedua tentang
Tata Cara Pengumpulan Alat Bukti Pasal 40 ayat (3) mengenai alat bukti surat
dari keterangan ahli khususnya Visum et Repertum dan Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 tentang Etika
Kemasyarakatan huruf (f) dan huruf (h).