28
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB III HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Macam-macam Harta dalam Perkawinan Macam-macam harta dalam perkawinan, menurut pasal 35 Undang-undang no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan sebagai berikut : 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri yang selanjutnya dikenal dengan istilah harta bawaan. 3. Harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Harta ini dikenal dengan istilah harta perolehan. Menurut Sayuti Thalib, harta suami isteri itu dapat digolongkan menjadi beberapa macam sebagai berikut : 1 1. Dilihat dari sudut asal usulnya, harta suami isteri itu dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: a. Harta bawaan, yaitu harta masing-masing suami isteri yang telah mereka miliki sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri. b. Harta masing-masing suami isteri yang diperoleh setelah menikah, yaitu yang diperoleh dari warisan, hibah atau wasiat untuk masing- 1 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), 83

BAB III HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Macam …digilib.uinsby.ac.id/6712/6/Bab 3.pdf · perkawinan, tetapi harta macam ini diperoleh setelah masa perkawinan. Sebagaimana halnya

Embed Size (px)

Citation preview

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III

HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN

A. Macam-macam Harta dalam Perkawinan

Macam-macam harta dalam perkawinan, menurut pasal 35 Undang-undang

no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan sebagai berikut :

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri yang selanjutnya

dikenal dengan istilah harta bawaan.

3. Harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan,

adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak

menentukan lain. Harta ini dikenal dengan istilah harta perolehan.

Menurut Sayuti Thalib, harta suami isteri itu dapat digolongkan menjadi

beberapa macam sebagai berikut :1

1. Dilihat dari sudut asal usulnya, harta suami isteri itu dapat digolongkan

menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Harta bawaan, yaitu harta masing-masing suami isteri yang telah

mereka miliki sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah

atau usaha mereka sendiri.

b. Harta masing-masing suami isteri yang diperoleh setelah menikah,

yaitu yang diperoleh dari warisan, hibah atau wasiat untuk masing-

1 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), 83

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

72

masing suami atau isteri dan bukan diperoleh dari usaha mereka baik

perorangan maupun bersama-sama.

c. Harta pencaharian, yaitu harta yang diperoleh suami isteri setelah

mereka berada dalam hubungan perkawinan dengan jalan usaha

mereka baik sendiri, perorangan maupun secara bersama-sama.

2. Dilihat dari sudut hubungan harta dengan perorangan dalam masyarakat,

maka harta itu akan berupa :

a. Harta milik bersama.

b. Harta milik seseorang tetapi terikat kepada keluarga.

c. Harta milik seseorang dan pemilikan dengan tegas oleh yang

bersangkutan atau disebut juga dengan harta milik pribadi.

Sedangkan menurut M. Idris Ramulyo, macam-macam harta suami isteri yang

lazim dikenal di Indonesia antara lain :2

1. Harta yang diperoleh masing-masing suami isteri sebelum perkawinan

melalui usaha mereka masing-masing. Harta seperti itu di Bali disebut

Guna Kaya. Di Sumatera Selatan disebut harta pembujang bila diperoleh

oleh perawan (gadis). Menurut UU No. 1 tahun 1974 harta tersebut

dikuasai masing-masing pihak yang memilikinya.

2. Harta yang diperoleh pasangan suami isteri yang diberikan oleh keluarga

atau orang tua untuk mereka berdua pada saat mereka menikah. Harta

tersebut bisa berupa modal usaha, perabotan rumah tangga atau tempat

2 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 28-29

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

73

tinggal. Seumpama terjadi perceraian maka harta tersebut kembali kepada

keluarga atau orang tua yang memberikan. Di Minangkabau harta ini

dikenal dengan istilah Harta Asal.

3. Harta yang diperoleh oleh masing-masing suami isteri dalam masa

perkawinan melalui hibah, wasiat maupun dari orang tua atau keluarga

terdekat. Harta semacam ini di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta

dikenal dengan nama harta Gawan, di Jakarta disebut Barang Usaha, di

Banten disebut Barang Sulu, di Jawa Barat disebut Barang Benda atau

Barang Asal atau Barang Pusaka.

4. Harta yang diperoleh masing-masing suami isteri dalam masa perkawinan

melalui usaha mereka berdua atau dari usaha salah satu dari mereka. Harta

tersebut disebut harta pencaharian. Dalam Undang-undang No. 1 Tahun

1974 harta tersebut menjadi harta bersama suami isteri. Harta jenis ini di

Aceh disebut Haraueta Sihareukat, di Bali disebut Druwegabro, di Jawa

disebut harta Gono-Gini.

Berdasarkan urain diatas, harta benda dalam perkawinan bila ditinjau dari asal

usulnya secara garis besar dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Harta Bersama

Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan

adalah “harta benda yang diperoleh selama perkawinan”. Suami dan istri

mempunyai hak dan kewajiban yang sama atas harta bersama.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang HAM pasal 51:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

74

a. Seseorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak

dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal

yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan

dengan anakanaknya, dan hak pemilikan sertta pengelolaan harta

bersama.

b. Setelah putusnya perkawinan, seseorang wanita mempunyai hak

dan tanggung jawab yang sama baik mengenai harta bersama

ataupun mengenai anak-anaknya, dengan memperhatikan

kepentingan terbaik bagi anak.

Setelah putusnya perkawinan, seseorang wanita mempunyai hak yang

sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan

harta bersama tanpa mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Harta yang dihasilkan bersama oleh suami

istri selama masa perkawinan dikuasai bersama suami istri. Sesuai

namanya yakni harta bersama suami istri, maka selama mereka masih

terikat dalam perkawinan harta itu tidak dapat dibagi. Harta itu sama-sama

mereka manfaatkan hasilnya dan dibagi apabila mereka bercerai, baik

cerai hidup atau cerai mati.3

2. Harta Bawaan

3 Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, (Jakarta: gema insani, 2003), 127

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

75

Harta bawaan adalah “harta benda milik masing-masing suami istri

yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh

sebagai warisan atau hadiah”.4

Tentang macam harta ini, KHI pasal 87 ayat (1) mengatur, “harta

bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh

masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan

masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam

perjanjian perkawianan”.5

Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta bersama. Suami

atau istri berhak mempergunakan harta bawaannya masing-masing dan

juga dapat melakukan perbuatan hukum terhadapnya. Sebagai Dasar

hukumnya adalah undang-undang perkawinan pasal 36 ayat (2), yang

mengatakan bahwa, “megenai harta bawaan masing-masing suami atau

istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum

mengenai harta bendanya”. Hal senada juga dinyatakan dalah KHI pasal

87 ayat (2), “suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah,

atau lainnya”. Artinya berdasarkan ketentuan ini, harta bawaan yang

dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan tidak bisa diotak-atik

oleh pasangan yang lain.

4 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008), hal. 15 5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, hal. 135

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

76

Harta bawaan bisa saja menjadi harta bersama jika sepasang pengantin

menentukan hal demikian dalam perjanjian perkawinan yang mereka buat.

Atau dengan kata lain, perjajian perkawinan yang mereka sepakati

menentukan adanya peleburan (persatuan) antar harta bawaan dengan

harta bersama.6

3. Harta Perolehan

Harta perolehan adalah “harta benda yang hanya dimiliki secara

pribadi oleh masing-masing pasangan (suami istri) setelah terjadinya

ikatan perkawinan”.

Harta ini umumnya berbentuk hibah, hadiah, dan sedekah. Harta ini

tidak diperoleh melalui usaha bersama mereka berdua selama terjadinya

perkawinan. Bedanya dengan harta bawaan yang diperoleh sebelum masa

perkawinan, tetapi harta macam ini diperoleh setelah masa perkawinan.

Sebagaimana halnya harta bawaan, harta ini juga menjadi milik

pribadi masing-masing pasangan, baik suami maupun istri, sepanjang tidak

ditentukan lain dalam pertjajian perkawinan. Dasarnya adalah KHI pasal

87 ayat (2), “suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah

atau lainnya”.

Harta perolehan sama dengn harta bawaan, keduanya bukan

merupakan obyek dari harta bersama, yang hanya disebut dengan harta

6 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, hal. 15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

77

perolehan adalah harta milik masing-masing suami istri setelah menikah,

tetapi bukan diperoleh dari usaha bersama atau usaha masing-masing.

Dalam kedudukannya sebagai modal kekayaan untuk mencukupi

kebutuhan rumah tangga suami, maka harta perkawinan itu dapat

digolongkan menjadi empat macam, yaitu :

a. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau istri sebelum

perkawinan yaitu harta bawaan.

b. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami istri bersama-sama

selama perkawianan yaitu harta pencaharian.

c. Harta yang diperoleh atau dikuasai suami atau istri secara

perseorangan sebelum atau sesudah perkawinan yaitu harta

penghasilan.

d. Harta yang diperoleh suami istri bersama ketika upacara

perkawinan sebagai hadiah yang kita sebut hadiah perkawinan.

B. Pengertian Harta Bersama

Harta bersama merupakan salah satu macam dari sekian banyak harta yang

dimiliki seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari harta mempunyai arti penting

bagi seseorang, karena dengan memiliki harta dia dapat memenuhi kebutuhan

hidup secara wajar dan memperoleh status sosial yang baik dalam masyarakat.

Arti penting tersebut tidak hanya dalam segi kegunaan (aspek ekonomi)

melainkan juga dari segi keteraturannya, namun secara hukum banyak orang yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

78

belum memahami aturan hukum yang mengatur tentang harta, apalagi harta yang

didapat oleh suami istri dalam perkawinan.

Kurangnya pengetahuan mengenai ketentuan hukum yang mengatur tentang

harta bersama dapat menyulitkan untuk memfungsikan harta bersama tersebut

secara benar. Oleh karena itu, terlebih dahulu dikemukakan beberapa pengertian

mengenai apa yang dimaksud dengan harta bersama.

Secara bahasa, harta bersama adalah dua kata yang terdiri dari kata “harta”

dan “bersama”. Menurut bahasa “harta” adalah barang-barang, uang dan

sebagainya yang merupakan kekayaan. Atau bisa juga disebut barang-barang

milik seseorang, kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai.7 Harta

bersama berarti harta yang digunakan (dimanfaatkan) bersama-sama.

Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengenai

harta bersama telah dijelaskan dalam Bab VII pasal 35 sampai dengan pasal 37.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, harta barsama itu diatur

dalam Bab I pasal 1 huruf (f) dan Bab XIII pasal 85 sampai dengan pasal 97.

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 dinyatakan bahwa harta

benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta

bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-

masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing

sepanjang para pihak tidak menentukan lain.8

7 Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru Dilengkapi Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan, (Surabaya: Amalia, Cet. 1, 2003), 169 8 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. 6, 1995), 155

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

79

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pasal 1 huruf (f)

menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan harta kekayaan dalam perkawinan

atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami

isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta

bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun.9

Abdul Kadir Muhammad, dalam bukunya hukum harta kekayaan menyatakan

bahwa: “Konsep harta bersama yang merupakan harta kekayaan dapat ditinjau

dari segi ekonomi dan dari segi hukum, walaupun keduanya tinjauan itu berbeda,

keduanya ada hubungan satu sama lain. Tinjauan dari segi ekonomi

menitikberatkan pada nilai kegunaan, sebaliknya tinjauan dari segi hukum menitik

beratkan pada aturan hukum yang mengatur”.10

Menurut Abdul Manan, bahwa “harta bersama adalah harta yang

didapat/diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa

mempersoalkan terdaftar atau nama siapa.”11

Memperhatikan beberapa pendapat dan analisis di atas bahwa harta bersama

adalah harta yang didapat atau diperoleh selama perkawinan. Harta tersebut akan

menjadi harta bersama jika tidak ada perjanjian mengenai status harta tersebut

sebelum ada pada saat dilangsungkan perkawinan, kecuali harta yang didapat itu

diperoleh dari hadiah atau warisan, atau bawaan dari masing-masing suami istri

9 UU Perkawinan Indonesia 2007, 175 10 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, (Bandung, PT Citra Aditya, 1994),h. 9. 11 Abdul Manan , “ Beberapa Masalah Tentang Harta Bersama”. Mimbar Hukum, no.33, tahun VII, 1997, h.59.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

80

yang dimiliki sebelum dilangsungkan perkawinana sebagaimana dijelaskan di atas

seperti yang tercantum pada pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.

C. Terbentuknya Harta Bersama

Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah menegaskan

harta benda yang diperoleh selama perkawinan adalah harta bersama, ketentuan

dalam pasal ini memberikan pengertian bahwa harta bersama itu terbentuk sejak

tanggal terjadinya perkawinan sampai perkawinan itu putus.

Ketentuan tentang satu barang atau benda masuk kedalam harta persatuan

atau tidak ditentukan oleh faktor selama perkawinan antara suami dan istri

berlangsung, barang menjadi harta bersama kecuali harta yang diperoleh berupa

warisan, wasiat dan hibah oleh satu pihak, harta ini menjadi harta pribadi yang

menerimanya.

Pasal 1 sub f jo Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa harta

bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan, baik benda itu

terdaftar atas nama suami ataupun sebaliknya atas nama istri. Akan tetapi akan

menjadi barang pribadi apabila harta yang dipergunakan untuk membeli benda

tersebut mengunakan harta pribadi suami atau istri dengan kata lain harta yang

dibeli dengan harta yang berasal dari barang pribadi adalah milik pribadi.

Bisa juga terjadi suami istri memiliki harta bersama setelah terjadi perceraian,

dengan ketentuan bahwa uang yang dipergunakan untuk membeli benda itu

berasal dari atau harta bersama semasa perkawinan terdahulu, sehingga ini juga

akan tetap dibagi sama banyak.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

D. Macam-macam Harta Bersama

Kompilasi Hukum Islam Pasal 91 menyatakan bahwa wujud harta bersama

itu antara lain :

1. Harta bersama sebagai tersebut dalam Pasal 85 dapat berupa benda

berwujud atau tidak berwujud.

2. Harta Bersama yang berwujud dapat meliputi benda bergerak, tidak

bergerak dan surat-surat berharga lainnya.

3. Harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban.

4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu

pihak atas persetujuan pihak lain.

Menurut ketentuan dalam pasal 100 dan pasal 121 persatuan harta kekayaan

meliputi: “harta kekayaan suami dan istri, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak, yang sekarang maupun yang kemudian, termasuk juga yang diperoleh

dengan cuma-cuma (warisan, hibah); segala beban suami dan istri yang berupa

hutang suami dan istri, baik sebelum maupun sepanjang perkawinan”.

Memperhatikan pasal 91 KHI di atas bahwa yang dianggap harta bersama

adalah berupa benda milik suami istri yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai

hukum, yaitu mempunyai nilai kegunaan dan ada aturan hukum yang mengatur.

Harta bersama dapat berupa benda berwujud yang meliputi benda bergerak dan

tidak bergerak serta harta bersama dapat berbentuk surat-surat berharga dan harta

bersama dapat berupa benda tidak berwujud berupa hak dan kewajiban.

E. Ruang Lingkup Harta Bersama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

82

Ruang lingkup harta bersama, mencoba memberi penjelasan bagaimana cara

menentukan, apakah suatu harta termasuk atau tidak sebagai obyek harta bersama

antara suami istri dalam perkawinan. Memang benar, baik pasal 35 ayat (1),

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 maupun dalam Kompilasi Hukum Islam telah

menentukan segala harta yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya

menurut hukum menjadi harta bersama. Gambaran ruang lingkup harta bersama

dalam suatu perkawinan, diantaranya adalah sebagai berikut12

1. Harta Yang Dibeli Selama Perkawinan

Patokan pertama untuk menentukan apakah suatu barang termasuk

obyek harta bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap

barang yang dibeli selama perkawinan, harta tersebut menjadi obyek harta

bersama suami istri tanpa mempersoalkan apakah suami atau istri yang

membeli, apakah harta tersebut terdaftar atas nama suami atau istri dimana

harta tersebut terletak. Apa saja yang dibeli selama perkawinan

berlangsung otomatis menjadi harta bersama. Tidak menjadi soal siapa

dianatara suami istri yang membeli. Juga tidak menjadi masalah atas nama

suami atau istri harta tersebut terdaftar. Juga tidak peduli apakah harta itu

terletak dimanapun. Yang penting, harta tersebut dibeli dalam masa

perkawinan, dengan sendirinya menurut hukum menjadi obyek harta

bersama.13

12 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan Dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal. 275-278 13 Ibid, hal. 275

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

83

Lain halnya jika uang yang digunakan untuk membeli barang tersebut

berasal dari harta pribadi suami atau istri, jika uang pembelian barang

tersebut secara murni berasal dari harta pribadi, barang yang dibeli tidak

termasuk obyek harta bersama. Harta yang seperti itu tetap menjadi miliki

pribadi suami atau istri.

2. Harta Yang Dibeli Dan Dibangun Sesudah Perceraian Yang Dibiayai Dari

Harta Bersama

Patokan untuk menentukan sesuatu barang termasuk obyek harta

bersama, ditentukan oleh asal usul uang biaya pembelian atau

pembangunan barang yang bersangkutan, meskipun barang itu dibeli atau

dibangun sesudah terjadi perceraian. 14 Misalnya suami istri selama

perkawinan berlangsung mempunyai harta dan uang simpanan, kemudian

terjadi perceraian. Semua harta dan uang simpanan dikuasai suami dan

belum dilakukan pembagian. Dari uang simpanan tersebut suami membeli

atau membangun rumah. Dalam kasus yang seperti ini, rumah yang dibeli

atau dibangun oleh suami sesudah terjadi perceraian, namun jika uang

pembelian atau biaya pembangunan berasal dari harta bersama, maka

barang hasil pembelian atau pembangunan yang demikian tetap masuk

kedalam obyek harta bersama.

3. Harta Yang Dapat Dibuktikan Dan Diperoleh Selama Perkawinan

14 Ibid, hal. 275

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

84

Patokan ini sejalan dengan kaidah hukum harta bersama. Semua harta

yang diperoleh selama perkawinan dengan sendirinya menjadi harta

bersama. Namun kita sadar bahwa dalam sengketa perkara harta bersama,

tidak semulus dan sesederhana itu. Pada umumnya, pada setiap perkara

harta bersama, pihak yang digugat selalu mengajukan bantahan bahwa

harta yang digugat bukan harta bersama, tetapi harta pribadi. Hak

pemilikan tergugat bisa dialihkannya berdasarkan atas hak pembelian,

warisan atau hibah. Apabila tergugat mengajukan dalih yang seperti itu,

patokan untuk menentukan apakah suatu barang termasuk harta bersama

atau tidak, ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilan penggugat

membuktikan bahwa harta-harta yang digugat benar-benar diperoleh

selama perkawinan berlangsung, dan uang pembeliannya tidak berasal dari

uang pribadi.15

4. Penghasilan Harta Bersama Dan Harta Bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama atau berasal dari harta

bersama akan menjadi harta bersama. Akan tetapi, bukan hanya yang

tumbuh dari harta bersama yang jatuh menjadi obyek harta bersama

diantara suami istri, namun juga termasuk penghasilan yang tumbuh dari

harta pribadi suami istri akan jatuh menjadi obyek harta bersama. 16

Dengan demikian, fungsi harta pribadi dalam perkawinan, ikut menopang

dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sekalipun hak dan kepemilikan

15 Ibid, hal. 277 16 Ibid, hal. 277

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

85

harta pribadi mutlak berada di bawah kekuasaan pemiliknya, namun harta

pribadi tidak terlepas dari fungsinya dan dari kepentingan keluarga.

Barang pokoknya memang tidak diganggu gugat, tapi hasil yang tumbuh

dari padanya jatuh menjadi obyek harta bersama. Ketentuan ini berlaku

sepanjang suami istri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Jika dalm perjanjian perkawinan tidak diatur mengenai hasil yang timbul

dari harta pribadi seluruh hasil yang diperoleh dari harta pribadi suami istri

jatuh menjadi harta bersama. Misalnya rumah yang dibeli dari harta

pribadi, bukan jatuh menjadi harta pribadi, tetapi jatuh menjadi harta

bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan harta yang dibeli dari hasil

penjualan harta pribadi dengan harta yeng diperoleh dari hasil yang timbul

dari harta pribadi. Dalam hal harta yang dibeli dari hasil penjualan harta

pribadi, tetapi secara mutlak menjadi harta pribadi.17

5. Segala Penghasilan Pribadi Suami Istri

Segala penghasilan suami atau istri, baik yang diperoleh dari

keuntungan melalui perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan

masing-masing pribadi sebagai pegawai menjadi yurisdiksi harta bersama

suami atau istri. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami atau

istri tidak terjadi pemisahan, maka dengan sendirinya terjadi

penggabungan ke dalam harta bersama. Penggabungan penghasilan pribadi

17 Ibid, hal. 278

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

86

suami atau istri ini terjadi demi hukum, sepanjang suami atau istri tidak

menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

F. Tinjauan Yuridis Harta Bersama dalam Hukum Islam dan Hukum

Positif

1. Harta Bersama Dalam Hukum Islam

Baik dalam Al-qur,an maupun Al-hadist tidak dibicarakan tentang

harta bersama, akan tetapi dalam kitab-kitab fiqih ada pembahasan yang

dapat diartikan sebagai pembahasan tentang harta bersama, yaitu yang

disebut Syirkah atau Syarikah.

Dalam Al-qur’an yang dapat diartikan berhubungan dengan harta

bersama diantaranya adalah Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat

32:

لنساء نصيب ل وا و ا اكتسب م لرجال نصيب م ن ل ا اكتسب م م

Bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan18.

Ayat tersebut bersifat umum dan tidak hanya ditujukan terhadap

suami atau istri, melainkan semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha

dalam kehidupannya sehari-hari, maka hasil usaha mereka itu merupakan

harta pribadi yang dimiliki dan dikuasai oleh pribadi masing-masing.

Untuk hukum waris ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap

18 al Qur’an, 8: 34. Terjemah Departemen Agama RI, 83.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

87

pria atau wanita mempunyai hak untuk mendapat bagian harta warisan

yang ditinggalkan atau diberikan orang tua.19

Pandangan hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami

istri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami

dan mana yang termasuk harta istri, mana harta bawaan suami dan mana

harta bawaan istri sebelum terjadinya perkawinan, mana harta suami atau

istri yang diperoleh secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana

harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya

perkawinan. Pemisahan harta tersebut akan sangat berguna dalam

pemisahan antara harta suami atau harta istri jika terjadi perceraian dalam

perkawinan mereka.

Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami

selama perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak

terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya.20 Namun, al-Qur’an dan

hadis tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta benda yang

diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi

hak suami, dan istri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suaminya.

Bagaimana dengan posisi harta bersama menurut Islam? Berikut ini akan

dikemukakan pemetaan pandangan hukum Islam tentang harta bersama.

Muhammah Idris Ramulyo dalam bukunya yang berjudul “Hukum

19 Hilman hadi kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), 117. 20 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008), 52.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

88

Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Peradilan Agama, Dan Zakat

Menurut Hukum Islam”, membagi pandangan hukum Islam tentang harta

bersama kedalam dua kelompok sebagai berikut:21

a. Kelompok yang memandang tidak adanya harta bersama dalam

lembaga Islam kecuali dengan konsep syirkah

Pandangan ini tidak mengenal percampuran harta kekayaan

antara suami dan istri karena perkawinan. Harta kekayaan istri tetap

menjadi milik istri dan dikuasai sepenuhnya, demikian pula harta

suami tetap menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya. Dalam

pandangan kelompok ini, istri tetap dianggap cakap bertindak

meskipun tanpa bantuan suaminya dalam soal apapun, termasuk dalam

hal mengurus harta benda sehingga dianggap bahwa istri dapat

melakukan segala perbuatan hukum dalam kehidupan masyarakat.

Kelompok ini memandang bahwa suami tidak berhak atas harta

istrinya karena kekuasaan istri terhadap harta adalah tetap dan tidak

berkurang sedikitpun, meskipun mereka berdua diikat dalam hubungan

perkawinan. Oleh karenanya, suami tidak boleh mempergunakan harta

istri untuk keperluan belanja rumah tangga kecuali mendapat izin dari

istrinya. Bahkan, menurut kelompok ini jika suami mempergunakan

harta istri tanpa persetujuan darinya maka harta itu menjadi hutang

21 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), 29.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

89

suami yang wajib dibayarkan kepada istri kecuali jika istrinnya itu

bersedia membebaskan tanggungan itu.

Meskipun demikian kelompok ini memandang bahwa dalam

hubungan perkawinan istri menjadi “syarikatur rajuly fil hayati”, yaitu

kongsi sekutu bagi suami dalam menjalani bahtera hidup. Artinya

hubungan suami istri merupakan suatu bentuk syirkah (kongsi,

kerjasama, persekutuan).22

Harta kekayaan suami dan istri bisa bersatu (harta bersama)

karena adanya pengertaian syirkah semacam itu, harta itu seakan-akan

dianggapsebagai harta tambahan karena usaha bersama suami istri

selama masa perkawinan mereka. Jika terjadi perceraian, harta syirkah

ini dibagi antara suami istri menurut pertimbangan siapa diantara

mereka yang lebih banyak yang berinvestasi.

b. Kelompok Yang Memandang Adanya Harta Bersama Dalam Hukum

Islam

Disamping mengetahui ketentuan yang berlaku dalam undang-

undang perkawinan bahwa harta bersama itu diakui dan diatur dalam

hukum posistif. Kelompok ini juga memandangan ketentuan tentang

harta bersama itu sesuai dengan kehendak dan aspirasi hukum Islam.

Harta bersama yang dimaksud adalah harta yang diperoleh pasangan

22 Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini……, hal. 54

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

90

suami istri setelah hubungan perkawinan mereka berlangsung dan atas

usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka.

Sekali mereka itu terikat dalam perjanjian perkawinan sebagai

suami istri maka semuanya menjadi satu baik harta maupun anak-anak.

Sebagaimana yang datur oleh al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 21 yang

menyebutkan perkawinan sebagai suatu ikatan perkawinan yang suci,

kuat dan kokoh (mitsaqah ghalidhan), artinya perkawinan yang

dilakukan melalui ijab Kabul dan memenuhi syarat serta rukun

perkawinan lainnya seperti wali, saksi, mahar, dan I’lanun nikah

(pemberitahuan perkawinan) sudah merupakan syirkah antara suami

dan istri. Oleh karena itu, hal-hal yang berkenaan dengn hubungan

perkawinan mereka termasuk masalah harta benda menjadi milik

bersama.23

Berdasarkan dua pemetaan pandangan tersebut, sesungguhnya

harta bersama bisa ditelusuri dalam hukum Islam, baik itu melalui

konsep syirkah maupun berdasarkan kehendak atau aspirasi hukum

Islam itu sendiri.

2. Harta Bersama Dalam Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur masalah harta

bersama dalam perkawinan. Pasal 119 KUHPerdata menyatakan bahwa:

”Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar

23 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 232

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

91

mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri”24.

Penyatuan harta ini sah dan tidak bisa diganggu gugat selama

perkawinan tidak berakhir akibat perceraian atau kematian. Namun, kalau

pasangan suami isteri sepakat untuk tidak menyatukan harta kekayaan

mereka, mereka dapat membuat perjanjian di depan notaris sebelum

perkawinan dilangsungkan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 139-

154 KUHPerdata25. Adapun berkaitan dengan pembagian harta bersama,

Pasal 128 KUHPerdata menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka

dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka,

tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu26.

Perjanjian sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebelum

perkawinan dilangsungkan dan dibuat dalam bentuk akta otentik di muka

notaris. Akta otentik ini sangat penting, karena dapat dijadikan bukti

dalam persidangan pengadilan apabila terjadi sengketa tentang harta

bawaan masing-masing suami istri. Jika tidak ada perjanjian kawin yang

dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, maka terjadi pembaharuan

semua harta suami dan istri dan harta suami istri dianggap harta bersama.

Dalam Pasal 128-129 KUHPerdata dinyatakan bahwa apabila putus

tali perkawinan antara suami istri, maka harta bersama itu dibagi antara

24 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980),.47. 25 Ibid, 51-53. 26 Ibid, 49.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

92

suami istri tanpa memperhatikan dari pihak mana barang-barang kekayaan

itu sebelumnya diperoleh. Perjanjian perkawinan dibenarkan oleh

peraturan perUndang-Undangan sepanjang tidak menyalahi tata susila dan

ketentuan umum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Sepanjang tidak diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun

1974 dan Kompilasi Hukum Islam terutama menyangkut tentang

perjanjian maka berlaku KUHPerdata. Sebagaimana telah dikemukakan

sebelumnya bahwa dalam KUHPerdata dikatakan, mulai saat perkawinan

dilangsungkan secara hukum berlakulah kesatuan bulat antara harta

kekayaan suami istri. Persatuan itu sepanjang perkawinan, tidak boleh

ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan suami antara suami istri.

Jika dimaksud mengadakan penyimpangan dari ketentuan itu, suami istri

itu harus menempuh jalan dengan perjanjian kawin yang diatur dalam

pasal 139-154 KUHPerdata.

3. Harta Bersama Menurut Undang-undang No 1 tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang diundangkan pada

tanggal 2 Januari 1974 maka perjanjian yang dibuat pada waktu atau

sebelum perkawinan dilangsungkan disahkan oleh pegawai pencatat

perkawinan sebagaimana tertuang dalam pasal 29 ayat (1) Undang-undang

nomor 1 tahu 1974 tentang perkawinan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

93

Menurut Pasal 35-37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta

bersama. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan

adalah di dibawah pengawasan masing-masing suami istri sepanjang para

pihak tidak menentukan lain.suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat

sesuatu atas harta bersama itu atas persetujuan kedua belah pihak. Suami

atau istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum

mengenai harta bersama tersebut. Apabila perkawinan putus karena

perceraian, maka harta bersama tersebut diatur menurut hukum masing-

masing.

Menurut Pasal 36 atat (2) Undang-undang nomor1 tahun 1974 jo

Pasal 94 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, istri mempunyai hak

sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta pribadi

masing-masing. Mereka bebas menentukan harta tersebut tanpa campur

tangan suami atau istri untuk menjual, menghibahkan atau menggunakan.

Tidak diperlukan bantuan hukum dari suami untuk melakukan tindakan

hukum terhadap harta pribadi masing-masing suami istri. Ketentuan ini

dapat dilihat dalam pasal 86 Kompilasi Hukum Islam dimana ditegaskan

bahwa tidak ada percampuran antara harta pribadi suami istri karena

perkawinan. Baik harta istri maupun harta suami tetap mutlak menjadi hak

istri dan hak suami dikuasai penuh oleh masing-masing suami dan istri.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

94

Menurut Abdul Manan, ”Pembakuan istilah harta bersama sebagai

terminus hukum yang berwawasan nasional baru dilaksanakan pada Tahun

1974 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Sebelum pembakuan itu, tedapat berbagai macam istilah yang

dipengaruhi oleh hukum adat seperti barang gawaan di Jawa tengah,

barang usaha di Betawi, barang sulur di Banten, harta tuha atau harta

pusaka di Aceh, perimbit Ngaju Dayak.27

Semua harta kekayaan yang diperoleh suami istri selama dalam

ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh

secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Demikian juga

dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung adalah

menjadi harta bersama, tidak menjadi masalah apakah istri tau suami yang

membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami mengetahui pada

saat pembelian itu, dan juga tidak menjadi masalah atas nama siapa harta

itu didaftarkan.28

4. Kompilasi Hukum Islam

Berbeda halnya dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 soal

harta bersama secara singkat hanya dalam tiga pasal, pasal 35 samapai

pasal 37, maka dalam KHI soal harta bersama diatur secara lebih

enumeratif mulai pasal 85 sampai pasal 97.

27 Abdul Manan , “ Beberapa Masalah Tentang Harta Bersama”. Mimbar Hukum, no. 33, tahun VII, 1997, h.59. 28 A. Damanhuri. HR. Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama.CV Mandar Maju. Bandung. 2007. hal. 37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

95

Adapun pengaturan harta bersama secara lebih lanjut, menyatakan :

a) Pasal 85

Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.

b) Pasal 86

1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta

istri karena perkawinan.

2) Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya

demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai

penuh olehnya.

c) Pasal 87

1) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang

diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah

dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak

menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

2) Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah,

sodaqoh, atau lainnya.

d) Pasal 88

Apabila terjadi perselisian antara suami istri tentang harta bersama

maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan agama.

e) Pasal 89

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

96

Suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta istri maupun

hartanya sendiri.

f) Pasal 90

Istri turut bertanggungjawab menjaga harta bersama, maupun harta

suami yang ada padanya.

g) Pasal 91

1. Harta bersama sebagai tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa

benda berwujud atau tidak berwujud.

2. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak,

benda bergerak dan surat-surat berharga.

3. Harta bersama tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban

4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah

satu pihak atas persetujuan pihak lainnya.

h) Pasal 92

Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan

menjual atau memindahkan harta bersama.

i) Pasal 93

1. Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau istri dibebankan

pada harta masing-masing.

2. Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk

kepentingan keluarga, dibebankan pada harta bersama.

3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan pada harta suami.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

97

4. Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan

kepada harta istri.

j) Pasal 94

1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai

istri lebih dari seorang masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.

2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang

mempunyai istri lebih dari seorang sebagai tersebut ayat 1 dihitung

pada saat berlangsung akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau

yang keempat.

k) Pasal 95

1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat 2 huruf c

peraturan pemerintahan no. 9 tahun 1975 dan pasal 136 ayat 2,

suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk

melakukan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya

permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan

yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi,

mabuk, boros, dan sebagainya.

2. Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama

untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.

l) Pasal 96

1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi

hak pasangan yang hidup lebih lama

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

98

2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri

atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian

matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar

keputusan Pengadilan Agama.

m) Pasal 97

Janda tergugat cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta

bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian lain dalam

perkawinan.29

29 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2004), 134-137.