13
BAB III DAERAH STUDI III-1 BAB III DAERAH STUDI 3.1 Gambaran Umum PT. Freeport Indonesia (PTFI) terletak di Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Timika terletak di bagian tengah Provinsi Papua dan berada pada ketinggian 0 - 2500 m di atas permukaan laut. Mimika sendiri mempunyai luas wilayah kurang lebih dari 19.592 km 2 atau sebesar 4,64% dari total luas keseluruhan provinsi papua yang seluas 421.981 km 2 . Di balik bayangan pegunungan kapur setinggi lebih dari seribu meter di atas hutan tropis Papua, di utara Kecamatan Tembagapura, tersembunyi kekayaan mineral yang diperkirakan bernilai lebih dari 77 miliar dollar AS. Gunung tembaga dan emas ini, Ertsberg, berdiri lebih dari tiga juta tahun dikelilingi jurang- jurang dalam yang terbentuk oleh gerusan es abadi yang mencair dan membeku sebagai pengaruh perubahan musim. Potensi tambang yang luar biasa areal pegunungan itu diungkap geolog Belanda, Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.Penemuan ditindaklanjuti Manajer Eksplorasi Freeport Sulphur Company (sekarang Freeport- McMoRan Copper and Gold Inc-induk PT Freeport Indonesia) pada tahun 1967 setelah penandatanganan kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia. Setelah kandungan tembaga di tambang Ertsberg menipis, tahun 1988 ditemukan lokasi penambangan baru di Grasberg tak jauh dari Ertsberg. Tambang kedua ini memiliki cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia dan cadangan emas terbesar di dunia. Produksi tambang dikirim ke pabrik-pabrik peleburan tembaga di berbagai negara, termasuk Gresik-Indonesia. Tahun 2002, PT FI menghasilkan konsentrat yang mengandung 1,8 miliar pon tembaga dan 2,9 juta ons emas dari penambangan sekitar 235.000 bijih tambang per hari. Konsentrat tembaga ini bermanfaat bagi penyediaan tembaga untuk perangkat komunikasi modern dan barang elektronik, pengadaan listrik dan keperluan industri lainnya. Masuknya perusahaan bermodal asing pertama di Indonesia membuka keterisolasian daerah yang dikelilingi hutan, perairan, dan pegunungan ini. Infrastruktur terbangun dengan keberadaan kota modern, lapangan terbang, pelabuhan laut, dan fasilitas jalan. Lapangan kerja pun cukup terbuka meski tidak seratus persen menyerap penduduk lokal. Ibarat magnet, penambangan PT FI menarik banyak pekerja yang melibatkan diri langsung kepada operasional penambangan ataupun usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pertambangan. PT FI sebagai perusahaan tambang terbesar di Papua mempekerjakan sekitar 7.600 karyawan. Dari jumlah tersebut, 26 persen merupakan penduduk lokal Papua. Kondisi sumber daya manusia Papua yang kurang memiliki keterampilan dan pendidikan untuk bekerja menggunakan teknologi modern menjadi kendalanya. Perusahaan-perusahaan pendukung kegiatan pertambangan bermunculan. Misalnya, perusahaan yang menyediakan kebutuhan listrik, jasa pelabuhan, jasa konstruksi, jasa

BAB III DAERAH STUDI - Perpustakaan Digital ITBdigilib.itb.ac.id/files/disk1/556/jbptitbpp-gdl-nugrahapie-27754-4... · Gunung tembaga dan emas ini, ... Bila mengeluarkan sektor pertambangan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB III DAERAH STUDI

III-1

BAB III

DAERAH STUDI

3.1 Gambaran Umum

PT. Freeport Indonesia (PTFI) terletak di Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Timika terletak di bagian tengah Provinsi Papua dan berada pada ketinggian 0 - 2500 m di atas permukaan laut. Mimika sendiri mempunyai luas wilayah kurang lebih dari 19.592 km2 atau sebesar 4,64% dari total luas keseluruhan provinsi papua yang seluas 421.981 km2. Di balik bayangan pegunungan kapur setinggi lebih dari seribu meter di atas hutan tropis Papua, di utara Kecamatan Tembagapura, tersembunyi kekayaan mineral yang diperkirakan bernilai lebih dari 77 miliar dollar AS.

Gunung tembaga dan emas ini, Ertsberg, berdiri lebih dari tiga juta tahun dikelilingi jurang- jurang dalam yang terbentuk oleh gerusan es abadi yang mencair dan membeku sebagai pengaruh perubahan musim. Potensi tambang yang luar biasa areal pegunungan itu diungkap geolog Belanda, Jean Jacques Dozy, pada tahun 1936.Penemuan ditindaklanjuti Manajer Eksplorasi Freeport Sulphur Company (sekarang Freeport-McMoRan Copper and Gold Inc-induk PT Freeport Indonesia) pada tahun 1967 setelah penandatanganan kontrak karya pertama dengan Pemerintah Indonesia.

Setelah kandungan tembaga di tambang Ertsberg menipis, tahun 1988 ditemukan lokasi penambangan baru di Grasberg tak jauh dari Ertsberg. Tambang kedua ini memiliki cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia dan cadangan emas terbesar di dunia.

Produksi tambang dikirim ke pabrik-pabrik peleburan tembaga di berbagai negara, termasuk Gresik-Indonesia. Tahun 2002, PT FI menghasilkan konsentrat yang mengandung 1,8 miliar pon tembaga dan 2,9 juta ons emas dari penambangan sekitar 235.000 bijih tambang per hari. Konsentrat tembaga ini bermanfaat bagi penyediaan tembaga untuk perangkat komunikasi modern dan barang elektronik, pengadaan listrik dan keperluan industri lainnya.

Masuknya perusahaan bermodal asing pertama di Indonesia membuka keterisolasian daerah yang dikelilingi hutan, perairan, dan pegunungan ini. Infrastruktur terbangun dengan keberadaan kota modern, lapangan terbang, pelabuhan laut, dan fasilitas jalan. Lapangan kerja pun cukup terbuka meski tidak seratus persen menyerap penduduk lokal.

Ibarat magnet, penambangan PT FI menarik banyak pekerja yang melibatkan diri langsung kepada operasional penambangan ataupun usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pertambangan. PT FI sebagai perusahaan tambang terbesar di Papua mempekerjakan sekitar 7.600 karyawan. Dari jumlah tersebut, 26 persen merupakan penduduk lokal Papua. Kondisi sumber daya manusia Papua yang kurang memiliki keterampilan dan pendidikan untuk bekerja menggunakan teknologi modern menjadi kendalanya.

Perusahaan-perusahaan pendukung kegiatan pertambangan bermunculan. Misalnya, perusahaan yang menyediakan kebutuhan listrik, jasa pelabuhan, jasa konstruksi, jasa

BAB III DAERAH STUDI

III-2

konsultan, katering dan makanan. Di luar karyawan PT FI, terdapat sekitar 1.500 pekerja kontrak pada perusahaan-perusahaan yang khusus menyediakan jasa- jasa bagi PT FI.

Aktivitas ekonomi dan kebutuhan tenaga kerja yang kian berkembang menyebabkan arus migrasi menjadi besar. Banyak pendatang dari luar Papua, seperti dari Jawa dan Sulawesi, yang mengadu untung mengisi kebutuhan tenaga kerja. Mereka yang tidak berhasil memasuki sektor formal yang mensyaratkan keterampilan dan pengetahuan yang memadai memasuki sektor nonformal, seperti menjadi tukang ojek.

Bila kehadiran perusahaan- perusahaan itu belum mampu menyerap banyak tenaga kerja lokal, sebenarnya ada peluang bagi penduduk lokal berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan. Peluang itu terkait dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi sehari-hari karyawan PT FI dan perusahaan lain. Sayangnya, bidang ini belum dikembangkan penduduk lokal.

Peluang boleh dikatakan cukup besar. Sebagai gambaran, peredaran uang di Mimika tahun 2002 tercatat Rp 600 miliar. Pengeluaran untuk konsumsi PT FI, satu miliar per hari. Namun, hasil-hasil pertanian dari Mimika atau daerah lain di Papua, seperti Jayawijaya dan Jayapura, belum mampu menutupi kebutuhan pokok PT FI.

Kebutuhan konsumsi warga PT FI hampir semuanya (sekitar 80 persen) dipenuhi melalui kiriman barang dari Surabaya dan Makassar sehingga tak heran bila harga-harga kebutuhan pokok di Mimika jadi tinggi.

Lapangan usaha penambangan di Mimika membuat pendapatan per kapita penduduknya tahun 2002 sebesar Rp 106,7 juta. Meski tergolong tinggi, jumlah ini menurun daripada tahun sebelumnya. Tahun 2001 malah mencapai Rp 150,8 juta.

Seluruh lapangan pekerjaan yang digerakkan penduduk lokal maupun pendatang menghasilkan perputaran uang Rp 11,8 triliun tahun 2002. Dari jumlah tersebut, 96,6 persen atau Rp 11,3 triliun dihasilkan dari sektor pertambangan. Ini tidak saja membuat pendapatan per kapita Kabupaten Mimika menjadi tinggi, namun juga memberi kontribusi besar terhadap penerimaan daerah.

Tahun 2002, Pemerintah Kabupaten Mimika menerima Rp 108,37 miliar dari PT FI melalui pajak, retribusi atau bagi hasil. Jumlah ini turun dari tahun sebelumnya, Rp 113,94 miliar.

Bila mengeluarkan sektor pertambangan dari penghitungan, total perekonomian tahun 2002 senilai Rp 410 miliar. Dari nilai tersebut, pendapatan per kapita Rp 3,7 juta. Lapangan usaha yang ditekuni penduduk adalah pertanian, khususnya hasil-hasil hutan dan tanaman pangan. Kegiatan sektor perhubungan, komunikasi, dan bangunan yang ikut terdongkrak memiliki nilai ekonomi tinggi selama PT FI dan perusahaan pendukung masih beroperasi.

Kekuatan perekonomian Mimika sampai saat ini dan tahun- tahun mendatang sepenuhnya bergantung pada pertambangan. Setidaknya, sampai berakhirnya kontrak karya kedua antara PT FI dan Pemerintah Indonesia tahun 2021, cadangan bijih tambang Grasberg 2,6 miliar ton di areal 202.950 hektar sanggup menggerakkan perekonomian daerah. Kekayaan inilah yang menjadi alasan Mimika memisahkan diri dari Kabupaten Fak-fak tahun 1999.

BAB III DAERAH STUDI

III-3

3.2 Kondisi ModADA

PTFI melakukan penambangan emas di beberapa sumber di area penambangan. Ketika pertama kali beroperasi PTFI melakukan penambangan di daerah pegunungan Erstberg yang sudah diketahu kandungan emas dan tembaganya jauh sebelum Indonesia merdeka. Setelah kandungan midenral di pegunungan Erstberg menipis tahun 1988 ditemukan lokasi penambangan baru di Garsberg, tak jauh dari Erstberg. Tambang kedua ini memiliki cadangan tembaga terbesar ketiga di dunia dan kandungan emas terbesar di dunia. Saat ini penambangan dilakukan dengan dua metoda yaitu type open-pit di Garsberg dan penambangan bawah tanah DOZ.

Dari kegiatan penambangan tersebut dihasilkan batuan alam yang mengandung emas dan tembaga, yang kemudian diproses sehingga menghasilkan slurry, sedangkan sisa pengolahan berupa tailing dibuang, tentunya tailing tidak dibuang begitu saja ke alam. PTFI menggunakan proses pengapungan (flotasi), yang merupakan pemisahan secara fisik mineral yang mengandung tembaga dan emas dari batuan bijih. Dalam proses tersebut tidak digunakan merkuri maupun sianida. Sebuah daerah aliran sungai mengangkut sedimen tersebut menuju sebuah areal pengendapan yang telah ditentukan di kawasan dataran rendah dan pantai, yang dinamakan Modified Ajkwa Deposition Area (Daerah Pengendapan Modifikasi Ajkwa), yaitu sebuah sistem yang direkayasa dan dikelola bagi pengendapan dan pengendalian tailing. Sistem pengendapan tailing tersebut dilakukan sesuai rencana pengelolaan tailing yang komprehensif dari PTFI, sebagaimana telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia.

Gambar 3.1 Peta daerah ModADA

BAB III DAERAH STUDI

III-4

ModADA adalah daerah banjir dari sungai Ajkwa, dengan luas wilayah sekarang sebesar 14.600 hektar. Berbagai cara dilakukan agar sebagian besar sedimen dapat mengendap di daerah ModADA. Seperti telah dibahas di bab sebelumnya metode tersebut adalah pembangunan bangunan penahan sedimen, dan pembangunan tanggul di sisi kanan dan kiri area pengendapan sebagai pembatas daerah pengendapan.

3.3 Pengelolaan Tailing Limbah Hasil Penambangan Tembaga di Timika oleh PTFI

3.3.1 Produksi Pengolahan Bijih, Tailing, dan Pembuangannya

Sejak awal produksi PTFI di Irian Jaya tahun1972, peningkatan produksi sampai 66 K tpd (kilo ton per day); dicapai tahun 1986.

Laju produksi pengolahan bijih selama enam bulan pertama di tahun 1997 rata-rata adalah 125 K tpd. Pada tahun 1998 dibangun fasilitas untuk mencapai produksi 160 K tpd.

PTFI merencanakan kapasitas produksi mulai dari 190 K, 206 K, 250 K, hingga maksimum 300 K tpd.

Dengan mengadakan perbaikan terhadap fasilitas yang ada akan meningkatkan kapasitas produksi hingga mencapai kapasitas antara 240 K s/d 260 K tpd.

3.3.2 Ketentuan-ketentuan yang Harus Dipenuhi Dalam Pembuangan Limbah Tailing

Studi tentang lingkungan (yang telah mendapatkan persetujuan Komisi Pusat AMDAL DPE) mulai dari SEL, AMDAL Regional serta RKL & RPL yang digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan tailing selama ini, memberikan uraian yang samara-samar tentang arahan dalam pengelolaan tailing, antara lain dalam Ringkasan Eksekutif AMDAL Regional PTFI, desember 1997 halaman 4-10 baris ke-4 dari atas:…., PTFI telah menentukan bahwa penggunaan DPA yang saat ini merupakan metoda pengelolaan tailing yang dipilih dengan sebagian besar tailing diendapkan di DPA dan selebihnya berupa partikel halus tailing dan sediment alam akan diangkut oleh aliran masuk ke perairan Estuari Ajkwa dan Laut Arafura.

Dalam penyusunan studi AMDAL regional, tidak dijumpai data/informasi tentang rona awal detil tentang sungainya sendiri, meliputi : perilaku dan debit sungai dengan kandungan sedimen baik pada musim kemarau maupun musim hujan.

3.3.3 Cara-cara Pengelolaan, Permasalahan dan Upaya-upaya yang Telah Dilaksanakan Berkaitan Dengan Pembuangan Limbah Tailing

Pembangunan beberapa jenis konstruksi bangunan antara lain : tanggul barat dan timur (pembatas) sebagai suatu konstruksi yang dinilai paling tepat pada saat itu untuk

BAB III DAERAH STUDI

III-5

mengendapkan tailing di ModADA. Cross levee (yang semula direncanakan sebagai jalan kerja), ternyata juga dapat memberikan konstribusi terhadap pengendapan tailing.

Permasalahan yang ada, adalah : Pengendapan tailing yang terjadi di ModADA masih belum sesuai dengan yang direncanakan. Diperkirakan sebagian besar tailing masih terbawa aliran kelaut.

Sampai saat ini telah dilakukan berbagai upaya untuk peningkatan pengendapan tailing di ModADA, a.l. : groin, sand trap, penanaman beberapa jenis tumbuhan untuk menahan sediment tailing, tetapi belum juga memberikan hasil memuaskan.

Secara tegas dalam AMDAL Regional-PTFI, desember 1997 halaman 4-10 baris ke-9 dari bawah, menyebutkan: jika studi tailing menunjukan secara konklusif bahwa metoda pengelolaan tailing yang diterapkan saat ini adalah tidak layak, baik karena aspek lingkungan, social atau temuan teknis lainnya, maka alternative yang paling layak akan diterapkan.

Dengan demikian , dalam upaya mencari solusi tepat untuk pengelolaan tailing, maka secara yuridis, sangat dimungkinkan untuk mengadakan “review/penyempurnaan terhadap metoda yang dipergunakan saat ini”.

BAB III DAERAH STUDI

III-6

3.4 Usulan Penyelesaian Masalah Tentang Pelaksanaan Pengelolaan Tailing

3.4.1 Pemilihan Konstruksi Untuk Peningkatan Pengendapan Tailing.

Pada tabel berikut, diusulkan beberapa alternative untuk menyempurnakan upaya pengelolaan tailing yang ada saat ini.

Tabel 3.1 Beberapa alternatif modifikasi terhadap cara pengelolaaan tailing di ModADA

No Cara Pengelolaan Tailing Bangunan Fasilitas Yang diperlukan

Persyaratan yang Harus dipenuhi

Tindak Lanjut Keterangan

1 2 3 4 5 6 1. 1.a Alterbatif I

Menggunakan fasilitas pengelolaan Tailing yang telah ada (Syarat: TSS < 200 ppm).

Bangunan fasilitas tambahan yang akan dibangun sesuai dengan Program Pengelolaan Tailing 5 Tahunan dari TRMP

TSS < 200 ppm untuk Contoh air dititik pemantauan Pandan Lima mutlak harus dipenuhi

- Dengan cara pengelolaan tailing Yang ada (existing), diperkirakan tidak dapat (Sangat sulit) untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan

1.b Alternatif II Menggunakan fasilitas pengelolaan Tailing yang telah ada (Syarat : berdasarkan kompromi)

Pemeliharaan bangunan fasilitas untuk mengendapkan tailing di ModADA yang telah ada

Mengupayakan agar terjadi pengendapan sebanyak mungkin di ModADA

Melakukan kajian tentang pengaruh tailing (dengan cara pengelolaan seperti saat ini) terhadap lingkungan khususnya di muara, dan mengadakan pembahasan dengan pihak terkait untuk penetapan persaratan pengelolaan tailing.

Alternatif ini dapat dilaksanakan , apabila telah ada hasil kajian yang membuktikan bahwa dampak buangan tailing terhadap lingkungan masih dalam batas yang diizinkan

2 Alterbatif III Cara pengelolaan tailing seperti tersebut pada alternative I, dengan pengurangan produksi pengolahan bijih diseusaikan

-s.d.a- -s.d.a- Harus dilakukan review terhadap program produksi penambangan, disesuaikan dengan debit sungai , sehingga TSS dititik pemantauan < 200 ppm

Penambangan tetap dapat berjalan, dengan pengurangan produksi bijih (revisi terhadap produksi penambangan)

BAB III DAERAH STUDI

III-7

dengan debit aliran sungai pembawa tailing sehingga diperoleh TSS dititik pemantauan <200 ppm

3 Alternatif IV Pembanguanan bendungan tailing

Bendungan tailing dengan bangunan pelengkapnya

-sda- Harus dilakukan review terhadap perencanaan bangunan fasilitas pengelolaan tailing yang ada , dan merencanakan bendungan tailing dan pelengkapnya serta pembangunannya.

4 Alternatif V Pembuangan tailing ke daerah ModADA dan dialirkan dengan jalur pipa ke laut Arafura yang dangkal atau ke laut banda yang dalam.

Bangunan untuk mengalirkan tailing dari ModADA dengan sistem pipa ke laut.

-sda- Harus dilakukan review terhadap perencanaan bangunan fasilitas pengelolaan tailing yang ada, serta membuat rencana pembuangan tailing dengan sistem pipa

5 Alternatif VI Menggunakan fasilitas untuk pengelolaan tailing yang telah ada dengan pembangunan groundsill atau konstruksi penahan sedimen dan fasilitas lainnya untuk meningkatkan pengendapan tailing di ModADA

Bangunan dengan fasilitas yang akan dibangun dengan Program Pengelolaan Tailing 5 tahunan dari TRMP dan bangunan penahan sedimen, yang dilaksanakan secara bertahap.

Persyaratan ditetapkan berdasarkan volume pengendapan tailing di ModADA yang drencanakan

Melakukan kajian tentang pengaruh tailing ( dengan cara pengelolaan seperti saat ini ) terhadap lingkungan khususnya di muara; dan mnegadakan pembahasan dengan pihak terkait untuk penetapan persyaratan pengelolaan tailing.

BAB III DAERAH STUDI

III-8

Dari beberapa usulan alternatif cara pengelolaan tailing di ModADA yang telah disajikan pada Tabel 2.4 direkomendasikan untuk menggunakan alternatif V, yaitu menggunakan fasilitas yang telah ada dengan pembangunan fasilitas lainnya untuk meningkatkan pengendapan tailing berupa groundsill atau penangkap sedimen.

Pembangunan bangunan penangkap sedimen berupa Gabion Groundsill tahap awal telah dilakukan, dan berdasarkan hasil pengukuran Total Suspended Solid (TSS), telah menunjukan hasilnya yaitu penurunan TSS. Dari gradasi tailing, yang diperoleh dari contoh yang diambil dari sebelah hilir GG. Gradasi tailing tersebut menunjukkan 2,5% terdiri dari butiran kasar, 60% lolos saringan #200, dan sisanya adalah sediment apung-sejati (washload) yaitu sedimen yang tak dapat diendapkan secara gravitasi.

Karena masalah ini, agar konsentrasi TSS yang terdapat pada air buangan dapat ditekan lebih kecil lagi, maka diperlukan adanya spillway sebagai jawaban dari masalah tersebut. Dengan adanya spillway maka masih ada kesempatan untuk tailing mengendap, sehingga aliran yang keluar di spillway memiliki konsentrasi TSS yang lebih rendah. Pada studi awal yang terdapat pada literature terbukti bahwa pembangunan Spillway dapat menurunkan tingkat konsentrasi sedimen pada limbah tailing.

Gambar 3.2 Lokasi Studi

Berikut adalah grafik hasil studi tersebut:

Southern Spillway (SS)

Gabion Groundsill 1 (GG1)

Gabion Groundsill 2 (GG2)

Otomona Bridge

BAB III DAERAH STUDI

III-9

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

18000

1/7/

2006

1/7/

2008

1/7/

2010

1/7/

2012

1/7/

2014

1/7/

2016

1/7/

2018

1/7/

2020

1/7/

2022

1/7/

2024

1/7/

2026

1/7/

2028

1/7/

2030

1/7/

2032

1/7/

2034

1/7/

2036

1/7/

2038

1/7/

2040

Tanggal

ppm

GG-SS5 GG-SS2 GG(GG1+GG2) GG1 BaseCase

Gambar 3.3 Hasil simulasi konsentrasi TSS dengan adanya sistem pengolahan sedimen di ModADA

Keterangan:

GG : Gabion Groundsill SS : Southern Spillway BaseCase : Kondisi awal.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa dengan adanya GG ataupun SS yang akan dibanguan, terdapat kenaikan pada konsentrasi Total Suspended Solid.

3.5 Kondisi Topografi

Pada daerah studi, kondisi topografi berdasarkan peta tanpa skala pada Gambar 3.1 ModADA merupakan daerah dataran dengan ketinggian tidak terlalu tinggi diatas permukaan laut. Pada peta tersebut diketahui bahwa stasiun terdekat yang berada di hulu ModADA, yaitu stasiun Mill 50 memiliki ketinggian 548 m dpl, dan hilir dari ModADA berada pada permukaan laut.

3.6 Kondisi Geoteknik

Berdasarkan data yang ada, pada lokasi disekitar rencana Souhtern Spillway (Zona-1 Geoteknik) dari Tanggul Timur dan Tanggul Barat terdapat 5 (lima) data pengeboran dan 1 (satu) data CPT (Golder Report, 2006). Berdasarkan data geoteknik tersebut, secara umum Zona-1 dapat diklasifikasikan sbb:

BAB III DAERAH STUDI

III-10

1. Levee Fill Material: Diidentifikasi dibagian permukaan dengan ketebalan 3 sampai 4,5 meter. Material terdiri dari lapisan pasir halus berkerikil dengan konsistensi lepas sampai padat, dengan nilai N-SPT berkisar antar 9 sampai lebih dari 50.

2. Organic Material: Material organic umumnya ditemukan dibawah lapisan Levee Fill Material. Ketebalan lapisan organic sekitar 1-4 meter, terdiri dari lempung organic dengan campuran dahan dan akar-akar pohon berwarna coklat kehitam-hitaman, sangat lunak, dengan nilai N-SPT = 1-4, Liquid limits berkisar sampai 78%, dan plasticity index berkisar sampai 47%.

3. Marine Clay: Berdasarkan data pengeboran, Marine Clay diidentifikasi rata-rata dengan ketebalan 25 meters, terdiri dari lempung kelanauan dengan konsistensi sangat lunak sampai lunak, berwarna abu-abu gelap kehijauan dengan sisipan lensa pasir ketebalan 1-3 meter. Nilai N-SPT lapisan Marine Clay berkisar antara 0-7 (rata-rata N-SPT = 2). Liquid limits berkisar sampai 95% dan dengan plasticity index berkisar 60% yang diukur dari sample yang diambil dilokasi tersebut.

3.6.1 Parameter Geoteknik Tanah Asli

Parameter geoteknik untuk tanah asli yang merupakan lapisan lempung sebagai parameter desain tanah dasar dari Southern Spillway (Laporan Golder 2004), ditunjukkan seperti pada Tabel 3.2a. Data tambahan dari hasil survey SASW (LAPI-ITB, 2006) digunakan sebagai verifikasi parameter geoteknik. Hasil profil kecepatan gelombang geser (Vs) sebagai fungsi kedalaman dan korelasinya ke parameter kuat geser hasil survey SASW ditampilkan pada Lampiran. Sebagai tambahan, rekomendasi awal parameter kuat geser lapisan tanah asli berdasarkan hasil CPT dan SASW ditunjukkan seperti pada Tabel 3.2b

BAB III DAERAH STUDI

III-11

Tabel 3.2a. Prakiraan Parameter Geoteknik lapisan Tanah Asli pada Zona-1 Geoteknik

Parameter Unit Value

Depth of investigation data M 40

Dry unit weight (γ−dry) KN/m3 10.6

Saturated unit weight (γ−sat) KN/m3 16.5

Natural moisture content (wn) % 55

Mean liquid limit (wL) % 63

Mean plastic limit (wp) % 24

Mean plasticity Index (IP) % 39

Liquidity index from mean values (IL) 5 80

Overconsolidation Ratio (OCR) 1

Initial undrained shear strength (Su) kPa 0 at surface, plus

1.6 kPa/m of depth

Undrained shear strength gain with consolidation (∆su/∆p)

- 0.22

Initial void ratio, eo - 1.49

Compression index, Cc - 0.55

Recompression index, Cr - 0.08

Coefficient of consolidation, Cv m2/year 4

Effective friction angle, φ’ degrees 21

Permeability, k m/s 3 x 10-9

Thickness of one continuous clay layer Meter 8

Groundwater level below surface Meter 0

BAB III DAERAH STUDI

III-12

Table 3.2b. Shear strength dari Natural Materials berdasarkan korelasi perhitungan CPT dan SASW

Shear strength

Material Type Depth

(meter)

γ-sat

(KN/m3) Cu

(kPa)

φ

(deg)

Natural Soil (Clay) 0.0 - 3.0 16.5 10 -

Natural Soil (Clay) 3.0 – 7.0 16.5 25 -

Natural Soil (Clay) 7.0 – 14.0 16.5 30 -

Natural Soil (Clay) 14.0 -30.0 16.5 40 -

3.6.2 Parameter Geoteknik Material Timbunan untuk Tanggul

Prakiraan parameter geoteknik untuk levee material sebagai parameter desain SS dirangkum dalam Laporan Golder & Associates 2004, yang ditunjukkan seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Prakiraan Parameter untuk Levee Material pada Zona-1 Geoteknik

Parameter Unit Value

Dry unit weight (γ−dry) KN/m3 16

Saturated unit weight (γ−sat) KN/m3 20

Effective cohesion, c’ kPa 0

Effective friction angle, φ’ Deg 32

Young’s modulus, E’ kPa 12000

Maximum shear modulus, Gmax kPa 40000

Permeability, k m/s 2 x 10-5

3.6.3 Parameter Geoteknik untuk Sediment

Sediment yang ada saat ini di Zona-1 Geoteknik merupakan material yang sangat lunak dan sulit dilalui sebagai jalan akses. Berdasarkan pengamatan langsung sediment, pemodelan sediment, dan review data yang telah dilaksanakan pada area ModADA, secara umum sediment merupakan partikel lanau atau lanau kelempungan dengan

BAB III DAERAH STUDI

III-13

plastisitas rendah. Parameter geoteknik untuk sediment ditunjukkan seperti pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Prakiraan Parameter Geoteknik untuk Sediment pada Zona-1 (Laporan Golder&Associates, 2004)

Parameter Unit Value

USCS classification - ML

Dry unit weight (γ−dry) KN/m3 10.6

Saturated unit weight (γ−sat) KN/m3 16.5

Effective cohesion, c’ kPa 0

Effective friction angle, φ’ deg 14

Young’s modulus, E’ kPa 400

Maximum shear modulus, Gmax kPa 11000

% passing #200 sieve (0.074 mm) % >70

Permeability, k m/s 5 x 10-9