Upload
phamkhuong
View
215
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
III-1
BAB III
ANALISIS
Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses SCM rumah sakit umum secara
keseluruhan, kebijakan dan strategi yang dijalankan serta proses detil dari SCM.
Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap proses pengadaan barang yang ada di RS
Advent Bandung berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Analisis dilanjutkan
dengan penilaian terhadap efektivitas dan efisiensi strategi yang dijalankan serta
identifikasi kebutuhan dari tiap pelaku dalam SCM.
3.1 Proses Bisnis SCM Rumah Sakit Umum
Rumah sakit merupakan salah satu jenis perusahaan (enterprise) yang produksinya
menghasilkan jasa. Sama halnya dengan perusahaan manufaktur yang menghasilkan
produk, rumah sakit memiliki fungsi bisnis primer dan pendukung seperti yang
didefinisikan oleh Porter dalam value chain. Bentuk value chain rumah sakit
berdasarkan konsep Porter dapat dilihat pada Gambar III-1 [PIT04].
Gambar III-1 Value chain dalam Rumah Sakit
Dalam berproduksi rumah sakit memiliki proses bisnis manufaktur berupa
pemeriksaan kesehatan oleh dokter baik melalui rawat jalan, rawat inap, terapi,
maupun tindakan medik lainnya seperti operasi. Proses ini dimulai dengan registrasi
pasien hingga pemasaran. Proses ini merupakan proses primer yang membutuhkan
alat-alat kesehatan yang didapatkan dari pemasok.
III-2
Proses pengadaan barang (supply chain) yang ditangani oleh bagian pengadaan
berperan sebagai fungsi pendukung. Proses ini terjadi antar fungsi primer dalam
rumah sakit tersebut. Proses supply chain ini sejalan dengan operasional bisnis
perusahaan.
3.1.1 Strategi Operasional dan SCM Rumah Sakit Umum
Strategi bisnis dari rumah sakit adalah layanan. Untuk itu, sesuai dengan pernyataan
dalam Tabel II-IV, maka sumber keunggulan dari rumah sakit adalah kategorisasi
konsumen. Basis kompetisi yang dimiliki adalah pemenuhan layanan sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan khusus konsumen. Kategorisasi yang ada saat ini berupa
kelas-kelas perawatan sesuai dengan jangkauan konsumen, penyediaan obat generik
dan tidak generik, ruang tunggu VIP, dan sebagainya.
Kategorisasi ini akan menyebabkan perbedaan jenis barang yang dibutuhkan untuk
jenis kelas yang berbeda. Perbedaan jenis barang ini biasanya pada fasilitas kamar,
jenis makanan, dan obat-obatan yang diberikan sedangkan untuk alat kesehatan
seperti jarum suntik, cairan laboratorium, tube, dan lain-lain sama untuk setiap kelas.
Kondisi ini mengakibatkan SCM rumah sakit harus dirancang secara khusus dengan
mengenali kebutuhan setiap kelas konsumen tersebut.
Namun berdasarkan hasil pengamatan, pembedaan pelayanan itu dilakukan oleh unit-
unit kesehatan rumah sakit ketika berhadapan dengan konsumen. Tidak ada
pembedaan barang berdasarkan kelas konsumen ketika unit melakukan pengadaan
barang ke bagian pembelian/pengadaan barang rumah sakit sampai ke pemasok.
Sebagai contoh, makanan akan berbeda-beda untuk tiap kelas konsumen sesuai
dengan diet dan kelasnya. Pembedaan ini dilakukan oleh bagian dapur dengan
menyusun menu yang berbeda. Akan tetapi, bagian dapur tidak membedakan kualitas
bahan makanan berdasarkan kelas konsumen tersebut.
Dari segi strategi operasional, jika diibaratkan sebagai manufaktur, rumah sakit
seolah-olah seperti perusahaan yang memproduksi produk dan menerima pesanan
produk sesuai dengan keinginan konsumen. Rumah sakit harus menyediakan alat
kesehatan, obat, dan fasilitas lain untuk menghasilkan produk berupa pelayanan
kesehatan secara umum, seperti rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat, dan
III-3
sebagainya. Untuk keperluan ini, strategi operasional yang dijalankan adalah strategi
make to stock.
Berdasarkan Gambar II-7 strategi SCM yang cocok untuk make to stock adalah
menggunakan strategi SCM efisien sehingga biaya pembelian dapat lebih murah.
Akan tetapi, jika kondisi pelayanan berada pada just in time (pesanan) maka SCM
yang cocok adalah strategi SCM responsif karena target dan ketepatan waktu
sangatlah penting.
3.1.2 Faktor-faktor Penentu Bentuk SCM Rumah Sakit
Faktor pemilihan strategi SCM berdasarkan hasil survei yang dilakukan akan
mengakibatkan munculnya kebijakan-kebijakan dalam SCM terutama kebijakan yang
berkaitan dengan proses pengadaan barang/pembelian, faktor dan kebijakan tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Waktu kebutuhan datang
Rumah sakit membagi dua macam kebutuhan berdasarkan waktu yaitu:
a. Pada jam kerja
b. Diluar jam kerja.
Kebijakan yang muncul antara lain sebagai berikut :
a. Pada jam kerja, pemesanan barang dari unit harus dilakukan sebelum jam
tertentu, sehingga ketika barang yang diperlukan tidak ada (stockout), bagian
pengadaan barang dapat menghubungi pemasok dengan segera.
b. Barang yang diminta oleh unit merupakan kebutuhan untuk jangka waktu 2-5
hari untuk alat kesehatan, 1-3 hari untuk obat, dan 1 hari untuk makanan. Hal
ini untuk mencegah banyaknya permintaan barang di luar jam kerja.
c. Jika terdapat kebutuhan barang di luar jam kerja yang tidak ada di gudang,
maka unit diperbolehkan untuk melakukan pemesanan langsung ke pemasok
dengan persetujuan dari petugas yang ditunjuk sebagai pimpinan piket pada
hari tersebut. Keesokan harinya unit melakukan pelaporan ke bagian
pengadaan barang bahwa terjadi kasus pembelian di luar jam kerja. Beberapa
rumah sakit menyebut kasus pembelian ini sebagai kasus just in time.
2. Jenis barang
Rumah sakit menggolongkan barang berdasarkan jenisnya menjadi 2 jenis yaitu:
a. Barang rutin yaitu barang yang habis sekali pakai
III-4
b. Barang tidak rutin yaitu barang yang tidak habis sekali pakai.
Beberapa rumah sakit memecah jenis tidak rutin tersebut menjadi jenis
yang lebih detil lagi. Sebagai contoh, RS Boromeus memecah jenis barang
tidak rutin menjadi barang kapital dan barang operasional.
Pembedaan jenis ini biasanya didasarkan pada frekuensi pembeliannya. Barang
rutin merupakan barang yang hampir setiap hari dibeli oleh pihak rumah sakit dari
pemasok, sedangkan barang tidak rutin jangka waktu pembeliannya bulanan atau
bahkan tahunan.
Kebijakan yang muncul terkait dengan cara pembelian dan pembayaran yang
tepat, serta pemasok yang cocok untuk tiap jenis barang tersebut dalam SCM.
Kebijakan tersebut di antaranya:
a. Untuk barang rutin, seluruh rumah sakit menggunakan cara pembelian
yang sama yaitu melalui pemasok atau cash untuk kondisi tertentu. Sistem
pembayaran kepada pemasok yang digunakan juga sama yaitu
menggunakan sistem kontra bon. Perbedaannya, beberapa rumah sakit ada
yang menggunakan sistem double supplier untuk alat kesehatan, obat, dan
makanan. Pemilihan pemasok yang digunakan berdasarkan layanan terbaik
yang dapat diberikan pemasok tersebut.
b. Untuk barang tidak rutin, pada umumnya cara pembelian yang dilakukan
oleh rumah sakit adalah melalui sistem tender. Biasanya ini dilakukan
untuk pembelian barang-barang yang harganya > 10 juta.
3. Letak dari setiap unit dalam rumah sakit
Letak unit-unit dari rumah sakit biasanya berada dalam satu kawasan tertentu.
Proses distribusi barang ke unit seharusnya tidak menjadi persoalan khusus karena
dapat dilakukan hanya dengan tenaga manusia. Tidak ada alat transportasi atau
jalur transportasi optimal yang harus dilewati, sehingga tidak ada kebijakan
khusus terkait letak gudang agar optimal jalurnya dari setiap unit rumah sakit.
Posisi gudang pada umumnya berada di bagian belakang rumah sakit.
4. Sifat barang
Sifat dari barang-barang yang ada di rumah sakit dapat dilihat dari harga,
ketahanan barang, kegunaan, cara penyimpanan, dan sebagainya. Sifat dari barang
III-5
ini akan mempengaruhi jumlah pembelian, frekuensi pembelian, dan cara
penyimpanan barang di gudang.
Kebijakan yang muncul terkait sifat barang di antaranya:
a. Rumah sakit menggunakan sistem stok minimal dan maksimal untuk
menentukan jumlah pembelian. Stok minimal dan maksimal ini biasanya
ditentukan berdasarkan harga, kegunaan, dan ketahanan barang. Untuk
barang-barang rutin yang memiliki harga tinggi, ketahanan rendah, dan
waktu penggunaan sangat jarang, beberapa rumah sakit menetapkan stok
minimal barang tersebut nol (zero stock).
Penentuan stok minimal dan maksimal ini berbeda-beda untuk tiap rumah
sakit, ada rumah sakit yang menentukannya satu tahun sekali tapi ada juga
rumah sakit yang penentuan jumlah stok minimal dan maksimalnya
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan evaluasi tiap periode tertentu.
Berdasarkan hasil pengamatan, penentuan stok minimal dan maksimal
secara periodik lebih efektif karena frekuensi pembelian ke pemasok dapat
dikurangi, disisi lain harga dapat lebih murah karena jumlah pembelian
lebih banyak. Namun, dasar utama penentuan untuk setiap rumah sakit
tetap sama yaitu historis dari pemakaian barang pada tahun
sebelumnya.
b. Kegunaan, ketahanan barang, dan cara penyimpanan menentukan jumlah
gudang yang ada di rumah. Rata-rata gudang yang ada sejumlah 5-7
gudang. Gudang-gudang tersebut di antaranya gudang alat kesehatan,
gudang obat/farmasi, gudang alat tulis, gudang maintenance, gudang
dapur, dan sebagainya.
c. Kebijakan-kebijakan lain terkait sifat barang ini biasanya banyak terjadi di
bagian farmasi atau obat. Hal ini bergantung pada ahli farmasi atau
apoteker yang dimiliki rumah sakit. Contoh kebijakan khusus tersebut
adalah penggunaan obat hanya sampai pada turunan kedua (mid-two) yang
dilakukan oleh RS Santo Boromeus. Akan tetapi, kebijakan ini tidak
banyak mempengaruhi proses pengadaan barang dari pemasok.
III-6
5. Kondisi Pasar
Kondisi pasar ini menyangkut harga barang di pasar. Untuk barang-barang
tertentu rumah sakit memantau kondisi harga di pasar dibandingkan dengan harga
di pemasok. Ketika harga pasar jauh lebih rendah, maka rumah sakit akan
melakukan pembelanjaan secara cash yang dilakukan langsung oleh petugas dari
bagian pengadaan barang.
3.1.3 Pelaku SCM Rumah Sakit
Pada umumnya struktur organisasi perusahaan yang ada di Indonesia masih
didasarkan pada fungsi-fungsi apa saja yang diperlukan perusahaan tersebut, bukan
didasarkan pada pekerjaan atau proses-proses yang terjadi dalam perusahaan tersebut.
Begitu pula dengan rumah sakit, struktur organisasi dibentuk dengan mengidentifikasi
fungsi-fungsi yang seharusnya ada di rumah sakit.
Padahal, pada perancangan sebuah proses bisnis, struktur organisasi yang dibangun
didasarkan pada proses-proses apa yang terjadi di dalam perusahaan tersebut. Untuk
itu, terdapat divisi yang khusus menangani proses SCM tersebut. Manajer atau
pimpinan merupakan manajer satu proses bisnis tertentu. Sebagai contoh, manajer
proses SCM, produksi, customer relationship management, marketing and sales, dan
sebagainya. Contoh struktur organisasi yang didasarkan pada proses bisnis dapat
dilihat pada Gambar III-2.
Gambar III-2 Struktur Organisasi Berdasarkan Proses
Saat ini, proses pengadaan barang merupakan proses yang terjadi antar fungsi dalam
struktur organisasi, belum menjadi manajerial proses seperti pada Gambar III-2.
Divisi yang menangani proses pengadaan barang ini adalah divisi pembelian atau
pengadaan barang yang berada dibawah fungsionalitas keuangan rumah sakit seperti
pada Lampiran A Gambar A-1.
III-7
Alasan dari penempatan di bawah fungsi keuangan ini adalah kegiatan pengadaan
barang terkait dengan aktivitas belanja. Akan tetapi, sebenarnya pengadaan barang
rumah sakit tidak sekedar persoalan aliran uang. Hal ini karena sistem pembayaran
yang dilakukan terhadap pemasok dilakukan secara kontra bon. Persoalan keuangan
seharusnya menjadi fokus kedua dari pengadaan barang setelah efisiensi, ketepatan,
dan efektivitas dari pengadaan barang itu sendiri.
Divisi lain yang terlibat dalam proses SCM rumah sakit secara utuh yaitu gudang,
keuangan (accounting), dan seluruh unit rumah sakit yang merupakan lapisan internal
SCM, sedangkan pihak eksternal dalam proses SCM ini adalah pemasok barang-
barang rumah sakit.
Saat ini setiap pelaku memiliki kebijakan masing-masing untuk menjalankan proses-
proses yang sebenarnya menjadi bagian dari sebuah proses besar yaitu supply chain
management. Koordinasi internal biasanya dilakukan saat rapat koordinasi untuk
merencanakan anggaran belanja satu tahun sekali. Koordinasi dengan pemasok
dilakukan pada saat melakukan kontrak kerja. Komunikasi seluruh pelaku SCM baik
internal maupun eksternal dalam menjalankan proses bisnis SCM dilakukan dengan
menggunakan bantuan teknologi komunikasi berupa telepon, fax, dan aplikasi
komputer yang dapat mengalirkan informasi antar pelaku internal dalam SCM
tersebut.
3.2 Hubungan Rumah Sakit dengan Jaringan Distribusi Obat
Rumah sakit sebenarnya merupakan bagian dari jaringan distribusi obat yang sangat
besar. Pada jaringan obat tersebut rumah sakit berperan sebagai outlet atau retail yang
berhubungan langsung dengan konsumen paling akhir yaitu orang yang membutuhkan
obat. Idealnya seluruh pelaku dalam jaringan distribusi obat tersebut terintegrasi dari
ujung ke ujung, mulai dari penyedia bahan baku hingga konsumen paling akhir.
Namun, integrasi biasanya hanya sampai pada level distributor atau pedagang besar
farmasi. Pihak distributor tidak mempunyai sistem terintegrasi dengan outlet atau
retail seperti apotek, toko obat, dan rumah sakit. Akibatnya, pihak pabrik obat tidak
dapat memprediksikan dengan benar kebutuhan obat yang muncul.
III-8
Selain itu, jumlah distributor obat sangat banyak terutama di Indonesia. Jumlah
pedagang besar farmasi di Indonesia sebanyak 2.250, sedangkan jumlah retailer
mencapai 5.695 apotek dan 5.513 toko obat kecil dan besar. Jumlah perusahaan
farmasi sendiri sedunia terdapat 198 perusahaan [RAH05].
Terdapat ketimpangan yang cukup tinggi antara jumlah perusahaan dengan jumlah
pedagang besar farmasi. Maka, tak heran jika rantai distribusi obat terutama di
Indonesia sangat panjang, berbeda dengan kondisi di Amerika yang hanya ada 3
pedagang besar farmasi untuk menyalurkan obat ke seluruh kawasan Amerika
[RAH05]. Hasil dari rantai distribusi obat yang sangat panjang ini menyebabkan
tingginya harga obat di Indonesia.
Peta jalur distribusi obat di Indonesia dari [RAH05] dapat dilihat pada Gambar III-3.
Gambar III-3 Distribusi Obat di Indonesia
Terdapat berbagai macam pedagang besar farmasi (PBF) yaitu PBF pusat dan PBF
kabupaten. PBF pusat sendiri terdiri dari PBF level satu yang merupakan partner
langsung atau sub distributor dari suatu perusahaan farmasi tertentu dan PBF level
dua, tiga dan seterusnya yang merupakan sub-PBF. Selain itu, terdapat juga
perusahaan non farmasi yang mendapat izin distribusi obat dari pemerintah.
Pemerintah Indonesia tidak memberikan batasan yang jelas tentang siapa yang dapat
mendirikan bisnis farmasi.
III-9
Panjangnya rantai distribusi obat ini dapat diubah dengan cara mengganti proses
pembelian obat terutama dari outlet atau retail menjadi secara langsung ke PBF utama
atau level satu. Proses pembelian tersebut dapat terjadi jika dilakukan dengan bantuan
aplikasi komputer. Informasi kebutuhan akan cepat diterima sampai ke level pabrik.
Berbeda dengan kondisi saat ini, diperlukan banyak distributor dan sales untuk
mengambil permintaan obat dari outlet (rumah sakit). Jika panjang rantai distribusi ini
dapat dikurangi maka harga akhir obat dapat ditekan.
3.3 Proses Bisnis SCM Rumah Sakit
Adapun proses-proses umum yang membangun proses bisnis SCM rumah sakit
tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Proses permintaan barang dari unit (ordering)
2. Proses pemenuhan permintaan barang dari unit (profilling)
3. Proses permintaan pengadaan barang (reordering)
4. Proses pembelian barang ke pemasok (purchasing)
5. Proses pengiriman barang dari pemasok ke rumah sakit (delivering)
6. Proses penerimaan barang dari pemasok (receiving)
7. Proses pembayaran (payment)
Secara umum proses bisnis SCM yang ada di rumah sakit dan pemetaan terhadap
pelaku SCM dapat digambarkan pada Tabel III-1.
Tabel III-1 Pemetaan Proses dalam SCM terhadap Pelaku
Proses-proses umum tersebut kemudian dipecah menjadi proses yang lebih rinci
hingga aktivitas yang paling detil sehingga dapat ditentukan proses mana saja yang
menimbulkan biaya tinggi, dapat dibantu dengan penggunaan aplikasi, atau diberikan
ke perusahaan lain (outsourcing).
III-10
Dari proses yang ada tersebut, berdasarkan pengamatan yang dilakukan tidak ada
proses terkait SCM dari sisi rumah sakit yang dapat dipindahtangankan (outsourcing),
karena proses-proses tersebut terjadi di internal, pada satu lokasi, frekuensi rendah,
masih bisa ditangani perusahaan, dan berhubungan langsung dengan bisnis utama
perusahaan. Proses yang dapat dipindahtangankan adalah proses-proses yang
tergolong bukan inti bisnis rumah sakit seperti keamanan, cleaning, laundry, dan
sebagainya.
Proses yang memiliki frekuensi pengerjaan dan biaya tinggi yaitu proses pembelian
barang. Hal ini dikarenakan pihak rumah sakit tidak mungkin menyediakan seluruh
stok barang terutama untuk jenis obat, makanan, dan alat kesehatan dalam jumlah
sangat banyak. Barang-barang tersebut memiliki keterbatasan penggunaan dan cara
penyimpanan berbeda-beda yang menyebabkan biaya tinggi.
Disisi lain, barang tersebut juga sulit diprediksi tingkat dan waktu konsumsinya.
Untuk itu, pihak rumah sakit akan melakukan pembelian barang dengan jadwal yang
tidak pasti. Pada waktu tertentu pembelian barang jenis yang sama dapat terjadi
hingga dua atau tiga kali, tapi pada waktu lain pembelian mungkin baru akan
dilakukan setelah satu atau dua minggu dari pembelian sebelumnya. Proses ini
menimbulkan biaya yang cukup tinggi karena saat ini dilakukan melalui telepon.
Selain itu, informasi mengenai kebutuhan cukup terlambat sampai pada pihak
pemasok sehingga tidak jarang pihak rumah sakit kehabisan stok karena harus
menunggu pengiriman yang cukup lama.
Jika dilihat dari level-level supply chain maka level internal dan downstream dari
supply chain telah terintegrasi dengan baik dengan penggunaan aplikasi komputer
tersebut. Level upstream yang melibatkan pemasok masih menggunakan teknologi
telepon. Penggunaan teknologi ini menimbulkan persoalan komunikasi di antaranya
kesalahan pemesanan barang, informasi yang tidak lengkap, informasi memerlukan
waktu lama untuk sampai ke pemasok, pengulangan order barang yang sama, dan
sebagainya. Kondisi infrastruktur teknologi informasi rumah sakit dapat dilihat pada
Gambar III-4.
III-11
Gambar III-4 Infrastruktur Teknologi Informasi SCM RS Advent
Dari kondisi yang ada tersebut dapat disimpulkan, bahwa rumah sakit sebenarnya
dapat menyediakan modul pembelian untuk menggantikan penggunaan telepon
sebagai sarana aliran informasi ke pemasok. Efek dari integrasi antara rumah sakit
dengan pemasok dalam pembelian ini akan memperkecil biaya pembelian,
meminimalisasi kesalahan komunikasi dalam pembelian, dan mempengaruhi proses
lain dalam SCM rumah sakit menjadi lebih sederhana.
3.4 Klasifikasi Barang
Pengelompokan barang dilakukan untuk mengetahui cara pembelian yang tepat untuk
setiap barang tersebut. Dasar yang digunakan biasanya sifat dari barang, jenis, dan
waktu kapan kebutuhan barang muncul. Pengelompokan ini juga akan menentukan
jumlah gudang yang ada di rumah sakit karena cara penyimpanannya berbeda-beda.
Pola pengelompokan barang yang dilakukan rumah sakit saat ini, telah mengikuti cara
pengelompokan barang yang dilakukan oleh Marshall L. Fisher (1997) yaitu
pengelompokan barang didasarkan pada sifat dan waktu munculnya kebutuhan akan
barang tersebut (life time).
Marshall mendefinisikan bahwa barang-barang yang permintaan dan kebutuhannya
dapat diprediksi tergolong ke dalam barang fungsional. Barang yang permintaannya
dapat diprediksi ini sama dengan barang-barang yang digolongkan sebagai barang
tidak rutin di rumah sakit. Permintaan terhadap barang-barang tidak rutin dapat
diprediksi oleh rumah sakit. Sebagai contoh, rumah sakit dapat memperkirakan waktu
tempat tidur rumah sakit rusak dan jumlah yang dibutuhkan untuk mengadakan rawat
III-12
inap dengan memperkirakan kapasitas ruangan sehingga jumlah pembelian tempat
tidur dapat diprediksi.
Barang-barang rutin di rumah sakit dapat disetarakan dengan jenis barang inovatif
menurut Marshall L. Fisher (1997). Hal ini dikarenakan barang-barang tersebut
memiliki life time singkat, sifat barang mudah rusak, konsumsi tinggi, tapi tingkat
konsumsinya sangat sulit untuk diprediksi. Selain itu, barang-barang rutin ini tingkat
pembelian dalam kondisi just in time (kritis) sangat tinggi sehingga SCM responsif
sangat tepat dilakukan.
Sesuai dengan pemetaan yang dibuat Marshall L. Fisher (1997), maka strategi supply
chain management yang cocok untuk barang-barang tidak rutin (fungsional) adalah
strategi efisien supply chain, sedangkan untuk barang-barang rutin (inovatif) adalah
strategi responsif supply chain. Pemetaan dapat dilihat pada Gambar III-5.
Gambar III-5 Pemetaan Kelompok Barang terhadap Strategi
3.5 Studi Kasus Pembelian Barang RS Advent Bandung
Dari ketujuh proses umum dalam supply chain management, studi kasus perancangan
proses bisnis SCM ini dititikberatkan pada proses pembelian. Proses pembelian lebih
diutamakan karena pada sebagian besar rumah sakit masih kurang efektif dan efisien
serta belum didukung dengan teknologi informasi yang memadai dalam
pelaksanaannya.
Kegiatan pembelian ini akan didekomposisi untuk melihat pola dan tahapan-tahapan
yang ada didalamnya. Dekomposisi ini kemudian akan dimodelkan untuk melihat
III-13
detil proses mana yang optimal dan tidak optimal, serta proses-proses mana saja yang
dapat dikombinasi agar mempersingkat waktu pengerjaan. Setelah analisis optimalitas
dilakukan, analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat efektivitas dan efisiensi dari
proses pembelian saat ini dan adanya peluang teknologi informasi yang dapat
membantu proses bisnis ini dilakukan.
3.5.1 Dekomposisi Proses Pembelian
Pada umumnya rumah sakit membagi pembelian menjadi beberapa jenis proses
pembelian. Jenis pembelian ini dibedakan berdasarkan cara dan waktu pembelian. Di
RS Advent sendiri pembelian dibagi menjadi tiga berdasarkan cara pembeliannya,
yaitu:
1. Pembelian kontra bon
Pembelian ini mirip dengan sistem kredit tapi tidak berbunga. Pembayaran
dilakukan setelah barang diterima dengan tempo tertentu. Cara pembelian ini
digunakan untuk membeli barang-barang yang tergolong kelompok barang rutin
seperti obat-obatan, makanan, alat kesehatan, kertas, gas, dan sebagainya. Pada
pembelian ini rumah sakit menjalin kerja sama (kontrak) dengan pemasok atau
pedagang besar farmasi dalam jangka waktu tertentu. Alur proses pembelian
utama dapat dilihat pada Lampiran B Gambar B-1 hingga Gambar B-3.
Cara pembelian dengan kontra bon ini kemudian dipecah lagi berdasarkan waktu
dan jenis barang yang dibeli. Jenis-jenis pembeliannya adalah sebagai berikut:
a. Pembelian barang pada jam kerja
Pembelian ini merupakan pembelian barang yang terjadi pada jam kantor
rumah sakit. Proses pembelian diawali dengan adanya kebutuhan unit yang
tidak tersedia di gudang hingga proses penerimaan barang pesanan dan
pembayaran ke pemasok. Proses ini secara lebih detil dapat dilihat pada
Lampiran B Gambar B-4
b. Pembelian barang farmasi pada jam kerja sebelum jam tertentu
Terdapat cara pembelian yang lain khusus untuk obat. Perbedaan ini
terjadi karena pesanan obat sulit dilakukan melalui telepon. Nama obat
sangat rumit, detil, dan memiliki pengucapan yang sulit sehingga rawan
terjadi kesalahan pemesanan. Proses pembelian obat secara detil dapat
dilihat pada Lampiran B Gambar B-5
III-14
c. Pembelian barang just in time
Pembelian ini merupakan pembelian bersifat responsif. Dilakukan ketika
tidak ada stok di gudang di luar jam kerja rumah sakit. Proses detil
pembelian ini dapat dilihat pada Lampiran B Gambar B-6
2. Pembelian cash
Pembelian ini merupakan cara pembelian tunai yang dilakukan oleh petugas dari
rumah sakit sendiri tanpa melalui pemasok. Petugas melakukan pembelanjaan
langsung di pasar. Cara pembelian ini digunakan untuk pembelian barang-barang
rutin dengan kondisi harga dari pemasok lebih mahal daripada harga pasar. Urutan
kerja yang terjadi dalam proses pembelian ini dapat dilihat pada Gambar B-7
3. Pembelian tender
Pembelian yang dilakukan dengan cara publikasi kebutuhan rumah sakit kepada
pemasok, kemudian pemasok mengajukan penawaran harga dan layanan yang
diberikan. Selanjutnya, pihak rumah sakit akan memilih penawaran yang paling
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Cara pembelian ini biasanya digunakan
untuk pembelian barang-barang tidak rutin, kapital, atau investasi. Urutan kerja
proses pembelian dengan cara ini dapat dilihat pada Gambar B-8.
3.5.2 Efisiensi dan Efektivitas Proses Pembelian
Ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi dan efektivitas suatu proses
salah satunya ialah indikator performansi (Performance Indicator). SCOR
Framework telah mendefinisikan indikator performansi untuk level 1. Indikator
tersebut dapat dilihat pada Tabel III-2.
Tabel III-2 Metrik Level 1 dari SCOR Framework
No Metrik level 1 Atribut Performansi Sisi Pelanggan Sisi Internal
Reliabilitas Respon Tangkas Biaya Aset 1. Pemenuhan order dengan
sempurna �
2. Waktu siklus pemenuhan order
�
3. Fleksibilitas level atas dari jaringan supply chain
�
4. Adaptifitas dari level atas jaringan supply chain
�
5. Adaptifitas dari level bawah jaringan supply chain
�
6. Manajemen biaya dalam SCM �
III-15
No Metrik level 1 Atribut Performansi Sisi Pelanggan Sisi Internal
Reliabilitas Respon Tangkas Biaya Aset 7. Biaya dari barang yang terjual � 8. Waktu siklus cash-to-cash � 9. Pengembalian aset fix � 10. Pengembalian aset kapital �
Pada tugas akhir ini, penulis tidak melibatkan analisis terkait dengan keuangan
sedangkan untuk adaptifitas tidak dapat diukur dengan menggunakan data
operasional. Adaptifitas diukur dengan mengamati perubahan kebutuhan dan
perkembangan bisnis rumah sakit, kemudian dinilai apakah proses bisnis SCM yang
dijalankan saat ini dapat tetap digunakan. Untuk itu, metrik dari SCOR yang akan
digunakan adalah metrik nomor 1 hingga 3 saja.
Data operasional untuk menilai ketiga metrik tersebut dapat dilihat dari ringkasan
hasil analisis data transaksi pembelian yaitu sebagai berikut:
1. Jumlah order dari unit, jumlah barang per order unit, dan jumlah barang yang
tidak tersedia atau hanya dipenuhi sebagian per order unit.
Penilaian metrik pertama yaitu pemenuhan order dengan sempurna dapat dilihat
dari ketiga data tersebut. Adapun statistik dari ketiga data operasional tersebut
dapat dilihat pada Lampiran C. Dari data dapat dilihat bahwa masih cukup banyak
barang permintaan unit yang tidak dapat terpenuhi atau terpenuhi tidak dengan
sempurna (sebagian). Maka, dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadi stock
out.
2. Waktu pengiriman barang dari pesanan
Dari informasi mengenai waktu pengiriman rata-rata tiap barang akan dapat
diketahui waktu siklus pemenuhan order. Waktu siklus ini dimulai dari
penerimaan pesanan dari gudang (pembuatan purchase requisition) dan diakhiri
ketika terjadi penerimaan barang oleh bagian gudang. Data statistik dari waktu
siklus tersebut dapat dilihat pada Lampiran C. Selain dari data waktu pengiriman
barang waktu siklus juga dapat dilihat dari pemetaan proses pembelian mulai dari
penerimaan order unit yang digambarkan dalam diagram ASME seperti pada
Tabel V-3 dan Tabel V-4.
III-16
Jika dilihat dari kedua informasi waktu siklus tersebut, tingkat responsivitas dari
sisi end-user masih rendah terutama untuk barang-barang cetak. Lamanya proses
pembuatan barang cetak ini seringkali menyebabkan pengulangan dan
penumpukan pekerjaan pencatatan.
3. Jumlah barang yang menjadi stock out akibat permintaan, jumlah barang yang
dipesan per hari, jumlah barang yang dikembalikan atau ditukar, dan jumlah
adjustment stock.
Level atas dari jaringan supply chain di rumah sakit yaitu bagian pembelian dan
pemasok. Jika dilihat dari informasi jumlah barang yang dibeli oleh rumah sakit
seperti pada Lampiran C, maka dapat dinilai bahwa kesalahan komunikasi atau
pemesanan berulang-ulang sangat mungkin terjadi.
Kasus just in time, penukaran, dan pengembalian barang masih banyak terjadi. Hal
ini dapat dilihat dari statistik pada Lampiran C. Berdasarkan pengamatan jarang
sekali terjadi penukaran atau pengembalian barang akibat kerusakan (cacat) atau
kelebihan pesanan. Pengembalian lebih banyak terjadi karena kesalahan
komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem yang digunakan oleh level
upstream supply chain rumah sakit saat ini tidak fleksibel dan responsif.
3.5.3 Persoalan-persoalan dalam Proses Pembelian
Berdasarkan pengamatan dan analisis terhadap proses pembelian, terdapat beberapa
persoalan yang cukup mendasar yang masih dapat diselesaikan dengan meningkatkan
performansi dari proses yang dijalankan. Persoalan-persoalan tersebut dapat dilihat
pada Tabel III-3.
III-17
Tabel III-3 Persoalan dalam
SCM
RS A
dvent Bandung
Pembelian
Persoalan Prospek Solusi
Tender
Publikasi kurang luas Penggunaan m
edia audio visual untuk publikasi. Baik m
elalui internet, koran,
televisi, radio, dan sebagainya
Cash
Daftar order dibuat pada saat penerim
aan
menim
bulkan antrian
Daftar order dibuat oleh bagian pem
belian sama seperti pem
esanan ke pemasok
Penggunaan
nota sebagai
pengganti
purchase order
Pembuatan
purchase order,
tidak ada
lagi pem
belian secara
cash, atau
pembelian tetap dengan cash tapi m
enggunakan pemasok
B
agian pembelian harus m
enulis di nota
daftar barang yang dibeli
Fitur di aplikasi komputer yang dapat m
erekomendasikan/m
engelompokan
barang-barang yang biasa dibeli secara cash.
Penundaan
input ke
sistem
pembelian
mengakibatkan kontrol stok kacau
Penerimaan
barang pem
belian cash
disamakan
dengan pem
asok. A
danya
purchase order yang telah dibuat sebelumnya.
Kontra bon
Terjadi
human
error, salah
melakukan
pemilihan barang
Pelatihan kemam
puan pegwai rum
ah sakit dalam m
enggunakan komputer
B
agian pem
belian harus
menyebutkan
pesanan barang satu per satu
Penggantian teknologi telepon dengan teknologi berbasis komputer yang dapat
menghubungkan rum
ah sakit dengan pemasok
K
esalahan pesanan
akibat perbedaan
penamaan barang antara pem
asok dengan
rumah sakit
Adanya sistem
terintegrasi antara rumah sakit dengan pem
asok
III-18
Pembelian
Persoalan Prospek Solusi
Proses
tanda tangan
yang m
elibatkan
banyak kepala divisi
Otorisasi online dan kontrol otom
atis terhadap rencana pembelian yang
disediakan dalam sistem
.
Sales harus datang dua kali ke rum
ah sakit
untuk pembelian obat
Perubahan cara
pembelian
secara online
agar m
empersingkat
waktu
dan
mengurangi kesalahan pesanan.
Penggunaan nota untuk penerim
aan barang
just in time
Otorisasi
bagian unit
untuk m
elakukan akses
ke sistem
pem
belian dan
mencetak bukti penerim
aan khusus.
Semua
Status barang
tidak ada
sehingga
mengakibatkan
terjadinya pem
esanan
ulang
Penyajian status barang apakah sudah dipesan, dalam pengirim
an, habis, dan
sebagainya.
Semua
Manajem
en libur pemasok
Penyajian informasi m
engenai waktu libur agar dapat m
erencanakan ulang
pembelian barang
Semua
Informasi
pengembalian
/ penukaran
barang terlambat diketahui pem
asok
Penyajian informasi adanya penukaran atau pengem
balian barang
3.5.4 Identifikasi Kebutuhan P
roses untuk Pelaku S
CM
Berdasarkan analisis dan pem
etaan dari proses bisnis pengadaan barang yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi pelaku, tugas, dan aktivitas
dalam proses pem
belian untuk setiap pelaku tersebut. Hasil identifikasi ini akan dijadikan dasar untuk m
enentukan aliran kerja yang tepat untuk
proses pengadaan barang. Hasil identifikasi dapat dilihat pada T
abel III-4 dan Tabel III-5.
III-19
Tabel III-4 Identifikasi Pelaku, Peran, dan Aktivitas
Pelaku Deskripsi Pelaku Tugas Aktivitas
Unit Bagian rumah sakit yang
memerlukan barang
Menyalurkan barang ke pasien
Melakukan permintaan barang sesuai kebutuhan
konsumen
Mengembalikan atau menukar barang jika terjadi
kesalahan pengiriman barang
Melakukan pemesanan ketika barang di gudang
habis ketika jam kerja kantor rumah sakit telah
habis
Membuat daftar permintaan pembelian barang
tertentu yang tidak ada di gudang
Permintaan barang unit
Pembuatan purchase order pada kasus
just in time
Gudang Bagian rumah sakit yang
mengatur konsumsi dan
penerimaan barang
Mengirim barang yang diperlukan pasien ke unit
rumah sakit
Menerima permintaan barang dari unit dan
menyiapkan barang
Mengontrol stok dan susunan penyimpanan barang
di gudang
Pemenuhan permintaan barang unit
Penerimaan barang
Pembuatan laporan transaksi penerimaan
barang
Pembuatan laporan status stok tiap
barang
Pembelian Bagian rumah sakit yang Membuat daftar pembelian barang, barang yang Pembuatan daftar pembelian berdasarkan
III-
20
Pe
laku
D
eskr
ipsi
Pel
aku
Tug
as
Akt
ivita
s
mel
akuk
an
pem
esan
an
bara
ng k
e ru
mah
sak
it
dibe
li m
erup
akan
ba
rang
de
ngan
st
ok
min
imal
atau
hab
is d
an b
aran
g ya
ng d
imin
ta k
husu
s un
tuk
dibe
li ol
eh u
nit
Mem
esan
ke
pem
asok
stat
us s
tok
bara
ng d
an p
erm
inta
an k
husu
s
dari
uni
t ter
mas
uk p
embe
lian
seca
ra c
ash.
Pene
rim
aan
pena
war
an b
aran
g
Pem
buat
an
peng
umum
an
pem
belia
n
bara
ng te
nder
Pem
buat
an la
pora
n tr
ansa
ksi p
embe
lian
Pena
mba
han
jeni
s ba
rang
dan
pem
asok
Kep
ala
divi
si S
CM
Ora
ng
yang
be
rtan
ggun
g
jaw
ab
terh
adap
se
luru
h
pros
es S
CM
rum
ah s
akit
term
asuk
juga
pem
belia
n
Mem
beri
kan
aute
ntif
ikas
i da
n ot
oris
asi
terh
adap
pros
es p
embe
lian
yang
terj
adi
Men
gont
rol p
rose
s pe
mbe
lian
yang
terj
adi
Men
etap
kan
kebi
jaka
n ya
ng
akan
di
tera
pkan
dala
m S
CM
Mem
ilih
dan
men
gada
kan
perj
anjia
n de
ngan
pem
asok
Peng
awas
an t
erha
dap
pem
belia
n be
rupa
peng
amat
an
tran
saks
i pe
mbe
lian
dari
lapo
ran
Peng
esah
an
kont
rak
kerj
a de
ngan
pem
asok
Acc
ount
ing
Ora
ng
yang
be
rtan
ggun
g
jaw
ab m
elak
ukan
kon
trol
terh
adap
keu
anga
n
Mem
beri
kan
aute
ntif
ikas
i da
n ot
oris
asi
terh
adap
pros
es p
emba
yara
n ya
ng te
rjad
i
Men
etap
kan
kebi
jaka
n ya
ng b
erhu
bung
an d
enga
n
pem
baya
ran
ke p
emas
ok
Peng
awas
an
terh
adap
ke
uang
an
rum
ah
saki
t da
n tra
nsak
si
pem
belia
n m
elal
ui
lapo
ran
tran
saks
i pem
belia
n
III-21
Pelaku Deskripsi Pelaku Tugas Aktivitas
Kasir Bagian keuangan yang
bertugas membayarkan
uang pembelian ke
pemasok
Membayar ke pemasok Pembayaran
Pemasok Pihak yang memenuhi
kebutuhan barang rumah
sakit
Memenuhi permintaan barang dari rumah sakit
Mengirimkan barang pesanan
Penerimaan pesanan barang
Penawaran barang
Pemberitahuan hari libur kerja pemasok
Pembuatan dan pencetakan faktur
Pencetakan purchase order
Penerimaan Staf yang bertugas untuk
melakukan penerimaan
dan pemeriksaan barang
dari pemasok
Memeriksa barang dari pemasok
Membuat bukti penerimaan barang dari pemasok
Pembuatan bukti penerimaan
III-
22
T
abel
III-
5 m
erup
akan
daf
tar u
nit d
an g
udan
g ya
ng a
da d
i rum
ah s
akit.
Tab
el II
I-5
Uni
t di R
umah
Sak
it
Pela
ku
Jeni
s-je
nis P
elak
u
Uni
t C
entr
al S
uppl
y, E
mer
genc
y, K
eper
awat
an,
Raw
at J
alan
, A
pote
k da
lam
, A
pote
k lu
ar,
Stro
ke u
nit,
Labo
rato
rium
,
Ope
ratin
g R
oom
, C
T-S
can
Lab
orat
oriu
m,
Dap
ur
basa
h,
Dap
ur
pers
iapa
n,
ICU
, T
erap
i, U
nit
ibu
dan
anak
,
Kes
ekre
taria
tan,
Gud
ang
alat
kes
ehat
an, C
lean
ing
dan
laun
dry,
Gud
ang
obat
, Gud
ang
mak
anan
, Gud
ang
umum
, Gud
ang
mai
nten
ance
, Gud
ang
trans
it, G
udan
g da
pur d
an s
ebag
ainy
a.
Gud
ang
Gud
ang
obat
, G
udan
g m
akan
an,
Gud
ang
umum
, Gud
ang
mai
nten
ance
, G
udan
g tr
ansi
t, da
n G
udan
g da
pur
(bas
ah d
an
keri
ng).
Setia
p un
it ya
ng a
da d
irum
ah s
akit
sepe
rti
yang
dis
ebut
kan
pada
Tab
el I
II-5
dip
erbo
lehk
an u
ntuk
mem
inta
bar
ang
tert
entu
dar
i gu
dang
unt
uk
dipe
rgun
akan
ole
h st
af u
nit
send
iri
kec
uali
guda
ng o
bat,
alat
kes
ehat
an,
dan
dapu
r ba
sah.
Hal
ini
dik
aren
akan
gud
ang
obat
, gu
dang
ala
t
kese
hata
n, d
an d
apur
ber
isik
an p
rodu
k ya
ng a
kan
diju
al k
epad
a pa
sien
mel
alui
pem
erik
saan
. C
onto
h ba
rang
yan
g da
pat
dipe
rgun
akan
pri
badi
staf
uni
t di a
ntar
anya
sab
un, s
endo
k, p
irin
g, a
ir m
inum
, dan
seb
agai
nya.