22
III-1 BAB III ANALISIS Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses SCM rumah sakit umum secara keseluruhan, kebijakan dan strategi yang dijalankan serta proses detil dari SCM. Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap proses pengadaan barang yang ada di RS Advent Bandung berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Analisis dilanjutkan dengan penilaian terhadap efektivitas dan efisiensi strategi yang dijalankan serta identifikasi kebutuhan dari tiap pelaku dalam SCM. 3.1 Proses Bisnis SCM Rumah Sakit Umum Rumah sakit merupakan salah satu jenis perusahaan (enterprise) yang produksinya menghasilkan jasa. Sama halnya dengan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk, rumah sakit memiliki fungsi bisnis primer dan pendukung seperti yang didefinisikan oleh Porter dalam value chain. Bentuk value chain rumah sakit berdasarkan konsep Porter dapat dilihat pada Gambar III-1 [PIT04]. Gambar III-1 Value chain dalam Rumah Sakit Dalam berproduksi rumah sakit memiliki proses bisnis manufaktur berupa pemeriksaan kesehatan oleh dokter baik melalui rawat jalan, rawat inap, terapi, maupun tindakan medik lainnya seperti operasi. Proses ini dimulai dengan registrasi pasien hingga pemasaran. Proses ini merupakan proses primer yang membutuhkan alat-alat kesehatan yang didapatkan dari pemasok.

BAB III ANALISIS - · PDF fileAnalisis lebih lanjut dilakukan terhadap proses pengadaan barang yang ada di RS Advent Bandung berdasarkan hasil ... laboratorium, tube, dan ... dan ketepatan

Embed Size (px)

Citation preview

III-1

BAB III

ANALISIS

Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses SCM rumah sakit umum secara

keseluruhan, kebijakan dan strategi yang dijalankan serta proses detil dari SCM.

Analisis lebih lanjut dilakukan terhadap proses pengadaan barang yang ada di RS

Advent Bandung berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Analisis dilanjutkan

dengan penilaian terhadap efektivitas dan efisiensi strategi yang dijalankan serta

identifikasi kebutuhan dari tiap pelaku dalam SCM.

3.1 Proses Bisnis SCM Rumah Sakit Umum

Rumah sakit merupakan salah satu jenis perusahaan (enterprise) yang produksinya

menghasilkan jasa. Sama halnya dengan perusahaan manufaktur yang menghasilkan

produk, rumah sakit memiliki fungsi bisnis primer dan pendukung seperti yang

didefinisikan oleh Porter dalam value chain. Bentuk value chain rumah sakit

berdasarkan konsep Porter dapat dilihat pada Gambar III-1 [PIT04].

Gambar III-1 Value chain dalam Rumah Sakit

Dalam berproduksi rumah sakit memiliki proses bisnis manufaktur berupa

pemeriksaan kesehatan oleh dokter baik melalui rawat jalan, rawat inap, terapi,

maupun tindakan medik lainnya seperti operasi. Proses ini dimulai dengan registrasi

pasien hingga pemasaran. Proses ini merupakan proses primer yang membutuhkan

alat-alat kesehatan yang didapatkan dari pemasok.

III-2

Proses pengadaan barang (supply chain) yang ditangani oleh bagian pengadaan

berperan sebagai fungsi pendukung. Proses ini terjadi antar fungsi primer dalam

rumah sakit tersebut. Proses supply chain ini sejalan dengan operasional bisnis

perusahaan.

3.1.1 Strategi Operasional dan SCM Rumah Sakit Umum

Strategi bisnis dari rumah sakit adalah layanan. Untuk itu, sesuai dengan pernyataan

dalam Tabel II-IV, maka sumber keunggulan dari rumah sakit adalah kategorisasi

konsumen. Basis kompetisi yang dimiliki adalah pemenuhan layanan sesuai dengan

kebutuhan dan keinginan khusus konsumen. Kategorisasi yang ada saat ini berupa

kelas-kelas perawatan sesuai dengan jangkauan konsumen, penyediaan obat generik

dan tidak generik, ruang tunggu VIP, dan sebagainya.

Kategorisasi ini akan menyebabkan perbedaan jenis barang yang dibutuhkan untuk

jenis kelas yang berbeda. Perbedaan jenis barang ini biasanya pada fasilitas kamar,

jenis makanan, dan obat-obatan yang diberikan sedangkan untuk alat kesehatan

seperti jarum suntik, cairan laboratorium, tube, dan lain-lain sama untuk setiap kelas.

Kondisi ini mengakibatkan SCM rumah sakit harus dirancang secara khusus dengan

mengenali kebutuhan setiap kelas konsumen tersebut.

Namun berdasarkan hasil pengamatan, pembedaan pelayanan itu dilakukan oleh unit-

unit kesehatan rumah sakit ketika berhadapan dengan konsumen. Tidak ada

pembedaan barang berdasarkan kelas konsumen ketika unit melakukan pengadaan

barang ke bagian pembelian/pengadaan barang rumah sakit sampai ke pemasok.

Sebagai contoh, makanan akan berbeda-beda untuk tiap kelas konsumen sesuai

dengan diet dan kelasnya. Pembedaan ini dilakukan oleh bagian dapur dengan

menyusun menu yang berbeda. Akan tetapi, bagian dapur tidak membedakan kualitas

bahan makanan berdasarkan kelas konsumen tersebut.

Dari segi strategi operasional, jika diibaratkan sebagai manufaktur, rumah sakit

seolah-olah seperti perusahaan yang memproduksi produk dan menerima pesanan

produk sesuai dengan keinginan konsumen. Rumah sakit harus menyediakan alat

kesehatan, obat, dan fasilitas lain untuk menghasilkan produk berupa pelayanan

kesehatan secara umum, seperti rawat jalan, rawat inap, unit gawat darurat, dan

III-3

sebagainya. Untuk keperluan ini, strategi operasional yang dijalankan adalah strategi

make to stock.

Berdasarkan Gambar II-7 strategi SCM yang cocok untuk make to stock adalah

menggunakan strategi SCM efisien sehingga biaya pembelian dapat lebih murah.

Akan tetapi, jika kondisi pelayanan berada pada just in time (pesanan) maka SCM

yang cocok adalah strategi SCM responsif karena target dan ketepatan waktu

sangatlah penting.

3.1.2 Faktor-faktor Penentu Bentuk SCM Rumah Sakit

Faktor pemilihan strategi SCM berdasarkan hasil survei yang dilakukan akan

mengakibatkan munculnya kebijakan-kebijakan dalam SCM terutama kebijakan yang

berkaitan dengan proses pengadaan barang/pembelian, faktor dan kebijakan tersebut

antara lain sebagai berikut:

1. Waktu kebutuhan datang

Rumah sakit membagi dua macam kebutuhan berdasarkan waktu yaitu:

a. Pada jam kerja

b. Diluar jam kerja.

Kebijakan yang muncul antara lain sebagai berikut :

a. Pada jam kerja, pemesanan barang dari unit harus dilakukan sebelum jam

tertentu, sehingga ketika barang yang diperlukan tidak ada (stockout), bagian

pengadaan barang dapat menghubungi pemasok dengan segera.

b. Barang yang diminta oleh unit merupakan kebutuhan untuk jangka waktu 2-5

hari untuk alat kesehatan, 1-3 hari untuk obat, dan 1 hari untuk makanan. Hal

ini untuk mencegah banyaknya permintaan barang di luar jam kerja.

c. Jika terdapat kebutuhan barang di luar jam kerja yang tidak ada di gudang,

maka unit diperbolehkan untuk melakukan pemesanan langsung ke pemasok

dengan persetujuan dari petugas yang ditunjuk sebagai pimpinan piket pada

hari tersebut. Keesokan harinya unit melakukan pelaporan ke bagian

pengadaan barang bahwa terjadi kasus pembelian di luar jam kerja. Beberapa

rumah sakit menyebut kasus pembelian ini sebagai kasus just in time.

2. Jenis barang

Rumah sakit menggolongkan barang berdasarkan jenisnya menjadi 2 jenis yaitu:

a. Barang rutin yaitu barang yang habis sekali pakai

III-4

b. Barang tidak rutin yaitu barang yang tidak habis sekali pakai.

Beberapa rumah sakit memecah jenis tidak rutin tersebut menjadi jenis

yang lebih detil lagi. Sebagai contoh, RS Boromeus memecah jenis barang

tidak rutin menjadi barang kapital dan barang operasional.

Pembedaan jenis ini biasanya didasarkan pada frekuensi pembeliannya. Barang

rutin merupakan barang yang hampir setiap hari dibeli oleh pihak rumah sakit dari

pemasok, sedangkan barang tidak rutin jangka waktu pembeliannya bulanan atau

bahkan tahunan.

Kebijakan yang muncul terkait dengan cara pembelian dan pembayaran yang

tepat, serta pemasok yang cocok untuk tiap jenis barang tersebut dalam SCM.

Kebijakan tersebut di antaranya:

a. Untuk barang rutin, seluruh rumah sakit menggunakan cara pembelian

yang sama yaitu melalui pemasok atau cash untuk kondisi tertentu. Sistem

pembayaran kepada pemasok yang digunakan juga sama yaitu

menggunakan sistem kontra bon. Perbedaannya, beberapa rumah sakit ada

yang menggunakan sistem double supplier untuk alat kesehatan, obat, dan

makanan. Pemilihan pemasok yang digunakan berdasarkan layanan terbaik

yang dapat diberikan pemasok tersebut.

b. Untuk barang tidak rutin, pada umumnya cara pembelian yang dilakukan

oleh rumah sakit adalah melalui sistem tender. Biasanya ini dilakukan

untuk pembelian barang-barang yang harganya > 10 juta.

3. Letak dari setiap unit dalam rumah sakit

Letak unit-unit dari rumah sakit biasanya berada dalam satu kawasan tertentu.

Proses distribusi barang ke unit seharusnya tidak menjadi persoalan khusus karena

dapat dilakukan hanya dengan tenaga manusia. Tidak ada alat transportasi atau

jalur transportasi optimal yang harus dilewati, sehingga tidak ada kebijakan

khusus terkait letak gudang agar optimal jalurnya dari setiap unit rumah sakit.

Posisi gudang pada umumnya berada di bagian belakang rumah sakit.

4. Sifat barang

Sifat dari barang-barang yang ada di rumah sakit dapat dilihat dari harga,

ketahanan barang, kegunaan, cara penyimpanan, dan sebagainya. Sifat dari barang

III-5

ini akan mempengaruhi jumlah pembelian, frekuensi pembelian, dan cara

penyimpanan barang di gudang.

Kebijakan yang muncul terkait sifat barang di antaranya:

a. Rumah sakit menggunakan sistem stok minimal dan maksimal untuk

menentukan jumlah pembelian. Stok minimal dan maksimal ini biasanya

ditentukan berdasarkan harga, kegunaan, dan ketahanan barang. Untuk

barang-barang rutin yang memiliki harga tinggi, ketahanan rendah, dan

waktu penggunaan sangat jarang, beberapa rumah sakit menetapkan stok

minimal barang tersebut nol (zero stock).

Penentuan stok minimal dan maksimal ini berbeda-beda untuk tiap rumah

sakit, ada rumah sakit yang menentukannya satu tahun sekali tapi ada juga

rumah sakit yang penentuan jumlah stok minimal dan maksimalnya

disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan evaluasi tiap periode tertentu.

Berdasarkan hasil pengamatan, penentuan stok minimal dan maksimal

secara periodik lebih efektif karena frekuensi pembelian ke pemasok dapat

dikurangi, disisi lain harga dapat lebih murah karena jumlah pembelian

lebih banyak. Namun, dasar utama penentuan untuk setiap rumah sakit

tetap sama yaitu historis dari pemakaian barang pada tahun

sebelumnya.

b. Kegunaan, ketahanan barang, dan cara penyimpanan menentukan jumlah

gudang yang ada di rumah. Rata-rata gudang yang ada sejumlah 5-7

gudang. Gudang-gudang tersebut di antaranya gudang alat kesehatan,

gudang obat/farmasi, gudang alat tulis, gudang maintenance, gudang

dapur, dan sebagainya.

c. Kebijakan-kebijakan lain terkait sifat barang ini biasanya banyak terjadi di

bagian farmasi atau obat. Hal ini bergantung pada ahli farmasi atau

apoteker yang dimiliki rumah sakit. Contoh kebijakan khusus tersebut

adalah penggunaan obat hanya sampai pada turunan kedua (mid-two) yang

dilakukan oleh RS Santo Boromeus. Akan tetapi, kebijakan ini tidak

banyak mempengaruhi proses pengadaan barang dari pemasok.

III-6

5. Kondisi Pasar

Kondisi pasar ini menyangkut harga barang di pasar. Untuk barang-barang

tertentu rumah sakit memantau kondisi harga di pasar dibandingkan dengan harga

di pemasok. Ketika harga pasar jauh lebih rendah, maka rumah sakit akan

melakukan pembelanjaan secara cash yang dilakukan langsung oleh petugas dari

bagian pengadaan barang.

3.1.3 Pelaku SCM Rumah Sakit

Pada umumnya struktur organisasi perusahaan yang ada di Indonesia masih

didasarkan pada fungsi-fungsi apa saja yang diperlukan perusahaan tersebut, bukan

didasarkan pada pekerjaan atau proses-proses yang terjadi dalam perusahaan tersebut.

Begitu pula dengan rumah sakit, struktur organisasi dibentuk dengan mengidentifikasi

fungsi-fungsi yang seharusnya ada di rumah sakit.

Padahal, pada perancangan sebuah proses bisnis, struktur organisasi yang dibangun

didasarkan pada proses-proses apa yang terjadi di dalam perusahaan tersebut. Untuk

itu, terdapat divisi yang khusus menangani proses SCM tersebut. Manajer atau

pimpinan merupakan manajer satu proses bisnis tertentu. Sebagai contoh, manajer

proses SCM, produksi, customer relationship management, marketing and sales, dan

sebagainya. Contoh struktur organisasi yang didasarkan pada proses bisnis dapat

dilihat pada Gambar III-2.

Gambar III-2 Struktur Organisasi Berdasarkan Proses

Saat ini, proses pengadaan barang merupakan proses yang terjadi antar fungsi dalam

struktur organisasi, belum menjadi manajerial proses seperti pada Gambar III-2.

Divisi yang menangani proses pengadaan barang ini adalah divisi pembelian atau

pengadaan barang yang berada dibawah fungsionalitas keuangan rumah sakit seperti

pada Lampiran A Gambar A-1.

III-7

Alasan dari penempatan di bawah fungsi keuangan ini adalah kegiatan pengadaan

barang terkait dengan aktivitas belanja. Akan tetapi, sebenarnya pengadaan barang

rumah sakit tidak sekedar persoalan aliran uang. Hal ini karena sistem pembayaran

yang dilakukan terhadap pemasok dilakukan secara kontra bon. Persoalan keuangan

seharusnya menjadi fokus kedua dari pengadaan barang setelah efisiensi, ketepatan,

dan efektivitas dari pengadaan barang itu sendiri.

Divisi lain yang terlibat dalam proses SCM rumah sakit secara utuh yaitu gudang,

keuangan (accounting), dan seluruh unit rumah sakit yang merupakan lapisan internal

SCM, sedangkan pihak eksternal dalam proses SCM ini adalah pemasok barang-

barang rumah sakit.

Saat ini setiap pelaku memiliki kebijakan masing-masing untuk menjalankan proses-

proses yang sebenarnya menjadi bagian dari sebuah proses besar yaitu supply chain

management. Koordinasi internal biasanya dilakukan saat rapat koordinasi untuk

merencanakan anggaran belanja satu tahun sekali. Koordinasi dengan pemasok

dilakukan pada saat melakukan kontrak kerja. Komunikasi seluruh pelaku SCM baik

internal maupun eksternal dalam menjalankan proses bisnis SCM dilakukan dengan

menggunakan bantuan teknologi komunikasi berupa telepon, fax, dan aplikasi

komputer yang dapat mengalirkan informasi antar pelaku internal dalam SCM

tersebut.

3.2 Hubungan Rumah Sakit dengan Jaringan Distribusi Obat

Rumah sakit sebenarnya merupakan bagian dari jaringan distribusi obat yang sangat

besar. Pada jaringan obat tersebut rumah sakit berperan sebagai outlet atau retail yang

berhubungan langsung dengan konsumen paling akhir yaitu orang yang membutuhkan

obat. Idealnya seluruh pelaku dalam jaringan distribusi obat tersebut terintegrasi dari

ujung ke ujung, mulai dari penyedia bahan baku hingga konsumen paling akhir.

Namun, integrasi biasanya hanya sampai pada level distributor atau pedagang besar

farmasi. Pihak distributor tidak mempunyai sistem terintegrasi dengan outlet atau

retail seperti apotek, toko obat, dan rumah sakit. Akibatnya, pihak pabrik obat tidak

dapat memprediksikan dengan benar kebutuhan obat yang muncul.

III-8

Selain itu, jumlah distributor obat sangat banyak terutama di Indonesia. Jumlah

pedagang besar farmasi di Indonesia sebanyak 2.250, sedangkan jumlah retailer

mencapai 5.695 apotek dan 5.513 toko obat kecil dan besar. Jumlah perusahaan

farmasi sendiri sedunia terdapat 198 perusahaan [RAH05].

Terdapat ketimpangan yang cukup tinggi antara jumlah perusahaan dengan jumlah

pedagang besar farmasi. Maka, tak heran jika rantai distribusi obat terutama di

Indonesia sangat panjang, berbeda dengan kondisi di Amerika yang hanya ada 3

pedagang besar farmasi untuk menyalurkan obat ke seluruh kawasan Amerika

[RAH05]. Hasil dari rantai distribusi obat yang sangat panjang ini menyebabkan

tingginya harga obat di Indonesia.

Peta jalur distribusi obat di Indonesia dari [RAH05] dapat dilihat pada Gambar III-3.

Gambar III-3 Distribusi Obat di Indonesia

Terdapat berbagai macam pedagang besar farmasi (PBF) yaitu PBF pusat dan PBF

kabupaten. PBF pusat sendiri terdiri dari PBF level satu yang merupakan partner

langsung atau sub distributor dari suatu perusahaan farmasi tertentu dan PBF level

dua, tiga dan seterusnya yang merupakan sub-PBF. Selain itu, terdapat juga

perusahaan non farmasi yang mendapat izin distribusi obat dari pemerintah.

Pemerintah Indonesia tidak memberikan batasan yang jelas tentang siapa yang dapat

mendirikan bisnis farmasi.

III-9

Panjangnya rantai distribusi obat ini dapat diubah dengan cara mengganti proses

pembelian obat terutama dari outlet atau retail menjadi secara langsung ke PBF utama

atau level satu. Proses pembelian tersebut dapat terjadi jika dilakukan dengan bantuan

aplikasi komputer. Informasi kebutuhan akan cepat diterima sampai ke level pabrik.

Berbeda dengan kondisi saat ini, diperlukan banyak distributor dan sales untuk

mengambil permintaan obat dari outlet (rumah sakit). Jika panjang rantai distribusi ini

dapat dikurangi maka harga akhir obat dapat ditekan.

3.3 Proses Bisnis SCM Rumah Sakit

Adapun proses-proses umum yang membangun proses bisnis SCM rumah sakit

tersebut di antaranya sebagai berikut:

1. Proses permintaan barang dari unit (ordering)

2. Proses pemenuhan permintaan barang dari unit (profilling)

3. Proses permintaan pengadaan barang (reordering)

4. Proses pembelian barang ke pemasok (purchasing)

5. Proses pengiriman barang dari pemasok ke rumah sakit (delivering)

6. Proses penerimaan barang dari pemasok (receiving)

7. Proses pembayaran (payment)

Secara umum proses bisnis SCM yang ada di rumah sakit dan pemetaan terhadap

pelaku SCM dapat digambarkan pada Tabel III-1.

Tabel III-1 Pemetaan Proses dalam SCM terhadap Pelaku

Proses-proses umum tersebut kemudian dipecah menjadi proses yang lebih rinci

hingga aktivitas yang paling detil sehingga dapat ditentukan proses mana saja yang

menimbulkan biaya tinggi, dapat dibantu dengan penggunaan aplikasi, atau diberikan

ke perusahaan lain (outsourcing).

III-10

Dari proses yang ada tersebut, berdasarkan pengamatan yang dilakukan tidak ada

proses terkait SCM dari sisi rumah sakit yang dapat dipindahtangankan (outsourcing),

karena proses-proses tersebut terjadi di internal, pada satu lokasi, frekuensi rendah,

masih bisa ditangani perusahaan, dan berhubungan langsung dengan bisnis utama

perusahaan. Proses yang dapat dipindahtangankan adalah proses-proses yang

tergolong bukan inti bisnis rumah sakit seperti keamanan, cleaning, laundry, dan

sebagainya.

Proses yang memiliki frekuensi pengerjaan dan biaya tinggi yaitu proses pembelian

barang. Hal ini dikarenakan pihak rumah sakit tidak mungkin menyediakan seluruh

stok barang terutama untuk jenis obat, makanan, dan alat kesehatan dalam jumlah

sangat banyak. Barang-barang tersebut memiliki keterbatasan penggunaan dan cara

penyimpanan berbeda-beda yang menyebabkan biaya tinggi.

Disisi lain, barang tersebut juga sulit diprediksi tingkat dan waktu konsumsinya.

Untuk itu, pihak rumah sakit akan melakukan pembelian barang dengan jadwal yang

tidak pasti. Pada waktu tertentu pembelian barang jenis yang sama dapat terjadi

hingga dua atau tiga kali, tapi pada waktu lain pembelian mungkin baru akan

dilakukan setelah satu atau dua minggu dari pembelian sebelumnya. Proses ini

menimbulkan biaya yang cukup tinggi karena saat ini dilakukan melalui telepon.

Selain itu, informasi mengenai kebutuhan cukup terlambat sampai pada pihak

pemasok sehingga tidak jarang pihak rumah sakit kehabisan stok karena harus

menunggu pengiriman yang cukup lama.

Jika dilihat dari level-level supply chain maka level internal dan downstream dari

supply chain telah terintegrasi dengan baik dengan penggunaan aplikasi komputer

tersebut. Level upstream yang melibatkan pemasok masih menggunakan teknologi

telepon. Penggunaan teknologi ini menimbulkan persoalan komunikasi di antaranya

kesalahan pemesanan barang, informasi yang tidak lengkap, informasi memerlukan

waktu lama untuk sampai ke pemasok, pengulangan order barang yang sama, dan

sebagainya. Kondisi infrastruktur teknologi informasi rumah sakit dapat dilihat pada

Gambar III-4.

III-11

Gambar III-4 Infrastruktur Teknologi Informasi SCM RS Advent

Dari kondisi yang ada tersebut dapat disimpulkan, bahwa rumah sakit sebenarnya

dapat menyediakan modul pembelian untuk menggantikan penggunaan telepon

sebagai sarana aliran informasi ke pemasok. Efek dari integrasi antara rumah sakit

dengan pemasok dalam pembelian ini akan memperkecil biaya pembelian,

meminimalisasi kesalahan komunikasi dalam pembelian, dan mempengaruhi proses

lain dalam SCM rumah sakit menjadi lebih sederhana.

3.4 Klasifikasi Barang

Pengelompokan barang dilakukan untuk mengetahui cara pembelian yang tepat untuk

setiap barang tersebut. Dasar yang digunakan biasanya sifat dari barang, jenis, dan

waktu kapan kebutuhan barang muncul. Pengelompokan ini juga akan menentukan

jumlah gudang yang ada di rumah sakit karena cara penyimpanannya berbeda-beda.

Pola pengelompokan barang yang dilakukan rumah sakit saat ini, telah mengikuti cara

pengelompokan barang yang dilakukan oleh Marshall L. Fisher (1997) yaitu

pengelompokan barang didasarkan pada sifat dan waktu munculnya kebutuhan akan

barang tersebut (life time).

Marshall mendefinisikan bahwa barang-barang yang permintaan dan kebutuhannya

dapat diprediksi tergolong ke dalam barang fungsional. Barang yang permintaannya

dapat diprediksi ini sama dengan barang-barang yang digolongkan sebagai barang

tidak rutin di rumah sakit. Permintaan terhadap barang-barang tidak rutin dapat

diprediksi oleh rumah sakit. Sebagai contoh, rumah sakit dapat memperkirakan waktu

tempat tidur rumah sakit rusak dan jumlah yang dibutuhkan untuk mengadakan rawat

III-12

inap dengan memperkirakan kapasitas ruangan sehingga jumlah pembelian tempat

tidur dapat diprediksi.

Barang-barang rutin di rumah sakit dapat disetarakan dengan jenis barang inovatif

menurut Marshall L. Fisher (1997). Hal ini dikarenakan barang-barang tersebut

memiliki life time singkat, sifat barang mudah rusak, konsumsi tinggi, tapi tingkat

konsumsinya sangat sulit untuk diprediksi. Selain itu, barang-barang rutin ini tingkat

pembelian dalam kondisi just in time (kritis) sangat tinggi sehingga SCM responsif

sangat tepat dilakukan.

Sesuai dengan pemetaan yang dibuat Marshall L. Fisher (1997), maka strategi supply

chain management yang cocok untuk barang-barang tidak rutin (fungsional) adalah

strategi efisien supply chain, sedangkan untuk barang-barang rutin (inovatif) adalah

strategi responsif supply chain. Pemetaan dapat dilihat pada Gambar III-5.

Gambar III-5 Pemetaan Kelompok Barang terhadap Strategi

3.5 Studi Kasus Pembelian Barang RS Advent Bandung

Dari ketujuh proses umum dalam supply chain management, studi kasus perancangan

proses bisnis SCM ini dititikberatkan pada proses pembelian. Proses pembelian lebih

diutamakan karena pada sebagian besar rumah sakit masih kurang efektif dan efisien

serta belum didukung dengan teknologi informasi yang memadai dalam

pelaksanaannya.

Kegiatan pembelian ini akan didekomposisi untuk melihat pola dan tahapan-tahapan

yang ada didalamnya. Dekomposisi ini kemudian akan dimodelkan untuk melihat

III-13

detil proses mana yang optimal dan tidak optimal, serta proses-proses mana saja yang

dapat dikombinasi agar mempersingkat waktu pengerjaan. Setelah analisis optimalitas

dilakukan, analisis lebih lanjut dilakukan untuk melihat efektivitas dan efisiensi dari

proses pembelian saat ini dan adanya peluang teknologi informasi yang dapat

membantu proses bisnis ini dilakukan.

3.5.1 Dekomposisi Proses Pembelian

Pada umumnya rumah sakit membagi pembelian menjadi beberapa jenis proses

pembelian. Jenis pembelian ini dibedakan berdasarkan cara dan waktu pembelian. Di

RS Advent sendiri pembelian dibagi menjadi tiga berdasarkan cara pembeliannya,

yaitu:

1. Pembelian kontra bon

Pembelian ini mirip dengan sistem kredit tapi tidak berbunga. Pembayaran

dilakukan setelah barang diterima dengan tempo tertentu. Cara pembelian ini

digunakan untuk membeli barang-barang yang tergolong kelompok barang rutin

seperti obat-obatan, makanan, alat kesehatan, kertas, gas, dan sebagainya. Pada

pembelian ini rumah sakit menjalin kerja sama (kontrak) dengan pemasok atau

pedagang besar farmasi dalam jangka waktu tertentu. Alur proses pembelian

utama dapat dilihat pada Lampiran B Gambar B-1 hingga Gambar B-3.

Cara pembelian dengan kontra bon ini kemudian dipecah lagi berdasarkan waktu

dan jenis barang yang dibeli. Jenis-jenis pembeliannya adalah sebagai berikut:

a. Pembelian barang pada jam kerja

Pembelian ini merupakan pembelian barang yang terjadi pada jam kantor

rumah sakit. Proses pembelian diawali dengan adanya kebutuhan unit yang

tidak tersedia di gudang hingga proses penerimaan barang pesanan dan

pembayaran ke pemasok. Proses ini secara lebih detil dapat dilihat pada

Lampiran B Gambar B-4

b. Pembelian barang farmasi pada jam kerja sebelum jam tertentu

Terdapat cara pembelian yang lain khusus untuk obat. Perbedaan ini

terjadi karena pesanan obat sulit dilakukan melalui telepon. Nama obat

sangat rumit, detil, dan memiliki pengucapan yang sulit sehingga rawan

terjadi kesalahan pemesanan. Proses pembelian obat secara detil dapat

dilihat pada Lampiran B Gambar B-5

III-14

c. Pembelian barang just in time

Pembelian ini merupakan pembelian bersifat responsif. Dilakukan ketika

tidak ada stok di gudang di luar jam kerja rumah sakit. Proses detil

pembelian ini dapat dilihat pada Lampiran B Gambar B-6

2. Pembelian cash

Pembelian ini merupakan cara pembelian tunai yang dilakukan oleh petugas dari

rumah sakit sendiri tanpa melalui pemasok. Petugas melakukan pembelanjaan

langsung di pasar. Cara pembelian ini digunakan untuk pembelian barang-barang

rutin dengan kondisi harga dari pemasok lebih mahal daripada harga pasar. Urutan

kerja yang terjadi dalam proses pembelian ini dapat dilihat pada Gambar B-7

3. Pembelian tender

Pembelian yang dilakukan dengan cara publikasi kebutuhan rumah sakit kepada

pemasok, kemudian pemasok mengajukan penawaran harga dan layanan yang

diberikan. Selanjutnya, pihak rumah sakit akan memilih penawaran yang paling

sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Cara pembelian ini biasanya digunakan

untuk pembelian barang-barang tidak rutin, kapital, atau investasi. Urutan kerja

proses pembelian dengan cara ini dapat dilihat pada Gambar B-8.

3.5.2 Efisiensi dan Efektivitas Proses Pembelian

Ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi dan efektivitas suatu proses

salah satunya ialah indikator performansi (Performance Indicator). SCOR

Framework telah mendefinisikan indikator performansi untuk level 1. Indikator

tersebut dapat dilihat pada Tabel III-2.

Tabel III-2 Metrik Level 1 dari SCOR Framework

No Metrik level 1 Atribut Performansi Sisi Pelanggan Sisi Internal

Reliabilitas Respon Tangkas Biaya Aset 1. Pemenuhan order dengan

sempurna �

2. Waktu siklus pemenuhan order

3. Fleksibilitas level atas dari jaringan supply chain

4. Adaptifitas dari level atas jaringan supply chain

5. Adaptifitas dari level bawah jaringan supply chain

6. Manajemen biaya dalam SCM �

III-15

No Metrik level 1 Atribut Performansi Sisi Pelanggan Sisi Internal

Reliabilitas Respon Tangkas Biaya Aset 7. Biaya dari barang yang terjual � 8. Waktu siklus cash-to-cash � 9. Pengembalian aset fix � 10. Pengembalian aset kapital �

Pada tugas akhir ini, penulis tidak melibatkan analisis terkait dengan keuangan

sedangkan untuk adaptifitas tidak dapat diukur dengan menggunakan data

operasional. Adaptifitas diukur dengan mengamati perubahan kebutuhan dan

perkembangan bisnis rumah sakit, kemudian dinilai apakah proses bisnis SCM yang

dijalankan saat ini dapat tetap digunakan. Untuk itu, metrik dari SCOR yang akan

digunakan adalah metrik nomor 1 hingga 3 saja.

Data operasional untuk menilai ketiga metrik tersebut dapat dilihat dari ringkasan

hasil analisis data transaksi pembelian yaitu sebagai berikut:

1. Jumlah order dari unit, jumlah barang per order unit, dan jumlah barang yang

tidak tersedia atau hanya dipenuhi sebagian per order unit.

Penilaian metrik pertama yaitu pemenuhan order dengan sempurna dapat dilihat

dari ketiga data tersebut. Adapun statistik dari ketiga data operasional tersebut

dapat dilihat pada Lampiran C. Dari data dapat dilihat bahwa masih cukup banyak

barang permintaan unit yang tidak dapat terpenuhi atau terpenuhi tidak dengan

sempurna (sebagian). Maka, dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadi stock

out.

2. Waktu pengiriman barang dari pesanan

Dari informasi mengenai waktu pengiriman rata-rata tiap barang akan dapat

diketahui waktu siklus pemenuhan order. Waktu siklus ini dimulai dari

penerimaan pesanan dari gudang (pembuatan purchase requisition) dan diakhiri

ketika terjadi penerimaan barang oleh bagian gudang. Data statistik dari waktu

siklus tersebut dapat dilihat pada Lampiran C. Selain dari data waktu pengiriman

barang waktu siklus juga dapat dilihat dari pemetaan proses pembelian mulai dari

penerimaan order unit yang digambarkan dalam diagram ASME seperti pada

Tabel V-3 dan Tabel V-4.

III-16

Jika dilihat dari kedua informasi waktu siklus tersebut, tingkat responsivitas dari

sisi end-user masih rendah terutama untuk barang-barang cetak. Lamanya proses

pembuatan barang cetak ini seringkali menyebabkan pengulangan dan

penumpukan pekerjaan pencatatan.

3. Jumlah barang yang menjadi stock out akibat permintaan, jumlah barang yang

dipesan per hari, jumlah barang yang dikembalikan atau ditukar, dan jumlah

adjustment stock.

Level atas dari jaringan supply chain di rumah sakit yaitu bagian pembelian dan

pemasok. Jika dilihat dari informasi jumlah barang yang dibeli oleh rumah sakit

seperti pada Lampiran C, maka dapat dinilai bahwa kesalahan komunikasi atau

pemesanan berulang-ulang sangat mungkin terjadi.

Kasus just in time, penukaran, dan pengembalian barang masih banyak terjadi. Hal

ini dapat dilihat dari statistik pada Lampiran C. Berdasarkan pengamatan jarang

sekali terjadi penukaran atau pengembalian barang akibat kerusakan (cacat) atau

kelebihan pesanan. Pengembalian lebih banyak terjadi karena kesalahan

komunikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem yang digunakan oleh level

upstream supply chain rumah sakit saat ini tidak fleksibel dan responsif.

3.5.3 Persoalan-persoalan dalam Proses Pembelian

Berdasarkan pengamatan dan analisis terhadap proses pembelian, terdapat beberapa

persoalan yang cukup mendasar yang masih dapat diselesaikan dengan meningkatkan

performansi dari proses yang dijalankan. Persoalan-persoalan tersebut dapat dilihat

pada Tabel III-3.

III-17

Tabel III-3 Persoalan dalam

SCM

RS A

dvent Bandung

Pembelian

Persoalan Prospek Solusi

Tender

Publikasi kurang luas Penggunaan m

edia audio visual untuk publikasi. Baik m

elalui internet, koran,

televisi, radio, dan sebagainya

Cash

Daftar order dibuat pada saat penerim

aan

menim

bulkan antrian

Daftar order dibuat oleh bagian pem

belian sama seperti pem

esanan ke pemasok

Penggunaan

nota sebagai

pengganti

purchase order

Pembuatan

purchase order,

tidak ada

lagi pem

belian secara

cash, atau

pembelian tetap dengan cash tapi m

enggunakan pemasok

B

agian pembelian harus m

enulis di nota

daftar barang yang dibeli

Fitur di aplikasi komputer yang dapat m

erekomendasikan/m

engelompokan

barang-barang yang biasa dibeli secara cash.

Penundaan

input ke

sistem

pembelian

mengakibatkan kontrol stok kacau

Penerimaan

barang pem

belian cash

disamakan

dengan pem

asok. A

danya

purchase order yang telah dibuat sebelumnya.

Kontra bon

Terjadi

human

error, salah

melakukan

pemilihan barang

Pelatihan kemam

puan pegwai rum

ah sakit dalam m

enggunakan komputer

B

agian pem

belian harus

menyebutkan

pesanan barang satu per satu

Penggantian teknologi telepon dengan teknologi berbasis komputer yang dapat

menghubungkan rum

ah sakit dengan pemasok

K

esalahan pesanan

akibat perbedaan

penamaan barang antara pem

asok dengan

rumah sakit

Adanya sistem

terintegrasi antara rumah sakit dengan pem

asok

III-18

Pembelian

Persoalan Prospek Solusi

Proses

tanda tangan

yang m

elibatkan

banyak kepala divisi

Otorisasi online dan kontrol otom

atis terhadap rencana pembelian yang

disediakan dalam sistem

.

Sales harus datang dua kali ke rum

ah sakit

untuk pembelian obat

Perubahan cara

pembelian

secara online

agar m

empersingkat

waktu

dan

mengurangi kesalahan pesanan.

Penggunaan nota untuk penerim

aan barang

just in time

Otorisasi

bagian unit

untuk m

elakukan akses

ke sistem

pem

belian dan

mencetak bukti penerim

aan khusus.

Semua

Status barang

tidak ada

sehingga

mengakibatkan

terjadinya pem

esanan

ulang

Penyajian status barang apakah sudah dipesan, dalam pengirim

an, habis, dan

sebagainya.

Semua

Manajem

en libur pemasok

Penyajian informasi m

engenai waktu libur agar dapat m

erencanakan ulang

pembelian barang

Semua

Informasi

pengembalian

/ penukaran

barang terlambat diketahui pem

asok

Penyajian informasi adanya penukaran atau pengem

balian barang

3.5.4 Identifikasi Kebutuhan P

roses untuk Pelaku S

CM

Berdasarkan analisis dan pem

etaan dari proses bisnis pengadaan barang yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi pelaku, tugas, dan aktivitas

dalam proses pem

belian untuk setiap pelaku tersebut. Hasil identifikasi ini akan dijadikan dasar untuk m

enentukan aliran kerja yang tepat untuk

proses pengadaan barang. Hasil identifikasi dapat dilihat pada T

abel III-4 dan Tabel III-5.

III-19

Tabel III-4 Identifikasi Pelaku, Peran, dan Aktivitas

Pelaku Deskripsi Pelaku Tugas Aktivitas

Unit Bagian rumah sakit yang

memerlukan barang

Menyalurkan barang ke pasien

Melakukan permintaan barang sesuai kebutuhan

konsumen

Mengembalikan atau menukar barang jika terjadi

kesalahan pengiriman barang

Melakukan pemesanan ketika barang di gudang

habis ketika jam kerja kantor rumah sakit telah

habis

Membuat daftar permintaan pembelian barang

tertentu yang tidak ada di gudang

Permintaan barang unit

Pembuatan purchase order pada kasus

just in time

Gudang Bagian rumah sakit yang

mengatur konsumsi dan

penerimaan barang

Mengirim barang yang diperlukan pasien ke unit

rumah sakit

Menerima permintaan barang dari unit dan

menyiapkan barang

Mengontrol stok dan susunan penyimpanan barang

di gudang

Pemenuhan permintaan barang unit

Penerimaan barang

Pembuatan laporan transaksi penerimaan

barang

Pembuatan laporan status stok tiap

barang

Pembelian Bagian rumah sakit yang Membuat daftar pembelian barang, barang yang Pembuatan daftar pembelian berdasarkan

III-

20

Pe

laku

D

eskr

ipsi

Pel

aku

Tug

as

Akt

ivita

s

mel

akuk

an

pem

esan

an

bara

ng k

e ru

mah

sak

it

dibe

li m

erup

akan

ba

rang

de

ngan

st

ok

min

imal

atau

hab

is d

an b

aran

g ya

ng d

imin

ta k

husu

s un

tuk

dibe

li ol

eh u

nit

Mem

esan

ke

pem

asok

stat

us s

tok

bara

ng d

an p

erm

inta

an k

husu

s

dari

uni

t ter

mas

uk p

embe

lian

seca

ra c

ash.

Pene

rim

aan

pena

war

an b

aran

g

Pem

buat

an

peng

umum

an

pem

belia

n

bara

ng te

nder

Pem

buat

an la

pora

n tr

ansa

ksi p

embe

lian

Pena

mba

han

jeni

s ba

rang

dan

pem

asok

Kep

ala

divi

si S

CM

Ora

ng

yang

be

rtan

ggun

g

jaw

ab

terh

adap

se

luru

h

pros

es S

CM

rum

ah s

akit

term

asuk

juga

pem

belia

n

Mem

beri

kan

aute

ntif

ikas

i da

n ot

oris

asi

terh

adap

pros

es p

embe

lian

yang

terj

adi

Men

gont

rol p

rose

s pe

mbe

lian

yang

terj

adi

Men

etap

kan

kebi

jaka

n ya

ng

akan

di

tera

pkan

dala

m S

CM

Mem

ilih

dan

men

gada

kan

perj

anjia

n de

ngan

pem

asok

Peng

awas

an t

erha

dap

pem

belia

n be

rupa

peng

amat

an

tran

saks

i pe

mbe

lian

dari

lapo

ran

Peng

esah

an

kont

rak

kerj

a de

ngan

pem

asok

Acc

ount

ing

Ora

ng

yang

be

rtan

ggun

g

jaw

ab m

elak

ukan

kon

trol

terh

adap

keu

anga

n

Mem

beri

kan

aute

ntif

ikas

i da

n ot

oris

asi

terh

adap

pros

es p

emba

yara

n ya

ng te

rjad

i

Men

etap

kan

kebi

jaka

n ya

ng b

erhu

bung

an d

enga

n

pem

baya

ran

ke p

emas

ok

Peng

awas

an

terh

adap

ke

uang

an

rum

ah

saki

t da

n tra

nsak

si

pem

belia

n m

elal

ui

lapo

ran

tran

saks

i pem

belia

n

III-21

Pelaku Deskripsi Pelaku Tugas Aktivitas

Kasir Bagian keuangan yang

bertugas membayarkan

uang pembelian ke

pemasok

Membayar ke pemasok Pembayaran

Pemasok Pihak yang memenuhi

kebutuhan barang rumah

sakit

Memenuhi permintaan barang dari rumah sakit

Mengirimkan barang pesanan

Penerimaan pesanan barang

Penawaran barang

Pemberitahuan hari libur kerja pemasok

Pembuatan dan pencetakan faktur

Pencetakan purchase order

Penerimaan Staf yang bertugas untuk

melakukan penerimaan

dan pemeriksaan barang

dari pemasok

Memeriksa barang dari pemasok

Membuat bukti penerimaan barang dari pemasok

Pembuatan bukti penerimaan

III-

22

T

abel

III-

5 m

erup

akan

daf

tar u

nit d

an g

udan

g ya

ng a

da d

i rum

ah s

akit.

Tab

el II

I-5

Uni

t di R

umah

Sak

it

Pela

ku

Jeni

s-je

nis P

elak

u

Uni

t C

entr

al S

uppl

y, E

mer

genc

y, K

eper

awat

an,

Raw

at J

alan

, A

pote

k da

lam

, A

pote

k lu

ar,

Stro

ke u

nit,

Labo

rato

rium

,

Ope

ratin

g R

oom

, C

T-S

can

Lab

orat

oriu

m,

Dap

ur

basa

h,

Dap

ur

pers

iapa

n,

ICU

, T

erap

i, U

nit

ibu

dan

anak

,

Kes

ekre

taria

tan,

Gud

ang

alat

kes

ehat

an, C

lean

ing

dan

laun

dry,

Gud

ang

obat

, Gud

ang

mak

anan

, Gud

ang

umum

, Gud

ang

mai

nten

ance

, Gud

ang

trans

it, G

udan

g da

pur d

an s

ebag

ainy

a.

Gud

ang

Gud

ang

obat

, G

udan

g m

akan

an,

Gud

ang

umum

, Gud

ang

mai

nten

ance

, G

udan

g tr

ansi

t, da

n G

udan

g da

pur

(bas

ah d

an

keri

ng).

Setia

p un

it ya

ng a

da d

irum

ah s

akit

sepe

rti

yang

dis

ebut

kan

pada

Tab

el I

II-5

dip

erbo

lehk

an u

ntuk

mem

inta

bar

ang

tert

entu

dar

i gu

dang

unt

uk

dipe

rgun

akan

ole

h st

af u

nit

send

iri

kec

uali

guda

ng o

bat,

alat

kes

ehat

an,

dan

dapu

r ba

sah.

Hal

ini

dik

aren

akan

gud

ang

obat

, gu

dang

ala

t

kese

hata

n, d

an d

apur

ber

isik

an p

rodu

k ya

ng a

kan

diju

al k

epad

a pa

sien

mel

alui

pem

erik

saan

. C

onto

h ba

rang

yan

g da

pat

dipe

rgun

akan

pri

badi

staf

uni

t di a

ntar

anya

sab

un, s

endo

k, p

irin

g, a

ir m

inum

, dan

seb

agai

nya.