Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritis
1. Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar berpikir untuk dapat
mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari.
Pembelajaran berasal dari kata belajar. Belajar berarti proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang difikirkan dan dikerjakan serta memeganag peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia.6
”Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya
mencapai tujuan belajar atau yang bisa disebut hasil belajar, yaitu suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap”.7 Berdasarkan pendapat
tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kata lain dari
belajar yang berarti sebuah kegiatan untuk mencapai sebuah perubahan
perilaku.
”Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa, baik langsung seperti kegiatan tatap muka maupun
tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran”.8
6 Catharina Tri Anni. Psikologi Belajar (Semarang: Universitas Negeri Semarang Press, 2006), hal. 2
7 Abdurrahman. Pendidikan Bagi Anak Yang Berkesulitan Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 28
8 Rusman. Model-model Pembelajaran. (Bandung: Mulia Mandiri Press, 2010), hal. 134
12
”Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di sekolah yang sudah
dirancang menurut aktivitas dan kreativitas guru sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan secara aktif”.9 Berdasarkan pendapat tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru
dengan siswa sebagai implementasi kurikulum di sekolah.
”Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan
pada penyediaan sumber belajar”.10 Berdasarkan pendapat tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang
direncanakan yang terjadi di sekolah dimana dalam pembelajaran terdapat
interaksi yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya.
Tujuan pembelajaran dalam desain instruksional dirumuskan oleh guru
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yang juga merupakan
sasaran bagi siswa menurut pandangan dan rumusan guru.”Terdapat enam
tujuan pembelajaran yaitu: tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tidak lengkap,
tujuan sementara, tujuan intermediet dan tujuan insidental”. 11
Tujuan umum merupakan tujuan yang dicapai pada akhir proses
pembelajaran. Tujuan khusus yang merupakan pengkhususan tujuan umum
atas dasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, dan sebagainya. Tujuan tidak
lengkap yang merupakan tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia,
tujuan sementara yang merupakan tujuan yang ketika berhasil akan diganti
dengan tujuan lain. Tujuan intermediet yang merupakan tujuan perantara bagi
9 Ibid, h. 322-32310 Dimyati dan Mudjiono. Belajar Pembelajaran (Jakarta: Rhineka Cipta, 2009), hal. 29711 Wiji Suwarno. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hal. 34
13
tujuan lainnya. Tujuan insidental yang berupa tujuan yang sifatnya seketika
dan spontan dan dicapai pada saat-saat tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan proses dalam memanusiakan manusia melalui bimbingan dan
pelatihan, maupun yang berkaitan dengan perkembangan manusia mulai dari
perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan,
sosial, dan iman. Sehingga diharapkan bisa memacu manusia menjadi lebih
sempurna, meningkatkan kehidupannya menjadi berbudaya dan bermoral serta
mengembangkan berbagai pengetahuan. Pembelajaran sendiri bertujuan
memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa atau subjek belajar,
setelah menyelesaikan atau memperoleh pengalaman belajar.
2. Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil
belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya,
yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjukkan pada suatu
perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses. Sedangkan belajar
adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan
perilaku pada individu yang belajar. Dari pengertian dua kata tersebut maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa, ”hasil belajar merupakan perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam bersikap dan bertingkah laku”.12
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil dari suatu aktivitas belajar sehingga terjadi perubahan rsikap
dan tingkah laku.12 Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 44-45
14
”Hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam
mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan skor yang
diperoleh dari tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.13 Dimyati dan
Mudjiono mendefinisikan hasil belajar sebagai ”hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar”. 14 Berdasarkan pendapat tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Oleh
karena itu hasil belajar mempunyai hubungan erat dengan belajar. Hasil
belajar mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif.
Hasil belajar merupakan perubahan input secara fungsional yang
diakibatkan oleh suatu aktivitas atau proses mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil
belajar merupakan pencapaian bagi setiap orang yang belajar dengan
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan kegemaran
sehingga terbentuk suatu sikap yang termodifikasi dan berkembang secara
fungsional.
Hasil belajar terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual,
keterampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Hasil belajar juga
tergantung oleh beberapa faktor. Tidak semua faktor mempunyai pengaruh
yang sama besar, ada yang peranannya sangat penting, namun ada juga yang
13 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 22
14 Dimyati dan Mudjiono, Op.Cit, hal. 3-4
15
kecil pengaruhnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa agar belajar
dikatakan baik, faktor-faktor pendukung belajar perlu dikerahkan sebanyak
mungkin dan sejauh mungkin. Jika siswa yang belajar lebih aktif dalam proses
belajar, maka hasil belajarnya akan lebih baik daripada siswa pasif. ”Faktor
yang mempengaruhi hasil belajar terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal”.15
Faktor internal merupakan faktor-faktor yang terletak dalam diri siswa
diantaranya: Kurangnya kemampuan dasar yang merupakan wadah bagi
kemungkinan tercapainya hasil belajar. Kurangnya bakat khusus untuk situasi
belajar tertentu. Kurangnya motivasi atau faktor pendorong untuk belajar agar
anak tidak mengalami kesulitan belajar. Situasi pribadi yang dialami dalam
dirinya situasi kekecewaan (frustrasi), dalam kesedihan, dan sebagainya yang
dapat menimbulkan kesulitan belajar. Faktor-faktor bawaan (herediter) seperti
buta warna, kidal dan sebagainya.
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang terletak diluar diri
siswa itu sendiri (faktor eksternal) diantaranya: Faktor lingkungan sekolah
yang kurang memadai bagi situasi belajar anak, seperti cara mengajar, sikap
guru, kurikulum atau materi yang dipelajari, perlengkapan belajar yang kurang
tepat, situasi social di sekolah dan sebagainya. Situasi dalam keluarga yang
kurang mendukung untuk situasi belajar seperti kekacauan rumah tangga
(broken home), kurang perhatian orang tua, kurangnya perlengkapan belajar,
kurangnya kemampuan orang tua dalam hal pembiayaan. Situasi lingkungan
15 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 5
16
social yang mengganggu keadaan anak, seperti pengaruh negatif dari
pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, gangguan kebudayaan
(film, bacaan-bacaan), dan sebagainya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu biasanya berasal dari dalam atau
dari luar (internal atau eksternal). Dari dalam diri siswa sendiri faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah: faktor fisiologi (kondisi
fisiologis atau fisik, kondisi panca indera), psikologis (minat, bakat, motivasi,
dan kemampuan kognitif). Sedangkan faktor dari luar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (alami dan sosial budaya) dan faktor instumental, kurikulum,
program, sarana dan fasilitas). Oleh karena itu kemampuan guru dalam
memlilih dan menggunakan model atau strategi pembelajaran sangat penting
demi meningkatkan hasil belajar siswa.
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh seseorang setelah
mengikuti proses belajar. Dalam kaitannya dengan hasil belajar, ”terdapat lima
kemampuan yang dapat diperoleh seseorang sebagai hasil belajar yaitu:
informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan
motorik dan sikap”.16
Informasi verbal merupakan kemampuan mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Keterampilan
intelektual merupakan kemampuan aktivitas kognitif bersifat khas. Strategi
kognitif merupakan kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitif sendiri. Keterampilan motorik merupakan kemampuan melakukan 16 Nana Sudjana, Op.cit, hal. 22
17
serangkaian gerak jasmani. Sikap merupakan kemampuan menerima atau
menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap
merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Terdapat tiga macam hasil belajar yaitu ”keterampilan dan kebiasaan,
pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita”.17 Masing-masing hasil
belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditentukan dalam kurikulum.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan hasil belajar dari Bloom.
”Secara garis besar, Bloom membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, afektif dan psikomotor”.18
Ranah kognitif. Hasil belajar ranah kognitif dibagi menjadi beberapa
tingkatan. Tingkat hasil belajar kognitif dimulai dari yang paling rendah dan
sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu
evaluasi. Semakin tinggi tingkatnya maka semakin kompleks.
Ranah afektif. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari
lima aspek yaitu: Penerimaan adalah kesediaan menerima rangsangan dengan
memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang. Partisipasi adalah
kesediaan memberikan respons. Penilaian adalah kesediaan untuk menentukan
pilihan sebuah nilai dari rangsangan. Organisasi adalah kesediaan
mengorganisasi nilai-nilai yang dipilih untuk menjadi pedoman dalam
berperilaku. Karakterisasi adalah menjadikan nilai yang diorganisasi untuk
dijadikan bagian dari pribadi dalam berperilaku.
17 ? Ibid18 Purwanto, Op.cit, hal. 50
18
Ranah psikomotor. Hasil belajar pada ranah psikomotor berkaitan
dengan keterampilan dan kemampuan bertindak, yaitu peniruan (meniru
gerak), penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), ketepatan
(melakukan gerak dengan benar), perangkaian (melakukan beberapa gerakan
sekaligus dengan benar), naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara
ketiga ranah tersebut ranah kognitif yang paling banyak dinilai oleh guru di
sekolah, karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran dan dapat diukur melalui tes hasil belajar. Hasil belajar yang
mencakup ranah afektif dan psikomotor, salah satunya dapat diukur melalui
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
Hasil belajar siswa yang diperoleh secara menyeluruh, yaitu mencakup
ranah kognitif, pengetahuan, wawasan, ranah afektif yang berkaitan dengan
sikap siswa, dan ranah psikomotor atau keterampilan yang dicapai siswa
melalui proses pembelajaran akan menunjukkan kepuasan dan kebanggan
yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Motivasi
intrinsik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri
siswa itu sendiri. Hasil belajar yang baik dapat mendorong siswa untuk
meningkatkan dan mempertahankan yang telah dicapainya.
Selain itu hasil belajar juga dapat menambah keyakinan terhadap
kemampuan dirinya, artinya siswa tahu akan kemampuan dirinya dan percaya
bahwa siswa mempunyai potensi yang tidak kalah dengan orang lain apabila
19
siswa berusaha sebagaimana mestinya. Hasil belajar yang dicapai bermakna
bagi dirinya seperti akan tahan lama diingat membentuk perilakunya,
bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk
memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang
biasanya diukur dengan nilai tes diberikan oleh guru dalam penguasaan materi
pelajaran tertentu diperoleh dari hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk
skor setelah mengikuti kegiatan belajar. Hasil belajar merupakan tolak ukur
berhasil atau tidaknya seorang subyek didik dalam menyelesaikan program
belajar yang dibebankan kepada siswa, sehingga terlihat adanya perubahan
tingkah laku secara keseluruhan. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh
berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu
sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar secara menyeluruh, yaitu mencakup
ranah kognitif yang merupakan pengetahuan serta wawasan siswa, ranah
afektif atau sikap, serta ranah psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan
dan kemampuan bertindak siswa. Jadi secara umum, hasil belajar berarti suatu
hasil yang dicapai dengan perubahan tingkah laku yaitu melalui proses
membandingkan pengalaman masa lampau dengan apa yang sedang diminati
oleh siswa dalam bentuk angka yang bersangkutan hasil evaluasi dari berbagai
aspek pendidikan yang biasanya diberikan dalam bentuk laporan.
3. Hakikat Metode Jigsaw
20
Metode jigsaw merupakan satu jenis pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab
atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw sangat membantu
memotivasi siswa untuk menerima tanggung jawab mempelajari sesuatu
dengan cukup baik untuk diajarkan kepada teman teman mereka. Dengan
demikian, siswa saling tergantung dengan yang lain dan harus bekerjasama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Metode jigsaw dikembangkan oleh Aronson, Louissel dan Descamp.
Jigsaw merupakan sebuah strategi pembelajaran yang dirancang agar siswa
mempelajari informasi-informasi divergen dan tingkat tinggi melalui kerja
kelompok. Pembelajaran dirumuskan sebagai organisasi belajar maka “guru
pada hakikatnya adalah merupakan seorang organisator, tugas organisator
adalah memungkinkan kelompok dan individu-individu di dalamnya untuk
berfungsi bersama”.19 Dari pendapat tersebut penulis menarik kesimpulan
bahwa dalam metode jigsaw peran guru hanyalah sebagai organisator dimana
guru hanya menjadi penyedia kegiatan yang melibatkan interaksi siswa dalam
kelas.
Metode jigsaw terbagi menjadi tiga ketegori yaitu jigsaw I, jigsaw II,
dan jigsaw III. Pertama kali Jigsaw I dikembangkan oleh Aronson, dimana
“siswa ditempatkan dalam kelompok kelompok kecil yang terdiri dari lima
anggota”.20 Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik
19 J. Mursel, Mengajar dengan Sukses, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) hal. 920 Miftahul Huda. Cooperative Learning. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011) , hal. 120
21
dari materi pelajaran saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap
kelompok, masing masing anggota harus mempelajari bagian bagian yang
berbeda dari informasi tersebut. Setelah mempelajari informasi tersebut dalam
kelompoknya masing masing, setiap anggota yang mempelajari bagian bagian
ini berkumpul dengan anggota anggota kelompok dari kelompok kelompok
yang lain.
Jigsaw II diadopsi dan dimodifikasi kembali oleh Slavin. Dalam model
ini, setiap kelompok berkompetisi untuk mendapatkan penghargaan kelompok
(group reward). Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu
masing masing anggota. “Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan
jika masing masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa
saat ditugaskan mengerjakan kuis”.21
Jigsaw III dikembangkan oleh Kagan. Dari Jigsaw III ini tidak ada
perbedaan yang menonjol antara jigsaw I, jigsaw II, dan jigsaw III dalam tata
laksana dan prosedurnya masing masing. Hanya saja, dalam jigsaw III, Kagan
lebih memfokuskan pada penerapannya di kelas kelas bilingual. Sehingga
berbeda dengan dua model jigsaw sebelumnya yang dapat diterapkan untuk
semua materi pelajaran, “model jigsaw III khusus diterapkan untuk kelas
bilingual yang pada umumnya menggunakan bahasa Inggris untuk materi,
bahan, lembar kerja, dan kuis”.22 Dari pendapat tersebut penulis menarik
kesimpulan bahwa meskipun metode jigsaw terdiri dari tiga kategori, namun
intinya dalam pembelajaran jigsaw siswa dikumpulkan dalam kelompok yang
21 Ibid, hal. 11822 Ibid, hal. 122
22
mana dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang mempunyai latar
akademis yang berbeda.
Tujuan dari metode jigsaw adalah “untuk mengembangkan kerja tim,
keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam
yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba mempelajari materi
secara individual”.23 Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar
mengajar semakin berkurang. Guru berperan sebagai fasilitator yang
mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta
menumbuhkan rasa tanggung jawab sehingga siswa akan merasa senang
berdiskusi tentang matematika dalam kelompoknya.
Siswa dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga dengan
gurunya sebagai pembimbing. Dalam metode pembelajaran biasa atau
tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya didalam
metode jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan, ia tidak lagi
menjadi pusat kegiatan kelas. Selain itu, siswa bekerjasama dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan untuk meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode jigsaw merupakan
suatu ketrampilan belajar yang diharapkan mampu meningkatkan ketrampilan
kooperatif. Dan dalam teknik mengajar jigsaw guru memperhatikan skema
23 Khoirul Anam, Implementasi Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Fild Study. (Buletin Pelangi Pendidikan, Vol. 3. No.2 A)
23
atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa dalam
mengaktifkan skema ini agar bahan ajar lebih bermakna.
Pada metode jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli.
Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan
kemampuan, asal, dan latar belakang yang beragam. Kelompok asal
merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa
yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk
mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal. Adapun langkah langkah model pembelajaran jigsaw
menurut Lie terdiri dari “tahap pembagian kelompok, tahap diskusi, tahap
presentasi dan tahap evaluasi”. 24
Pada tahap pembagian kelompok, siswa dikelompokkan ke dalam
kelompok asal dimana tiap orang diberi materi yang berbeda. Pada tahap
diskusi anggota bertemu dengan kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan materi mereka. Pada tahap presentasi, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajarkan teman satu kelompok mereka tiap
dan tiap kelompok ahli mempresentasikan hasil diskusi. Pada tahap evaluasi
guru memberikan penilaian terhadap hasil presentasi tiap kelompok.
Adapun fase fase dalam pembelajaran dengan menggunakan metode
jigsaw adalah pendahuluan, pembentukan kelompok ahli, pelaporan dan
penajaman, integrasi dan evaluasi.25
24 Anita Lie. Cooperative Learning (Jakarta: Grasindo, 1994), hal. 3425 Ibid, hal. 16-18
24
Pendahuluan. Pada fase ini guru membagi siswa kedalam kelompok
kelompok yang dinamakan kelompok asal dan memberikan materi dengan
topik tertentu. Kemudian setiap siswa diberi tugas untuk menguasai dan
memahami bagian tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Pembentukan kelompok ahli. Anggota dari kelompok ahli ini berasal
dari anggota kelompok asal dan bertugas mendiskusikan materi. Dalam
mendiskusikan materi masing-masing anggota harus berani mengutarakan
idenya sebagai bentuk klarifikasi dari materi yang telah dikuasainya.
Pelaporan dan penajaman. Para siswa kembali kepada kelompoknya
semula. Dalam kelompoknya ini dia melaporkan hasil penguasaan materi dari
masing masing anggota kelompok ahli dan meminta rekan rekan lainnya untuk
menanyakan atau meminta penjelasan tentang materi yang telah berhasil
dikuasainya.
Integrasi dan Evaluasi. Dalam fase ini guru menyusun tugas atau tes
yang diberikan kepada setiap kelompok dengan fokus utama mengingatkan
mereka pada materi yang telah dikuasai secara kelompok.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fase fase dalam
pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw adalah pendahuluan,
pembentukan kelompok baik kelompok asal maupun kelompok ahli, pelaporan
hasil penguasaan materi dam evaluasi.
“Permasalahan utama dalam penerapan metode jigsaw di kelas adalah
kecenderungan dominasi siswa yang aktif”.26 Artinya siswa yang aktif akan
lebih mendominasi diskusi dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. 26 Miftahul Huda, Cooperative Learning. Op.Cit, hal. 99
25
Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfikir rendah
akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli.
Bila dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional, metode
jigsaw memiliki kelebihan utma yaitu “dapat meningkatkan sikap kerja sama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang disampaikan”.27 Hal ini akan
mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena pemerataan
penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu
metode pembelajaran ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain.
4. Hakikat Metode Ekspositori
Salah satu metode pembelajaran yang paling sering digunakan dalam
pembelajaran adalah metode ekspositori. Metode ekspositori dianggap sebagai
salah satu metode mengajar yang paling mudah dilaksanakan. Dalam penerpan
metode ekspositori guru hanya menyajikan materi di depan kelas dan
memperhatikan penjelasan guru kemudian membuat catatan untuk materi yang
dianggap penting.
Metode ekspositori sendiri merupakan ”strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi
pelajaran secara optimal”.28 Peran siswa dalam strategi adalah menyimak
untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Metode ekspositori
27 Ibid, hal. 10128 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta:
Kencana, 2007), hal. 179
26
identik dengan pembelajaran konvensional yang masih dipakai sampai saat
ini.
Metode ekspositori dikenal dengan istilah strategi pembelajaran
langsung. Hudoyo mengatakan bahwa ekspositori adalah ”suatu cara untuk
menyampaikan gagasan atau ide dalam memberikan info dengan lisan atau
tulisan”.29 Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
metode ekspositori hampir sama dengan metode ceramah yaitu menyampaikan
pembelajaran secara lisan atau tulisan.
Selanjutnya Dimyati dan Mujiono menyatakan bahwa “metode
ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, keterangan dan nilai kepada
siswa”.30 Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
metode ekspositori merupakan salah satu strategi pembelajaran dimana guru
hanya memindahkan pengetahuan kepada siswanya.
Metode ekspositori adalah ”metode mengajar dengan cara
menyampaikan ide atau gagasan dengan lisanatau tulisan”.31 Cara memberikan
suatu informasi kepada peserta didik sebelumnya telah diolah tuntas oleh guru.
Dalam proses pembelajaran, komunikasi hanya berpusat pada guru, siswa
hanya sekali-sekali dapat bertanya. Metode ekspositori pada umumnya sama
dengan metode ceramah bila ditinjau dari cara memberikan informasi dan
pembelajarannya yang berpusat pada guru. Namun yang membedakan antara
keduanya adalah dengan melihat dominasi guru.
29 Herman Hudoyo. Teori Dasar Belajar Mengajar. (Jakarta: Depdikbud, 1979), hal. 13330 Dimyati dan Mudjiono. Op.Cit, hal. 17231 Ruseffendi. Pendidikan Matematika 3. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Pembinaan Tenaga Kependidikan Tinggi, 1989), hal. 289
27
Soemantri mengatakan bahwa”dalam metode ekspositori dominasi
guru banyak dikurangi dimana guru tidak terus bicara, informasi diberikan
pada saat atau bagian-bagian yang diperlukan, seperti awal pelajaran
menjelaskan konsep dan prinsip baru pada saat memberikan contoh kasus di
lapangan”.32 Jadi, pada metode ekspositori dominasi guru banyak dikurangi.
Guru tidak terus berbicara, tetapi guru memberikan informasi pada saat atau
pada bagian-bagian yang diperlukan. Misalnya pada permulaan pengajaran,
menerangkan materi, waktu memberikan contoh-contoh soal, dan sebagainya.
Karena itu dilihat dari dominasi guru dalam kegiatan pembelajaran metode
ceramah lebih terpusat kepada guru dibanding metode ekspositori.
Menurut Ausebel dalam Russefendi, ”metode ekspositori yang baik
adalah cara mengajar yang efektif dan efesien dalam menanamkan konsep
belajar bermakna”.33 Jadi bila metode ekspositori dipergunakan sebagaimana
mestinya, dan sesuai dengan situasi dan kondisinya maka akan menjadi
metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa bila metode ini
dipergunakan untuk semua topik, semua kelas dan kondisi dan situasi apapun,
akan menjadi metode terbaik.
Karakteristik yang membedakan metode ekspositori dengan metode
yang lain adalah bahwa pada metodee ekspositori guru lebih dominan, yaitu
guru mengontrol alur pembelajaran dalam memberikan informasi/materi.
Adapun langkah-langkah pembelajaran metode ekspositori ada 5 yaitu,
32 Mulyani Soemantri, Strategi belajar Mengajar (Bandung: CV Maulana, 2001), hal. 4533 Ruseffendi, Pendidikan Matematika 3. Op.Cit, hal. 290
28
”persiapan, penyajian, korelasi, penyimpulan dan penerapan”.34 Berikut
penjelasan mengenai langkah-langkah tersebut.
a) Persiapan
Langkah ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk
menerima pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan
persiapan adalah mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif,
membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, merangsang dan
menggugah rasa ingin tahu siswa, dan menciptakan suasana dan iklim
pembelajaran yang terbuka.
b) Penyajian
Langkah ini merupakan penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan agar materi pelajaran mudah
dipahami sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Beberapa hal perlu
diperhatikan dalam langkah ini, diantaranya penggunaan bahasa yang
komunikatif dan mudah dipahami, intonasi suara untuk menjaga perhatian
siswa.
c) Korelasi
Langkah ini menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman
siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat
menangkap keterkaitannya dalam struktur-struktur pengetahuan yang telah
dimilkinya.
d) Penyimpulan
34 Wina Sanjaya. Op.Cit, hal. 185
29
Penyimpulan dalam tahap untuk memahami inti dari materi
pelajaran yang telah disampaikan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya mengulang kembali inti materi yang menjadi pokok
masalah, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi
yang telah disampaikan.
e) Penerapan
Penerapan adalah langkah untuk mengetahui kemampuan siswa
setelah mendapat penjelasan guru. Guru dapat mengumpulkan informasi
tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.
Metode pembelajaran ekspositori merupakan metode pembelajaran
yang banyak dan sering digunakan. Hal ini disebabkan metode ini memiliki
beberapa keunggulan. Adapun keunggulan utama metode ekspositori adalah
”dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa
cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas”. 35 Hal
ini akan membantu guru untuk mengetahui sampai sejauh mana siswa
menguasai bahan pelajaran yang disampaikan dengan waktu yang terbatas
pada bahasan yang luas.
Di samping memiliki kelebihan, metode ekspositori juga memiliki
kelemahan. Adapun kelemahan utama metode ekspositori adalah ”tidak
mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan
kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya
35 Farmady Lutfi, Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Ekspositori, diakses dari http://farmady4four.blogspot.com/2013/02/metode-pembelajaran-ekspositori.html. (Minggu 27 Juni 2015, Jam 13:45)
30
belajar”.36 Hal ini akan mengakibatkan metode ekspositori hanya mungkin
dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan
menyimak secara baik dan keberhasilan metode ekspositori sangat tergantung
kepada apa yang dimiliki guru, seperti pengetahuan, rasa percaya diri,
semangat, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan mengelola kelas.
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
metode ekspositori merupakan metode pembelajaran yang digunakan dengan
memberikan keterangan lebih dahulu, definisi, prinsip dan konsep materi
pembelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan masalah dalam bentuk
ceramah, demonstrasi, penugasan dan tanya jawab sedangkan siswa mengikuti
pola yang ditetapkan oleh guru secara cermat. Penggunaan metode ekspositori
merupakan metode pembelajaran mengarah kepada tersampaikannya isi
pelajaran kepada siswa secara langsung.
5. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945. Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang
sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral
Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir
pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan.36 Ibid
31
Secara teoritis, Pendidikan Kewarganegaraan ”merupakan seleksi dan
adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, dan
kegiatan dasar manusia yang disajikan secara psikologis untuk mencapai salah
satu tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial”.37 Berdasarkan pendapat tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah
satu cabang Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan Negara serta pendidikan bela Negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara.38
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan cabang ilmu yang bertujuan untuk
membekali pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan
antara warga negara dengan negara dan bela negara kepada siswa agar
menjadi generasi yang dapat diandalkan.
Hal tersebut juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Djahiri yang
menjelaskan lebih lanjut tentang makna Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
berikut:
PPKN sebagai bagian pendidikan ilmu kewarganegaraaan atau PKn di manapun dan kapanpun sama atau mirip, yakni program dan rekayasa pendidkan untuk membina dan membelajarkan anak menjadi warga negara yag baik, iman, dan taqwa kepada Tuhan yang maha Esa, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat atau mantap, sadar serta mampu membina serta melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat, dan bangsa negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law), demokratis, dan partisipatif, aktif-kreatif-positif dalam kebinekaan kehidupan bermasyarakat bangsa madani yang menjungjung tinggi hak
37 M. N Somantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS (Bandung: Rosda Karya, 2001), hal. 159
38 Ibid, hal. 154
32
azasi manusia serta kehidupan yang terbuka, mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati diri masyarakat bangsa dan negaranya.39
Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan untuk membina
siswa menjadi warga negara yang berwawasan internasional tanpa melupakan
jati diri sebagai warga negara Indonesia.
Menurut UUN. 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa ”Pendidikan
Kewarganegaraan ditujukan untuk membekali siswa pengetahuan dan
kemampuan dasar bela negara agar menjadi warga Negara yang diandalkan
oleh bangsa dan Negara”.40 Sementara dalam kurikulum 2004 disebutkan
bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan diri untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai pancasila dan UUD 1945”.41
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan ditujukan untuk membentuk pribadi yang sadar akan
tugasnya terhadap warga negara sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
Adapun, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan secara terperinci adalah
sebagai berikut:
Secara umum, tujuan PKn adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Secara khusus, tujuan PKn untuk
39 Ahmad Kosasih Djahiri. Dasar-dasar Umum Pengajaran Nilai Nilai Moral P.V.C.T (IKIP: Bandung, 2002), hal. 91
40 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Op. Cit, hal. 1241 Tim Penyusun Depdiknas, Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif (Jakarta: Depdiknas,
2003), hal. 7
33
membina moral yang memancarkan iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat ataupun kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.42
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor
22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dam
menengah adalah sebagai berikut:
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah: Befikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif dan betangungjawab serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis unutk membentuk diri berdasarkan karaktet-karakter masyarakat agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknolgi dan komunikasi.43
Sejalan dengan isi petikan peraturan permendiknas diatas, penulis
menyimpulkan bahwa tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk mendidik siswa agar bertanggung jawab, mampu memecahkan masalah,
memecahkan konflik dengan damai dan demokratis.
B. Penelitian Yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berbagai penelusuran terhadap
penelitian terdahulu dilakukan oleh peneliti, untuk mencari penelitian yang
relevan dengan penelitian ini. Berdasarkan penelusuran peneliti, ada beberapa
penelitian yang yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya:
42 Ahmad Kosasih Djahiri, Op.Cit, hal. 1043 Depdiknas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal Republik Indonesia Nomor: 22 Tahun
2006, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Jakarta: Depdiknas, 2006)
34
Penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Rosyad (2014) dengan judul
”Perbandingan Hasil Belajar Siswa Yang Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT Dengan Tipe Jigsaw Di SMKN 1 Jetis Mojokerto”.
Skripsi Universitas Negeri Surabaya.
Penelitian tersebut bertujuan membedakan hasil kerja siswa antara
pembelajaran kooperatif Jigsaw dan NHT untuk menjawab permasalahan
kondisi proses pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah dan
demonstrasi. Penelitian tersebut merupakan penelitian Quasi Experimental
Design dengan menggunakan desain posttest equivalent group.
Dari hasil tes hasil belajar (postest) penerapan metode pembelajaran
kooperatif Jigsaw lebih baik dari pada metode pembelajaran kooperatif NHT
dengan rata-rata nilai siswa 77,19 untuk kelas yang diberi metode
pembelajaran Jigsaw dan nilai rata-rata 68,22 untuk kelas yang diberi metode
pembelajaran NHT. Analisis uji hipotesis mendapatkan nilai Thitung= 4,431 >
Ttabel= 1,67 (α=0,05), sehingga prioritas H1 diterima dan Ho ditolak, hal ini
berarti hasil belajar siswa yang menggunakan metode kooperatif Jigsaw
berbeda signifikan dengan hasil belajar siswa yang menggunakan metode
kooperatif NHT.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Sulasni (2008) dengan judul
“Perbedaan Prestasi Belajar Antara Pembelajaran Metode Jigsaw Dan
Metode Tanya Jawab Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri I Bogorejo Blora Tahun Ajaran 2007/2008”. Skripsi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
35
Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi
belajar antara pembelajaran dengan metode Jigsaw dan metode Tanya Jawab
kelas VIII SMP Negeri I Bogorejo Blora Tahun ajaran 2007/2008. Populasi
dalam penelitian tersebut adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 230
siswa. Dalam penelitian tersebut, peneliti mengambil dua kelas sebagai sampel
dari empat kelas tersebut yaitu kelas VIII B untuk metode Jigsaw dan kelas
VIII D untuk metode Tanya Jawab. Tehnik analisis data yang digunakan
adalah analisis statistic ttest.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung 10,285, nilai ini
dikoreksikan dengan ttabel db (30-1 = 29) diperoleh 2,042, nilai thitung lebih besar
dari ttabel (10,285 > 2,042) maka dapat disimpulkan ada perbedaan prestasi
belajar antara metode Jigsaw dengan metode Tanya Jawab pada mata
pelajaran ekonomi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bogareja Kabupaten Blora
Tahun Ajaran 2007/2008.
C. Kerangka Berpikir
Hasil belajar merupakan penguasaan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang biasanya diukur dengan nilai tes
diberikan oleh guru dalam penguasaan materi pelajaran tertentu diperoleh dari
hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah mengikuti kegiatan
belajar. Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik yang disebut faktor internal
yang terdiri dari kondisi fsikologis serta kondisi fsiologis siswa serta faktor
36
yang berasal dari luar diri peserta didik atau faktor eksternal yang terdiri dari
lingkungan sosial termasuk didalamnya lingkunagn sekolah yang terdiri dari
guru serta teman, lingkungan non sosial yang berupa sarana dan prasarana
pendukung pembelajaran dan faktor pendekatan belajar.
Metode jigsaw merupakan satu jenis pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab
atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian
tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Adapun langkah-langkah
metode jigsaw adalah sebagai berikut: siswa dikelompokkan ke dalam 4 – 6
anggota (kelompok asal), tiap orang dalam kelompok asal diberi materi yang
berbeda, tiap orang dalam kelompok asal diberi bagian materi yang
ditugaskan, anggota dari kelompok yang berbeda yang telah mempelajari
bagian atau sub bab yang sama bertemu dengan kelompok baru (kelompok
ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka, setelah selesai diskusi kelompok
ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajarkan
teman satu kelompok mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap
anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh, tiap kelompok ahli
mempresentasikan hasil diskusi dan guru memberikan evaluasi.
Metode ekspositori adalah suatu cara untuk menyampaikan gagasan
atau ide dengan memberikan keterangan lebih dahulu, definisi, prinsip dan
konsep materi pembelajaran dengan tujuan untuk memindahkan pengetahuan,
keterangan dan nilai kepada siswa. Adapun langkah pelaksanaan metode
ekspositori adalah guru menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang
37
terbuka, guru mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif., guru
membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, guru merangsang dan
menggugah rasa ingin tahu siswa, guru menyampaikan materi pelajaran yang
telah dipersiapkan, guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman
siswa sehari-hari, guru menyimpulkan materi pelajaran yang telah diajarkan
dan mencatat kemimpulan materi tersebut, guru memberikan penilaian, guru
bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang telah diajarkan dan guru
memberikan tugas.
Berdasarkan uraian diatas, dua metode pembelajaran tersebut akan
diterapkan pada dua kelas yaitu kelas eksperimen dengan menggunakan
metode jigsaw dan kelas kontrol dengan menggunakan metode ekspositori,
dimana nantinya hasil belajar kedua metode pembelajaran akan dibandingkan
untuk mengetahui metode manakah diantaranya yang menghasilkan hasil
belajar lebih tinggi.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah
“diduga hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa dengan Metode
Jigsaw lebih tinggi daripada hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa
dengan Metode Ekspositori di SMP Negeri 11 Kota Tangerang Selatan”.