23
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI, NARAPIDANA, DAN PEMBEBASAN BERSYARAT 2.1. Tindak Pidana Korupsi 2.1.1. Tindak Pidana Di dalam keseharian dan di masyarakat, sering mendengar mengenai berbagai macam tindak pidana. Akan tetapi, tanpa disadari sebagai manusia kita belum mengerti arti dari istilah “tindak pidana” itu sendiri serta apa saja unsur – unsur dari tindak pidana. Untuk itu, sebelum memasuki pokok bahasan mengenai pengertian tindak pidana korupsi, perlu pemahaman mengenai istilah “tindak pidana” dan terdiri dari apa sajakah unsur – unsur dari suatu tindak pidana. Dalam bahasa Belanda, tindak pidana disebut dengan strafbaarfeit atau yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam strafwetboek adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana dan pelaku tersebut dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana. 1 Di Indonesia, tindak pidana disebut juga dengan “delik”. Kata “delik” berasal dari bahasa latin, yakni 1 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h. 59. 20

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

20

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI,

NARAPIDANA, DAN PEMBEBASAN BERSYARAT

2.1. Tindak Pidana Korupsi

2.1.1. Tindak Pidana

Di dalam keseharian dan di masyarakat, sering mendengar mengenai

berbagai macam tindak pidana. Akan tetapi, tanpa disadari sebagai manusia kita

belum mengerti arti dari istilah “tindak pidana” itu sendiri serta apa saja unsur –

unsur dari tindak pidana. Untuk itu, sebelum memasuki pokok bahasan mengenai

pengertian tindak pidana korupsi, perlu pemahaman mengenai istilah “tindak

pidana” dan terdiri dari apa sajakah unsur – unsur dari suatu tindak pidana.

Dalam bahasa Belanda, tindak pidana disebut dengan strafbaarfeit atau

yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam strafwetboek adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana dan pelaku tersebut

dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak pidana.1 Di Indonesia, tindak pidana

disebut juga dengan “delik”. Kata “delik” berasal dari bahasa latin, yakni

1 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h. 59.

20

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

21

delictum, sedangkan dalam bahasa Jerman dikenal dengan delict, dan dalam

bahasa Perancis disebut dengan delit.2

Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana berarti menandakan orang

tersebut telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang merupakan sifat dari

tindak pidana. Berbuat tindak pidana tanpa melanggar hukum adalah tidak

mungkin karena tindak pidana selalu identik dengan pelanggaran hukum serta

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Ada

pepatah yang mengatakan “ dimana ada gula disitu ada semut,” jika diidentikan

dengan tindak pidana maka menjadi “dimana ada tindak pidana disitu pasti ada

pelanggaran hukum.” Tindak pidana adalah perilaku yang pada waktu tertentu

dalam konteks suatu budaya dianggap tidak dapat ditolerir dan harus diperbaiki

dengan mendayagunakan sarana – sarana yang disediakan oleh hukum pidana.3

Tindak pidana juga diartikan sebagai tindakan yang melanggar berbagai

kepentingan yang dilindungi oleh hukum, dan kepentingan tersebut terdiri dari

tiga jenis, yaitu kepentingan individu – individu, kepentingan masyarakat, dan

kepentingan Negara.4 Selain itu, tindak pidana diistilahkan sebagai “peristiwa

pidana” karena yang ditinjau adalah peristiwa (feit) dari sudut hukum pidana.5

2

Leden Marpaung, 2008, Asas – Teori – Praktik Hukum Pidana, Cet. IV, Sinar Grafika,

Jakarta, h. 7.

3 Jan Remmelink, 2003, Komentar atas Pasal – Pasal Terpenting dari Kitab Undang –

Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 61.

4 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Tindak – Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika

Aditama, Bandung, h. 16.

5 Leden Marpaung, loc.cit.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

22

Terkait dengan hal tersebut, walaupun para ahli hukum mempunyai

pendapat yang berbeda – beda mengenai tindak pidana, tetapi dari seluruh

pendapat mereka intinya hanyalah satu, yakni tindak pidana adalah suatu

perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh subjek tindak pidana dan oleh

karena perbuatan tersebut maka subjek tindak pidana harus dijatuhi pidana

sebagai ganjaran dari tindak pidana yang dilakukan. Mengetahui apa arti dari

istilah “tindak pidana” saja tidaklah cukup. Kita juga harus mencari tahu “unsur –

unsur tindak pidana”, oleh karena di setiap tindak pidana pasti ada unsur – unsur

tindak pidana. Unsur – unsur tindak pidana itulah yang akan membuktikan subjek

dari tindak pidana tersebut bersalah dan terbukti melakukan suatu tindak pidana

ataukah tidak. Sesuai dengan hal tersebut diperlukan pengetahuan tentang unsur –

unsur tindak pidana yang terdiri dari :

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan);

b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan;

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;

d. Unsur melawan hukum yang objektif; dan

e. Unsur melawan hukum yang subjektif.6

Selanjutnya, ada yang menyebutkan terdapat tiga unsur dalam suatu delik/ tindak

pidana, yakni :

a. Unsur melawan hukum;

b. Unsur kesalahan; dan

6 Moeljatno, 2009, Asas – Asas Hukum Pidana. Cet VIII, Rineka Cipta, Jakarta, h. 69.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

23

c. Unsur bahaya, gangguan, dan merugikan orang lain, pihak lain atau

masyarakat pada umumnya.7

Dalam dasar – dasar hukum pidana Indonesia, seseorang dapat dikatakan

telah melakukan tindak pidana apabila telah melanggar unsur pidana, antara lain

yaitu :

1) Unsur subyektif, adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini antara lain :

a. Kesengajaan atau kealpaan (dollus atau culpa);

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voordebachte raad; dan

e. Perasaan takut atau vrees.

2) Unsur obyektif, adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan –

keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus

dilakukan. Unsur ini antara lain :

a. Sifat melawan hukum; dan

b. Kausalitas (hubungan antar tindakan sebagai penyebab dengan

suatu kenyataan sebagai akibat) dari perilaku.8

Ada pula yang mengungkapkan mengenai unsur – unsur tindak pidana

meliputi :

a. Perbuatan manusia baik aktif maupun pasif;

b. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang – undang;

c. Perbuatan itu dianggap melawan hukum;

d. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan; dan

e. Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan.9

7 Poernomo, 1981, Kriminologi Suatu Pengantar, Arena Ilmu, Bandung, h. 99.

8 Lamintang, 1997, Dasar – Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di

Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 194.

9 Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama,

Bandung, h. 99.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

24

Berdasarkan pernyataan di atas, keseluruhan inti dari unsur – unsur tindak

pidana tersebut adalah hanya terdiri dari dua unsur, yaitu :

a. Unsur subyektif : Unsur yang melekat pada diri si pelaku tindak pidana; dan

b. Unsur obyektif : Unsur yang melekat pada perbuatan pidana yang dilakukan

oleh pelaku tindak pidana tersebut.

2.1.2. Korupsi

Salah satu larangan yang dipastikan sama di setiap negara bahkan serupa

antara satu dengan yang lain adalah larangan untuk mengambil sesuatu yang

bukan menjadi hak milik kita sebagai manusia, yakni melakukan tindak pidana

korupsi. Sesungguhnya nama “korupsi” adalah nama yang sudah tidak asing lagi

terdengar ditelinga kita. Ibarat artis, korupsi seperti artis yang sedang naik daun di

negara kita yang tercinta ini, sangat populer dan mampu menyerang siapa saja

yang mendekatinya terutama dari kalangan pejabat – pejabat negara Republik

Indonesia. Sehingga siapapun yang melakukan tindak pidana tersebut seketika

menjadi terkenal dan termasyur baik di media massa maupun media sosial. Dalam

dunia musik, korupsi ibaratnya seperti “The Favorit Song”, yang lagunya

didengar terus atau diputar berulang – ulang kali oleh pendengarnya dan sama

halnya dengan tindak pidana korupsi yang tiada henti dilakukan oleh para pejabat

negeri ini. Pemberantasan Korupsi diatur dalam UU RI No. 31 Tahun 1999 yang

mengalami perubahan menjadi UU RI No. 20 Tahun 2001. Dahulu korupsi

bukanlah sebuah kejahatan dan belum ada aturan hukum yang mengaturnya, tetapi

dengan maraknya korupsi yang dilakukan serta banyaknya kerugian yang dialami

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

25

negara Indonesia, korupsi dikategorikan sebagai kejahatan dalam golongan tindak

pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP), kemudian ada pula undang – undang

yang mengaturnya serta dibentuk juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengertian “korupsi” dari segi kata atau etimology berasal dari bahasa

Yunani (corruptio), yang artinya sebagai sesuatu yang busuk atau kerusakan

(damaged), yang diartikan lagi sebagai kerusakan dalam bidang keuangan. Dalam

Kamus Umum Bahasa Indonesia, korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti

penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.10

Istilah korupsi

dikenal juga dalam buku Negara Kertagama Majapahit, hal tersebut berarti

korupsi sudah ada sebelum negara Indonesia terbentuk. Masalah tindak pidana

korupsi ini sesungguhnya dapat dikaji melalui beberapa aspek baik dari aspek

politik, aspek ekonomi, dan aspek hukum. Dilihat dari aspek politik dan aspek

ekonomi, secara keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai

masalah politik dari pada ekonomi. Ia menyentuh keabsahan (legitimasi)

pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada

umumnya. Korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite di

tingkat provinsi dan kabupaten.11

Sedangkan pengkajian korupsi dari aspek

hukum atau yuridis berarti mengkaji dari sisi peraturan perundang – undangan,

yang menyebutkan istilah korupsi ada ketika terbentuk Peraturan Penguasa Militer

Nomor Prt/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi pada tanggal 9 April

1957. Dalam peraturan tersebut, korupsi sebagai perbuatan – perbuatan yang

10

Andi Hamzah, 2012, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Cet. V, Rajawali Pers, Jakarta, h. 5.

11

Mubyarto, 1980, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Keadilan, Yayasan Agro Ekonomika,

Jakarta, h. 60.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

26

merugikan keuangan dan perekonomian negara. Apabila dalam KUHP yang

merupakan konkordansi dari Wvs Belanda, ada beberapa pasal yang mengatur

yakni :

a. Pasal 415 mengenai Penggelapan oleh pegawai negeri;

b. Pasal 416 mengenai Penipuan;

c. Pasal 418 mengenai penyuapan;

d. Pasal 423, 425, dan 435 mengenai Penyalahgunaan wewenang atau jabatan

yang merugikan keuangan negara.

Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang

menjadi Presiden RI atas pilihan langsung rakyat menggantikan Presiden

Megawati Periode 2004 s/d 2009 dan terpilih kembali menjadi Presiden RI untuk

kedua kalinya sampai dengan 2009 s/d 2014, menjadikan pemberantasan korupsi

sebagai program utama pemerintahannya dan diterbitkan undang – undang yang

berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain :

a. UU RI No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Diundangkan tanggal 11 Agustus 2006;

b. UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Pencucian Uang. Diundangkan tanggal 22 Oktober 2010;

c. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi Presiden RI

No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Upaya – upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah orde baru

maupun orde reformasi belum menunjukan hasil yang signifikan karena pelaku

tindak pidana korupsi semakin berani serta pelakunya tetap sama terutama

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

27

dilakukan oleh oknum – oknum aparatur negara yang berkolusi dengan korporasi

hitam atau perorangan. Hebatnya korupsi sekarang ini telah

bermetamorfosis/berubah bentuk menyeramkan karena melahirkan korupsi

berjamaah, sistematis, terorganisir dan pelakunya punya modal besar dan

kekuasaan.12

There is enough for everybody’s need, but not enough for everybody’s

greed. Artinya dunia memberi kecukupan untuk memenuhi kebutuhan semua

orang, namun tidak cukup untuk kerakusan semua orang. Perbuatan korupsi pada

hakekatnya merupakan kerakusan karena itu para pelakunya adalah mereka yang

sehari – harinya telah memiliki kecukupan, sehingga latar belakang perbuatan

korupsinya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan, melainkan untuk

memenuhi hasrat kemewahan.13

Dengan melakukan pengkajian serta menemukan jawaban dari yang dikaji, bahwa

sesungguhnya seseorang yang melakukan korupsi adalah bukan semata – mata

untuk memenuhi kebutuhan, tetapi untuk pemenuhan mereka yang memiliki sifat

rakus akan segalanya. Begitu juga dengan begitu banyaknya kasus korupsi yang

terjadi di negeri ini, yang dilakukan oleh para pejabatnya sendiri. Dilihat dari sisi

logika, kebutuhan apa saja yang tidak dapat dipenuhi oleh seseorang yang telah

menduduki posisi penting (pejabat negara) di negara ini. Kebutuhan seperti

membeli mobil, handphone, rumah, tanah, perhiasan dan lain sebagainya, secara

langsung dapat terpenuhi walaupun untuk itu harus didukung dengan kinerja yang

bagus sesuai dengan posisi yang didapat. Jika dilihat dari sisi etika, tentunya

pemerintah dalam merekrut orang – orang terpilih untuk menduduki posisi yang

12 S. Anwary, 2012, Perang Melawan Korupsi di Indonesia, Institut Pengkajian Masalah

– Masalah Politik dan Sosial Ekonomi, Jakarta, h. 3 – 4.

13

Antonius Sujata, 2000, Reformasi dalam Penegakan Hukum, Djambatan, Jakarta, h.

148.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

28

sangat penting tersebut adalah orang – orang yang memiliki etika yang baik dan

benar.

Pada kenyataannya, para pejabat tersebut tetap melakukan korupsi

sehingga membuktikan bahwa mereka tidak memiliki intelegentia yang

berlandaskan pada etika yang baik dan benar. Intelegentia adalah kesanggupan

seseorang untuk menimbang dan memberi keputusan.14

Jika intelegentia tersebut

berlandaskan pada etika yang baik dan juga benar, pastinya seorang pejabat

negara tidak hanya mementingkan hasrat ataupun keinginannya saja tetapi juga

sadar akan kewajibannya yang harus dijalankan terhadap negaranya sendiri. Jadi

seseorang yang tidak memiliki hal tersebut, tidak akan berpikir dua kali untuk

tidak melakukan korupsi sebab yang dipentingkan hanya kepuasan batin yang ada

pada dirinya dan tidak memikirkan apa akibat yang ditimbulkan berdasarkan

perbuatannya. Sehingga Intelegentia without good etic, it’s mean so badly.

Berbeda jauh dengan warga negara Indonesia yang memiliki tingkat

ekonomi rendah dan masih membutuhkan bantuan dari negara ini. Betapa

menderitanya nasib mereka hanya untuk memperoleh sesuap nasi demi keperluan

nutrisi tubuh, mereka harus bekerja keras banting tulang dan sungguh tidak

mungkin mereka berpikir jauh untuk membeli rumah, mobil, tanah, perhiasan, dan

sebagainya seperti yang dilakukan pelaku korupsi di Indonesia, terlebih lagi

dengan cara mengorbankan kepentingan negara. Tindak Pidana korupsi di

Indonesia seperti tidak ada habis – habisnya, semakin ditindak makin meluas

bahkan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam jumlah

14 Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, h. 17.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

29

kasus, jumlah kerugian negara maupun kualitasnya. Akhir – akhir ini nampak

makin terpola dan sistematis, lingkupnya juga telah menyentuh keseluruh aspek

kehidupan masyarakat dan lintas batas negara. Atas dasar hal tersebut, korupsi

secara nasional disepakati tidak saja sebagai extraordinary crime tetapi juga

sebagai kejahatan transnasional.15

Berdasarkan keseluruhan hal yang sudah

diterangkan di atas, apabila membicarakan tentang korupsi memang akan

menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi – segi

moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur

pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor

ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam

kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya dan dengan demikian korupsi dapat

diartikan sangat luas, yakni :

a. Korupsi : penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan

dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain;

b. Korupsi : busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang

dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk

kepentingan pribadi).16

2.1.3. Tindak Pidana yang Tergolong sebagai Korupsi

Sebenarnya tindakan sederhana dapat digolongkan sebagai tindak pidana

korupsi, contohnya seperti seorang Guru Sekolah Dasar yang mengambil sebagian

15 Marwan Effendy, 2007, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Lokakarya Anti – Korupsi

Bagi Jurnalis, Surabaya, h. 1.

16

Evi Hartanti, 2009, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Cet. III, Sinar Grafika,

Jakarta, h.9.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

30

uang tabungan muridnya untuk memenuhi kepentingan pribadinya, misalnya

untuk membeli perhiasan emas dan uang tersebut tidak dikembalikan kepada yang

bersangkutan serta seorang kakak yang mengambil jatah makanan adiknya,

padahal jatah makanan tersebut masing – masing telah dibagi rata oleh ibunya.

Kedua hal tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk tindakan korupsi karena di

dalamnya ada unsur mengambil hak milik orang lain atau mengambil sesuatu

yang bukan menjadi hak dirinya sendiri.

Ibarat penyakit, korupsi sudah seperti virus penyakit yang sangat

berbahaya, yang ada dalam tubuh manusia dan bisa menyerang siapa saja serta

dimana saja. Maka dari itu penanganan terhadap tindak pidana korupsi pun harus

dilakukan secara khusus yang berarti dalam setiap aspek – aspek yang ada di

negara Indonesia ini, harus memiliki strategi penanganan yang berbeda dari

penanganan yang biasa dilakukan terhadap tindak pidana lainnya, mengingat

sekarang korupsi sudah menjadi kategori tindak pidana extra ordinary crime.

Kemudian strategi penangangan tersebut harus benar – benar dilaksanakan secara

teliti, artinya dalam penanganan tersebut tidak boleh ada yang luput dari

pengawasan terhadap tiap – tiap bagiannya dan yang terakhir adalah harus bersifat

hati – hati serta profesional, yang memiliki arti bahwa kita harus menjalankan

strategi tersebut dengan mengupayakan usaha secara profesional sesuai dengan

kemampuan kita sebaik mungkin dan juga hati – hati. Hati – hati dimaksudkan,

kita harus membentengi diri sendiri jangan sampai sebagai yang menjalankan

strategi penanganan terhadap tindak pidana korupsi, tetapi dengan melihat begitu

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

31

banyak uang yang didapat dengan cara korupsi justru menjadi tergoda dan

terjerumus turut melakukan tindak pidana korupsi.

Menurut UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindakan yang

tergolong sebagai tindak pidana korupsi adalah :

1. Kerugian keuangan negara, terdapat dalam :

a) Pasal 2 UU RI No. 31 Tahun 1999, menyatakan bahwa :

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu milyar

rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat

dijatuhkan.

b) Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999, menyatakan bahwa :

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2. Suap – menyuap, terdapat dalam :

a) Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang

yang :

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri

atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat

sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya; atau

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

32

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang

bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan

dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima

pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

b) Pasal 6 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

setiap orang yang :

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan

maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan

kepadanya untuk diadili; atau

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang

menurut ketentuan peraturan perundang – undangan ditentukan

menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan

maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan

diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada

pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima

pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1).

c) Pasal 11 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) dan paling

lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau

penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal

diketahui dan patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah

atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

d) Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf c, dan Pasal 12 huruf

d UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

33

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) :

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah

atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau

janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau

tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan

dengan kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,

padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut

diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan

atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan

dengan kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau

patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk

diadili; dan

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang –

undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang

pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau

patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi

nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan

perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

e) Pasal 13 UU RI No. 31 Tahun 1999, menyatakan bahwa :

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri

dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada

jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji

dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling

banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

3. Penggelapan dalam jabatan, terdapat dalam :

a) Pasal 8 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri

atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu

jabatan umum secara terus – menerus atau untuk sementara waktu,

dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan

karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut

diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam

melakukan perbuatan tersebut.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

34

b) Pasal 9 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling

lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua

ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai

negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus

menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku –

buku atau daftar – daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

c) Pasal 10 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau

orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu

jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,

dengan sengaja :

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk

meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang,

yang dikuasai karena jabatannya; atau

b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat,

atau daftar tersebut; atau

c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat

atau daftar tersebut.

4. Pemerasan, terdapat dalam :

Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf g, menyatakan

bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) :

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa

seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima

pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu

bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong

pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

yang lain atau kepada kas umum, seolah – olah pegawai negeri

atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

35

mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut

bukan merupakan hutang; dan

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau

penyerahan barang, seolah – olah merupakan utang kepada dirinya

padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

5. Perbuatan curang, terdapat dalam :

a) Pasal 7 UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) :

a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan,

atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan

bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam

keadaan perang;

b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau

penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan

curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan

Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik

Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang

keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara

Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang

sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang

yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional

Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana

dalam ayat (1).

b) Pasal 12 huruf h UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) :

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu

menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang

diatasnya terdapat hak pakai, seolah – olah sesuai dengan peraturan

perundang – undangan, telah merugikan orang yang berhak,

padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan

dengan peraturan perundang – undangan.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

36

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, terdapat dalam :

Pasal 12 huruf i UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) :

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun

tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,

pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,

untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau

mengawasinya.

7. Gratifikasi, terdapat dalam :

a) Pasal 12 B UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya

dan yang berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya, dengan

ketentuan sebagai berikut :

a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap

dilakukan oleh penerima gratifikasi.

b. yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh

penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling

sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

b) Pasal 12 C UU RI No. 20 Tahun 2001, menyatakan bahwa :

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak

berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya

kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh)

hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan

wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau

milik negara.

(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang – undang tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

37

2.2. Narapidana

Seseorang yang sudah dijatuhi vonis pidana oleh Hakim atas tindak pidana

yang dilakukannya disebut dengan “narapidana”. Narapidana menjalani hukuman

di lembaga pemasyarakatan dengan cara dicabut kemerdekaannya. Hal tersebut

sama seperti pengertian narapidana yang terdapat pada Pasal 1 angka (7) UU RI

No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa narapidana

adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Di

dalam lembaga pemasyarakatan dilakukan pembinaan yang positif terhadap

narapidana yang dilaksanakan oleh Petugas Pemasyarakatan, dengan harapan

ketika kembali terjun ke masyarakat tidak lagi melakukan tindak pidana. Pada UU

RI No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 8 ayat (1) menyatakan

bahwa Petugas Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud merupakan Pejabat

Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan,

pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pembinaan yang diberikan kepada narapidana menggunakan sepuluh

prinsip pemasyarakatan dan bimbingan bagi narapidana, yang tercantum dalam

konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang, Bandung pada tanggal

27 April 1964, yaitu :

a. Orang yang tersesat diayomi juga dengan memberikan kepadanya bekal

hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa

finansial dan material tetapi lebih penting adalah mental, fisik, keahlian,

keterampilan hingga orang mempunyai kemauan dan kemampuan yang

potensial dan efektif untuk menjadi warga yang baik, tidak melanggar

hukum dan berguna dalam pembangunan negara;

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara;

c. Rasa Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan

bimbingan. Kepada narapidana harus ditanamkan pengertian mengenai

norma – norma kehidupan serta diberi kesempatan untuk merenungkan

perbuatannya yang lampau. Narapidana dapat diikutsertakan dalam

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

38

kegiatan – kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup

kemasyarakatan;

d. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih

jahat daripada ia sebelum masuk Lembaga Pemasyarakatan, oleh karena

itu harus diadakan pemisahan antara :

1) Yang residivis dengan yang bukan

2) Yang telah melakukan tindak pidana berat dan ringan

3) Macam tindak pidana yang diperbuat

4) Dewasa, dewasa – muda, dan anak – anak

5) Orang terpidana dan orang tahanan;

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana dikenalkan kepada

masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat;

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi

waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara

saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan

negara.

g. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila;

h. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia

meskipun ia tersesat;

i. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan; serta

j. Perlu didirikan lembaga – lembaga yang baru dan sesuai dengan

kebutuhan pelaksanaan program – program pembinaan dan memindahkan

lembaga lembaga – lembaga yang berada di tengah – tengah kota ke

tempat yang sesuai dengan kebutuhan proses pemasyarakatan.

2.2.1. Hak – hak Narapidana

Narapidana disebut juga sebagai “Warga Binaan Pemasyarakatan” dalam

sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk

mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga

bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak

pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian

yang tidak terpisahkan dari nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila.17

Sebagai warga binaan pemasyarakatan, walaupun di dalam LAPAS kemerdekaan

17 Adi Sujatno, 2004, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri,

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, h. 21.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

39

para narapidana hilang tetapi mereka tidak kehilangan hak – hak tertentu yang

mereka miliki.

Hak – hak narapidana terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UU RI No. 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yakni :

Narapidana berhak :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;

b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya

yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu

lainnya;

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga;

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2.3. Pembebasan Bersyarat

Pembebasan bersyarat terdiri dari kata “bebas” yang berarti tidak terikat,

sedangkan kata “bersyarat” berarti menurut ketentuan – ketentuan tertentu. Jadi

secara logika arti dari pembebasan bersyarat adalah tidak terikatnya seseorang

menurut ketentuan – ketentuan hukum tertentu yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Namun, sesungguhnya apa arti dari pembebasan bersyarat itu sendiri.

Banyak yang menyebut pembebasan bersyarat sebagai malaikat penolong bagi

pelaku tindak pidana terutama pelaku tindak pidana korupsi, jika sudah tidak

dapat melakukan upaya hukum lagi terhadap tindak pidana yang telah

dilakukannya. Dikatakan demikian, sebab terbukti dalam kasus korupsi yang

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

40

terjadi di Indonesia, hanya pembebasan bersyarat yang dianggap mampu

menolong pelaku tindak pidana untuk mengurangi masa hukuman yang telah

dijatuhkan oleh hakim karena upaya hukum seperti banding, kasasi, dan

peninjauan kembali sudah tidak dapat dilakukan lagi.

Pembebasan bersyarat dalam bahasa Belanda dikenal dengan

Voorwaardelijke Invryheidstelling. Amerika dan Inggris menyebutnya dengan

istilah parole. Di Indonesia, pembebasan bersyarat mulai dikenal setelah KUHP

berlaku pada 1 Januari 1918. Alasan terlambatnya lembaga tersebut diberlakukan

di Indonesia karena Kepolisian kurang mampu melakukan pengawasan terhadap

pembebasan bersyarat.18

Menurut Clear, pembebasan bersyarat merupakan proses

pelepasan narapidana ke dalam masyarakat sebelum masa berakhirnya hukuman

maksimum narapidana dari Lapas. Dalam pengadministrasian pembebasan

bersyarat dari pemerintah, lembaga koreksional melaksanakan sejumlah fungsi,

diantaranya :

1. Memelihara/mengelola informasi tiap narapidana di bawah yuridiksi

lembaga koreksional;

2. Memelihara/mengelola catatan setiap narapidana pada masa pembebasan

bersyarat;

3. Membimbing narapidana pada masa pembebasan bersyarat;

4. Investigasi yang berhubungan dugaan pelanggaran pembebasan bersyarat;

18 Andi Hamzah, 1993, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramitha,

Jakarta, h. 212.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

41

5. Membantu narapidana yang memerlukan syarat untuk memperoleh

pembebasan bersyarat; dan

6. Membantu narapidana untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan

keterampilan kerja.

2.3.1. Macam dan Arti Penting Komponen Pembebasan Bersyarat

Pembebasan bersyarat hanya dapat diberikan kepada mereka yang

dihukum penjara dan bukan kurungan, dengan syarat jika dua pertiga lamanya

hukuman yang sebenarnya dan dua pertiga hukuman itu harus sedikit – dikitnya 9

bulan telah dijalani. Contoh misalnya, seseorang yang dihukum penjara 9 bulan

meskipun telah menjalani dua pertiga hukumannya (6 bulan), belum dapat

dibebaskan dengan bersyarat, oleh karena belum memenuhi syarat minimum 9

bulan.

Pembebasan bersyarat dibagi ke dalam dua macam, yakni :

a. Pembebasan bersyarat dari kewajiban untuk menjalankan pidana penjara

di dalam suatu lembaga pemasyarakatan seperti yang diatur dalam Pasal

15 sampai dengan Pasal 17 KUHP, lebih lanjut telah diatur di dalam

Ordonansi tanggal 27 Desember 1917, Staatsblad Tahun 1917 Nomor 749

yang juga dikenal sebagai Ordonnantie op de voorwardelijke

invrijheidstelling atau peraturan mengenai pembebasan bersyarat; dan

b. Pembebasan bersyarat dari kewajiban untuk mendapatkan pendidikan

dalam suatu Lembaga Pendidikan Negara seperti yang dimaksud di dalam

Pasal 68 ayat (2) dan Pasal 69 ayat (1) dari Ordonansi pada tanggal 21

Desember 1917, Staatsblad Tahun 1917 Nomor 741 yang juga dikenal

sebagai dwangopvoeding regeling atau peraturan mengenai pendidikan

paksa.19

19 P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, op.cit, h. 231.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA … II.pdf · keadaan yang didalam keadaan mana tindakan dari si pelaku harus dilakukan ... pidana khusus (tindak pidana di luar KUHP),

42

Mc Carthy mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan pembebasan

bersyarat narapidana disaring untuk penyesuaian mereka guna pelepasan yang

didasari atas resiko yang mereka miliki terhadap masyarakat, untuk itu arti

penting komponen – komponen yang dimiliki pembebasan bersyarat di dalamnya

sebagai :

1. Sebuah proses untuk mempertimbangkan kesesuaian dari sebuah

kenyataan pelepasan narapidana ke pembimbing kemasyarakatan;

2. Sebuah periode pembimbingan yang berbasis masyarakat setelah masa

hukuman di Lapas, dengan pendekatan ini sistem pemasyarakatan tetap

dapat mengawasi para narapidana, menyediakan bantuan proses

perpindahan mereka ke masyarakat, menyediakan program yang

berkelanjutan, dan memonitor keberhasilan penyesuaian hidup di luar

Lapas atau yang kembali ke Lapas jika keselamatan masyarakat terancam;

dan

3. Kekuasaan (power) seseorang atau kelompok untuk membuat keputusan –

keputusan pelepasan yang dapat diinformasikan kepada narapidana,

setelah para narapidana mencapai persyaratan pembebasan bersyarat.