26
37 BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah Bangsa arab pada zaman Jahiliyah memiliki sifat kekeluargaan patrilineal. Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tergolong salah satu bangsa yang gemar menggembara dan berperang. Tradisi pembagian harta warisan pada zaman Jahiliyah, berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang atau leluhur mereka, yaitu anak-anak yang belum dewasa dan kaum perempuan dilarang mempusakain harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal, mereka beranggapan bahwa anak-anak perempuan dan orang yang lanjut usia tidak berharga. Karena kaum wanita,anak kecil, dan orang lanjut usia tidak mampu mencari nafkah, tidak sanggup berperang dan tidak mampu merampas harta musuh, sehingga mereka tidak berhak menerima harta warisan dari keluarga atau orang tuanya sendiri. 1 Sebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Dengan dalil bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang membela kaum dan sukunya.Bangsa Arab jahiliyah dengan tegas menyatakan, “Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (harta peninggalan) kepada 1 Moh Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2011) hlm 32

BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

  • Upload
    ngotu

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

37

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Hukum Waris Dalam Islam

1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam

a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

Bangsa arab pada zaman Jahiliyah memiliki sifat kekeluargaan patrilineal.

Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tergolong salah satu bangsa yang gemar

menggembara dan berperang. Tradisi pembagian harta warisan pada zaman

Jahiliyah, berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang

atau leluhur mereka, yaitu anak-anak yang belum dewasa dan kaum perempuan

dilarang mempusakain harta peninggalan ahli warisnya yang telah meninggal,

mereka beranggapan bahwa anak-anak perempuan dan orang yang lanjut usia

tidak berharga. Karena kaum wanita,anak kecil, dan orang lanjut usia tidak

mampu mencari nafkah, tidak sanggup berperang dan tidak mampu merampas

harta musuh, sehingga mereka tidak berhak menerima harta warisan dari keluarga

atau orang tuanya sendiri.1

Sebelum Islam datang, kaum wanita sama sekali tidak mempunyai hak

untuk menerima warisan dari peninggalan pewaris (orang tua ataupun

kerabatnya). Dengan dalil bahwa kaum wanita tidak dapat ikut berperang

membela kaum dan sukunya.Bangsa Arab jahiliyah dengan tegas menyatakan,

“Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (harta peninggalan) kepada

1Moh Muhibbin, dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2011) hlm

32

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

38

orang yang tidak bisa menunggang kuda, tidak mampu memanggul senjata, serta

tidak pula berperang melawan musuh.Mereka mengharamkan kaum wanita

menerima harat warisan sebagaimana mereka mengaramkan kepada anak-anak

kecil.2

b. Hukum Waris pada Zaman Awal Keislaman

Perubahan pemikiran orang arab tentang kewarisan adalah dengan diawali

turunnya ayat tentang hak perempuan, yaitu surah an-Nisa ayat 19, yaitu:

Artinya:

” Hai orang-orang yang beriman tidak halal bagi kamu mempusakai

wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena

hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan

kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan

bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai

mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,

padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

c. Hukum Waris Islam di Indonesia

Ketika agama Islam masuk ke Indonesia pada umumnya nilai-nilai hukum

agama Islam berhadapan dengan nilai-nilai hukum adat yang berlaku, dipelihara,

dan ditaati sebagai sistem yang mengatur masyarakat tersebut.Oleh karena itu,

prose penerimaan huku kewarisan Islam sebagai sistem hukum bersama-sama

tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat Indonesia, karena hukum adat

masyarakat telah berlaku terlebih dahulu. Pergeseran hukum adat menjadi hukum

2 Muhammad Ali as-Shabuni,Pembagian Waris Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Pres,1995)

hlm 12

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

39

kewarisan Islam melalui proses yang panjang sehingga dapat diterima oleh

masyarakat Indonesia sampai sekarang sehingga dapat menjadi hukum positif

yang berlaku di Indonesia.3

1) Pengertian Waris Islam

Hukum kewarisan Islam ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-

cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang

masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan kepada wahyu Ilahi

yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi

Muhammad Saw.

Dalam beberapa literature hukum islam ditemui beberapa istilah untuk

menamakan Hukum Kewarisan Islam,sepertifiqhmawaris,hukum kewarisan,dan

ilmu faraid. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang

dijadikan titik utama dalam pembahasan. Kompilasi hukum islam membedakan

antara harta warisan dengan harta peninggalan. Pengertian harta waris adlaha

harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk

keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya,biaya pengurusan jenazah

(tajhiz),pembayaran utang,dan pemberian untuk kerabat.4

Pengertian dari harta peninggalan adalah Harta yang ditinggalkan oleh

pewaris baik berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.Fiqh

mawaris adalah kata yang bersal dari bahasa arab fiqh dan mawaris. Menurut

Prof.T.M. Hasby As-Shiddiqi dalam bukunya tentang hukum waris,fiqh mawaris

adalah ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang mewarisi,orang-

3Aulia Muthia, dan Novy sri Pratiwi, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: PT. Buku Seru,2015) hlm

9 4Ibid. hlm 15

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

40

oramg yang tidak dapat mewarisi, kadar yang dapat diterimaoleh masing-masing

ahli waris serta cara pengambilannya.5

Istilah lain yang digunakan dalam disiplin ilmu ini adalah dengan

menggunakan istilah ilmu Faraidh yang bermakna secara bahasa adalah kewajiban

atau bagian tertentu. Seorang ilmuan fiqh bernama Ibnu Rusyd mendefinisikan

ilmu Faraidh adalah ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan

seorang yang telah meninggal dunia kepada yang berkah menerimanya.6

Ungkapan yang dipergunakan Alquran untuk menunjukkan adanya harta pusaka

yang dapat diwariskan dapat dilihat dari tiga jenis, yakni Al-Irth, Al-faraidh,Al-

tirkah

a. Al-Irth

Al-Irth dalam bahasa arab adalah bentuk masdar7 dari kata waritha,

yarithu, irthan. Melainkan termasuk juga kata wirthan,turathan,dan wirathathan.

Kata-kata itu berasal dari jata asli waritha,yang berakar kata dari huruf-huruf

waw,ra,dan tha yang bermakna dasar perpindahan harta milik atau perpindahan

pusaka8. Berangkat dari makna dasar ini, maka dari segi makna yang lebih

luas,kata Al-Irth mengandung arti perpindahan sesuatu dari seseorang kepada

seseorang, atau perpindahan sesuatu dari suatu kaum kepada kaum lainnya baik

5Prof.TM Hasby As-Shiddiqi,fiqh Mawaris(Semarang: Pustaka Rizki Putra,2001).Hlm.5

6Ibnu Ruayd,1995,Bidayatul Mujtahid,Bairut: Darul fikr,hlm.276

7Masdar, maksudnya adalah isim atau kata benda yang menunjukkan kepada peristiwa yang tidak

disertai penunjukan waktu.Lihat Mustafa Ghulaini, Jami' al-Durus al-Arabiyah (Beirut; Maktabah

al-Isriyyah, 1987), 160.juga, Hifni Bek, dkk, Qawaid al-Lughah al-Arabiyah (Jakarta; Ulum Press,

1986), 113. 8Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-Quraniyyah, (Kairo; Dar al-Fikr al-

'Arabi, 1986), 570. Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Asfhaniy, Mu'jam

Mufradat Alfaz al-Qur'an, (Beirut; dar al-Fikr, t.t), 555. Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin

Zakaria, Mu'jam Maqaiys al-Lughah, (Mesir; Mustafa al-Bab al-Halabi wa Sarihah, 1972), 105

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

41

berupa harta pusaka,ilmu atau kemuliaan9. Bahkan kata itu mengandung arti

perpindahan sesuatu dari tuhan kepada manusia berupa kitab10

b. Al-Faraidh

Al-faraidh dalam bahasa arab adalah bentuk plural dari kata tunggal farada,

yang berakar kata dari huruf-huruf fa,ra,dan dad an tercatat 14 kali dalam Al-

quran,11

oleh karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar, yakni :

suatu ketentuan untuk mas kawin, menurunkan Al-

quran,penjelasan,penghalalan,ketetapan yang diwajibkan, ketetapan yang pasti,

dan bahkan dilain ayat ia mengandung makna tidak tua. Pada dasarnya makna-

makna di atas sangat luas, sehingga dalam tulisan ini, makna kata yang cocok

adalah ketetapan yang pasti, yang tercantum pada Surat al-Nisa', 4; 11.Kata(فريضة

) berakar dari kata farada yang pada mulanya bermakna kewajiban atau

perintah.12

Kemudian karena kata faraid seringkali diartikan sebagai saham-saham

(bagian) yang telah dipastikan kadarnya, maka ia mengandung makna pula

sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa diubah karena datangnya dari Tuhan.

Saham-saham yang tidak dapat diubah adalah angka pecahan 1/2, 1/3, 1/4, 1/6,

1/8, dan 2/3 yang terdapat dalam surah al-Nisa' 4; 11, 12 dan 176.

9 Muhammad 'Ali al-Sabuni, Al-Mawarith fi al-Shari'ah al-Islammiyyah 'Ala Dau'i al-Kitab wa al-

Sunnah, (Beirut; 'Alim al-Kutub, 1985), 25 10

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surah. al-Fatir, ayat 32, (Surabaya:

Mahkota, 1989), 700 11

Tentang jumlah kata dasar farada dalam al-Qur'an, ternyata al-Raghib hanya menyebutkan 12

kali, sedangkan Muhammad Isma'il Ibrahim menyebutkan 14 kali. Lihat al-Raghib, Mu'jam

Mufradat Alfaz al-Qur'an, 390, Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-

Quraniyyah,392-393. 12

Al-Raghib, Mu'jam Mufradat Alfaz al-Qur'an, 390, Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz

wa al-A'lam al-Quraniyyah,392-393

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

42

c. Al-tirkah

Al-tirkah dalam bahasa arab adalah bentuk masrdar dari kata tunggal

tarakah,yang berakar kata dari huruf-huruf ta,ra dan ka dan tercatat 28 kali dalam

al-quran13

. Oleh karena itu, kata tersebut mengandung beberapa makna dasar,

yakni: membiarkan,14

menjadi,15

mengulurkan lidah,16

meninggalkan agama17

dan

harta peninggalan18

. Dan konteks kali ini, makna terakhirlah yang akan dipakai

dalam pembagian hukum waris.Tuhan telah mempersiapkan harta untuk manusia

tinggal bagaimana manusia tersebut mengelolah harta untuk persiapan bagi ahli

warisnya.

2) Dasar Hukum Waris

Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari

seorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan

siapa saja yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing ahli

waris,menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi orang yang

meninggal dunia tersebut. Dasar hukum waris Islam A-quran dan Hadist,

pendapat Rasulullah, dan juga pendapat ahli hukum Islam.Ada beberapa ayat

dalam Al-quran yang menjadi dasar hukum waris. Di antara firman Allah SWT

dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 7 dan ayat 11;

13

Muhammad Isma'il Ibrahim, Mu'jam al-Alfaz wa al-A'lam al-Quraniyyah, 86. 14

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, surah al-Baqarah ayat 17, (Surabaya:

Mahkota, 1989), 11 15

Ibid, hlm. 66 16

Ibid, hlm. 51 17

Ibid,hlm. 524 18

Ibid,hlm. 116,117 dan 123

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

43

صين لننها ن لالرقزون انندا ن تزكان م من صين جلن ننهز

لض بمفزن ألكثنزصين هن من رقم م من لالرقزون انندا ن تزكان م من

﴿انا :٧﴾

Artinya :

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak

dan kerabatnya,dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)dari harta

peninggalan ibu bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian

yang telah ditetapkan.(Q.s Al-Nisa ayat 7)19

.

فإن كنن نن ثمنحظالنصث كزنمن مننهذ كن فنيأللدن ن للا كنمن لصن

دةفهه ثنهنثمتزكلإن كصتلاحن فههنن نن قاثت صنا ف

تزكإن ك نهن م من دنسن هنمانا دمن لاحن يهنننكنم و للن انيفن

فإن ك نهن هنانثهنثن نم فلن اهن أو للرنثهن لند ننهن فإن نميكن لند

م كن يونهألدينآوؤن صن تين لصن نوعدن من دنسن هنانا نم فلن ة إنخ

19

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Syaamil Cipta Media,

2005). 79

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

44

للا إن ن نللا مصفعفزنيضتمن نكن ل أيهنمأرقزبن ملتدرن كن لأوؤن

محكنم﴿انا :١١﴾ ك عهن

Artinya :

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-

anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama denga bahagian dua orang

anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka

bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu

seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-

bapabagian masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia

(yang meninggal) mempunyai anak, jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai

anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga,

jika dia (yang meninggal) itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi

wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang

tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang

lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al-Nisa’ ayat 11)20

.

Ayat ini memberikan penjelasan yang menyatakan bahwa Allah telah

menetapkan bagian satu orang laki-laki sama dengan bagian dua orang anak

perempuan. Sehingga jika seseorang meninggalkan seorang anak laki-laki dan dua

20

Ibid.hlm.79

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

45

orang anak perempuan, maka dalam kasus ini anak laki-laki mendapat bagian dua

pertiga dan saudara perempuannya mendapat satu pertiga dari harta warisan.Jadi

dua pertiga disamakan dengan hak dua orang perempuan.Bukankah Allah

menyatakan bahwa hak anak laki-laki dua kali banyaknya hak anak perempuan.21

Sebagaimana Muhammad Abdul Aziz al-Khalidy mengutip hadis yang

berbicara tentang waris dalam kitab Sunan Abu Dawud, yang berbunyi sebagai

berikut:

عليه عنهما عن النبي صلى للا عن ابن عباس رضي للا

وسلم قال ألحقىا الفرائض بأهلها فما بقي فهى ألولى رجل ذكر

Artinya:

“Dari Ibnu Abbas ra. Dari Nabi Muhammad SAW bersabda: berikanlah

bagian-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak .dan sisanya untuk

orang laki-laki yang lebih utama (dekat kekerabatannya)”.22

(H.R Bukhari dan

Muslim).

3) Prinsip-Prinsip Waris dalam Islam

Sebagai hukum yang terutama bersumber pada wahyu Allah menurut yang

disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw., hukum kewarisan Islam mengandung

prinsip-prinsip yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan

yang semata-mata bersumber kepada akal manusia. Di samping itu, hukum

kewarisan Islam dalam hal tertentu mempunyai coraktersendiri,berbeda dengan

21

Aulia Muthiah, dan Novy Sri Pratiwi, Hukum Waris Islam, ( Yogyakarta ; PT. Buku Seru, 2015)

hlm 21 22

Imam Muslim,Shahih Muslim,juz III,(Beirut, Dar Al-Kutub al-Ilmiyah,1992),1233

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

46

hukum kewarisan yang lain, yang digali dari keseluruhan ayat-ayat hukum yang

terdapat dalam Al-Qur‟an dan penjelasan tambahan yang diberikan oleh Nabi

Muhammad Saw dengan sunnahnya. Sehubungan dengan itu, berdasarkan hukum

Allah dan hukum Rasul terdapat beberapa prinsip hukum yang melandasi hukum

kewarisan Islam tersebut, yaitu:

a. Prinsip Ijbari

Kata “Ijbari” secara etimologis mengandung arti paksaan (compulsory),

yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak sendiri.

Yang dimaksud dengan prinsip ijbari adalah peralihan harta pusaka

seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang lain yang masih

hidup,berlaku dengan sendirinya.23

Dalam hukum Kewarisan Islam, dijalankannya

prinsip Ijbari ini berarti, peralihan harta pusaka dari seseorang yang telah

meninggal kepada ahli warisnya, berlaku dengan sendirinya sesuai dengan

kehendak Allah SWT, tanpa bergantung kepada kehendak pewaris dan ahli

waris.24

Menurut hukum kewarisan Islam, harta seseorang pewaris pada hakikatnya

dikembalikan dan menjadi milik Allah SWT, yang kemudian oleh Allah harta

seorang pewaris tadi diberikan kepada ahli warisnya yang berhak sesuai denga

bagiannya masing-masing.Pewaris maupun ahli warisnya tidak dapat berbuat atau

berkendak selain dari pada yang telah ditetapkan oleh Al-quran dan Hadis.

23

Amir Syarifuddin,Pelaksanaan Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau,(Jakarta:

gunung Agung, 1984), 18 24

Ibid,hl,18

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

47

b. Prinsip Individual

Secara singkat dapat dikatakan, bahwa yang dikatakan dengan prinsip

individual adalah harta pusaka dapat di bagi-bagikan kepada ahli waris untuk

dimiliki secara perorangan.Masing-masing ahli waris menerima saham-sahamnya

secara tersendiri sesuai dengan bagian yang telah ditentukantanpa terikat dengan

ahli waris lainnya.25

Ini berarti setiap ahli waris berhak sepenuhnya atas bagian

saham-saham harta pusaka pewaris.

c. Prinsip Bilateral

Yang dimaksud dengan prinsip bilateral adalah bahwa baik anak laki-laki

maupun anak perempuan dapat mewarisi dari kedua belah pihak garis

kekerabatan, yakni pihak kerabatan laki-laki dan pihak kerabat

perempuan.Tegasnya jenis kelamin bukan penghalang untuk mewarisi atau

diwarisi dalam garis lurus ke atas dan ke bawah atau ke samping, prinsip bilateral

ini tetap berlaku.26

d. Prinsip Keadilan Berimbang

Keadilan dalam hukum waris Islam dapat diartikan dengan keseimbangan

antara yang di peroleh dengan keperluan dan kegunaannya.Prinsip ini

mengandung arti harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan

kewajiban, antara yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus

ditunaikannya.Dari pengertian tersebut terlihat asas keseimbangan dalam

pembagian harta warisan. Dengan demikian perbedaan gender tidak menentukan

hak mendapatkan harta pusaka dalam Islam. Artinya, sebagaimana laki-laki dan

25

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta: Prenada Media Grop,2008),21 26

Rachmad Bodiono, Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra

Aditya Bahkti,1995),5

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

48

perempuan memiliki hak yang sama kuat untuk mendapatkan saham-saham dari

harta pusaka tersebut.27

Dalam praktik kehidupan masyarakat sekarang ini ada beberapa keluarga

yang mana kaum perempuan menjadi tulang punggung kehidupan ekonomi

sebuah keluarga, ini merupakan kenyataan sosiologis yang terjadi bukan karena

tuntutab apalgi hukum Islam, akan tetapi lebih disebabkan karena kerelaan kaum

perempuan itu sendiri dalam rangka kerja sama keluarga yang sama sekali tidak

dilarang dalam hukum Islam. Hanya saja partisipasi aktif kaum perempuan

dalammenyejahterakan ekonomi keluarga, tidak secara otomatis dengan

sendirinya harus mengubah hukum waris Islam dengan menganut asas Ijbari.28

e. Prinsip Kematian

Hukum kewarisan dalam Islam menetapkan, bahwa peralihan harta

seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang

mempunyai harta pusaka telah meninggal dunia.Dengan demikian tidak ada

pembagian waris sepanjang pewaris masih hidup. Segala bentuk peralihan harta

seseorang yang masih hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung tidak

masuk kedalam persoalan pewarisan menurut Hukum Kewarisan dalam Islam,

hukum Kewarisan dalam Islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan, yaitu

kewarisan akibat kematian yang dalam kitab undang-undang hukum perdata

disebut ab intestate dan tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat yang dibuat

pada saat pewaris masih hidup.29

27

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, Cetakan Ke-4, (Jakarta: Kencana, 2012), 26. 28

Muhammad Amin Suma,Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam,(Jakarta: Rajagrafindo

Persada,2004),124 29

Amir Syarifudin,op.cit.hlm 15

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

49

Prinsip kewarisan akibat kematian mempunyai kaitan erat dengan prinsip

ijbari.Pada hakikatnya seseorang yang telah memenuhi syarat sebagi subjek

hukum dapat menggunakan hartanya secara penuh untuk memenuhi kehidupan

dan kebutuhan sepanjang hayatmya. Namun setelah meninggal dunia ia tidak lagi

memiliki kebebasan tersebut, kalaupun ada, maka pengaturan untuk tujuan

penggunaan setelah kematian terbatas pada maksimal sepertiga dari hartanya,

dilakukan setelah kematiannya, dan tidak lagi disebut dengan istilah kewarisan.

2. Unsur-Unsur Waris Dalam Hukum Islam

Proses peralihan harta dalam Hukum Kewarisan Islam harus memenuhi

rukun dan sebab-sebab mendapatkan waris, untuk itu akan dijelaskan sebagai

berikut:

1) Rukun Waris Dalam Hukum Islam

Rukun merupakan bagian dari permasalahan dari setiap perkara. Suatu

perkara tidak akan sempurna jika salah satu dari rukun tidak dipenuhi, jika rukun

waris tidak dipenuhi maka perkara waris mewaris tidak sah. Dalam Hukum

Kewarisan Islam, rukun waris ada tiga,30

yaitu

a. Pewaris,yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang telah

meninggal dunia, yang hartanya diwarisi oleh ahli warisnya. Seseorang yang

masih hidup dan mengalihkan haknya ke[ada keluarganya tidak dapat disebut

pewaris, meskipun pengalihan tersebut dilaksanakan pada saat menjelang

kematian.

30

Muhammad bin shalih al-Utsaimin, Panduan Praktis Hukum Waris menurut Al-Quran dan As-

Sunnah yang Shahih,(Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006),hlm 27

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

50

b. Ahli waris, yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang yang mendapat

harta warisan dari pewaris, baik karena hubungan kekerabatan maupun hubungan

perkawinan.

c. Harta pusaka pewaris,yang dimaksud dengan harta pusaka pewaris adalah

sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia baik berupa

benda bergerak maupun benda tidak bergerak.

2) Sebab-Sebab Mendapatkan waris Dalam Hukum Islam

Pewarisan adalah peralihan hak pewaris kepada ahli waris yang masih

hidup, sedangkan pewarisan tersebut baru bisa terjadi jika ada sebab-sebab yang

mengikat antara pewaris dengan ahli warisnya. Adapun seseorang yang berhak

mendapat waris berdasarkan salah satu sebab sebagai berikut:31

A. Kekerabatan

Kekerabatan adalah hubungan nasab antara pewaris dengan orang yang

akan menerima warisan karena hubungan pertalian darah, waris hubungan nasab

ini mencakup:

1. Anak cucu baik laki-laki maupun perempuan (furu’i)

2. Ayah, kakek, ibu, nenek (usuly)

3. Saudara laki-laki atau perempuan, paman dan anak laki-laki paman, bibi.

B. Perkawinan

Perkawinan menyebabkan adanya hubungan hukum saling mewarisi antara

suami dan istri, apabila antara keduanya ada yang meninggal dunia, maka istri

31

Amir Syarifuddin,Pelaksanaan Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau,(Jakarta:

Gunung Agung, 1984)hlm 28-41

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

51

atau jandanya mewarisi harta suaminya, demikian juga apabila istri meninggal

suami mewarisi harta istrinya.32

C. Wala’

Wala’ yaitu hubungan hukmiyah, yang ditetapkan oleh Hukum Islam,

karena tuannya telah memberikan kenikmatan untuk hidip merdeka dan

mengembalikan hak asasi kemanusiaan kepada budaknya.Tegasnya jika seorang

tuan telah memerdekakan budaknya, maka terjadilah hubungan kekeluargaan yang

disebut wala’ itqi.33

Dengan danya hubungan tersebut, seorang tuan menjadi ahli

waris seorang budak yang dimerdekakanya tersebut, dengan syarat budak yang

dimerdekakannya itu tidak punya ahli waris sama sekali, baik karena hubungan

kekerabatan maupun perkawinan.34

Akan tetapi, pada masyarakat sekarang ini, sebab mewarisi karena wala’

tersebut sudah kehilangan makna, dilihat dari segi praktis secara umum pada masa

sekarang ini, perbudakan sudah tidak ada lagi.Jadi pengertian wala’ disini adalah

hubungan kewarisan akibat kemerdekaan hamba sahaya.Sedangkan

KompilasiHukum Islam pasal 174 ayat 1 hanya membedakan dua sebab, yakni

karena hubungan darah atau hubungan perkawinan.35

3. Syarat-Syarat Memperoleh Hukum Waris Dalam Hukum Islam

Dalam syariat Isam ada tiga syarat untuk mewarisi,yaitu:

32

Rachmad Bodiono,Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra

Aditya Bahkti,1995),hlm 8 33

Muhammad Ali As-shabuni, Hukum Waris Dalam Syariat Islam,(Bandung: Diponegoro,

1998),hlm 47 34

Ibid,hlm 47 35

Rachmad Bodiono,Pembaharuan Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia,(Bandung: PT. Citra

Aditya Bahkti,1995)hlm 8

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

52

1. Meninggalnya pewaris

Yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris ialah baik meninggal dunia

secara hakiki (sejati) baik meninggal secara hukmi (berdasarkan putusan hakim)

atau meninggal dunia secara takdiri (menurut dugaan).36

Tanpa adanya kepastian,

bahwa pewaris telah meninggal dunia, sebelum adanya kepastian tersebut maka

warisan tidak boleh dibagi-bagi kepada ahli waris.

2. Hidupnya Ahli Waris

Ahli waris masih hidup ketika orang yang mewariskan hartanya meninggal

dunia walaupun hanya sekejap, baik secara hakiki maupun hukmi.Hidupnya ahli

waris harus jelas, pada saat ahli waris meninggal dunia.Ahli waris merupakan

pengganti untuk menguasai harta pusaka yang ditinggalkan oleh pewaris.Oleh

karena itu, sesudah pewaris meninggal dunia, ahli warisnya harus benar-benar

hidup.37

3. Mengetahui Status Kewarisan

Karena kewarisan di dasarkan pada criteria-kriteria tertentu, seperti,

hubungan dengan anak, orang tua, saudara, suami-istri, wala’ dan lain

sebagainya.Agar seseorang dapat mewarisi harta pusaka orang yang telah

meninggal dunia, haruslah jelas hubungan antara keduanya.Misalnya hubungan

suami-istri, hubungan orang tua dengan anaknya, hubungan saudara, baik

sekandung maupun sebapak.38

36

Abdur Rahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992),

53 37

Muhammad bin Shalih al-Utsaimin,Panduan Praktis HUkum Waris Menurut Al-Quran dan As-

Shunnah Yang Shahih, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006) hlm 27 38

Ibid,hlm 28

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

53

B. Harta Waris Adat Minangkabau

1. Struktur masyarakat hukum waris adat

Hukum waris adat mempunyai corak yang tersendiri dari alam pikiran

masyarakat tradisional sesuai dengan bentuk struktur masyarakat hukum adat

yang beragam pula. Sebagaimana diketahui bahwa struktur masyarakat hukum

adat di Indonesia dapat dibedakan berdasarkan :

a. Persekutuan Hukum territorial

b. Persekutuan masyarakat yang bersifat geneologis

c. Persekutuan masyarakat yang bersifat Teritorial- Genealogis39

Dalam membahas hukum waris ini struktur masyarakat geneoloogis yang

mempengaruhi perbedaan satu sama lain, karena dalam masyarakat geneaalogis

kesatuan masyarakat dilihat dari keterikatan pada satu garis keturunan yang sama

baik karena secara langsung berhubungan darah atau perkawinan. Dalam hal ini

ada 3 (tiga) macam struktur masyarakat tersebut yaitu:

a) Patrilinial

Sistem ini menimbulkan kesatuan kekeluargaan yang besar seperti clan,

marga dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ayah

oleh karenanya setiap nak dan isteri masuk dalam marga ayahnya (pertalian darah

menurut garis ayah/bapak).

39

Chairul anwar, op.cit., hlm 10

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

54

b) Matrilineal

Sistem yang menimbulkan kesatuan-kesatuan kekeluargaan yang besar

dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya hanya kepada ibunya,

sehingga anak dan suami masuk daalam clan/marga ibunya (pertalian darah

meenurut garis ibu).

c) Parental dan Bilateral

Sistem yang menimbulkan keesatuan kekeluargaan yang besar seperti

rumpun, dimana setiap orang selalu menghubungkan dirinya dalam ha keturunan

baik kepada ibunya maupun kepada ayahnya (pertalian darah menurut garis ibu

dan bapak).40

Sistem kewarisan adat di Indonesia ada tiga macam sesuai dengan macam

struktur masyarakat adatnya yaitu:

a. Sistem kewarisan kolektif

Yaitu system kewarisan yang ahli warisnya mendapat harta waris secara

kolektif (bersama-sama) tidak dibagikan secara perorangan. Ahli waris tidak

boleh memilik harta warisan,tetapi hanya boleh menikmati kewarisan secara

bersama sama .sistem ini berlaku dibeberapa masyarakat adat seperti di Ambon,,

Minahasa juga Minangkabau.

40

Latief , op,cit, halaman 62

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

55

b. Sistem kewaris mayorat

Yaitu sistem kewarisan dimana harta waris tidaakk dibagi-bagikan dan

hanya dikuasai anak tertua, dan ia harus mengupayakan harta peninggalan tersebut

sehinggga dari hasil pengelolaan harta peninggalan tersebut ia dapat memelihara

aadik-adiknya sehingga mandiri. Sistem kewarisan tersebut ada yang mayorat

laki-laki yaitu anak laki-laki tertua menjadi ahli waris misalnya berlaku

dimasyarakat Bali, Sumatera Selatan-Lampung,Tapanuli. Sedangkan mayorat

perempuan yaitu sistem kewarisan dimana anak perempuan tertua menjadi ahli

waris seperti di daerah Pasemah.

c. Sistem kewarisan Individu

Sistem kewarisan dimana setiap ahli waris berhak mendapat bagian

warisnya secara individu. Hal ini berlaku pada masyarakat parental Jawa.

Sifat sistem kewarisan yang individual, kolektif atau mayorat ini

umumnya meenunjuk kepaada bentuk masyarakat tertentu, tetapi dapat juga

keseluruh atau dua diantaranya masuk dalam masyarakat tertentu seperti di Tanah

Batak yang sistem kekeluargaannya patrilinial, sistem kewarisannya terdiri dari

sistem individual, mayorat dan kolektif terbatas.41

41

Edison piliang, Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, Bukittinggi,2013,halaman 261

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

56

2. Ahli waris menurut Hukum Adat

a. Ahli waris dalam masyarakat Matrilineal

masyarakatnya menarik garis secara Unilateral yaitu menarik garis

keturunaan melalui satu pihak yaitu garis ibu. Dalam masyarakat keibuan ini

anak-anak merupakan sebagian dari keluarga ibunyaa, sedangkan ayahnya tetap

merupakan sebagian dari keluargaanya sendiri.Oleh karena itu harta waris dalam

masyarakat ke ibuan ini terdapat harta pusaka milik suatu keluarga,dan

pewarisanya berlangsung secara kolektif pula: artinya harta hanya dapat dipakai

oleh segenap anggota keluarga, dan tidak dapat dimiliki oleh mereka masing-

masing. Akibatnya ialah bahwa bila ada anggota keluarga meninggal, sama sekali

tidak berpengaruh atas hubungan hukum tentang harta pusaka itu dengan

anggota-anggota lain yang masih hidup dari keluarga tadi.

Selain itu tehadap harta pencarian pewarisan hartanya tergantung pada jenis

perkawinan “Exogam Semendoyan ” (perkawinan dimana laki-laki didatangkan

atau dijemput oleh pihak wanita, tapi laki-laki tidak masuk dalam klan isterinya,

melainkan tetap menjadi aanggota klan ibunya) yang kini sudah mengalami

perkembangan. 42

Secara umum dalam masyarakat keibuan harta bersama/pencarian tidak

akan diwariskan pada anak-anaknya sendiri melainkan pada saudara-saudaraa

sekandung serta keturunan saudara-saudara perempuan sekandungnya. Ahli waris

lain yang lain baru dapat harta waris bila tidak ada anak –anak (sudah meninggal

42

H.Idrus hakimy Dt.Rajo Penghulu,Rangkaian Mustika Adat Minangkabau,Bandung,1984,

halaman 110

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

57

lebih dulu). Maka yang mewariskan adalah cucu, bila tidak ada cucu orangtua

nya. Jika orang tua juga tidak ada diganti oleh saudara-saudara yang masih hidup

dan keturunannya baik laki-laki aatau perempuan yang dilahirkan dari keturunan

ibunya. Bila sama sekali tidak ada ahli waris, maka hartaa peninggalan jatuh pada

masyarakat territorial si meninggal dan jatuh dibawah peengurusan penghulu

masyarakat.

b. Ahli waris dalam masyarakat patrilineal

masyarakat yang anggotanya menarik garis keturunan secaara unilateral

melalui garis kebapak. Yang menjadi ahli waris dalam masyarakat ini adalah

anak laki-laki (baik dari ayah atau ibunya). 43

C. Gambaran Umum Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang

Dalam bab ini akan dibicarakan tentang apa yang sebenarnya berlaku

dalam masyarakat yang menyangkut pewarisan harta pencarian. Namun sebelum

masuk ke pokok permasalahan, pada bab ini akan digambarkan terlebih dahulu

mengenai tempat Penulis melakukan penelitian. Penelitian ini dilakukan di

Kerapatan Adat Nagari Sungayang Keacamatan Sungayang Kabupaten Tanah

Datar.

Kerapatan Adat Nagari ini berfungsi sebagai lembaga peradilan adat.

Keberadaan Kerapatan Adat Nagari merupakan pengukuhan kembali lembaga

adat yang sudah ada sejak zaman Belanda. Kerapatan Adat Nagari ini adalah salah

satu usaha untuk memperkuat peran Ninik Mamak masyarakat Minangkabau

43

Ibid., halaman 111

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

58

terutama di Nagari Sungayang. Ninik Mamak oleh masyarakat Minangkabau

mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kerapatan

Adat Nagari ini memiliki berbagai fungsi yang salah satunya adalah

menyelesaikan sengketa di bidang warisan.

Sistem yang dipakai dalam kegiatan sehari-hari Kerapatan Adat Nagari ini

tergantung kelahiran dan suku yang ada pada nagari tersebut. Kerapatan Adat

Nagari yang dibentuk beranggotakan “Tungku Tigo Sajarangan” yang merupakan

perwakilan masyarakat yang ada di nagari yang terdiri dari alim ulama, cerdik

pandai (kaum intelektual), dan ninik mamak para pemimpin suku dalam nagari.

Setiap suku diwakili oleh para pengulu sukunya di Kerapatan Adat Nagari ini.

a. Tata Letak Nagari Sungayang

Sungayang adalah suatu nagari yang terletak di Kecamatan Sungayang

Kabupaten Tanah Datar, Luhak nan Tuo, merupakan Nagari Tuo dan tempat

kediaman Tuan Makhudumsyah salah satu dari Basa Ampek Balai, Kerajaan

Alam Minangkabau.

Disamping itu Nagari Sungayang merupakan salah satu Nagari yang

memiliki ikatan kekeluargaan yang dekat dengan Kerajaan Pagaruyuang, yang

pada akhirnya akan meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan sejarah dan

budaya sebagai sumber daya pengembangan industry pariwisata, serta pada

akhirnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat nagari Sungayang. Dalam

perkembangan sejarah, salah satu warga Sungayaang pernah menjadi tonggak

perkembangan agama Islam. Dinagari ini telah dilahirkan ulama besar yang

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

59

dikenal dengan nama Haji Sungayang salah satu tokoh Perang Padri pada awal

abad ke Sembilan belas.44

Sungayang terhampar di dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit

terletak 10 km dari Kota Batusangkar atau lebih kurang 110 km dari kota Padang

ke arah Timur Laut.

Saat ini Nagari Sungayang terdiri dari tujuh jorong45

, masing-masing

Jorong Piliang Laweh, Piliang Sani, Koto Piliang, Mandihiliang, Guguak Tinggi,

Guguak Maniah dan Guguak Panjang.Luasnya sekitar 2.000 ha dengan rincian

persawahan 380 ha, hutan/ladang 660 ha, luas hutan bukit 150 ha dan luas

pemukiman 910 ha.46

Nagari Sungayang merupakan salah satu Nagari yang

terletak di kecamatan Sungayang yang berbatasan dengan:

Sebelah Utara berbatas dengan Nagari Sungai Patai

Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagari Minangkabau

Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sumaniak

Sebelah Timur berbatsan dengan Nagari Tanjuang

Mata pencarian penduduk Sungayang umumnya bertani, sebagiannya lagi

berdagang dan menjadi pegawai, baik di sektor pemerintahan maupun sektor

swasta. Namun sebagian besar penduduknya bermukim di perantauan dan tersebar

di hampir seluruh wilayah Nusantara dan bahkan sampai ke luar negeri. Hasil

bumi terdiri dari hasil pertanian seperti padi dan palawija, buah-buahan seperti

pisang, hasil hutan seperti kulit kayu manis dan lain-lain.

44

Wawancara dengan Datuak Majo Dirajo 45

Jorong adalah disebut juga dengan desa di daerah Minangkabau 46

Wawancara dengan Wali Nagari Sungayang pada hari Rabu Tanggal 13 Desember 2017

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

60

Ladang/ lahan pertanian merupakan harta pusako tinggi yang didapat dari

nenek moyang pada zaman dahulu. Meskipun sudah lama harta pusako tinggi

tersebut masih berjalan menurut aturan adat. Yang mana mereka yang

menggunakan harta pusako tinggi tersebut ialah bergiliran atau turun temurun

mereka tidak dapat menguasai harta tersebut sendiri akan tetapi bergiliran dengan

orang yang merupakan satu niniak dengan nya atau satu Rumah Gadang.47

Mereka yang merupakan PNS atau yang mempunyai pekerjaan tetap masih

mendapatkan warisan harta pusako tinggi tersebut,biasa nya mereka yang PNS

tersebut akan mengupahkan/menyuruh orang lain untuk menggarap tanah/lahan

tersebut dan hasil nya dibagi dua dengan si penggarap tersebut.

b. Keadaan Sosial Keagamaan

Masyarakat yang bermukim di Nagari Sungayang Kabupaten Tanah Datar

seratus persen memeluk agama Islam.Hal ini sejalan dengan semboyan hidup

orang Minangkabau “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” (adat

berlandaskan kepada agama, agama berlandaskan kepada al-Quran). Agama yang

dianut secara kuat itu adalah Islam, maka masyarakat di Nagari Sungayang ini

selalu berdasarkan norma agama, nilai, prilaku sebagai suatu syariat yang didasari

atas keyakinan dan ketuhanan (iman dan taqwa), sehingga orang Minang pasti

beragama Islam.48

Jenis kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Nagari

Sungayang adalah ceramah Agama yang dilakukan setiap sabtu malam dan senin

malam, mengadakan pondok Al-Quran bagi generasi muda mulai dari sore hingga

47

Database Monografi Nagari Sungayang 48

Wawancara dengan Wali Nagari Sungayang pada Hari Rabu tanggal 13 Desember 2017

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

61

Magribh, dan mengadakan latihan ceramah agama bagi anak-anak setiap minggu

pagi.

Dalam rangka menunjang kegiatan keislaman di Nagari Sungayang ini

terdapat dua masjid dan enam surau dan satu MDA tempat Ibadah dan sekolah

agama.49

Untuk perawatan dan kemakmuran masjid serta surau, maka masjid dan

tiap-tiap Surau dibentuk pengurus yang lazim disebut garin (ta’mir).Garin ini

mempunyai tugas untuk mengkoordinir seluruh aktivitas keagamaan baik yang

bersifat umum (seperti mengaji al-Quran setiap sore hari mulai hari senin s/d

sabtu) atau yang bersifat khusus (seperti ceramah agama).

c. Keadaan Sosial Pendidikan

Ditinjau dari segi pendidikan, nagari Sungayang merupakan nagari yang

tidak tertinggal akan pendidikannya, hal ini dapat dilihat dari banyaknya

masyarakat Sungayang yang sedang menempuh pendidikan, baik yang sedang

menempuh pendidikan TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.

Untuk sarana-sarana pendidikan yang ada di nagari Sungayang kecamatan

Sungayang Kabupaten Tanah Datar hanya ada sarana sebagian berikut yaitu:

Taman kanak-kanak (TK) ada 3 sekolah, Sekolah dasar (SD) ada 4 sekolah,

Sekolah menengah pertama (SMP) ada 2 sekolah, Sekolah menegah atas (SMA)

ada 1 sekolah.

49

Buku Reviatalisasi dan Reaktualisasi Budaya Lokal Nagari Sungayang 2014

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM A. Hukum Waris Dalam Islamrepository.uir.ac.id/721/2/bab2.pdfA. Hukum Waris Dalam Islam 1. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam a. Hukum Waris pada Zaman Jahiliyah

62

Sebagaimana telah disebutkan dalam penjelasan diatas, masyarakat nagari

Sungayang sangat mementingkan pendidikan hal ini dapat dibuktikan bahwa

banyaknya masyarakat Sungayang yang sedang menempuh pendidikan.50

d. Keadaan Sosial Ekonomi

Dalam segi ekonomi masyarakat Sungayang tergolong menengah,

sebagian besar masyarakat nagari Sungayang mempunyai mata pencaharian

wiraswasta, pedagang dan bertani.Namun tak sedikit juga yang bekerja sebagai

pegawai sipil. Adapun macam-macam mata pencaharian penduduk nagari

Sungayang adalah sebagai berikut: (a) Wiraswasta dan pedagang 1002 orang, (b)

Pertanian dan perkebunan berjumlah 2100 orang, (c) Perusahaan industry kecil

berjumlah 87 orang, (d) Pemerintah dan Non pemerintah berjumlah 310 orang, (e)

Peternakan berjumlah 210 orang, (f) Transportasi berjumlah 87 orang.51

50

Database Kantor Wali Nagari Sungayang 51

Database Kantor Wali Nagari Sungayang