Upload
buituyen
View
234
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian perilaku
Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat
diamati dari luar (Kartono & Mar’at, 2006). Perilaku
terbentuk karena adanya pemikiran terhadap suatu
objek, sehingga munculnya tanggapan atau balasan
terhadap rangsangan yang diberikan.
Skinner dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan
bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian
perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus –
organisme – respon, sehingga teori skinner ini disebut
teori “S – O – R” (Stimulus-Organisme-Respon).
Skinner membedakan jenis perilaku menjadi dua
bagian, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap
stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang
lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang
masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
10
persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus
yang bersangkutan. Bentuk perilaku tertutup yang
dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
Contoh: ibu hamil tahu pentingnya periksa
kehamilan untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri
adalah merupakan pengetahuan (knowledge).
Kemudian ibu tersebut bertanya kepada
tetangganya dimana tempat periksa kehamilan yang
dekat. Ibu bertanya tentang tempat periksa
kehamilan adalah sebuah kecenderungan untuk
melakukan periksa kehamilan, yang selanjutnya
disebut sikap (attitude).
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau
praktik, hal ini dapat diamati orang lain dari luar atau
observable behavior. Contoh: seorang ibu hamil
memeriksakan kehamilannya ke puskesmas atau
bidan praktik, seorang anak menggosok gigi setelah
makan, seorang penderita TB Paru minum obat anti
TB secara teratur dan sebagainya. Contoh-contoh
tersebut merupakan bentuk tindakan nyata, dalam
11
bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik
(practice).
Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan
mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin
Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010),
membedakan adanya tiga domain atau ranah perilaku
yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),
tindakan atau praktik (practice).
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia,
atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indra yang dimilikinya (mata, telinga, dan
sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar
tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
12
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat mengintrepretasikan secara benar objek
yang diketahuinya tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponen-komponen
yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahui.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kemampuan seseorang untuk
merangkum dan meletakan dalam satu
hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki, atau kemampuan
untuk meringkas dengan kata-kata dan kalimat
sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
didengar, dan membuat kesimpulan.
13
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan penilaian terhadap
suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan
sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku dimasyarakat.
b. Sikap (attitude)
Menurut Newcomb, sikap adalah kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Ada beberapa
komponen sikap menurut Allport (1954) dalam
Notoatmodjo (2010) yakni:
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep
terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan,
pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek, artinya bagaimana penilaian
orang tersebut terhadap objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak. Artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan
14
atau perilaku. Ketiga komponen tersebut secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
c. Tindakan (practice)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
sikap adalah kecenderungan untuk bertindak. Sikap
belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan.
2.1.2 Teori-teori perilaku
Beberapa teori tentang perilaku dalam Notoatmodjo
(2010) diantaranya adalah:
a. Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer: 1977)
Teori ABC mengungkapkan bahwa perilaku
merupakan suatu proses dan sekaligus hasil
interaksi Antecedent�Behavior�Concequences.
1. Antecedent
Antecedent adalah suatu pemicu yang
menyebabkan seorang berperilaku, yakni
kejadian-kejadian di lingkungan sekitar.
Antecedent ini dapat berupa alamiah (hujan,
angin, cuaca, dan sebagainya), dan buatan
manusia (interaksi dan komunikasi dengan
orang lain).
15
2. Behavior
Behavior merupakan reaksi atau tindakan
terhadap adanya antecedent atau pemicu
tersebut yang berasal dari lingkungan.
3. Concequences
Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku
atau tindakan tersebut disebut konsekuensi.
Bentuk konsekuensi dapat berupa positif
(menerima) dan negatif (menolak).
b. Teori “Reason Action”
Teori yang dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen
(1980) menekankan pentingnya peranan dari
intention atau niat sebagai alasan atau faktor
penentu perilaku. Selanjutnya niat ini ditentukan
oleh sikap (penilaian yang menyeluruh terhadap
perilaku atau tindakan yang akan diambil), norma
subjektif (kepercayaan terhadap pendapat orang
lain apakah menyetujui atau tidak menyetujui
tentang tindakan yang akan diambil tersebut), dan
pengendalian perilaku (persepsi terhadap
konsekuensi atau akibat dari perilaku yang akan
diambilnya).
16
c. Teori “Preced-Proceed”
Teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green
pada tahun 1980, menganalisis perilaku manusia
dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar
perilaku (non behavior causes). Selanjutnya
perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yang
disebut PRECEDE (Predisposing, Enabling,
Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and
Evaluation). Precede merupakan arahan dalam
menganalisis dan mengevaluasi perilaku untuk
intervensi pendidikan atau promosi kesehatan.
Precede juga bisa di sebut sebagai fase diagnosis
masalah. Sedangkan PROCEED (Policy,
Regulatory, Organizational Construct in
Educational and Environmantal Development),
merupakan arahan dalam perencanaan,
implementasi, dan evaluasi pendidikan atau
promosi kesehatan. Apabila preceed merupakan
fase diagnosis masalah, maka proceed merupakan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi promosii
17
kesehatan. Lebih lanjut model ini dapat diuraikan
bahwa perilaku terbentuk dari 3 faktor yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors),
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan.
3. Faktor-faktor pendorong atau penguat
(renforcing factors) yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
d. Teori “Behavior Intention”
Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980)
berdasarkan analisisnya terhadap niatan orang
bertindak atau berperilaku. Menurut Kar perilaku
kesehatan itu merupakan fungsi dari:
1. Niat seseorang untuk bertindak berkaitan
dengan kesehatan atau perawatan kesehatan
(behavior intention).
18
2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitar
(social support).
3. Ada atau tidak adanya informasi tentang
kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessibility of information).
4. Otonomi pribadi dalam mengambil tindakan
atau keputusan (personal autonomy).
5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak
atau tidak bertindak (action situation).
e. Teori “Thoughs and Feeling”
Teori ini dikembangkan oleh tim kerja dari
organisasi kesehatan dunia atau WHO (1984) yang
menganalisis bahwa perilaku terbentuk karena 5
faktor yaitu:
1. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman
sendiri atau pengalaman orang lain.
2. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua,
kakek, atau nenek. Kepercayaan diterima
berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
19
3. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka
seseorang terhadap objek yang diperoleh dari
pengalaman sendiri atau dari orang lain.
4. Orang penting sebagai referensi
Perilaku biasanya dipengaruhi oleh orang-
orang yang dianggap penting yang
perbuatannya cenderung untuk dicontoh.
5. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya dalam hal ini meliputi fasilitas,
uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.
Pengaruh sumber daya terhadap perilaku
dapat bersifat positif maupun negatif.
2.1.3 Perilaku kesehatan
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan
individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit,
perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran
melalui olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat
diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat
meskipun secara medis belum tentu mereka betul-
betul sehat (Mubarak, 2009).
20
Perilaku kesehatan (health behavior) menurut
Skinner adalah respon seseorang terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-
sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan,
minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata
lain, perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau
kegiatan seseorang baik yang dapat diamati
(observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan
ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari
penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan
kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit
atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu
perilaku kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan
meningkat. Perilaku ini disebut perilaku sehat
(healthy behavior), yang mencakup perilaku-
perilaku (overt and covert behavior) dalam
mencegah atau menghindari penyakit dan
penyebab penyakit atau masalah kesehatan
(perilaku preventif), dan perilaku dalam
21
mengupayakan meningkatnya kesehatan (perilaku
promotif)
b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena
masalah kesehatan, untuk memperoleh
penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku
pencarian pelayanan kesehatan (health seeking
behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan
yang diambil seseorang atau anaknya bila sakit
atau terkena masalah kesehatan untuk memperoleh
kesembuhan atau terlepasnya dari masalah
kesehatan tersebut. Tempat pencarian kesembuhan
ini adalah tempat atau fasilitas pelayanan
kesehatan, baik fasilitas atau pelayanan kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, atau paranormal),
maupun modern atau professional (Rumah sakit,
Puskesmas, Poliklinik dan sebagainya).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2010)
membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan
dan membedakannya menjadi tiga yaitu:
a. Perilaku sehat (healthy behavior)
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya
22
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
antara lain: makan dengan menu seimbang
(appropriate diet), kegiatan fisik secara teratur dan
cukup, tidak merokok dan minum minuman keras,
istirahat yang cukup, pengendalian atau manajemen
stres dan perilaku atau gaya hidup positif yang lain
untuk kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan
atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau
terkena masalah kesehatan atau keluarganya,
untuk mencari penyembuhan, atau teratasi masalah
kesehatan yang lain. Pada saat orang sakit atau
anaknya sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku
yang muncul, antara lain:
1. Didiamkan saja (no action) artinya sakit
tersebut diabaikan, tetap menjalankan kegiatan
sehari-hari.
2. Mengambil tindakan dengan melakukan
pengobatan sendiri (self treatment atau self
medication). Pengobatan sendiri ini ada dua
yaitu cara tradisional (kerokan, minum jamu,
obat gosok dan sebagainya), dan cara modern
23
misalnya minum beli obat yang dibeli dari
warung, toko obat atau apotek.
3. Mencari penyembuhan atau pengobatan
keluar, yakni ke fasilitas pelayanan kesehatan,
yang dibedakan menjadi dua yakni pelayanan
kesehatan tradisional (dukun, sinshe dan
paranormal), dan fasilitas atau pelayanan
kesehatan modern atau professional
(puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan
praktek swasta, rumah sakit dan sebagainya).
c. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit
mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-
haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit
(obligation). Perilaku peran orang sakit ini antara
lain:
1. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui
fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan.
3. Melakukan kewajibannya sebagai pasien
antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter
24
atau perawat untuk mempercepat
kesembuhannya.
4. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi
proses penyembuhannya.
5. Melakukan kewajiban agar tidak kambuh
penyakitnya dan sebagainya.
2.1.4 Persepsi sehat dan sakit
Menurut Perry & Potter (2005), persepsi mengenai
sehat dan sakit tidaklah mudah karena setiap orang
mempunyai konsep kesehatan sendiri. Sehat dan sakit
bukanlah suatu pengetahuan ilmiah yang diperoleh
atau suatu benda namun sehat dan sakit merupakan
keadaan dimana seseorang medefinisikannya sesuai
dengan nilai yang ada pada dirinya. Sehingga di dalam
masyarakat terdapat beragam konsep sehat dan sakit.
Ewles dan Simnet dalam Perry & Potter (2005)
menyatakan bahwa persepsi individu tentang sehat
dan merasa sakit sangat bervariasi dan dibentuk oleh
pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan.
Menurut Smet dalam Perry & Potter (2005), defenisi
kesehatan apapun harus mengandung arti paling tidak
komponen biomedis, personal dan sosiokultural. WHO
25
juga mendefinisikan kesehatan bukan hanya terbebas
dari penyakit, cacat dan kelemahan namun secara
luas meliputi aspek medis, aspek mental dan sosial.
Dalam UU kesehatan No. 36 tahun 2009
mendefinisikan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis
(http://kesehatan.jogjakota.go.id/files/1.UU36-09-
Kesehatan.pdf). Demikian juga dengan kondisi sakit
bukan hanya keadaan dimana terjadi suatu proses
penyakit namun sakit menurut Perry & Potter (2005),
merupakan suatu keadaan dimana fungsi fisik,
emosional, intelektual, sosial, perkembangan atau
spiritual seseorang berkurang atau terganggu bila
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa
kombinasi alternatif untuk menggambarkan persepsi
seseorang tentang sehat dan sakit. Dalam salah satu
kombinasi aternatif tersebut menggambarkan
seseorang mendapatkan serangan penyakit (secara
klinis), tetapi orang itu sendiri tidak merasa sakit atau
mungkin tidak dirasakan sebagai sakit. Oleh karena itu
26
mereka tetap menjalankan kegiatannya sehari-hari
sebagaimana orang sehat. Konsep sehat dan sakit
merupakan konsep yang rumit oleh karena itu
digunakan model untuk memahami hubungan antara
kedua konsep ini. Salah satu model yang digunakan
adalah model keyakinan-kesehatan. Model ini
dikembangkan oleh Rosenstoch , Becker dan Maiman
(1974, 1975) yang menyatakan hubungan antara
keyakinan seseorang dengan perilaku yang
ditampilkan. Komponen pertama dari model ini adalah
persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap
suatu penyakit. Komponen kedua adalah persepsi
individu terhadap keseriusan penyakit tertentu yang
dipengaruhi oleh variabel demografi, sosiopsikologis,
perasaan terancam oleh penyakit dan tanda-tanda
untuk bertindak. Komponen ketiga, dimana seseorang
mungkin akan mengambil tindakan preventif.
27
2.2 Kanker Payudara
2.2.1 Pengertian kanker payudara
Defenisi kanker payudara menurut Ranggiasanka
(2010) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker adalah pertumbuhan sel
abnormal yang cenderung menyerang jaringan di
sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang
letaknya jauh (Corwin, 2009).
Gambar 1. Anatomi payudara
Kanker payudara (carcinoma mammae) adalah
keganasan yang menyerang kelenjar air susu, saluran
kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Istilah
kanker payudara merujuk pada tumor ganas yang
telah berkembang dari sel-sel yang ada di dalam
28
payudara. Payudara secara umum terdiri dari dua tipe
jaringan yaitu jaringan glandular (kelenjar) dan
jaringan stromal (penopang). Jaringan kelenjar
mencakup kelenjar susu (lobules) dan saluran susu
(the milk passage, milk duct), sedangkan jaringan
penopang meliputi jaringan lemak dan jaringan serat
konektif. Payudara juga dibentuk oleh jaringan
lymphatic, sebuah jaringan yang berisi sistem
kekebalan yang bertugas mengeluarkan cairan dan
kotoran seluler.
2.2.2 Jenis kanker payudara
Menurut Ranggiasanka (2010), terdapat beberapa
jenis kanker payudara:
a. Karsinoma in situ
Karsinoma in situ artinya kanker yang masih berada
pada tempatnya, merupakan kanker dini yang
belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat
asalnya.
b. Karsinoma duktal
Karsinoma duktal berasal dari sel-sel yang melapisi
saluran yang menuju ke puting susu. Karsinoma
meduler dan tubuler termasuk di dalam karsinoma
29
duktal. Sekitar 90% kanker payudara merupakan
karsinoma duktal. Kanker ini bisa terjadi sebelum
maupun sesudah masa menopause. Kadang
kanker ini dapat diraba dan pada pemeriksaan
mamogram, kanker ini tampak sebagai bintik-bintik
kecil dari endapan kalsium (mikrokalsifikasi).
Kanker ini biasanya terbatas pada daerah tertentu
di payudara dan bisa diangkat secara keseluruhan
melalui pembedahan. Sekitar 25-35% penderita
karsinoma duktal akan menderita kanker invasif
(biasanya pada payudara yang sama).
c. Karsinoma lobuler
Karsinoma lobuler tumbuh di dalam kelenjar susu,
biasanya terjadi setelah menopause. Kanker ini
tidak dapat diraba dan tidak terlihat pada
mammogram, tetapi biasanya ditemukan secara
tidak sengaja pada mamografi yang dilakukan
untuk keperluan lain. Sekitar 25-30% penderita
karsinoma lobuler pada akhirnya akan menderita
kanker invasif (pada payudara yang sama atau
pada kedua payudara).
30
d. Kanker invasif
Kanker invasif adalah kanker yang telah menyebar
dan merusak jaringan sehat lainnya, bisa
terlokalisir (terbatas pada payudara) maupun
metastatic (menyebar ke bagian tubuh lainnya).
Sekitar 80% kanker invasif adalah kanker duktal
dan 10% adalah kanker lobuler.
2.2.3 Etiologi kanker payudara
Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker
payudara yang diketahui, para peneliti telah
mengidentifikasi sekelompok faktor resiko (Suddarth &
Brunner, 2003), diantaranya adalah:
a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara
Wanita yang pernah menderita kanker payudara,
setelah payudara yang terkena diangkat, maka
resiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat hampir 1% setiap tahun.
b. Riwayat keluarga dan faktor genetik
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya
menderita kanker, memiliki resiko 3 kali lebih besar
untuk menderita kanker payudara. Beberapa studi
genetik telah berhasil mengidentifikasi gen-gen
31
utama, diantaranya BRCA1 (ditemukan pada
kromosom 17) dan BRCA2 (pada kromosom 13),
yang berperan penting dalam perbaikan DNA dan
bekerja sebagai penekan tumor. Resiko kanker
payudara meningkat jika seorang wanita mewarisi
gen BRCA,1 BRCA2 yang rusak.
c. Menarche dini
Resiko kanker payudara meningkat pada wanita
yang mengalami menstruasi sebelum usia 12
tahun.
d. Nulipara dan usia maternal lanjut saat kelahiran
anak pertama.
Nulipara adalah wanita yang tidak menyelesaikan
kehamilan sampai ke tahap janin hidup. Wanita
yang mempunyai anak pertama setelah berusia 30
tahun mempunyai resiko dua kali lipat untuk
mengalami kanker payudara dibanding dengan
wanita yang mempunyai anak pertama pada usia
sebelum 20 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut
Menopause setelah usia 50 tahun meningkatkan
resiko untuk mengalami kanker payudara.
32
f. Riwayat penyakit payudara jinak
Wanita yang mempunyai tumor payudara disertai
perubahan epitel proliferatif serta wanita dengan
hiperplasia atipik (kelainan struktur jaringan
payudara) mempunyai resiko untuk mengalami
penyakit ini.
g. Radiasi
Pemajanan terhadap radiasi ionisasi (terutama
pada dada) selama atau sesudah masa pubertas
meningkatkan terjadinya resiko kanker payudara.
h. Kontrasepsi oral
Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dalam
waktu yang lama beresiko untuk mengalami kanker
payudara. Namun resiko ini bisa menurun jika
dilakukan penghentian medikasi.
i. Terapi penggantian hormon
Wanita yang berusia lebih tua yang menggunakan
estrogen suplemen jangka panjang (lebih dari 10-
15 tahun) dapat mengalami peningkatan resiko.
Sementara penambahan progesteron terhadap
penggantian estrogen meningkatkan insiden
kanker endometrium, hal ini tidak menurunkan
resiko kanker payudara.
33
j. Alkohol
Peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang
mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas
dalam sehari. Beberapa temuan riset menunjukan
bahwa wanita muda yang minum alkohol lebih
rentan untuk mengalami kanker payudara pada
tahun-tahun terakhirnya. Beberapa penelitian
memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna
antara intake alkohol dengan resiko kanker
payudara. Data additional dari studi prospektif
menunjukan dampak intake alkohol yang
berhubungan dengan peningkatan level estrogen.
k. Obesitas
Terdapat hubungan yang positif antara berat badan
dan bentuk tubuh dengan kanker payudara pada
wanita pascamenopause karena tingginya kadar
estrogen pada wanita yang obesitas.
2.2.4 Tanda dan gejala penyakit kanker payudara
Gejala awal kanker payudara berupa sebuah
benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan
nyeri dan biasanya memiliki pinggiran yang tidak
34
teratur. Pada stadium awal jika didorong oleh jari
tangan, benjolan bisa digerakkan dengan mudah di
bawah kulit. Pada stadium lanjut, benjolan biasanya
melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya.
Pada kanker stadium lanjut bisa terbentuk benjolan
yang membengkak atau borok dikulit payudara.
Kadang kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak
seperti kulit jeruk. Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan adalah benjolan atau massa di ketiak,
perubahan ukuran atau bentuk payudara, keluar
cairan yang abnormal dari puting susu (biasanya
berdarah atau berwarna kuning sampai hijau, bisa juga
bernanah), perubahan pada warna atau tekstur kulit
pada payudara, puting susu maupun areola, payudara
tampak kemerahan, kulit di sekitar puting susu
bersisik, puting susu tertarik ke dalam atau terasa
gatal, nyeri payudara atau pembengkakan salah satu
payudara. Pada stadium lanjut bisa timbul nyeri tulang,
penurunan berat badan, pembengkakan lengan atau
ulserasi kulit. Beberapa kasus terjadi perubahan kulit
payudara sekitar benjolan atau perubahan pada
putingnya. Saat benjolan mulai membesar, barulah
menimbulkan rasa sakit (nyeri) saat ditekan. Jika
35
dirasakan nyeri pada payudara dan puting susu yang
tidak hilang, sebaiknya segera memeriksakan diri ke
dokter.
2.2.5 Stadium Kanker Payudara
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan
dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis suatu
penyakit kanker yang diderita pasiennya, Stadium
hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak
ada pada tumor jinak. Penentuan stadium kanker
penting sebagai panduan pengobatan, follow up dan
menentukan prognosis. Stadium kanker payudara
(American Joint Committee On Cancer dalam
Ranggiasanka, 2010) :
a. Stadium 0
kanker in situ dimana sel-sel kanker masih berada
pada tempatnya di dalam jaringan payudara yang
normal.
b. Stadium I
Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan
belum menyebar keluar payudara. Perawatan yang
sangat sistematis akan diberikan pada kanker
stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker tidak
36
dapat menyebar dan tidak berlanjut pada stadium
selanjutnya. Pada stadium ini, kemungkinan
sembuh total pada pasien adalah 70%.
c. Stadium IIA
Tumor dengan garis tengah 2-5 cm dan belum
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak atau
tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm tetapi
sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak.
Pada stadium ini, kemungkinan sembuh penderita
adalah 30-40 % tergantung dari luasnya
penyebaran sel kanker.
d. Stadium IIB
Tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm
dan belum menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm
tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening
ketiak. Biasanya dilakukan operasi untuk
mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh
bagian penyebaran dan setelah operasi, dilakukan
penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel
kanker yang tertinggal.
37
e. Stadium IIIA
Tumor dengan garis tengah kurang dari 5 cm dan
sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak
disertai perlengketan satu sama lain atau
perlengketan ke struktur lainnya atau tumor dengan
garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar
ke kelenjar getah bening ketiak. Menurut data dari
Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada
stadium ini sudah menyebar ke kelenjar limfa.
f. Stadium IIIB
Kanker sudah menyebar ke seluruh bagian
payudara, bahkan mencapai kulit, dinding dada,
tulang rusuk dan otot dada. Selain itu
penyebarannya juga sudah menyerang secara luas
ke kelenjar limfa. Jika sudah demikian tidak ada
alternatif lain selain pengangkatan payudara.
g. Stadium IV
Sel-sel kanker telah menyerang bagian tubuh
lainnya, yaitu tulang, paru-paru, hati, otak, bisa juga
menyerang kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam
batang leher. Sama seperti stadium 3, tindakan
yang harus dilakukan adalah pengangkatan
payudara.
38
2.2.6 Strategi Pengobatan Kanker Payudara
Menurut Ronald (2008) Pengobatan kanker
payudara terdiri dari:
a. Lumpectomy
Lumpectomy atau pengangkatan benjolan.
Pengangkatan benjolan ini disertai sedikit (sangat
minimal) jaringan yang sehat. Dengan cara ini,
diharapkan jaringan yang tersisa dan masih sehat
akan dapat membentuk kembali payudara secara
alami.
b. Mastectomy Radikal
Mastectomy radikal adalah pengangkatan payudara
seluruhnya termasuk kelenjar getah bening di
bawah ketiak (aksila) dan otot dinding dada di
bawah payudara untuk mencegah penyebaran
kanker yang lebih luas. Operasi ini dulu sangat
umum, tetapi jarang dilakukan sekarang karena
mastektomi radikal termodifikasi telah terbukti
bekerja sama baiknya. Mastektomi radikal
termodifikasi adalah pengangkatan seluruh
payudara serta beberapa kelenjar getah bening di
bawah lengan. Ini adalah operasi yang paling
umum untuk wanita dengan kanker payudara yang
39
seluruh payudaranya diangkat. Namun mastektomi
radikal masih dapat dilakukan untuk tumor besar
yang tumbuh ke dalam otot di bawah payudara.
c. Chemotherapy
Merupakan terapi yang diberikan berupa pemberian
obat-obatan tertentu yang fungsinya untuk
membunuh sel kanker (anti kanker). Terapi ini bisa
diberikan secara oral (diminum) atau berupa
suntikan pada pembuluh darah (intravenous). Obat-
obatan tersebut akan dialirkan lewat pembuluh
darah dan mengalir ke seluruh tubuh. Targetnya
adalah seluruh sel kanker yang ada di tubuh.
Meskipun obat ini membunuh sel-sel kanker,
mereka juga merusak beberapa sel normal, yang
dapat menyebabkan efek samping. Beberapa efek
samping yang umumnya dirasakan pasien adalah
rambut rontok, sariawan, hilangnya nafsu makan,
mual dan muntah, risiko tinggi infeksi (jumlah sel
darah putih yang rendah), perubahan dalam siklus
haid (ini bisa menjadi permanen), mudah memar
atau pendarahan (jumlah trombosit darah yang
rendah), menjadi mudah lelah (karena rendahnya
jumlah sel darah merah). Ada beberapa jenis
40
kemoterapi yaitu kemoterapi ajuvan dan kemoterapi
neoadjuvan. Kemoterapi ajuvan merupakan
pengobatan yang diberikan kepada pasien pasca
operasi yang tampaknya tidak memiliki penyebaran
kanker. Kemoterapi jenis ini ditujukan untuk
mengurangi risiko timbulnya kanker payudara.
Sedangkan kemoterapi neoadjuvan merupakan
pengobatan yang diberikan sebelum operasi.
Manfaat utama dari terapi ini adalah untuk
mengecilkan kanker yang berukuran besar
sehingga cukup kecil untuk diangkat, dan
mengeringkan luka kanker akibat kanker yang
sudah pecah. Pengobatan atau kemoterapi ini
harus diberikan secara berulang-ulang dengan
siklus yang berlangsung antara 3 - 6 bulan.
d. Terapi hormonal
Metode pemberian hormon yang berfungsi sebagai
penghambat laju perkembangan sel kanker. Terapi
hormon tergolong dalam terapi sistemik. Terapi ini
paling sering digunakan untuk membantu
mengurangi resiko kanker datang kembali setelah
operasi, tetapi juga dapat digunakan untuk kanker
payudara yang telah menyebar atau kambuhan
41
setelah pengobatan. Bagi wanita yang sel-sel
kankernya memiliki reseptor estrogen (ER-positif),
maka keberadaan hormon estrogen itu mendorong
pertumbuhan sel-sel kanker. Bagi wanita seperti ini,
terapi hormon diperlukan untuk memblokir efek
atau menurunkan kadar estrogen dalam rangka
mengobati kanker payudara.
e. Terapi radiasi
Terapi ini merupakan pengobatan dengan sinar
berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh
sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya.
Perawatan ini dapat digunakan untuk membunuh
sel-sel kanker apapun yang berada di payudara,
dinding dada, atau area ketiak (aksila).
2.3 Deteksi Dini Kanker Payudara
Deteksi dini kanker adalah usaha untuk menemukan
adanya kanker yang masih bisa disembuhkan yaitu kanker
yang belum lama tumbuh, kecil, lokal, dan belum
menimbulkan kerusakan yang berarti, pada golongan
masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu. Kanker
payudara dapat dideteksi secara dini dengan pemeriksaan
SADARI, pemeriksaan klinik, dan pemeriksaan mamografi.
42
Deteksi dini dapat menekan angka kematian sebesar 25-30%
(Saryono, 2008).
a. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri)
SADARI adalah pemeriksaan yang dilakukan sebagai
deteksi dini kanker payudara. Pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan yang sangat mudah dilakukan oleh setiap
wanita untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya
(Dalimartha, 2004).
Diperkirakan bahwa hanya 25% - 30% wanita melakukan
pemeriksaan payudara mandiri dengan baik dan teratur
setiap bulannya. Wanita yang lebih muda, yang mungkin
mempunyai benjolan normal pada payudara mereka,
ternyata kesulitan dalam melakukan SADARI. Bahkan
wanita yang bisa melakukan SADARI menunda untuk
mencari bantuan medis karena ketakutan, faktor ekonomi,
kurang pendidikan, enggan untuk bertindak jika terasa
nyeri, faktor-faktor psikologis dan kesopanan (Chyntia,
2009). SADARI dapat diajarkan dan dipraktikkan oleh
semua wanita. Pilihan waktu untuk SADARI adalah antara
hari ke 5 dan ke 10 dari siklus menstruasi, dengan
menghitung hari pertama haid sebagai hari pertama.
Wanita pascamenopausal dianjurkan untuk memeriksakan
payudaranya pada hari pertama setiap bulan untuk
43
meningkatkan rutinitas SADARI. Semua pasien yang telah
menjalani mastektomi diinstruksikan dengan cermat
tentang cara untuk memeriksa payudara yang tersisa dan
letak insisi untuk mendeteksi setiap nodul, yang dapat
menandakan kekambuhan penyakit.
Gambar 2. SADARI
Langkah-langkah pemeriksaan payudara sendiri
(SADARI)
1) Pemeriksaan di kamar mandi
Pemeriksan payudara sewaktu mandi yaitu
menggunakan tangan kanan untuk memeriksa
payudara sebelah kiri dan tangan kiri untuk payudara
sebelah kanan. Periksa adanya benjolan, massa yang
keras atau penebalan.
44
2) Pemeriksaan di depan cermin
Amatilah payudara dengan lengan berada di samping.
Selanjutnya angkat kedua lengan setinggi diatas kepala.
Perhatikan apakah ada tanda-tanda perubahan bentuk
kedua payudara seperti pembengkakan, pelepasan
cairan, lekukan-lekukan pada kulit atau perubahan-
perubahan pada puting susu.
3) Pemeriksaan dalam posisi baring
Untuk memeriksa payudara sebelah kanan, letakkan
bantal atau handuk yang dilipat dibawah bahu kanan.
Tempatkan tangan kanan di belakang kepala. Posisi ini
membuat penyebaran jaringan payudara merata diatas
dada. Gunakan 3 jari tengah dari tangan kiri dan susun
jari-jari tersebut dalam keadaan rata. Tekan dengan
gerakan lingkaran kecil. Geserkan jari-jari tersebut dari
satu posisi ke posisi selanjutnya. Jangan angkat jari-jari
lepas dari payudara sebelum keseluruhan jaringan
payudara telah diperiksa. Dalam pemeriksaan tersebut
temukan tanda-tanda seperti benjolan, penebalan atau
keadaan yang tidak normal. Bila ditemukan adanya
pelepasan cairan jernih atau darah, sebaiknya laporkan
pada dokter. Setelah selesai melakukan pemeriksaan
lengkap pada payudara kanan, lakukan juga
45
pemeriksaan pada payudara kiri dengan cara yang
sama.
b. Mammografi
Mammografi adalah pemeriksaan payudara dengan alat
rontgen. Pada mammografi digunakan sinar X dosis
rendah untuk menemukan daerah yang abnormal pada
payudara. Menggunakan mesin mammografi, payudara
akan ditekan oleh dua plat untuk meratakan dan
menyebarkan jaringan. Keadaan ini mungkin menimbulkan
rasa tidak nyaman, tetapi sangat penting untuk
menghasilkan gambar mammogram yang baik dan dapat
dibaca. Penekanan payudara ini hanya berlangsung
beberapa detik. Seluruh prosedur mammografi untuk satu
payudara adalah sekitar 20 menit. Hasil dari mammografi
adalah film (mammogram) yang dapat diinterpretasi oleh
dokter bedah atau dokter ahli radiologi. Perubahan yang
dapat terlihat dari mammogram adalah mikrokalsifikasi
yaitu deposit-deposit kecil kalsium dalam jaringan
payudara yang terlihat sebagai titik-titik kecil putih di
sekitar jaringan payudara. Mikrokalsifikasi yang dicurigai
sebagai tanda kanker adalah titik-titik yang sangat kecil,
dan berkumpul dalam suatu kelompok (cluster). Massa
yang tampak pada mammogram dapat disebabkan oleh
46
kanker atau bukan kanker, tetapi untuk memastikan
biasanya dilakukan biopsi. Massa yang tampak dapat
berupa massa padat dan kistik (berongga dan berisi
cairan). Para ahli menganjurkan kepada setiap wanita
yang berusia di atas 40 tahun untuk melakukan
mammogram secara rutin setiap 1-2 tahun dan pada usia
50 tahun ke atas mammogram dilakukan sekali setahun.
c. Biopsi
Biopsi merupakan operasi kecil untuk mengambil
contoh jaringan (biopsi) dari benjolan itu, kemudian
diperiksa di bawah mikroskop laboratorium patologi
anatomi. Bila diketahui dan dipastikan bahwa benjolan itu
adalah kanker, maka akan dilakukan pengangkatan
payudara untuk menghindari penyebaran ke bagian tubuh
yang lain.
d. USG
USG atau yang juga dikenal dengan sonography atau
ultrasonography, sering digunakan untuk mengevaluasi
ketidaknormalan payudara yang ditemukan pada hasil
mammography. USG dengan cepat dapat menemukan
kista (kantung bulat, berisi cairan, di dalam payudara)
ataupun pertambahan volume jaringan padat (dense
mass). USG menggunakan gelombang suara frekuensii
47
tinggi untuk menghasilkan gambar (citra) payudara.
Gelombang suara frekuensi tinggi tersebut dipancarkan
dari sebuah tranduser ke payudara. Pantulan gelombang
suara dari payudara ditangkap oleh tranduser dan
kemudian diterjemahkan oleh sebuah komputer menjadi
sebuah gambar (citra) yang terlihat di layar monitor. Jika
sebuah kista payudara sedang digambarkan, hampir
seluruh gelombang suara akan melewati kista serta
menghasilkan pantulan yang lemah. Jika tumor payudara
yang digambarkan, gelombang suara akan memantul dari
benda padat tersebut dan pola pantulannya diterjemahkan
oleh komputer menjadi gambar yang dikenali/diindikasikan
sebagai massa solid. Selama pemeriksaan pasien akan
merasakan sedikit tekanan dari transduser.
e. Termografi
Pada termografi digunakan suhu untuk menemukan
kelainan pada payudara. Termografi ini relatif aman karena
tidak menimbulkan radiasi, tanpa injeksi ataupun
penekanan apapun. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan termografi yaitu pakaian
penderita harus dilepas sebelum termografi dilakukan dan
penderita ditempatkan pada ruangan dengan suhu 210C
selama 15 menit. Tujuannya untuk adaptasi sebelum
48
termografi dilakukan sehingga hasil termogram kontras.
Dengan memanfaatkan digital infra-red thermal imaging,
akan didapat pola panas normal dan tak normal yang
dihasilkan oleh adanya sel kanker. Caranya, pasien cukup
berdiri di depan alat termografi, kemudian petugas
merekam pola panas payudara. Bila terdapat warna merah
(tanda suhu tinggi tak normal), maka terdapat aktivitas sel
tumor.
2.4 Pemeriksaan Payudara
Pemeriksaan payudara dilakukan selama setiap
pemeriksaan fisik atau ginekologi umum atau jika pasien
menduga, mengeluhkan, atau ketakutan akan penyakit
payudara. Pemeriksaan payudara klinis dianjurkan setidaknya
setiap 3 tahun bagi wanita antara usia 20-40 tahun, dan
kemudian setiap tahun. Pemeriksaan payudara yang lengkap
dan menyeluruh termasuk instruksi pemeriksaan mandiri
membutuhkan waktu setidaknya 5 menit atau lebih.
a. Inspeksi
Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi. Pasien melepaskan
pakaiannya mulai dari kepala sampai sebatas pinggang
dan duduk dalam posisi yang nyaman menghadap
pemeriksa. Payudara diinspeksi terhadap ukuran dan
49
kesimetrisan. Kulit diinspeksi terhadap warna, pola venosa
dan ketebalan atau edema. Eritema (kemerahan) dapat
menunjukkan inflamasi lokal jinak atau invasi limfatik
superficial oleh neoplasma. Pola venosa yang menonjol
dapat menandakan peningkatan suplai darah yang
dibutuhkan oleh tumor. Edema dan pitting kulit dapat
terjadi akibat neoplasama menyekat drainase limfatik dan
kulit tampak orange-peel (peau d’orange), yang
merupakan tanda klasik dari kanker payudara tingkat
lanjut. Untuk mendapatkan cekungan (dimpling) atau
retraksi yang sulit terdeteksi, pemeriksa menginstruksikan
pasien untuk mengangkat kedua tangannya.
Berikutnya, pasien diinstruksikan untuk meletakkan
tangannya pada pinggang dan mendorong pinggangnya.
Gerakan ini menyebabkan kontraksi otot pektoralis, yang
normalnya tidak mengubah kontur payudara atau arah
puting susu. Setiap dimpling atau retraksi selama
perubahan posisi ini menunjukkan pertumbuhan
malignansi. Region klavikular dan aksilaris diinspeksi dan
dipalpasi terhadap pembengkakan, perubahan warna, lesi
atau perubahan nodus limfe.
50
b. Palpasi
Palpasi area aksilaris dan klavikular dilakukan dengan
pasien dalam posisi duduk. Untuk memeriksa nodus limfe
aksilaris, pemeriksa dengan perlahan melakukan abduksi
lengan pasien dari toraks. Lengan atas kiri pasien diraih
dengan perlahan dan disangga dengan tangan kiri
pemeriksa. Tangan kanan bebas untuk mempalpasi aksila
dan memperhatikan setiap nodus limfe yang mungkin
terletak dibawah dinding toraks. Bagian datar dari ujung
jari digunakan dengan perlahan untuk mempalpasi area
nodus sentral, lateral, subkapular, dan pektoralis.
Normalnya nodus limfe ini tidak terpalpasi jika mereka
tidak membesar. Ukuran, lokasi, mobilitas, konsistensi, dan
nyeri tekan pada nodus tersebut dicatat. Pasien kemudian
dibantu untuk mengambil posisi telentang. Sebelum
payudara dipalpasi, bahu pasien ditinggikan dengan bantal
kecil untuk menyeimbangkan payudara pada dinding dada.
Jika tidak dilakukan, hal ini akan membuat jaringan
payudara terjatuh ke arah lateral, dan masa payudara
mungkin tidak tampak dalam jaringan yang menebal ini.
Pemeriksa dapat memilih untuk dapat melakukan palpasi
melingkar searah dengan arah jarum jam mengikuti
lingkaran konsentris imajiner dari batas terluar payudara
51
kearah puting susu. Selama palpasi, pemeriksa
memperhatikan konsistensi jaringan, nyeri tekan, dan atau
adanya massa. Jika terdeteksi massa, maka massa
tersebut digambarkan beserta lokasinya (misalnya,
payudara kiri 2 cm dari puting pada posisi jam dua).
Ukuran, bentuk, konsistensi, garis perbatasan, dan
mobilitas tercakup dalam deskripsi.
Jaringan payudara pada remaja biasanya keras dan
lobular, sementara jaringan payudara pada wanita
pascamenopausal teraba lebih tipis dan mungkin lebih
granular. Selama kehamilan dan laktasi, payudara lebih
keras dan lebih besar, dengan lobulus yang tampak lebih
jelas. Perubahan hormonal menyebabkan areola menjadi
lebih gelap. Kista secara umum ditemukan pada wanita
yang masih menstruasi dan biasanya berbatas jelas dan
mudah digerakkan. Pada pramenstruasi, kista dapat lebih
besar dan lebih keras. Tumor malignansi, sebaliknya
cenderung untuk lebih keras, dengan konsistensi seperti
penghapus pada ujung pensil, tidak berbatas tegas, terikat
pada kulit atau jaringan dibawahnya, dan biasanya tidak
nyeri tekan. Semua abnormalitas yang terdeteksi selama
inspeksi dan palpasi harus dievaluasi oleh dokter.
52
2.5 Kebudayaan
2.5.1 Definisi
Istilah kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta
“budh“. Dari kata budh ini kemudian dibentuk kata
Buddhayah, bentuk jamak dari kata budi yang berarti
budi atau akal/bangun atau sadar, sehingga
kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah culture yang berasal dari
kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan
ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dari hasil karya manusia
dalam rangka membangun kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Banyak ahli yang mendefenisikan tentang
kebudayaan, E. B. Taylor dalam Mubarak (2009)
memberikan suatu pengertian bahwa kebudayaan
adalah kompleks keseluruhan yang mencakup
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum adat,
serta segala macam kemungkinan dan kebiasaan
53
yang dicapai oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo dan Soelaiman dalam
Mubarak (2009), kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat.
Kebudayaan sifatnya macam-macam. Akan tetapi
semuanya adalah buah adab (keluhuran budi), maka
semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah
berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang,
bahagia, dan sebagainya.
2.5.2 Wujud kebudayaan
Ada tiga wujud kebudayaan menurut Mubarak
(2009) yang secara nyata dapat diamati oleh manusia
yaitu:
a. Wujud gagasan/ideal.
Budaya dalam wujud gagasan atau ide ini bersifat
abstrak dan tempatnya ada dalam alam pikiran
sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Sistem
gagasan yang telah dipelajari sejak dini sangat
menentukan sifat dan cara berpikir serta tingkah
laku. Gagasan-gagasan inilah yang akhirnya
menghasilkan berbagai hasil karya manusia
berdasarkan sistem nilai, cara berpikir dan pola
54
tingkah laku. Wujud budaya dalam bentuk sistem
gagasan ini disebut sistem nilai budaya.
b. Wujud perilaku (aktivitas)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
Wujud ini sering disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri atas aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sifatnya konkrit, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati serta
didokumentasikan.
c. Wujud benda hasil budaya
Semua benda hasil karya manusia tersebut bersifat
konkrit, dapat diraba dan difoto. Kebudayaan dalam
wujud konkrit ini disebut kebudayaan fisik.
Dalam hidup bermasyarakat ketiga kebudayaan
diatas tentu tak dapat terpisahkan satu sama yang
lainnya. Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur
dan memberi arah kepada tindakan dan karya
manusia. Baik pikiran dan ide-ide, maupun tindakan
dan karya manusia menghasilkan benda-benda
55
kebudayaan khusus. Sebaliknya kebudayaan fisik
membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang
makin lama makin menjauhkan manusia dari
lingkungan alam manusianya sehingga mempengaruhi
pola-pola perbuatan dan juga cara pikirnya.
2.5.3 Sifat kebudayaan
a. Budaya cenderung untuk bertahan. Budaya
cenderung bertahan jika oleh masyarakat
pendukung masih dianggap cocok atau masih
memenuhi kebutuhannya.
b. Budaya selalu berkembang. Budaya cenderung
mengalami perubahan-perubahan sosial dengan
situasi yang baru karena manusia memiliki rasa
tidak puas terhadap apa yang telah ada, sehingga
mereka berusaha untuk meningkatkan kualitas. Ada
dua kekuatan didalam masyarakat yang berkaitan
dengan kecenderungan manusia untuk berubah,
yaitu sebagai berikut:
1. Kekuatan yang ingin menyesuaikan diri dengan
kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
56
2. Kekuatan yang berusaha menyimpang dari
kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat (Mubarak, 2009).
2.6 Pengaruh Budaya terhadap Perilaku Manusia
Manusia adalah makhluk sosial budaya yang
memperoleh perilakunya melalui belajar. Apa yang kita
pelajari umumnya dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya,
melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya
menjadi bagian kepribadian dan perilaku kita. Kepribadian
melatarbelakangi perilaku individu. Individu dan perilakunya
terwujud dalam bentuk perilaku masyarakat dan
kebudayaannya. Dalam bukunya Mubarak (2009)
menjelaskan bagian-bagian kebudayaan yang mempengaruhi
bentuk kepribadian antara lain sebagai berikut:
a. Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
Contoh, adat istiadat melamar mempelai yang berbeda
antara daerah satu dengan yang lainnya di Indonesia.
b. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda. Seseorang
yang dilahirkan di desa memiliki sikap percaya diri dan
sikap untuk menilai. Sedangkan anak di kota lebih terbuka
untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan lebih
berani untuk menonjolkan diri.
57
c. Kebudayaan khusus kelas sosial tertentu dalam suatu
masyarakat, seperti kelas sosial tinggi, menengah dan
rendah. Masing-masing kelas sosial dan kelas
menghasilkan kepribadian yang berbeda pula dalam diri
anggota kelas sosial tersebut.
d. Kebudayaan khusus atas dasar agama. Agama
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan
kepribadian.
e. Kebudayaan berdasarkan profesi. Misalnya kepribadian
seorang perawat tentu akan berbeda dengan kepribadian
seorang pengacara. Itu semua berpengaruh kepada
suasana dalam keluarga dan cara-cara mereka bergaul di
dalam masyarakat.
Seorang penulis, Jim Chew dalam bukunya When you
cross cultures (1990: 4-7), menguraikan lebih rinci mengenai
budaya dimana budaya memiliki empat lapisan yaitu tingkah
laku, nilai-nilai, kepercayaan, dan cara pandang dunia.
Culture has to do with a society’s beliefs, values and behavior patterns. A particular culture will have a view of reality which its member live by. This is called its “world view” and it is the heart of a culture. From this “world view” comes the beliefs and value of a culture, which in turns influence its behavior. If any change is to take place significantly, it has to take place at the heart of culture, rather than behavior.
A world view may be “religous” (God or gods are part of reality) or “secular” as in a secularized or Marxist society. From a person’s world view will flow his beliefs related to God and to reality. From these beliefs will flow his values of what is good and desirable, and what is undesirable and
58
unacceptable. A “value-system” usually stem from a “truth-system” of beliefs. Values in turn will affect behavior and relationship between people.
World view determines a person’s view of God, of himself and of his meaning in life. For example, the world view of most south asians includes many gods. Asking a person if he belives in Christ will bring forth a positive “yes” in reply. But Christ is only one of the many gods in his pantheon. And Christ cannot be the only way. For the Christian who has come to know Christ, Christ is uniquely the way. There is none else. His whole focus is on Christ, as was the apostle Paul’s when he wrote to the Philippians.
A colleague in Shouth Asia, in his witness to the peoples, views evangelism as a process rather then isolated events of proclaiming the gospel message. Through bridges of friendship and discussions, his hearers are drawn progressively to understand who God is and why Christ is unique. His aims is for his contact to be introduced to the person of Christ in such a manner that he will be increasingly attractive and glorious to them to the point that other gods will fade and disappear out of their minds. The process of changing their world view will require a progressive understanding of the person of Christ.
E Stanley Jones in the song of ascents describes how his hearers will often have an equivalent for many of our biblical portrayals of Christ. “Then he dawning came”, he writes and what a dawing! I saw that everything they brought up was the word become word, and what the gospel presented was the word become flesh”.
For Christ to be unique to the South Asian may teke a long process because his understanding of christis coloured by his world view and set of beliefs. The Holy Spirit’s work of conviction is often not a sudden matter but a process of the word of god taking root. The blindness is ultimately dispelled and light shines.
How then can cross-cultural messenger learn to understand the world view and beliefs of the people they hope to win? David Hesselgrave suggest there ways that are logically possible. Firstly, cross cultural messenger can invite their non Christian respondentsto lay aside their own world view and adopt the Christian world view. This, however, is highly impractical. Few are prepared to do so or even able to do so.
59
Gambar 3. Behavior, values, beliefs dan world view
Secondly, cross cultural messenger can temporarily adopt the world of their respondent. Then by reexamining their message in the light of respondent’s. world view, they can adapt the message so as to make it meaningful. This approach is not easy but is possible and practical. Thirdly, cross-cultural messenger can ask their respondents to meet them half-way to exchange views so as to establish common ground. This approach is risky as it will distort the message. Any religion needs to be viewed as a whole.
Hesselgrave suggest that the second approach is in keeping with the missionary calling and the realities of culture.
Dalam uraian yang disampaikan oleh Jim Chew
menjelaskan bahwa world view (pandangan dunia)
merupakan sesuatu yang sesungguhnya nyata atau tidak
tentang kebudayaan dalam hal ini pandangan seseorang
tentang sehat dan sakit. Bagaimana seorang individu
BEHAVIOR
VALUES
BELIEFS
WORLD VIEW
60
memandang realita yang ada berkaitan dengan kesehatan.
Pandangan dunia (World view) melandasi keyakinan (beliefs).
Keyakinan dalam hal ini terkait sesuatu yang dianggap benar
atau salah. Keyakinan yang melandasi adanya suatu nilai
(value), dimana nilai inilah yang membuat seseorang bisa
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk
sehubungan dengan sehat dan sakit. Dan dari nilai yang
dimiliki akan tampak dalam perilaku individu tersebut yang
dapat kita amati secara langsung dalam kehidupannya.
a. Pandangan dunia (world view)
Dalam bukunya Ilmu budaya dasar (2004) Prasetya
menjelaskan bahwa pandangan dunia adalah juga filsafat
hidup. Sesuai dengan arti filsafat yaitu cinta akan kebenaran
maka bentuk kebenaran yang akan dicapai adalah kebenaran
yang dapat diterima oleh siapa saja. Pandangan dunia dimiliki
oleh semua orang atau semua golongan. Jadi pandangan
dunia dapat merupakan keseluruhan garis dan
kecenderungan jalan-jalan dan nilai-nilai yang akan dicapai
untuk landasan semua dimensi kehidupannya. Dari
pandangan dunia ini terpancar perbuatan, kata-kata dan
tingkah laku dan cita-cita, sikap, dorongan atau tujuan yang
akan dicapai. Falsafah atau pandangan dunia bukan timbul
seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan
61
melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga
hasil pemikiran itu dapat teruji kebenarannya. Atas dasar ini
manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan,
pedoman atau petunjuk yang disebut falsafah atau pandangan
dunia. Pandangan dunia juga berarti pandangan seseorang
tentang kenyataan hidup.
b. Keyakinan/kepercayaan (beliefs)
Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui
atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran. Jadi dasar kepercayaan itu
adalah kebenaran. Ada jenis pengetahuan yang dimilki
seseorang, bukan karena hasil penyelidikan sendiri,
melainkan diterima dari orang lain. Pengetahuan yang
diterima dari orang lain atas kewibawaannya itu disebut
kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang memberitahu
mengenai pengetahuan itu makin besar kepercayaannya.
Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa kepercayaan
dalam hal ini tidak ada hubungannya dengan hal-hal gaib,
tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau
salah. Kepercayaan sering dapat bersifat rasional atau
irasional. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan
62
terhadap sesuatu tersebut masuk akal sebaliknya pula
dengan kepercayaan irasional. Kepercayaan atau keyakinan
dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Hal
ini dimaksudkan bahwa orang percaya kepada sesuatu dapat
disebabkan karena ia mempunyai pengetahuan tentang itu.
Kepercayaan atau keyakinan yang tidak didasarkan pada
pengetahuan yang benar akan menyebabkan kesalahan
bertindak.
c. Nilai (values)
Nilai merupakan konsep yang dibentuk akibat dari
penampilan kehidupan keluarga, teman, budaya, pendidikan,
pekerjaan dan istirahat. Nilai tergantung individu dalam
mempersepsikannya. Konsep nilai tidak dapat didefinisikan
dengan sederhana. Tiga orang penulis klasik (Kluckhohn,
Maslow, Rokeach) menyatakan bahwa nilai adalah keyakinan
personal mengenai harga atas suatu ide, tingkah laku,
kebiasaan, atau objek yang menyusun suatu standar yang
mempengaruhi tingkah laku. Nilai adalah keyakinan yang
mendasari seseorang melakukan tindakan dan tindakan itu
kemudian menjadai suatu standar atas tindakan yang
selanjutnya. Uustal (1992) merangkum elemen umum dalam
63
definisi nilai yang memiliki komponen kognitif, selektif, afektif
dan tindakan.
Rokeach (1973) dalam Perry & Potter (2005) menjelaskan
nilai sebagai keyakinan karena memiliki aspek , kognitif,
afektif dan tingkah laku. Nilai meliputi kognisi yaitu
menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu
tentang apa yang diinginkan. Nilai meliputi afektif yang
menjelaskan perasaan atau emosi individu dan kelompok
terhadap apa yang diinginkan. Nilai memiliki komponen
tingkah laku, artinya nilai merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang
ditampilkan. Nilai sangat berpengaruh dalam pengambilan
keputusan untuk bertindak sehingga sebagian besar orang
secara sadar menyadari bahwa hanya beberapa nilai utama
yang dapat dianggap sebagai sesuatu yang penting dalam
kehidupan mereka (Perry & Potter, 2005).
64
2.7 Kerangka berpikir
Gambar 4. Kerangka berpikir perilaku pemeriksaan payudara ditinjau dari perspektif kebudayaan
Kebudayaan
World view
Value
Belief
Behavior