Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Reviu Penelitian Terdahulu
Menurut Tuwentina (2014) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh
konservatisme akuntansi dan good corporate governance pada kualitas laba.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1) Konservatisme akuntansi berpengaruh positif pada kualitas laba.
2) Good corporate governance tidak berpengaruh pada kualitas laba.
Menurut Oktaviani (2016) pada penelitiannya yang berjudul pengaruh
good corporate governance terhadap kualitas laba dengan manajemen laba
sebagai variabel intervening. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa,
kepemilikan institusional, dewan komisaris dan komite audit berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial dan dewan direksi
berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit
berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.
Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Pengaruh
hubungan variabel good corporate governance dalam hal ini hanya kepemilikan
institusional, dewan komisaris dan komite audit yang berpengaruh signifikan
terhadap kualitas laba melalui manajamen laba sebagai variabel intervening,
6
sedangkan kepemilikan manajerial dan dewan direksi tidak berpengaruh
signifikan terhadap kualitas laba melalui manajemen laba sebagai variabel
intervening.
Menurut Lestari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh good
corporate governance terhadap nilai perusahaan dengan kualitas laba sebagai
variabel intervening. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan manajerial dan komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas
laba maupun nilai perusahaan. Kualitas laba berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Variabel kepemilikan manajerial dan komisaris independen
berpengaruh terhadap kualitas laba serta nilai perusahaan. Kualitas laba hanya
menjadi mediator pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan.
Menurut Theacini and Wisadha (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
pengaruh good corporate governance, kualitas laba dan ukuran perusahaan pada
kinerja perusahaan. Ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, kualitas laba, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada
kinerja perusahaan, sedangkan jumlah komite audit dan proporsi komisaris
independen tidak berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan.
Nadirsyah (2016) dalam penelitiannya yang berjudul struktur modal, good
corporate governance dan kualitas laba. Hasil penelitian menunjukan bahwa
struktur modal yang diukur dengan LEV tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak menempatkan leverage sebagai
indikator utama dalam memutuskan investasi pada perusahaan tertentu. Hasil
7
penelitian selanjutnya menunjukan bahwa komite audit, komisaris independen,
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap
kualitas laba.
Tabel 1
Tinjaun Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Hasil
1 Tuwentina
(2014)
Pengaruh konservatisme
akuntansi dan good
corporate governance
pada kualitas laba
1. Konservatisme akuntansi
berpengaruh positif pada
kualitas laba.
2. Good corporate
governance tidak
berpengaruh pada kualitas
laba.
2 Oktaviani
(2016)
Pengaruh good corporate
governance terhadap
kualitas laba dengan
manajemen laba sebagai
variabel intervening
Kepemilikan institusional,
dewan komisaris dan komite
audit berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba,
kepemilikan manajerial dan
dewan direksi berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba.
8
Kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial,
dewan komisaris, dewan
direksi dan komite audit
berpengaruh signifikan
terhadap kualitas laba.
3 Lestari
(2014)
Pengaruh good corporate
governance terhadap nilai
perusahaan dengan
kualitas laba sebagai
variabel intervening
Variabel kepemilikan
manajerial dan komisaris
independen berpengaruh
terhadap kualitas laba
maupun nilai perusahaan.
Kualitas laba berpengaruh
terhadap nilai perusahaan.
Variabel kepemilikan
manajerial dan komisaris
independen berpengaruh
terhadap kualitas laba serta
nilai perusahaan. Kualitas
laba hanya menjadi mediator
pengaruh kepemilikan
manajerial terhadap nilai
perusahaan
9
4 Theacini
and
Wisadha
(2014)
Pengaruh good corporate
governance, kualitas laba
dan ukuran perusahaan
pada kinerja perusahaan
Ukuran dewan direksi,
kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional,
kualitas laba, dan ukuran
perusahaan berpengaruh
signifikan pada kinerja
perusahaan, sedangkan
jumlah komite audit dan
proporsi komisaris
independen tidak
berpengaruh signifikan pada
kinerja perusahaan.
5 Nadirsyah
(2016)
Struktur modal, good
corporate governance
dan kualitas laba
penelitian selanjutnya
menunjukan bahwa komite
audit, komisaris independen,
kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional
berpengaruh terhadap
kualitas laba.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Teori Agensi
Konsep teori agensi didasari pada permasalahan agensi yang
muncul ketika pengurusan suatu perusahaan terpisah dari
10
kepemilikannya. Perusahaan merupakan mekanisme yang memberikan
kesempatan kepada berbagai partisipan untuk berkontribusi dalam
bentuk modal, keahlian serta tenaga kerja dalam rangka
memaksimumkan keuntungan jangka panjang. Partisipan-partisipan
yang berkontribusi pada modal disebut sebagai pemilik (principal).
Partisipan-partisipan yang berkontribusi dalam keahlian dan tenaga
kerja disebut pengelolan perusahaan (agent). Adanya dua partisipan
menyebabkan timbulnya permasalahan tentang mekanisme yang harus
dibentuk untuk menyelaraskan kepentingan yang berbeda diantara
keduanya (Nuswandari 2009).
Teori agensi terfokus pada dua individu yaitu prinsipal dan agen.
Prinsipal mendelegasikan responsibility decision making kepada agen.
Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang-orang ekonomi
yang rasional yang semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi,
tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas prefensi,
kepercayaan dan informasi. Hak dan kewajiban dari prinsipal dan agen
dijelaskan dalam sebuah perjanjian kerja yang saling menguntungkan.
Dalam peneltian akuntansi manajemen, teori agensi digunakan untuk
mengidentifikasi kombinasi kontrak kerja dan sistem informasi yang
akan memaksimalkan fungsi manfaat prinsipal, dan kendala-kendala
perilaku yang muncul dari kepentingan agen (Raharjo 2007).
11
2.2.2 Good Corporate Governance
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dual yakni, pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan
terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder (Kaihatu, 2006).
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)good
corporate governance(GCG) adalah salah satu pilar dari sistem
ekonomi pasar. Ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap
perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di
suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang
sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya
GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk
menunjang upaya pemerintah untuk menegakkan good governance
pada umumnya di Indonesia. Saat ini pemerintah sedang berupaya
untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka
menciptakan pemerintah yang bersih dan beribawa.
Dengan adanya good corporate governance yang menjadi suatu
sistem yang mengelola perusahaan, selain juga mengatur pihak yang
12
berkepentingan didalamnya dengan memberikan fungsi dan
tanggungjawab kepada pihak-pihak yang mempunyai kewajiban
didalamnya seperti pihak pemilik dan manajer. Good corporate
governance mengatur bagaimana sistem kelola perusahaan yang baik
sehingga tidak ada satupun pihak yang dirugikan dikarenakan
kurangnya atau tidak adanya transparansi dari pihak manajer sehingga
menimbulkan istilah teori agensi. Good corporate governance(GCG)
akan sangat membantu permasalahan tersebut sehingga bisa terciptanya
perusahaan yang baik dan sehat dari segi keuangannya.
2.2.2.1 Komponen GCG
a. Kepemilikan Institusional
Menurut Wahidawati (2001) dalam Kusumaningtyas (2012)
kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang
beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti
bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan
lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase.
Kepemilikan institusional dapat mengurangi pengaruh dari
kepentingan-kepentingan lain dalam perusahaan seperti kepemilikan
pemegang saham lainnya, manajer, ataupun debtholders.
Kepemimpinan institusional memiliki pengawasan yang lebih kuat
dibanding pemegang saham lainnya. Hal ini dapat dilihat dan diperkuat
dengan teori keagenan (agency theory) dimana ketika terdapat banyak
institusional investor itu artinya ada sesuatu kontrol yang banyak dan
13
kuat dari pihak institusional sehingga akan dapat dengan mudah untuk
menjadi pemilik saham mayoritas (Karinaputri and Sofian 2012).
b. Kepemilkan Manajerial
Menurut Christiawan and Tarigan (2007) kepemilikan manajerial
adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan
kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham
perusahaan. Dalam laporan keuangan keadaan ini ditunjukan dengan
besarnya presentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer.
Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan
keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Menurut Murni and Andriana (2007) dalam Indahningrum and
Handayani (2009) kepemilikan manajerial (insider) atas sekuritas
perusahaan dapat menyamakan kepentingan insider dengan pihak
ekstern dan akan mengurangi peranan hutang sebagai mekanisme
untuk meminimumkan agency cost. Semakin meningkatnya
kepemilikan oleh insider, akan menyebabkan insider semakin berhati-
hati dalam menggunakan hutang dan menghindari perilaku
opportunistic karena mereka ikut menanggung konsekuensi dari
tindakannya, sehingga mereka cenderung menggunakan hutang yang
rendah.
14
c. Dewan Komisaris independen
Menurut Bukhori and Raharja (2012) dewan komisaris merupakan
salah satu fungsi kontrol yang terdapat dalam satu perusahaan. Fungsi
kontrol yang dilakukan oleh dewan komisaris merupakan salah satu
bentuk praktis dari teori agensi. Didalam suatu perusahaan, dewan
komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk melaksanakan
fungsi pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis
manajemen. Dewan komisaris menjebatani kepentingan principal dan
manajer di dalam perusahaan.
Antonia (2008) menyatakan, dewan komisaris dapat melakukan
tugasnya sendiri maupun dengan mendelegasikan kewenangannya
pada komite yang bertanggung jawab pada dewan komisaris. Dewan
komisaris harus memantau efektifitas praktek pengelolaan korporasi
yang baik (good corporate governance) yang diterapkan perseroan
bilamana perlu melakukan penyesuaian.
d. Komite Audit
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perushaan yang baik
(good corporate governance) BEJ mewajibkan perusahaan tercatat
memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite
audit sekurang-kurangnya tiga anggota dan seorang diantaranya
komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua
komite. Sebaliknya, pihak lain adalah pihak ekstern yang independen
15
dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan di bidang
akuntasi dan keuangan (Suaryana 2007).
Menurut Aji and Pamudji (2012) tugas komite audit erat kaitannya
dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan dan
ketaatan peraturan yang berlaku. Keberadaan komite audit menjadi
sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan
good corporate governance dimana independensi, transparansi,
akuntabilitas dan tanggungjawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan
landasan organisasi perusahaan. Melalui surat Edaran Bapepam NO.
SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000, Bapepam mensyaratkan
pembentukan Komite Audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri
dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris
independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen
terhadap perusahaan serta menguasai dan memilki latar di bidang
akuntansi dan keuangan.
2.2.2.2 Prinsip-prinsip GCG
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate
governance yaitu:
a) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
16
b) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
c) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
d) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
e) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan
setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja
perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan
adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan
lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku
(Kaihatu 2006).
2.2.2.3 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistem GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui
beberapa tujuan berikut:
17
1) Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu
organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya
kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya
dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan
organisasi kedepan.
2) Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka,
adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
3) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para shareholders dan
stakeholders.
4) Dalam menerapkan nilai-nilai tata kelola perusahaan, perseroan
menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat
dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan
keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk
menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa
tata kelola perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan
unit organisasi, perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman
bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan
juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan tata
kelola perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan
dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran
manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan
18
yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis (Intan
2010).
2.2.3 Kualitas Laba
Menurut Wati (2017) dalam Sutopo (2009) kualitas laba adalah
laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas
opersional perusahaan.Kualitas laba yang baik yang sesuai dengan
harapan para pemangku kepentingan tidak bisa tercipta begitu saja.
Dimulai dari para akuntan pendidik yang mengajarkan bagaimana cara
membuat laporan keuangan dengan aturan-aturan yang ditetapkan.
Selanjutnya akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan dengan
baik, sehingga laporan keuangan yang disajikan dengan wajar dan
mempunyai laba yang berkualitas. Begitu juga dengan para pemangku
kepentingan yang mengaharapkan laporan keuangan yang disajikan
dengan baik dan benar menjadi syarat dalam melakukan pengambilan
keputusan. Banyak teknik dan cara dari akuntansi dan auditing yang terus
berkembang guna mengasilkan laporan keuangan yang baik dengan
kualitas yang baik pula sesuai yang diharapkakn oleh pemangku
kepentingan.
Rendahnya kualitas laba akan dapat mempengaruhi keputusan para
pemakainya seperti investor dan kreditor sehingga nilai perusahaan akan
berkurang. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak
menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomi perusahaan
dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukan informasi
19
yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak
pengguna laporan keuangan. Jika laba pasar seperti ini digunakan oleh
insvestor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat
menjelaskan nilai perusahaan yang sebenarnya (Boediono 2005).
2.2.4 Hipotesis
Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang dimiliki
oleh pihak institusi perusahaan. Menurut Nadirsyah (2016) kepemilikan institusi
mengawasi tindakan-tindakan manajemen dan mendeteksi kesalahan yang terjadi,
sehingga semakin besar kepemilikan oleh institusional maka akan semakin besar
peran kepemilikan institusional tersebut dalam mekanisme corporate governance
sehingga aspek pengawasan terhadap kinerja perusahaan akan semakin
meningkat. Dengan adanya kepemilikan perusahaan oleh institusi lain, maka
manajemen tidak akan memainkan angka-angka yang terdapat dalam laporan
keuangan. Investor institusi perusahaan jangka panjang, sehingga kepemilikan
saham oleh institusi dapat menjadi kendala bagi perilaku opportunistik manajer,
karena investor institusi melakukan pengawasan lebih terhadap perusahaan
tersebut, sehingga laba yang disajikan oleh perusahaan menjadi berkualitas.
Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur dengan
membandingkan jumlah kepemilikan saham institusi oleh institusi dengan jumlah
saham yang beredar memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 dibawah 0,05. Oleh
karena itu, hipotesis keenam yang menyatakan kepemilikan institusi berpengaruh
secara persial terhadap kualitas laba dapat diterima.
20
Dalam hal ini kepemilikan institusional berpengaruh baik terhadap kualitas
laba dikarenakan semakin tingginya kepemilikan institusional maka akan semakin
tinggi pula kualitas laba.
𝐻1𝑎: Good Corporate governance dalam kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap kualitas laba.
Menurut Lestari (2014) kepemilikan manajerial menunjukkan nilai t sebesar
-2,141 dengan nilai signifikasi sebesar 0,036 < 0,05 yang berarti bahwa hipotesis
pertama (H1) diterima. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen juga
dapat menyelaskan pandangan antara manajemen dan pemegang saham yang lain,
sehingga masalah keagenan diasumsikan akan hilang. Selain itu kepemilikan
manajerial oleh manajemen, maka manajemen mempunyai rasa memiliki
perusahaan, sehingga meminimalkan terjadinya manajemen laba yang dapat
menurunkan kualitas laba. Karena manajemen yang juga merupakan pemilik
perusahaan mempunyai rasa ingin tahu terhadap kondisi perusahaan sebenarnya,
sehingga manajemen cenderung tidak melakukan manajemen laba.
Dalam hal ini kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap
laba dikarenakan semakin besar kepemilikan dalam perusahaan maka manajemen
akan cenderung untuk meningkatkan kinerjanya.
𝐻1𝑏 : Good Corporate governance dalam kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap kualitas laba.
21
Pada penelitian Nadirsyah (2016) lainnya komisaris independen diukur
dengan membandingkan jumlah komisaris independen dengan jumlah dewan
komisaris secara keseluruhan. Semakin besar komisaris independen yang dimiliki
oleh perusahaan maka investor semakin percaya bahwa laporan keuangan yang
diterbitkan oleh manajemen memiliki laba yang berkualitas.
Variabel komisaris independen (X3) dalam penelitian ini memiliki
signifikasi sebesar 0,035 dibawah 0,05. Hal tersebut menggambarkan bahwa
hipotesis keempat yang menyatakan komisaris independen berpengaruh secara
parsial terhadap kualitas laba diterima.
Dalam hal ini proporsi jumlah anggota dewan komisaris independen secara
positif berpengaruh terhadap kualitas laba dikarenakan adanya hubungan
signifikan antara earning management dengan beberapa praktik governance oleh
dewan komisaris.
𝐻1𝑐 : Good Corporate governance dalam proporsi dewan komisaris independen
berpengaruh terhadap kualitas laba.
Menurut Bryan et al (2004) dalam Indrawati and Yulianti (2012)
menemukan bahwa ERC lebih kuat ketika anggota komite audit independen dan
ahli dalam bidang keuangan. Keberadaan komte audit independen serta memiliki
keahlian dalam bidang akuntansi dan keuangan adalah sinyal persepsi kredibilitas
dan kualitas laba perusahaan yang lebih baik. Laba yang kredibel dan berkualitas
baik akan direspon lebih kuat.
22
Dalam hal ini keberadaan komite audit independen serta memilki keahlian
dalam bidang akuntansi dan keuangan adalah sinyal persepsi kredibilitas dan
kualitas laba perusahaan lebih baik.
𝐻1𝑒 : Good corporate governance dalam komite audit berpengaruh terhadap
kualitas laba.
2.2.5 Kerangka Pemikiran
Kepemilik
an
Institusion
al
Kepemilik
an
Manajerial
Dewan
Komisaris
Independe
n
Komite
Audit
Good
Corporate
Governance
(GCG)
Kualitas Laba