18
5 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Reviu Penelitian Terdahulu Menurut Tuwentina (2014) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh konservatisme akuntansi dan good corporate governance pada kualitas laba. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Konservatisme akuntansi berpengaruh positif pada kualitas laba. 2) Good corporate governance tidak berpengaruh pada kualitas laba. Menurut Oktaviani (2016) pada penelitiannya yang berjudul pengaruh good corporate governance terhadap kualitas laba dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kepemilikan institusional, dewan komisaris dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial dan dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Pengaruh hubungan variabel good corporate governance dalam hal ini hanya kepemilikan institusional, dewan komisaris dan komite audit yang berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba melalui manajamen laba sebagai variabel intervening,

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Reviu Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/51657/3/BAB II.pdf · perilaku yang muncul dari kepentingan agen (Raharjo 2007). 11 ... Karena hal ini merupakan

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Reviu Penelitian Terdahulu

Menurut Tuwentina (2014) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh

konservatisme akuntansi dan good corporate governance pada kualitas laba.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1) Konservatisme akuntansi berpengaruh positif pada kualitas laba.

2) Good corporate governance tidak berpengaruh pada kualitas laba.

Menurut Oktaviani (2016) pada penelitiannya yang berjudul pengaruh

good corporate governance terhadap kualitas laba dengan manajemen laba

sebagai variabel intervening. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa,

kepemilikan institusional, dewan komisaris dan komite audit berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial dan dewan direksi

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dewan direksi dan komite audit

berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.

Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Pengaruh

hubungan variabel good corporate governance dalam hal ini hanya kepemilikan

institusional, dewan komisaris dan komite audit yang berpengaruh signifikan

terhadap kualitas laba melalui manajamen laba sebagai variabel intervening,

6

sedangkan kepemilikan manajerial dan dewan direksi tidak berpengaruh

signifikan terhadap kualitas laba melalui manajemen laba sebagai variabel

intervening.

Menurut Lestari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh good

corporate governance terhadap nilai perusahaan dengan kualitas laba sebagai

variabel intervening. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel

kepemilikan manajerial dan komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas

laba maupun nilai perusahaan. Kualitas laba berpengaruh terhadap nilai

perusahaan. Variabel kepemilikan manajerial dan komisaris independen

berpengaruh terhadap kualitas laba serta nilai perusahaan. Kualitas laba hanya

menjadi mediator pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan.

Menurut Theacini and Wisadha (2014) dalam penelitiannya yang berjudul

pengaruh good corporate governance, kualitas laba dan ukuran perusahaan pada

kinerja perusahaan. Ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan

institusional, kualitas laba, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada

kinerja perusahaan, sedangkan jumlah komite audit dan proporsi komisaris

independen tidak berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan.

Nadirsyah (2016) dalam penelitiannya yang berjudul struktur modal, good

corporate governance dan kualitas laba. Hasil penelitian menunjukan bahwa

struktur modal yang diukur dengan LEV tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.

Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak menempatkan leverage sebagai

indikator utama dalam memutuskan investasi pada perusahaan tertentu. Hasil

7

penelitian selanjutnya menunjukan bahwa komite audit, komisaris independen,

kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap

kualitas laba.

Tabel 1

Tinjaun Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Hasil

1 Tuwentina

(2014)

Pengaruh konservatisme

akuntansi dan good

corporate governance

pada kualitas laba

1. Konservatisme akuntansi

berpengaruh positif pada

kualitas laba.

2. Good corporate

governance tidak

berpengaruh pada kualitas

laba.

2 Oktaviani

(2016)

Pengaruh good corporate

governance terhadap

kualitas laba dengan

manajemen laba sebagai

variabel intervening

Kepemilikan institusional,

dewan komisaris dan komite

audit berpengaruh signifikan

terhadap manajemen laba,

kepemilikan manajerial dan

dewan direksi berpengaruh

signifikan terhadap

manajemen laba.

8

Kepemilikan institusional,

kepemilikan manajerial,

dewan komisaris, dewan

direksi dan komite audit

berpengaruh signifikan

terhadap kualitas laba.

3 Lestari

(2014)

Pengaruh good corporate

governance terhadap nilai

perusahaan dengan

kualitas laba sebagai

variabel intervening

Variabel kepemilikan

manajerial dan komisaris

independen berpengaruh

terhadap kualitas laba

maupun nilai perusahaan.

Kualitas laba berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

Variabel kepemilikan

manajerial dan komisaris

independen berpengaruh

terhadap kualitas laba serta

nilai perusahaan. Kualitas

laba hanya menjadi mediator

pengaruh kepemilikan

manajerial terhadap nilai

perusahaan

9

4 Theacini

and

Wisadha

(2014)

Pengaruh good corporate

governance, kualitas laba

dan ukuran perusahaan

pada kinerja perusahaan

Ukuran dewan direksi,

kepemilikan manajerial,

kepemilikan institusional,

kualitas laba, dan ukuran

perusahaan berpengaruh

signifikan pada kinerja

perusahaan, sedangkan

jumlah komite audit dan

proporsi komisaris

independen tidak

berpengaruh signifikan pada

kinerja perusahaan.

5 Nadirsyah

(2016)

Struktur modal, good

corporate governance

dan kualitas laba

penelitian selanjutnya

menunjukan bahwa komite

audit, komisaris independen,

kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional

berpengaruh terhadap

kualitas laba.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Teori Agensi

Konsep teori agensi didasari pada permasalahan agensi yang

muncul ketika pengurusan suatu perusahaan terpisah dari

10

kepemilikannya. Perusahaan merupakan mekanisme yang memberikan

kesempatan kepada berbagai partisipan untuk berkontribusi dalam

bentuk modal, keahlian serta tenaga kerja dalam rangka

memaksimumkan keuntungan jangka panjang. Partisipan-partisipan

yang berkontribusi pada modal disebut sebagai pemilik (principal).

Partisipan-partisipan yang berkontribusi dalam keahlian dan tenaga

kerja disebut pengelolan perusahaan (agent). Adanya dua partisipan

menyebabkan timbulnya permasalahan tentang mekanisme yang harus

dibentuk untuk menyelaraskan kepentingan yang berbeda diantara

keduanya (Nuswandari 2009).

Teori agensi terfokus pada dua individu yaitu prinsipal dan agen.

Prinsipal mendelegasikan responsibility decision making kepada agen.

Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang-orang ekonomi

yang rasional yang semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi,

tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas prefensi,

kepercayaan dan informasi. Hak dan kewajiban dari prinsipal dan agen

dijelaskan dalam sebuah perjanjian kerja yang saling menguntungkan.

Dalam peneltian akuntansi manajemen, teori agensi digunakan untuk

mengidentifikasi kombinasi kontrak kerja dan sistem informasi yang

akan memaksimalkan fungsi manfaat prinsipal, dan kendala-kendala

perilaku yang muncul dari kepentingan agen (Raharjo 2007).

11

2.2.2 Good Corporate Governance

Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang

mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai

tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini

menekankan pada dual yakni, pertama, pentingnya hak pemegang

saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada

waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan

pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan

terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder (Kaihatu, 2006).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)good

corporate governance(GCG) adalah salah satu pilar dari sistem

ekonomi pasar. Ia berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap

perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di

suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang

sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya

GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk

menunjang upaya pemerintah untuk menegakkan good governance

pada umumnya di Indonesia. Saat ini pemerintah sedang berupaya

untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka

menciptakan pemerintah yang bersih dan beribawa.

Dengan adanya good corporate governance yang menjadi suatu

sistem yang mengelola perusahaan, selain juga mengatur pihak yang

12

berkepentingan didalamnya dengan memberikan fungsi dan

tanggungjawab kepada pihak-pihak yang mempunyai kewajiban

didalamnya seperti pihak pemilik dan manajer. Good corporate

governance mengatur bagaimana sistem kelola perusahaan yang baik

sehingga tidak ada satupun pihak yang dirugikan dikarenakan

kurangnya atau tidak adanya transparansi dari pihak manajer sehingga

menimbulkan istilah teori agensi. Good corporate governance(GCG)

akan sangat membantu permasalahan tersebut sehingga bisa terciptanya

perusahaan yang baik dan sehat dari segi keuangannya.

2.2.2.1 Komponen GCG

a. Kepemilikan Institusional

Menurut Wahidawati (2001) dalam Kusumaningtyas (2012)

kepemilikan institusional dapat diartikan sebagai proporsi saham yang

beredar yang dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti

bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pensiun dan

lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase.

Kepemilikan institusional dapat mengurangi pengaruh dari

kepentingan-kepentingan lain dalam perusahaan seperti kepemilikan

pemegang saham lainnya, manajer, ataupun debtholders.

Kepemimpinan institusional memiliki pengawasan yang lebih kuat

dibanding pemegang saham lainnya. Hal ini dapat dilihat dan diperkuat

dengan teori keagenan (agency theory) dimana ketika terdapat banyak

institusional investor itu artinya ada sesuatu kontrol yang banyak dan

13

kuat dari pihak institusional sehingga akan dapat dengan mudah untuk

menjadi pemilik saham mayoritas (Karinaputri and Sofian 2012).

b. Kepemilkan Manajerial

Menurut Christiawan and Tarigan (2007) kepemilikan manajerial

adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan

kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham

perusahaan. Dalam laporan keuangan keadaan ini ditunjukan dengan

besarnya presentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer.

Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan

keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas

laporan keuangan.

Menurut Murni and Andriana (2007) dalam Indahningrum and

Handayani (2009) kepemilikan manajerial (insider) atas sekuritas

perusahaan dapat menyamakan kepentingan insider dengan pihak

ekstern dan akan mengurangi peranan hutang sebagai mekanisme

untuk meminimumkan agency cost. Semakin meningkatnya

kepemilikan oleh insider, akan menyebabkan insider semakin berhati-

hati dalam menggunakan hutang dan menghindari perilaku

opportunistic karena mereka ikut menanggung konsekuensi dari

tindakannya, sehingga mereka cenderung menggunakan hutang yang

rendah.

14

c. Dewan Komisaris independen

Menurut Bukhori and Raharja (2012) dewan komisaris merupakan

salah satu fungsi kontrol yang terdapat dalam satu perusahaan. Fungsi

kontrol yang dilakukan oleh dewan komisaris merupakan salah satu

bentuk praktis dari teori agensi. Didalam suatu perusahaan, dewan

komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk melaksanakan

fungsi pengawasan dari principal dan mengontrol perilaku oportunis

manajemen. Dewan komisaris menjebatani kepentingan principal dan

manajer di dalam perusahaan.

Antonia (2008) menyatakan, dewan komisaris dapat melakukan

tugasnya sendiri maupun dengan mendelegasikan kewenangannya

pada komite yang bertanggung jawab pada dewan komisaris. Dewan

komisaris harus memantau efektifitas praktek pengelolaan korporasi

yang baik (good corporate governance) yang diterapkan perseroan

bilamana perlu melakukan penyesuaian.

d. Komite Audit

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perushaan yang baik

(good corporate governance) BEJ mewajibkan perusahaan tercatat

memiliki komisaris independen dan komite audit. Keanggotaan komite

audit sekurang-kurangnya tiga anggota dan seorang diantaranya

komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua

komite. Sebaliknya, pihak lain adalah pihak ekstern yang independen

15

dan sekurang-kurangnya salah seorang memiliki kemampuan di bidang

akuntasi dan keuangan (Suaryana 2007).

Menurut Aji and Pamudji (2012) tugas komite audit erat kaitannya

dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan dan

ketaatan peraturan yang berlaku. Keberadaan komite audit menjadi

sangat penting sebagai salah satu perangkat utama dalam penerapan

good corporate governance dimana independensi, transparansi,

akuntabilitas dan tanggungjawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan

landasan organisasi perusahaan. Melalui surat Edaran Bapepam NO.

SE-03/PM/2000 tanggal 5 Mei 2000, Bapepam mensyaratkan

pembentukan Komite Audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri

dari sedikitnya tiga orang anggota dan diketuai oleh komisaris

independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen

terhadap perusahaan serta menguasai dan memilki latar di bidang

akuntansi dan keuangan.

2.2.2.2 Prinsip-prinsip GCG

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate

governance yaitu:

a) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

16

b) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,

dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif.

c) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di

dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat

serta peraturan perundangan yang berlaku.

d) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan

dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan

pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan

peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip

korporasi yang sehat.

e) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan

setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul

berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja

perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan

adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan

lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku

(Kaihatu 2006).

2.2.2.3 Tujuan Penerapan Good Corporate Governance

Penerapan sistem GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai

tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui

beberapa tujuan berikut:

17

1) Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu

organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya

kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya

dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan

organisasi kedepan.

2) Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka,

adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.

3) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para shareholders dan

stakeholders.

4) Dalam menerapkan nilai-nilai tata kelola perusahaan, perseroan

menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat

dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan

keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk

menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa

tata kelola perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan

unit organisasi, perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman

bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri, Perseroan

juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan tata

kelola perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan

dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran

manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan

18

yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis (Intan

2010).

2.2.3 Kualitas Laba

Menurut Wati (2017) dalam Sutopo (2009) kualitas laba adalah

laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas

opersional perusahaan.Kualitas laba yang baik yang sesuai dengan

harapan para pemangku kepentingan tidak bisa tercipta begitu saja.

Dimulai dari para akuntan pendidik yang mengajarkan bagaimana cara

membuat laporan keuangan dengan aturan-aturan yang ditetapkan.

Selanjutnya akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan dengan

baik, sehingga laporan keuangan yang disajikan dengan wajar dan

mempunyai laba yang berkualitas. Begitu juga dengan para pemangku

kepentingan yang mengaharapkan laporan keuangan yang disajikan

dengan baik dan benar menjadi syarat dalam melakukan pengambilan

keputusan. Banyak teknik dan cara dari akuntansi dan auditing yang terus

berkembang guna mengasilkan laporan keuangan yang baik dengan

kualitas yang baik pula sesuai yang diharapkakn oleh pemangku

kepentingan.

Rendahnya kualitas laba akan dapat mempengaruhi keputusan para

pemakainya seperti investor dan kreditor sehingga nilai perusahaan akan

berkurang. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan yang tidak

menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomi perusahaan

dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukan informasi

19

yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak

pengguna laporan keuangan. Jika laba pasar seperti ini digunakan oleh

insvestor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat

menjelaskan nilai perusahaan yang sebenarnya (Boediono 2005).

2.2.4 Hipotesis

Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang dimiliki

oleh pihak institusi perusahaan. Menurut Nadirsyah (2016) kepemilikan institusi

mengawasi tindakan-tindakan manajemen dan mendeteksi kesalahan yang terjadi,

sehingga semakin besar kepemilikan oleh institusional maka akan semakin besar

peran kepemilikan institusional tersebut dalam mekanisme corporate governance

sehingga aspek pengawasan terhadap kinerja perusahaan akan semakin

meningkat. Dengan adanya kepemilikan perusahaan oleh institusi lain, maka

manajemen tidak akan memainkan angka-angka yang terdapat dalam laporan

keuangan. Investor institusi perusahaan jangka panjang, sehingga kepemilikan

saham oleh institusi dapat menjadi kendala bagi perilaku opportunistik manajer,

karena investor institusi melakukan pengawasan lebih terhadap perusahaan

tersebut, sehingga laba yang disajikan oleh perusahaan menjadi berkualitas.

Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini diukur dengan

membandingkan jumlah kepemilikan saham institusi oleh institusi dengan jumlah

saham yang beredar memiliki nilai signifikansi sebesar 0,003 dibawah 0,05. Oleh

karena itu, hipotesis keenam yang menyatakan kepemilikan institusi berpengaruh

secara persial terhadap kualitas laba dapat diterima.

20

Dalam hal ini kepemilikan institusional berpengaruh baik terhadap kualitas

laba dikarenakan semakin tingginya kepemilikan institusional maka akan semakin

tinggi pula kualitas laba.

𝐻1𝑎: Good Corporate governance dalam kepemilikan institusional berpengaruh

terhadap kualitas laba.

Menurut Lestari (2014) kepemilikan manajerial menunjukkan nilai t sebesar

-2,141 dengan nilai signifikasi sebesar 0,036 < 0,05 yang berarti bahwa hipotesis

pertama (H1) diterima. Dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen juga

dapat menyelaskan pandangan antara manajemen dan pemegang saham yang lain,

sehingga masalah keagenan diasumsikan akan hilang. Selain itu kepemilikan

manajerial oleh manajemen, maka manajemen mempunyai rasa memiliki

perusahaan, sehingga meminimalkan terjadinya manajemen laba yang dapat

menurunkan kualitas laba. Karena manajemen yang juga merupakan pemilik

perusahaan mempunyai rasa ingin tahu terhadap kondisi perusahaan sebenarnya,

sehingga manajemen cenderung tidak melakukan manajemen laba.

Dalam hal ini kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap

laba dikarenakan semakin besar kepemilikan dalam perusahaan maka manajemen

akan cenderung untuk meningkatkan kinerjanya.

𝐻1𝑏 : Good Corporate governance dalam kepemilikan manajerial berpengaruh

terhadap kualitas laba.

21

Pada penelitian Nadirsyah (2016) lainnya komisaris independen diukur

dengan membandingkan jumlah komisaris independen dengan jumlah dewan

komisaris secara keseluruhan. Semakin besar komisaris independen yang dimiliki

oleh perusahaan maka investor semakin percaya bahwa laporan keuangan yang

diterbitkan oleh manajemen memiliki laba yang berkualitas.

Variabel komisaris independen (X3) dalam penelitian ini memiliki

signifikasi sebesar 0,035 dibawah 0,05. Hal tersebut menggambarkan bahwa

hipotesis keempat yang menyatakan komisaris independen berpengaruh secara

parsial terhadap kualitas laba diterima.

Dalam hal ini proporsi jumlah anggota dewan komisaris independen secara

positif berpengaruh terhadap kualitas laba dikarenakan adanya hubungan

signifikan antara earning management dengan beberapa praktik governance oleh

dewan komisaris.

𝐻1𝑐 : Good Corporate governance dalam proporsi dewan komisaris independen

berpengaruh terhadap kualitas laba.

Menurut Bryan et al (2004) dalam Indrawati and Yulianti (2012)

menemukan bahwa ERC lebih kuat ketika anggota komite audit independen dan

ahli dalam bidang keuangan. Keberadaan komte audit independen serta memiliki

keahlian dalam bidang akuntansi dan keuangan adalah sinyal persepsi kredibilitas

dan kualitas laba perusahaan yang lebih baik. Laba yang kredibel dan berkualitas

baik akan direspon lebih kuat.

22

Dalam hal ini keberadaan komite audit independen serta memilki keahlian

dalam bidang akuntansi dan keuangan adalah sinyal persepsi kredibilitas dan

kualitas laba perusahaan lebih baik.

𝐻1𝑒 : Good corporate governance dalam komite audit berpengaruh terhadap

kualitas laba.

2.2.5 Kerangka Pemikiran

Kepemilik

an

Institusion

al

Kepemilik

an

Manajerial

Dewan

Komisaris

Independe

n

Komite

Audit

Good

Corporate

Governance

(GCG)

Kualitas Laba