9
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian mempunyai peranan yang sangat penting, karena hal ini digunakan untuk mempelajari data yang pernah diperoleh untuk dipakai sebagai landasan dalam menjawab permasalahan yang diangkat. Beberapa artikel ataupun buku-buku yang membahas tentang berbagai pendapat para sarjana yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti akan dipakai sebagai sumber acuan dalam penulisan ini. Beberapa buku ataupun artikel yang dipakai sebagai acuan berkaitan dengan bangunan tradisional pada rumah adat suku Dayak yang terletak di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, yaitu sebagai berikut. Lontaan, (1975) dalam bukunya yang berjudul Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, mengatakan bahwa masing-masing sub suku Dayak di Pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis Dayak, terdiri atas 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar, seperti Melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN …erepo.unud.ac.id/15602/3/0701405004-3-BAB_II.pdf · 2.3 model penelitian modern adat budaya arsitektur tradisional budaya

  • Upload
    lydien

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian mempunyai peranan yang sangat

penting, karena hal ini digunakan untuk mempelajari data yang pernah diperoleh

untuk dipakai sebagai landasan dalam menjawab permasalahan yang diangkat.

Beberapa artikel ataupun buku-buku yang membahas tentang berbagai pendapat

para sarjana yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti akan dipakai

sebagai sumber acuan dalam penulisan ini. Beberapa buku ataupun artikel yang

dipakai sebagai acuan berkaitan dengan bangunan tradisional pada rumah adat

suku Dayak yang terletak di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten

Landak, Kalimantan Barat, yaitu sebagai berikut.

Lontaan, (1975) dalam bukunya yang berjudul Hukum Adat dan Adat

Istiadat Kalimantan Barat, mengatakan bahwa masing-masing sub suku Dayak di

Pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk

kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun

bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami

daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis

Dayak, terdiri atas 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh

Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar, seperti

Melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan

11

perbukitan di seluruh daerah Kalimantan. Pustaka ini digunakan untuk

mengungkapkan sejarah, dan kebudayaan suku Dayak, Kalimantan Barat.

Syamsidar, (1991) dalam bukunya yang berjudul Arsitektur Tradisional

Daerah Sulawesi Utara, mengatakan bahwa dalam perkembangan arsitekturnya

rumah-rumah yang berbentuk panggung itu memiliki dua tangga yang terletak di

samping kiri dan kanan bagian muka. Kedua tangga tersebut yang dikatakan juga

terdapat pada bangunan rumah betang Desa Saham yang menjadi objek penelitian

penulis. Pada bangunan rumah betang juga terdapat tangga kanan dan kiri atau

yang disebut dengan tangga laki-laki dan tangga perempuan.

Pemasangan dua tangga samping kiri dan kanan ini, menurut Syamsidar

mempunyai maksud, yaitu karena roh jahat itu jalannya lurus maka mereka

menganggap bahwa dengan memasang dua tangga di samping kiri dan kanan itu

dimaksudkan apabila ada roh jahat yang lewat dan ingin masuk ke rumah tersebut

ternyata naik melalui tangga kiri atau kanan dan terus keluar lagi melalui tangga

kanan atau kiri. Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan bentuk arsitektur

serta fungsi ruang rumah betang suku Dayak yang terletak di Desa Saham,

Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Koentjaraningrat (2004) dalam bukunya yang berjudul Manusia dan

Kebudayaan di Indonesia, mengatakan bahwa rumah-rumah suku Dayak pada

umumnya didirikan di tepi jalan yang dibuat sejajar atau pun tegak lurus dengan

sungai. Rumah penduduk pada umumnya dibuat dari sirap (lempengan kayu) atau

kulit kayu, didirikan di atas tonggak-tonggak setinggi kira-kira dua setengah

meter, sehingga untuk memasukinya kita harus menaiki tangga yang dibuat dari

12

setengah balok yang diberi lekuk-lekuk tempat kaki berpijak. Dahulu rumah-

rumah gaya lama di Kalimantan Tengah berupa rumah panjang yang oleh orang

Ngaju dan Ot-Danum disebut betang. Betang tersebut dapat mempunyai ruangan-

ruangan kecil (bilik) sampai 50 buah banyaknya. Pustaka ini digunakan untuk

mengungkapkan bentuk arsitektur dan fungsi ruang pada bangunan rumah betang

suku Dayak yang terletak di Desa Saham, Kalimantan Barat tersebut.

Guntur (2007) dalam makalahnya yang berjudul “Makna Ruang Pada

Rumah betang Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah Menampak Hidup ke

Nirwana Tanpa Neraka”, menyatakan bahwa pada ruang rumah betang yang

terbentuk yaitu ruang dua dimensional dan tiga dimensional. Ruang dua

dimensional yaitu ruang yang terbentuk atas lantai saja, sedangkan ruang tiga

dimensional yaitu ruang yang terdiri dari susunan lantai, dinding, dan atap.

Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan pola tata ruang arsitektur rumah

betang masyarakat suku Dayak yang terletak di Desa Saham, Kecamatan Sengah

Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Yunita (2007) dalam bukunya yang berjudul Ekspresi Arsitektural

Upacara Tiwah, Studi Kasus Rumah Betang Suku Dayak Ngaju di Kalimantan

Tengah, mengatakan bahwa ruang pada rumah betang suku Dayak Ngaju, dapat

dikelompokan menjadi tiga bagian yang pertama ruang utama rumah, yang kedua

ruang bunyi Gong, dan yang ketiga adalah ruang ragawi yang tidak kelihatan.

Pustaka ini digunakan untuk mengungkapkan fungsi ruang-ruang pada bangunan

rumah adat (Betang) masyarakat suku Dayak yang terletak di Desa Saham,

Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat tersebut.

13

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka di atas dapat diambil simpulan

bahwa rumah betang merupakan rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di

berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya

menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur

transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas

kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang. Selain sebagai rumah

tempat tinggal suku Dayak, sebenarnya rumah betang merupakan jantung dari

struktur sosial kehidupan orang Dayak.

Budaya betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam

kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah betang ini setiap kehidupan

individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui

kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama,

baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi

tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di

rumah betang yaitu nilai kebersamaan di antara para warga yang menghuninya.

2.2 Konsep

Konsep merupakan termatologi teknis yang merupakan komponen dari

kerangka teori. Konsep akan memberikan batasan atas peristilahan dalam suatu

penelitian. Sehubungan dengan judul yang dikemukakan, batasan konsepnya yaitu

sebagai berikut.

14

a. Arsitektur

Arsitektur masa lalu selalu terkait dengan adat dan nilai religi yang

terkandung di dalam kehidupan suatu masyarakat. Ekspresi arsitektur seperti

bahasa senantiasa berkembang atau dinamis menjadi baru atau berbeda dari yang

lampau. Arsitektur merupakan ekspresi dari keadaan sosial, budaya, dan teknologi

dari suatu masyarakat yang tercipta. Rumah betang sebagai salah satu dari

arsitektur suku Dayak merupakan ekspresi dari budayanya yang dimanfaatkan

sebagai bangunan tempat tinggal dan berlingdung dari segala hal yang ada di

luarnya.

Arsitektur merupakan seni bangunan, gaya bangunan atau metode

rancangan suatu kontruksi bangunan (Poerwadarminta, 1976:6). Arsitektur juga

merupakan karya manusia yang mencerminkan nilai budaya masyarakat

pendukungnya. Hal ini dapat dilihat pada nilai wujud benda budaya melalui garis,

bidang, ruang, ornamen, struktur, bahan, warna, dan sebagainya (Sulistyawati,

1998:1). Dengan demikian, setiap bangunan dari kebudayaan tertentu akan

mempunyai gaya atau langgam dan suasana tertentu pula seperti pada bangunan

rumah adat suku Dayak yang memiliki gaya bangunan rumah panggung yang

memanjang ke samping kiri dan kanan.

b. Rumah Adat

Rumah adalah bangunan yang dijadikan sebagai tempat tinggal (Chulsum

dan Novia, 2006:585). Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruangan yang dibatasi

oleh dinding dan atap, biasanya memiliki jalan masuk berupa pintu, bisa

berjendela ataupun tidak. Lantainya bisa berupa tanah, ubin, babut, keramik, atau

15

bahan lainnya. Ruangan di dalamnya terbagi-bagi menjadi beberapa kamar yang

berfungsi spesifik, seperti kamar tidur, kamar mandi, WC, ruang makan, ruang

keluarga, ruang tamu, garasi, gudang, teras, dan pekarangan. Adat adalah

kebiasaan perilaku yang dijumpai secara turun-temurun, kebiasaan yang diturut

dari nenek moyang sejak zaman dahulu kala (Chulsum dan Novia, 2006:14).

Rumah adat merupakan bangunan yang di dalamnya terdapat adat-istiadat yang

mengatur sesuai dengan hukum adat yang berlaku di tempat tinggal atau suatu

bangunan yang mencerminkan ciri khas suatu suku bangsa.

c. Pola Tata Ruang

Ruang adalah sela antara dua deret tiang (Chulsum dan Novia, 2006:584),

tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang yang tercipta. Pola tata

ruang merupakan rancangan tata ruang pada suatu arsitektur sehingga tercipta

suatu tempat tertutup dengan langit-langit di suatu rumah atau bangunan. Suatu

ruangan dapat memiliki sejumlah pintu dan jendela yang mengatur cahaya, aliran

udara, dan akses ke ruangan tersebut. Ruangan memiliki fungsi spesifik

tergantung dari tujuan pembuatan atau penggunaannya. Sebagai contoh, ruangan

untuk memasak makanan disebut dapur. Perencanaan struktur, penggunaan, dan

dekorasi interior ruangan merupakan bagian dari disiplin ilmu arsitektur.

d. Suku Dayak

Secara etimologis nama “Dayak” berasal dari kata Dayaka (Sanskerta dan

Kawi) yang artinya orang yang memberi, orang yang menaruh belas kasihan,

pemberi, penderma (Andasputra, 2003:29). Nama yang secara hipotesis ini

diberikan oleh para pedagang, kaum Brahma, dan Ksatria dari India ketika terjadi

16

kontak dagang dan sosial dengan penduduk asli Kalimantan. Mereka terkesan

akan sikap dan prilaku yang baik suku asli ini terhadap mereka sebagai orang

asing.

Orang Dayak sebagai salah satu kelompok suku asli terbesar dan tertua

yang mendiami Pulau Kalimantan terdiri atas 6 suku besar dan 405 sub suku kecil,

yang menyebar di seluruh Kalimantan (Lontaan, 1975:57). Masyarakat Dayak

masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya. Mereka percaya setiap

tempat-tempat tertentu ada penguasanya yang mereka sebut Jubata, Petara, Ala

Taala, atau Penompa, ini merupakan sebutan untuk Tuhan Yang Tertinggi.

Kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain di bawah kekuasaan Tuhan

tertingginya yang mereka sebut Puyang Gana (Penguasa Tanah), Raja Juata

(Penguasa Air), Kama Baba (Penguasa Darat), Apet Kuyan'gh (Penguasa langit).

Suku Dayak memandang bahwa manusia merupakan salah satu unsur dalam

sistem kehidupan di kosmos ini. Sistem kehidupan ini sendiri terdiri atas unsur

human (manusia) dan nature (alam). Manusia merupakan bagian dari alam dan

karena itu alam merupakan sahabat manusia.

17

2.3 Model Penelitian

BUDAYA

MODERN

ARSITEKTUR

TRADISIONAL

BUDAYA

LOKAL

-ADAT

-LOGIKA

-ESTETIKA

ARSITEKTUR RUMAH

ADAT SUKU DAYAK

-TEKNOLOGI

MODERN

-EFISIENSI

FUNGSI POLA TATA

RUANG

BENTUK

PELESTARIAN RUMAH

ADAT

Keterangan:

: Kaitan satu arah

: Hubungan secara tak langsung

Gambar 2.1 Bagan Model Penelitian

: Hubungan timbal balik

BETANG

18

Penjelasan Bagan

Arsitektur merupakan seni bangunan atau gaya bangunan. Arsitektur

tradisional adalah salah satu unsur kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang

bersama dengan pertumbuhan suatu suku bangsa. Oleh karena itu arsitektur

tradisional merupakan salah satu identitas dari suatu pendukung kebudayaan.

Setiap suku bangsa memiliki rumah tinggal tradisional, seperti pada

masyarakat suku Dayak di Desa Saham, Kalimantan Barat ini memiliki rumah

adat tradisional yang disebut dengan betang. Rumah betang merupakan cerminan

mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak, betang ini

memiliki bentuk rumah panggung, berkolong tinggi, memanjang ke samping, dan

atap menyerupai pelana kuda, yang terdiri atas ruang-ruang seperti pante, sami,

bilik, dan jungkar. Betang bagi suku Dayak merupakan pusat kebudayaan dan

jantung tradisi mereka. Dari bentuk dan ruang-ruang yang tercipta tentu memiliki

fungsinya masing-masing, yang digunakan sesuai dengan penempatan dan

modelnya pada bangunan arsitektur rumah betang suku Dayak Desa Saham

tersebut.