57
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka. 2.1.1 Batasan dan Pengertian Industri Kecil. 2.1.1.1 Kriteria Usaha Kecil. Kriteria industri kecil menurut Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995, pasal 5 adalah sebagai berikut : 1. Memilki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp. 1 Miliar. 3. Milik Warga Negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 5. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum. Selain memiliki karakteristik sebagaimana yang disebutkan di atas, usaha kecil mempunyai pekerja 5 sampai dengan 19 orang termasuk pemilik dan pekerja keluarga. Menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 usaha kecil identik dengan industri kecil dan rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya yaitu (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1- 4 orang, (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang, (3) industri menengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka.

2.1.1 Batasan dan Pengertian Industri Kecil.

2.1.1.1 Kriteria Usaha Kecil.

Kriteria industri kecil menurut Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1995,

pasal 5 adalah sebagai berikut :

1. Memilki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp. 1 Miliar.

3. Milik Warga Negara Indonesia.

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki,

dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

5. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum.

Selain memiliki karakteristik sebagaimana yang disebutkan di atas, usaha

kecil mempunyai pekerja 5 sampai dengan 19 orang termasuk pemilik dan pekerja

keluarga. Menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 usaha kecil

identik dengan industri kecil dan rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri

berdasarkan jumlah pekerjanya yaitu (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-

4 orang, (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang, (3) industri menengah

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

10

dengan pekerja 20-99 orang dan (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau

lebih.

Menurut BPS (2004) usaha kecil adalah usaha untuk memproduksi

barang atau jasa mempunyai omzet penjualan sebesar satu milyar rupiah, dan bila

berdasarkan pada nilai investasinya, usaha kecil memiliki nilai investasi Rp.

5.000.000 – Rp. 200.000.000.

Sedangkan industri kecil menurut SK. Menteri Perindustrian No.

254/MPP/Kep/1997 sebagai berikut:

1. Kriteria industri kecil.

a. Nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp.

200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Pemilik adalah Warga Negara Indonesia.

2. Kriteria pedagang kecil.

a. Nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp.

200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Pemilik adalah Warga Negara Indonesia.

2.1.1.2 Ciri-Ciri Usaha Kecil.

Menurut Vernon A. Musselman (1996:161) ciri-ciri usaha kecil adalah

sebagai berikut:

1. Umumnya dikelola oleh pemiliknya.

2. Struktur organisasinya yang sederhana.

3. Pemilik mengenal karyawannya.

4. Persentase kegagalan perusahaan tinggi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

11

5. Kekurangan manajer yang ahli.

6. Modal jangka panjang sulit diperoleh.

2.1.1.3 Kekuatan Usaha Kecil.

1. Kebebasan untuk bertindak.

2. Menyesuaikan pada kebutuhan setempat.

3. Berperan serta pada kegiatan. (Vernon A. Musselman, 1996:161)

2.1.2 Konsep Harga Jual.

2.1.2.1 Pengertian Harga.

Harga merupakan nilai pertukaran dari suatu produk (Vernon A.

Musselman, 1996:329). Harga merupakan indikator utama dalam menentukan

apakah suatu perusahaan mengalami kerugian atau mengalami keuntungan karena

tingkat harga akan mempengaruhi permintaan konsumen terhadap barang yang

ditawarkan. Menurut Kotler (2002:136) harga jual merupakan salah satu unsur

paling penting dalam menentukan bagian pasar dan tingkat keuntungan

perusahaan, dan merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang

menghasilkan pendapatan.

Sedangkan menurut Buchari Alma (2004:286) harga merupakan nilai

yang dicapai oleh penjual dan pembeli mengenai suatu barang. Hal ini senada

dengan apa yang dikemukakan oleh Sadono Soekirno (2000:91) bahwa “harga

suatu barang dan jumlah barang yang akan diperjualbelikan adalah ditentukan

dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar”. Jadi pada umumnya

harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

12

permintaan dan penawaran dari barang tersebut di pasar barang. Dan pendapat

tersebut didukung oleh Kotler (2002:136) yang menyatakan bahwa harga jual

ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar menawar, dengan

tawar menawar akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga.

Harga yang ditentukan oleh perusahaan haruslah didasarkan pada biaya

produksi seperti biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya transportasi dan

biaya lain-lain yang dikeluarkan dalam proses produksi dan harga juga harus

didasarkan pada tingkat laba yang ingin dicapai. Agar produk yang dihasilkan

perusahaan mendapat sambutan yang baik dari konsumen, harga yang ditentukan

haruslah tepat sehingga tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah yang nantinya

akan merugikan perusahaan.

2.1.2.2 Tujuan Penetapan Harga.

Philip Kotler (2002: 138) menyatakan bahwa perusahaan dalam

menentukan harga tergantung pada apa tujuan perusahaan tersebut, yaitu:

1. Kelangsungan Hidup (Survival).

Perusahaan mengejar kelangsungan hidup sebagai tujuan utamanya jika

ia menemui masalah kelebihan kapasitas, persaingan yang semakin

sempit, atau perubahan keinginan konsumen. Agar pabrik tetap

beroperasi dan persediaan tetap berputar, mereka akan memangkas harga.

Laba kurang penting dibandingkan kelangsungan hidup. Sepanjang harga

masih menutup biaya variabel dan sejumlah biaya tetap, perusahaan akan

tetap bertahan dalam krisis.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

13

2. Laba Berjalan Maksimum (Maximum Current Profit).

Banyak perusahaan mencoba untuk menetapkan harga yang akan

memaksimalkan laba berjalan. Mereka memperkirakan permintaan dan

biaya yang terkait dengan berbagai pilihan harga dan memilih harga yang

menghasilkan laba berjalan, arus kas atau tingkat keuntungan investasi

maksimum. Ada masalah sehubungan dengan maksimasi laba berjalan, ia

menganggap bahwa perusahaan memiliki pengetahuan tentang fungsi

permintaan dan fungsi biaya. Kenyataannya, keduanya sulit diperkirakan.

3. Pendapatan Berjalan Maksimum (Maximum Current Revenue).

Beberapa perusahaan akan menetapkan harga untuk memaksimalkan

pendapatan penjualan. Maksimasi penjualan hanya membutuhkan

perkiraan terhadap fungsi permintaan. Banyak manajer mempercayai

bahwa maksimasi akan mengarahkan pada maksimasi laba jangka

panjang dan pertumbuhan pangsa pasar.

4. Pertumbuhan Penjualan Maksimum (Maximum Sales Growth).

Perusahaan yang lain ingin memaksimalkan penjualan unit. Mereka

percaya bahwa volume penjualan yang semakin tinggi akan mengarahkan

pada biaya unit yang lebih rendah dan laba jangka panjang yang lebih

tinggi. Mereka menetapkan harga terendah dengan menganggap pasar

sensitif terhadap harga, hal ini disebut dengan penetapan harga untuk

penetrasi pasar (market penetration pricing). Kondisi-kondisi berikut ini

mendukung penetapan harga rendah : (a) pasar sangat sensitif terhadap

harga, dan harga rendah akan mendorong pertumbuhan pasar lebih besar.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

14

(b) biaya produksi dan distribusi turun seiring dengan terakumulasinya

pengalaman produksi. (c) harga rendah menghambat persaingan aktual

dan potensial.

5. Penjaringan Pasar Maksimum (Maximum Market Skimming).

Banyak Perusahaan lebih suka menetapkan harga tinggi untuk menjaring

pasar (market skimming pricing) dengan cara memberikan inovasi-

inovasi. Penjaringan pasar dapat diterapkan dalam kondisi : (a) ada cukup

banyak pembeli yang permintaannya sangat banyak (b) biaya unit dari

memproduksi dalam volume kecil tidak lebih tinggi sehingga ia

menghilangkan keuntungan dan harga tinggi yang seharusnya ditanggung

konsumen. (c) harga awal yang lebih tinggi tidak menarik banyak

pesaing. (d) harga tinggi tersebut mengkomunikasikan citra sebuah

produk superior.

6. Kepemimpinan Kualitas Produk (Produk-Quality Leadership).

Sebuah perusahaan mungkin ingin menjadi pemimpin kualitas produksi

di pasar. Perusahaan tersebut menciptakan harga yang berkualitas tinggi

sehingga harga jualnya pun menjadi tinggi pula. Harga yang tinggi akan

memberikan tingkat keuntungan yang senantiasa lebih tinggi daripada

rata-rata dalam industri.

7. Tujuan Penetapan Harga yang Lain.

Perusahaan non laba dan organisasi publik memilki tujuan lain dalam

menetapkan harga. Sebuah universitas mencoba menutupi sebagian biaya

(partial cost recovery), menyadari ia mengandalkan sumbangan swasta

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

15

dan bantuan publik untuk menutupi biaya sisanya. Sebuah rumah sakit

non-laba mencoba menutupi seluruh biaya (full cost recovery) dalam

penetapan harganya. Sebuah layanan sosial berusaha menetapkan harga

social (social price) yang ditujukan kepada berbagai kondisi pendapatan

klien yang berbeda.

Sedangkan menurut Keegan (1997:102) tujuan penetapan harga adalah

sebagai berikut:

1. Market Skimming.

Merupakan usaha dengan sengaja untuk mencapai suatu segmen pasar

yang bersedia membayar harga tnggi untuk suatu produk, salah satu

sasaran dari strategi ini adalah memaksimumkan penghasilan.

2. Penetapan harga penetrasi.

Penetapan harga ini menggunakan harga sebagai alat untuk bersaing

untuk memperoleh posisi pasar.

3. Mempertahankan pasar (market holding).

Penetapan harga ini seringkali dipergunakan oleh perusahaan yang ingin

mempertahankan pangsa pasar, strategi ini seringkali berupa reaksi

terhadap penyesuaian harga oleh pesaing.

4. Cost-Plus atau peningkatan harga.

Penetapan harga ini harus menambahkan semua biaya yang diperlukan

untuk mengirimkan produk, yaitu biaya pengiriman dan biaya tambahan

lain, serta persentase laba.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

16

2.1.2.3 Tahapan Penetapan Harga.

Menurut Keegan (1997:100) ada empat langkah dalam menetapkan

harga jual, penetapan harganya melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Menetapkan elastisitas harga dari permintaan, permintaan yang tidak

fleksibel akan memungkinkan harga yang lebih tinggi.

2. Buat perkiraan biaya tetap dan biaya variabel.

3. Tetapkan semua biaya yang berhubungan dengan progam pemasaran.

4. Pilih harga yang memberikan marjin konstribusi paling tinggi.

2.1.2.4 Harga Jual.

Harga jual merupakan sesuatu yang mutlak harus dihitung oleh para

produsen, sebab harga jual akan menentukan keuntungan atau kerugian bagi para

produsen. Menurut Kotler (2002:147) ada enam metode dalam penetapan harga

jual yaitu:

1. Metode Mark-Up Pricing dan Cost-Plus.

Metode penetapan harga yang paling sederhana yaitu

menambahkan sejumlah kenaikan (mark-up) baku pada biaya produk.

Rumus yang digunakan dalam menetapkan harga menurut metode mark

up sebagai berikut:

)diinginkan yangpenjualan keuntungan - 1(

Per Unit Biaya up-mark Harga =

Penetapan harga dengan metode Metode Mark-up Pricing atau Cost-Plus

merupakan suatu “rules of thumb” alias jalan pintas perusahaan dalam

menentukan harga produknya. Dasar utama penetapan harga cost-plus

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

17

adalah biaya ditambah marjin tertentu sebagai keuntungan. Metode ini

memang tidak menjamin penetapan harga jual yang optimal, namun

demikian metode ini banyak digunakan karena (a) pengetahuan mengenai

biaya biasanya lebih dikuasai oleh perusahaan daripada pemerintah (b)

kalau semua industri menggunakan cara ini, harga cenderung akan sama

tinggi, sehingga mengurangi persaingan diantara produsen, dan (c) cost-

plus dianggap lebih adil baik bagi penjual maupun pembeli.

Penetapan harga mark-up masih populer dengan alasan : (1) penjual lebih

memiliki kepastian mengenai biaya daripada mengenai permintaan (2)

bila semua perusahaan dalam suatu industri menggunakan metode

penetapan harga ini, harga mereka cenderung sama (3) banyak orang

merasakan bahwa penetapan harga biaya plus tersebut lebih adil bagi

pembeli maupun penjual, dimana penjual tidak mengambil keuntungan

yang berlebihan.

2. Target Return Pricing.

Penetapan harga lain yang menggunakan basis biaya adalah penetapan

harga berdasarkan keuntungan sasaran (Target Return Pricing).

Perusahaan menentukan harga yang akan meningkatkan investasi (Return

On Investment disingkat ROI) sebagai sasarannya. Dalam metode ini

sangat tergantung pada elastisitas harga dan harga pesaing, tetapi

kelemahannya penetapan harga untuk mencapai keuntungan sasaran itu

cenderung mengabaikan pertimbangan tersebut. Rumus yang digunakan

dalam metede ini adalah :

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

18

Investasi Modal x diinginkan yang Keuntungan

penjualanUnit unit per Biaya PriceReturn Target +=

3. Received-Value Pricing.

Semakin banyak perusahaan yang mendasarkan harga mereka pada nilai

yang dirasakan. (preceived value) dari produk mereka melihat persepsi

nilai pembeli, bukan biaya penjual sebagai kunci bagi penetapan harga.

Mereka menggunakan variabel non harga ini dalam bauran pemasaran

untuk membangun nilai yang dirasakan dalam benak pembeli. Harga

ditetapkan untuk mencerminkan nilai yang dirasakan tersebut.

Kunci bagi penetapan harga berdasarkan nilai yang dirasakan adalah

menentukan secara akurat persepsi pasar terhadap nilai penawaran.

Penjualan dengan pandangan terlalu tinggi terhadap nilai penawaran akan

menghargai produk mereka mereka terlalu mahal. Pandangan terlalu

rendah akan menghargai produknya lebih rendah daripada yang

ditetapkan.

4. Value Pricing.

Beberapa perusahaan telah mengadopsi penetapan harga berdasarkan

nilai (value pricing) dimana mereka menetapkan harga rendah bagi

penawaran berkualitas.

Value pricing tidak sama dengan perceived-value pricing. Value pricing

menyatakan bahwa harga seharusnya menunjukan tawaran yang luar

biasa baiknya bagi konsumen. Value pricing tidak hanya sekadar

menetapkan harga lebih rendah pada produk suatu perusahaan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

19

dibandingkan dengan pesaingnya, ia berkatan dengan masalah rekayasa

ulang operasi perusahaan untuk benar-benar menjadi produsen biaya

rendah tanpa mengorbankan kualitas, dan untuk menurunkan harga suatu

perusahaan secara berarti untuk menarik sejumlah besar pelanggan yang

sadar akan nilai (value-conscious customer)

5. Sealed Bid Pricing.

Penetapan harga yang berorintasi pada persaingan, umum diterapkan

bilamana perusahaan mengajukan penawaran untuk memperebutkan

suatu pekerjaan. Perusahaan mendasarkan suatu harganya pada

pengharapan tentang bagaimana pesaing akan menghargai tawarannya

daripada hubungan yang kaku dengan biaya atau permintaan perusahaan.

6. Going Rate Pricing.

Dalam penetapan harga berdasarkan tarif yang berlaku (going rate price)

suatu perusahaan mendasarkan harganya terutama pada harga pesaing

dengan sedikit memperhatikan biaya atau permintaannya sendiri,

bilamana biaya sulit diukur atau respon persaingan bersifat tidak pasti,

perusahaan merasakan bahwa harga yang belaku memberikan solusi yang

terbaik.

Menurut Buchari Alma (2004:287) ada dua pendekatan untuk

menetapkan harga, yaitu harga menurut biaya dan harga menurut permintaan.

1. Harga menurut biaya.

Di sini ditetapkan bahwa harga jual, harus lebih tinggi dari biaya yang

sudah dikorbankan, agar dapat diperoleh keuntungan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

20

2. Markup pricing atau cost-plus pricing.

Ini ditetapkan dengan menambahkan sekian persen dari biaya yang sudah

dihabiskan untuk menghasilkan suatu barang. Jadi biaya ditambah

dengan kelebihan atau markup disebut harga jual.

3. Demand pricing.

Harga di sini ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.

4. Prestige pricing.

Harga prestige berlaku untuk barang-barang tertentu, secara rasional

agak kurang masuk akal tetapi seringkali terjadi di pasar. Misalnya harga

suatu barang naik, tetapi permintaan malahan bertambah. Makin naik

harga makin bertambah permintaan, sampai tingkat tertentu.

Sedangkan pendekatan penetapan harga menurut Vernon A. Musselman

(1996:331) adalah sebagai berikut :

1. Penetapan harga berdasarkan biaya-plus (Cost-Plus Pricing).

a. Beberapa jenis usaha harus mendasarkan penetapan harga

mereka pada biaya plus laba.

b. Biaya langsung + biaya eksploitasi = biaya keseluruhan.

c. Biaya keseluruhan + marjin laba = laba.

2. Tingkat hasil yang ditargetkan (Target Rate of Return).

Penetapan harga ini digunakan bila kebijaksanaan penetapan harga itu

untuk memperoleh suatu tingkat tertentu dari laba dari jumlah dana yang

diinvestasikan.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

21

3. Penetapan harga berkaitan dengan persaingan, yaitu :

a. Pada harga yang berlaku, sesuai dengan harga yang berlaku.

b. Menetapkan harga di atas persaingan, tujuannya untuk memberi

kesan suatu kualitas dari barang yang dibeli.

c. Menetapkan harga dibawah pesaingan, tujuannya untuk

promosi.

d. Persaingan harga, strateginya menjual barang dibawah harga

pasar yang sedang berlaku.

4. Penetapan harga yang berorientasi pada permintaan.

Didasarkan pada suatu estimasi tentang bagaimana hasil penjualan

dengan harga yang berbeda-beda, yaitu dengan cara menetapakan harga

tinggi bila permintaan rendah dan menetapkan harga rendah bila

permintaan rendah.

5. Penetapan harga bagi produk baru.

a. Pendekatan skimming (skimming approach).

Produsen menetapkan suatu harga yang tinggi dibandingkan

dengan produk-produk yang sama selama tahap perkenalan.

Kemudian harga ini berangsur-angsur diturunkan selama tahap-

tahap berikutnya. Strategi ini digunakan bila harga merupakan

dasar untuk segmentasi pasar dan untuk mendorong persaingan.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

22

b. Pendekatan penetrasi (penetration approach).

Produsen memperkenalkan produk baru dengan harga rendah

dibandingkan dengan produk-produk yang serupa. Tujuannya

mengantisipasi permintaan pasar dan kemungkinan persaingan.

2.1.3 Konsep Bahan Baku.

2.1.3.1 Pengertian Bahan Baku.

Bahan baku dalam suatu industri merupakan bahan dasar yang digunakan

dalam proses produksi, keberadaan bahan baku ini sangat mempengaruhi

kelangsungan produksi karena bahan baku merupakan salah satu unsur penting

dalam aktifitas produksi yang merupakan mata rantai dalam proses produksi.

Bahan baku adalah bahan utama atau bahan dasar dalam membuat suatu

produk. Bahan baku diperoleh dari alam ataupun dibeli dari supplier atau

perusahaan yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan oleh perusahaan

yang menggunakannya.

Mulyadi (1993:14) mengungkapkan bahwa “bahan baku merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk, sehingga harga pokok yang

digunakan untuk pembuatan produk mudah dihitung” .

Pengertian lain tentang bahan baku dikemukakan Sofjan Assauri

(1993:171) bahwa “bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan dalam

perusahaan pabrik, kecuali terhadap bahan-bahan secara fisik akan digabungkan

dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut”.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan baku merupakan

bahan-bahan fisik atau berwujud yang digunakan perusahaan dalam proses

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

23

produksi untuk menciptakan atau menambah nilai guna yang diperoleh dari

sumber-sumber alam atau dibeli dari pemasok ataupun dari perusahaan lain yang

menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakan barang tersebut.

Tidak tersedianya bahan baku bagi suatu industri berarti akan terhentinya

proses produksi dari industri tersebut. Dengan kata lain bahan baku merupakan

suatu keharusan dalam setiap proses produksi yang menentukan kelangsungan

hidup industri tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat F. Kusmana Fachrudin dalam Endang

Supardi (2000:33) yang menyatakan bahwa : “bahan baku diperlukan oleh pabrik

untuk diolah, yang setelah melalui beberapa proses diharapkan menjadi barang

jadi (finished goods)”.

Dalam setiap perusahaan, persediaan bahan baku sangat penting.

Menurut Eddy Herjanto (1997:167) persediaan merupakan bahan atau barang

yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu. Persediaan

bahan baku (Raw Material Stock) menurut Sofjan Assauri (1993:222) yaitu

persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi,

barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dari supplier atau

perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang

menggunakannya.

Perusahaan akan memperoleh keuntungan dengan adanya persediaan

bahan baku,. Keuntungan persediaan bahan baku menurut Sofjan Asauri

(1993:221) adalah sebagai berikut :

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

24

1. Memperoleh potongan harga pada harga pembelian.

2. Memperoleh efesiensi produksi.

3. Adanya penghematan di dalam biaya angkutan.

Sedangkan fungsi persediaan bahan baku bagi perusahaan menurut Eddy

Herjanto (1997:168) adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan risiko keterlambatan pengiriman bahan baku.

2. Menghilangkan risiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga

harus dikembalikan.

3. Menghilangkan risiko terhadap kenaikan harga barang

4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman,

sehingga perusahaan tidak akan kesulitan bila bahan tersebut tidak

tersedia di pasaran.

Menurut Agus Ahyari dalam Endang Supardi (2000:34) ada beberapa

hal yang harus dipertimbangkan dalam pengadaan bahan baku, yaitu :

1. Berapa besarnya jumlah unit pengadaan bahan baku yang akan

diselenggarakan dalam perusahaan.

2. Kapan dan berapa jumlah unit bahan baku akan dibeli perusahaan.

3. Kapan perusahaan bersangkutan akan mengadakan pembelian kembali

apabila persediaan bahan baku dalam perusahaan tersebut sudah semakin

habis.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku.

Menurut Salim Munabi (2003:57) besarnya bahan baku yang harus

tersedia untuk kelancaran produksi tergantung pada beberapa faktor, seperti :

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

25

1. Volume produksi selama satu periode waktu tertentu (ini dapat dilihat

dari anggaran produksi.

2. Volume bahan baku minimal, yang disebut safety stock (persediaan besi).

3. Besarnya pembelian yang ekonomis.

4. Estimasi tentang naik turunnya harga bahan baku pada waktu-waktu

mendatang.

5. Biaya-biaya penyimpanan dan pemeliharaan bahan baku.

6. Tingkat kecepatan bahan baku menjadi rusak.

2.1.3.3 Biaya Bahan Baku.

Selain harga jual, di sisi biaya yang harus diperhatikan guna memperoleh

laba yang optimal adalah biaya bahan baku, karena bahan baku dalam suatu

industri merupakan bahan dasar yang digunakan dalam proses produksi,

keberadaan bahan baku ini akan sangat mempengaruhi kelangsungan produksi

yang nantinya berpengaruh pada output yang dihasilkan yang pada akhirnya

berpengaruh pada perolehan laba perusahaan tersebut.

Gasversz (2001:96) mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang

mempengaruhi laba adalah biaya bahan baku artinya, semakin rendah biaya bahan

baku maka semakin tinggi laba yang akan diperoleh pengusaha”. Hal itu senada

dengan apa yang dikemukakan oleh Dominick Salvatore (1994:236) bahwa

“dalam usaha memaksimumkan laba, maka produsen berusaha untuk menekan

biaya bahan baku sehingga dapat meminumkan ongkos/biaya produksi sehingga

semakin rendah semakin rendah biaya bahan baku maka semakin rendah pula

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

26

ongkos produksi sehingga laba yang akan diperoleh produsen pun semakin besar

pula.”

Pendapatan sebagai hasil yang diperoleh suatu perusahaan harus mampu

menutupi biaya produksi termasuk didalammya biaya bahan baku, dan diharapkan

pendapatan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang

dikelurkan oleh perusahaan. Besarnya pendapatan dikurangi semua biaya

termasuk didalamnya biaya bahan baku, inilah yang disebut sebagai laba

perusahaan yang menjadi tujuan umum perusahaan dalam mempertahankan

kinerja usahanya.

Samuelson & Nordhous (1996:142) mengemukakan bahwa “biaya

variabel (variable cost) merupakan biaya yang bervariasai sesuai dengan

perubahan tingkat output termasuk biaya bahan baku, gaji dan bahan bakar

termasuk pula semua biaya yang tidak tetap.”

Bahan baku yang digunakan dalm proses produksi dikelompokan

menjadi bahan baku langsung (direct material) dan bahan baku tidak langsung

(indirect material). Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang

merupakan bagian barang jadi yang dihasilkan. Sedangkan bahan baku tidak

langsung adalah bahan baku yang ikut berperan dalam proses produksi, tetapi

tidak secara langsung tampak pada barang jadi yang dihasilkan. Biaya bahan baku

hanya meliputi kebutuhan dan penggunaan bahan baku langsung

Menurut Salim Munabi (2003:52) biaya bahan baku terdiri atas :

1. Biaya kebutuhan bahan baku.

2. Pembelian bahan baku.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

27

3. Persediaan bahan baku.

4. Biaya bahan baku habis digunakan dalam produksi.

Jadi berdasarkan beberapa pengertian biaya bahan baku di atas, dapat

disimpulkan bahwa biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan oleh

perusahaan untuk memperoleh bahan-bahan yang digunakan perusahaan untuk

menciptakan dan menambah nilai guna yang diperoleh dari alam maupun dari

pemasok, yang meliputi harga bahan baku tersebut, potongan harga yang

diperoleh, dan ongkos angkut pembelian, dan merupakan bagian dari biaya

variabel.

Menurut Buchori Alma (2000:167) ada dua faktor yang harus dihitung

dalam biaya bahan baku yaitu:

1. Faktor Kuantum, yaitu menetapkan jumlah bahan yang termasuk

kedalam hasil produksi. Untuk menetapkan faktor kuantum atau jumlah

bahan yang terpakai dalam produksi ada dua teori :

a. Penetapan secara langsung, dapat dilakukan dengan cara

mencatat terus menerus bahan-bahan yang masuk dalam proses

produksi dan menghitung secara berkala persediaan bahan baku.

b. Penetapan secara tidak langsung, dapat dilakukan dengan cara

mengukur barang selesai dan berdasarkan pengalaman seperti

perbandingan mencampur bahan.

2. Faktor Finansial, yaitu bagaimana caranya menilaikan barang yang

termasuk kedalam proses produksi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

28

2.1.4 Konsep Perilaku Kewirausahaan.

2.1.4.1 Pengertian Perilaku.

Perilaku menurut Miftah Toha (1995:29) adalah suatu fungsi dari

interaksi antara person atau individu dengan lingkungannya. Ungkapan pengertian

di atas dapat dirumuskan dengan formula sebagai berikut:

P = f (I, L)

Ket : P= Perilaku I= Individu L= Lingkungan

Jadi perilaku merupakan suatu fungsi dari interkasi antara seseorang

individu dengan lingkunganya, jadi perilaku seseorang dengan orang lain akan

berbeda, dan perilaku seseorang tersebut ditentukan oleh lingkungannya.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian

dalam Neeltje SK. Lawalata (2000:13) bahwa “perilaku timbul karena adanya

interaksi antara individu dengan lingkungannya atau simulus tertentu”.

Perilaku menurut England dalam Siti Syamsiar (2002:53) merupakan

bentukan dari nilai-nilai pribadi, dan nilai merupakan suatu kerangka kerja

konseptual secara relatif bersifat permanen, maka kerangka kerja tesebut

membentuk dan mempengaruhi hakikat perilaku seseorang.

Menurut Adam I. Indrawijaya menguraikan tentang perilaku sebagai

berikut : seseorang mendapat input (masukan) dari lingkungannya, kemudian

melakukan proses transformasi dan melakukan suatu tindakan atau berperilaku

seseorang.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

29

Menurut Sondang P. Siagian dalam Neeltje SK. Lawalata (2000:13)

perilaku adalah keseluruhan tabiat atau sifat seseorang yang tercermin dalam

ucapan dan tindak tanduknya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh

Fatmawati (2005:138) bahwa perilaku adalah suatu kelakuan, tabiat atau tingkah

laku.

Miftah Toha (1995:30 mengemukakan lima faktor yang dapat

mempengaruhi seseorang terangsang untuk berperilaku, yaitu sebagai berikut:

1. Manusia berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak sama.

2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.

3. Orang berfikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang

bagaimana bertindak.

4. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan

pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.

5. Seseorang itu mempunyai reaksi senang atau tidak senang (affective).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

perilaku adalah tabiat atau sifat seseorang sebagai akibat interaksi seseorang

dengan lingkungannya yang tercermin dalam ucapan dan tingkah lakunya yang

secara relatif bersifat permanen.

2.1.4.2 Kewirausahaan.

2.1.4.2.1 Hakikat kewirausahaan.

Istilah kewirausahaan berasal dari bahasa Perancis yaitu dari kata

entrepreneur, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan arti between

taker atau go-between. (Buchari Alma, 2007: 22). Kewirausahaan diterjemahkan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

30

pula dalam kata entrepreneurship, yang dapat diartikan sebagai “the backbone of

economy”,yaitu syaraf pusat perekonomian atau sebagai “tailbone of economy”

yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa (Suryana, 2006 :14).

Istilah entrepreneur sendiri pertama kali dikemukakan oleh Schumpeter

dalam Siti Syamsiar (2002:51) yang mengartikan entrepreneur sebagai wirausaha

yaitu pelaksana kombinasi-kombinasi baru yang kreatif, inovatif, inisiatif dan

pekerja keras serta mau berdiri sendiri. Peter F. Drucker (1988:27) menyebut

kewirausahaan dengan istilah kewiraswastaan. Setiap orang yang memiliki

keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wiraswastaan, dan

berperilaku wiraswasta. Maka kewiraswataan lebih merupakan perilaku daripada

gejala kepribadiaan, dan dasarnya terletak pada konsep dan teori bukan instuisi.

Kewirausahaan menurut Zimmerer dalam Suryana (2006:2) adalah

kemampuan kreatif dan inovatif yang dijakdikan dasar, kiat, dan sumber daya

untuk mencari peluang menuju sukses.. Zimmerer dalam Buchari Alma

(2007:71) menyatakan bahwa ” Creativity is the ability to develop new ideas and

to discover new ways of looking at problems and opportunities”, Kreatifitas

adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan

masalah dan menemukan peluang (thinking new things). Sedangkan inovasi

diatikan sebagai ”Innovation is the ability to apply creative solution to those

problems and opportunities to enhance or to enrich people’s lives”, bahwa

inovasi adalah kemampuan menerapkan kreatifitas dalam rangka memecahkan

masalah dan menemukan peluang (doing new thing).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

31

Menurut Peter F. Drucker (1988:33) inovasi adalah tindakan yang

memberi sumber daya kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan

kesejahteraan. Sedangkan kreatifitas menurut Peter F. Drucker (1988:240)

adalah sesuatu yang asli.

Jadi inti dari kewirausahaan yaitu berfikir kreatif dan bertindak inovatif.

Seorang pengusaha akan berhasil apabila ia selalu berfikir kreatif dan

menggunakan hasil kreatifitasnya dalam bentuk tindakan inovatif dalam setiap

kegiatan usaha yang dilakukannya.

2.1.4.2.2 Pengertian Kewirausahaan.

Beberapa pengertian kewirausahaan adalah sebagai berikut :

Menurut Thomas W. Zimmerer dalam Suryana (2006 :18)

kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat,

dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses.

Peter F. Drucker (1988:24) mendefinisikan kewirausahaan sebagai

kemampuan untuk meningkatkan hasil dari sumber-sumber daya yang ada, dan

menciptakan pasar serta pelanggan baru.

Menurut Geoffrey G. Meredith (2002:3) kewirausahaan adalah

kemampuan menemukan dan mengevaluasi peluang-peluang, mengumpulkan

sumber-sumber daya yang diperlukan dan bertindak untuk memperoleh

keuntungan dari peluang-peluang itu.

Sedangkan Mc. Clelland dalam Fatmawati (2005:138) mendefinisikan

seorang entrepreneur adalah seseorang yang memiliki pengendalian tertentu

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

32

terhadap alat produksi serta menghasilkan lebih banyak daripada yang

dikonsumsinya atau dijual (ditukarkan) agar memperoleh pendapatan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kewirausahaan dapat didefenisikan sebagai kemampuan mengumpulkan sumber

daya untuk menciptakan peluang dengan cara menciptakan nilai tambah melalui

proses kreatif dan inovatif yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi

risiko.

2.1.4.2.3 Karektiristik dan Ciri-Ciri Kewirausahaan.

Para ahli mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep

yang berbeda-beda. Geoffrey G. Meredith (2002: 5-6) misalnya, mengemukakan

cirri-ciri dan watak kewirausahaan seperti berikut :

Tabel 2.1 Karakteristik dan Watak Kewirausahaan

Karakteristik Watak • Percaya diri Keyakinan, ketidaktergantungan, individualis,

optimisme. • Berorientasi tugas dan hasil Kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba,

ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetic, dan inisiatif.

• Pengambil risiko Kemampuan mengambil resiko, suka pada tantangan.

• Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik.

• Keorsinilan Inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bias, mengetahui banyak.

• Berorientasi masa depan Pandangan ke depan, perseptif. Sumber : Geoffrey G. Meredith (2002: 5-6)

Ahli lain seperti M Scarborough dan Thomas W. Zimmerer dalam

Suryana (2006:24) mengemukakan delapan karakteristik kewirausahaan sebagai

berikut :

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

33

1. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya.

2. Preference for moderate risk, yaitu lebih memelih resiko yang moderat, artinya selalu menghindari resiko, baik yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi.

3. Confidence in their ability to success, yaitu memiliki kepercayaan diri untuk memperoleh kesuksesan.

4. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik dengan segera.

5. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.

6. Future orientation, yaitu berorientasi serta memiliki perspektif dan wawasan ke depan.

7. Skill at organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menciptakan nilai tambah.

8. Value of achievement over money, yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang. Selanjutnya Bygrave dalam Buchari Alma (2007:57) karakteristik dari

wirausaha yang berhasil memiliki sifat-sifat yang dikenal dengan istilah 10 D,

yaitu:

1. Dream. Seorang pengusaha mempunyai visi bagaimana keinginannya terhadap masa depan dan yang paling penting mempunyai kemampuan untuk mewujudkan impiannya tersebut.

2. Decisivenes. Seorang wirausaha adalah orang yang tidak bekerja lambat. 3. Doers. Begitu seorang wirausaha membuat keputusan maka dia langsung

menindak lanjutinya. 4. Determination. Seorang wirausaha melaksanakan kegiatannya dengan penuh perhatian. 5. Dedication. Dedikasi seorang wirausaha terhadap bisnisnya sangat tinggi, kadang-

kadang dia mengorbankan hubungan dengan keluarganya umtuk sementara.

6. Devotion. Seorang wirausaha mencintai pekerjaan bisnisnya dan dia mencintai

pekerjaan dan produk yang dihasilkannya. 7. Details. Seorang wirausaha sangat memperhatikan faktor-faktor kritis secara

rinci.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

34

8. Destiny. Seorang wirausaha bertanggung jawab terhadap nasib dan tujuan yang

hendak dicapainya. 9. Dollars. Wirausahawan tidak sangat mengutamakan mencapai kekayaan, uang

dianggap sebagai ukuran kesuksesan bisnisnya 10. Distribute. Seorang wirausaha bersedia mendistribusikan kepemilikan bisnisnya

terhadap orang-orang kepercayaannya.

Sedangkan ciri-ciri wirausaha menurut BN Marbun dalam Buchari

Alma (2007:52) adalah orang yang memiliki jiwa, sikap, dan perilaku

kewirausahaan, dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Penuh percaya diri, indikatornya adalah penuh keyakinan, optimis, berkomitmen, disiplin, bertanggung jawab.

2. Memiliki inisiatif, indikatornya adalah penuh energi, cekatan dalam bertindak dan aktif.

3. Memiiki motif berprestasi, indikatornya adalah orientasi pada hasil dan wawasan kedepan.

4. Memiliki jiwa kepemimpinan, indikatornya adalah berani tampil beda, dapat dipercaya, dan tangguh dalam bertindak.

5. Berani mengambil risiko, indikatornya adalah menyukai tantangan.

2.1.4.3 Perilaku Kewirausahaan.

Menurut M. Amin Azis dalam Ineu Erni (1999:18) yaitu : “tingkah

laku kewirausahaan adalah kegiatan-kegiatan sosial yang polanya dicirikan oleh

unsur-unsur kewirausahaan’. Selanjutnya rumusan kewirausahaan adalah sebagai

berikut:

Tingkah laku kewirausahaan dibina oleh lima ciri utama yaitu menerima

atau menemukan ide-ide (inovasional), pembinaan modal (capital accumulation),

kepemimpinan (leadership behavior), keberanian mengambil resiko (risk-taking

behavior), dan manusia laksana (managemen behavior).

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

35

Menurut Mc. Clelland dalam Siti Syamsiar (2002:56) mengemukakan

bahwa ”perilaku pada umumnya didasari oleh motif berprestasi”. Motif

berprestasi tersebut sebagai akibat adanya kebutuhan dasar. Kebutuhan yang

bertingkat yang disebabkan oleh adanya nilai-nilai, Nilai-nilai pribadi tersebut

tentunya mendasari jiwa dan perilaku kewirausahaan.

Menurut Fatmawati (2005:138) perilaku kewirausahaan adalah seorang

pelaku ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi produktif, berupa kegiatan

perdagangan dan jasa, seperti melakukan perubahan sumber daya fisik, alam dan

manusia ke dalam suatu produksi yang bermanfaat.

Sedangkan menurut Peter F. Drucker (1988:28) setiap orang yang

memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi

wiraswastaan, dan berperilaku wiraswasta. Maka kewiraswataan lebih merupakan

perilaku daripada gejala kepribadiaan, dan dasarnya terletak pada konsep dan teori

bukan instuisi

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

kewirausahaan merupakan aktifitas-aktifitas seseorang yang tercermin dalam

kemampuan mengumpulkan sumber daya untuk menciptakan peluang dengan cara

meningkatkan nilai tambah melalui proses kreatif dan inovatif, keberanian

mengambil risiko, dan kepemimpinan.

2.1.5 Kinerja Usaha.

2.1.5.1 Konsep Kinerja Usaha.

Istilah kinerja atau prestasi sebenarnya adalah pengalihbahasaan dari kata

bahasa Inggris yaitu ”performance”. Kamus The New Webster Dictionary

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

36

memberikan tiga arti bagi kata ”performance”, yaitu prestasi, pertunjukan, dan

pelaksanaan tugas. (Ahmad Ruky, 2006:14).

Dalam bahasa Inggris sendiri sebenarnya ada sebuah kata atau istilah lain

yang lebih menggambarkan prestasi atau kinerja, dalam pengertian bahasa

Indonesia atau sebagaimana digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu kata

”achievement”. Tetapi karena kata itu berasal dari kata ”to achive” yang berarti

”mencapai”, kita lebih sering menerjemahkannya menjadi ”pencapaian” atau ”apa

yang dicapai”. (Ahmad Ruky, 2006:15).

Sedangkan Nurimansjah (1994:129) mengemukakan mengenai apa

yang dimaksud dengan kinerja sebagai berikut:

Pada dasarnya suatu industri itu mempunyai motivasi untuk mengusai pasar, maka ada tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Tujuan itu secara lebih khusus disebut performance (kinerja). Kinerja lebih terperinci seperti apa yang sering dikenal dengan laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia dan juga kebanggaan kelompok. Sedangkan Ferry Laurensius (2005:43), mengemukakan beberapa

pengertian kinerja yang ia kutip dari beberapa sumber, adapun uraiannya

dikemukakan sebagai berikut:

”Menurut Oxford Dictionary, kinerja (Performance) merupakan suatu tindakan, proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi. Kinerja merupakan suatu konstruk, dimana banyak para ahli yang memilki sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan kinerja (Puteri Mentari, 2005). Beberapa ahli mengemukakan kinerja berkaitan dengan melakukan pekerjaan dan juga tentang hasil yang dicapai, harus didefinisikan sebagai outcome dari pekerjaan karena memberikan hubungan yang kuat dengan tujuan strategis perusahaan, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi (Puteri Mentari, 2005). Kinerja juga dapat dipandang dari model produksi, yang terdiri dari tiga tahap; input, output dan hasil, kemudian kinerja dapat diartikan dalam efisiensi dan keefektifan (Hyndman dan Anderson,1997)”

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

37

2.1.5.2 Indikator-Indikator untuk Menilai Kinerja Perusahaan.

Pada akhir kurun waktu (periode) yang ditetapkan, tibalah saatnya untuk

melakukan penilaian, yaitu membandingkan antara hasil yang sebenarnya

diperoleh dengan apa yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaran

tersebut harus diteliti satu persatu, mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%),

mana yang dibawah standar (target), dan mana yang di atas target.

Penilaian hasil atau kinerja sendiri tidak boleh diserahkan pada atasan,

tetapi harus dilakukan oleh bawahan sendiri karena seyogyanya setiap orang

memang mampu melakukannya.(Achmad Ruky, 2006: 159).

Menurut Dermawan Wibisono (2006 : 85) pengukuran kinerja suatu

perusahaan dibagi dua bagian yaitu:

1. Keluaran finansial, diantaranya yaitu dilihat dari:

a. Pendapatan (earning).

b. Arus kas (cash flow).

c. Biaya (cost).

d. Pangsa pasar (market share).

e. Pengembangan produk (product development).

2. Keluaran nonfinansial.

a. Pelanggan.

b. Pemerintah dan masyarakat.

c. Pemasok.

Menurut Mulyadi (1993 435), membagi ukuran kinerja menjadi tiga,

yaitu:

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

38

1. Ukuran kriteria tunggal (single criteria) meliputi : target kuantitas produk

yang dihasilkan.

2. Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) meliputi : profitabilitas,

pangsa pasar, produktifitas, pengembangan karyawan.

3. Ukuran kriteria gabungan (composite criteria).

Menurut Siropolis dalam Sudrajati (2000: 58) untuk mengevaluasi

kinerja finansial, maka teknik yang digunakan disebut ratio analysis yaitu :

1. Test of profitability, meliputi : a. Return On Investment (ROI), yaitu kemampuan pengembalian

modal yang ditanamkan. b. Return On Sales (ROS), yaitu berapa sen harus dikeluarkan

untuk memperoleh satu dollar laba. 2. Test of financia healts, meliputi :

a. A ventura solvency, yaitu kemampuan untuk membayar hutang jangka panjang, termasuk bunganya bila sudah jatuh tempo.

b. Liquidity, yaitu mengukur kemampuan untuk membayar hutang jangka pendek.

Pada umumnya pengukuran kinerja dalam organisasi pada sektor swasta

fokus pada profitabilitas dimana output dari sektor swasta semuanya dapat diukur

dalam satuan moneter. Pengukuran output sektor swasta mudah dilakukan karena

tersedia pasar sehingga nilai output dapat diketahui dari harga pertukaran.

Selanjutnya Ferry L (2005:45), mengemukakan bahwa penetapan indikator

kinerja harus mencerminkan pencapaian tujuan dan sasaran program, kegiatan

atau organisasi.

Indikator kinerja yang biasa dipakai dalam mengukur kinerja suatu

organisasi adalah indikator input (economy), output, outcome, efisiensi (input per

output atau cost menghasilkan suatu output) dan efektifitas (mengukur

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

39

keberhasilan mencapai tujuan organisasi atau program, biasanya yang

mencerminkan pencapaian tujuan adalah outcome).

Menurut Tulus Tambunan (2001 : 80) ada beberapa indikator untuk

menilai kinerja perusahaan yaitu dapat dilihat pada tingkat makro, meso dan

mikro sebagai berikut :

1. Pada tingkat makro, hasilnya dapat diukur dengan sejumlah indikator

diantaranya :

a. Besarnya nilai Tambah Sektor Industri Manufakur (NTSIM) dan

rata-rata pertumbuhannya pertahun.

b. Pangsa PDB sektor industri manufaktur atau secara relatif

terhadap pangsa PDB sektor-sektor ekonomi lain.

c. NTSIM per kapita dan rata-rata pertumbuhannya per tahun.

d. Besarnya ekspor manufaktur, atau secara relatif terhadap ekspor

sektor-sektor lain.

e. Pangsa ekspor manufaktur didalam total ekspor atau ekspor non

migas.

2. Pada tingkat meso, keberhasilan industrialisasi dapat diukur dari tiga

aspek :

a. Tingkat diversifikasi output baik didalam satu kelompok barang

(misalnya barang konsumsi) atau untuk semua kategori,

terutama barang-barang modal dan input perantara.

b. Adanya pergeseran dari barang-barang berbobot teknologi

rendah ke barang-barang dengan kandungan teknologi tinggi.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

40

c. Adanya keterikatan produksi (production linkage) yang kuat

antara industri, mencerminkan rendahnya ketergantungan sektor

terhadap impor.

3. Pada tingkat mikro, keberhasilan industrialisasi dapat diukur pada kinerja

perusahaan secar individu atau kelompok mulai dari pertumbuhan

volume output rata-rat pertahun, kualitas sumber daya manusia, jenis

teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, skala usaha hingga

keuntungan bersih per satu unit.

Sedangkan menurut Nurimansjah (1994 : 17) Kinerja industri adalah

hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri, antara lain

kesempatan kerja, tingkat keuntungan, pertumbuhan industri, pemerataan

pendapatan dan kemajuan. Dalam mungukur kinerja laba relatif sulit di negara-

negara sedang berkembang, sehingga sering diukur dengan variabel proksi.

Variabel proksi yang paling dekat adalah harga-ongkos. Dikatakan masih

proksi, oleh karena masih dipertanyakan unsur-unsur ongkos yang masuk dalam

perhitungan. Setidak-tidaknya telah mendekati laba bruto dalam suatu industri.

Tingkat pertumbuhan industri tergantung pada pertumbuhan apa yang diamati

seperti tingkat pertumbuhan laba, tingkat pertumbujan perusahaan atau

pertumbuhan tenaga kerja dan sebagainya.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa ada beberapa indikator dalam

menilai kinerja usaha. Oleh karena objek penelitian ini adalah pengusaha industri

kecil tahu, sehingga termasuk pada tingkat mikro, maka dari uraian di atas yang

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

41

dapat dijadikan indikator untuk mengujur kinerja usaha terutama dalam penelitian

ini adalah pertumbuhan volume produksi dan laba.

2.1.5.3 Volume Produksi.

Output sering dikenal dengan istilah hasil produksi, sedangkan volume

produksi adalah banyaknya hasil produksi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan

dalam periode tertentu. Produksi merupakan suatu kegiatan mengubah input

menjadi output, biasanya dalam ekonomi dinyatakan dalam fungsi produksi.

Fungsi produksi menunjukan jumlah maksimum output yang dihasilkan dari

pemakaian sejumlah input dengan teknologi tertentu. Proses produksi dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Proses Fungsi Produksi

Secara matematik fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

Dimana : Q = f (K, L, X,........,AZ)

Q = Output

K, L, X = Input (kapital, tenaga kerja, bahan baku)

AZ = Learning by doing (pengalaman)

Sedangkan menurut Samuelson (2003:125), bahwa “hubungan antara

jumlah input yang diperlukan dan jumlah output yang dapat dihasilkan disebut

fungsi produksi. Fungsi produksi menentukan output maksimum yang dapat

FUNGSI PRODUKSI OUTPUT INPUT

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

42

dihasilkan dari sejumlah input. Dalam kondisi keahlian dan pengetahuan teknis

tertentu.”

Perusahaan sebagai pelaku ekonomi yang bertanggung jawab dalam

menghasilkan barang dan jasa harus dapat menentukan kombinasi input-input

yang akan dipakai untuk mengahasilkan output tertentu. Dengan perusahaan itu

dapat meningkatkan volume produksi berarti perusahaan itu dapat meningkatkan

kinerjanya.

2.1.5.4 Laba.

Pada dasarnya setiap perusahaan selalu berusaha untuk memaksimalkan

laba, karena peroleh laba yang maksimal merupakan salah satu tujuan utama

perusahaan. Menurut Samuelson (2003:125), bahwa pada dasarnya perusahaan

selalu berusaha keras untuk memproduksi secara efisien, yaitu dengan biaya yang

serendah-rendahnnya. Dengan kata lain, mereka selalu berusaha untuk

berproduksi pada tingkat output yang maksimum dengan menggunakan sejumlah

input tertentu dan mencegah pemborosan.

Hal ini juga senada denganan pendapat Memers dan Miller (1993:252),

bahwa “perusahaan senantiasa berusaha memaksimalkan laba. Oleh karenanya

harus diasumsikan adalah perilaku mereka selalu konsisten dengan prinsip

maksimalisasi laba”. Mengenai defenisi laba, Samuelson (1999:327)

mengemukakan bahwa “laba adalah selisih antara total hasil pendapatan dengan

total biaya”. Sedangkan menurut Kaplan dan Afkinson dalam Sudrajati (2000

: 57) bahwa profit = sales – variable cost – fixed cost.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

43

Sedangkan William A. McEachhern (2001 : 67) membagi laba menjadi

tiga bagian yaitu :

1. Laba akuntansi, yaitu penerimaan total dikurangi biaya eksplisit.

2. Laba ekonomi, yaitu penerimaan total dikurangi biaya eksplisit dan biaya

implisit.

3. Laba normal, yaitu laba akuntansi yang dibutuhkan untuk mendorong

pemilik perusahaan menggunakan sumber daya milik mereka dalam

perusahaan.

Laba dapat dijadikan salah satu indikator untuk menilai kinerja sebuah

perusahaan. Suatu perusahaan yang dapat terus meningkatkan perolehan labanya

dapat disimpulkan bahwa perusahaan itu memiliki kinerja tinggi.

2.1.6 Hubungan Harga Jual, Biaya Bahan Baku, Perilaku Kewirausahaan

Terhadap Kinerja Usaha. 2.1.6.1 Hubungan Harga Jual Terhadap Kinerja Usaha.

Suatu perusahaan menghasilkan barang dan jasa dengan maksud untuk

dijual. Dalam penjualan tidak hanya memindahkan barang atau jasa ke konsumen

tetapi juga terkandung keinginan perusahaan atau produsen untuk memuaskan

konsumen dengan hasil produksinya, maka dengan demikian perusahaan dapat

mencapai tujuannya memperoleh laba. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Billas (1989:165) bahwa “perusahaan sebenarnya berusaha memaksimalkan

penjualan dalam batas-batas laba tertentu. Dengan alasan kita lebih mudah bekerja

dengan angka-angka penjualan, gaji manajemen tergantung dari penjualan, dan

kita mudah menaikan modal dengan angka penjualan”.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

44

Maksimisasi penjualan pada gilirannya tetap berujung pada pendapatan

yang diharapkan. Dari pemasaran itu juga diharapkan akan meningkatkan hasil

produksi perusahaan yang bersangkutan. Penjualan bagi perusahaan merupakan

aktivitas yang sangat penting, hal ini disebabkan karena kelangsungan hidup dan

perkembangan usaha sangat tergantung pada banyaknya produk yang berhasil

dijualnya. Agar dapat sukses dalam memasarkan barang dan jasa, perusahaan

harus menetapkan harga secara tepat, karena harga merupaka satu-satunya unsur

bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, yang berarti dapat diubah dengan cepat.

Harga jual merupakan sesuatu yang mutlak harus dihitung oleh para

produsen, sebab harga jual akan menentukan keuntungan atau kerugian bagi para

produsen.

Menurut Kotler (2002:136) harga jual merupakan salah satu unsur paling

penting dalam menentukan bagian pasar dan tingkat keuntungan perusahaan, dan

merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan

pendapatan.

Penetapan harga oleh produsen akan berpengaruh terhadap pendapatan

yang diperoleh perusahaan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laba.

Semakin tinggi laba yang diperoleh suatu perusahaan mengindikasikan tingginya

kinerja usaha.

2.1.6.2 Hubungan Biaya Bahan Baku Terhadap Kinerja Usaha.

Selain harga jual, di sisi biaya yang harus diperhatikan guna memperoleh

laba yang optimal adalah biaya bahan baku, karena bahan baku dalam suatu

industri merupakan bahan dasar yang digunakan dalam proses produksi,

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

45

keberadaan bahan baku ini akan sangat mempengaruhi kelangsungan produksi

yang nantinya berpengaruh pada output yang dihasilkan yang pada akhirnya

berpengaruh pada perolehan laba perusahaan tersebut.

Harga bahan baku suatu produk dapat mempengaruhi tingkat

perolehan dari laba produk tersebut, hal ini bisa terjadi karena dengan naiknya

harga bahan baku menyebabkan semakin besar biaya bahan baku yang harus

dikeluarkan sehingga makin kecilnya keuntungan yang diperoleh dari produk

tersebut.

Gasvertz (2002:96) mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang

mempengaruhi laba adalah biaya bahan baku artinya, semakin rendah biaya bahan

baku maka semakin tinggi laba yang akan diperoleh pengusaha”. Jadi pengaruh

biaya bahan baku terhadap laba bersifat negatif.

Hal itu senada dengan apa yang dikemukakan oleh Dominick Salvatore

(1994:236) bahwa “dalam usaha memaksimumkan laba, maka produsen berusaha

untuk menekan biaya bahan baku sehingga dapat meminumkan ongkos/biaya

produksi sehingga semakin rendah biaya bahan baku maka semakin rendah pula

ongkos produksi sehingga laba yang akan diperoleh produsen pun semakin besar

pula”.

Adanya pengaruh biaya bahan baku terhadap laba yang akan diperoleh

akan berpengaruh terhadap kinerja usaha. Penurunan laba yang disebabkan oleh

naiknya biaya bahan baku akan menyebabkan turunnya kinerja usaha, dan.

peningkatan laba yang disebabkan oleh turunnya biaya bahan baku akan

menyebabkan meningkatnya kinerja usaha.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

46

2.1.6.3 Hubungan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha.

Modal merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan suatu

perusahaan agar produksi dan pendapatan yang dihasilkan dapat maksimal. Faktor

kewirausahaan pun sangat menentukan dan berpengaruh terhadap pencapaian

tujuan, sebab meskipun tersedia modal yang cukup tetapi kurang ditunjang oleh

kemampuan dalam pengelolaan perusahaan yang baik, maka akan kesulitan dalam

mencapai sasaran yang hendak dicapai dan diharapkan. Pengaruh perilaku

kewirausahaan terhadap laba perusahaan dapat dilihat dari aspek pendapatan,

produksi dan lain-lain.

Menurut Thomas W Zimmerer dalam Suryana (2007:14) bahwa

kewirausahaan adalah penerapan kreatifitas dan inovasi untuk memecahkan

masalah dalam upaya mamanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Dengan

memanfaatkan peluang yang ada maka kita akan memperoleh keuntungan-

keuntungan.

Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh J. A

Schumpeter dalam Abdullah N.S (1987:4) bahwa :

“profit terdapat pada kehidupan perekonomian yang dinamis dan diperoleh oleh pengusaha yang dinamis pula. Pengusaha yang dinamis tadi disebut Capten Entrepreneur yaitu pengusaha-pengusaha pionir, yang berani menempuh jalan baru, menggunakan teknik baru dan mencoba metode-metode produksi baru maka pada mereka akan menerima keuntungan-keuntungan mendahului pengusaha lainnya. Dari pernyataan diatas bahwa seorang Entrepreneur akan melakukan

inovasi- inovasi sehingga pada akhirnya akan memperoleh keuntungan-

keuntungan mendahului pengusaha lainnya.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

47

Secara logis jika seseorang pengusaha telah meyakini, merasa senang dan

ingin melakukan inovasi, mau menangunag resiko atas ketidakpastian dalam

menjalankan usahanya, mau meningkatkan laba perusahaan maka hal tersebut

akan memberikan pengaruh terhadap besarnya laba yang akan diperoleh dalam

melakukan kegiatan usahanya.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Yuyun

Wirasasmita dalam Sudrajati Ratnaningtiyas (2007) yang mengartikan

kewirausahaan sebagai proses kemanusiaan (human process) yang berkaitan

dengan kreatifitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi sumber-

sumber, dan mengelola sehingga peluang tersebut terwujud menjadi suatu usaha

yang mampu menghasilkan laba.

Menurut Siti Syamsiar (2002: 58) output dari perilaku kewirausahaan

bagi seorang wirausaha adalah kinerja perusahaan. Seperti pendapat Dumairy dan

Z. Hadiprabowo dalam Siti Syamsiar (2002: 58) menyatakan bahwa seorang

pengusaha yang memilki jiwa kewirausahaan yang positif akan selalu jeli melihat

kesempatan-kesempatan ekonomi yang terbuka. Tindakan dalam memanfaatkan

kesempatan ekonomi tersebut yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan

kerja baru dan lebih lanjut akan mendatangkan keuntungan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang

pengusaha memiliki perilaku kewirausahaan yang tinggi maka pengusaha tersebut

sangat besar kemungkinannya untuk dapat meningkatkan laba perusahaannya,

yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja usaha.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

48

2.2 Kerangka Pemikiran.

Keberadaan industri kecil sangat berarti bagi perekonomian nasional,

industri kecil mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi

jumlah penganguran. Walaupun industri kecil ini memiliki kelemahan-kelemahan,

namun terlihat dari berbagai keunggulan UKM tersebut, maka industri kecil

haruslah dapat lebih dikembangkan mengingat potensinya yang besar bagi

perekonomian masyarakat pada umumnya. Salah satu caranya dengan adanya

peningkatan kinerja usaha kecil tersebut..

Dari sudut pandang ekonomi kinerja usaha ini dapat dilihat dari berbagai

indikator diantanya yaitu dari pertumbuhan volume produksi, perolehan laba yang

dicapai atau diperoleh. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh

(Nurimansjah 1994:129) bahwa :

Pada dasarnya suatu industri itu mempunyai motivasi untuk menguasai pasar, maka ada tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Tujuan itu secara lebih khusus disebut performance (kinerja). Kinerja secara terperinci seperti apa yang sering dikenal dengan laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise, profesional, kesejahteraan personalia dan juga kebanggaan kelompok. Setiap pengusaha dalam melaksanakan kegiatan operasi sehari-hari perlu

melihat bagaimana efektifitas dari operasi perusahaannya, hasil dari penelitian

tersebut dapat digunakan oleh pengusaha dalam melakukan evaluasi dan menilai

kinerja usahanya. Kinerja (performance) atau prestasi dalam pengertian bahasa

Indonesia berasal dari kata ”to achive” yang berarti ”mencapai”, kita lebih sering

menerjemahkannya menjadi ”pencapaian” atau ”apa yang dicapai”. (Ahmad

Ruky, 2006:15).

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

49

Menurut Komarudin Sastradipoera (2004;247) kinerja pengusaha

diukur dari profitabilitasnya, profitabilitas bisnis perusahaan adalah kesanggupan

bisnis pengusaha dalam perusahaan untuk memperoleh laba berdasarkan

invesatasi yang dilakukannya.

Profitabilitas pengusaha yang tinggi akan menguntungkan perusahaan

karena dapat menarik calon investor untuk menanamkan modalnya dan

menambah kredibilitas perusahaan tersebut. Laba diperoleh setelah diketahui nilai

seluruh pendapatan dan nilai biaya secara keseluruhan. Apabila nilai total

pendapatan lebih besar daripada nilai biaya dalam kurun waktu yang sama maka

pengusaha manghasilkan laba. Sebaliknya apabila nilai total pendapatan lebih

kecil daripada nilai total biaya maka pengusaha mengalami kerugian.

Dalam teori mikro untuk menilai kinerja usaha ini dapat dilihat dari

indikator laba dan volume produksi. Dengan adanya peningkatan laba, maka hal

itu menandakan bahwa dalam hal ini pengusaha berarti telah memiliki kinerja

yang tinggi. Demikian juga dengan pengusaha berusaha untuk meningkatkan

volume produksinya, adalah adanya perolehan pertumbuhan produksi yang tinggi

berarti pengusaha itu memiliki kinerja yang tinggi.

Perusahaan yang terjun ke dunia bisnis bertujuan untuk mendapatkan

laba, dalam analisis perusahaan persaingan sempurna kita akan mengasumsikan

bahwa perusahaan kompetitif bertujuan memaksimumkan laba, yaitu memperoleh

keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini Domonick Salvatore

(1992:140) menjelaskan pengertian laba sebagai : keuntungan total sama dengan

penerimaan total (TR) dikurangi biaya total (TC) dan bahwasanya maksimasi laba

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

50

adalah tujuan utama setiap perusahaan. Sedangkan menurut Kaplan dan

Afkinson dalam Sudrajati (2000: 57) laba diperoleh dari pendapatan dikurangi

biaya tetap dan biaya variabel.

Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan dikurangi

biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Menurut Pratama Rahardja (2004;151)

secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR = P X Q

Π = TR – TC laba positif dimana TR >TC

Ada tiga pendekatan perhitungan laba maksimum , yaitu :

1. Pendekatan Totalitas.

2. Pendekatan Rata-rata.

3. Pendekatan Marginal.

Pendekatan totalitas membedakan pendapatan total (TR) dan biaya total

(TC). Pendapatan total adalah sama dengan jumlah unit output yang terjual (Q)

dikalikan harga (P) output per unit. Jika harga jual per unit adalah P maka TR =

P.Q. Pada saat membahas teori biaya maka TC adalah sama dengan FC + VC.

Dalam penelitian ini, yang menjadi unsur pembentuk penerimaan total adalah

harga jual, sedangkan yang membentuk biaya total adalah biaya bahan baku. Hal

ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

51

Gambar 2.2 Kurva TR dan TC

Setiap perusahaan berusaha memaksimumkan keuntungan. Keuntungan

atau kerugian adalah perbedaan di antara penjualan dan ongkos produksi.

Keuntungan diperoleh apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari ongkos

produksi dan kerugian akan dialami apabila hasil penjualan lebih sedikit dari

ongkos produksi. (Sadono Soekirno 2000:191)

Dalam usahanya memaksimumkan laba, maka produsen berusaha untuk

meminumkan ongkos/biaya produksi. Semakin besar biaya produksi maka

semakin kecil kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Produksi adalah

segala kegiatan dalam penciptaan dan menambah kegiatan sesuatu barang atau

jasa untuk kegiatan mana yang membutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu

ekonomi berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan skill.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

52

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukan

hubungan antara tingkat output dan tenaga kerja (dan kombinasi) penggunaan

input-input. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f (X1, X2, X1……………XN)

Q = Tingkat produksi (output)

X1, X2, X1……………XN = Berbagai input yang digunakan

Kenaikan harga input akan menyebabkan kenaikan biaya produksi.

Dalam suatu produksi diperlukan biaya yang disebut dengan biaya produksi.

Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan

proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Biaya produksi dibagi dalam

tiga elemen : (1) biaya bahan baku (2) biaya tenaga kerja (3) biaya overhead

pabrik. (Mulyadi, 1993:9). Dengan demikian, biaya produksi meningkat (apakah

dikarenakan kenaikan harga faktor produksi atau penyebab lainnya), maka

produsen akan mengurangi hasil produksinya.

Laba bagi pengusaha merupakan pendapatan bersih dari usaha yang

dilakukannya. Menurut Abdulah N.S (1987:46) laba pengusaha adalah selisih

antara penjualan dikurangi dengan biaya-biaya seperti rente tanah, upah buruh,

bunga modal, bahan-bahan yang dipakai ditambah dengan pengahapusan atas alat-

alat modal.

Beberapa teori tentang laba yang dikemukakan oleh Abdullah N.S

(1987:4) :

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

53

1. Teori Residu.

David Ricardo berpendapat bahwa laba pengusaha bukan merupakan

harga yang diterima pengusaha, seperti pendapatan yang diterima oleh

pemilik faktor produksi lain, akan tetapi merupakan sisa (residu) dari

penghasilan perusahaan setelah dikurangi biaya-biaya untuk faktor

produksi yang lainnya. Menurut David Ricardo profit (laba pengusaha)

dapat dianggap sebagai premi organisasi seperti halnya pada rente tanah.

2. Teori Friksi.

Teori ini dikemukakan oleh Von Bohm dan JP. Clark bahwa profit

terjadi karena adanya pergeseran (friksi) antara dua pasar yaitu pasar

pembelian (faktor produksi) dan pasar penjualan (barang konsumsi)

profit dapat diperoleh apabila pergeseran itu positif.

3. Teori Dinamis.

J. A Schumpeter mengemukakan bahwa profit terdapat pada kehidupan

perekonomian yang dinamis dan diperoleh oleh pengusaha yang dinamis

pula. Pengusaha yang dinamis tadi disebut Capten Entrepreneur yaitu

pengusaha-pengusaha pionir, yang berani menempuh jalan baru,

menggunakan teknik baru dan mencoba metode-metode produksi baru

maka pada mereka akan menerima keuntungan-keuntungan mendahului

pengusaha lainnya.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

54

4. Profit sebagai Premi Risiko.

F. Knight mengemukakan bahwa profit dihubungkan dengan

ketidakpastian, yaitu ketidakpastian pada masa yang akan datang, yang

merupakan suatu risiko. Penanaman modal menanggung risiko.

Sedangkan Lincolin Arsyad (1999:25), mengemukakan teori laba

sebagai berikut :

1. Teori laba ekonomis friksional.

Dalam jangka panjang, dengan adanya hambatan-hambatan (barriers to

entry) untuk keluar masuk pasar, maka sumberdaya-sumberdaya akan

mengalir keluar atau masuk kedalam suatu industri dan pada akhirnya

mengakibatkan tingkat kembalian menjadi ketingkat normal kembali.

Tetapi untuk sementara waktu, laba bisa di atas atau dibawah harga

normal karena adanya faktor-faktor friksional yang mengahambat

penyesuaian yang seketika dengan keadaan-keadaan pasar yang baru.

2. Teori laba ekonomis monopolis.

Teori ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan-karena faktor-faktor

seperti skala ekonomis, kebutuhan-kebutuhan modal, atau hak paten-bisa

bertindak sebagai monopolis yang memungkinkan mereka untuk

mempertahankan laba di atas normal untuk jangka panjang.

3. Teori laba ekonomis inovatif.

Laba di atas normal merupakan konpensasi dari inovasi yang berhasil.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

55

4. Teori laba ekonomis konpensasi.

Teori laba ekonomis konpensasi ini menyatakan bahwa tingkat

penerimaan di atas harga normal merupakan suatu imbalan bagi

perusahaan yang berhasil memenuhi keinginan konsumen.

Menurut Miller (1993 :252) mengemukan bahwa “Perusahaan senantiasa

berusaha memaksimalkan laba, oleh karenanya yang harus diasumsikan adalah

perilaku mereka selalu konsisten dengan prinsip maksimalisasi laba”. Sejalan

dengan yang dikemukakan Case dan Fair (2002 ;59) mengenai perilaku

perusahaan yang memaksimalkan laba bahwa, “ Perilaku perusahaan yang ingin

mencapai laba maksimal tergantung dari karakteristik pasar dimana perusahaan itu

bersaing”. Adapun struktur pasar teoritis yang terdapat dalam masyarakat adalah

sebagai berikut :

1. Pasar persaingan sempurna.

2. Pasar persaingan tidak sempurna, diantanya monopoli, monopolistik, dan

oligopoli.

Persaingan antara pengusaha tahu dapat dikelompokan sebagai perilaku

pengusaha yang memaksimalkan laba dalam pasar persaingan monopolistik. Yang

menurut Richard Billas (1992:173) memilki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Terdapat banyak perusahaan dalam industri.

2. Adanya diferensiasi produk.

3. Adanya derajat kekuasaan monopoli tertentu yang timbul dari

penggunaan merek dan tanda dagang.

4. Perusahaan secara bebas mewmasuki dan meninggalkan industri.

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

56

Karakteristik yang palin utama pada pasar monopolistic yaitu adanya

price leader yaitu ada beberapa perusahaan yang dijadikan patokan oleh

perusahaa lain yang serupa di dalam menentukan harga jual. Begitu pun yang

terjadi pada pengusaha tahu Sumedang, ada beberapa pengusaha besar yang

menentukan harga jual tahu, sehingga pengusaha-pengusaha lain mengikuti harga

jual dari pengusaha besar tersebut.

Untuk menentukan kondisi laba maksimum sebuah perusahaan dalam

industri monopolistik dapat digunakan analisis marginal. Laba maksimum akan

dicapai apabila tambahan penerimaan dari unit output yang terakhir sama dengan

biaya untuk memproduksinya. Secara matematik hal ini dapat dituliskan sebagai

berikut:

MR = MC

Dimana :

MR = Penerimaan Marginal (Marginal Revenue)

MC = Biaya Marginal (Marginal Cost)

Laba maksimum sebuah perusahaan dalam industri monopolistik dengan

menggunakan analisis marginal dapat dilihat pada gambar berikut dibawah ini:

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

57

Gambar 2.3

Grafik Pendekatan Laba Maksimum Menurut Pendekatan Marjinal Pada Pasar Monopolistik

Gambar tersebut menunjukan perusahaan memperoleh keuntungan pada

pasar monopolistik dalam jangka pendek karena harga yang tercipta (P) berada di

atas kurva biaya rata-ratanya (AC) sehingga menghasilkan keuntungan per unit

positif sebesar AB. Total penerimaan perusahaan sebesar OPAQ, sedangkan total

biayanya OCBQ. Dengan demikian, keuntungan totalnya adalah sebesar PABC.

Sedangkan menurut Vincent Gasversz (2001 : 320) terdapat beberapa

situasi untuk memaksimumkan keuntungan ekonomis dalam pasar persaingan

monopolistik, yaitu :

1. Jika harga jual yang ditetapkan perusahaan, P, lebih besar daripada biaya

total rata-rata, ATC, jadi P > ATC, maka perusahaan harus beroperasi

pada kondisi output yang memaksimumkan keuntungan ekonomis, yaitu

MR = MC.

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

58

2. Jika AVC < P < ATC, perusahaan tetap melanjutkan produksi dengan

beroperasi pada tingkat output yang meminimumkan kerugian ekonomis,

yaitu : pada kondisi keseimbangan MR = MC. Kerugian ekonomis yang

diderita adalah lebih kecil daripada biaya tetap total, TFC.

3. Jika, P < AVC, perusahaan harus menghentikan produksi atau menutup

usaha, dan untuk itu akan menderita kerugian sebesar biaya tetap total.

Dalam penelitian ini, yang menjadi unsur pembentuk penerimaan total

yaitu harga jual, sedangkan biaya bahan baku dijadikan sebagai unsur pembentuk

biaya total.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu indikator

dari kinerja adalah laba, dan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

dalam peningkatan laba adalah harga. Tidak ada pemasar yang dapat menawarkan

produk tanpa harga, karena harga yang ditetapkan oleh perusahaan akan

berpengaruh pada besarnya penjualan dan jumlah laba yang akan diterima oleh

perusahaan. Kombinasi dari produk, distribusi, harga, dan promosi merupakan

suatu usaha untuk mencapai laba maksimal. (Buchari Alma, 1998:265)

Suatu perusahaan menghasilkan barang dan jasa dengan maksud untuk

dijual. Dalam penjualan tidak hanya memindahkan barang atau jasa ke konsumen

tetapi juga terkandung keinginan perusahaan atau produsen untuk memuaskan

konsumen dengan hasil produksinya, maka dengan demikian perusahaan dapat

mencapai tujuannya memperoleh laba. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Billas (1989:165) bahwa “perusahaan sebenarnya berusaha memaksimalkan

penjualan dalam batas-batas laba tertentu. Dengan alasan kita lebih mudah bekerja

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

59

dengan angka-angka penjualan, gaji manajemen tergantung dari penjualan, dan

kita mudah menaikan modal dengan angka penjualan”.

Pada umumnya harga suatu barang dan jumlah barang yang

diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari barang tersebut

di pasar barang. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Sadono

Soekirno (2000:91) “harga suatu barang dan jumlah barang yang akan

diperjualbelikan adalah ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam

suatu pasar”.

Harga suatu produk berpengaruh terhadap jumlah permintaan akan

produk tersebut. Menurut Kotler (2002:136), harga adalah nilai yang tertera pada

suatu produk dan beberapa sebagai penentu pilihan pembeli yang merupakan satu-

satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan.

Selain harga jual, di sisi biaya yang harus diperhatikan guna memperoleh

laba yang optimal adalah biaya bahan baku, karena bahan baku dalam suatu

industri merupakan bahan dasar yang digunakan dalam proses produksi,

keberadaan bahan baku ini akan sangat mempengaruhi kelangsungan produksi

yang nantinya berpengaruh pada output yang dihasilkan yang pada akhirnya

berpengaruh pada perolehan laba perusahaan tersebut.

Tidak tersedianya bahan baku bagi suatu industri berarti akan terhentinya

proses produksi dari industri tersebut. Dengan kata lain bahan baku merupakan

suatu keharusan dalam setiap proses produksi yang menentukan kelangsungan

hidup industri tersebut.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

60

Hal ini sejalan dengan pendapat F. Kusmana Fachrudin dalam Endang

Supardi (2000:33) yang menyatakan bahwa : “bahan baku diperlukan oleh pabrik

untuk diolah, yang setelah melalui beberapa proses diharapkan menjadi barang

jadi (finished goods)”.

Soeprano (1994:20) mengartikan biaya bahan baku sebagai “harga

perolehan dari bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produksi”. Sedangkan

yang termasuk kedalam biaya bahan baku yaitu sejumlah sejumlah harga beli

bahan baku ditambah biaya-biaya pengelolaan, penggudangan dan biaya

perolehan. Jadi biaya bahan baku adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

mendapatkan bahan baku yang membentuk produk jadi.

Gasversz (2001:96) mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang

mempengaruhi laba adalah biaya bahan baku artinya, semakin rendah biaya bahan

baku maka semakin tinggi laba yang akan diperoleh pengusaha”. Hal itu senada

dengan apa yang dikemukakan oleh Dominick Salvatore (1994:236) bahwa

“dalam usaha memaksimumkan laba, maka produsen berusaha untuk menekan

biaya bahan baku sehingga dapat meminumkan ongkos/biaya produksi sehingga

semakin rendah semakin rendah biaya bahan baku maka semakin rendah pula

ongkos produksi sehingga laba yang akan diperoleh produsen pun semakin besar

pula”

Di sini, sifat harga bahan baku merupakan beban yang harus dikelurkan

perusahaan dalam memenuhi input produksi yang selanjutnya akan diolah menjadi

produk jadi. Setiap perusahaan diharapkan dapat menekan biaya produksi, karena

semakin tinggi biaya yang dikelurkan, maka harga harga produk jadi yang akan

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

61

ditetapkan oleh produsen juga kan tinggi sehingga kan mempengaruhi tingkat laba

yang akan diperoleh. Oleh karena itu setiap perusahaan harus memperhatikan

tingkat efisiensi yang tinggi. Dengan efisiensi, maka perusahaan akan menjual

barangnya dengan harga yang rendah sehingga dapat meningkatkan jumlah

permintaan.

Mulyadi (1994:14) mengungkapkan bahwa “bahan baku merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari produk, sehingga harga pokok yang

digunakan untuk pembuatan produk mudah dihitung” .

Pendapatan sebagai hasil yang diperoleh suatu perusahaan harus mampu

menutupi biaya produksi termasuk didalammya biaya bahan baku, dan diharapkan

pendapatan yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang

dikelurkan oleh perusahaan. Besarnya pendapatan dikurangi semua biaya

termasuk didalamnya biaya bahan baku, inilah yang disebut sebagai laba

perusahaan yang menjadi tujuan umum perusahaan dalam mempertahankan

kinerja usahanya.

Samuelson & Nordhous (1996:142) mengemukakan bahwa “biaya

variabel (variable cost) merupakan biaya yang bervariasai sesuai dengan

perubahan tingkat output termasuk biaya bahan baku, gaji dan bahan bakar

termasuk pula semua biaya yang tidak tetap.”

Dalam buku Pegangan Kewirausahaan (1994), kunci keberhasilan dalam

berbisnis adalah dengan memahami diri sendiri. Sebelum memulai suatu usaha,

hal penting yang harus diketahui adalah apakah seseorang sudah memiliki

semangat berwirausaha. Berapa banyak karakteristik wirausaha sukses yang telah

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

62

dimilikinya? Apakah ia memiliki motivasi yang tepat untuk memasuki dinia

usaha? Apakah latar belakang dan lingkungan mendukungnya untuk berperan

dalam kewirausahaan?.

Dengan mengenali potensi diri sendiri, maka pengusaha tersebut akan

memiliki perilaku kewirausahaan yang tinggi. Dengan mengembangkan perilaku

kewirausahaan, bukan suatu yang mustahil jika pengusaha tersebut dapat

meningkatkan pendapatnnya.

Para wirausaha yang berhasil adalah orang-orang yang berbeda, yaitu

mereka yang memperlihatkan pola perilaku yang luar biasa. Perilaku mereka yang

luar biasa tersebut bukan bawaan sejak lahir, namun dipelajarinya dari

pengalaman dan pengamatan.

Menurut Mc Clelland dalam Siti Syamsiar (2002:52) kewirausahaan

(entrepreneurship) merupakan bentukan dari sifat, watak, dan nilai-nilai yang

dimiliki oleh seseorang yang dipengaruhi oleh pribadi, pendidikan dan

lingkungan, sedangkan wirausaha (entrepreneur) lebih mengarah pada perilaku

seseorang.

Thomas W Zimmerer dalam Suryana (2007:14) bahwa kewirausahaan

adalah penerapan kreatifitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dalam upaya

mamanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan merupakan

gabungan dari kreatifitas, inovasi, dan keberanian menanggung risiko.

Seseorang akan mempunyai perilaku kewirausahaan apabila memiliki

motovasi berprestasi. Ia memiliki sikap motivasi berprestasi dalam berwirausaha,

bila memilki sikap kewirausahaan. Sikap dipengaruhi pengetahuan dan

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

63

pengalaman. Sikap wirausaha biasanya terbuka terhadap inovasi dan kreatif.

Sikap-sikap itulah yang membentuk perilaku kewirausahaan.

Menurut Yuyun Wirasasmita dalam Siti Syamsiar (2002: 56)

membetuk perilaku kewirausahaan dalam diri seseorang dapat dipelajari melalui

proses pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran

Harga Jual (X1)

Biaya Bahan Baku (X2)

Perilaku Kewirausahan

(X3)

Kinerja Usaha (Y) Y1= Laba Y2= Volume Produksi

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

64

2.3 Hipotesis.

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang ditentukan oleh peneliti

yang harus diuji kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Hipotesis Mayor.

Harga jual, biaya bahan baku, dan perilaku kewirausahaan berpengaruh

terhadap kinerja usaha para pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang.

2. Hipotesis Minor.

a. Harga jual berpengaruh positif terhadap kinerja usaha para

pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang.

b. Biaya bahan baku berpengaruh negatif terhadap kinerja usaha

para pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang.

c. Perilaku kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja

usaha para pengusaha tahu di Kabupaten Sumedang.

2.4 Hasil Penelitian Terdahulu.

Dalam melakukan penelitian ini, yang menjadi acuan penulis adalah

membandingkan dengan penelitian sebelumnya, yakni penelitian mengenai

kinerja, karena salah satu indikator kinerja usaha yaitu laba, maka penelitian yang

menjadi acuan ada di antaranya penelitian mengenai laba. Adapun perbedaan

penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …a-research.upi.edu/operator/upload/s_pe_044966_chapture2.pdf · Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum

65

Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti

Judul Variabel yang diteliti Hasil penelitian

1 Siti Syamsiar (2002)

Pengaruh Pengadaan Bahan Baku, Pengolahan Pemasaran dan Kewirausahaan Terhadap Kinerja Perusahaan

� Pengadaan bahan baku

� Pengolahan pemasaran

� Kewirausahaan

Secara parsial semua variabel berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan

2 Kurnia Yunita (2007)

Pengaruh Upah, Biaya Bahan Baku, dan Perilaku Kewirausaan Terhadap Laba pada Industri Tahu di Desa Cisambeng Kabupaten Majalengka

� Upah � Biaya bahan baku � Perilaku

kewirausahaan

Secara parsial hanya upah dan biaya bahan baku yang berpengaruh signifikan terhadap laba usaha

3 Oki Kardinah (2006)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laba Usaha Industri Kecil Kalua Jeruk di Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung

� Harga jual � Harga bahan baku � Diferensiasi produk

Secara parsial hanya harga jual dan harga bahan baku yang berpengaruh signifikan terhadap laba

4 Kurniati (2001)

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha pada Pengusaha Pakaian Jadi di Kecamatan Soreang

� Modal � Kemampuan

manajerial � Perilaku

kewirausahaan

Secara parsial semua variabel berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha