21
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Barnard, 1992 ; 27). Dalam Ensiklopedia Umum (1977: 129), disebutkan bahwa efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti. Pengertian lain dikemukakan oleh Sarwoto, efektivitas atau berhasil guna adalah pelayanan yang baik, corak maupun mutunya, kegunaan benar sesuai dengan kebutuhan ini dalam mencapai tujuan organisasi (Sarwoto, 1991: 95). Menurut Cambel J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang paling menonjol adalah : 1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran 3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output 5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989 : 121). Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

  • Upload
    dinhdat

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Efektivitas

Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk

mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa

efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Barnard,

1992 ; 27).

Dalam Ensiklopedia Umum (1977: 129), disebutkan bahwa efektivitas

menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif kalau usaha

itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dinyatakan dengan

ukuran yang agak pasti.

Pengertian lain dikemukakan oleh Sarwoto, efektivitas atau berhasil guna

adalah pelayanan yang baik, corak maupun mutunya, kegunaan benar sesuai

dengan kebutuhan ini dalam mencapai tujuan organisasi (Sarwoto, 1991: 95).

Menurut Cambel J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang

paling menonjol adalah :

1. Keberhasilan program

2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program

4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989 : 121).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

11

Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan

operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat

kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua

tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan

sebelumnya (Cambel, 1989 : 47). Sementara menurut Richard M. Steers, bahwa

efektivitas merupakan suatu tingkat kemampuan organisasi untuk dapat

melaksanakan seluruh tugas-tugas pokoknya atau pencapaian sasarannya.

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat penulis simpulkan pengertian

efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan

(sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Lebih jelasnya apabila tujuan atau

sasaran dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya dikatakan

efektif dan sebaliknya apabila tujuan atau sasaran tersebut tidak dapat dicapai

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan maka aktivitas dikatakan tidak efektif.

Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah

penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas

sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Singkatnya

efektivitas memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada

kerangka acuan yang dipakai.

Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari

efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan

pendapat sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengatur dan bahkan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

12

cara menentukan indikator dari efektivitas. Sehingga dengan demikian tentu akan

lebih sulit lagi bagaimana cara mengevaluasi tentang konsep efektivitas.

Pengertian yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi

merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana seringkali

berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam awal usaha mengukur

efektivitas yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu

sendiri.

Dari beberapa uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan

kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara fisik

dan rohani untuk mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

II.2 Konsep Pelayanan sosial

II.2.1 Pelayanan sosial

Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk

membantu para anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan

sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya.

Dalam batasan yang sempit, pelayanan sosial berarti bantuan pada orang

miskin, pada anak-anak terlantar, yang terkena bencana alam, serta bantuan-

bantuan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang-orang kurang mampu

secara ekonomi.

Seperti halnya dengan batasan-batasan ilmu sosial lainnya, maka batasan

baru tentang pelayanan sosial juga sulit ditemukan. Para ahli memberikan defenisi

tentang pelayanan sosial yang saling berbeda-beda, tergantung dari sudut mana

dia melahirkan batasan tersebut. Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

13

pelayanan dan sosial. Pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau

pertolongan kepada orang lain, baik materi dan non materi, agar orang itu dapat

mengatasi masalahnya sendiri. Dapat disimpulkan dari batasan tersebut bahwa

pelayanan bukan hanya pemberian bantuan berupa uang, makanan, sandang,

perumahan dan lain-lain yang bersifat materi melainkan juga bersifat non materi

seperti bimbingan. Sedangkan sosial berarti kawan, yaitu : 1) suatu badan umum

kearah kehidupan bersama manusia dan masyarakat, 2) suatu petunjuk kearah

usaha-usaha menolong orang miskin dan sengsara. (Soetarso, 1977: 78)

Lebih lanjut Suparlan dan kawan-kawan mengatakan bahwa pelayanan

sosial adalah aktivitas yang terorganisasi bertujuan membantu para anggota

masyarakat saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan lingkungan

sosialnya. (Suparlan, 1983: 93)

Selanjutnya Syarif Muhidin (1981: 68) memberikan defenisi pelayanan

sosial dalam arti luas dan sempit, yaitu:

1. Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan yang mencakup fungsi

pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan,

kesehatan, tenaga kerja, dan sebagainya.

2. Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup

pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung,

seperti pelayanan sosial bagi anak-anak terlantar, keluarga miskin,

cacat, tuna susila, dan sebagainya.

Alfred J. Khan dalam Sumarno Nugroho (1987: 72), mengemukakan

pendapatnya tentang pelayanan sosial sebagai berikut: pelayanan sosial terdiri dari

program-program yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

14

menjamin suatu tingkatan dasar dalam penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan

dan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan

bermasyarakat, serta kemampuan perorangan untuk melaksanakan fungsi-

fungsinya. Untuk memperlancar kemampuan menjangkau dan menggunakan

pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga yang telah ada, dan membantu warga

masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran.

II.2.2 Klasifikasi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial sebagai suatu kegiatan yang terorganisasi bertujuan untuk

membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok

dengan lingkungannya.

Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan

berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu :

1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan

Tujuan kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan

tujuan dan motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan

kepribadian.

2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan,

rehabilitasi dan perlindungan sosial

Pelayanan ini dapat berupa bantuan singkat, intensif dan pribadi

sifatnya dengan program-program perbaikan situasi lingkungan sosial,

antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya juga termasuk pemulihan

kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial individu.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

15

3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan

menggunakan pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian

informasi dan nasihat.

Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan

efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan

kepuasan.

Pelayanan sosial yang dilaksanakan secara luas dan mempunyai karakter

fundamental akan dapat memperluas perubahan sosial dan meningkatkan kondisi

kehidupan masyarakat.

II.2.3 Program-program pelayanan sosial

Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi

kesejahteraan sosial. Pelayanan-pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau

intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindividualisasikan, langsung dan

terorganisasi, yang bertujuan membantu individu, kelompok dan lingkungan

sosial dalam upaya mencapai saling penyesuaian.

Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah

sebagai berikut :

1. Pelayanan akses : mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah,

nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai

atau menggunakan pelayanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi : mencakup pertolongan dan terapi atau rehabilitasi,

termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan

yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

16

kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah,

perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia.

3. Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi

dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi

bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre

(Nurdin, 1989: 50).

II.2.4 Standard Pelayanan Sosial

Kata “standard” yang digunakan disini dapat berarti :

a. suatu norma bagi pelayanan sosial

b. suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk

digunakan sebagai pedoman.

Adapun jenis standard pelayanan sosial itu adalah:

1. Standard Minimum

Standard ini digunakan kalau pemerintah menginginkan penentuan

persyaratan wajib untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan

sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui standard minimum ini.

2. Standard Maksimum

Standard ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi yang

ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu. Standard maksimum ini

dapat digunakan dalam perencanaan kesejahteraan sosial jangka panjang.

3. Standard Realistis

Standard ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh karenanya

tidak mempunyai kekuatan memaksa. Tujuan utama standard ini adalah

mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan pelayanannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

17

Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang

saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan

pelayanan diluar panti. Keduanya harus tercakup dalam standard yang berisikan :

1. Bangunan dan fasilitas lingkungannya

Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung

digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan. Biasanya

luas panti untuk satu orang kelayan digunakan sebagai standard luas bangunan.

Verifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan merupakan hal-hal

yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang akan dibangun.

2. Peralatan

Peralatan ini mencakup tempat tidur, meja, kursi dan lain-lain yang

digunakan baik secara perorangan maupun secara bersama-sama.

3. Pelayanan Operasional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

- Makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah belah

dan lain-lain)

- Pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian)

- Kesehatan dan kebersihan

- Rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang

4. Pelayanan Profesional

Mencakup hal-hal sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

18

- Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh)

- Pekerja sosial dan pelayanan profesional lain yang terkait (jumlah dan

tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh dan

sebagainya).

- Pelayanan pendidikan

- Latihan kerja

- Pelayanan bimbingan lanjut

5. Tenaga

Standard ini mencakup kualifikasi petugas, seleksi dan peremajaan,

kondisi kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya.

6. Administrasi

Mencakup supervise, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan

tugas-tugas profesional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan,

peraturan-peraturan intern, hubungan dengan masyarakat dan sebagainya.

II.3 Prostitusi/ Pelacuran dan Penyebabnya

Prostitusi berasal dari kata “prostituere” (bahasa latin) yang berarti

menonjolkan diri dalam hal-hal yang buruk atau tercela atau menyerahkan diri

secara terang-terangan kepada umum.

Di Indonesia istilah ini dikenal dengan “pelacuran” yang pada umumnya

dirumuskan demikian: “Pelacuran” dapat diartikan sebagai penyerahan badan

wanita dengan pembayaran, kepada orang laki-laki guna pemuasan nafsu sexuil

orang-orang itu”.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

19

Adapun bentuk dan polanya bermacam-macam, ada yang langsung

tersedia di tempat-tempat (di rumah-rumah), yang dinamakan bordil dan

lokalisasi. Biasanya pelacur-pelacur yang berada di tempat tersebut dipelihara

oleh seseorang yang dinamakan Germo, dan oleh si germo dia diatur dan harus

menurut kehendak si germo, bahkan menurut penelitian-penelitian sebagian besar

hasil WTS yang bersangkutan diambil oleh sang germo.

Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk

diajak ke suatu tempat tertentu seperti di hotel-hotel, pesanggrahan atau rumah-

rumah tertentu, pelacur ini dinamakan “call girl” (wanita panggilan). Call girl ini

jaring-jaringnya juga cukup rapi hingga agak sulit diketahui, biasanya ada

perantara-perantaranya yang umumnya dari kalangan tukang becak, supir taxi dan

lain-lain.

Yang paling menyolok adalah apa yang dinamakan pelacuran jalanan

dimana para WTS berkeliaran di pojok-pojok jalan secara menyolok sekali,

seolah-olah menjajakan diri secara terang-terangan. Biasanya mereka dibawa-

bawa oleh yang menghendakinya.

Ada juga yang mengkategorikan pelacuran dengan kelas-kelas seperti :

a. pelacuran kelas rendahan (jalanan, bordil-bordil murahan)

b. pelacuran menengah yang berada di bordil-bordil tertentu yang cukup

bersihan dan pelayanannya baik

c. pelacuran kelas tinggi biasanya para pelacur tinggal di rumah sendiri

(terselubung–tersembunyi) dan hanya menerima panggilan dengan

perantara yang cukup rapi sehingga sulit diketahui dan bayarannya cukup

mahal.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

20

Pada saat ini bentuk-bentuk pelacuran di Indonesia dapat dikatakan

bertambah lagi dengan apa yang dinamakan pelacuran tersembunyi (terselubung)

dalam bentuk-bentuk kerja jasa lainnya yang sulit dibuktikan, misalnya

terselubung dalam pekerjaan tukang-tukang pijat di hotel dan bersembunyi di

tempat-tempat mandi uap dan pijat tertentu yang terdapat di kota-kota besar.

Semakin unik bentuk-bentuk pelacuran semakin sulit pula pelacuran

ditanggulangi apalagi dilenyapkan.

II.3.1 Pengertian

1. Tuna susila adalah seorang wanita, pria dan waria (wanita pria) yang

melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan tujuan untuk

mendapatkan imbalan uang, materi dan/ atau jasa.

2. Wanita tuna susila (WTS) adalah wanita yang melakukan hubungan

seks dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian di

luar perkawinan yang sah dengan mendapat imbalan uang, materi,

dan/atau jasa.

II.3.2 Faktor Penyebab Prostitusi/Pelacuran

Masalah WTS atau pelacuran sudah terjadi sejak dulu seiring dengan

perjalanan perilaku manusia, (dalam simandjuntak,1981) dikemukakan beberapa

teori kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan, Taft mengatakan

crime is a product of culture yaitu benturan budaya atau norma dimana individu

mengalami kegoncangan jiwa akan melahirkan kejahatan. Kemudian Sutherland

dengan teori learning mengidentifikasikan bahwa seseorang menjadi jahat karena

pergaulan yang kurang baik pada masa lalu. Dari teori ini lahir pemikiran bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

21

WTS sebagian besar berasal dari pergaulan kurang baik, keluarga yang tidak

mampu mendidik, kekurangan atau kehilangan cinta kasih.

Pelacuran timbul dikarenakan berbagai hal yang komplek, menurut hasil

penelitian (dalam Suyanto,2001: 111) Rowbothon (1973) menyebutkan bahwa

unsur utama pelacuran adalah faktor ekonomi, masalah WTS tidak lepas dari

pengertian pelacuran sebagai gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri

dengan melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian, jadi unsur

essensial dalam pelacuran adalah motif ekonomi. Kemudian Saptari (1997) secara

garis besar menyebutkan paling tidak ada tiga faktor yang mendorong seseorang

menjadi pelacur. Pertama, karena keadaan ekonomi dan kondisi kemiskinan

rumah tangga perempuan pelacur atau WTS. Kedua, karena pandangan tentang

seksualitas yang cenderung menekankan arti pentingnya keperawanan, sehingga

tidak memberi kesempatan bagi perempuan yang sudah tidak perawan kecuali

masuk ke dalam peran yang diciptakan oleh nilai yaitu sebagai pelacur. Ketiga,

karena sistem paksaan dan kekerasan seperti yang sering terjadi di lokasi, WTS

sengaja dijerat utang oleh germo sebagai pengikat dan terpaksa melacurkan diri.

Namun demikian, banyak ditemui kasus wanita melacurkan diri tidak

semata-mata motif ekonomi. Di luar muatan ekonomi tersebut, pelacuran

sesungguhnya adalah ekspresi dari hegomoni kultural pria atas kaum perempuan

dan terpaksa atau dipaksa masuk kedalam pelacuran oleh laki-laki yang

menggunakan beragam sarana atau sekedar janji janji berselubung cinta.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

22

II.3.3 Prostitusi/Pelacuran sebagai masalah sosial

Prostitusi atau pelacuran merupakan masalah sosial yang besar

pengaruhnya bagi perkembangan moral. Pelacuran merupakan profesi yang sangat

tua usianya, setua umur kehidupan manusia. Pelacuran sebagai masalah sosial

atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi dari sejarah kehidupan manusia

sampai sekarang, dan selalu ada sampai setiap tingkatan peradaban, perlu di

tanggulangi dengan kesungguhan.

Di banyak negara pelacuran dilarang bahkan dikenakan hukuman, juga

dianggap sebagai perbuatan hina oleh setiap anggota masyarakat. Akan tetapi,

sejak adanya masyarakat manusia pertama hingga dunia akan kiamat nanti mata

pencaharian pelacuran akan tetap ada, sukar bahkan hampir tidak mungkin

diberantas dari muka bumi ini selama masih ada nafsu-nafsu seks, nafsu yang

lepas kendali.

II.3.4 Akibat-akibat Pelacuran

Pelacuran menimbulkan berbagai masalah, yaitu menyangkut aspek medis,

sosial ekonomi, dan moril.

1. Aspek medis

Sudah menjadi kenyataan umum bahwa pelacuran dapat

mengakibatkan timbulnya penyakit kelamin seperti syphilis, gonorchea

bahkan HIV/AIDS. Penularan penyakit kelamin akibat adanya WTS

tersebut pengaruhnya sangat luas, yaitu tidak hanya menyerang laki-laki

dewasa tetapi bisa pada istri dan anak-anak bahkan menimbulkan abortus

ataupun cacat jasmani dan rohani.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

23

2. Aspek sosial ekonomi

Pengaruh adanya WTS pada aspek sosial ekonomi sangat besar, karena

bisa melumpuhkan, menghancurkan atau merusak potensi bangsa, bahkan

menurut Loothorp dalam buku The rising tide of colour mensinyalir bahwa

dengan adanya WTS timbul gejala-gejala lapisan terbawah di masyarakat

tidak dapat ikut serta dalam kemajuan, mereka dengan sendirinya akan

mempunyai nasib yang sangat jelek sehingga mempengaruhi tujuan

masyarakat dalam mempertahankan nilai sosial seperti kerja sama atau

kekompakan dan partisipasi pembangunan menjadi rusak

(Simandjuntak.B, 1981). Selain pada aspek sosial, dampak adanya WTS

menjadi beban ekonomi finansial, hal ini karena banyaknya penyakit

akibat pelacuran seperti tersebut diatas membebani keuangan negara,

dimana dengan adanya berbagai penyakit tersebut pemerintah terpaksa

harus mengeluarkan uang atau penyediaan obat untuk mengatasi penyakit

maupun kegiatan atau upaya-upaya seperti membangun sebuah panti untuk

rehabilitasi dan mencegah meluasnya permasalahan dan gejala-gejala lain

yang berkaitan dengan dampak pelacuran.

3. Aspek Moril

Wanita tuna susila ataupun siapa saja yang melacurkan diri telah dicap

(mendapat sterotipe) sebagai sosok yang tidak memiliki susila dan

tanggung jawab. Oleh karena itu, WTS sudah dikategorikan tidak

mempunyai moril, salah satu contoh yaitu dari sikap persetubuhan dalam

pelacuran itu sendiri sangat didominasi dorongan seksual dan

mengabaikan perpaduan jiwa yang didasari kasih sayang, dimana WTS

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

24

merupakan objek pemuas seks laki-laki. Hal ini merupakan awal lahirnya

demoralisasi atau mengesampingkan norma (mengabaikan value system)

masyarakat.

II.4 Sistem Pembinaan di Panti sebagai Pelayanan Sosial

Panti sebagai lembaga sosial merupakan tempat dimana terdapat

kebutuhan yang beraneka ragam dari para penghuninya. Kebutuhan ini

mempunyai konsekuensi adanya tanggung jawab panti untuk memenuhi

kebutuhan itu. Salah satu sistem pelayanan sosial adalah melalui panti. Panti

artinya tempat, sarana atau rumah, sedangkan pelayanan adalah usaha pemberian

bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik materi maupun non materi.

Penyantunan WTS dalam sistem perpantian berlangsung selama setengah

tahun dengan penjadwalan kegiatan sebagai berikut :

- tahap awal klien sudah diterima di panti

- tahap rehabilitasi sosial berupa kegiatan pengajaran pendidikan,

bimbingan sosial dan mental, latihan keterampilan. Tahap ini dilaksanakan

selama 2 bulan lamanya

- tahap resosialisasi/persiapan penyaluran yaitu pemantapan bimbingan

sosial dan mental serta latihan keterampilan

- tahap bimbingan lanjut.

Jadi pelayanan panti bentuk pelayanan dengan mempergunakan panti

sebagai sarana dalam usaha memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada

kliennya sehingga mereka dapat mengatasi masalahnya. Dengan demikian mereka

dapat berperanan sosial dengan sepenuhnya. Sehubungan dengan itu, panti

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

25

berfungsi untuk pemulihan fungsi sosial yang terganggu, pengadaan sumber-

sumber dan pencegahan terhadap disfungsi sosial sesuai dengan hakekat

pembangunan sosial yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan

pembangunan seluruh masyarakat Indonesia maka hakekat pelayanan panti

menyangkut aspek kehidupan dan penghidupan penghuninya serta pada

hakekatnya pelayanan itu bersifat kuratif, rehabitatif, dan developmental.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa panti merupakan suatu tempat

yang berfungsi untuk memberikan santunan/ rehabilitasi kepada penyandang

masalah kesejahteraan sosial agar dapat memerankan fungsi sosial mereka secara

wajar dan memadai sesuai dengan harkat dan martabat manusia didalam tata

kehidupan normal.

II.5 Kerangka Pemikiran

Prostitusi atau Pelacuran merupakan salah satu masalah sosial yang

kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban yang termasuk tertua di

dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada masyarakat kita. Banyak hal yang

melatarbelakangi wanita menjadi pelacur/ WTS antara lain karena faktor

ekonomi, psikologis, kelonggaran kultur masyarakat di sekitar dan faktor lainnya.

Pelacuran atau tindak susila ini jelas menimbulkan keresahan serta

kegoncangan di dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pelacuran

merupakan penghambat dalam proses pembangunan manusia seutuhnya dan

pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya. Untuk itu diperlukan

penanganan masalah WTS atau pelacuran oleh pemerintah, dimana salah satu

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

26

fungsi yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan usaha rehabilitasi,

untuk mempersiapkan mereka agar dapat secara utuh kembali ke masyarakat.

Di Sumatera Utara satu-satunya lembaga sosial yang secara khusus

menangani pembinaan terhadap klien/ wanita tuna susila adalah Panti Sosial

Karya Wanita (PSKW) Parawasa di Berastagi. PSKW Parawasa adalah Unit

Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial Provinsi yang memberikan rehabilitasi

terhadap WTS dan menerapkan sistem perpantian yaitu pelayanan dalam suatu

proses penyantunan dan pengentasan yang meliputi : tahapan rehabilitasi,

resosialisasi dan bimbingan lanjut. Proses ini merupakan suatu upaya untuk

mewujudkan terbina dan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan para

penyandang tuna susila yang diliputi oleh pemulihan kembali rasa harga diri,

tanggung jawab sosial, serta kemauan dan berkemampuan melaksanakan fungsi

sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

27

Bagan 1

Kerangka Pemikiran Secara Sistematis

Panti Sosial Karya Wanita (PSKW)

Parawasa

Pelayanan :

a. Program Pendidikan

b. Bimbingan sosial

c. Bimbingan mental

d. Bimbingan keterampilan

Wanita Binaan Sosial

Perkembangan yang dihasilkan :

- memiliki keterampilan

- dapat berfungsi sosial dengan baik

- kembali kedalam masyarakat secara mandiri

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

28

II.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

II.6.1 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial. (Singarimbun, 1989: 33)

Untuk memfokuskan penelitian ini peneliti memberikan batasan konsep

yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu :

1. Efektivitas adalah Suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana

yang dimiliki melalui program-program tertentu.

2. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk

membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya

dan dengan lingkungan sosialnya.

3. Wanita Tuna Susila adalah seorang wanita yang mengadakan hubungan

seksual dengan seorang pria atau lebih diluar pernikahan dengan sengaja

atau berpengharapan mendapat upah sebagai balas jasa, sehingga menjadi

kebiasaan. Dalam hal ini sama dengan istilah pelacur, penjaja seks, kupu-

kupu malam, balon, lonte, cabo, sundal, pecun.

4. Panti Sosial Karya Wanita Parawasa adalah unit pelaksana teknis dari

kantor wilayah Dinas Sosial di Sumatera Utara yang bertanggung jawab

langsung dibawah Departemen Sosial, yang memberikan rehabilitasi dan

pelayanan sosial terhadap WTS.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

29

II.6.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variabel. (Singarimbun, 1989: 63)

Untuk melihat variabel-variabel dan indikator-indikator dalam penelitian

ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut :

1. Program pelayanan PSKW Parawasa yang diukur meliputi :

a. Bimbingan sosial adalah bimbingan yang diberikan dengan tujuan

untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial serta

memulihkan kemauan dan kemampuan untuk penyesuaian dirinya

secara normatif. Antara lain: berupa kegiatan ceramah hukum dan

moral, simulasi dan ceramah P4, kadarkum (kelompok sadar hukum).

b. Bimbingan mental adalah bimbingan yang diberikan dengan tujuan

untuk memberikan kemampuan pemeliharaan kondisi sehat fisik,

integrasi diri, rasa percaya diri dan disiplin diri. Bimbingan ini berupa

snam kesegaran jasmani, kegiatan ceramah keagamaan, diskusi, sholat

dan kegiatan lainnya. Bimbingan ini diberikan oleh petugas dari

Departemen Agama bekerjasama dengan petugas panti yang diberikan

satu kali dalam sehari.

c. Bimbingan Keterampilan adalah bimbingan yang diberikan dengan

tujuan untuk memberi kemampuan kepada penerima pelayanan agar

dapat menguasai salah satu atau lebih jenis keterampilan usaha sebagai

bekal setelah keluar dari panti. Bimbingan ini berupa latihan

keterampilan menjahit, menyulam, memasak, pertanaman atau bertani

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pengertian …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31130/4/Chapter...Ada pula pelacur-pelacur yang hanya melayani panggilan-panggilan untuk diajak

30

dan tata rias yang diberikan oleh petugas dari Departemen

Perindustrian bekerjasama dengan petugas panti.

2. Sarana dan Prasarana atau fasilitas yang tersedia :

a. Gedung dan bangunan-bangunan

b. Tempat ibadah

c. Kegiatan olah raga

3. Kesejahteraan dan kemandirian klien/ wanita binaan, meliputi :

a. Dapat Berfungsi Sosial

b. Sudah memiliki keterampilan dan terampil

Universitas Sumatera Utara