Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi)
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam buku
Asmadi (2009) lebih dikenal dengan istilah hierarki kebutuhan dasar
manusia maslow. Kebutuhan oksigen menurut abraham maslow terdapat
dalam kebutuhan fisiologis (physiologic needs), karena oksigen sangat
berperan dalam vital bagi kehidupan manusia. Kebutuhan oksigen dalam
tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang
maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan bila hal tersebut
berlangsung lama akan terjadi kematian. Kebutuhan dasar tersebut
mencangkup :
a. Kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas
b. Kebutuhan cairan elektrolit
c. Kebutuhan makanan
d. Kebutuhan eliminasi urin dan alvi
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
f. Kebutuhan aktivitas
g. Kebutuhan seksual
2. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau
yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya
terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air, akan teapi penambahan CO2
yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang
cukup bermakna terhadap aktivitas sel. (Andina Vita Susanto, 2017)
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh
secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara
fungsional, mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbukan
kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang
paling utama dan sangat vital bagi tubuh. (Asmadi, 2009)
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer,
kemudian oksigen masuk melalui organ pernapasan bagian atas seperti
hidung atau mulut, faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ
pernapasan bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus
sekunder, bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan
selanjutnya masuk alveoli. (Tarwoto & Wartonah, 2015).
3. Poses Fisiologis Oksigenasi
Proses fisiologis oksigenasi terdiri dari :
a. Ventilisasi
Ventilisasi ialah masuknya oksigen (O2) atmosfer ke dalam alveoli dan
keluarnya CO2 dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi
(inspirasi dan ekspirasi)
b. Difusi gas
Difusi adalah bergeraknya gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area
yang bertekanan rendah. Dalam difusi gas ini, organ pernafasan yang
berperan penting adalah alveoli dan darah.
c. Transportasi gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari
jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah. (Muttaqin, 2012)
4. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
a. Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas, penyakit asma.
3) Hipovolemia sehinggatekanan darah menurun mengakibatkan
transpor O2 terganggu seperti pada hipotensi, syok, dan dehidrasi.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka, dan penyakit hipertiroid.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal, serta
penyakit kronis seperti TB paru.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan.
2) Bayi toodler : adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja : risiko infeksi saluran pernapasan
dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan
paru-paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi
paru menurun.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan
arteriosklerosis.
2) Latihan : dapat meningkatkan kebutuhan oksigen karena
meningkatkan metabolisme.
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.
4) Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan) :
menyebabkan intake nutrisi-fe menurun mengakibatkan penurunan
hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat dengan
meningkatkan hormon kortisol, serta hormon epinefrin dan
norepinefrin.
d. Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja (polusi), polusi udara merusak ikatan hemoglobin
dengan oksigen, sedangkan zat polutan dapat mengiritasi mukosa
saluran pernapasan.
2) Temperatur lingkungan, suhu yang panas akan meningkatkan
konsumsi oksigen tubuh.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut, semakin tinggi suatu
tempat kandungan oksigen semakin berkurang.
(Tarwoto & Wartonah, 2015)
5. Tipe Kekurangan Oksigen dalam Tubuh
1) Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan
konsentrasi oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2
arteri (SaO2) dibawah normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2
95%). Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
difusi, pirau (shut), atau berada pada tempat yang kurang oksigen.
Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi
dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke
volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda
dan gejala hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi napas
dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta
sianosis.
2) Hipoksia
Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau
tidak adekutnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat
defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan
oksigen pada tingkat seluler. Penyebab hipoksia antara lain :
a) Menurunnya hemoglobin.
b) Berkurangnya konsentrasi oksigen.
c) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen.
d) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah seperti
pada pneumonia.
e) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
f) Kerusakan atau gangguan ventilasi.
Tanda-tanda hipoksia diantaranya, kelelahan, kecemasan,
menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari
tabuh (clubbing finger)
3) Gagal Napas
Gagal napas merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh
memenuhi kebutuhan oksigen karena pasien kehilangan
kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai
oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah
secara signifikan. Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan
sistem saraf pusat yang mengontrol sisem pernapasan, kelemahan
neuromuskular, keracunan obat, gangguan metabolisme, kelemahan
otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
4) Perubahan Pola Napas
Perubahan pola napas dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien asma.
b) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
c) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24 kali per menit.
d) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16 kali per menit.
e) Kussmaul, yaitu pernapasan dengan panjang ekspirasi dan
inspirasi sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam,
misalnya pada pasien koma dengan penyakit diabetes melitus
dan uremia
f) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam
kemudian berangsur-angsur dangkal dan diikuti periode apnea
yang beruang secara teratur, misalnya pada keracunan obat bius,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
g) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa
apnean dengan periode yang tidak terartur, misalnya pada
meningitis.(Tarwoto & Wartonah, 2015 )
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengertian Asuhan Keperawatan
Konsep asuhan keperawatan adalah serangkaian tindakan sistematis
berkesinambungan yang meliputi tindakan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan individu atau kelompok, baik yang aktual maupun potensial
kemudian merencanakan tindakan untuk menyelesaikan, mengurangi, atau
mencegah terjadinya masalah baru dan melaksanakan tindakan atau
menugaskan orang lain untuk melaksanakan tindakan keperawatan serta
mengevaluasi keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan ( Rohman &
Wahid, 2016 )
2. Langkah-langkah dalam Asuhan Keperawatan
Adapun langkah-langkah dalam asuhan keperawatan menurut Setiadi
(2012) :
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevauasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien.
b. Diagnosis Keperawatan
Nanda menyatakan bahwa diagnose keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang
masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat.
c. Rencana Keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d. Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan atau implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan.
e. Evaluasi
Tahap penelitian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
3. Penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Oksigenasi
a. Pengkajian
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada
sistem pernapasan merupakan hal utamayang dilaksanakan
perawatkarena 80% diagnosis masalah pasien diperoleh dari
anamnesis.
1) Identitas
a) Umur
Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan
oksigenasi banyak menyerang di usia produktif 18-50 tahun
dan anak-anak dibawah usia 5 tahun.
b) Alamat
Kondisi pemukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu
hal yang penting dan perlu ditanya pada pasien dengan
gangguan oksigenasi. Karena gangguan kebutuhan
oksigenasi sangat rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh, rumah
yang lembab akibat kurang pencahayaan matahari dan
kurang adanya ventilasi.
c) Jenis Kelamin
Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak
didapatkan pada jenis kelamin laki-laki, karena pola hidup
mereka seperti merokok.
d) Pekerjaan
Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi
beresiko dapat mengganggu system pernapasan (Muttaqin,
2012).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan
mengganggu oleh pasien dengan gangguan kebutuhan
oksigenasi.
Keluhan utama yang sering muncul pada klien gangguan
kebutuhan oksigenasi adalah sebagai berikut:
a) Batuk
b) Peningkatan Produksi Sputum
c) Dispnea
d) Hemoptysis
e) Mengi
f) Chest Pain
3) Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan
tentang riwayat penyakit sejak timbulnyakeluhan hingga pasien
meminta pertolongan. Misal sejak kapan keluhan dirasakan,
berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, keadaan
apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah
usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta
pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahuu memberikan data tentang
informasi kesehatan klien. Kaji klien tentang kondisi kronis
manifestasi pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk
tentang penyebab masalah baru. Dapatkan pula informasi
tentang sejak kapan terjadi penyakit,apakah pasien pernah
dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah
mengalami penyakit yang berat, apakah pernah mempunyai
keluhan yang sama.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Pengkajian riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan
oksigenasi sangat penting untuk mendukung keluhan dari
penderita. Perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan
predisposisi keluhan kepada pasien. (Andarmoyo, 2012)
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
a) Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)
b) Konjungtiva pucat (anemis)
2) Hidung
a) Pernapasan dengan cuping hidung
b) Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen)
c) Bernapas dengan megerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit
paru kronik)
3) Kulit
a) Sianosis perifer
b) Sianosis secara umum
c) Turgor tidak elastis
4) Jari dan Kuku
a) Sianosis perifer ( kurangnya suplai O2 ke perifer )
b) Clubbing finger ( hipoksemia kronik )
5) Dada dan Thoraks
a) Inspeksi
Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk, dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada
bisa dikerjakan pada saat bergerak atau pada saat diam. Amati
juga pergerakan pernapasan pasien. Sedangkan untuk
mengamati adanya kelainan tulang punggung, baik kifosis,
skoliosis, maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada
saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
frekuensi (eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan
dada, diafragma, stoke, kussmaul, dll).
b) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan
dada, mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan
kulit dan mengetahui taktil fremitus. Kaji abnormalitas saat
inspeksi seperti : Masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan
kulit, terutama jika pasien mengeluh nyeri. Taktil fremitus
(getaran pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara).
c) Perkusi
1) Perkusi langsung
Perkusi langsung yakni pemeriksaan mmukulm thoraks
pasien dengan bagian palmar jari tengah keempat ujung jari
tangannya.
2) Perkusi tak langsung
Perkusi tak langsung yakni pemeriksaan menempelkan
suatu objek padatyang disebut pleksimeter pada dada klien,
lalu sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk memukul
pleksimetertadi, sehingga menimbulkan suara.
d) Auskultasi
Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi
napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi
perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana didapatkan
adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012)
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Tes untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung.
a) EKG
b) Exercise stress test
2) Tes untuk menentukan kontraksi miokardium aliran darah.
a) Echocardiography
b) Kateterisasi jantung
c) Angiography
3) Tes untuk mengukur ventilasi dan oksigenisasi
a) Tes fungsi paru-paru dengan spirometri
b) Tes astrup yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri
c) Oksimetri
d) Pemeriksaan darah lengkap
4) Melihat struktur sistem pernapasan
a) Foto toraks (sinar x)
b) Bronkoskopi
c) CT scan paru
5) Menentukan sel abnormal/infeksi sistem pernapasan
a) Kultur apus tenggorok
b) Sitologi
c) Spesimen sputum (BTA)
(Tarwoto dan Wartonah, 2015)
17
4. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) yang akan dijelaskan pada tabel berikut :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
2) Gangguan pertukaran gas
3) Pola napas tidak efektif
4) Risiko aspirasi
5) Gangguan penyapihan ventilator
6) Gangguan ventilasi spontan
Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan
D
x
Definisi Penyebab /faktor
risiko
Gejala dan tanda Kondisi klinis terkait
Mayor Minor
1) Ketidakmampuan
membersihkan
sekret atau
obstruksi jalan
napas untuk
mempertahankan
jalan napas tetap
paten.
Fisiologis :
1. Spasme jalan
napas
2. Hipersekresi
jalan napas
3. Disfungsi
neuromuskuler
4. Benda asing
dalam jalan
napas
Subjektif : -
Objektif :
Batuk tidak efektif,
tidak mampu batuk,
spuntum berlebih,
mengi
(whezzing),ronkhi
kering, mekonium
di jalan napas (pada
neontus)
Subjektif : dispnea, sulit
bicara, ortopnea.
Objektif :
Gelisah, sianosis, bunyi
napas menurun, frekuensi
napas menurun, frekuensi
napas berubah, pola napas
berubah.
Gullian bare syndrom,
sklerosis multiple,
myasthenia gravis,
prosedur diagnostik (misal
bronkoskopi,
transesophageal
echocardiography)
Depresi sistem saraf pusat,
cedera kepala,
stroke,kuadriplegia,
17
5. Adanya jalan
napas buatan
6. Sekresi yang
tertahan
7. Hiperplasia
dinding jalan
napas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen
farmakologis
(misalnya
anastesi)
Situasional:
1. Merokok
aktifdan pasif
2. Terpanjan
polutan
sindrom aspirasi
mekonium, infeksi saluran
napas.
2) Kelebihan atau
kekurangan
oksigenasi dan
atau eliminasi
karbondioksida
pada membran
alveolus kapiler.
Penyebab :
1. Ketidakseimban
gan ventilasi
perfusi
2. Perubahan
membran
alveolus kapiler
Subjektif : Dispnea
Objektif : PCO2
meningkat/menurun
, takikardi, PH arteri
meningkat/menurun
, bunyi napas
tambahan
Subjektif :
Pusing, penglihatan kabur.
Objektif : Sianosis,
diaforesis, geisah, napas
cuping hidung, pola napas
abnormal(cepat/lambat,regu
ler/ireguler, dalam/dangkal),
warna kulit abnormal (misal
pucat dan kebiruan),
kesadaran menurun.
Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), gagal
jantung kongestif, asma,
pneumonia, tuberkulosis
paru, penyakit membran
hialin, asfiksia persistent
pulmonary hypertension of
newborn (PPHN),
prematuritas, infeksi
saluran napas
18
3) Inspirasi dan/atau
ekspirasi yang
tidak memberikan
ventilasi adekuat.
Penyebab :
1. Depresi pusat
pernapasan
2. Hambatan
upaya napas
(misal nyeri
saat bernapas,
kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas
dinding dada
4. Deformitas
tulang dada
5. Gangguan
neuromuskular
6. Gangguan
neurologis
(misal
elektroensefalo
gram [EEG]
positif, cedera
kepala,
gangguan
kejang)
7. Imaturitas
neurologis
8. Penurunan
energi
Subjektif : Dispnea
Objektif :
penggunaan otot
bantu pernapasan,
fase ekspirasi
memanjang, pola
napas abnormal
(misal takipnea,
bradipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes)
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan
pursed-lip, pernapasan
cuping hidung, diameter
thoraks anterior posterior
meningkat, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi
menurun, tekanan inspirasi
menurun, ekskursi dada
berubah.
Depresi sistem saraf,
cedera kepala, trauma
thoraks,gullian barre
syndrom, multiple
sclerosis, myasthenia
gravis stroke, kuadriplegia,
intoksikasi alkohol.
19
9. Obesitas
10. Posisi tubuh
yang
menghambat
ekspansi paru
11. Sindrom
hipoventilasi
12. Kerusakan
inervasi
diafragma
(kerusakan
saraf C5 ke
atas)
13. Cedera pada
medula
spinalis
14. Efek agen
farmakologis
15. Kecemasan
4) Berisiko
mengalami
masuknya sekresi
gastrointestinal,
sekresi orofaring,
benda cair atau
padat ke dalam
saluran
trakeobronkhial
Faktor risiko :
1. Penurunan
tingkat
kesadaran
2. Penurunan
refleks muntah
dan/atau batuk
3. Gangguan
menelan
Cedera kepala,stroke,
cedera medula spinalis,
keracunan obat alkohol,
pembesaran uterus,
sklerosis multipel dan
prematuritas.
20
akibat disfungsi
mekanisme
proektif saluran
napas.
4. Disfagia
5. Kerusakan
mobilitas fisik
6. Peningkatan
residu lambung
7. Peningkatan
tekanan
intragastrik
8. Penurunan
motilitas
gastrointestinal
9. Perlambatan
pengosongan
lambung
10. Ketidakmat
angan
koordinasi
menghisap,
menelan dan
bernapas
5) Ketidakmampuan
beradaptasi
dengan
pengurangan
bantuan ventilator
mekanik yang
dapat menghambat
dan memperlama
Fisiologis :
1. Hipersekresi
jalan napas
2. Ketidakcukupa
n energi
3. Hambatan
upaya napas
(misal nyeri
Subjektif : -
Objektif : frekuensi
napas meningkat
penggunan otot
bantu napas, napas
mengap-mengap
(gaspring), upaya
napas dan bantuan
Subjektif : lelah, fokus
meningkat pada pernapasan,
dan gelisah.
Objektif : auskultasi suara
inspeksi menurun, warna
kulit abnormal( misal pucat
dan sianosis), napas
paradoks abdominal dan
Cedera kepala, gagal
napas, transplatasi jantung
dan displasia
bronkopulmonal.
21
proses penyapihan. saat bernapas,
kelemahan otot
pernapasan,
efek sedasi)
Psikologis :
1. Kecemasan
2. Perasaan tidak
berdaya
3. Kurang
terpapapar
informasi
tentang proses
penyapihan
4. Penurunan
motivasi
5. Situasional
6. Ketidakadekuta
n dukungan
sosial
7. Ketidaktepatan
dukungan sosia
8. Ketidaktepatan
kecepatan
proses
penyapihan
9. Riwaya
kegagalan
berulang dalam
tidak sinkron, napas
dangkal, agitas, dan
nilai darah arteri
abnormal.
diaforesis.
22
upaya
penyapihan
10. Riwayat
ketergantungan
ventilator > 4
hari
6) Penurunan
cadangan energi
yang
mengakibatkan
individu tidak
mampu bernapas
secara adekuat.
Faktor risiko :
1. Gangguan
metabolisme
2. Kelelahan otot
pernapasan
Subjektif : dispnea
Objektif :
penggunaan otot
bantu napas
meningkat, volue
tida menurun, PCO2
meningkat, PCO2
menurun, SaO2
menurun
Subjektif : -
Objektif : gelisah dan
takikardi
Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), asma,
cedera kepala, gagal napas
bedah jantung dan infeksi
saluran napas.
23
b. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi dalam buku standar intervensi
keperawatan indonesia (2018)
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi pertama Intervensi pendukung
Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan :
Seteah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pasien menunjukkan jalan
napas yang bersih ditandai dengan
kriteria hasil sebagai berikut :
Status pernapasan : kepatenan jalan
napas
- Tidak ada sekret
pertukaran gas
- Pasien mampu mengeluarkan
sekret
Ventilasi
- RR dalam batas normal
Latihan batuk efektif
Observasi :
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dn gejala infeksi
saluran napas
- Monitor input dan output cairan
(misal jumlah dan karakteristik)
Terapeutik :
- Atur posisi semi fowler atau
fowler
- Pasang perlak dan bengkok
- Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
- Dukungan kepatuhan program
pengobatan
- Edukasi fisioterapi dada
- Edukasi pengukuran respirasi
- Fisioterpi dada
- Konsultasi via telpon
- Manajemen asma
- Manajemen alergi
- Manajemen anafiklasis
- Manajemen isolasi
- Manajemen ventilasi mekanik
- Manajemen jalan napas buatan
- Pmberian obat inhalasi
- Pemberian obat interpleura
- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat nasal
- Pencegahan aspirasi
- Pengaturan posisi
- Penghisapan jalan napas
- Penyapihan ventilasi mekanik
24
dan ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
selama 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung seteah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
Manajemen Jalan Napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
(misal gurglling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin
lift (jaw thrust jika curiga trauma
servikal)
- Atur posisi semi fowler atau
fowler
- Perawatan trakeostomi
- Skrining tuberkulosis
- Stabilisasi jalan napas
- Terapi oksigen
25
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forcep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi
Observasi :
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, chyne-
26
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Ganngguan pertukaran gas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pasien dapat
mempertahankan pertukaran gas yang
adekut ditandai dengan kriteria hasil :
Pemantauan respirasi
Observasi :
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
- Dukungan berhenti merokok
- Dukungan ventilasi
- Edukasi berhenti merokok
- Edukasi pengukuran respirasi
- Edukasi fisioterapi dada
- Fisioterapi dada
27
Status pernapasan
- Pasien mampu mengeluarkan
sekret
Ventilasi
- RR batas normal
hiperventilasi, kussmaul, chyne-
stokes, biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik :
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
-
Terapi oksigen
Observasi :
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara
- Observasi jalan napas buatan
- Konsultasi via telepon
- Manajemen ventilasi mekanik
- Pemberian obat inhalasi
- Pemberian obat intrapleura
- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat intramuskular
- Pemberian obat intravena
28
periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen
(misal oksimetri, analisa gas
darah), jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik :
- Bersihkan sekret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang
29
sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
Pola napas tidak efektif
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola napas
pasien teratur ditandai dengan kriteria
hasil sebagai berikut
Status pernapasan :kepatenan jalan
napas
- Irama napas irreguler
Ventilasi
- RR dalam batas normal
Tanda-tanda vital
- TTV dalam batas normal
Manajemen jalan napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
(misal gurglling, mengi,
wheezing, ronkhi kering
- Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma
servikal)
- Dukungan emosional
- Dukungan kepatuhan program
pengobatan
- Dukungan ventilasi
- Edukasi pengukuran respirasi
- Konsultasi via telpon
- Manajemen energi
- Manajemen jalan napas buatan
- Manajemen medikasi
- Pemberian obat inhalasi
- Pemberian obat interpleura
- Pemberian obat intradermal
- Pemberian obat intravena
- Pemberian obat oral
- Pencegahan aspirasi
30
- Atur posisi semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrkeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
- Anjurkan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, chyne-
stokes, biot, ataksik)
- Pengaturan posisi
- Perawatan selang dada
31
- Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
Terapeutik:
- Atur interval pemantaun respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Resiko aspirasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pasien tidak
menunjukkan risiko aspirasi dengan
kriteria hasil sebagai berikut :
- Irama dan frekuensi pernapasan
normal
Jalan napas paten, mudah bernapas,
Manajemen jalan napas
Observasi :
- Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan
(misal gurglling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
- Dukungan perawatan diri, makan
dan minum
- Insersi selang nasogastrik
- Manajemen jaan napas buatan
- Manajemen kejang
- Manajemen muntah
- Manajemen sedasi
- Manajemen ventilasi mekanik
- Pemantauan respirasi
32
tidak ada suara napas abnormal Terapeutik :
- Pertahankan kepatenan jalan
napas
- Dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga trauma
servikal)
- Atur posisi semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrkeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pencegahan aspirasi
Observasi :
- Pemberian makanan
- Pemberian makanan enternal
- Pemberian obat
- Pemberian obat inhalasi
- Pemberian obat interpleura
- Pemberian obat intravena
- Pengaturan posisi
- Penghisapan jalan napas
- Perawatan pasca anestesi
- Perawatan selang gastrointestinal
- Resuitasi neonatus
- Terapi menelan
33
- Monitor tingkat kesadaran,
batuk, muntah, dan kemampuan
menelan
- Monitor status pernapasan
- Monitor bunyi napas, terutama
setelah makan dan minum
- Periksa residu gaster sebelum
memberi asupan oral
- Periksa kepatenan selang
nasogastrik sebelum memberi
asupan oral
Terapeutik :
- Posisikan semi-fowler (30-45
derajat) 30 menit sebelum
memberi asupan oral
- Pertahankan posisi semi fowler
(30-45 derajat) pada pasien tidak
sadar
- Pertahankan kepatenan jalan
napas (misal teknik head-tilt,
chin-lift, jaw-thrust, in line)
- Pertahankan pengembangan
balon endrotracheal tube (EET)
- Lakukan penghisapan jalan
napas, jika produksi sekret
meningkat
- Sediakan suction di ruangan
- Hindari memberi makan melalui
34
selang gastrointenstinal, jika
residu banyak
- Berikan makanan dengan ukuran
kecil atau lunak
- Berikan obat oral dalam bentuk
cair
Edukasi :
- Anjurkan makanan secara
berlebihan
- Anjurkan strategi mencegah
aspirasi
- Ajarkan teknik mengunyah atau
menelan, jika perlu
35
36
c. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana
keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi
diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter, 2010)
Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Perencaaan asuhan keperawatan dilaksanakan dengan baik, jika pasien
mempunyai keinginan untuk beradaptasi dalam implementasi asuhan
keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat akan terus melakukan
pngumpulan data dan melilih asuhan keperawatan yang paling sesuai
dengan kebutuhan pasien. (Nursalam, 2008)
Jenis-jenis tindakan tahap pelaksanaan implementasi antara lain sebagai
berikut :
1) Secara mandiri (Independent)
Tindakan yang diprakarsai oleh perawat untuk membantu pasien
dalam mengatasi masalahnya dn menganggapi reaksi karena adanya
stressor.
2) Saling ketergantungan (Interdependent)
Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan
dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, fisioterapi, dan lain-
lain.
3) Rujukan ketergantungan (Dependent)
Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya
diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Tahap ini
sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan pasien. Mengambil tindakan evaluasi untuk
menentukan apakah hasil yang diharapkan telah terpenuhi bukan
untuk melaporkan intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat
untuk melihat apakah tujuan telah terpenuhi (Potter & Perry, 2009)
C. Tinjauan Konsep Gangguan Kebutuhan Oksigenasi
1. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada gangguan respirasi dari beberapa diagnose
keperawatan yang terdapat di SDKI (2016) yaitu :
1) Gullian bare syndrom
2) Sklerosis multiple
3) Myasthenia gravis
4) Prosedur diagnostik (misal bronkoskopi, transesophageal
echocardiography)
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi mekonium
10) Infeksi saluran napas
11) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
12) Gagal jantung kongestif
13) Asma
14) Pneumonia
15) Tuberkulosis paru
16) Penyakit membran hialin
17) Asfiksia
18) Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
19) Prematuritas
20) Infeksi saluran napas
21) Trauma thoraks
22) Intoksikasi alkohol
23) Gagal napas
24) Cardiac arrest
25) Transplantasi jantung
26) Coronary artery bypass graft (CABG)
27) Dysplasia bronkopulmonal
28) Bedah jantung
29) Adult respiratory distress syndrome (ARDS)
30) Multiple scelerosis
31) Intoksikasi alkohol
32) Cedera medullaspinalis
33) Penyakit parkinson
34) Keracunan obat dan alkohol
35) Pembesaran uterus
36) Fistula trakeoesfagus
37) Strikura esophagus
38) Labiopalatoskiziz
39) Atresia esophagus
40) Laringomalasia
2. Pathway
Bersihan jalan napas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Pola napas tidak efektif
1) Gullian bare syndrom 2) Sklerosis multiple 3) Myasthenia gravis 4) Prosedur diagnostik (misal
bronkoskopi, transesophageal echocardiography)
5) Depresi sistem saraf pusat
6) Cedera kepala 7) Stroke 8) Kuadriplegia 9) Sindrom aspirasi
mekonium 10) Infeksi saluran napas
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma 4. Pneumonia 5. Tuberkulosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia 8. PPHN 9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas 1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala 3. Trauma thoraks 4. Gullian barre
syndrome 5. Mutiple sclerosis
6. Myasthenia gravis 7. Stroke 8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
Gangguan penyapihan ventilator Risiko aspirasi Gangguan
ventilasi spontan
1. Cedera kepala 2. Coronary artery bypass
graft (CABG) 3. Gagal napas 4. Cardiac arrest 5. Transplantasi jantung 6. Displasia
bronkopulmonal
1. Cedera kepala 2. Stroke 3. Cedera medula spinalis 4. Guillain barre syndrome 5. Penyakit parkinson 6. Keracunan obat dan alkohol 7. Pembesaran uterus
8. Miestenia gravis 9. Fistula trakeoesofgus 10. Strikura esofagus 11. Sklerosis multipel 12. Labiopalatoskiziz 13. Atresia esofagus 14. Laringomalasia
15. prematuritas
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Asma 3. Cedera kepala
4. Gagal napas 5. Bedah jantung 6. Adult respiratory
distresssyndrome (ARDS)
7. Persistent pulmonary hypertension of
newborn (PPHN) 8. Prematuritas 9. Infeksi saluran
napas
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas 3. Disfungsi neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan
napas 5. Adanya jalan napas buatan 6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan
napas
8. Proses infeksi 9. Respon alergi
10. Efek agen farmakologis
1. Ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran
alveolus-kapiler
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas 3. Deformitas dinding dada 4. Deformitas tulang dada 5. Gangguan neuromuskular 6. Gangguan neurologis 7. Imaturitas neurologis 8. Penurunan energi 9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi 12. Kerusakan intervasi
diafragma 13. Cedera pada medula
spinalis 14. Efek agen farmakologis
15. kecemasan
1. Hipersekresi jalan napas
2. Ketidakcukupan energi
3. Hambatan upaya napas
1. Penurunan tingkat kesadaran
2. Penurunan refleks muntah/batuk
3. Gngguan menelan
4. Disfagsia
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Peningkatan residu lambung
7. Peningkatan tekanan intragastrik
8. Penurunan motilitas gastrointestinal
9. Sfingter esofagus bawah inkompeten
10. Perlambatan pengosongan lambung
11. Terpasang selang nasogastrik
12. Terpasang trakeostomi/endotraceal
tube
13. Trauma/pembedahan
leher,mulut,wajah
14. Efek agen farmakologis
15. Ketidkmatangan koordinasi
menghisap, menelan,bernapas
1. Gangguan
metabolisme
2. Kelelahan otot
pernapasan
Gangguan Kebutuhan Oksigenasi
39