Upload
hoangtruc
View
223
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Anak
1. Pengertian
Pembentukan kualitas sumber daya manusia yang optimal, baik sehat
secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses perkembangan.
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut
adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan
sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing
dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual,
dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih,
1995).
Perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh
yang dapat dicapai melalui kematangan dan belajar. Dalam perkembangan
anak terdapat suatu peristiwa yang dialaminya yaitu masa percepatan dan
perlambatan. Masa tersebut akan berlainan dalam satu organ tubuh.
Percepatan dan perlambatan merupakan suatu kejadian yang berbeda dalam
setiap organ tubuh tetapi masih saling berhubungan satu sama lain. Peristiwa
perkembangan anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi
7
pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual
(Hidayat, 2008). Perkembangan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(2008), adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang lebih teratur, dapat diperkirakan, dan dapat
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, serta sistemnya yang terorganisasi.
Dari beberapa pengertian perkembangan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perkembangan merupakan pertambahan kematangan
fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Dengan demikian, perkembangan
berperan penting dalam kehidupan manusia.
2. Ciri-Ciri Perkembangan Anak
Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf
pusat dengan organ yang dipengaruhinya, antara lain perkembangan
neuromuskuler, motorik, bicara, emosi, dan sosial (Wijaya, 2008). Semua
fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008), ciri-ciri perkembangan anak
ada enam, yaitu:
a. Perkembangan melibatkan perubahan
Perkembangan terjadi secara bersamaan dengan pertumbuhan sehingga
setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi, misal:
perkembangan intelegensia disertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.
Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh secara umum, perubahan
8
proporsi tubuh, berubahnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru
sebagai tanda kematangan suatu organ tubuh tertentu.
b. Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seorang anak tidak akan dapat melewati satu tahap perkembangan
sebelum ia melewati tahapan sebelumnya, contoh: seorang anak tidak
akan dapat berjalan sebelum ia dapat berdiri. Perkembangan awal
merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan
selanjutnya.
c. Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum yang tetap,
yaitu:
1) Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah kepala kemudian
menuju ke arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.
2) Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah proksimal (gerakan
kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerakan halus. Pola ini disebut pola
proksimodistal.
d. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap perkembangan dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak dapat terjadi terbalik, misalnya anak
terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum mampu membuat
gambar kotak, berdiri sebelum berjalan, dan sebagainya.
9
e. Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Perkembangan berlangsung dalam kecepatan yang berbeda-beda. Kaki
dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian
tubuh yang lain mungkin berkembang pesat pada masa lainnya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak
Pola perkembangan secara normal antara anak yang satu dengan yang
lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi oleh interaksi
banyak faktor. Menurut Soetjiningsih (1995), faktor yang mempengaruhi
perkembangan anak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
a. Faktor dalam (internal)
1) Genetika
Pengaruh genetik bersifat heredo-konstitusional yang artinya bahwa
bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh faktor keturunan.
Dengan kata lain, bahwa seorang anak akan besar dan tinggi apabila
ayah dan ibunya juga besar dan tinggi. Faktor genetik akan
berpengaruh pada kecepatan pertumbuhan, kematangan tulang, gizi,
alat seksual, dan saraf. Perbedaan ras berpengaruh juga pada tumbuh
kembang. Anak-anak Negro yang berada di Afrika dan Amerika
Serikat pada usia 3 tahun pertama kecepatan tumbuh kembangnya
melampaui anak kulit putih, tetapi setelah usia lebih dari 3 tahun
tumbuh kembangnya dilampaui oleh anak kulit putih. Kemungkinan
10
disebabkan oleh faktor nutrisi yang tidak memadai sehingga
menghapuskan potensi genetik ras yang menguntungkan itu.
Perbedaan ras juga terlihat pada pertumbuhan orang Skotlandia yang
tergolong bertubuh pendek.
2) Pengaruh hormon
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal yaitu saat janin
berumur 4 bulan. Pada saat itu, terjadi pertumbuhan yang cepat dan
kelenjar pituitary dan tiroid mulai bekerja. Hormon yang berpengaruh
terutama adalah hormon pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan
oleh kelenjar pituitary. Hormon lain yang dikeluarkan oleh kelenjar
pituitary adalah hormon tirotropik yang menstimulasi kelenjar tiroid
untuk bersekresi. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang
keduanya menstimulasi metabolisme dan muturasi tulang, gigi, dan
otak. Apabila terjadi defisiensi hormon tiroid pada masa anak, maka
pertumbuhan seluruh tubuh terganggu dan anak mengalami
keterlambatan mental dan bertubuh pendek atau kretin.
b. Faktor lingkungan (eksternal)
1) Faktor pranatal (selama kehamilan), meliputi :
a) Gizi
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR (Berat
Badan Lahir Rendah) atau lahir mati. Disamping itu dapat pula
11
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi
baru lahir, bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan
sebagainya.
b) Toksin, zat kimia
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap obat-
obatan kimia karena dapat menyebabkan kelainan bawaan. Ibu
hamil yang perokok atau peminum alkohol akan melahirkan bayi
yang cacat.
c) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua kehamilan oleh TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex), PMS
(Penyakit Menular Seksual), dan penyakit virus lainnya dapat
mengakibatkan kelainan pada janin.
d) Kelainan imunologi
Kelainan imunologi akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin karena dapat menyebabkan terjadinya abortus
atau kern icterus, selain itu juga kekurangan oksigen pada janin
juga akan mempengaruhi gangguan dalam plasenta yang dapat
menyebabkan bayi berat lahir rendah.
e) Psikologi ibu
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin yang terdapat di dalam kandungan karena
12
janin dapat ikut merasakan apabila ibunya sedang sedih. Ibu hamil
yang mengalami gangguan psikologi, maka dia tidak akan
memperhatikan kondisi kandungannya dan akan berakibat pada
kelahiran bayi yang tidak sehat.
2) Faktor postnatal, meliputi :
a) Pengetahuan ibu
Pengetahuan merupakan salah faktor yang mempengaruhi perilaku
ibu dalam perkembangan anak. Ibu yang mempunyai pengetahuan
kurang maka tidak akan memberikan stimulasi pada
perkembangan anaknya sehingga perkembangan anak akan
terhambat, sedangkan ibu yang mempunyai pengetahuan baik
maka akan memberikan stimulasi pada perkembangan anaknya.
Anak yang mempunyai ibu yang berpengetahuan baik akan
cenderung baik pula perkembangannya karena mendapatkan
stimulasi yang terarah dari ibunya.
b) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam proses tumbuh
kembang anak. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan,
terdapat kebutuhan zat gizi yang diperlukan seorang anak, seperti:
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Seorang
anak yang kebutuhan zat gizinya kurang atau tidak terpenuhi,
maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
13
c) Budaya lingkungan
Budaya lingkungan dalam hal ini adalah masyarakat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam
memahami atau mempersepsikan pola hidup sehat. Hal ini dapat
terlihat apabila berperilaku mengikuti budaya yang ada
kemungkinan besar dapat menghambat dalam aspek pertumbuhan
dan perkembangan, contoh: anak yang dalam usia tumbuh
kembang membutuhkan makanan yang bergizi. Akan tetapi, dalam
budaya tertentu ada makanan yang dilarang namun pada masa
tersebut makanan yang bergizi sangat dibutuhkan untuk perbaikan
gizi, maka dapat menghambat tumbuh kembang anak.
d) Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada anak dengan status
sosial ekonomi tinggi, pemenuhan kebutuhan gizinya sangat baik
dibandingkan dengan anak yang status sosial ekonominya rendah.
Demikian juga dengan status pendidikan keluarga, misalnya:
tingkat pendidikan rendah akan sulit untuk menerima arahan dalam
pemenuhan gizi dan mereka sering tidak mau atau tidak meyakini
pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan
kesehatan lain yang menunjang dalam membantu pertumbuhan
dan perkembangan anak.
14
e) Lingkungan fisik
Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari,
mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
Kebersihan baik kebersihan lingkungan maupun perorangan
memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Demikian
pula dengan polusi udara baik yang berasal dari pabrik, asap rokok
atau asap kendaraan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Jika
anak sering sakit, maka tumbuh kembangnya akan terganggu.
f) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu dan anak sangat
penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Interaksi
timbal balik antara ibu dan anak akan menimbulkan keakraban
antara ibu dan anak. Anak akan terbuka kepada ibunya, sehingga
komunikasi dapat dua arah dan segala permasalahan dapat
dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan
antara keduanya.
g) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi, misalnya:
penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan
anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, perlakuan ibu
terhadap perilaku anak. Anak yang mendapatkan stimulasi terarah
15
dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan
anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.
h) Olahraga atau latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik dapat memacu perkembangan anak,
karena dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga suplai oksigen
ke seluruh tubuh dapat teratur. Selain itu, latihan juga
meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel.
Demikian juga dalam aspek sosial, anak dapat mudah melakukan
interaksi dengan temannya sesuai dengan jenis olahraganya.
4. Kebutuhan Dasar Anak
Memahami perkembangan anak diperlukan suatu kepekaan terhadap
kebutuhan anak. Menurut Hidayat (2008), kebutuhan dasar anak untuk
perkembangan digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Asuh (kebutuhan fisik-biomedis)
Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan fisik yang harus dipenuhi
dalam proses tumbuh kembang anak. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan
akan gizi atau nutrisi, perawatan kesehatan dasar, kebutuhan akan tempat
atau perlindungan yang layak, kebutuhan hygiene perseorangan dan
sanitasi lingkungan yang sehat, kebutuhan akan pakaian, kebutuhan
kesehatan jasmani dan rekreasi.
16
b. Asih (kebutuhan emosi dan kasih sayang)
Kebutuhan ini berdasarkan adanya pemberian kasih sayang pada anak atau
memperbaiki psikologi anak. Perkembangan anak dalam kehidupan
banyak ditentukan perkembangan psikologis yang termasuk di dalamnya
adanya perasaan kasih sayang atau hubungan anak dengan dengan orang
tua atau orang di sekelilingnya karena akan memperbaiki perkembangan
psikososialnya. Terpenuhinya kebutuhan ini akan meningkatkan ikatan
kasih sayang yang erat (bonding) dan terciptanya rasa percaya yang kuat
(basic trust).
c. Asah (kebutuhan stimulasi mental)
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak,
untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan
sesuai dengan usia tumbuh kembang. Pemenuhan kebutuhan asah
(stimulasi mental) akan memperbaiki perkembangan anak sejak dini
sehingga perkembangan psikososial, kecerdasan, kemandirian, dan
kreativitas pada anak akan sesuai dengan harapan atau usia tumbuh
kembang.
5. Tahap Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun
Menurut teori Erikson, pada usia 4-5 tahun anak berada pada fase
inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilty). Pada masa ini, anak berkembang
rasa ingin tahu dan daya imaginasinya, sehingga anak banyak bertanya
mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila
17
orang tua mematikan inisiatif anak, maka hal tersebut akan membuat anak
merasa bersalah. Anak belum mampu membedakan hal yang abstrak dengan
konkret, sehingga orang tua sering menganggap bahwa anak berdusta, padahal
anak tidak bermaksud demikian. Menurut teori Sigmund Freud, anak berada
pada fase phalik, dimana anak mulai mengenal perbedaan jenis kelamin
perempuan dan laki-laki. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku
orang tua sehingga mempunyai kecenderungan untuk meniru tingkah laku
orang dewasa di sekitarnya (Nursalam dkk., 2005).
Anak usia 4-5 tahun sudah dapat naik turun tangga sendiri, demikian
pula halnya berdiri dengan satu kaki secara bergantian atau melompat. Anak
mulai berkembang superegonya (suara hati), yaitu merasa bersalah bila ada
tindakannya yang keliru (Nursalam dkk., 2005).
Anak juga mulai megenal cita-cita, belajar menggambar, menulis, dan
mengenal angka serta bentuk atau warna benda. Pada tahap ini, orang tua
perlu mulai mempersiapkan anak untuk masuk sekolah. Bimbingan,
pengawasan, pengaturan yang bijaksana, perawatan kesehatan, dan kasih
sayang dari orang tua serta orang-orang di sekelilingnya sangat diperlukan
oleh anak (Nursalam dkk., 2005).
6. Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus Anak Usia 4-5 Tahun
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang
terkoordinasi. Sebelum perkembangan tersebut terjadi, anak akan tetap tidak
18
berdaya. Akan tetapi, kondisi ketidakberdayaan tersebut berubah secara cepat.
Selama 4 atau 5 tahun pertama kehidupan pascalahir, anak dapat
mengendalikan gerakan yang kasar. Gerakan tersebut melibatkan bagian
badan yang luas digunakan dalam berjalan, berlari, melompat, berenang, dan
sebagainya. Setelah berumur 5 tahun, terjadi perkembangan yang besar dalam
pengendalian koordinasi yang lebih baik yang melibatkan kelompok otot yang
lebih kecil yang digunakan untuk menggenggam, melempar, menangkap bola,
menulis, dan menggunakan alat (Hurlock, 1999). Perkembangan motorik
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
a. Perkembangan motorik kasar
Menurut Silawati (2008), tahap perkembangan motorik kasar anak usia 4-
5 tahun yaitu:
1) Anak usia 4 tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik kasar
yang terdiri dari: a) Berdiri di atas satu kaki selama 10 detik; b)
Berjalan maju dalam satu garis lurus dengan tumit dan ibu jari sejauh
6 kaki; c) Berjalan mundur dengan ibu jari ke tumit; d) Lomba lari; e)
Melompat ke depan 10 kali; f) Melompat ke belakang sekali; g)
Bersalto atau berguling ke depan; h) Menendang secara terkoordinasi
ke belakang dan ke depan dengan kaki terayun dan tangan mengayun
ke arah berlawanan secara bersamaan; i) Menangkap bola yang
dilemparkan dari jarak 3 kaki dengan kedua tangan; j) Melempar bola
19
kecil dengan kedua tangan kepada seseorang yang berjarak 4-6 kaki
darinya.
2) Anak usia 5 tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik kasar
yang terdiri dari: a) Berdiri di atas kaki yang lainnya selama 10 detik;
b) Berjalan di atas besi keseimbangan ke depan, ke belakang, dan ke
samping; c) Melompat ke belakang dengan dua kali berturut-turut; d)
Melompat dua meter dengan salah satu kaki; e) Mengambil satu atau
dua langkah yang teratur sebelum menendang bola; f) Menangkap bola
tennis dengan kedua tangan; g) Melempar bola dengan memutar badan
dan melangkah ke depan; h) Mengayun tanpa bantuan; i) Menangkap
dengan mantap.
b. Perkembangan motorik halus
Menurut Silawati (2008), tahap perkembangan motorik halus anak usia 4-
5 tahun yaitu:
1) Anak usia 4 tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik halus
yang terdiri dari: a) Membangun menara setinggi 11 kotak; b)
Menggambar sesuatu yang berarti bagi anak tersebut dan dapat
dikenali oleh orang lain; c) Mempergunakan gerakan-gerakan jemari
selama permainan jari; d) Menjiplak gambar kotak; e) Menulis
beberapa huruf.
2) Anak usia 5 tahun mempunyai kemampuan pada aspek motorik halus
yang terdiri dari: a) Menulis nama depan; b) Membangun menara
20
setinggi 12 kotak; c) Mewarnai dengan garis-garis; d) Memegang
pensil dengan benar antara ibu jari dan 2 jari; e) Menggambar orang
beserta rambut dan hidung; f) Menjiplak persegi panjang dan segitiga;
g) Memotong bentuk-bentuk sederhana.
Suherman (2000), menyebutkan bahwa keterampilan yang harus
dicapai anak usia 4-5 tahun pada aspek motorik kasar adalah berdiri dengan
satu kaki, sedangkan keterampilan yang harus dicapai anak usia 4-5 tahun
pada aspek motorik halus adalah dapat mengancingkan baju. Keterampilan
anak pada aspek motorik perlu dilatih agar dapat berkembang dengan baik.
Perkembangan motorik anak berhubungan erat dengan kondisi fisik dan
intelektual anak serta berlangsung secara bertahap tetapi memiliki alur
kecepatan perkembangan yang berbeda pada setiap anak (Silawati, 2008).
7. Denver Development Screening Test (DDST)
DDST merupakan salah satu instrumen untuk skrining perkembangan
anak dan bukan tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua
persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah,
cepat (15-20 menit), dapat diandalkan, dan menunjukkan validitas yang
tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara
efektif dapat mengidentifikasi antara 85-100% bayi dan anak-anak prasekolah
yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “follow up”
selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami
kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian (Soetjiningsih, 1995).
21
Penelitian Borowitz (1986) menunjukkan bahwa DDST tidak dapat
mengidentifikasikan lebih dari separuh anak dengan kelainan bicara.
Frankenburg melakukan revisi dan restandarisasi kembali DDST dan juga
tugas perkembangan pada sektor bahasa ditambah, yang kemudian hasil revisi
dari DDST tersebut dinamakan Denver II (Soetjiningsih, 1995).
a. Aspek perkembangan yang dinilai
Frankenburg dkk. (1981), menyatakan bahwa ada 4 parameter
perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak
berdasarkan DDST, yaitu:
1) Perilaku sosial (personal sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mandiri,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungan.
2) Motorik halus (fine motor adaptive)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu dan melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat, serta
tidak memerlukan banyak tenaga.
3) Bahasa (language)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk memberikan
respons tehadap suara, mengikuti perintah, dan berbicara secara
spontan.
22
4) Motorik kasar (gross motor)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang
melibatkan sebagian besar bagian tubuh karena dilakukan oleh otot-
otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga.
b. Alat yang digunakan dalam pemeriksaan DDST
1) Alat peraga: benang wol merah, manik-manik, kubus warna merah-
kuning-hijau-biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil,
kertas, dan pensil.
2) Lembar formulir Denver II.
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara
melakukan tes dan cara penilaiannya.
c. Prosedur pemeriksaan DDST
Prosedur pemeriksaan DDST terdiri dari dua tahap, yaitu: 1) Tahap
pertama, secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6
bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun; 2) Tahap
kedua, dilakukan pada anak yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama kemudian dilanjutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
d. Tahap pemeriksaan DDST
1) Tentukan usia anak pada saat pemeriksaan.
2) Tarik garis pada lembar formulir Denver II sesuai dengan usia yang
telah ditentukan.
23
3) Lakukan penilaian pada anak tiap komponen dengan batasan garis
yang ada mulai dari motorik kasar, bahasa, motorik halus, dan
personal sosial dengan kriteria penilaian yaitu: a) Lulus (Passed = P)
adalah jika seorang anak dapat melakukan tugas perkembangan yang
terdapat dalam pemeriksaan Denver II; b) Gagal (Fail = F) adalah jika
seorang anak tidak mampu atau gagal dalam melakukan tugas
perkembangan yang terdapat dalam pemeriksaan Denver II.
4) Tentukan hasil penilaian apakah normal, meragukan, abnormal, dan
tidak dapat dites.
a) Abnormal, hasil pemeriksaan disebut abnormal apabila: 1)
Terdapat 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih; 2)
Dalam 1 sektor atau lebih terdapat 2 atau lebih keterlambatan
PLUS 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan.
c) Normal, apabila minimal hanya 1 keterlambatan dalam 1 sektor
dari 4 sektor yang ada.
Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST ini, usia anak perlu
ditetapkan terlebih dahulu, dengan menggunakan patokan 30 hari untuk
satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan usia
kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih dari
15 hari dibulatkan ke atas (Soetjiningsih, 1995). Pada ujung kotak sebelah
kiri terdapat kode-kode R dan nomor, jika terdapat kode R maka tugas
perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya. Apabila terdapat
24
kode nomor maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibalik
formulir DDST.
B. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Supriyadi (1993), pengetahuan merupakan kumpulan
informasi yang dipahami, diperoleh dari proses belajar selama hidup dan
dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik
terhadap diri sendiri maupun lingkungan. Pengetahuan menurut Rahman
(2003), adalah hasil dari aktivitas mengetahui dan tersingkapnya suatu
kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. Dari
beberapa pengertian pengetahuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan merupakan informasi yang diketahui dan disadari oleh seseorang
yang dapat diperoleh melalui pancaindera.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologi pendidikan
Benyamin Bloom membagi perilaku kesehatan ke dalam 3 domain yaitu: 1)
25
Domain kognitif, 2) Domain afektif, 3) Domain psikomotor. Pengetahuan
termasuk dalam domain kognitif yang merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan mempunyai 6 tingkat,
yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
“tahu” ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
26
dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
27
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang, contoh: seorang ibu akan menstimulasi perkembangan anaknya
setelah melihat anak tetangganya mengalami keterlambatan dalam
perkembangan.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun
negatif. Seseorang menerima keyakinan itu tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
28
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Misalnya: radio, televisi, majalah, koran, dan
buku. Seorang ibu akan mengetahui betapa pentingnya memantau
perkembangan anak setelah melihat informasi tentang tumbuh kembang
anak di televisi.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui oleh
peneliti dapat disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,
2003).
29
C. Kerangka Teori
Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan anak: - Genetika - Pengaruh hormon
Faktor eksternal (lingkungan) yang mempengaruhi perkembangan anak: 1. Pranatal
- Gizi - Toksin - Infeksi - Kelainan imunologi - Psikologi ibu
2. Postnatal - Pengetahuan ibu
- Gizi - Budaya lingkungan - Status sosial ekonomi - Lingkungan fisik - Lingkungan pengasuhan - Stimulasi - Olahraga
Perkembangan motorik kasar dan motorik halus
Bagan I: Kerangka teori faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perkembangan anak
(Soetjiningsih, 1995)
30
D. Kerangka Konsep
Pengetahuan ibu
Perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun
Perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun
Bagan II: Kerangka konsep hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan
perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 4-5 tahun.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel independen (bebas):
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel dependen (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini variabel
independennya adalah pengetahuan ibu.
2. Variabel dependen (terikat):
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
variabel independen (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini variabel
dependennya yaitu:
a. Perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun
b. Perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun
31
F. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan
perkembangan motorik kasar anak usia 4-5 tahun.
2. Ada hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan
perkembangan motorik halus anak usia 4-5 tahun.
32