Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Pembelian Implusif
1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online
Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana
konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga
terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010).
Chaplin (2011) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan membeli yang
bersifat langsung, tanpa refleksi (tanpa pikir) secukupnya, tidak dapat ditahan-
tahan dan tidak dapat ditekan. Engel dkk (1995) mendefinisikan perilaku
membeli sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Menurut Murray (dalam Dholakia, 2000) impulse buying adalah
kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang
melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Pembelian impulsif adalah proses
pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk
membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau
pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Solomon (2002) berpendapat
pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi secara spontan karena
munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera. Individu yang
sangat impulsif lebih mungkin terus mudah terstimulus oleh faktor eksternal
14
sehingga melakukan pembelian secara spontan, serta dapat mengambil
keputusan untuk membeli saat itu juga tanpa direncanakan (dalam Anin dkk,
2006).
Bayley & Nancarrow (dalam Muruganantham & Bhakat, 2013)
pembelian impulsif adalah perilaku belanja yang terjadi secara tidak
terencana, tertarik secara emosional, dimana proses pembuatan keputusan
dilakukan dengan cepat tanpa berfikir secara bijak dan pertimbangan terhadap
keseluruhan informasi yang ada. Verplanken & Herabadi (2001) pembelian
impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan
pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti adanya konflik fikiran
dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya
perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena
adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan
konsukensi negatif dan merasakan kepuasan (Shofwan, 2010).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) pembelian impulsif merupakan
keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi
sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang
dominan. Hirschman & Stern (dalam Setyawan, 2007) menambahkan bahwa
perilaku membeli impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan
pembelian secara spontan, tidak refleksi, secara terburu-buru dan didorong
oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh
persuasi pasar. Rook (dalam Herabadi, 2003) mendefinisikan perilaku
membeli impulsif sebagai perilaku membeli yang muncul secara tiba-tiba dan
15
sering kali sulit untuk ditahan yang dipicu secara spontan pada saat
berhadapan dengan produk yang diiringi oleh prasaan menyenangkan serta
penuh gairah. Lebih lanjut Rook (dalam Herabadi, 2003) menambahkan
bahwa perilaku membeli impulsif adalah perilaku membeli yang tidak
dilakukan secara sengaja, dan kemungkinan besar melibatkan pula berbagai
macam motif yang tidak disadari, serta dibarengi oleh respon emosional.
Andrew (dalam Siwi, 2010) menyebutkan bahwa internet pada masa
ini telah menjadi one-stop shopping, dimana ketika kosumen mendapatkan
koneksi internet mereka akan dengan mudah menetapkan barang yang dirasa
penting dari depan sebuah komputer. Menurut Podoshen dan Andrzejewski
(2012) perilaku pembelian impulsif menjadi salah satu perilaku konsumen
yang sangat ingin dimanfaatkan oleh pemasar.
Ismu (2011) mengatakan kelebihan online shop adalah selain pembeli
bisa melihat desain produk yang sudah ada konsumen juga bisa merequest
desain hingga pembayaran secara online. Serta produk yang berhubungan
dengan gambar diri seperti make-up dan fashion (pakaian, sepatu, dan tas)
(Antasari, 2007). Kategori fashion adalah kategori yang paling banyak dibeli
dengan 78%, kemudian mobilephone (46%), consumer electronic (43%),
books and magazine (39%), dan groceries (24%) (Startup Bisnis, 2014).
Adapun karakteristik menurut Jarvis Store (2014) yang paling sering
ditemukan dan sedikit sulit dihindari dalam jual beli di internet, yaitu
egosentris, tidak sabar, impulsif, teredukasi, informatif, hemat (thrifty), penuh
privasi, curiga, bimbang (indecisive), dan digerakan kesenangan (pleasure
16
driven). Hirschman dan Holbork (dalam Utami & Sumaryono 2008) Bahwa
pembelian impulsif ini kebanyakan disertai oleh faktor emosi karena aktivitas
belanjanya bersifat hedonik.
Fashion merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung
aktivitas (Kim dalam & Sugihanto, 2011). Produk-produk ini dapat berupa
pakaian, aksesoris, make up, sepatu, tas, dan lainnya yang dapat menunjang
penampilan dan gambar diri pemakainya. Hal ini juga di dukung oleh
Movementi (2014) bahwa produk pakaian, yang terdiri dari baju, sepatu dan
aksesoris, rupanya menjadi barang paling diminati di toko online. Bagi
masyarakat Indonesia, berpenampilan sesuai tren terbaru sudah menjadi gaya
hidup sehari-hari, terutama bagi kaum perempuan. Lewat fashion, seseorang
dapat menunjukkan status sosialnya pada orang lain, tidak peduli kenal atau
tidak (Pasaribu & Citra, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
pembelian impulsif pada produk fashion adalah prilaku membeli yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan
produk jasa, yang bersifat spontan dan tiba-tiba tanpa perencanaan yang
matang karena dorongan-dorongan yag kuat dan mendesak, terutama pada
produk tertentu seperti pakaian, sepatu, tas, aksesoris, dan make up. Biasanya
tahapan-tahapan tersebut cenderung dilewati karena terstimulus oleh
lingkungan misalnya teman, tampilan, hadiah, diskon, dan lain-lain. Serta
17
pembelian ini dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang akan
terjadi dimasa depan.
2. Aspek-aspek Perilaku Pembelian Impulsif
Menurut penelitian Rook & Fisher (dalam Mowen & Minor, 2002)
aspek-aspek dalam perilaku pembelian impulsif adalah sebagai berikut:
a. Membeli produk atau barang secara mendadak dan tiba-tiba.
Pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan secara
spontan dan tiba-tiba. Individu dikatakan melakukan pembelian secara
tiba-tiba atau mendadak, tidak dapat dikekan atau ditahan.
b. Membeli produk atau barang tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Individu dikatakan berprilaku pembelian impulsif jika melakukan
pembelian secara tidak terencana. Pembelian yang dilakukan tanpa
direncanakan terlebih dahulu.
c. Membeli barang atau produk tanpa berpikir panjang.
Perilaku membeli impulsif merupakan kegiatan untuk terlibat dalam
pembelian pembelian tanpa refleksi atau berpikir secukupnya.
Individu membeli barang tanpa berpikir “apakah barang tersebut
benar-benar saya butuhkan atau tidak”.
Selain itu menurut Rook (dalam Djudijah,2002) menambahkan aspek-
aspek dalam perilaku membeli impulsif yaitu sebagai berikut:
18
a. Spontan
Perilaku impulsif merupakan pembelian yang tidak diharapkan dan
mendorong konsumen segera membeli serta seringkali merupakan
respon langsung dari stimulasi visual dititik penjualan.
b. Tidak memiliki kontrol diri ketika melakukan pembelian
Perilaku membeli impulsif dapat dimotivasi oleh adanya informasi
yang tersimpan dalam ingatan seseorang ataupun stimulus apa saja
secara keseluruhan sehingga membentuk kekuatan untuk bertindak
segera.
c. Membeli barang atau produk secara tiba-tiba
Keinginan membeli datang secara tiba-tiba dan sering kali disertai
dengan karakteristik emosi seperti bergairah, getaran hati atau
keributan.
d. Tidak memperdulikan konsekuensi setelah melakukan pembelian
Individu mempunyai keinginan membeli yang sangat menarik
sehinggan secara potensial mengabaikan konsekuensi negatif akibat
dari pembelian yang dilakukannya.
Menurut Engel dkk (1995) mengatakan bahwa pembelian impulsif
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:
a. Spontanitas (spontaneity). Pembelian ini terjadi secara tidak
diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang,
seringkali dianggap sebagai respon terhadap stimulasi visual yang
langsung di tempat penjualan.
19
b. Kekuatan, kompulsi dan intensitas (power, compulsion and intensity).
Kemungkinan adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal
lain sehingga perilaku yang muncul menjadi berulang.
c. Kegairahan dan stimulasi (excitement and stimulation). Desakan
mendadak untuk membeli sering disertai dengan adanya emosi yang
di karakteristikan dengan perasaan bergairah, menggetarkan, dan tidak
terkendali.
d. Ketidakpedulian akan akibat (disregard for consequences). Desakan
untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak, sehingga akibat
yang mungkin negatif diabaikan.
Dari beberapa aspek diatas maka peneliti memilih aspek perilaku
pembelian impulsif menurut Engel dkk (1995), yaitu spontanitas, kekuatan
kompulsi dan intensitas, kegairahan dan stimulasi, serta ketidakpedulian akan
akibat. Aspek inilah yang akan menjadi titik ukur penyusunan aitem perilaku
pembelian impulsif. Dimana aspek-aspek tersebut akan dijadikan sebagai
penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan karena aspek-aspek
tersebut sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh peneliti, sehingga
harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan data yang akurat.
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Impulsif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif menurut Thai
(dalam Shofwan, 2010) adalah:
20
a. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat
mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen
yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood
negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan
untuk mengurangi kondisi mood yang negatif (Verplanken &
Herabadi, 2002).
b. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok
yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan
cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga.
c. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung
dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki tampilan menarik
(bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara
memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan toko
yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif
(Verplanken & Herabadi, 2001).
d. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial.
Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian
impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah
pinggiran kota.
e. Variabel kepribadian individu. Kepribadian individu memiliki
pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken &
Herabadi, 2001). Kepribadian yaitu karakteristik individu yang telah
terbentuk sejak kecil dan mempengaruhi perilaku individu secara
21
konsisten dalam waktu yang relatif lama, yang di dalamnya terdapat
kontrol diri (Atiqah, 2016). Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yang
menyatakan karakteristik kepribadian individu yang mempengaruhi
pembelian impulsif salah satunya yaitu kontrol diri. Menurut Chaplin
(2011) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah
lakunya sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-
impuls atau tingkah laku yang impulsif.
Loudon dan Bitta (dalam Anin dkk, 2006) mengungkapkan faktor‐
faktor yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu :
a. Produk dengan karakteristik harga murah yaitu dapat terjangkau
berbagai kalangan, kebutuhan kecil atau marginal, produk jangka
pendek yaitu produk habis pakai, ukuran kecil yang berupa barang,
dan toko yang mudah dijangkau.
b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah
banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang
sangat sugestibel dan terus menerus, iklan dititik penjualan, posisi
display dan lokasi toko yang menonjol.
c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial
demografi atau karakteristik sosial ekonomi, yang merupakan
karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang. Kepribadian
didalamnya mencangkup kontrol diri, yakni pengaturan proses-proses
fisik, psikologis, dan perilaku seseorang (Calhoun & Acocella,1990).
22
Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan diatas, dapat
dikatakan bahwa banyak faktor orang melakukan pembelian impulsif adalah
pengaruh lingkungan seperti karakteristik produk yang mana tidak sedikit
orang melakukan pembelian secara tiba-tiba dan spontanitas karena melihat
kondisi penjualan yang ditawarkan oleh produsen. Pemasaran produk
misalnya promo, diskon besar-besaran, distribusi masal, kupon berhadiah,
harga khusus, potongan harga dan lain-lainnya. Demografi, karakteristik
sosial ekonomi dan perbedaan individu yang ada didalamnya mencakup
motivasi, pengetahuan, sikap, serta kepribadian yang terdiri dari kontrol diri.
Adapun faktor perilaku pembelian impulsif yang dipilih penulis menurut Thai
(dalam Shofwan,2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu
kontrol diri, karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang
cukup besar mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif.
23
B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri atau self control merupakan suatu kemampuan untuk
mengendalikan diri sendiri dengan cara menghambat hasrat-hasrat jangka
pendek yang muncul secara spontan untuk menekan perilaku impulsif (Reber
& Reber, 2010). Menurut Chaplin (2011) kontrol diri adalah kemampuan
untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah laku yang impulsif.
Kontrol diri didefinisikan Roberts (dalam Ghufron dan Rini, 2010)
sebagai suatu jalinan yang secara utuh atau terintegrasi antara individu
dengan lingkungannya. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi berusaha
menemukan dan menerapkan cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi
yang bervariasi. Kontrol diri mempengaruhi individu untuk mengubah
perilakunya sesuai dengan situasi sosial sehingga dapat mengatur kesan lebih
responsif terhadap petunjuk situasional, fleksibel, dan bersikap hangat serta
terbuka. Ghufron dan Rini (2010) kontrol diri merupakan suatu kecakapan
individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu,
juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku
sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan
sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan
menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang
lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan
menutupi perasaannya.
24
Marvin R. Goldfried dan Michael Merbaum (dalam Ghufron dan Rini,
2010) berpendapat kontrol diri secara fungsional didefinisikan sebagai konsep
dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk
mengontrol tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara dan teknik
yang digunakan melainkan berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka
lakukan. Menurut Berk (dalam Gunarsa & Yulia, 2004), kontrol diri adalah
kemampuan individu utuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang
bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Hurlock (2004) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana
individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya.
Menurut Syamsul (2010) kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk
mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar
diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat
keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif sehingga
menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak
diinginkan. Wallston (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa kontrol diri
adalah perasaan individu bahwa ia mampu untuk membuat keputusan dan
mengambil tindakan yang efektif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan
dan menghindari hasil yang tidak diinginkan.
Kontrol diri diartikan Papalia (2004) sebagai kemampuan individu
untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara
sosial oleh masyarakat. Ketika berinteraksi dengan orang lain, individu akan
berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi diri individu.
25
Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaruh
seseorang terhadap, mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu
untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup dalam
kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus
mengontrol perilakunya agar tidak menggangu kenyamanan orang lain.
Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun
standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi
tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian
standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.
Menurut Averill (dalam Gufron dan Rini, 2010) kontrol diri sebagai
variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk memodifikasi
perilaku, kemampuan mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan
kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang
diyakini. Kontrol diri memiliki peranan penting dalam progres pembelian
suatu barang, karena mampu mengarahkan dan mengatur individu atau
konsumen untuk melakukan hal positif termasuk dalam membelanjakan
sesuatu (Antonides dalam Fitriana & Koenjoro, 2009).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
adalah kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku untuk menahan keinginan dan mengendalikan
tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-
dorongan dari dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain,
lingkungan, pengalaman dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk
26
memperoleh tujuan dimasa depan dan dinilai secara sosial melalui
pertimbangan kognitif sehingga dapat membuat keputusan yang diinginkan
dan diterima oleh masyarakat.
2. Aspek-aspek Kontrol Diri
Menurut Averill (dalam Ghufron dan Rini, 2010) menyebut kontrol
diri dengan sebutan kontrol personal, 5 aspek antara lain:
a. Kemampuan mengontrol perilaku.
Kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak
menyenangkan.
b. Kemampuan mengontrol stimulus.
Kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan
stimulus sebelum waktu berakhir dan membatasi intensitasnya.
c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian.
Kemampuan untuk mengantisipasi keadaan dengan informasi yang
dimiliki melalui berbagai pertimbangan secara objektif.
d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.
Kemampuan individu untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan
atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara
objektif.
27
e. Kemampuan mengambil keputusan.
Kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Kemampuan mengkontrol keputusan akan berfungsi baik apabila ada
kesempatan dan kebebasan serta kemungkinan didalam diri individu
untuk memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan.
Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek mendasar yang
mempengaruhi kontrol diri seseorang yaitu:
a. Membuat pertimbangan terhadap pilihan.
Setiap individu dapat membuat pertimbangan terhadap suatu pilihan.
Individu dihadapkan dalam dua pilihan dimana individu harus
memilih salah satu dari piihannya tersebut yang dianggapnya baik
atau positif. Dan tidak membuat suatu pilihan yang tidak baik atau
negatif.
b. Memilih salah satu dari dua perilaku.
Individu memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan
konflik, yang satu menawarkan ganjaran tapi dalam jangka waktu
yang lama dan yang lain menawarkan kepuasan segera. Pada saat
dihadapakan pada pemilihan satu dari dua perilaku tersebut
melibatkan sikap tidak impulsif. Impulsif yaitu satu keadaan yang
mempengaruhi atau memberikan kecenderungan kepada seseorang
untuk berbuat. Dengan melakukan meditasi menyebabkan seseorang
28
tidak impulsif. Karena dalam meditasi dibutuhkan konsentrasi,
kesabaran, dan ketenangan.
c. Memanipulasi stimulus untuk membuat suatu perilaku menjadi lebih
mungkin dilakukan dan perilaku lain kurang mungkin dilakukan.
Berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan
bahwa aspek dalam kontrol diri diantaranya adalah kontrol perilaku yang
merupakan respon yang langsung mempengaruhi keadaan yang tidak
menyenangkan, kontrol kognitif yang merupakan memampuan untuk mengolah
informasi, dan kontrol keputusan yang merupakan kemampuan seseorang untuk
memilih hasil berdasarkan sesuatu yang diyakini. Peneliti lebih memilih aspek-
aspek yang dikemukakan oleh Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat
beberapa jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 5 aspek, yaitu
kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan
mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan menafsirkan peristiwa
atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan. Dimana aspek-aspek tersebut
akan dijadikan sebagai penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan
karena aspek-aspek yang dikemukan oleh Averill lebih jelas dan rinci dalam
menjabarkan tentang kontrol diri sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh
peneliti, dan sehingga harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan
data yang akurat.
29
C. Hubungan Kontrol Diri Dengan perilaku Pembelian Impulsif Produk
Fashion Secara Online pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana
Yogyakarta
Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk konsumsi, saat ini telah
mengalami pergesaran fungsi. Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga
belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun
belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti
memiliki materi (Anin dkk, 2006). Selain itu semakin maraknya online shop yang
menyediakan segala barang yang dibutuhkan dan tidak mengeluarkan banyak
waktu dari konsumen untuk pergi ke pusat perbelanjaan, sehingga konsumen
dapat dengan mudah mengakses internet dan mudah mencari barang yang
diinginkan, serta rentan melakukan pembelian yang belebihan (Agustina, 2012).
Konsumen terkadang melakukan pembelian yang lebih didasari faktor emosional.
Pembelian secara emosional biasanya dilakukan secara spontan dan tanpa
perencanaan. Perilaku membeli yang dilakukan secara spontan dan tanpa
perencanaan disebut perilaku membeli impulsif (Toffler & Imber, 2002).
Menurut Rodin (dalam Utami & Sumaryono, 2008) kecenderungan untuk
melakukan pembelian impulsif sebenarnya bisa dikurangi, apabila mahasiswa
memiliki sistem pengendalian yang berasal dalam dirinya, salah satunya dengan
cara membuat daftar barang yang ingin dibeli terlebih dahulu sehingga hal
tersebut dapat mengurangi pembelian impulsif. Pembelian impulsif ini mungkin
salah satu manifestasi dari sifat kepribadian yang mewakili kurangnya kontrol diri
30
(Youn & Faber, 2000). Salah satu faktor perilaku impulsif menurut Thai (dalam
Shofwan, 2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu kontrol diri,
karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang cukup besar
mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif (Nuraini, 2016). Antonides
(Fitriana dan Koenjoro, 2009) kontrol diri memiliki peranan yang penting dalam
proses membeli suatu barang, karena kontrol diri mampu mengarahkan dan
mengatur individu untuk melakukan hal yang positif termasuk dalam
membelanjakan sesuatu.
Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
Pembelian impulsif tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik (faktor
yang datang dari luar) seperti perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi
pada mahasiswa mempengaruhi kedewasaan sebagai konsumen. Namun yang
lebih berperan lagi yaitu faktor kepribadian individu mahasiswa itu sendiri, salah
satunya yaitu kontrol diri. Adanya kontrol diri menjadikan individu dapat
memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada
akhirnya menuju pada konsekuensi positif (Lazarus, 1991). Proses kerjanya
adalah kontrol diri menolak respon yang terbentuk dan menggantinya dengan
yang lain. Respon penggantinya terdiri dari penggunaan pemikiran, pengubahan
emosi, pengaturan dorongan, dan pengubahan tingkah laku (Baumeister, 2002).
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaplin (dalam Dira Sarah, 2014)
bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku
sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsif. Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat beberapa aspek
31
kontrol diri, yaitu kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol
stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan
menafsirkan peristiwa atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan.
Kontrol perilaku adalah aspek pertama dalam kontrol diri. Konsumen
dengan kemampuan mengontrol perilaku akan mampu mengarahkan perilaku
pembeliannya kepada barang atau produk-produk yang penting dan
dibutuhkannya, dapat mengatur emosinya, dan menjauh dari toko atau produk
yang dapat membuatnya hilang kendali. Seperti yang diungkapkan Aroma dan
Suminar (2012) jika individu memiliki kontrol diri yang tinggi maka akan mampu
menahan kebutuhan kesenangan sesaat dan mampu berfikir logis bahwa
perbuatannya akan menimbulkan resiko bagi dirinya. Maka dengan melakukan
hal-hal tersebut konsumen dapat terhindar dari spontanitas atau pembelian yang
tidak diharapkan. Salah satunya adalah pembelian impulsif, jika kontrol perilaku
seseorang baik maka seseorang tersebut tidak akan melakukan perilaku pembelian
impulsif. Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri mengatur dan
mengendalikan malasah dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan
individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan
perilakunya dengan baik maka ia dapat menjalani kehidupan dengan baik.
Kontrol perilaku dapat membantu individu dalam memodifikasi keadaan
yang dikarenakan stimulus yang tidak dikehendaki. Konsumen dengan
kemampuan mengontrol stimulus, ketika belanja tidak akan tergiur dengan diskon
terutama pada barang atau produk yang tidak dibutuhkan, ketika ada dorongan
mendesak untuk membeli barang diluar perencanaan maka dapat mengalihkan
32
dorongan tersebut dengan memikirkan hal-hal yang dapat dilakukan nanti jika
uangnya ditabung. Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yaitu konsumen dengan
kontrol diri tinggi akan mengacuhkan potongan harga dan contoh gratis yang
ditawarkan, tidak mudah terpengaruh pada omongan orang lain yang
menyuruhnya untuk melakukan pembelian.
Konsumen dengan kemampuan mengantisipasi peristiwa atau kejadian,
ketika berbelanja akan merencanakan atau membuat daftar barang-barang yang
akan dibeli agar tidak melebihi budget, tidak lagi menggunakan kartu kredit untuk
transaksi berbelanja, serta akan menghitung pendapatan dan pengeluaran agar
dikemudian hari tidak mengalami kesulitan keuangan. Seperti yang diungkapkan
Kusumadewi, Hardjajani, dan Priyatama (2012) individu dengan kontrol diri
tinggi akan dapat lebih mengendalikan diri jika dihadapi dengan situasi yang tidak
sesuai dengan harapannya, sehingga perilaku dan emosi negatif pun dapat
dikendalikan atau dihindari.
Konsumen dengan kemampuan menafsirkan peristiwa atau pengalaman,
ketika belanja akan mengacu pada pengalaman sebelumnya, mengevaluasi produk
yang akan dibeli, melihat produk yang menarik namun tidak terlalu dibutuhkan
maka akan melakukan pertimbangan-pertimbangan dahulu sebelum membeli,
seperti memikirkan apakah masih ada produk lain yang lebih penting untuk dibeli
terlebih dahulu, menyesuaikan dengan kondisi keuangan, mencari lebih banyak
informasi mengenai produk tersebut. Diba (2014) menyatakan individu terlebih
dahulu berpikir dan menilai tentang kegunaan dari barang yang ingin dibelinya,
serta menilai dan memikirkan kondisi keuangan sebelum melakukan pembelian.
33
Selanjutnya aspek dari kontrol diri adalah kontrol keputusan yang
merupakan kemampuan memilih berdasarkan sesuatu yang disetujui. Bandura
(1991) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang harus membuat
keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi
kesulitan-kesulitan. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan
pengambilan keputusan dalam membeli (Anwar, 2002). Konsumen dengan
kemampuan mengambil keputusan melakukan pertimbangan-pertimbangan
terlebih dahulu sebelum membeli. Sama halnya dengan yang diungkapkan Chita,
David, Pali (2015) bahwa seseorang dengan kontrol diri tinggi sangat
memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang
bervariasi. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang
dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.
Sesuatu yang dirasa positif akan menjadikan keputusan untuk membeli.
Berdasarkan hasil penelitian diatas sudah jelas bahwa kontrol diri
berpengaruh terhadap perilaku pembelian Impulsif salah satunya produk fashion.
Dan pengaruhnya sendiri dapat membawa kearah yang menguntungkan atau
merugikan diri sendiri. Hal tersebut juga di perkuat oleh penelitian Laksmitha dan
Jaya Agung (2014) yang berjudul Pengaruh Perbedaan Jenis Kelamin Dan
Kontrol Diri Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Produk Parfum
menunjukan bahwa kontrol diri (self control) berpengaruh signifikan terhadap
pembelian impulsif (impulse buying) produk parfum. berarti bahwa setiap
peningkatan pembelian impulsif (impulse buying) menunjukkan rendahnya
kontrol diri (self control) yang dimiliki konsumen. Hasil ini sejalan dengan
34
penelitian Lin dan Chuang (2005) mengemukakan hasil atas penelitian yang
dilakukan di China, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecerdasan
emosional dan perilaku pembelian impulsif. Remaja dengan kecerdasan
emosional tinggi lebih, rendah kemungkinannya untuk melakukan pembelian
impulsif dibandingkan dengan remaja yang memiliki kecerdasan emosional
rendah.
Selanjutnya penelitian yang relevan juga telah diteliti oleh Manggi dan
Meita (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Hubungan Antara Kontrol Diri
Dengan Pembelian Impulsif Pakaian Pada Mahasiswi Psikologi Universitas
Negeri Surabaya Yang Melakukan Pembelian Secara Online terjadi hubungan
yang signifikan antara variabel kontrol diri dan pembelian impulsif, serta
menghasilkan arah hubungan yang negatif. Ini berarti makin tinggi kontrol diri
individu, maka makin rendah pula pembelian impulsifnya.
Hal ini memberikan bukti bahwa benar adanya pengaruh kontrol diri
terhadap perilaku pembelian impulsif pada produk fashion pada mahasiswa
terlebih lagi secara online. Dimana sekarang banyak toko online yang menjual
berbagai produk-produk fashion yang memberikan kemudahan tersendiri bagi
konsumen. Maka dari itu sebagai mahasiswa harus memiliki kontrol diri yang
baik. Hal ini untuk menunjang terjadinya perilaku pembelian impulsif yang
positif.
35
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut: terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku pembelian
impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana
Yogyakarta. Semakin kuat kontrol diri maka kecenderungan perilaku pembelian
impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana
Yogyakarta semakin rendah. Sebaliknya, semakin lemah kontrol diri maka
perilaku pembelian impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa
Universitas Mercu Buana Yogyakarta semakin tinggi.