23
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pembelian Implusif 1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Chaplin (2011) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan membeli yang bersifat langsung, tanpa refleksi (tanpa pikir) secukupnya, tidak dapat ditahan- tahan dan tidak dapat ditekan. Engel dkk (1995) mendefinisikan perilaku membeli sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut Murray (dalam Dholakia, 2000) impulse buying adalah kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Solomon (2002) berpendapat pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi secara spontan karena munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera. Individu yang sangat impulsif lebih mungkin terus mudah terstimulus oleh faktor eksternal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Fashion Secara Onlineeprints.mercubuana-yogya.ac.id/1112/2/BAB II.pdf · pakaian, aksesoris, make up, sepatu, tas, dan lainnya yang dapat menunjang penampilan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Pembelian Implusif

1. Pengertian Perilaku Pembelian Implusif Produk Fashion Secara Online

Pembelian impulsif adalah proses pembelian suatu barang, dimana

konsumen tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya, sehingga

terjadi pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika (Rahmasari, 2010).

Chaplin (2011) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan membeli yang

bersifat langsung, tanpa refleksi (tanpa pikir) secukupnya, tidak dapat ditahan-

tahan dan tidak dapat ditekan. Engel dkk (1995) mendefinisikan perilaku

membeli sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,

mengkonsumsi, dan menghabiskan produk jasa, termasuk proses keputusan

yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

Menurut Murray (dalam Dholakia, 2000) impulse buying adalah

kecenderungan individu untuk membeli secara spontan, reflektif, atau kurang

melibatkan pikiran, segera, dan kinetik. Pembelian impulsif adalah proses

pembelian suatu barang, dimana konsumen tidak mempunyai niatan untuk

membeli sebelumnya, sehingga terjadi pembelian tanpa rencana atau

pembelian seketika (Rahmasari, 2010). Solomon (2002) berpendapat

pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi secara spontan karena

munculnya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera. Individu yang

sangat impulsif lebih mungkin terus mudah terstimulus oleh faktor eksternal

14

sehingga melakukan pembelian secara spontan, serta dapat mengambil

keputusan untuk membeli saat itu juga tanpa direncanakan (dalam Anin dkk,

2006).

Bayley & Nancarrow (dalam Muruganantham & Bhakat, 2013)

pembelian impulsif adalah perilaku belanja yang terjadi secara tidak

terencana, tertarik secara emosional, dimana proses pembuatan keputusan

dilakukan dengan cepat tanpa berfikir secara bijak dan pertimbangan terhadap

keseluruhan informasi yang ada. Verplanken & Herabadi (2001) pembelian

impulsif sebagai pembelian yang tidak rasional dan diasosiasikan dengan

pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, diikuti adanya konflik fikiran

dan dorongan emosional. Dorongan emosional tersebut terkait dengan adanya

perasaan yang intens yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena

adanya dorongan untuk membeli suatu produk dengan segera, mengabaikan

konsukensi negatif dan merasakan kepuasan (Shofwan, 2010).

Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) pembelian impulsif merupakan

keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi

sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang

dominan. Hirschman & Stern (dalam Setyawan, 2007) menambahkan bahwa

perilaku membeli impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan

pembelian secara spontan, tidak refleksi, secara terburu-buru dan didorong

oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh

persuasi pasar. Rook (dalam Herabadi, 2003) mendefinisikan perilaku

membeli impulsif sebagai perilaku membeli yang muncul secara tiba-tiba dan

15

sering kali sulit untuk ditahan yang dipicu secara spontan pada saat

berhadapan dengan produk yang diiringi oleh prasaan menyenangkan serta

penuh gairah. Lebih lanjut Rook (dalam Herabadi, 2003) menambahkan

bahwa perilaku membeli impulsif adalah perilaku membeli yang tidak

dilakukan secara sengaja, dan kemungkinan besar melibatkan pula berbagai

macam motif yang tidak disadari, serta dibarengi oleh respon emosional.

Andrew (dalam Siwi, 2010) menyebutkan bahwa internet pada masa

ini telah menjadi one-stop shopping, dimana ketika kosumen mendapatkan

koneksi internet mereka akan dengan mudah menetapkan barang yang dirasa

penting dari depan sebuah komputer. Menurut Podoshen dan Andrzejewski

(2012) perilaku pembelian impulsif menjadi salah satu perilaku konsumen

yang sangat ingin dimanfaatkan oleh pemasar.

Ismu (2011) mengatakan kelebihan online shop adalah selain pembeli

bisa melihat desain produk yang sudah ada konsumen juga bisa merequest

desain hingga pembayaran secara online. Serta produk yang berhubungan

dengan gambar diri seperti make-up dan fashion (pakaian, sepatu, dan tas)

(Antasari, 2007). Kategori fashion adalah kategori yang paling banyak dibeli

dengan 78%, kemudian mobilephone (46%), consumer electronic (43%),

books and magazine (39%), dan groceries (24%) (Startup Bisnis, 2014).

Adapun karakteristik menurut Jarvis Store (2014) yang paling sering

ditemukan dan sedikit sulit dihindari dalam jual beli di internet, yaitu

egosentris, tidak sabar, impulsif, teredukasi, informatif, hemat (thrifty), penuh

privasi, curiga, bimbang (indecisive), dan digerakan kesenangan (pleasure

16

driven). Hirschman dan Holbork (dalam Utami & Sumaryono 2008) Bahwa

pembelian impulsif ini kebanyakan disertai oleh faktor emosi karena aktivitas

belanjanya bersifat hedonik.

Fashion merupakan salah satu hal penting yang dapat mendukung

aktivitas (Kim dalam & Sugihanto, 2011). Produk-produk ini dapat berupa

pakaian, aksesoris, make up, sepatu, tas, dan lainnya yang dapat menunjang

penampilan dan gambar diri pemakainya. Hal ini juga di dukung oleh

Movementi (2014) bahwa produk pakaian, yang terdiri dari baju, sepatu dan

aksesoris, rupanya menjadi barang paling diminati di toko online. Bagi

masyarakat Indonesia, berpenampilan sesuai tren terbaru sudah menjadi gaya

hidup sehari-hari, terutama bagi kaum perempuan. Lewat fashion, seseorang

dapat menunjukkan status sosialnya pada orang lain, tidak peduli kenal atau

tidak (Pasaribu & Citra, 2015).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku

pembelian impulsif pada produk fashion adalah prilaku membeli yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan

produk jasa, yang bersifat spontan dan tiba-tiba tanpa perencanaan yang

matang karena dorongan-dorongan yag kuat dan mendesak, terutama pada

produk tertentu seperti pakaian, sepatu, tas, aksesoris, dan make up. Biasanya

tahapan-tahapan tersebut cenderung dilewati karena terstimulus oleh

lingkungan misalnya teman, tampilan, hadiah, diskon, dan lain-lain. Serta

17

pembelian ini dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang akan

terjadi dimasa depan.

2. Aspek-aspek Perilaku Pembelian Impulsif

Menurut penelitian Rook & Fisher (dalam Mowen & Minor, 2002)

aspek-aspek dalam perilaku pembelian impulsif adalah sebagai berikut:

a. Membeli produk atau barang secara mendadak dan tiba-tiba.

Pembelian impulsif merupakan pembelian yang dilakukan secara

spontan dan tiba-tiba. Individu dikatakan melakukan pembelian secara

tiba-tiba atau mendadak, tidak dapat dikekan atau ditahan.

b. Membeli produk atau barang tanpa direncanakan terlebih dahulu.

Individu dikatakan berprilaku pembelian impulsif jika melakukan

pembelian secara tidak terencana. Pembelian yang dilakukan tanpa

direncanakan terlebih dahulu.

c. Membeli barang atau produk tanpa berpikir panjang.

Perilaku membeli impulsif merupakan kegiatan untuk terlibat dalam

pembelian pembelian tanpa refleksi atau berpikir secukupnya.

Individu membeli barang tanpa berpikir “apakah barang tersebut

benar-benar saya butuhkan atau tidak”.

Selain itu menurut Rook (dalam Djudijah,2002) menambahkan aspek-

aspek dalam perilaku membeli impulsif yaitu sebagai berikut:

18

a. Spontan

Perilaku impulsif merupakan pembelian yang tidak diharapkan dan

mendorong konsumen segera membeli serta seringkali merupakan

respon langsung dari stimulasi visual dititik penjualan.

b. Tidak memiliki kontrol diri ketika melakukan pembelian

Perilaku membeli impulsif dapat dimotivasi oleh adanya informasi

yang tersimpan dalam ingatan seseorang ataupun stimulus apa saja

secara keseluruhan sehingga membentuk kekuatan untuk bertindak

segera.

c. Membeli barang atau produk secara tiba-tiba

Keinginan membeli datang secara tiba-tiba dan sering kali disertai

dengan karakteristik emosi seperti bergairah, getaran hati atau

keributan.

d. Tidak memperdulikan konsekuensi setelah melakukan pembelian

Individu mempunyai keinginan membeli yang sangat menarik

sehinggan secara potensial mengabaikan konsekuensi negatif akibat

dari pembelian yang dilakukannya.

Menurut Engel dkk (1995) mengatakan bahwa pembelian impulsif

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. Spontanitas (spontaneity). Pembelian ini terjadi secara tidak

diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang,

seringkali dianggap sebagai respon terhadap stimulasi visual yang

langsung di tempat penjualan.

19

b. Kekuatan, kompulsi dan intensitas (power, compulsion and intensity).

Kemungkinan adanya motivasi untuk mengesampingkan semua hal

lain sehingga perilaku yang muncul menjadi berulang.

c. Kegairahan dan stimulasi (excitement and stimulation). Desakan

mendadak untuk membeli sering disertai dengan adanya emosi yang

di karakteristikan dengan perasaan bergairah, menggetarkan, dan tidak

terkendali.

d. Ketidakpedulian akan akibat (disregard for consequences). Desakan

untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak, sehingga akibat

yang mungkin negatif diabaikan.

Dari beberapa aspek diatas maka peneliti memilih aspek perilaku

pembelian impulsif menurut Engel dkk (1995), yaitu spontanitas, kekuatan

kompulsi dan intensitas, kegairahan dan stimulasi, serta ketidakpedulian akan

akibat. Aspek inilah yang akan menjadi titik ukur penyusunan aitem perilaku

pembelian impulsif. Dimana aspek-aspek tersebut akan dijadikan sebagai

penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan karena aspek-aspek

tersebut sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh peneliti, sehingga

harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan data yang akurat.

3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Impulsif

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif menurut Thai

(dalam Shofwan, 2010) adalah:

20

a. Kondisi mood dan emosi konsumen. Keadaan mood konsumen dapat

mempengaruhi perilaku konsumen, misalnya kondisi mood konsumen

yang sedang senang atau sedih. Pada konsumen yang memiliki mood

negatif, pembelian impulsif lebih tinggi dilakukan dengan tujuan

untuk mengurangi kondisi mood yang negatif (Verplanken &

Herabadi, 2002).

b. Pengaruh lingkungan. Orang-orang yang berada dalam kelompok

yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi akan

cenderung terpengaruh untuk melakukan pembelian impulsif juga.

c. Kategori produk dan pengaruh toko. Produk-produk yang cenderung

dibeli secara impulsif adalah poduk yang memiliki tampilan menarik

(bau yang menyenangkan, warna yang menarik), cara

memasarkannya, tempat dimana produk itu dijual. Tampilan toko

yang menarik akan lebih menimbulkan dorongan pembelian impulsif

(Verplanken & Herabadi, 2001).

d. Variabel demografis seperti kondisi tempat tinggal dan status sosial.

Konsumen yang tinggal di kota memiliki kecenderungan pembelian

impulsif yang lebih tinggi daripada konsumen yang tinggal di daerah

pinggiran kota.

e. Variabel kepribadian individu. Kepribadian individu memiliki

pengaruh terhadap kecenderungan pembelian impulsif (Verplanken &

Herabadi, 2001). Kepribadian yaitu karakteristik individu yang telah

terbentuk sejak kecil dan mempengaruhi perilaku individu secara

21

konsisten dalam waktu yang relatif lama, yang di dalamnya terdapat

kontrol diri (Atiqah, 2016). Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yang

menyatakan karakteristik kepribadian individu yang mempengaruhi

pembelian impulsif salah satunya yaitu kontrol diri. Menurut Chaplin

(2011) kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah

lakunya sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-

impuls atau tingkah laku yang impulsif.

Loudon dan Bitta (dalam Anin dkk, 2006) mengungkapkan faktor‐

faktor yang mempengaruhi impulsive buying, yaitu :

a. Produk dengan karakteristik harga murah yaitu dapat terjangkau

berbagai kalangan, kebutuhan kecil atau marginal, produk jangka

pendek yaitu produk habis pakai, ukuran kecil yang berupa barang,

dan toko yang mudah dijangkau.

b. Pemasaran dan marketing yang meliputi distribusi dalam jumlah

banyak outlet yang self service, iklan melalui media massa yang

sangat sugestibel dan terus menerus, iklan dititik penjualan, posisi

display dan lokasi toko yang menonjol.

c. Karakteristik konsumen seperti kepribadian, jenis kelamin, sosial

demografi atau karakteristik sosial ekonomi, yang merupakan

karakteristik psikologis yang berbeda dari setiap orang. Kepribadian

didalamnya mencangkup kontrol diri, yakni pengaturan proses-proses

fisik, psikologis, dan perilaku seseorang (Calhoun & Acocella,1990).

22

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijelaskan diatas, dapat

dikatakan bahwa banyak faktor orang melakukan pembelian impulsif adalah

pengaruh lingkungan seperti karakteristik produk yang mana tidak sedikit

orang melakukan pembelian secara tiba-tiba dan spontanitas karena melihat

kondisi penjualan yang ditawarkan oleh produsen. Pemasaran produk

misalnya promo, diskon besar-besaran, distribusi masal, kupon berhadiah,

harga khusus, potongan harga dan lain-lainnya. Demografi, karakteristik

sosial ekonomi dan perbedaan individu yang ada didalamnya mencakup

motivasi, pengetahuan, sikap, serta kepribadian yang terdiri dari kontrol diri.

Adapun faktor perilaku pembelian impulsif yang dipilih penulis menurut Thai

(dalam Shofwan,2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu

kontrol diri, karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang

cukup besar mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif.

23

B. Kontrol Diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Kontrol diri atau self control merupakan suatu kemampuan untuk

mengendalikan diri sendiri dengan cara menghambat hasrat-hasrat jangka

pendek yang muncul secara spontan untuk menekan perilaku impulsif (Reber

& Reber, 2010). Menurut Chaplin (2011) kontrol diri adalah kemampuan

untuk membimbing tingkah lakunya sendiri, kemampuan untuk menekan atau

merintangi impuls-impuls atau tingkah laku yang impulsif.

Kontrol diri didefinisikan Roberts (dalam Ghufron dan Rini, 2010)

sebagai suatu jalinan yang secara utuh atau terintegrasi antara individu

dengan lingkungannya. Individu yang memiliki kontrol diri tinggi berusaha

menemukan dan menerapkan cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi

yang bervariasi. Kontrol diri mempengaruhi individu untuk mengubah

perilakunya sesuai dengan situasi sosial sehingga dapat mengatur kesan lebih

responsif terhadap petunjuk situasional, fleksibel, dan bersikap hangat serta

terbuka. Ghufron dan Rini (2010) kontrol diri merupakan suatu kecakapan

individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya. Selain itu,

juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku

sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan

sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan

menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang

lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan

menutupi perasaannya.

24

Marvin R. Goldfried dan Michael Merbaum (dalam Ghufron dan Rini,

2010) berpendapat kontrol diri secara fungsional didefinisikan sebagai konsep

dimana ada atau tidak adanya seseorang memiliki kemampuan untuk

mengontrol tingkah lakunya yang tidak hanya ditentukan cara dan teknik

yang digunakan melainkan berdasarkan konsekuensi dari apa yang mereka

lakukan. Menurut Berk (dalam Gunarsa & Yulia, 2004), kontrol diri adalah

kemampuan individu utuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang

bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Hurlock (2004) mengatakan kontrol diri berkaitan dengan bagaimana

individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya.

Menurut Syamsul (2010) kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk

mengendalikan dorongan-dorongan, baik dari dalam diri maupun dari luar

diri individu. Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat

keputusan dan mengambil langkah tindakan yang efektif sehingga

menghasilkan sesuatu yang diinginkan dan menghindari akibat yang tidak

diinginkan. Wallston (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa kontrol diri

adalah perasaan individu bahwa ia mampu untuk membuat keputusan dan

mengambil tindakan yang efektif untuk mendapatkan hasil yang diinginkan

dan menghindari hasil yang tidak diinginkan.

Kontrol diri diartikan Papalia (2004) sebagai kemampuan individu

untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara

sosial oleh masyarakat. Ketika berinteraksi dengan orang lain, individu akan

berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi diri individu.

25

Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaruh

seseorang terhadap, mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu

untuk mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup dalam

kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus

mengontrol perilakunya agar tidak menggangu kenyamanan orang lain.

Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun

standar yang lebih baik bagi dirinya. Sehingga dalam rangka memenuhi

tuntutan tersebut dibutuhkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian

standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.

Menurut Averill (dalam Gufron dan Rini, 2010) kontrol diri sebagai

variabel psikologis yang mencakup kemampuan individu untuk memodifikasi

perilaku, kemampuan mengelola informasi yang tidak diinginkan, dan

kemampuan untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang

diyakini. Kontrol diri memiliki peranan penting dalam progres pembelian

suatu barang, karena mampu mengarahkan dan mengatur individu atau

konsumen untuk melakukan hal positif termasuk dalam membelanjakan

sesuatu (Antonides dalam Fitriana & Koenjoro, 2009).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri

adalah kemampuan individu dalam menyusun, membimbing, mengatur dan

mengarahkan bentuk perilaku untuk menahan keinginan dan mengendalikan

tingkah lakunya sendiri, mampu mengendalikan emosi serta dorongan-

dorongan dari dalam dirinya yang berhubungan dengan orang lain,

lingkungan, pengalaman dalam bentuk fisik maupun psikologis untuk

26

memperoleh tujuan dimasa depan dan dinilai secara sosial melalui

pertimbangan kognitif sehingga dapat membuat keputusan yang diinginkan

dan diterima oleh masyarakat.

2. Aspek-aspek Kontrol Diri

Menurut Averill (dalam Ghufron dan Rini, 2010) menyebut kontrol

diri dengan sebutan kontrol personal, 5 aspek antara lain:

a. Kemampuan mengontrol perilaku.

Kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung

mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak

menyenangkan.

b. Kemampuan mengontrol stimulus.

Kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus

yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menghentikan

stimulus sebelum waktu berakhir dan membatasi intensitasnya.

c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian.

Kemampuan untuk mengantisipasi keadaan dengan informasi yang

dimiliki melalui berbagai pertimbangan secara objektif.

d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.

Kemampuan individu untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan

atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara

objektif.

27

e. Kemampuan mengambil keputusan.

Kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan

berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

Kemampuan mengkontrol keputusan akan berfungsi baik apabila ada

kesempatan dan kebebasan serta kemungkinan didalam diri individu

untuk memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan.

Menurut Calhoun & Acocella (1990) terdapat tiga aspek mendasar yang

mempengaruhi kontrol diri seseorang yaitu:

a. Membuat pertimbangan terhadap pilihan.

Setiap individu dapat membuat pertimbangan terhadap suatu pilihan.

Individu dihadapkan dalam dua pilihan dimana individu harus

memilih salah satu dari piihannya tersebut yang dianggapnya baik

atau positif. Dan tidak membuat suatu pilihan yang tidak baik atau

negatif.

b. Memilih salah satu dari dua perilaku.

Individu memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan

konflik, yang satu menawarkan ganjaran tapi dalam jangka waktu

yang lama dan yang lain menawarkan kepuasan segera. Pada saat

dihadapakan pada pemilihan satu dari dua perilaku tersebut

melibatkan sikap tidak impulsif. Impulsif yaitu satu keadaan yang

mempengaruhi atau memberikan kecenderungan kepada seseorang

untuk berbuat. Dengan melakukan meditasi menyebabkan seseorang

28

tidak impulsif. Karena dalam meditasi dibutuhkan konsentrasi,

kesabaran, dan ketenangan.

c. Memanipulasi stimulus untuk membuat suatu perilaku menjadi lebih

mungkin dilakukan dan perilaku lain kurang mungkin dilakukan.

Berdasarkan aspek-aspek yang telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan

bahwa aspek dalam kontrol diri diantaranya adalah kontrol perilaku yang

merupakan respon yang langsung mempengaruhi keadaan yang tidak

menyenangkan, kontrol kognitif yang merupakan memampuan untuk mengolah

informasi, dan kontrol keputusan yang merupakan kemampuan seseorang untuk

memilih hasil berdasarkan sesuatu yang diyakini. Peneliti lebih memilih aspek-

aspek yang dikemukakan oleh Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat

beberapa jenis kemampuan mengontrol diri yang meliputi 5 aspek, yaitu

kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan

mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan menafsirkan peristiwa

atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan. Dimana aspek-aspek tersebut

akan dijadikan sebagai penyusunan skala penelitian. Komponen ini digunakan

karena aspek-aspek yang dikemukan oleh Averill lebih jelas dan rinci dalam

menjabarkan tentang kontrol diri sesuai dengan penelitian yang akan diukur oleh

peneliti, dan sehingga harapannya penelitian yang dilakukan dapat menghasilkan

data yang akurat.

29

C. Hubungan Kontrol Diri Dengan perilaku Pembelian Impulsif Produk

Fashion Secara Online pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Yogyakarta

Kegiatan belanja sebagai salah satu bentuk konsumsi, saat ini telah

mengalami pergesaran fungsi. Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga

belanja tidak hanya untuk membeli kebutuhan pokok yang diperlukan, namun

belanja dapat pula menunjukkan status sosial seseorang, karena belanja berarti

memiliki materi (Anin dkk, 2006). Selain itu semakin maraknya online shop yang

menyediakan segala barang yang dibutuhkan dan tidak mengeluarkan banyak

waktu dari konsumen untuk pergi ke pusat perbelanjaan, sehingga konsumen

dapat dengan mudah mengakses internet dan mudah mencari barang yang

diinginkan, serta rentan melakukan pembelian yang belebihan (Agustina, 2012).

Konsumen terkadang melakukan pembelian yang lebih didasari faktor emosional.

Pembelian secara emosional biasanya dilakukan secara spontan dan tanpa

perencanaan. Perilaku membeli yang dilakukan secara spontan dan tanpa

perencanaan disebut perilaku membeli impulsif (Toffler & Imber, 2002).

Menurut Rodin (dalam Utami & Sumaryono, 2008) kecenderungan untuk

melakukan pembelian impulsif sebenarnya bisa dikurangi, apabila mahasiswa

memiliki sistem pengendalian yang berasal dalam dirinya, salah satunya dengan

cara membuat daftar barang yang ingin dibeli terlebih dahulu sehingga hal

tersebut dapat mengurangi pembelian impulsif. Pembelian impulsif ini mungkin

salah satu manifestasi dari sifat kepribadian yang mewakili kurangnya kontrol diri

30

(Youn & Faber, 2000). Salah satu faktor perilaku impulsif menurut Thai (dalam

Shofwan, 2010) yaitu kepribadian individu, dalam penelitian ini yaitu kontrol diri,

karena kontrol diri merupakan salah satu faktor internal yang cukup besar

mempengaruhi inividu dalam pembelian impulsif (Nuraini, 2016). Antonides

(Fitriana dan Koenjoro, 2009) kontrol diri memiliki peranan yang penting dalam

proses membeli suatu barang, karena kontrol diri mampu mengarahkan dan

mengatur individu untuk melakukan hal yang positif termasuk dalam

membelanjakan sesuatu.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

Pembelian impulsif tentu ada penyebabnya. Ada banyak faktor ekstrinsik (faktor

yang datang dari luar) seperti perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi

pada mahasiswa mempengaruhi kedewasaan sebagai konsumen. Namun yang

lebih berperan lagi yaitu faktor kepribadian individu mahasiswa itu sendiri, salah

satunya yaitu kontrol diri. Adanya kontrol diri menjadikan individu dapat

memandu, mengarahkan dan mengatur perilakunya dengan kuat yang pada

akhirnya menuju pada konsekuensi positif (Lazarus, 1991). Proses kerjanya

adalah kontrol diri menolak respon yang terbentuk dan menggantinya dengan

yang lain. Respon penggantinya terdiri dari penggunaan pemikiran, pengubahan

emosi, pengaturan dorongan, dan pengubahan tingkah laku (Baumeister, 2002).

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaplin (dalam Dira Sarah, 2014)

bahwa kontrol diri merupakan kemampuan untuk membimbing tingkah laku

sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah

laku impulsif. Averiil (dalam Ghufron dan Rini, 2010) terdapat beberapa aspek

31

kontrol diri, yaitu kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol

stimulus, kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian, kemampuan

menafsirkan peristiwa atau kejadian, kemampuan mengambil keputusan.

Kontrol perilaku adalah aspek pertama dalam kontrol diri. Konsumen

dengan kemampuan mengontrol perilaku akan mampu mengarahkan perilaku

pembeliannya kepada barang atau produk-produk yang penting dan

dibutuhkannya, dapat mengatur emosinya, dan menjauh dari toko atau produk

yang dapat membuatnya hilang kendali. Seperti yang diungkapkan Aroma dan

Suminar (2012) jika individu memiliki kontrol diri yang tinggi maka akan mampu

menahan kebutuhan kesenangan sesaat dan mampu berfikir logis bahwa

perbuatannya akan menimbulkan resiko bagi dirinya. Maka dengan melakukan

hal-hal tersebut konsumen dapat terhindar dari spontanitas atau pembelian yang

tidak diharapkan. Salah satunya adalah pembelian impulsif, jika kontrol perilaku

seseorang baik maka seseorang tersebut tidak akan melakukan perilaku pembelian

impulsif. Proses pengontrolan diri ini menjelaskan bagaimana diri mengatur dan

mengendalikan malasah dalam menjalani kehidupan sesuai dengan kemampuan

individu dalam mengendalikan perilaku. Jika individu mampu mengendalikan

perilakunya dengan baik maka ia dapat menjalani kehidupan dengan baik.

Kontrol perilaku dapat membantu individu dalam memodifikasi keadaan

yang dikarenakan stimulus yang tidak dikehendaki. Konsumen dengan

kemampuan mengontrol stimulus, ketika belanja tidak akan tergiur dengan diskon

terutama pada barang atau produk yang tidak dibutuhkan, ketika ada dorongan

mendesak untuk membeli barang diluar perencanaan maka dapat mengalihkan

32

dorongan tersebut dengan memikirkan hal-hal yang dapat dilakukan nanti jika

uangnya ditabung. Hal ini sejalan dengan Diba (2014) yaitu konsumen dengan

kontrol diri tinggi akan mengacuhkan potongan harga dan contoh gratis yang

ditawarkan, tidak mudah terpengaruh pada omongan orang lain yang

menyuruhnya untuk melakukan pembelian.

Konsumen dengan kemampuan mengantisipasi peristiwa atau kejadian,

ketika berbelanja akan merencanakan atau membuat daftar barang-barang yang

akan dibeli agar tidak melebihi budget, tidak lagi menggunakan kartu kredit untuk

transaksi berbelanja, serta akan menghitung pendapatan dan pengeluaran agar

dikemudian hari tidak mengalami kesulitan keuangan. Seperti yang diungkapkan

Kusumadewi, Hardjajani, dan Priyatama (2012) individu dengan kontrol diri

tinggi akan dapat lebih mengendalikan diri jika dihadapi dengan situasi yang tidak

sesuai dengan harapannya, sehingga perilaku dan emosi negatif pun dapat

dikendalikan atau dihindari.

Konsumen dengan kemampuan menafsirkan peristiwa atau pengalaman,

ketika belanja akan mengacu pada pengalaman sebelumnya, mengevaluasi produk

yang akan dibeli, melihat produk yang menarik namun tidak terlalu dibutuhkan

maka akan melakukan pertimbangan-pertimbangan dahulu sebelum membeli,

seperti memikirkan apakah masih ada produk lain yang lebih penting untuk dibeli

terlebih dahulu, menyesuaikan dengan kondisi keuangan, mencari lebih banyak

informasi mengenai produk tersebut. Diba (2014) menyatakan individu terlebih

dahulu berpikir dan menilai tentang kegunaan dari barang yang ingin dibelinya,

serta menilai dan memikirkan kondisi keuangan sebelum melakukan pembelian.

33

Selanjutnya aspek dari kontrol diri adalah kontrol keputusan yang

merupakan kemampuan memilih berdasarkan sesuatu yang disetujui. Bandura

(1991) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang harus membuat

keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi

kesulitan-kesulitan. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan

pengambilan keputusan dalam membeli (Anwar, 2002). Konsumen dengan

kemampuan mengambil keputusan melakukan pertimbangan-pertimbangan

terlebih dahulu sebelum membeli. Sama halnya dengan yang diungkapkan Chita,

David, Pali (2015) bahwa seseorang dengan kontrol diri tinggi sangat

memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang

bervariasi. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang

dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

Sesuatu yang dirasa positif akan menjadikan keputusan untuk membeli.

Berdasarkan hasil penelitian diatas sudah jelas bahwa kontrol diri

berpengaruh terhadap perilaku pembelian Impulsif salah satunya produk fashion.

Dan pengaruhnya sendiri dapat membawa kearah yang menguntungkan atau

merugikan diri sendiri. Hal tersebut juga di perkuat oleh penelitian Laksmitha dan

Jaya Agung (2014) yang berjudul Pengaruh Perbedaan Jenis Kelamin Dan

Kontrol Diri Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Produk Parfum

menunjukan bahwa kontrol diri (self control) berpengaruh signifikan terhadap

pembelian impulsif (impulse buying) produk parfum. berarti bahwa setiap

peningkatan pembelian impulsif (impulse buying) menunjukkan rendahnya

kontrol diri (self control) yang dimiliki konsumen. Hasil ini sejalan dengan

34

penelitian Lin dan Chuang (2005) mengemukakan hasil atas penelitian yang

dilakukan di China, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kecerdasan

emosional dan perilaku pembelian impulsif. Remaja dengan kecerdasan

emosional tinggi lebih, rendah kemungkinannya untuk melakukan pembelian

impulsif dibandingkan dengan remaja yang memiliki kecerdasan emosional

rendah.

Selanjutnya penelitian yang relevan juga telah diteliti oleh Manggi dan

Meita (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Hubungan Antara Kontrol Diri

Dengan Pembelian Impulsif Pakaian Pada Mahasiswi Psikologi Universitas

Negeri Surabaya Yang Melakukan Pembelian Secara Online terjadi hubungan

yang signifikan antara variabel kontrol diri dan pembelian impulsif, serta

menghasilkan arah hubungan yang negatif. Ini berarti makin tinggi kontrol diri

individu, maka makin rendah pula pembelian impulsifnya.

Hal ini memberikan bukti bahwa benar adanya pengaruh kontrol diri

terhadap perilaku pembelian impulsif pada produk fashion pada mahasiswa

terlebih lagi secara online. Dimana sekarang banyak toko online yang menjual

berbagai produk-produk fashion yang memberikan kemudahan tersendiri bagi

konsumen. Maka dari itu sebagai mahasiswa harus memiliki kontrol diri yang

baik. Hal ini untuk menunjang terjadinya perilaku pembelian impulsif yang

positif.

35

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut: terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku pembelian

impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana

Yogyakarta. Semakin kuat kontrol diri maka kecenderungan perilaku pembelian

impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa Universitas Mercu Buana

Yogyakarta semakin rendah. Sebaliknya, semakin lemah kontrol diri maka

perilaku pembelian impulsif produk fashion secara online pada mahasiswa

Universitas Mercu Buana Yogyakarta semakin tinggi.