69
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pendidikan Jasmani a. Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem pendidikan nasional. Menurut Andun Sudijandoko (2010: 03), bahwa pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perseorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta keperibadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila. Menurut Soni Nopembri (2005: 33), menyatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian intergal dari proses pendidikan umum, yang bertujuan untuk mengembangkan jasmani, mental, emaosi, dan sosial anak menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai sebagai wahananya. Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah termasuk sekolah dasar, karena pendidikan jasmani masuk dalam kurikulum pendidikan. Pendidkan jasmani adalah proses pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada siswa berupa aktivitas jasmani, bermain dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, keterampilan motorik, keterampilan berfikir, emosional, sosial dan moral. Pendapat senada dikemukakan oleh Helmy Firmansyah (2009), bahwa pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

  • Upload
    vudat

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pendidikan Jasmani

a. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang

memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan

untuk mengembangkan dan meningkatkan individu secara organik,

neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional, dalam kerangka sistem

pendidikan nasional. Menurut Andun Sudijandoko (2010: 03), bahwa

pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai

perseorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan

sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan

jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan,

kecerdasan dan perkembangan watak serta keperibadian yang harmonis dalam

rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan Pancasila.

Menurut Soni Nopembri (2005: 33), menyatakan bahwa pendidikan

jasmani merupakan bagian intergal dari proses pendidikan umum, yang

bertujuan untuk mengembangkan jasmani, mental, emaosi, dan sosial anak

menjadi baik, dengan aktivitas jasmanai sebagai wahananya.

Pendidikan jasmani merupakan salah satu mata pelajaran wajib di

sekolah termasuk sekolah dasar, karena pendidikan jasmani masuk dalam

kurikulum pendidikan. Pendidkan jasmani adalah proses pendidikan melalui

penyediaan pengalaman belajar kepada siswa berupa aktivitas jasmani,

bermain dan berolahraga yang direncanakan secara sistematis guna

merangsang pertumbuhan dan perkembangan fisik, keterampilan motorik,

keterampilan berfikir, emosional, sosial dan moral.

Pendapat senada dikemukakan oleh Helmy Firmansyah (2009), bahwa

pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara

peserta didik dengan lingkungan yang dikelola melalui aktivitas jasmani secara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

10

sistematik menuju pembentukan manusia seutuhnya. Masih menurut Helmy

Firmansyah (2009: 06), secara esensial pendidikan jasmani adalah suatu proses

belajar untuk bergerak (learning to move) dan belajar melalui gerak (learning

through movement). Program pendidikan jasmani berusaha membantu peserta

didik untuk menggunakan tubuhnya lebih efisien dalam melakukan berbagai

keterampilangerak dasar dan keterampilan kompleks yang diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari. Guru pendidikan jasmani semestinya memberikan

pengalaman berhasil bagisetiap anak, karena pengalaman berhasil dapat

merupakan sumber motivasi.

Pada hakekatnya pendidikan jasmani adalah proses pendidikan yang

memanfaatkan aktivitas fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani

memberlakukan anak sebagai sebuah satu kesatuan utuh, makhluk total dari

pada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan

mentalnya. Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan

dari berbagai dukungan ilmu, dimana dari pandangan-pandangan setiap disiplin

ilmu tersebut dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program

penjas di sekolah.

Program pendidikan jasmani yang baik tentu harus dilandasi oleh

pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak, dan yang paling

penting adalah sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program pendidikan

jasmani terhadap perkembangan mental dan psikologi anak. Pendidikan

jasmani adalah disiplin yang berorentasi pada tubuh, disamping berorientasi

pada disiplin mental dan sosial. Dalam hal ini guru pendidikan jasmani harus

punya penguasaan yang kokoh terhadap fungsi physical dari tubuh untuk

memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan

jasmani. Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahkluk yang

aktif. Meskipun perubahan zaman dan peradaban telah menyebabkan

penurunan dalam jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

tugas-tugas dasar yang berkaitan dengan kehidupan. Sebenarnya tubuh

manusia tidak berubah, karenanya manusia harus tetap menyadari bahwa dalam

hal kesehatan tubuhnya dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

11

aktifitas fisik yang keras dalam hidupnya. Dalam hal inilah pendidikan jasmani

yang baik di sekolah dan masa- masa berikut dalam hidupnya dipandang amat

penting dalam menjaga kemampuan biologis manusia.

Pendidikan jasmani adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk

proses sosialisasi. Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas pendidikan

jasmani mempunyai potensi untuk menuntaskan tujuan-tujuan tersebut.

Seperangkat kualitas dari perkembangan dan dipengaruhi dalam penjas

diantaranya adalah kepemimpinan, karakter, moral, dan daya juang.

Menurut uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan

Jasmani merupakan media untuk mendorong perkembangan keterampilan

motorik kemampuan fisik, pengetahuan, penalaran, penghayatan nilai (sikap,

mental, emosional, spiritual, sosial) dan pembiasaan pola hidup sehat yang

bermuara untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan yang seimbang

dalam rangka sistem pendidikan nasional. Dalam proses pembelajaran

Pendidikan Jasmani guru diharapkan mengajarkan berbagai keterampilan gerak

dasar, teknik dan strategi permainan dan olahraga, internalisasi nilainilai

(sportifitas, jujur, kerjasama, dan lain-lain) serta pembiasaan pola hidup sehat.

Pelaksanaannya bukan melalui pengajaran konvensional di dalam kelas yang

bersifat kajian teoritis, namun melibatkan unsur fisik mental, intelektual,

emosi dan sosial. Aktivitas yang diberikan dalam pengajaran harus sentuhan

didaktik-metodik, sehingga aktivitas yang yang dilakukan dapat mencapai

tujuan pengajaran.

b. Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan Pendidikan jasmani merupakan penunjang tercapainya tujuan

pendidikan nasional. Tujuan Pendidikan Jasmani pada Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI tahun 2007 adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya

pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup

sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih.

2) Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang baik.

3) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

12

4) Meletakkan landasar karakter moral yang kuat melalui internalisasi

nilainilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan

kesehatan.

5) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab,

kerjasama, percaya diri dan demokratis.

6) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri,

orang lain dan lingkungan.

7) Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang

bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang

sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap

yang positif.

Sedangkan menurut Samsudin (2008: 3) tujuan pendidikan jasmani

adalah:

1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam

pendidikan jasmani.

2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap

sosial, dan toleransi.

3) Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas pembelajaran

pendidikan jasmani.

4) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab,

kerjasama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani.

5) Mengembangkan ketrampilan gerak dan ketrampilan teknik.

6) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya

pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup

sehat.

7) Mengembangkan ketrampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan

orang lain.

8) Mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi

untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat.

9) Mampu mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat

rekreatif.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

13

Secara umum tujuan pendidikan jasmnai di sekolah dasar adalah

memacu pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional, dan

sosial yang selaras dalam upaya membentuk dan mengembangkan kemampuan

gerak dasar, menanamkan nilai, sikap, dan mebiasakan hidup sehat (Subagyo,

2008: 107). Tujuan Penjas harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Salah satu tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang dalam UUD 1945

adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani.

Sehingga mata pelajaran Penjasorkes adalah salah satu mata pelajaran

mempunyai peran utama untuk membentuk dan meningkatkan kesegaran

jasmani peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Menurut Agus S. Suryobroto (2004: 8) bahwa tujuan pendidikan

jasmani adalah untuk pembentukan anak, yaitu sikap atau nilai, kecerdasan,

fisik, dan keterampilan (psikomotorik), sehingga siswa akan dewasa dan

mandiri, yang nantinya dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pendidikan jasmani menurut Borow yang dikutip oleh Arma

Abdullah dan Agus Manaji (1994: 17) tujuan pendidikan jasmani adalah

perkembangan optimal dari individu dan tubuh yang berkemampuan

menyesuaikan diri secara jasmaniah, sosial, dan mental melalui pembelajaran

yang terpimpin dan partisipasi dalam olahraga yang dipilih.

Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana telah dirumuskan dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara

singkatnya, undang-undang tersebut berharap pendidikan dapat membuat

peserta didik menjadi kompeten dalam bidangnya. Dimana kompetensi

tersebut, sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang telah disampaikan

diatas, harus mencakup kompetensi dalam ranah sikap, pengetahuan, dan

keterampilan sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 35 undang-

undang tersebut.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

14

Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah pula ditetapkan

visi pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas

dan kompetitif. Cerdas yang dimaksud disini adalah cerdas komprehensif, yaitu

cerdas spiritual dan cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas

intelektual dalam ranah pengetahuan, serta cerdas kinestetis dalam ranah

keterampilan. Hal itu tentunya bisa terwujud apabila sarana dan prasarana

pembelajaran yang dibutuhkan terpenuhi, salah satu satu yang akan menjadi

pertimbangan adalah ketersediaan buku-buku materi pelajaran. Dengan

demikian, Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan

insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga

negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu

berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan

peradaban dunia. Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk dapat

membawa insan Indonesia memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif,

kreatif, dan afektif

Adapun pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun

2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional khususnya pasal 25 tentang

Pembinaan dan Pengembangan Olahraga Pendidikan menyebutkan :

1) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan dan

diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistematis dan berkesinambungan

dengan system pendidikan nasional.

2) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan melalui

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru/dosen olahraga yang

berkualifikasi dan memiliki sertifikat kompetensi serta didukung

prasarana dan sarana olahraga yang memadai.

3) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan pada semua jenjang

pendidikan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk melakukan

kegiatan olahraga sesuai dengan bakat dan minat.

4) Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dilaksanakan dengan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

15

memperhatikan potensi, minat, dan bakat peserta didik secara

menyeluruh, baik melalui kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.

5) Pembinaan dan pengembangan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dilakukan secara teratur, bertahap, dan berkesinambungan dengan

memperhatikan taraf pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

6) Untuk menumbuhkembangkan prestasi olahraga di lembaga pendidikan

dapat dibentuk unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan

dan pelatihan, sekolah olahraga, serta diselenggarakannya kompetisi

olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan.

7) Unit kegiatan olahraga, kelas olahraga, pusat pembinaan dan pelatihan,

atau sekolah olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai pelatih

atau pembimbing olahraga yang memiliki sertifikat kompetensi dari induk

organisasi cabang olahraga yang bersangkutan dan/atau instansi

pemerintah. Pembinaan dan pengembangan olahraga pendidikan dapat

memanfaatkan olahraga rekreasi yang bersifat tradisional sebagai bagian

dari aktivitas pembelajaran.

Berdasarkan tujuan pendidikan jasmani di atas pembelajaran

pendidikan jasmani diarahkan unuk membina pertumbuhan fisik dan

pengembangan diri siswa yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup

sehat dan bugar sepanjang hayat. Tidak hanya untuk siswa yang normal saja,

tetapi siswa berkebutuhan khusus juga berhak memperoleh dari apa yang

dilakukan dalam kegiatan pendidikan jasmani yang mempunyai peranan

penting dalam pembentukan dan pengembangan kemampuan gerak dasar,

menanamkan nilai-nilai, sikap dan membiasakan hidup sehat pada anak

terlebih pada anak berkebutuhan khusus penyandang tunagrahita. Olahraga

juga bisa menjadi alternatif yang sangat baik untuk anak tunagrahita sebagai

cara untuk mengembangkan dirinya.

2. Pendidikan Jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara

keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

16

keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran,

stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan

lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang

direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Hendrayana (2007: 3) mengemukakan pendidikan jasmani adalah proses

pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan atau olahraga yang terpilih untuk

mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani tidak hanya disajikan pada siswa

normal saja, tetapi pendidikan jasmani juga disajikan pada anak-anak luar biasa.

Anak luar biasa (cacat) dalam dunia pendidikan disebut juga Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) yang memiliki ciri-ciri penyimpangan atau kelainan mental, fisik,

emosi, sosial, maupun tingkah laku dan membutuhkan modifikasi dan layanan

khusus untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya agar dapat mengembangkan

sumua potensi dan bakat yang dimilikinya.

Pembelajaran dalam pendidikan adaptif harus disesuaikan dengan kondisi

keterbatasan masing-masing peserta didik. Menurut Hosni (2003) hakekat

pembelajaran adaptif adalah merupakan pembelajaran biasa yang di modifikasi

dan dirancang sedemikian rupa hingga dapat dipelajari, dilaksanakan, dan

memenuhi kebutuhan pendidikan anak luar biasa. Dengan demikian dapat

dikatakan pembelajaran adaptif bagi anak luar biasa tersebut dirancang

diadaptasikan sesuai dengan karakteristik yang di miliki oleh masing-masing

anak. Begitu juga dalam pendidikan jasmani untuk anak berkebutuhan khusus.

Pendidikan jasmani untuk anak berkebutuhan khusus disebut dengan

pendidikan jasmani adaptif yang merupakan pembinaan pendidikan jasmani bagi

anak berkebutuhan khusus. Hendrayana (2007:7) menyatakan bahwa pendidikan

jasmani adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi

jasmani/ fisik, kebugaran gerak, pola maupun keterampilan gerak dasar.

Keterampilan-keterampilan air, menari, permainan olahraga baik individu maupun

beregu yang didesain bagi penyandang cacat.

Pendidikan jasmani adaptif, merupakan pendidikan melalui aktivitas

jasmani yang disesuaikan atau dimodifikasi yang memungkinkan individu dengan

kebutuhan khusus (kurang mampu) dapat berpartisipasi atau memperoleh

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

17

kesempatan beraktivitas dengan aman dan berhasil dengan baik (sesuai dengan

keterbatasannya) serta memperoleh kepuasan. Tujuannya adalah untuk membantu

anak tersebut mengambil manfaat kenikmatan aktivitas rekreasi seperti yang

diperoleh anakanak lain, yang sangat bermanfaat bagi perkembangan jasmani,

emosi, dan sosial yang sehat (Mulyono, 2009: 145-146).

Sama halnya pendidikan yang dilakukan oleh siswa normal, pendidikan

jasmani adaptif disajikan untuk membantu agar siswa memahami mengapa siswa

bergerak dan melakukannya secara aman, efisien dan efektif. Hal ini disebabkan

kerana gerak merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia dan tanpa gerak

manusia tidak akan mampu mempertahankan hidupnya baik dari aspek kesehatan,

pertumbuhan fisik, perkembangan mental sosial dan intelektual. Siswa yang

memiliki kebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan siswa normal pada

umumnya untuk memdapatkan pendidikan yang layak terutama dalam pendidikan

jasmani.

Konteks pembelajaran pendidikan jasmani adaptif adalah anak

berkebutuhan khusus perlu dipahami secara sungguh-sungguh oleh guru

pendidikan jasmani. Hal ini disebabkan dalam proses pembelajaran jasmani sering

ditemukan bahwa siswa tidak mampu melakukan gerakan dan aktivitas lain

dengan baik, atau sering juga informasi dan rangkaian keterampilan gerak yang

diajarkan kepada anak berkebutuhan khusus tidak dapat dicerna dengan baik

akibat kecacatan dari salah satu alat fungsional tubuhnya (Tarigan, 2008: 34).

Anak berkebutuhan khusus memiliki gerak yang sangat terbatas dalam

mengikuti pendidikan jasmani. Faktor yang paling penting dan harus diperhatikan

dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif adalah semua intruksi harus jelas

dan isyarat yang diberikan harus dapat dipahami oleh siswa berkebutuhan khusus.

Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani disini sangat berperan dalam

menentukan apakah seseorang siswa yang berkebutuhan khusus dapat mengikuti

materi pembelajaran jenis olahraga secara bersama-sama dengan temannya yang

normal. Oleh karena itu, guru harus melakukan pengamatan dan evaluasi secara

menyeluruh terhadap kondisi fisik anak tersebut.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

18

a. Tujuan Pendidikan Jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak berkebutuhan khusus juga

bersifat holistic, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan intelektual serta menanamkan sikap

positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun

mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan

memiliki rasa percaya diri dan harga diri (Tarigan, 2000: 10).

Lebih lanjut Abdoellah, Arma (1996) menyatakan tujuan pendidikan

jasmani bagi anak berkebutuhan khusus sebagai berikut:

1) Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki.

2) Untuk membantu siswa melindungi diri sendiri dan kondisi apapun yang

akan memperburuk keadaannya melalui aktivitas jasmani tertentu.

3) Untuk memberikan kepada siswa kesempatan untuk mempelajari dan

berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani

waktu luang yang bersifat rekreatif.

4) Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan

mentalnya.

5) Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan

apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.

6) Untuk menolong siswa memahami dan menghargai berbagai macam

olahraga yang dapat dinikmatinya sebagai penonton.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah membantu mereka yang

berkelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental,

emosional, dan sosial yang sesuai dengan potensinya melalui program aktivitas

jasmani yang dirancang khusus dengan hati-hati sehingga diharapkan dapat

memberikan kebahagiaan bagi mereka dalam menjalani kehidupan.

b. Peran dan Fungsi Pendidikan Jasmani bagi Anak Berkebutuhan

Khusus

Anak berkebutuhan khusus memiliki gerak yang sangat terbatas

tergantung dari kecacatannya. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani sangat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

19

berperan dalam membelajarakan siswa berkebutuhan khusus dengan baik dan

benar. Seorang guru pendidikan jasmani berperan untuk merancang

pembelajaran dengan benar sesuai dengan kecacatan siswa yang dihadapi. Hal

ini seperti dikemukakan Tarigan (2000: 11) bahwa guru pendidikan jasmani

sering menghadapi anak-anak yang memiliki kemampuan terbatas karena

kondisi fisik, mental dan sosialnya terganggu, namun harus turut serta dalam

pendidikan jasmani. Anak-anak seperti ini digolongkan sebagai orang yang

lemah atau cacat, sehingga proses pembelajaran harus dirancang dengan baik

agar mereka dapat terlibat secara aktif dan mencapai hasil optimal.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, guru pendidikan jasmani

mempunyai peran penting dalam membelajarkan anak-anak cacat. Seorang

guru pendidikan jasmani harus merancang bentuk pembelajaran yang sesuai

dengan kecacatan siswa, sehingga siswa yang cacat dapat terlibat aktif dalam

kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani.

Agar dapat memberikan pelayanan secara optimal kepada siswa

berkebutuhan khusus, guru pendidikan jasmani seyogyanya memiliki

kemampuan dan keterampilan khusus dalam mengelola pembelajaran

pendidikan jasmani untuk siswa berkebutuhan khusus. Kemampuan tersebut

dapat diperoleh melalui praktek langsung dan melalui pelatihan-pelatihan yang

dilakukan oleh lembaga terkait. Misalnya para guru pendidikan jasmani yang

telah berpengalaman dilatih khusus sehingga memilki kemampuan dan

keterampilan dalam bidang pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan

khusus. Di samping itu dapat pula dilakukan melalui pengadaan program mata

kuliah pendidikan jasmani bagi anak berkebutuhan khusus di lembaga

pendidikan olahraga. Melalui perkuliahan tersebut teori-teori yang diperoleh di

kelas dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran.

c. Program Pendidikan Jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tidaklah sama

dengan anak lainnya, karena setiap anak memiliki karakteristik dan kebutuhan

yang berbeda-beda. Sehingga dibutuhkan program pembelajaran yang lebih

khusus disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Walaupun saat

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

20

pelaksanaan pembelajaran bersama-sama dengan anak lain, tetapi program

yang harus diterapkan berbeda dengan program pembelajaran bagi anak

lainnya. Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal maka

diperlukan pengembangan maupun modifikasi pembelajaran dalam upaya

memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap anak.

Tarigan (2000: 49) mengungkapkan bahwa ada beberapa tehnik

modifikasi yang dapat dilakukan pada saat pembelajaran jasmani bagi anak

berkebutuhan khusus, yakni modifikasi pembelajaran dan modifikasi

lingkungan belajar.

1) Modifikasi Pembelajaran

Tarigan (2000: 49) mengungkapkan bahwa untuk memenuhi

kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran pendidikan

jasmani maka para guru seyogyanya melakukan modifikasi atau

penyesuaian-penyesuaian dalam pelaksanaan pembelajaran yang

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Jenis modifikasi dalam

pembelajaran ini berveriasi dan bermacam-macam disesuaikan dengan

kebutuhan dan keterbatasan siswa berkebutuhan khusus, tetapi tetap

memiliki tujuan untuk memaksimalkan proses pembelajaran. Ada beberapa

hal menurut Tarigan (2000: 50) yang dapat dimodifikasi untuk

meningkatkan pembelajaran diantaranya:

a) Penggunaan Bahasa

Bahasa merupakan dasar dalam melakukan komunikasi.

Sebelum pembelajaran dimulai, para siswa harus faham tentang apa yang

harus dialakukan. Pemahaman berlangsung melalui jalinan komunikasi

yang baik antara guru dengan siswa. Oleh karena itu, mutu komunikasai

antara guru dan siswa perlu ditingkatkan melalui modifikasi bahasa yang

dipergunakan dalam pembelajaran.

Sasaran dari modifikasi bahasa bukan hanya ditujukan bagi

siswa yang mengalami hambatan berbahasa saja, tetapi bagi anak yang

mengalami hambatan dalam memproses informasi, gangguan perilaku,

mental, dan jenis hambatan-hambatan lainnya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

21

Contohnya pada siswa Autis, dia tidak bisa menerima dan

merespon instruksi yang di berikan apabila instruksi yang diberikan

terlalu panjang. Oleh karena itu instuksi yang diberikan kepada siswa

autis harus singkat tetapi jelas, seperti yang diungkapkan oleh Auxter

(2001: 504). Begitupula dengan siswa dengan hambatan mental yang

memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, mereka tidak dapat

memproses sebuah instruksi yang terlalu panjang sehingga instruksi yang

diberikan kepada mereka haruslah singkat dan jelas.

Berbeda dengan contoh di atas penggunaan bahasa bagi siswa

tunanetra dan siswa yang berkesulitan belajar harus lengkap dan jelas,

karena siswa tunanetra memiliki keterbatasan dalam menggambarkan

lingkungan yang ada disekitarnya sehingga mereka membutuhkan

penjelasan yang jelas dan lengkap.

Sementara bagi beberapa siswa berkesulitan belajar, ada

diantara mereka yang memiliki hambatan saat menerima instruksi yang

diberikan, contohnya siswa berkesulitan belajar yang memiliki gangguan

perkembangan motorik saat dia diberikan instruksi untuk menggerakan

tangan kanan tetapi tanpa disadari dan disengaja tangan kiri yang dia

gerakan. Seperti yang diungkapkan oleh Learner dalam Abdurrahman

(2003:146) bahwa siswa berkesulitan belajar memiliki gangguan

perkembangan motorik antara lain kekurangan pemahaman dalam

hubungan keruangan dan arah serta bingung lateralitas (confused

laterality). Oleh karena itu dia memerlukan instruksi yang jelas bahkan

kalau bisa guru juga ikut memperagakan gerakan yang diinstruksikan

agar siswa tidak mengalami kesalahan dalam melakukan gerakan dan

instruksi yang diberikan harus berurutan dari tahapan awal sampai akhir

karena apabila ada gerakan yang runtutannya hilang kemungkinan besar

dia akan bingung saat melakukan gerakan selanjutnya.

Sedangkan bagi siswa yang memiliki hambatan pendengaran

guru harus menggunakan dua metode komunikasi yakni komunikasi

verbal dan Isyarat yang sering disebut dengan komunikasi total.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

22

Komunikasi total ini dapat lebih memahami instruksi yang diberikan oleh

guru, pada saat siswa tidak memahami bahasa isyarat dia bisa membaca

gerak bibir dan juga sebaliknya.

b) Membuat urutan tugas

Dalam melakukan tugas gerak yang diberikan oleh guru

terkadang siswa melakukan kesalahan dalam melakukannya, hal ini

diasumsikan bahwa para siswa memiliki kemampuan memahami dan

membuat urutan gerakan-gerakan secara baik, yang merupakan prasyarat

dalam melaksanakan tugas gerak.

Seorang guru menyuruh siswa “berjalan ke pintu” yang sedang

dalam keadaan duduk. Untuk melaksanakan tugas gerak yang

diperintahkan oleh guru tersebut, diperlukan langkah-langkah persiapan

sebelum anak benar-benar melangkahkan kakinya menuju pintu.

Jika seorang siswa mengalami kesulitan dalam membuat

urutan-urutan peristiwa yang dialami, maka pelaksanaan tugas yang

diperintahkan guru tersebut akan menjadi tantangan berat yang sangat

berarti bagi dirinya. Oleh karena itu guru harus tanggap dan memberikan

bantuan sepenuhnya baik secara verbal maupun manual pada setiap

langkah secara beraturan.

c) Ketersediaan Waktu Belajar

Dalam menghadapi siswa berkebutuhan khusus perlu disediakan

waktu yang cukup, baik lamanya belajar maupun pemberian untuk

memproses informasi. Sebab dalam kenyataan ada siswa berkebutuhan

khusus yang mampu menguasai pelajaran dalam waktu yang sesuai

dengan siswa-siswa lain pada umumnya.

Namun pada sisi lain ada siswa yang membutuhkan waktu lebih

banyak untuk memproses informasi dan mempelajari suatu aktivitas

gerak tertentu. Hal ini berarti dibutuhkan pengulangan secara menyeluruh

dan peninjauan kembali semua aspek yang dipelajari. Demikian juga

halnya dalam praktek atau berlatih, sebaiknya diberikan waktu belajar

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

23

yang berlebih untuk menguasai suatu keterampilan atau melatih

keterampilan yang telah dikuasai

Contohnya bagi siswa yang memiliki hambatan mental dengan

tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, dia tidak dapat memproses

informasi atau perintah yang diberikan dengan cepat, sehingga dia akan

mengalami kesulitan dan sedikit membutuhkan waktu lebih banyak

dalam melakukan kegiatan tersebut. Begitu pula dengan siswa yang

memiliki hambatan motorik, mereka membutuhkan waktu yang lebih saat

melakukan sebuah aktivitas jasmani karena hambatan yang dimilkinya.

Contoh kegiatannya, pada saat kegiatan berlari mengelilingi

lapangan siswa yang lain di berikan alokasi waktu 2 menit untuk dapat

mengelilingi lapangan, tetapi bagi siswa yang memiliki hambatan mental,

motorik dan perilaku mungkin membutuhkan alokasi waktu 4 sampai 5

menit untuk dapat mengelilingi lapangan tersebut.

Jadi waktu yang diberikan kepada siswa yang memiliki

hambatan harus disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan yang

dimiliki oleh siswa tersebut, tetapi bukan erarti harus selalu lebih dari

siswa lainnya karena pada kenyataanya ada siswa yang memiliki

hambatan dapat menguasai pelajaran waktu yang dibutuhkannya sama

dengan siswa lainnya. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Tarigan

(2000: 56) bahwa: dalam menghadapi siswa cacat perlu disediakan waktu

yang cukup, baik lamanya belajar maupun pemberian untuk memproses

informasi. Sebab dalam kenyataannya ada siswa yang cacat mampu

menguasai pelajaran dalam waktu yang sesuai dengan rata-rata anak

normal

d) Modifikasi Peraturan Permainan

Memodifikasi peraturan permainan yang ada merupakan sebuah

keharusan yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani agar program

pendidikan jasmani bagi siswa berkebutuhan khusus dapat berlangsung

dengan baik. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani harus mengetahui

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

24

modifikasi apa saja yang dapat dilakukan dalam setiap cabang olah raga

bagi siswa berkebutuhan khusus.

Berikut ini ada beberapa cabang olahraga yang dimodifikasi

peraturan permainannya bagi siswa berkebutuhan khusus:

(1) Atletik

Bagi beberapa siswa berkebutuhan khusus cabang olahraga

altetik terutama cabang berlari ini tidak memerlukan begitu banyak

penyesuaian, tetapi bagi siswa tunanetra dan siswa tunarungu sangat

membutuhkan penyesuaian. Contoh penyesuaian yang dilakukan bagi

siswa tunanetra saat mengikuti pembelajaran atletik adalah pada saat

berlari siswa tunanetra memegang tali yang terbentang dari garis star

sampai ke garis finish jadi saat berlari siswa tidak tersesat atau

bertabrakan dengan siswa lainnya. Atau cara lain seperti pada saat

berlari siswa tunanetra diikuti oleh teman yang memiliki penglihatan

normal dari belakang dengan saling memegang tali. jadi pada saat

harus berbelok ke kanan temannya menggerakan talinya kesebelah

kanan dan itu menandakan berbelok ke sebelah kanan dan sebaliknya.

Peraturan atletik pada umumnya saat start di lakukan

biasanya wasit membunyikan pistol atau peluit sebagai tanda

dimulainya pertandingan tersebut. Tetapi bagi siswa tunarunggu hal

tersebut tidaklah sesuai dengan keterbatasan mereka, maka diperlukan

sedikit penyesuaian diantaranya dengan mengganti peluit atau pistol

dengan alat yang dapat memberikan dilihat mereka contohnya seperti

bendera. Jadi pada saat pertandingan dimulai wasit mengibaskan

bendera sebagai tandanya.

(2) Basket

Dalam permainan bola basket bagi siswa berkebutuhan

khusus diperlukan beberapa penyesuaian dan perubahan peraturan

seperti: pemain yang mengikuti permainan ini terdiri dari 6 orang

atau lebih, diperbolehkan melangkah dua atau tiga kali setelah

menangkap bola. Bagi siswa tunadaksa yang menggunakan kursi roda

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

25

penyesuaian yang dilakukan dengan cara menurunkan tinggi ring

dalam permainan.

Bagi siswa tunanetra bola yang digunakan harus

mengeluarkan bunyi begitu pula dengan keranjang atau ringnya harus

mengeluarkan bunyi agar dapat dikenali oleh para pemain.

(3) Sepak bola

Permaiana sepakbola bagi kebanyakan siswa berkebutuhan

khusus tidak terlalu banyak memerlukan penyesuaian, hanya ukuran

lapangan yang harus di modifikasi karena siswa berkebutuhan khusus

memiliki tingkat kekuatan atau kemampuan fisik yang lemah sehingga

mudah kecapean. Jadi mereka hanya bermain setengah lapangan

sepak bola besar atau lebih kecil lagi dari itu sesuai dengan

kemampuan mereka.

Tetapi bagi siswa tunanetra ada beberapa penyesuaian yang

dilakukan diantaranya bola dan gawang yang harus mengeluarkan

bunyi agar bisa dikenali oleh mereka. Lapangan yang diperkecil serta

tidak ada aturan bola keluar. Masih banyak lagi permainan atau

cabang olahraga bagi siswa berkebutuhan khusus yang memerlukan

penyesuaian.

2) Modifikasi Lingkungan Belajar

Dalam meningkatkan pembelajaran pendidikan jasmani bagi siswa

yang berkebutuhan khusus maka suasana dan lingkungan belajar perlu

dirubah sehingga kebutuhan-kebutuhan pendidikan siswa dapat terpenuhi

secara baik untuk memperoleh hasil maksimal.

Adapun teknik-teknik memodifikasi lingkungan belajar siswa

menurut Tarigan (2000: 58) sebagai berikut:

a) Modifikasi fasilitas dan peralatan

Memodifikasi fasilitas-fasilitas yang telah ada atau menciptakan

fasilitas baru merupakan keharusan agar program pendidikan jasmani

bagi siswa berkebutuhan khusus dapat berlangsung dengan sebagai mana

mestinya. Semua fasilitas dan peralatan tentunya harus disesuaikan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

26

dengan kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Oleh

karena itu diperlukan sebuah modifikasi dan penyesuaian pada fasilitas

dan peralatan yang akan digunakan oleh siswa berkebutuhan khusus. Ada

beberapa modifikasi tersebut meliputi:

(1) Pengecatan, pengapuran atau memperjelas garis-garis pinggir atau

batas lapangan.

(2) Memperlebar lintasan agar dapat dilalui oleh kursi roda.

(3) Mengubah atau menyesuaikan ukuran bola dalam permainan sepak

bola dan voli ball.

(4) Memodifikasi bola menjadi bercahaya dan berbunyi bagi siswa

tunanetra.

b) Pemanfaatan ruang secara maksimal

Pembelajaran pendidikan jasmani identik diselenggarakan di

lapangan yang luas dimana semua siswa dapat berlari-lari kesana kemari,

sampai – sampai terkadang guru akan kesulitan apabila lapangan yang

luas tersebut tidak bisa digunakan dan mungkin akan mengganti program

pembelajaran yang awalnya akan diselenggarakan di lapangan menjadi

pembelajaran materi di dalam kelas. Padahal sebetulnya pembelajaran

pendidikan dapat dilaksanakan dimana saja asalkan tidak membahayakan

pembelajaran tersebut.

Pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilakukan di dalam

maupun di luar ruangan hal tersebut tergantung kreatifitas guru dalam

merancang pembelajaran tersebut dengan baik. Seperti yang disampaikan

oleh Tarigan (2000: 60) bahwa Seorang guru pendidikan jasmani harus

selalu kreatif dan menemukan cara–cara yang tepat untuk memanfaatkan

sarana yang teredia, sehingga menjadi suatu lingkungan belajar yang

layak.

c) Menghindari gangguan dan pemusatan konsentrasi

Segala bentuk gangguan saat pembelajaran pendidikan jasmani

dapat datang dari mana saja baik dari dalam pembelajaran maupun luar

pembelajaran. Gangguan tersebut dapat berupa kebisingan suara yang

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

27

mengganggu konsentrasi, orang lain yang tidak berkepentingan berada di

dalam lapangan, benda-benda yang dapat mengganggu jalannya

pembelajaran, dan lain sebagainya.

Khusus bagi siswa yang mengalami gangguan belajar, hiperaktif

dan tidak bisa berkonsentrasi lama, faktor-faktor tersebut merupakan

gangguan yang sangat berarti, namun bagi siswa siswa lainnya tidak

terlalu mengganggu.

Semua faktor – faktor di atas, perlu dihilangkan atau dihindari

semaksimal mungkin, agar para siswa dapat memusatkan perhatian dan

berkonsentrasi pada tugas-tugas yang diberikan. Tarigan (2001:61)

mengungkapkan bahwa

Konsentrasi dan perhatian siswa dapat dialihkan dengan

berbagai cara antara lain: pemberian instruksi dengan jelas dan lancar,

dan guru harus memiliki antusiasme yang tinggi serta selalu ikut

berpartisipasi aktif dalam pembelajaran

Seperti apa yang diungkapkan oleh Tarigan di atas bahwa konsentrasi

dan perhatian siswa dapat dialihkan dengan beberapa cara diantaranya

pemberian instruksi dengan jelas dan lancar. Instruksi yang diberikan oleh guru

kepada siswa harus jelas tanpa ada singkatan ataupun kata-kata yang dapat

membuat siswa menjadi bingung, dan instruksi yang diberikan harus utuh dan

lancar jangan tersendat-sendat atau terputus-putus karena hal tersebut dapat

menciptakan ruang bagi siswa untuk memalingkan perhatiannya.

Cara yang kedua adalah guru harus memiliki antusiasme yang tinggi

serta selalu ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Pada saat

pembelajaran berlangsung guru harus dapat berperan aktif dalam setiap

kegiatan yang dilakukan bersama-sama dengan siswa. Guru dengan siswa

bersama-sama melakukan kegiatan jasmani dengan menunjukan semangat dan

keceriaan yang dapat menarik perhatian siswa agar mau mengikuti kegiatan

yang dilakuan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

28

3. Tunagrahita

a. Pengertian Tunagrahita

Sekarang ini kita sering mendengar tentang istilah "Anak Berkebutuhan

Khusus". Sebenarnya apakah yang disebut dengan Anak Berkebutuhan Khusus

itu, Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang secara

signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi

kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial

terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan dan potensinya secara maksimal,

meliputi mereka yang tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, mempunyai

gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga

anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan

sebagai anak khusus atau luar biasa, karena memerlukan penanganan yang

khusus.

Menurut Frieda Mangunsong (2009:4) Anak Berkebutuhan Khusus atau

Anak Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal

dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan

neuromaskular, Perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,

maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas sejauh ia memerlukan

modifikasi dari tugas- tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait

lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan potensi atau kapasitasnya secara

maksimal.

Pengertian anak cacat menurut The committee of National Society for

The Study of Education di AS, cacat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan

oleh seseorang yang menyimpang dari gerakan yang normal walaupun telah

dikembangkan secara maksimal. Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari segi

fisik, mental, tingkah laku, emosional, dan sosial (Beltasar Tarigan 2000: 9).

Banyak terminologi yang digunakan untuk menyebut anak tunagrahita.

Dalam Bahasa Indonesia, istilah yang sering digunakan misalnya lemah otak,

lemah ingatan, lemah pikiran, reterdasi mental, terbelakang mental, cacat

ganda, dan tunagrahita. Semua makna dari istilah tersebut sama, yakni

menunjukkan pada seseorang yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata.

9

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

29

Sejak dikeluarkannya PP Republik Indonesia No. 72/1991 tentang Pendidikan

Luar Biasa yang ditetapkan oleh Presiden Soeharto, Indonesia kemudian

menggunakan istilah tunagrahita.

Beberapa ahli memberi batasan pengertian tentang anak tunagrahita.

Ada beberapa ahli yang memberikan pembatasan pengertian tunagrahita

defenisi tersebut di antaranya: menurut Hillaard dan Kirman (Smith, et all,

2002: 43) memberikan penjelasan tentang anak tunagrahita, sebagai berikut:

People who are mentally retarded over time have been referred to as

dumb, stupid immature, defective, subnormal, incompetent, and dull.

Term such as idiot, imbecility, defective, subnormal, incompetent, a

dull, term such as idiot\, imbecile moral, and feebleminded were

commonly used historically to label this population although the word

food revered to those who care mentally ill. And the word idiot was

directed toward individuals who errs severely retarded. These term

were frequently used interchangeably.

Maksudnya adalah diwaktu yang lalu orang-orang menyebut reteredasi

mental dengan istilah dungu (dumb), bodoh (stupid), tidak masak (immature),

cacat (defective) kurang sempurna (deficient), dibawah normal (subnormal),

tidak mampu (incompetent), dan tumpul (dull). Sementara itu Hawkins,

Eklund, James & Foose (2003) mengemukakan:

Mental retardation means substantial limitations in age-appropriate

intellectual and adaptive behavior. It is seldom a time-limited

condition. Although many individuals with mental retardation make

tremendous advancements in adaptive skills (some to the point of

functioning independently and no longer being considered under any

disability category), most are affected throughout their life

span.(http://www.education.com/pdf/characteristics-children-mental-

retardation Diakses 08/09/2016).

Hal tersebut di atas berarti retardasi mental merupakan keterbatasan

substansial dalam hal perilaku intelektual dan perilaku adaptif pada usia

tertentu. Meskipun hal ini jarang terjadi, namun seseorang dengan kondisi

keterbelakangan mental mampu membuat kemajuan yang luar biasa dalam

kemampuan adaptifnya (bahkan ada beberapa titik berfungsi independen dan

hampir dikatakan tidak masuk ke dalam kategori cacat), yang dapat

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

30

berpengaruh di sepanjang hidupnya. Lebih lanjut Edgare Dale (Smith et all,

2002: 47) mengemukakan tentang ciri-ciri anak tunagrahita sebagai berikut:

That a mentally deficient person is: a. sosial incompetent, that is

sosially inadequate and occupational incipient and unable ti manage

his own affairs the adult lacer, b. mentally subnormal, c. white has

beep developmentally arrested, d. retired mortify, mentally deficient

as result of on situational origin through heredity of disease,

fessentially incurable.

Jadi seseorang dianggap cacat mental jika ditandai: (a) tidak

berkemampuan secara sosial dan tidak mampu mengelola dirinya sendiri

sampai tingkat dewasa, (b) mental di bawah normal, (c) terlambat

kecerdasannya sejak lahir, (d) terlambat tingkat kemasakannya, (e) cacat

mental disebabkan pembawaan dari keturunan atau penyakit, dan (f) tidak

dapat disembuhkan. Menurut Mumpuniarti (2007: 5) istilah tunagrahita disebut

hambatan mental (mentally handicap) untuk melihat kecenderugan kebutuhan

khusus pada meraka, hambatan mental termasuk penyandang lamban belajar

maupun tunagrahita, yang dahulu dalam bahasa indonesia disebut istilah

bodoh, tolol, dungu, tuna mental atau keterbelakangan mental, sejak dikelurkan

PP Pendidikan Luar Biasa No. 72 tahun 1991 kemudian digunakan istilah

Tunagrahita.

American Association on Mental Deficiency (AAMD) mendefinisikan

tunagrahita sebagai berikut : “Mental retardation refers to significantly

subaverage general intellectual functioning existing concurrently with deficits

in adaptive behavior and manifested during the developmental period” (dalam

Payne & Patton, 1981). Maksud dari definisi tersebut adalah tunagrahita

mengacu pada keadaan dimana fungsi intelektual umum berada di bawah rata-

rata yang disertai dengan gangguan pada perilaku adaptifnya atau penyesuaian

dirinya dan berlangsung selama periode perkembangan. Selain definisi yang

dikemukakan oleh AAMD terdapat pula definisi yang dikemukakan oleh

Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder (DSM) V yang telah

menggantikan DSM IV yang dahlu masih sering digunakan sebagai acuan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

31

Menurut DSM IV (dalam Payne & Patton, 1981), ketunagrahitaan

merupakan gangguan yang ditandai oleh fungsi intelektual yang berada di

bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau kurang) yang dimulai sebelum usia 18

tahun disertai defisit atau hendaya fungsi adaptif. Kemudian untuk DSM V,

menyebutkan bahwa seorang tunagrahita adalah seseorang yang memiliki

defisit dalam kemampuan mental secara umum, penurunan dalam

keberfungsian adaptif pada usia individu dan latar belakang sosial budayanya,

dan semua gejala harus terjadi selama masa perkembangan. Sebelumnya

tunagrahita dalam DSM IV disebut dengan “Mental Retardation” saat ini

dalam DSM V berganti nama menjadi “Intellectual Disability”. Jadi dapat

dilihat dari uraian tersebut terdapat perbedaan yaitu, adanya perubahan nama

yang sebelumnya mental retardation menjadi intellectual disability,dan untuk

DSM IV yang sebelumnya berdasarkan pada IQ, namun pada DSM V

didasarkan pada perilaku adaptif.

Sarı &Altıparmak, 2008; Karakaya, (2005) dalam International Journal

of Science Culture and Sport menyatakan bahwa “Mental Retardation (MR)

(also called intellectual disabilities or cognitive disabilities) is one of the most

common disability types seen in the society” (Gülşen Filazoğlu-ÇOKLUK, et

all, 2015: 57). Retardasi Mental atau MR juga disebut cacat intelektual atau

cacat kognitif adalah salah satu jenis kecacatan yang paling umum terlihat di

masyarakat.

Branata (dalam Efendi, 2006) menyebutkan bahwa seorang tunagrahita

yang jika dia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga untuk

dapat melakukan tugas perkembangannya memerlukan bantuan orang lain atau

layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Kemudian

Edgar Dale (dalam Kirk, 1970) berpendapat seseorang dikatakan tunagrahita

jika secara sosial tidak cakap, secara mental berada di bawah normal,

kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan kematangannya

terhambat.

Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang

cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

32

hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan

kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada

pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh : (1)

pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2)

pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan ,

pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan

dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam

rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan

bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat

anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR, 2000) mendefinisikan retardasi

mental sebagai disfungsi atau gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat

yang mengakibatkan kecerdasan intelektual (Intellectual Quetion) seseorang

terukur dibawah 70, sehingga berdampak pada kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya seperti ketrampilan berkomunikasi, sosialisasi,

pendidikan/belajar, kesehatan dan pekerjaan (Greydanus & Pratt, 2005).

Banyak terminologi yang digunakan untuk menyebut retardasi mental,

diantaranya adalah defisiensi mental, mental subnormal, lemah pikiran (feeble

mindedness), mental disabilitas atau dalam dunia pendidikan sering disebut

dengan tunagrahita. Semua istilah tersebut merujuk pada seseorang yang

memiliki kecerdasan mental dibawah normal (Greydanus & Pratt, 2005;

Effendi, 2006).

Tunagrahita dalam kategori Indonesia masuk ke dalam kategori

Exceptional People (SLB C) karena tunagrahita cacat secara mental dan

mempunyai hambatan secara fisik. Anak – anak yang mempunyai hambatan

secara fisik sudah semestinya perlu perhatian lebih. Anak-anak tunagrahita

biasanya mengalami kesulitan berkomunikasi, sulit mengerjakan tugas- tugas

akademik yang di karenakan perkembangan otak dan fungsi sarafnya tidak

sempurna. Menurut Wibowo (2010), yang dimaksud dengan tunagrahita adalah

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

33

keterbatasan substansial dalam memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai

dengan terbatasnya kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak di bawah rata-

rata (IQ 70 atau kurang) dan ditandai dengan terbatasnya kemampuan tingkah

laku adaptif minimal di 2 area atau lebih.

Tingkah laku adaptif yang dimaksud pada anak tunagrahita adalah

berupa kemampuan komunikasi, merawat diri, menyesuaikan dalam kehidupan

rumah, keterampilan sosial, pemanfaatan sarana umum, mengarahkan diri

sendiri, area kesehatan dan keamanan, fungsi akademik, pengisian waktu

luang, dan kerja. Disebut tunagrahita bila manifestasinya terjadi pada usia di

bawah 18 tahun. Secara umum anak tunagrahita memperlihatkan ciri- ciri

seperti: a) dalam segi kecerdasan: kapasitas belajarnya terbatas terutama pada

hal-hal abstrak, mereka lebih banyak belajar bukan dengan pengertian; b)

sosial: dalam pergaulan mereka tidak dapat bergaul atau bermain dengan teman

sebayanya, mengalami kesulitan dalam merawat diri, mengurus diri, menolong

diri, berkomunikasi, dan beradaptasi dengan lingkungannya; c) fungsi mental

lain: sulit memusatkan perhatian, mudah lupa, menghindari diri dari perbuatan

berpikir; d) dorongan dan emosi: mereka jarang memiliki perasaan bangga,

tanggung jawab, penghayatan, bagi yang berat hampir-hampir tidak mampu

untuk menghindari bahaya, dan mempertahankan diri; dan e) organisme; bagi

tunagrahita ringan hampir tidak terlihat perbedaannya dengan anak normal,

namun keberfungsian fisik kurang dari anak normal (Astati, 2010).

Anak tunagrahita terutama yang berada di sekolah atau pada usia

sekolah juga seharusnya mendapatkan pembelajaran yang sesuai untuk dapat

mencapai tugas perkembangan tersebut. Anak dengan retardasi mental atau

tunagrahita memiliki keterbatasan dalam kecerdasan intelektual yang berada

dibawah rata-rata sehingga berdampak dalam penguasaan ketrampilan

melakukan perkembangan diri secara mandiri, sehingga menyebabkan mereka

mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami isolasi sosial di masyarakat

karena kebersihan diri yang kurang dan ketergantungan yang besar pada

keluarga. Pada akhirnya, hal ini dapat menyebabkan terbatasnya kesempatan

yang sama dalam memperoleh pekerjaan kelak ketika mereka mencapai usia

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

34

dewasa. Keterbatasan kecerdasan intelektual tersebut bahkan sering diiringi

dengan kelemahan fisik pada anak dengan tunagrahita. Namun, disisi lain

anak-anak tunagrahita memiliki keinginan di dalam dirinya untuk mempunyai

kemampuan yang sama dengan anak normal dan dengan latihan dan bimbingan

yang konsisten akan dapat meningkatkan kemampuan perkembangan diri pada

anak tunagrahita. Hal ini membutuhkan dukungan dan bimbingan dari berbagai

pihak seperti keluarga, guru sekolah dan tenaga kesehatan untuk dapat

mengembangkan kemampuan anak tunagrahita dalam melakukan

perkembangan diri.

Annual Report to Congress menyebutkan bahwa 1,92% anak usia sekolah

penyandang tunagrahita yaitu dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan

40% atau 3:2. Tunagrahita merupakan masalah dunia dengan implikasi yang

besar terutama pada negara-negara berkembang. Menurut PBB, hingga tahun

2000 diperkirakan sekitar 500 juta orang di dunia mengalami kecacatan dan

80% dijumpai di negara-negara berkembang. Prevasi Amerika serikat, setiap

tahun sekitar 3000-5000 anak penyandang tuna grahita dilahirkan. Berdasarkan

data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial

Departemen Sosial RI Tahun 2014 jumlah penduduk di Indonesia yang

menyandang kelainan adalah 532.130 orang.

Gambar. 2. 1. Pembagian Jumlah Klaster PKSA di Indonesia Tahun 2016

Sumber:

(https://drive.google.com/file/d/0BxdLSgFbLbb0cnlKOW8tWGRVdlE/view.

Diakses 08/09/2016)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

35

Selain itu, di provinsi Jawa Tengah sendiri jumlah penyandang kelainan

yang masuk dalam sekolah luar biasa (SLB) sekitar 15.324 siswa yang terbagi

ke dalam beberapa jenis ketunaan. Berikut ini grafik jumlah siswa SLB

menurut jenis ketunaan yang berada di provinsi Jawa Tengah.

Grafik. 2. 1. Jumlah Siswa SLB Menurut Jenis Ketunaan Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2016

Sumber: (http://www.bpdiksus.org/v2/index.php?page=siswa. Diakses

08/09/2016)

Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam melakukan

perawatan diri dan dalam hidup bermasyarakat. Anak tunagrahita cenderung

berteman dengan anak yang lebih muda usianya, memiliki ketergantungan

terhadap orang tua yang sangat besar, dan tidak mampu memikul tanggung

jawab sosial dengan bijaksana, sehingga memerlukan bimbingan dan bantuan.

Mereka juga cenderung mudah dipengaruhi dan melakukan sesuatu tanpa

memikirkan akibat dari perbuatan tersebut. Anak tunagrahita memerlukan

waktu yang lebih lama dalam bereaksi pada situasi baru dikenalnya. Namun,

mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengerjakan hal-hal yang rutin

dan secara konsisten. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi suatu kegiatan

atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita juga memiliki

keterbatasan dalam penguasaan bahasa, namun bukan kerusakan artikulasi. Hal

ini disebabkan oleh kurang berfungsinya pusat pengolahan pengindraan kata

pada anak tunagrahita. Mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

36

didengarnya. Latihan sederhana seperti mengejakan kata atau konsep-konsep

memerlukan pendekatan yang lebih intensif dan konkret dengan menggunakan

kata-kata yang lebih sederhana dan mudah dipahami.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

penyandang tunagrahita adalah individu yang memiliki kemampuan

kecerdasan yang berada dibawah rata-rata, memiliki hambatan dalam perilaku,

terhambat dalam belajar dan penyesuaian sosialnya, serta memerlukan

pendidikan yang khusus. Selain itu juga seorang penyandang tunagrahita baik

dalam hidup kesehariannya juga dalam melakukan tugas perkembangannya

membutuhkan bantuan dari orang lain.

b. Kriteria dan Klasifikasi Tunagrahita

Kriteria tunagrahita berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut :

1) Defisit dalam fungsi intelektual, seperti penalaran, pemecahan masalah,

pemikiran abstrak, penilaian, pembelajaran akademik, belajar dari

pengalaman.

2) Defisit dalam fungsi adaptif yang mengakibatkan kegagalan untuk

memenuhi standar perkembangan dan sosial budaya pada kebebasan

pribadi dan tanggung jawab sosial. Adanya defisit dalam fungsi adaptif

akan membatasi satu atau lebih kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti

komunikasi, partisipasi sosial, dan hidup mandiri di beberapa lingkungan,

seperti rumah, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat.

3) Onset defisit intelektual dan fungsi adaptif terjadi selama periode

perkembangan.

Noelen dan Hoeksema (2001) mengklasifikasikan tunagrahita sebagai

berikut :

1) Mild (Ringan)

Memiliki IQ antara 50-70. Dapat makan dan berpakaian sendiri dengan

sedikit bantuan, mungkin memiliki keterampilan motorik rata-rata dan

dapat belajar untuk berbicara dan menulis istilah-istilah sederhana.

Mereka dapat menjelajah lingkungan sekitar mereka sendiri dengan baik,

namun tetap memerlukan bantuan untuk menjelajah di luar lingkungan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

37

mereka. Pada umumnya fisik dari penyandang tunagrahita ringan tampak

seperti individu normal pada umumnya sehingga agak sukar

membedakan antara individu normal dengan penyandang tunagrahita jika

dilihat dari fisiknya. Dapat dididik dalam bidang akademis, sosial, dan

pekerjaan meskipun secara sederhana (Efendi, 2006).

2) Moderate (Sedang)

Memiliki IQ antara 35 sampai 50. Biasanya memiliki keterlambatan

dalam perkembangan bahasa, seperti hanya menggunakan 4 sampai 10

kata pada usia 3 tahun. Mereka mungkin memiliki fisik yang lebih kaku

sehingga memiliki beberapa masalah dalam berpakaian dan makan

sendiri. Di sekolah, kemampuan akademik mereka biasanya tidak sampai

kelas 2, namun dengan pendidikan khusus mereka dapat memperoleh

keterampilan sederhana. Penyandang tunagrahita sedang hanya dapat

dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas sehari-hari, serta

melakukan fungsi sosial menurut kemampuannya (Efendi, 2006). Dalam

kehidupan sehari-hari, penyandang tunagrahita sedang membutuhkan

pengawasan secara terus-menerus.

3) Severe (Berat)

Memiliki IQ antara 20 sampai 35. Kosakata yang dimiliki sangat terbatas

dan berbicara dalam 2 atau 3 kata. Mereka defisit dalam perkembangan

motorik. Mereka membutuhkan perawatan dan bantuan di sepanjang

hidupnya (Patton dalam Efendi, 2006).

4) Profound (Sangat Berat)

Memiliki IQ di bawah 20. Mereka sangat membutuhkan perawatan dan

bantuan di sepanjang hidupnya. Mereka tidak dapat berpakaian sendiri.

Mereka cenderung tidak berinteraksi sosial, meskipun begitu mereka

mungkin memahami perintah sederhana.

Sedangkan klasifikasi tunagrahita berdasarkan DSM V didasarkan pada

fungsi adaptif, dan bukan berdasarkan IQ. Hal tersebut dikarenakan fungsi

adaptif yang menentukan tingkat dukungan yang diperlukan. Pengklasifikasian

tersebut adalah sebagai berikut :

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

38

1) Mild (Ringan)

Pada anak yang belum masuk sekolah, tidak terlihat perbedaan

konseptual yang jelas. Pada usia sekolah dan dewasa terdapat kesulitan

dalam kemampuan keterampilan akademik, seperti membaca, menulis,

aritmatika, waktu atau uang, dan mereka membutuhkan bantuan agar

dapat berfungsi dan diharapkan seperti usianya. Untuk usia dewasa,

berpikir abstrak, fungsi eksekutis (perencanaan, strategi, pemilihan

prioritas, dan kognitif), dan memori jangka pendek, keberfungsiannya

sama seperti keterampilan akademik, yaitu lemah.

Secara sosial jika dibandingkan dengan individu usia sebayanya

perkembangan interaksi sosialnya belum matang. Komunikasi,

percakapan, dan bahasanya belum matang dari yang diharapkan untuk

usianya. Terdapat kesulitan juga dalam mengatur emosi dan tingkah

langku. Mudah untuk ditipu oleh orang karena pemahaman dalam resiko

terbatas.

2) Moderate (Sedang)

Semua tugas perkembangan, keterampilan konseptual individu tertinggal

dari teman-teman seusianya. Pada usia anak sebelum masuk sekolah,

bahasa, keterampilan pra-akademik berkembang lambat. Pada usia

sekolah, progres membaca, menulis, matematika, mengerti waktu, dan

uang berkembang dengan lambat dibandingkan dengan teman-temannya.

Pada usia dewasa, perkembangan keterampilan akademik sama seperti

anak usia sekolah dasar dan membutuhkan bantuan dalam kerja dan

kehidupan pribadi.

Secara sosial individu menunjukkan perbedaan yang nyata dari teman-

temannya dalam perilaku sosial dan komunikatif di seluruh

perkembangannya. Kemampuan penilaian sosial dan pengambilan

keputusan terbatas, dan pengasuh harus membantu dalam pengambilan

keputusan hidup. Dukungan sosial dan komunikatif yang signifikan

diperlukan dalam pengaturan kerja untuk sukses.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

39

3) Severe (Berat)

Pada umumnya individu tersebut hanya dapat mengerti sedikit tentang

menulis, bahasa atau konsep tentang nomor, kuantitas, waktu, dan uang.

Penjaga atau pengasuh memberikan dukungan yang luas untuk

pemecahan masalah.

Secara sosial dalam berkomunikasi, kosakata dan tata bahasanya sangat

terbatas. Cara berbicaranya menggunakan kata-kata tunggal dan dapat

dilengkapi melalui cara penambahan arti. Individu memahami kata-kata

sederhana dan komunikasi gesture. Hubungan dengan anggota keluarga

dan akrab lainnya adalah sumber kesenangan dan bantuan.

4) Profound (Sangat Berat)

Keterampilan konseptual umumnya melibatkan dunia fisik daripada

proses simbolis. Individu dapat menggunakan obyek dalam tujuan untuk

perawatan diri, kerja dan rekreasi.

Secara sosial individu memiliki pemahaman yang sangat terbatas dlam

komunikasi simbolik ataupun gesture. Mereka dapat memahami

beberapa petunjuk sederhana atau gesture. Individu mengekspresikan

keinginan dan emosi sendiri terutama melalui non-verbal, komunikasi

non-simbolik. Individu menikmati hubungan dengan anggota keluarga

yang dikenalnya, pengasuh, dan orang lain yang sering ditemui. Individu

merespon interaksi sosial melalui syarat gesture dan emosional. Adanya

gangguan sensorik dan fisik mengakibatkan berbagai kegiatan sosial

yang terbatas.

Menurut Suparlan (1983) klasifikasi tunagrahita berdasarkan tipe klinis

sebagai berikut :

1) Mongol (Down Syndrome)

Penyandang tunagrahita dalam kelompok ini disebut demikian karena

memiliki raut muka menyerupai orang Mongol. Menurut Kartono (2009),

mereka memiliki ciri-ciri, wajah yang lebar, hidung penyek atau tumpul,

letak mata miring, mulut sering menganga, kulit halus berlemak, dan

otot-otot lemah. Penyebab mongolisme adalah adanya tendens penyakit

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

40

TBC, alkoholisme, penyakit syphilis. Selain itu juga bisa disebabkan

karena ibu yang mengandung sudah terlalu tua. Kebanyakan dari

individu dengan kondisi ini bersifat imbesil, sedikit saja yang idiot.

2) Cretinisme (Kretin, Cebol)

Seorang individu yang masuk dalam kelompok ini memperlihatkan ciri-

ciri, seperti badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan

bengkok, kulit berwarna kuning pucat, terdapat keriput pada dahi dan

sekitar mata, kepala besar, dan kakinya berbentuk pendek dan bengkok.

Penyebab dari munculnya kondisi ini dikarenakan kekurangan hormon

tiroid. Fungsi kejiwaannya sering kali tidak berkembang, termasuk

kategori imbesil atau idiot (Kartono, 2009). Karena adanya gangguan

hormon tiroid atau gangguan-gangguan pada kelenjar gondok maka

pertumbuhan jasmani dan rohani orang tersebut akan terganggu. Selain

itu juga kretinisme juga bisa disebabkan oleh air minum yang kurang

mengandung zat yodium (Suparlan, 1983).

3) Hydrocephalic (Kepala besar berisi air)

Individu ini memiliki ciri-ciri kepala besar, seperti piramid yang terbalik.

Individu dengan hydrocephal ini diantaranya disebabkan karena terjadi

pendarahan pada intracranial (bagian dalam kepala sewaktu lahir). Selain

itu juga dapat disebabkan oleh penyakit meningitis, syphilis dan tumor

otak. Karena sebab itulah sehingga terjadi sebuah kantong kepala yang

besar dengan dinding yang tipis yang berisi cairan hypoplasia. Banyak

yang idiot atau imbesil. Pada kondisi yang berat, badannya biasanya

sangat kurus, tinggal tulang dan kulit saja. Mereka menderita

kelumpuhan total dan hanya tergolek tidur saja. Untuk harapan hidupnya

sangat tipis. Pada kondisi yang ringan, biasanya imbesil, lekas puas, dan

penurut. Sering menderita kelumpuhan separuh terutama kaki, dan

koordinasi gerakannya sangat buruk (Kartono, 2009).

4) Microcephalic (Kepala Kecil)

Individu ini memiliki ukuran kepala yang kecil dan bentuk badannya

sangat kerdil. Kepala bagian depan dan belakang sering ceper dengan

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

41

janggut tertarik ke dalam. Meskipun kepalanya kecil, namun memiliki

tulang yang sangat tebal dan memiliki rambut yang kasar. Pada

umumnya mereka memiliki sifat yang selalu gelisah, selalu bergerak, dan

memiliki kecenderungan untuk meniru. Terdapat tiga tingkatan mental,

yaitu idiot, imbesil, dan debil (Kartono, 2009).

5) Cerebral Palsied (Kelumpuhan pada otak)

Menurut Bax (dalam Soetjiningsih, 1995) palsi serebalis merupakan

kelainan gerakan dan postur yang tidak progesif karena suatu kerusakan

atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan syaraf pusat yang

sedang tumbuh.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan klasifikasi

penyandang tunagrahita sebagai berikut :

1) Mild (Ringan)

Memiliki IQ antara 50-70. Individu dalam golongan ini keterampilan

kademiknya lemah. Perkembangan interaksi sosialnya belum matang jika

dibandingkan dengan usia sebayanya. Mengalami kesulitan dalam

mengatur emosi dan tingkah laku. Mudah untuk ditipu oleh orang lain

karena keterbatasannya dalam mengerti resiko.

2) Moderate (Sedang)

Memiliki IQ antara 35 sampai 50. Individu dalam golongan ini

keterampilan akademiknya berkembang lambat. Terdapat perbedaan

yang nyata dari teman-temannya dalam perilkau sosial dan komunikatif

di seluruh perkembangannya. Penilaian sosial dan pengambilan

keputusan terbatas dan harus dibantu oleh pengasuhnya.

3) Severe (Berat)

Memiliki IQ antara 20-35. Individu dalam golongan ini kemampuan

akademik, komunikasi, dan tata bahasanya sangat terbatas. Memahami

kata-kata sederhana dan komunikasi gesture. Selalu harus mendapatkan

dukungan dari pengasuhnya untuk setiap keadaan yang ada.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

42

4) Profound (Sangat Berat)

Memiliki IQ di bawah 20. Individu dalam golongan ini dalam

berkomunikasi lebih melibatkan dunia fisik. Meskipun memiliki

pemahaman yang sangat terbatas dalam komunikasi simbolik ataupun

gesture, mereka dapat memahami beberapa petunjuk sederhana atau

gesture. Karena adanya gangguan sensorik dan keterbatasan fisik

membuatnya membutuhkan bantuan untuk berbagai kegiatan di

sekitarnya.

Tabel 2.1. Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan

Derajat Keterbelakangannya.

Level IQ

Keterbelakangannya Stanford Binet Skala Weschler

Ringan 68-52 69-55

Sedang 51-36 54-50

Berat 32-90 39-25

Sangat Berat >19 >24

Sumber: Psikologi Anak Luar Biasa (Somantri, 2012)

c. Karakteristik Tunagrahita

Tunagrahita adalah kondisi anak yang mengalami keterbelakangan

fungsi kecerdasan, perilaku adaptif dan hambatan pada masa perkembangan

sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal diperlukan pelayanan

dan pengajaran dengan program khusus.

Somantri (2012), menyatakan bahwa karakteristik umum tunagrahita

meliputi:

1) Keterbatasan Intelegensi

Kapasitas belajar tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti

belajar dan berhitung, menulis dan membaca terbatas. Kemampuan

belajarnya cenderung tanpa pengertian atau membeo.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

43

2) Keterbatasan Sosial

Tunagrahita di samping memiliki keterbatasan intelegensi juga memiliki

kesulitan dalam mengurus diri sendiri. Mereka cenderung berteman

dengan yang lebih muda usianya, ketergantungan kepada orang tua

sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan

bijaksana. Mereka mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu

tanpa memikirkan akibatnya, sehingga mereka harus selalu dibimbing

dan diawasi.

3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya

Tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk mengadakan reaksi

pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi

terbaiknya pada saat melakukan hal-hal yang rutin dan konsisten dari hari

ke hari. Dalam penguasaan bahasa mereka memiliki keterbatasan

dikarenakan pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang

berfungsi. Mereka membutuhkan pendekatan yang kongkrit dalam

penguasaan bahasa. Selain itu anak tunagrahita kurang mampu untuk

membedakan antara yang baik dan buruk, dikarenakan mereka tidak

dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan.

Sedangkan Astati (2011) menjelaskan karakteristik tunagrahita dapat

dilihat dari beberapa sudut, yaitu karakteristik secara umum, karakteristik

secara khusus, dan karakteristik pada masa perkembangan.

1) Karakteristik Umum

Menurut Suhaeri (dalam Astati, 2011) karakteristik tunagrahita

secara umum sebagai berikut :

a) Akademik

Kapasitas belajar sangat terbatas, terlebih lagi mengenai hal-hal yang

abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote

learning) daripada dengan pengertian. Mereka membuat kesalahan

yang sama dari hari ke hari. Cenderung menghindar untuk berpikir.

Mengalami kesukaran memusatkan perhatian, lapangan minatnya

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

44

sedikit, cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, dan rentang

perhatiannya pendek.

b) Sosial-Emosional

Dalam bergaul, harus dibantu dan diawasi terus karena mudah

terperosok dalam hal yang kurang baik. Tidak mampu mengurus diri,

memelihara, dan memimpin diri. Mereka juga cenderung bergaul dan

bermain bersama dengan anak yang lebih muda.

Kehidupan penghayatan tunagrahita terbatas, yaitu mereka tidak

mampu menyatakan rasa bangga atau kagum. Mereka mudah

dipengaruhi sehingga tidak jarang beberapa dari mereka terperosok ke

dalam hal-hal yang tidak baik, seperti mencuri, merusak dan,

pelanggaran seksual. Namun, dibalik dari semua hal tersebut apabila

mereka ditunjang oleh lingkungan yang kondusif, maka mereka dapat

menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik.

c) Fisik atau Kesehatan

Pada umumnya struktur dan fungsi tubuh tunagrahita berbeda dari

individu normal, seperti mereka baru dapat berjalan dan berbicara

pada usia yang lebih tua dari anak normal. Mereka mudah terserang

penyakit karena keterbatasan untuk memelihara diri sendiri, serta

tidak memahami cara hidup sehat.

2) Karakteristik Khusus

Astati (2011) mengemukakan karakteristik khusus tunagrahita

menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai berikut :

a) Karakteristik Tunagrahita Ringan

(1) Masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana.

(2) Pada usia 16 tahun, dapat mempelajari bahan yang tingkat

kesukarannya setara dengan kelas 5 SD dan mencapai kecerdasan

setara anak normal 12 tahun.

(3) Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengan dan

tiga perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia

muda.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

45

(4) Perbendaharaan katanya terbatas tetapi lancar berbicara pada

situasi tertentu.

(5) Dapat bergaul dan melakukan pekerjaan dengan kemampuan semi

skilled.

b) Karakteristik Tunagrahita Sedang

(1) Mereka hampir tidak dapat mempelajari pelajaran akademik namun

dapat dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin.

(2) Dapat berkomunikasi dengan beberapa kata, dapat membaca dan

menulis hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri, seperti

nama sendiri, alamat, nama orang tua.

(3) Kecerdasannya setelah dewasa tidak lebih dari usia 6 tahun.

(4) Dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya, namun sampai

batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan, dan

bantuan orang lain.

(5) Masih mempunyai potensi untuk mengurus diri sendiri dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

c) Karakteristik Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

(1) Sepanjang hidupnya akan selalu bergantung pada orang lain (tidak

dapat memelihara diri sendiri).

(2) Tidak dapat membedakan mana bahaya dan bukan bahaya.

(3) Kesulitan untuk berbicara, jika berbicara hanya mampu

mengucapkan kata-kata sederhana.

(4) Kecerdasan setelah dewasa maksimal setara anak usia 4 tahun.

(5) Harus diberikan kegiatan sederhana yang bermanfaat untuk

menjaga kestabilan fisik dan kesehatannya.

3) Karakteristik Pada Masa Perkembangan

Prasodio (Astati, 2011) menyebutkan beberapa ciri yang dapat

dijadikan sebagai indikator kecurigaan seorang anak berbeda dengan

anak lainnya pada masa perkembangannya adalah sebagai berikut:

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

46

a) Masa Bayi

Saat masih bayi seorang bayi tnagrahita akan memperlihatkan ciri-ciri,

seperti selalu tampak mengantuk, apatis, tidak pernah sadar, jarang

menangis, kalaupun menangis akan terus menerus, terlambat duduk,

bicara, dan berjalan.

b) Masa Kanak-Kanak

(1) Pada Tunagrahita Ringan

Terbagi menjadi dua jenis, yaitu anak tunagrahita ringan yang

lambat dan tunagrahita yang cepat. Pada anak tnagrahita lambat

memperlihatkan ciri yaitu, sukar memulai dan melanjutkan dengan

sesuatu, mengerjakan sesuatu yang sama secara berulang, tampak

penglihatannya kosong, dan suka terlihat melamun.

Pada anak tunagrahita cepat memperlihatkan ciri, seperti mereaksi

sesuatu dengan cepat tapi tidak tepat, tampak aktif dan memberi

kesan pintar, pemustan perjatian sedikit, hiperaktif, bermain-main

dengan tangan sendiri, dan bergerak tanpa berpikir lebih dulu.

(2) Pada Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang lebih mudah untuk dikenal dikarenakan

terlihat ciri-ciri klinis, seperti mongoloid, kepala besar, dan ada

pula kepala kecil.

c) Masa Sekolah

Ciri-ciri yang biasa muncul adalah sebagai berikut :

(1) Adanya kesulitan untuk belajar pada hampir semua mata pelajaran

(membaca, menulis, dan berhitung).

(2) Prestasi yang kurang.

(3) Kebiasaan kerja yang tidak baik.

(4) Perhatian yang mudah teralih.

(5) Kemampuan motorik yang kurang.

(6) Perkembangan bahasa yang tidak bagus.

(7) Kesulitan menyesuaikan diri.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

47

d) Masa Puber

Perubahan fisik pada remaja tunagrahita normal atau sama dengan

remaja lainnya, namun perkembangan berpikir dan kepribadian berada

di bawah usianya. Hal tersebut mengakibatkan mereka mengalami

kesulitan dalam pergaulan dan pengendalian diri. Setelah tamat

sekolah mereka tidak siap untuk bekerja namun tidak mungkin

melanjutkan pendidikannya. Jika di rumah akan mengakibatkan

perasaan frustasi namun jika bekerja, mereka bekerja dengan sangat

lambat.

Berdasarkan uraian di atas secara umum karakteristik tunagrahita

ditinjau berdasarkan dari segi akademik, sosial-emosional, fisik atau

kesehatannya, yaitu mereka memiliki kesulitan untuk berpikir secara abstrak,

sulit dalam memusatkan konsentrasi dan perhatian, cenderung cepat lupa,

kemampuan sosialisasinya terbatas, kurang mampu menilai kejadian disekitar

mereka, struktur dan fungsi tubuh pada umumnya berbeda dari individu

normal, dan membutuhkan bantuan dalam memelihara diri mereka sendiri.

d. Penyebab Gangguan Tunagrahita

Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor dari

dalam maupun faktor dari luar diri anak. Faktor-faktor penyebab tunagrahita

menurut Taft L.T dan Shanko J.P (dalam Soetjiningsih, 1995) adalah sebagai

berikut :

1) Non-organik

a) Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis

b) Faktor sosiokultural

c) Interaksi antar anak dan pengasuh yang tidak baik

d) Penelantaran anak oleh orang tua

2) Organik

a) Faktor Prakonsepsi

(1) Abnormalitas single gene (seperti penyakit-penyakit metabolik)

(2) Kelainan kromosom (X-linked, translokasi, fragile-X)

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

48

b) Faktor Pranatal

(1) Gangguan pertumbuhan otak semester 1, seperti kelainan

kromosom (trisomi, mosaik), infeksi intrauterine (TORCH, HIV),

konsumsi alkohol, dan terkena paparan radiasi.

(2) Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III, seperti infeksi

intrauterine (TORCH, HIV), konsumsi alkohol, kokain, ibu

malnutrisi, ibu diabetes mellitus dan PKU (phenylketonuria).

c) Faktor Perinatal

Faktor perinatal yang mempengaruhi, misalnya bayi sangat prematur,

trauma saat lahir, meningitis, dan kelainan metabolik, seperti

hipoglikema.

d) Faktor Post Natal

(1) Trauma berat pada kepala atau susunan saraf pusat.

(2) Neuro toksin, misalnya keracunan logam berat.

(3) Metabolik, seperti gizi buruk, kelainan hormonal, misalnya

hipotiroid.

(4) Infeksi, misalnya meningitis.

Lebih lanjut Sandra (2010) menyatakan penyebab retardasi mental atau

tunagrahita antara lain sebagai berikut:

1) Infeksi dan/atau Intoksikasi

Adalah keadaan retardasi mental karena adanya kerusakan jaringan otak

akibat adanya infeksi intracranial, penggunaan obat-obatan, atau zat

toksik lainnya.

2) Masalah Pre-natal

Keadaan retardasi mental yang timbul akibat adanya masalah kesehatan

sebelum bayi dilahirkan. Termasuk didalamnya adalah anomali kranial

primer (misalnya: hidrosefalus, mikrosefali) atau defek kongenital yang

tidak diketahui penyebabnya. Dapat juga akibat terpapar sinar X atau

radiasi, penggunaan alat kontrasepsi, atau usaha melakukan aborsi saat

ibu mengandung/hamil.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

49

3) Masalah Post-natal

Retardasi mental yang disebabkan oleh adanya neoplasma dan beberapa

reaksi sel-sel otak yang nyata, tapi belum diketahui penyebabnya (diduga

bersifat herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif,

infiltratif, peradangan, proliferatif, sklerotik atau reparatif. Salah satu

penyebab retardasi mental saat post-natal adalah kelahiran bayi sebelum

waktunya atau prematuritas.

4) Gangguan metabolisme

Semua keadaan retardasi mental yang disebabkan oleh gangguan

metabolism, baik metabolism lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat

mengganggu proses penyerapan zat-zat gizi di dalam tubuh. Termasuk

diantaranya adalah kurang gizi dan nutrisi pertumbuhan. Gangguan gizi

berat dan berlangsung sebelum anak berusia 4 tahun sangat

mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi

mental. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki asupan gizi

sebelum anak berusia 6 tahun. Sesudah usia 6 tahun, biarpun anak

diberikan makanan yang kaya akan gizi, tetap akan sulit meningkatkan

tingkat intelegensi yang rendah akibat kekurangan gizi sebelumnya.

5) Kelainan kromosom

Retardasi mental yang diakibatkan kelainan kromosom, baik dalam

jumlah atau bentuk kromosom, misalnya Down Syndrome (DS), Sindrom

Klinefelter dan Turner.

6) Gangguan jiwa berat

Untuk membuat diagnosis ini, harus jelas telah terjadi gangguan jiwa

yang berat dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.

7) Deprivasi psikososial

Retardasi mental yang disebabkan oleh faktor-faktor biomedis atau sosial

budaya.

Senada dengan uraian di atas, Astati (2011) mengungkapkan terdapat

beberapa penyebab ketunagrahitaan yang sering ditemukan. Penyebab tersebut

adalah sebagai berikut :

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

50

1) Faktor Keturunan

a) Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan urutannya.

(1) Inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gen karena

melilitnya kromosom).

(2) Delesi (kegagalan meiosis, yaitu tidak terbelahnya salah satu

pasangan sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu

sel).

(3) Duplikasi (kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga

terjadi kelebihan kromosom pada salah satu sel yang lain).

(4) Translokasi (adanya kromosom yang patah dan patahannya

menempel pada kromosom lain).

b) Kelainan gen, kelainan ini terjadi pada waktu mutasi.

2) Gangguan metabolisme dan gizi

Kegagalan metabolisme dan pemenuhan kebutuhan gizi dapat

mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada individu.

3) Infeksi dan keracunan

Disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih

berada dalam kandungan.

4) Trauma dan zat radioaktif

Trauma saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit

sehingga memerlukan alat bantu. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi

sinar X selama bayi berada dalam kandungan mengakibatkan cacat

mental microcephaly.

5) Masalah pada kelahiran

Misalnya, kelahiran yang disertai hypoxia, bayi dipastikan akan

menderita kerusakan otak, kejang dan napas pendek.

6) Faktor lingkungan

Prasadio (dalam Astati, 2011) mengemukakan bahwa kurangnya

rangsang intelektual yang memadai mengakibatkan timbulnya hambatan

dalam perkembangan intelegensi individu sehingga berkembang menjadi

tunagrahita.

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

51

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan

ketunagrahitaan dapat disebabkan dari faktor keturunan dan bukan keturunan.

Faktor keturunan kerusakannya terletak pada sel keturunan, seperti kerusakan

kromosom dan gen. Kemudian faktor di luar keturunan yang menjadi penyebab

ketunagrahitaan diantaranya adalah karena adanya faktor kekurangan gizi,

gangguan metabolisme, kecelakaan (trauma kepala), adanya masalah ketika

kelahiran, dan dari faktor lingkungan.

e. Terapi pada Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki taraf kecerdasan yang

sangat rendah sehingga untuk meniti tugas perkembangannya ia sangat

membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus. Kegagalan

anak tunagrahita untuk memenuhi kebutuhan dapat menimbulkan frustasi, dan

pada gilirannya akan memunculkan perilaku yang dianggap menyimpang

sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri dalam penyesuaian sosialnya.

Terdapat beberapa tindakan terapi yang dapat dilakukan untuk

membantu anak tunagrahita dalam memenuhi kebutuhan perkembangannya.

Seperti yang diungkapkan oleh Desiningrum (2016: 138) tindakan terapi pada

anak tunagrahita digambarkan sebagai berikut:

1) Fisioterapi

Suatu terapi awal yang diperlukan anak tunagrahita dikarenakan

tunagrahita terlahir dengan tonus yang lemah, dengan terapi awal ini

berguna untuk menguatkan otot-otot mereka sehingga kelemahannya dapat

diatasi dengan latihan-latihan penguatan otot.

2) Terapi Wicara

Suatu terapi yang diperlukan untuk anak tunagrahita atau anak

bermasalah dengan keterlambatan bicara, dengan deteksi dini diperlukan

untuk mengetahui seawal mungkin menemukan gangguan kemampuan

berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara.

3) Terapi Okupasi

Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian,

kognitif atau pemahaman, dan kemampuan sensorik maupun motoriknya.

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

52

Kemandirian diberikan karena pada dasarnya anak “bermasalah” tergantung

pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktivitas tanpa

komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak

mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan

alat.

4) Terapi Remedial

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis

skill, jadi bahan-bahan dari sekolah bisa dijadikan acuan program.

5) Terapi Kognitif

Terapi ini diberikan kepada anak yang mengalami gangguan

kognitif dan perseptual. Misalnya anak yang tidak bisa berkonsentrasi, anak

yang mengalami gangguan pemahaman, dan lain-lain.

6) Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan

pengintegrasian sensori. Misalnya, sensori visual, sensori taktil, sensori

pendengaran, sensori keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan

otak kiri, dan sebagainya. Anak diajarkan berperilaku umum dengan

pemberian sistem reward dan punishment. Bila anak melakukan apa yang

diperintahkan dengan benar, maka diberikan pujian. Sebaliknya anak dapat

hukuman jika anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah

sederhana dan yang mudah yang dimengerti anak.

7) Terapi Snoezelen

Snoezelen adalah suatu aktivitas terapi yang dilakukan untuk

mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada sistem sensorik

primer seperti visual, auditori, taktil, taste dan smell serta sistem sensori

internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai

relaksasi atau aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi multisensoris.

Terapi ini deberikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan

motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan berjalan.

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

53

4. Tumbuh Kembang Anak Tunagrahita Usia Sekolah

Periode masa kanak-kanak pertengahan sering disebut dengan periode

usia sekolah, yang dimulai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah yang

memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan hubungan anak dengan

orang lain. Anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya

masa kanak-kanak, dan bergabung ke dalam kelompok sebaya, yang menjadi

hubungan dekat pertama di luar kelompok keluarga. Secara normal tumbuh

kembang anak usia sekolah dalam Wong et al. (2009) adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan Biologis

Pertambahan berat badan dan tinggi badan berjalan lambat.

Penambahan berat badan 2 - 4 kg per tahun dengan berat badan rata-rata 21-40

kg. Terjadi kematangan system organ tubuh, seperti lambung, kardiovaskuler,

imunitas, dan musculoskeletal. Mampu berdiri tegak dengan gerakan yang

lebih sempurna. Perkembangan motorik kasar terjadi pada usia 7-10 tahun,

aktifitas motorik kasar berada di bawah kendali ketrampilan kognitif dan

kesadaran secara bertahap terjadi peningkatan irama, kehalusan, dan

keanggunan gerakan otot. Mengalami minat dalam penyempurnaan fisik, daya

ingat meningkat. Pada usia 10-12 tahun terjadi peningkatan energi,

peningkatan kendali arah dan kemampuan fisik. Sedangkan perkembangan

motorik halus, terjadi peningkatan ketrampilan motorik halus karena

meningkatnya meilinisasi system saraf. Mulai menunjukkan perbaikan

keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan, dapat menulis dan

mengucapkan kata-kata pada usia 8 tahun, kemampuan motorik halus seperti

orang dewasa pada usia 12 tahun, dan mampu mengungkapkan ketrampilan

individu seperti menjahit atau bermainalat musik.

b. Perkembangan Psikososial (Eriksson)

Masa pertengahan kanak-kanak merupakan periode laten antara fase

oedipal dengan fase erotism pada remaja. Sense of industry dapat berkembang

bila didukung motivasi dari dalam dan luar. Hal tersebut berhubungan dengan

peningkatan kemampuan anak dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan baru

dan menerima tanggung jawab baru. Anak akan merasa puas bila

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

54

mengeksplorasi dan memanipulasi lingkungan dan teman-temannya. Anak

dapat mulai bekerja sama dengan orang lain, mulai menyukai pencapaian yang

nyata, mengetahui tugasnya dan merasa puas bila mampu menyelesaikannya.

c. Perkembangan Kognitif (Piaget)

Mulai terjadi periode concrete-operational pada anak berusia 7-11

tahun. Anak mulai memiliki kemampuan untuk menghubung-hubungkan

kejadian dan mengungkapkan secara verbal simbol-simbol dalam kepercayaan.

Anak memiliki kemampuan berfikir terhadap kejadian dan tindakan,

menguasai ketrampilan kognitif dengan cepat dan mengalami kemajuan dalam

membuat penilaian berdasarkan apa yang mereka lihat. Kemampuan kognitif

utama anak usia sekolah adalah menguasai konsep konservasi, mengklasifikasi,

dan mampu membaca.

d. Perkembangan Bahasa

Anak usia sekolah mulai menguasi kemampuan linguistik. Anak mulai

belajar tentang tata bahasa yang benar dan lebih kompleks sehingga mereka

bisa membenarkan jika ada hal-hal yang salah. Kemampuan kata-kata juga

dimiliki pada anak usia sekolah termasuk kata sifat, kata keterangan, kata

penghubung, kata depan, dan kata abstrak. Mereka telah mampu memakai

kalimat majemuk dan gabungan, mulai mengerti tentang perubahan makna dan

bahasa.

e. Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Pada usia 7 tahun minat terhadap seksualitas berkurang, namun mulai

berkembang perhatian terhadap lawan jenis. Pada usia 8 tahun, anak mulai

kembali perhatian terhadap seksualitas, suka mengintip, mendengar dan

menceritakan cerita terkait seksualitas, ingin mengetahui informasi tentang

kelahiran dan hubungan seksual. Anak perempuan mengalami peningkatan

perhatian terhadap menstruasi. Pada usia 9 tahun, anak mulai senang berdiskusi

dengan teman sebaya, memisahkan jenis kelamin dalam permainan dan

aktifitas.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

55

f. Perkembangan Moral (Kohlberg)

Anak mengalami perubahan egosentries ke pola berfikir logis dan mulai

mengalami perkembangan nurani serta standar moral. Pengertian moralitas

anak ditentukan oleh aturan-aturan dan tata tertib dari luar, seperti keluarga.

sekolah dan lingkungan masyarakat. Hubungan dan kontak sosial anak dengan

figur orang deawasa yang memegang otoritas mempengaruhi pengertian benar-

salah pada anak. Sumber stress pada anak usia sekolah adalah harapan orang

tua dan guru yang terlalu tinggi, persaingan dengan teman sebaya, rasa malu,

agresi, idola, persahabatan, kritikan terhadap diri sendiri, kekuasaan orang tua,

kesepian, pemberontakan, kematangan organ seks dan masalah seks yang

menekan. Tanda-tanda stress pada anak, antara lain: nyeri lambung, sakit

kepala, insomnia, mengompol, perubahan pola makan, agresif, dan malas

berpartisipasi.

g. Perkembangan Sosial

Anak merasa nyaman bila bersama orang tua dan keluarga, merasa

lebih percaya diri, emosi berkurang dan lebih dapat menilai segala sesuatunya

secara realistik. Banyak menggunakan energi untuk mengeksplorasi

lingkungan, meningkatkan hubungan interpersonal, meningkatkan pemahaman

dan memuaskan keingintahuan tentang dunia. Pengaruh teman sebaya dapat

mendorong mereka untuk lebih mandiri. Dorongan dari peer-group

memberikan rasa aman pada mereka untuk mendukung perkembangan

kemandiriannya.

Anak tunagrahita usia sekolah adalah anak dengan kemampuan

intelektual di bawah rata-rata yang ditandai dengan keterbatasan kemampuan

intelegensia dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial yang berada di sekolah

baik sekolah umum (inklusi) maupun sekolah khusus. Ciri-ciri anak tunagrahita

secara fisik dalam Sandra (2010), antara lain: 1) penampilan fisik tidak seimbang,

misalnya kepala terlalu kecil/besar; 2) pada masa pertumbuhannya tidak mampu

mengurus dirinya sendiri; 3) terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa; 4)

tidak perhatian terhadap lingkungan; 5) koordinasi gerakan kurang; 6)

hipersalivasi. Sama seperti anak-anak usia sekolah lainnya, anak tunagrahita yang

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

56

telah memasuki usia sekolah juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan

yang layak.

Perilaku perkembangan diri pada seorang anak dapat dipelajari dan

dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, dan nilai-nilai yang berada di sekitar anak.

Oleh sebab itu, peran orang tua dan guru di sekolah menjadi sangat penting karena

rumah dan sekolah adalah tempat yang tepat bagi anak untuk belajar keterampilan

pengembangan diri sejak usia dini. Dengan demikian, anak belajar cara

melindungi dan mengembangkan potensi dalam dirinya, yang pada akhirnya akan

bermanfaat dalam mempertahankan dirinya dari segala kemungkinan yang akan

datang.

5. Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita

Jenis dan karakteristik siswa berkebutuhan khusus atau siswa berkelainan

sangat bervariasi, begitu juga dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi

cenderung berbeda. Oleh karena itu, selain memerlukan suatu pendekatan khusus,

juga memerlukan strategi yang khusus dalam pemberian layanan pendidikan. Hal

ini didasarkan pada kondisi siswa berkebutuhan khusus yang tidak bisa disamakan

dengan teman-teman yang lainnya, sehingga dalam memberikan layanan

bimbingan belajar pada siswa berkebutuhan khusus harus memperhatikan

kebutuhan masing-masing individu.

Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan khusus yang dapat dijadikan

dasar dalam upaya mendidik siswa tunagrahita menurut Efendi (2006: 24-26)

yaitu:

a. Prinsip kasih sayang

Prinsip kasih sayang merupakan sikap menerima adanya siswa tunagrahita,

sehingga dibutuhkan upaya untuk tidak bersikap memanjakan siswa, tidak

bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan memberikan tugas sesuai

dengan kemampuan yang dimiliki siswa.

b. Prinsip layanan individual

Upaya yang dapat dilakukan guru dalam memberikan layanan individual

bagi siswa tunagrahita selama pendidikannya adalah: (1) jumlah siswa yang

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

57

dilayani guru dalam setiap kelasnya tidak lebih dari 4-6 orang, (2) pengaturan

kurikulum dan jadwal pelajaran bersifat fleksibel, (3) penataan kelas harus

dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat menjangkau semua siswanya

dengan mudah, (4) memodifikasi alat bantu pengajaran.

c. Prinsip kesiapan

Pemberian pelajaran pada siswa tunagrahita, perlu adanya kesiapan, karena

siswa tunagrahita mempunyai kecenderungan cepat bosan dan cepat lelah apabila

menerima pelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu memberikan kegiatan

yang menyenangkan dan rileks, sebelum mengajarkan pelajaran yang baru.

d. Prinsip keperagaan

Pembelajaran bagi siswa tunagrahita perlu menggunakan alat peraga

sebagai media guru dalam mengajarkan materi dan mempermudah pemahaman

siswa terhadap meteri yang diberikan oleh 26 guru. Alat peraga yang digunakan

sebaiknya menggunakan benda atau situasi aslinya, namun apabila hal itu sulit

dilakukan, guru dapat menggunakan benda tiruan atau minimal gambar yang

menunjukkan benda aslinya itu.

e. Prinsip motivasi

Prinsip motivasi menitikberatkan pada cara mengajar dan pemberian

evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi siswa tunagrahita pada saat itu.

Pemberian motivasi mampu menumbuhkan semangat belajar pada diri siswa

tunagrahita ringan.

f. Prinsip belajar dan bekerja kelompok

Prinsip belajar dan bekerja dalam kelompok sebagai salah satu dasar

mendidik siswa tunagrahita, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat

bergaul dengan masyarakat di lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau

minder dengan orang normal lainnya.

g. Prinsip keterampilan

Keterampilan yang diberikan kepada siswa tunagrahita, selain berfungsi

selektif, edukatif, reaktif dan terapi, juga dapat dijadikan bekal dalam

kehidupannya di masa mendatang. Selektif berarti mengarahkan minat, bakat,

keterampilan dan perasaan siswa tunagrahita ringan secara tepat guna. Edukatif

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

58

berarti membimbing siswa untuk berpikir logis, berperasaan halus, dan

kemampuan untuk bekerja. Reaktif berarti unsur kegiatan yang diperagakan

sangat menyenangkan bagi siswa.

h. Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap

Secara psikis, sikap siswa tunagrahita memang kurang baik, sehingga

perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu

menjadi perhatian orang lain.

Melalui pendekatan dan prinsip pembelajaran tersebut diharapkan siswa

berkelainan dapat: (1) memahami dirinya dengan baik, yaitu mengenal segala

kelebihan dan kelemahan yang dimiliki berkenaan dengan bakat, minat, sikap,

perasaan, dan kemampuannya, (2) memahami lingkungan dengan baik, meliputi

lingkungan pendidikan di sekolah (seperti peraturan, dan fasilitas sekolah), dan

lingkungan sosial di masyarakat (seperti adat istiadat, budaya dan agama), (3)

membuat pilihan dan keputusan yang didasarkan kepada pemahaman yang

mendalam tentang diri sendiri dan lingkungannya, (4) mengatasi masalah-masalah

yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah maupun di luar

sekolah (Kartadinata, 2002: 146).

Salah satu bidang pembelajaran yang penting untuk anak tunagrahita

adalah psikomotorik. Tujuan proses pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan

kompetensi dan koordinasi, kekuatan, kecepatan, ketangkasan, keseimbangan,

masalah gerak, dan sikap anak tunagrahita. Kekuatan berhubungan dengan

kemampuan untuk memegang suatu benda dan kapasitas mengeluarkan tenaga,

ketangkasan berhubungan dengan koordinasi atau menangkap suatu objek.

Kesadaran terkait dengan adanya gerak dan koordinasi merupakan unsur yang

menjadi perhatian dalam pengembangan psikomotorik bagi anak dengan

kebutuhan khusus, terutama anak tunagrahita. Ketrampilan bagi anak tunagrahita

atau anak dengan kebutuhan khusus lainnya adalah bekal yang cukup penting bagi

mereka. Adanya bekal ketrampilan tersebut, mereka dapat bersaing dengan anak-

anak normal lainnya dan membuat keberadaan mereka diakui oleh lingkungan

sekitar dan keluarganya. Namun, untuk memandirikan anak tunagrahita bukanlah

hal yang sederhana. Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan memberi

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

59

kesempatan anak tersebut melakukan segala sesuatu (yang tidak berbahaya)

sendiri. Salah satu caranya adalah dengan mengajarkan kemampuan

pengembangan diri melalui pendidikan jasmani.

6. Pendidikan Jasmani Bagi Anak Tunagrahita

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas

jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan

keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap

sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ranah jasmani, psikomotor,

kognitif, dan afektif. Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk

mengembangkan keutuhan manusia. Artinya, aspek mental dan emosional turut

berkembang melalui fisik, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Hasil

pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau

tubuh semata, tetapi juga sebagai suatu proses pembentukan kualitas pikiran dan

juga tubuh (Husdarta, 2009:4).

Menurut Samsudin (2008: 3-5), beberapa fungsi pendidikan jasmani

adalah sebagai berikut.

a. Aspek Organik

1) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu

dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta

memiliki landasan untuk pengembangan keterampilan.

2) Meningkatkan kekuatan, yaitu jumlah tenaga maksimum yang

dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot.

3) Meningkatkan daya tahan, yaitu kemampuan otot untuk menahan kerja

dalam waktu yang lama.

4) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk

melakukan aktivitas yang berat secara terus menerus dalam waktu

relatif lama.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

60

5) Meningkatkan fleksibelitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang

diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi

cedera.

b. Aspek Neuromuskuler

1) Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot.

2) Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti berjalan, berlari,

melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong,

menderap/mencongklang, bergulir, dan menarik.

3) Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun,

melengok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, menggantung,

membongkok.

4) Mengembangkan keterampilan dasar manipulatif, seperti memukul,

menendang, menangkap, berhenti, melempar, mengubah arah,

memantulkan, bergulir.

5) Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa

gerak, power, waktu reaksi, kelincahan.

6) Mengembangkan keterampilan olahraga, seperti sepak bola, softball,

bola voli, bola basket, atletik, tenis, bela diri, bulutangkis.baseball).

7) Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti menjelajah, mendaki,

berkemah, berenang.

c. Aspek Perseptual

1) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat.

2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat

atau ruangan, yaitu kemampuan mengenali objek yang berada di depan,

belakang, bawah, sebelah kanan atau sebelah kiri dari dirinya.

3) Mengembangkan koordinasi gerak visual, yaitu kemampuan

mengoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak yang

melibatkan tangan, tubuh, dan kaki.

4) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis) yaitu

kemampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis.

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

61

5) Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam

menggunakan tangan atau kaki kanan/ kiri dalam melempar atau

menendang.

6) Mengembangkan lateralitas (laterality), yaitu kemampuan membedakan

antara sisi kanan atau sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan

atau kiri tubuhnya sendiri.

7) Mengembangkan image tubuh (body image), yaitu kesadaran bagaian

tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang.

d. Aspek Kognitif

1) Mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu,

memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan.

2) Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan

etika.

3) Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang

terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi.

4) Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya

dengan aktivitas jasmani.

5) Menghargai kinerja tubuh, penggunaan perimbangan yang berhubungan

dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang

digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya.

6) Meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem-problem

perkembangan melalui gerakan.

e. Aspek Sosial

1) Menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan dimana berada.

2) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan

dalam situasi kelompok.

3) Belajar berkomunikasi dengan orang lain.

4) Mengembangkan kemampuan bertukar pikiran dan mengevaluasi ide

dalam kelompok.

5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi

sebagai anggota masyarakat.

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

62

6) Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.

7) Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif.

8) Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif.

9) Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.

f. Aspek Emosional

1) Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani.

2) Mengembangkan reaksi yang positif sebagai penonton.

3) Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat.

4) Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas.

Kegiatan pendidikan jasmani bagi siswa tunagrahita memiliki banyak

fungsi. Pertama, seperti juga bagi masyarakat umumnya, untuk menjaga

kesehatan fisik. Tepatnya menjaga kebugaran, meningkatkan daya tahan dan

metabolisme tubuh. Kedua, olahraga juga menjadi salah satu bentuk terapi. Di

antaranya melatih saraf motorik, merangsang perkembangan otak kreatif,

melatih bersosialisasi, dan sebagainya. Karena penyandang tunagrahita juga

umumnya disertai keterbasan fisik, olahraga juga sekaligus berfungsi sebagai

sarana pengembangan diri.

7. Pendidikan Jasmani untuk Pengembangan Diri Anak Tunagrahita

Pemahaman pendidikan khusus saat ini terus berkembang menuju arah

yang lebih baik yang berlandaskan pada hak-hak dasar anak untuk memperoleh

layanan pendidikan yang baik. Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki

makna yang luas dibandingkan dengan anak luar biasa, anak berkebutuhan khusus

adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan kompensatoris yang

disesuaikan dengan hambatan yang dimilikinya baik hambatan dalam belajar

maupun hambatan dalam perkembanganya. Secara umum tujuan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengoptimalkan segala potensi yang

dimiliki oleh individu sehingga mampu menjalani hidup dengan kecakapan dan

kemandirian hidup yang dimilikinya. Anak tunagrahita adalah individu yang

memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata dengan disertai hambatan

dalam penyesuaian perilaku yang terjadi selama masa perkembanganya.

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

63

Pengembangan diri merupakan hal yang sangat penting untuk anak

tunagrahita dalam melakukan pengembangan dirinya sendiri yang meliputi :

merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi, bersosialisasi,

keterampilan hidup dan mengisi waktu luang dilingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat. Pengembangan diri diarahkan untuk mengembangkan kemampuan

anak tunagrahita dalam melakukan aktifitas yang berhubungan dengan kehidupan

dirinya sendiri sehingga mereka tidak tergantung dan membebani orang lain.

Hampir semua jenis ketunaan anak berkebutuhan khusus memiliki

masalah dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari

keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar.

Sebagian berkebutuhan khusus bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah

laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi

anak berkebutuhan khusus sangat besar dan akan mampu mengembangkan

mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut, dan salah satunya adalah sebagai

sarana pengembangan diri bagi anak tunagrahita.

Melalui pendidikan jasmani bagi anak tunagrahita yang memiliki

kemampuan kecerdasan yang berada dibawah rata-rata, memiliki hambatan dalam

perilaku, terhambat dalam belajar dan penyesuaian sosialnya diharapkan dapat

meningkatkan kemampuan dirinya untuk lebih berkembang dalam hal

kepercayaan diri, kemandirian, dan mampu berinteraksi dengan lingkungan dan

sosialnya.

a. Kepercayaan Diri

Pada dasarnya sejak kecil seseorang secara normal akan berkembang.

Baik secara fisik, emosional, pola pikir, gaya hidup dan lainnya. Hanya saja

tidak semuanya mampu berkembang ke arah yang lebih baik. Dalam

pengembangan kepercayaan diri seseorang harus mampu memahami

pengembangan diri, seseorang harus sadar melihat apa saja kekurangan dan

kelebihan yang dimilikinya sehingga bisa memaksimalkan bakat dan

kemampuan yang ada pada dirinya. Jangan memaksa melakukan atau menjadi

seseorang yang bukan diri sendiri. Jadilah diri sendiri dan seperti apa adanya,

namun bukan berarti hanya pasrah pada keadaan. Jika seseorang mampu

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

64

mengetahui apa saja kekurangannya, maka jangan jadikan semua itu hambatan

untuk berkembang menjadi lebih baik. Tetapi jadikanlah kekurangan itu

sebagai motivasi untuk menjadi lebih baik dengan menonjolkan kelebihan dan

menggunakannya sebaik mungkin.

1) Pengertian kepercayaan diri

Percaya diri berasal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang

artinya percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri.

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting

dalam kehidupan manusia. Percaya diri adalah kondisi mental atau

psikologis dari seseorang yang member keyakinan kuat pada dirinya untuk

berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Kepercayaan diri merupakan

sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun objek sekitarnya

sehingga orang tersebut mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya

untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

Thantaway (2005:87) mengemukakan percaya diri adalah kondisi

mental atau psikologis diri seseorang yang memberikan keyakinan kuat

pada dirinya untuk berbuat. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep

diri negatif, kurang percaya dalam kemampuannya, karena itu sering

menutup diri. Berbeda dengan Thantaway, Rahman memberikan pengertian

bahwa kepercayaan diri sebagai keyakinan dalam diri seseorang bilamana ia

mampu mencapai kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri.

Selanjutnya Jess Fiest dalam buku Theories of personality (teori

kepribadian) mengatakan bahwa pengembangan kepercayaan diri

merupakan bentuk perwujudan dari aktualisasi diri, yaitu proses untuk

mewujudkan dirinya yang terbaik, sejalan dengan potensi dan kemampuan

yang dimilikinya. Setiap individu mempunyai kekuatan yang bersumber dari

dirinya, namun banyak orang yang merasa tidak mempunyai kemampuan

apa-apa, merasa dirinya tidak berguna dan tidak mampu mencapai

aktualisasi diri.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri adalah keyakinan untuk melakukan sesuatu pada diri

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

65

subjek sebagai karakteristik pribadi yang didalamnya terdapat keyakinan

akan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan

realistis. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dan sikap seseorang

terhadap kemampuan pada diri sendiri dengan menerima secara apa adanya

yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk

kebahagiaan dirinya.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri individu

Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut adalah

faktor-faktornya, yaitu :

(a) Konsep diri

Menurut Anthony terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang

diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam

pergaulannya dalam suatu kelompok. Hasil interaksi yang terjadi

akan menghasilkan konsep diri.

(b) Harga diri

Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif

pula. Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri

sendiri yang didasarkan pada hubungannya dengan orang lain. Harga

diri merupakan hasil penilaian yang dilakukannya dan perlakukan

orang lain terhadap dirinya dan menunjukkan sejauh mana individu

memiliki rasa percaya diri serta mampu berhasil dan berguna.

(c) Pengalaman

Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri.

Sebaliknya, pengalaman juga dapat menjadi faktor menurunnya rasa

percaya diri seseorang. Anthony mengemukakan bahwa pengalaman

masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan kepribadian

sehat.

(d) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat

kepercayaan diri seseorang, tingkat pendidikan yang rendah akan

menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

66

kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang

yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliki tingkat

kepercayaan diri yang lebih dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah.

Ada pula pendapat lain tentang Faktor yang mempengaruhi rasa

percaya diri pada seseorang sebagai berikut:

(a) Lingkungan keluarga

Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa

percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu

keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada

dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.

(b) Pendidikan Formal

Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana

sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak

setelah lingkungan keluarga di rumah. Sekolah memberikan ruang

pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap

teman-teman sebayanya.

(c) Pendidikan non formal

Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan

kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan

tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya

diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu

kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan

atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui

pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa

rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan positif diri

sendiri dan rasa aman.

Pentingnya sebuah kepercayaan diri akan mempengaruhi

keseluruhan aktivitas seseorang sepanjang hidup. Pengertian kepercayaan

diri juga harus dipahami secara utuh untuk menghindari pemahaman yang

tidak lengkap sehingga justru tidak sesuai norma dan etika hidup

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

67

bermasyarakat umumnya. Menurut Thursan Hakim dalam buku mengatasi

rasa tidak percaya diri bahwa rasa percaya diri tidak muncul begitu saja

pada diri seseorang ada proses tertentu di dalam pribadinya sehingga

terjadilah pembentukan rasa percaya diri.

Terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses: a)

Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan

yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. b) Pemahaman seseorang

terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan

kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan

kelebihannya. c) Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap

kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa

rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. d) Pengalaman di dalam

menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan

yang ada pada dirinya.

3) Manfaat Kepercayaan Diri

Meski beberapa orang menampik tentang adanya kepercayaan diri,

tapi sebagian besar lainnya justru mengakui bahwa kepercayaan diri

sungguh sangat bermanfaat. Memiliki rasa kepercayaan diri sudah tentu

banyak manfaatnya, antara lain: a) Mampu mengeksplorasi kemampuan diri

semaksimal mungkin b) Selalu berpikir positif sekalipun dalam situasi yang

sulit c) Tidak selalu tergantung kepada orang lain d) Memiliki lingkungan

pergaulan yang tidak terbatas.

Pendidikan jasmani bagi anak tunagrahita diharapkan mampu

menanamkan rasa kepercayaan diri melalui psikomotor yang mereka terima

selama proses kegiatan pendidikan jasmani. Tanpa melihat kekurangan

dalam diri mereka dan mereka mampu melaksanakan tugas ajar dengan baik

dalam pendidikan jasmani oleh guru, maka akan membuat anak tunagrahita

memiliki semangat untuk bisa dipandang sepadan dengan teman sebaya dan

memunculkan rasa kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan bagi anak

tunagrahita dalam dirinya serta untuk kehidupan sosialnya.

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

68

b. Kemandirian

1) Pengertian Kemandirian

Kemandirian yaitu sikap penting yang harus dimiliki seseorang

supaya mereka tidak selalu bergantung dengan orang lain. Sikap tersebut

bisa tertanam pada diri individu sejak kecil. Di sekolah kemandirian penting

untuk seorang siswa dalam proses pembelajaran. Pada bidang pendidikan

sering disebut dengan kemandirian belajar. Sikap ini diperlukan setiap siswa

agar mereka mampu mendisiplinkan dirinya dan mempunyai tanggung

jawab.

Parker (2006: 226) mengemukakan bahwa kemandirian (self-

reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua yang dimilikinya

sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu, berjalan dan berpikir

secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil resiko dan

memecahkan masalah. Selanjutnya Steinberg (dalam Patriana, 2007:20)

menjelaskan kemandirian merupakan kemampuan individu untuk

bertingkah laku secara seorang diri dan kemandirian remaja dapat dilihat

dengan sikap remaja yang tepat berdasarkan pada prinsip diri sendiri

sehingga bertingkah laku sesuai keinginannya, mengambil keputusan

sendiri, dan mampu mempertanggung jawabkan tingkah lakunya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

kemandirian adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan pertimbangan

sendiri dan tidak bergantung dengan orang lain dalam setiap keputusannya

serta mampu bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.

2) Aspek-aspek Kemandirian

Steinberg (2002) membedakan aspek kemandirian menjadi

kemandirian emosional, tingkah laku, dan nilai. Seseorang akan melakukan

tingkah laku tertentu (aspek tingkah laku) setelah memikirkannya terlebih

dahulu (aspek kognisi). Jadi, kemandirian tingkah laku sudah mencakup

kemandirian kognisi. Kemandirian tingkah laku bukan hanya kemampuan

untuk melakukan sesuatu dengan bebas, namun juga kemampuan untuk

mempertimbangkan dan memutuskan tingkah laku tersebut dengan bebas.

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

69

(a) Kemandirian emosional (emotional autonomy)

Kemandirian emosional adalah aspek kemandirian yang

berhubungan dengan perubahan hubungan dengan seseorang,

khususnya orang tua, dimana anak mengembangkan perasaan

individuasi dan berusaha melepaskan diri dari ikatan kekanak-

kanakan dan ketergantungan terhadap orang tua.

(b) Kemandirian bertingkah laku

Secara keseluruhan, perubahan kognitif menghasilkan peningkatan

dalam hal pengambilan keputusan dan individu memiliki

kemampuan yang lebih besar untuk bertingkah laku secara mandiri.

(c) Kemandirian nilai

Perkembangan kemandirian nilai memerlukan perubahan dalam

pandangan moral remaja, isu-isu mengenali politik, ideologi, dan

agama. Dalam tahapannya, remaja akan memiliki pola pikir secara

abstrak dalam berbagai hal, kemudian keyakinan mereka menjadi

semakin mengikuti prinsip-prinsip umum yang memiliki dasar

ideologis, dan akhirnya keyakinan mereka semakin berada dalam

nilai-nilai yang diturunkan oleh orang tua atau tokoh-tokoh lainnya

3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian tidak dapat begitu saja terbentuk tetapi melalui proses

dan berkembang karena adanya pengaruh dari beberapa faktor. Seperti yang

dikemukakan oleh Hurlock (1990) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kemandirian antara lain:

(a) Pola asuh orang tua

Orang tua dengan pola asuh demokratis sangat merangsang

kemandirian anak, dimana orangtua memiliki peran sebagai

pembimbing yang memperhatikan terhadap setiap aktivitas dan

kebutuhan anak, terutama yang berhubungan dengan studi dan

pergaulannya baik dilingkungan keluarga maupun sekolah.

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

70

(b) Jenis Kelamin

Anak yang berkembang dengan tingkah laku maskulin lebih mandiri

lebih mandiri dibandingkan dengan anak yang mengembangkan pola

tingkah laku yang feminism. Karena hal tersebut laki-laki memiliki

sifat yang agresif dari pada anak perempuan yang sifatnya lembah

lembut dan pasif.

(c) Urutan posisi anak

Anak pertama sangat diharapkan untuk menjadi contoh dan menjaga

adiknya lebih berpeluang untuk mandiri dibandingkan dengan anak

bungsu yang mendapatkan perhatian berlebihan dari orangtua dan

saudara-saudaranya berpeluang kecil untuk mandiri.

Menurut Ali (2006:118) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi terwujudnya kemandirian sebagai berikut:

(a) Gen atau keturunan orang tua

Orang yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi, sering kali

menurunkan anak yang kemandirian juga. Namun faktor keturunan

ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa

sesungguhnya bukan sifat kemandirian yang diturunkan pada

anaknya melainkan sifat orang tuanya yang muncul berdasarkan cara

orang tua mendidik anaknya.

(b) Pola asuh orang tua

Cara mengasuh orang tua yang mengasuh dan mendidik anak akan

terlalu banyak melarang anak tanpa alasan yang jelas akan

menghambat kemandirian anak.

(c) Sistem pendidikan

Proses pendidikan yang mengembangkan demokratis pendidikan dan

cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan

menghambat perkembangan kemandirian. Proses pendidikan yang

menekankan pentingnya sanksi juga dapat menghambat

perkembangan kemandirian. Sebaliknya proases pendidikan yang

lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak,

Page 63: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

71

pemberian reward dan kompetisi positif akan melancarkan

perkembangan kemandirian anak.

Anak tunagrahita yang dijelaskan bahwa mereka tidak dapat sendiri

dalam memenuhi kebutuhan setiap harinya, dengan sarana pendidikan

jasmani diharapkan untuk bisa melihat diri mereka sendiri bahwasannya

mereka bisa melakukan tugas ajar dari guru saat kegiatan pendidikan

jasmani dengan mandiri. Dengan proses kemandirian saat melakukan tugas

ajar pada saat kegiatan pendidikan jasmani diharapkan dapat memberikan

pandangan situasi terhadap anak tunagrahita kalau mereka sebenarnya bisa

dan mampu melakukan tugas dengan kemandiriannya tanpa harus

membutuhkan orang lain dalam berkehidupan setiap harinya.

c. Interaksi Sosial

1) Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat dilihat pada kehidupan sehari-hari termasuk

kita sendiri, yang kita ketahui, bukan saja di pengaruhi oleh kemampuan

dalam intelektual individu. Karena manusia itu sendiri senantiasa

melakukan hubungan yang dapat mempengaruhi hubungan timbal balik

antara manusia yang satu dengan yang lain,dalam rangka memenuhi

kebutuhan dalam mempertahankan kehidupannya.

Interaksi sosial berasal dari dua kata, yaitu interaksi dan sosial.

Menurut Departeman Pendidikan Nasional (2005: 438), interaksi sosial

berarti hubungan sosial yang dinamis antara individu dengan individu,

kelompok dengan individu, maupun kelompok dengan kelompok. Lebih

lanjut Soerjono Soekanto (2012: 56) mengungkapkan bahwa interaksi sosial

hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi dari kedua belah

pihak. Apabila seorang siswa memukul kursi, tidak akan terjadi interaksi

sosial karena kursi tersebut tidak akan memberikan reaksi dan

mempengaruhi siswa yang telah memukulnya.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi

sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua atau lebih individu

Page 64: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

72

dimana dalam hubungan tersebut perilaku setiap individu mempengaruhi,

mengubah, dan memperbaiki perilaku individu lainnya.

2) Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Morgan et.al. (Tin Suharmini, 2007: 142-143) menjelaskan tentang

tiga faktor yang menentukan terjadinya interaksi sosial, yaitu: a) Adanya

daya tarik, seperti reward, keterdekatan, sikap yang sama, dan daya tarik

fisik; b) Adanya usaha untuk mengembangkan dan memelihara interaksi

sosial; c) Penerimaan dalam suatu kelompok ditentukan oleh kepantasan

sosial. Misalnya orang miskin cenderung dihindari oleh orang-orang kaya.

Sedangkan Gerungan (2004: 63-74) menyatakan interaksi sosial

dipengaruhi oleh:

a) faktor imitasi, imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang

lain. Faktor imitasi memegang peranan penting dalam interaksi

sosial. Peranan imitasi dalam interaksi sosial misalnya pada anak-

anak yang sedang belajar bahasa, cara berterima kasih, cara

berpakaian, dan imitasi dalam perilaku. Imitasi dapat mendorong

seseorang untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik; b)

sugesti, dalam ilmu jiwa sosial, sugesti merupakan suatu proses di

mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau

pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih

dahulu; c) identifikasi, merupakan dorongan untuk menjadi sama

(identik) dengan orang lain. Dorongan utama seseorang melakukan

identifikasi adalah ingin mengikuti jejak, ingin mencontoh, serta

ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya ideal; d) simpati,

merupakan ketertarikan seseorang terhadap keseluruhan cara

bertingkah laku orang lain. Berbeda dengan identifikasi, simpati

terjadi secara sadar dalam diri manusia untuk memahami dan

mengerti perasaan orang lain. Dorongan utama seseorang

bersimpati adalah ingin mengerti dan ingin bekerja sama dengan

orang lain. Simpati hanya dapat berkembang dalam suatu relasi

kerja sama antara dua orang atau lebih.

Lebih lanjut menurut Monk dkk, ada beberapa faktor yang

cenderung menimbulkan munculnya interaksi sosial pada remaja, yaitu:

a. Umur, konformitas semakin besar dengan bertambahnya usia,

terutama terjadi pada usia 15 tahun atau belasan tahun.

b. Keadaan sekeliling, kepekaan pengaruh dari teman sebaya lebih

besar dari pada perempuan.

Page 65: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

73

c. Kepribadian ekstrovet, anak-anak yang tergolong ekstrovet lebih

cenderung mempunyai konformitas dari pada anak introvet.

d. Jenis kelamin, kecenderungan laki-laki untuk berinteraksi

dengan teman lebih besar dari pada anak perempuan.

e. Besarnya kelompok, pengaruh kelompok menjadi semakin besar

bila besarnya kelompok bertambah.

f. Keinginan untuk mempunyai status, adanya suatu dorongan

untuk memiliki status, kondisi inilah yang menyebabkan

terjadinya in teraksi diantara sebayanya. Individu akan

menemukan kekuatan dalam mempertahankan dirinya di dalam

perebutan tempat dari dunia orang dewasa.

g. Interaksi orang tua, suasana rumah yang tidak menyenangkan

dan adanya tekanan dari orang tua menjadi dorongan individu

dalam berinteraksi dengan teman sebayanya.

h. Pendidikan, pendidikan yang tinggi adalah salah satu faktor

dalam interaksi teman sebaya karena orang yang berpendidikan

tinggi mempunyai wawasan dan pengetahuan luas yang akan

mendukung dalam pergaulannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui ada beberapa faktor

yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial antara lain: kepribadian,

jenis kelamin, keadaan sekitar, pendidikan, imitasi, sugesti, identifikasi, dan

simpati.

Kegiatan pendidikan jasmani yang dilakukan dengan tugas ajar

bersama kelompok diharapkan anak tunagrahita mampu mengenal diri

sendiri dan orang lain, mampu berkomunikasi dengan kelompok, dan

mampu bekerja sama dengan kelompok dengan tujuan perkembangan diri

dalam hal interaksi sosial bisa berkembangan dalam kehidupan

kesehariannya. Diharapkan mereka tidak menutup diri dan mampu menjalin

hubungan yang baik dengan keluarga, teman sebaya, dan lingkungan

sosialnya.

Page 66: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

74

B. Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan terkait dengan penelitian ini.

Berikut uraian singkat mengenai penelitian relevan yang digunakan peneliti.

Penelitian yang dilakukan oleh Gayuh Tristanti Dewi pada tahun 2014.

Hasil penelitian tersebut adalah pelaksanaan pengembangan diri kecakapan

vokasional kriya kayu dilaksanakan 16 jam pelajaran atau dengan porsi 50% dari

seluruh pembelajaran yang diberikan. Ruang lingkup materi keterampilan

vokasional kriya kayu pada jenjang SMPLB di SLB Negeri Sragen adalah kerja

kayu manual, kerja scrool, pengetahuan bahan kayu, dasar gambar teknik, dan

finishing kayu tingkat dasar. (2) Ketercapaian hasil Pelaksanaan pengembangan

diri kecakapan vokasional kriya kayu siswa tunagrahita adalah berupa barang

yaitu pohon angka, figura, puzzle, meja kursi, rambu-rambu lalu lintas, pegangan

sabit, pegangan alat menggoreng, dan vandel. (3) Kendala pelaksanaan

pengembangan diri kecakapan vokasional kriya kayu siswa tunagrahita yaitu dari

perilaku siswa tunagrahita sulit diarahkan, penyediaan sarana prasarana dan bahan

baku, belum adanya tenaga pengajar yang sesuai kualifikasi pendidikan, dan

kendala dalam pemasaran produk.

Penelitian Fatmawati Alim yang dilakukan pada tahun 2015. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa implementasi kurikulum pendidikan jasmani

belum berjalan dengan semestinya karena tidak adanya perencanaan dan guru

yang khusus mengajar penjasorkes. Masih kurangnya sumber daya penunjang

yang mendukung kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani adaptif.

Penelitian Ihsan Budi Raharjo pada tahun 2011 yang menunjukkan hasil

penelitian yakni, proses pembelajaran pendidikan jasmani anak tuna grahita di

SDLB C YPSLB dan SDLB C Setya Darma Surakarta berjalan dengan sangat

baik. Dalam pembelajaran faktor tujuan pendidikan jasmani anak tuna grahita

telah mencapai tingkatan sangat baik, faktor materi pendidikan jasmani anak tuna

grahita menunjukan tingkatan baik, faktor sikap dan motivasi siswa menunjukkan

keadaan yang sangat baik, faktor kompetensi guru menunjukan bahwa guru yang

mengajar penjas adaptif untuk anak tuna grahita di SDLB C YPSLB dan SDLB C

Setya Darma mempunyai kompetensi yang baik, faktor prasarana dan sarana

Page 67: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

75

penjas menunjukan keadaan yang cukup, faktor evaluasi penjas dilaksanakan

dengan baik.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas maka kerangka

berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar. 2. 2. Kerangka Berpikir

Berdasarkan skematis kerangka pemikiran di atas dapat diuraikan

kerangka penelitian sebagai berikut:

Anak tunagrahita memiliki gangguan mengacu pada keadaan dimana

fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata yang disertai dengan gangguan

pada perilaku adaptifnya atau penyesuaian dirinya defisit dalam kemampuan

mental secara umum, penurunan dalam keberfungsian adaptif pada usia individu

dan latar belakang sosial budayanya, dan semua gejala harus terjadi selama masa

perkembangan. Anak tunagrahita secara sederhana bisa dicirikan sebagai anak

yang tidak mampu mengelola dirinya sendiri karena mental di bawah normal,

terlambat kecerdasannya, dan tidak menyesuaikan terhadap situasi sosialnya.

Page 68: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

76

Anak tunagrahita susah untuk diajak untuk berinteraksi dan berkomunikasi.

Pengarahan anak tunagrahita bisa dilakukan dengan kegiatan pendidikan jasmani

yang memiliki unsur dan sesuai bagi perkembangan anak tunagrahita.

Penyampaian proses kegiatan pendidikan jasmani yang baik dan benar dapat

meningkatkan perkembangan diri pada mental anak tunagrahita.

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang

memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam

kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Lebih lanjut

Mahendra (2005: 6) menyatakan pendidikan jasmani memperlakukan anak

sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggap sebagai

seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya,

pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sangat luas. Titik perhatianya

adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, pendidikan jasmani

berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainya

yaitu hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokus

pendidikan jasmani pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah

pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikan

unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkaitan

dengan perkembangan total manusia.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perlu

adanya suatu upaya yang diharapkan dapat membantu perkembangan diri pada

subyek, dengan memberikan tugas ajar pendidikan jasmani yang tepat, dimana

pendekatan melalui kegiatan pendidikan jasmani sebagai sarana perkembangan

diri bagi anak tunagrahita. Kegiatan pendidikan jasmani dan aktivitas fisik pada

anak tunagrahita dapat memberikan banyak manfaat diantaranya :

1. Kegiatan pendidikan jasmani seperti basket dapat mengarahkan anak untuk

berkembang rasa kepercayaan dirinya dengan pujian dan respon positif setiap

sang anak berhasil memasukan bola ke dalam ring basket.

2. Anak tunagrahita memiliki kelemahan tidak bisa berkomunikasi dengan baik

di ranah sosialnya. Maka diharapkan dengan olahraga bersama kelompok

Page 69: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. - abstrak.ta.uns.ac.id · 1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani. 2) Membangun landasan kepribadian

77

mereka bisa berinteraksi sosial. Biasakan mereka untuk olahraga, dan

tingkatkan kerjasama dengan kelompok saat olahraga bersama.

3. Anak tunagrahita dapat diperkenalkan dengan dunia baru yang lebih luas lagi

agar dapat berinterkasi dan percaya diri dalam mengembangkan

kepribadiannya.

4. Selain membuka pengetahuan, pendidikan jasmani juga memberikan

kesempatan bagi anak untuk berolahraga menyenangkan sambil bersosialisasi

dan perlahan-lahan mengenal dunia di luar kesehariannya.

5. Apapun bentuk kegiatan pendidikan jasmani yang diterapkan dan dilakukan

oleh siapapun, pada dasarnya pendidikan jasmani tidak hanya menjamin

kebugaran fisik akan tetapi juga mendidik mental anak tunagrahita.

Pada dasarnya pendidikan jasmani pada anak tunagrahita mampu

mengembangkan kelemahan yang muncul pada subyek. Maka penggunaan

pendidikan jasmani dipandang efektif untuk diterapkan pada anak tunagrahita

untuk meningkatkan minat olahraga, kreativitas dan juga sebagai sarana

pengembangan diri bagi anak tunagrahita.