Upload
lenhu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bank
Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Sedangkan menurut Kuncoro& Suhardjono(2002), pengertian bank
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan
menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta
memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya
didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan
uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.
2.1.1 Jenis-Jenis Bank
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terdapat dua tentang
perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu:
a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
8
b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidakmemberikan jasa lalu lintas pembayaran.
2.1.2 Fungsi Bank
Menurut Susilo, et al (2000) secara umum fungsi utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat
untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik
fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of
services.
1. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik
dalam halpenghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan
mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
2. Agent of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat
diperlukan untukkelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan
bank tersebutmemungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi,
distribusi, dan juga konsumsibarang dan jasa, mengingat semua kegiatan
investasi-distribusi-konsumsi berkaitandengan penggunaan uang.
3. Agent of Sevices
Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana,
bank jugamemberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
9
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.2 Internet Banking
Internet banking memberikan jangkauan yang luas bagi nasabah untuk
melakukan transaksi elektronik melalui website bank. Menurut Tan et al. dalam
Ratnaningrum (2013), pada awal perkenalannya, internet banking sebagai
pemberi informasi bagi bank untuk memasarkan produk dan layanannya. Menurut
Maharsi et al. dalam Ratnaningrum (2013), internet banking adalah salah satu
pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,
melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan
internet dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan
perbankan melalui internet.
Menurut Hamid et al (2007), internet banking adalah istilah lain yang
digunakan untuk online banking. Keduanya mempunyai makna yang sama.
Internet banking memungkinkan pelanggan untuk memiliki akses langsung ke
informasi keuangan mereka dan melakukan transaksi keuangan tanpa pergi ke
bank.
Dalam Tong et al.dalam Ratnaningrum (2013) disebutkan bahwa bank yang
menggunakan internet banking menyediakan layanan yang rendah biaya untuk
nasabah. Internet banking memangkas biaya operasi, memperbaiki efisiensi,
mengurangi biaya kertas untuk keperluan transaksi serta memberikan kesempatan
pada bank untuk menjaga hubungannya dengan nasabah dan mencari nasabah
10
baru. Internet banking berkembang menjadi “one stop service and information
unit” yang menjanjikan keuntungan sekaligus untuk bank dan nasabahnya.
2.2.1 Keuntungan Internet Banking
Menurut Hoppe (2001),internet banking memberikan beberapa keuntungan
dibandingkan bank dengan sistem tradisional. Beberapa keuntungannya antara
lain :
1) Hemat waktu
Nasabah tidak perlu mengunjungi bank.
2) Kenyamanan
Rekening dapat digunakan untuk pembayaran dan transfer rekening tanpa
mengantri.
3) Akses
Pelayanan tersedia dalam 7 hari seminggu, 24 jam sehari.
4) Konfirmasi
Transaksi dan terlaksana dan terkonfirmasi dengan segera.
5) Jarak
Nasabah dapat melakukan apa saja dari mengecek rekening hingga mengisi
aplikasi kredit.
6) Keamanan
Nasabah memilih sendiri PIN, dan mencegah akses tidak resmi pada akun
mereka.
7) Keselamatan
Tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar.
11
2.2.2 Kerugian Internet Banking
Internet banking juga memberikan kerugian, antara lain :
1) Biaya
Internet banking memiliki sistem standar seperti akses komputer, tipe
komputer, kapasitas data, resolusi layar dan browser, yang mana dapat
menambah biaya untuk nasabah jika dibandingkan dengan bank dengan
sistem tradisional atau dengan layanan perbankan lain seperti ATM.
2) Ketersediaan
Nasabah tidak bisa membuka dan menutup rekening menggunakan
internet banking.
3) Keamanan
Serangan hacker dan penipuan.
2.3 Penerimaan Pemakai Terhadap Sistem Teknologi Informasi
Persepsi mengenai karakteristik teknologi berbeda-beda antar satu individu
dengan individu lainnya. Persepsi mereka mengenai teknologi berawal dari proses
kognitif dan keyakinan mengenai teknologi.
Persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa
faktor sebagai berikut:
a. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan produktivitas
pengguna
b. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja pengguna
12
c. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi proses
dari aktivitas yang dilakukan oleh pengguna.
Penerimaan pemakai terhadap sistem teknologi informasi dapat
didefinisikan sebagai kemauan yang nampak didalam kelompok pengguna untuk
menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam kesehariannya. Menurut
Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), semakin menerima sistem teknologi
informasi yang baru maka semakin besar kemauan pemakai untuk merubah
praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai
secara nyata pada sistem teknologi informasi yang baru. Tetapi menurut
Davis(1986), jika pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi yang
baru, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan
keuntungan yang banyak bagi organisasi/perusahaan.
Iqbaria, et al (1994) juga menyebutkan bahwa secara individu maupun
kolektif penerimaan penggunaan dapat dijelaskan dari variasi penggunaan suatu
sistem, karena diyakini penggunaan suatu sistem yang berbasis TI dapat
mengembangkan kinerja individu atau kinerja organisasi. Beberapa penelitian lain
telah mengidentifikasi indikator penerimaan TI, dimana secara umum diketahui
bahwa penerimaan TI dilihat dari penggunaan sistem dan frekuensi pengunaan
komputer dan ada juga yang melihat dari aspek kepuasan pengguna.
Menurut Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), ada lima karakteristik
dalam penerimaan teknologi yaitu:
13
a. Keuntungan relatif/relative advantage (teknologi menawarkan
perbaikan).
b. Kesesuaian/compatibility (konsisten dengan praktek sosial dan norma
yang ada pada pemakai teknologi).
c. Complexity (kemudahan untuk menggunakan atau mempelajari
teknologi).
d. Trialability (kesempatan untuk melakukan inovasi sebelum
menggunakan teknologi itu).
e. Observability (keuntungan teknologi bisa dilihat secara jelas).
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah bagaimana nasabah
memanfaatkannya, juga mengubah apa yang nasabah gunakan. Dalam proses
penerapan teknologi informasi dalam penggunaan sehari-hari, tiap individu
mernpunyai persepsi yang berbeda-beda. Model-model penerimaan teknologi
telah menggabungkan sikap/attitude nasabah terhadap teknologi informasi dan
kontrol perilaku sistem yang akan menghasilkan ketertarikan nasabah dalam
menggunakan internet banking.
2.4 Theory of Acceptance Model (TAM)
Theory of Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori tentang
penggunaan sistem teknologi informasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan
penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Teori
yang sangat berpengaruh ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1986) yang
merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan
14
Fishbein dalam Dreana (2012). Menurut Lee et al. dalam Dreana (2012), sejak
TAM dikenalkan hingga tahun 2000, teori ini telah dirujuk oleh 424 penelitian
dan hingga tahun 2003 telah dirujuk oleh 698 penelitian seperti dilaporkan oleh
Social Science Citation Index (SSCI). Model TRA didasarkan pada asumsi bahwa
keputusan yang dilakukan oleh individu untuk menerima atau menolak suatu
teknologi informasi adalah tindakan sadar yang dapat diprediksi berdasarkan niat
perilakunya.
Model TAM tidak hanya bisa untuk memprediksi, namun juga bisa
menjelaskan sehingga peneliti dan para praktisi bisa mengidentifikasi mengapa
suatu faktor tidak diterima dan memberikan kemungkinan langkah yang cepat.
Tujuan utama TAM adalah memberikan dasar langkah dari dampak suatu faktor
eksternal pada internal belief, attitude, dan intention. TAM menambahkan dua
konstruk terhadap model TRA. Dua konstruk tersebut adalah kegunaan persepsian
(perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of
use) sebagai faktor utama perilaku penerimaan teknologi.
Argumentasi TAM adalah bahwa penerimaan individual terhadap sistem
teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut. Kedua konstruk
tersebut akan mempengaruhi sikap (attitude) terhadap perilaku yang kemudian
membentuk niat perilaku (behavioral intention). Niat perilaku merupakan dasar
dari perilaku (behavior) yang dilakukan oleh individu.
TAM menjelaskan hubungan antara keyakinan/beliefs (usefulness dan ease
of use) dengan sikap/attitude, tujuan/intentions nasabah, serta penggunaan nyata
dari sistem. Perceived usefulness didefinisikan oleh Davis etal dalam Kartika
15
Gambar 2.1 Hubungan antar komponen dalam TAM
(2009) sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem
secara khusus akan meningkatkan kinerjanya. Sedangkan perceived ease of use
didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan
sistem secara khusus akan mengarah pada suatu usaha. Penelitian Leong dalam
Kartika (2009) menguji penggunaan MS Acces mengelompokan variabel-variabel
dalam TAM menjadi 3 kelompok yaitu perceived usefulness dan perceived ease of
use sebagai variabel independent, penggunaan sistem secara nyata sebagai
variabeldependent dan variabel-variabel mediasinya adalah attitude toward use
dan behavioral intention to use.
Penelitian-penelitian selanjutnya mencoba mengembangkan model TAM
dengan menambahkan variabel-variabel eksternal/eksogen (exogenous variable).
Menurut Hartono dalam Dreana (2012) bahwa variabel-variabel eksternal yang
digunakan dapat dikategorikan misalnya sebagai variabel individual, kultur,
organisasi, dan sebagainya.
Menurut Davis et al. (1989), hubungan antar komponen dalam TAM dapat
diihat pada Gambar 2.1.
16
Menurut Davis et al. (1989), TAM diterapkan untuk menjelaskan model
konseptual terhadap penerimaan pengguna sistem informasi atau teknologi baru.
Kemudahan penggunaan persepsian berpengaruh positif terhadap kegunaan
persepsian. Individu pemakai sistem akan menggunakan sistem apabila merasa
bahwa sistem tersebut mudah untuk digunakan. Kegunaan persepsian dan
kemudahan penggunaan persepsian akan berpengaruh positif terhadap niat
perilaku. Individu pengguna sistem akan mempunyai niat menggunakan teknologi
apabila merasa bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan memiliki nilai
manfaat. TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan teknologi, maka
perilaku yang timbul dari niat perilaku adalah perilaku dalam menggunakan
teknologi. Oleh karena TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan
teknologi, maka TAM akan digunakan menjadi salah satu teori dasar dari
penelitian ini.
2.5 Theory of Planned Behavior (TPB)
Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh Ajzen (1985),
merupakan pengembangan dari TRA. Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), TPB
memperluas kerangka teoritis TRA dan menjelaskan serta memprediksi pola-pola
perilaku manusia dan menambahkan sebuah konstruk yang sebelumnya tidak ada
di dalam TRA. Konstruk ini ditambahkan ke TPB untuk mengontrol perilaku yang
dibatasi oleh keterbatasan-keterbatasan kurangnya sumber daya untuk melakukan
perilaku. Konstruk yang ditambahkan tersebut adalah kontrol perilaku persepsian
(perceived behavioral control). Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), kontrol
perilaku persepsian didefinisikan sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian
17
untuk melakukan perilaku. Menurut Taylor et al dalam Dreana(2012), kontrol
perilaku persepsian adalah persepsi dan konstruk-konstruk internal dan eksternal
dari perilaku, dalam konteks sistem teknologi informasi.
Menurut Hartono dalam Dreana(2012), TPB menunjukkan bahwa perilaku
manusia didasarkan pada ketiga faktor penentu yaitu :
a. Behavioral beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang kemungkinan
terjadinya perilaku. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan sikap
terhadap perilaku.
b. Normative beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang ekspektasi-
ekspektasi normatif dari orang-orang lain dan motivasi untuk menyetujui
ekspektasi tersebut. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan norma
subyektif terhadap perilaku.
c. Control beliefs, yaitu kepercayaan – kepercayaan tentang keberadaan
faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari
perilaku dan kekuatan persepsian dari faktor-faktor tersebut. Dalam
TRA, konstruk ini belum ada dan ditambahkan ke dalam TPB sebagai
kontrol perilaku persepsian.
TPB yang merupakan pengembangan dari TRA inilah yang digunakan
menjadi salah satu teori dasar dari penelitian ini. Ketiga variabel tersebut
mempengaruhi secara positif minat berperilaku secara langsung, dan kemudian
variabel minat berperilaku akan mempengaruhi tindakan nyata.
Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), hubungan antar komponen dalam TPB
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
18
2.6 Integrasi TAM dan TPB
TAM sering diterapkan penelitian-penelitian awal mengenai sistem
teknologi informasi karena salah satu variabel utamanya adalah niat perilaku yang
dipengaruhi oleh dua variabel lainnya, yaitu perceived of use dan perceived ease
of use, terbukti berpengaruh terhadap sikap dan perilaku nasabah penggunaan
internet banking. Meskipun variabel-variabel ini relevan dan reliabel untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku, namun TAM
awalnya belum memasukkan pengaruh dari faktor sosial dan faktor kontrol
perilaku. Menurut Compeau et al.dalam Dreana(2012), penelitian-penelitian
selanjutnya menemukan bahwa self efficacy dan perceived behavioral control
mempunyai pengaruh yang signifikan pada perilaku penggunaan teknologi
informasi. Dalam TPB, self efficacy dan perceived behavioral control merupakan
faktor penentu perilaku dalam variabel norma subyektif dan variabel persepsi
kontrol perilaku. Dalam integrasi TAM dan TPB, model TPB memasukkan kedua
konstruk tersebut untuk mengatasi kelemahan TAM yang tidak dapat mengontrol
perilaku pengguna sistem teknologi informasi. Hal ini menunjukkan bahwa TAM
dan TPB dapat digunakan bersama-sama untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi minat perilaku pengguna dalam memprediksi niat nasabah dalam
menggunakan internet banking . Menurut Nasri et al (2012), faktor yang
berpengaruh terhadap minat perilaku nasabah dalam penggunaan layanan internet
banking ada 10 variabel dapat diihat pada Gambar 2.3
20
Gambar 2.4 Hipotesis model penelitian integrasi TAM dan TPB
2.6.1 Perceived Usefulness
Menurut Davis dalam Kartika(2009), perceived usefulness terhadap suatu
sistem, didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa
penggunaan sistem tertentu akan dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam
hubungannya dengan layanan internet banking yang diteliti, dengan demikian jika
seseorang merasa yakin bahwa layanan internet banking bermanfaat, maka orang
tersebut akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa bahwa sistem
tersebut tidak bermanfaat maka orang tersebut tidak menggunakannya.
21
2.6.2 Perceived Ease of Use
Menurut Davis dalam Ratnaningrum(2013), perceived ease of use sebuah
teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa
komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dalam kondisi normal
jika seseorang merasa bahwa layanan internet banking mudah digunakan, maka
dia akan cenderung ingin menggunakannya. Sebaliknya jika pengguna merasa
sistem tersebut sulit digunakan, maka orang tersebut berfikir lebih baik tidak
menggunakannya.
2.6.3 Security and Privacy
Privasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan
mengelola informasi tentang diri sendiri. Informasi nasabah meliputi data pribadi
mereka seperti nama, jenis kelamin, alamat dan lainnya adalah online data
nasabah. Semua informasi ini dapat membantu petugas bank online untuk
menciptakan gambaran yang lebih rinci dari setiap nasabah, dan strategi
pemasaran bank yang sukses semakin bergantung pada penggunaan efektif
sejumlah besar data nasabah rinci.
Sedangkan, keamanan didefinisikan sebagai ancaman yang menciptakan
situasi, kondisi, atau peristiwa yang berpotensi untuk menyebabkan kesulitan
ekonomi untuk data atau sumber daya jaringan dalam bentuk kerusakan,
pengungkapan, modifikasi data, penolakan layanan dan/ atau penipuan dan
penyalahgunaan .
Menurut Nasri et al. (2012), keamanan dan privasi adalah hambatan yang
signifikan untuk adopsi perbankan online. Selanjutnya, telah dinyatakan dalam
22
penelitian lain bahwa tantangan terbesar untuk sektor perbankan elektronik akan
memenangkan kepercayaan dari pelanggan atas masalah privasi dan keamanan.
2.6.4 Attitude
Fishbein et al. dalam Nugroho (2013) mendefinisikan sikap sebagai jumlah
dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak
suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan
individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau
monolak dan sebagainya. Menurut Jogiyanto dalam Nugroho(2013), sikap
(Attitude) adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif maupun negatif dari
seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Dengan demikian
sikap seseorang terhadap layanan internet banking menunjukkan seberapa jauh
orang tersebut merasakan bahwa sistem informasinya baik atau jelek.
2.6.5 Subjective Norm
Menurut Ajzen dalam Nugroho (2013), subjective norms menunjuk pada
persepsi tekanan sosial yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi perilaku
seseorang. Lainnya, Jogiyanto dalam Nugroho(2013) mendefinisikan norma
subjektif sebagai persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-
kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau
tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.
2.6.6 Self Efficacy
Menurut Nasri et al (2012), self efficacy didefinisikan sebagai penilaian
kemampuan seseorang untuk menggunakan komputer. Teori self efficacy
menunjukkan bahwa ada empat bidang sumber informasi yang digunakan oleh
23
individu ketika membentuk penilaian self efficacy, yaitu : prestasi kinerja,
pengalaman perwakilan, persuasi verbal dan kondisi fisiologis. Self efficacy
didefinisikan sebagai penilaian masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk
mengatur dan melaksanakan suatu program untuk mencapai tujuan. Orang yang
merasa kurang mampu menangani situasi mungkin menolak karena perasaan
mereka tidak mampu atau ketidaknyamanan. Individu dengan tinggi self efficacy
akan melihat penggunaan IB menjadi user friendly dan mudah digunakan karena
efek dari self efficacy pada tingkat usaha, ketekunan dan tingkat pembelajaran dan
akan lebih tahan terhadap perubahan. Oleh karena itu, self efficacy akan
mempengaruhi dirasakan kontrol perilaku konsumen dalam penggunaan IB.
2.6.7 Goverment Support
Nasri et al (2012) menyatakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi
adopsi teknologi baru tergantung pada tingkat dukungan yang mereka berikan.
Dukungan pemerintah dapat memainkan peran intervensi dan kepemimpinan
dalam difusi inovasi untuk mengukur persepsi individu mengenai tingkat
dukungan. Semakin besar tingkat dukungan pemerintah yang dirasakan oleh
seorang individu semakin besar kemungkinan dia akan menggunakan layanan
internet banking.
2.6.8 Technology Support
Menurut Nasri et al (2012), dukungan teknologi menjadi mudah dan
tersedia sebagai aplikasi e-commerce seperti layanan internet banking menjadi
lebih layak. Dalam hal penggunaan internet ini akan mengacu pada sumber daya
teknologi dan infrastruktur yang tersedia.
24
Dengan demikian persepsi mengenai kualitas infrastruktur internet dapat
mempengaruhi kontrol perilaku yang dirasakan individu dalam penggunaan
layananinternet banking.
2.6.9 Perceived Behavioral Control
Menutur Ajzen dalam Nugroho(2012), perceived behavioral control
didefinisikan sebagai sumber daya dan kesempatan yang mengarahkan seseorang
pada kemungkinan perilaku yang diharapkan. Pengertian yang hampir sama
didefinisikan oleh Jogiyanto dalam Nugroho (2012), Jogiyanto mendefinisikan
persepsi pengendali perilaku sebagai persepsi mudah atau sulitnya seseorang
untuk melakukan perilaku tertentu. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa persepsi
seseorang tentang pengendali perilaku merefleksikan pengalaman masa lalu dan
dengan evaluasi dapat digunakan untuk mengantisipasi halangan-halangan yang
akan terjadi di masa depan.
2.6.10 Intention to Use IB
Menurut Jogiyanto dalam Nugroho (2012), minat atau intensi berperilaku
adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Minat berbeda dengan perilaku.
Minat masih berupa keinginan sedangkan perilaku adalah kegiatan nyata yang
dilakukan. Jadi dengan demikian maksud dari minat penggunaan internet banking,
2.7 Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan
secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
25
2. Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati
dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
3. Kuesioner
Metode kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan
mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti.
2.8 Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert
yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang.
Biasanya cara pengisian kuisioner jenis ini dengan menggunakan cecklist
atau pilihan ganda. Kemudian untuk masing‐masing sikap di beri bobot,
seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan skala likert
Persepsi Responden Nilai Sikap
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-ragu (R) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Respons terhadap sejumlah item yang berkaitan dengan konsep atau variabel
tertentu disajikan kepada tiap responden. Menggunakan skala likert sebelumnya,
nyatakan tingkat kesetujuan anda dengan tiap pernyataan berikut:
26
Tabel 2.2 Contoh pernyataan dalam skala likert
No. Pertanyaan Nilai/Skala
1. Bank memberikan layanan yang
berkualitas
1 2 3 4 5
2. Bank memilih lokasi yang tidak
menyusahkan
1 2 3 4 5
3. Jam operasi bank tidak
menyusahkan
1 2 3 4 5
4. Bank menawarkan kredit
berbunga rendah
1 2 3 4 5
2.9 Populasi dan Sampling
Nursalam (2013) menyatakan bahwa populasi adalah subjek (misalnya
manusia;klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan
sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi. Menurut Nursalam (2013) Cara pengambilan sampel dapat digolonglan
menjadi dua, yaitu:
a. Probability sampling
Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subyek dalam
populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai
sampel.
b. Nonprobability sampling
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap ensure atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah nonprobability
sampling yaitu purposive sampling, purposive sampleyang mencakup
27
responden, subjek atau elemen yang dipilih karena karateristik atau kualitas
tertentu, dan mengabaikan mereka yang tidak memenuhi kriteria yang
ditentukan. Melalui teknik purposive sample ini, sampel dipilih berdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya mengenai populasi, yaitu
pengetahuan mengenai elemen – elemen yang terdapat pada populasi, dan
tujuan penelitian yang hendak dilakukan.
Purposive sampling dapat didefinisakan sebagai tipe penarikan sampel
nonprobabilitas yang mana unit yang hendak diamati atau diteliti dipilih
berdasarkan pertimbangan peneliti dalam hal unit yang mana dianggap paling
bermanfaat dan representatif. Dengan demikian, pada sampel purposive,
responden atau anggota sampel dengan sengaja dipilih tidak secara acak.
Penentuan sampel terpilih ditentukan dengan pengetahuan bahwa sampel
bersangkutan tidaklah representatif terhadap populasi. Dengan kata lain,
purposive sample adalah sampel yang dipilih berdasarkan suatu panduan
tertentu.
Panduan sampel yang digunakan akan menentukan batasan jumlah, atau
kategori responden yang boleh dipilih, dan diundang sebagai anggota sampel.
Misal, jika manajemen suatu stasiun radio ingin melakukan penelitian terhadap
target audiensi mereka, yaitu pria berumur 25-44 tahun untuk mengetahui
tanggapan mereka terhadap program radio bersangkutan, maka penelitian
tersebut hanya ditunjukkan kepada siapa saja pria berusia 25-44 tahun.
28
2.10 Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM)
Partial Least Squares merupakan metode analisis yang powefull dan sering
disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS
(Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara
multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen
(Latan et al, 2012). Mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan
data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas
data (Latan et al, 2012). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada
tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan
untuk mengkonfirmasi teori (Latan et al, 2012). Dibandingkan dengan metoda
Maximum Likelihood, PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan
oleh SEM berbasis covariance yaitu improrer solutions dan factor indeterminacy
(Latan et al, 2012).
PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary
Least Squares) sehingga persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah
untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan
menghindarkan masalah untuk model bersifat non-recursive (model yang bersifat
timbal balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM
berbasis covariance. Sebagai alternatif analisis covariance based SEM,
pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji
model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi
komponen (Latan et al, 2012).
29
CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk
menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari
PLS adalah prediksi, pendekatan PLS lebih cocok karena pendekatan ini
mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah variance yang berguna untuk
dijelaskan.
PLS dikatakan sebagai metode analisis yang powerful, karena tidak
didasarkan pada banyak asumsi (Latan et al, 2012). Misalnya, data tidak harus
berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal,
interval, sampai rasio dapat digunakan model yang sama). Selain dapat digunakan
untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada
tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis
konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif, hal ini tidak dapat
dilakukan oleh CB SEM karena akan menjadi unidentified model.
Tabel 2.3 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM
Kriteria PLS-SEM CB-SEM
Tujuan Penelitian Untuk mengembangkan
teori atau membangun
teori (orientasi prediksi)
Untuk menguji teori atau
mengkonfirmasi teori
(orientasi parameter)
Pendekatan Berdasarkan variance Berdasarkan covariance
Metode Estimasi Least Squares Maximum Likelihood
(umumnya)
Spesifikasi Model dan
Parameter Model
Components two
loadings, path koefisien
dan component weight
Factors one loadings,
path koefisien, error
variances dan factor
means
Model Struktural Model dengan
kompleksitas besar
dengan banyak konstruk
dan banyak indikator
Model dapat berbentuk
recursive dan non-
recursive dengan tingkat
kompleksitas kecil
30
(hanya berbentuk
recursive)
sampai menengah
Evaluasi Model dan
Asumsi Normalitas
Data
Tidak mensyaratkan data
terdistribusi normal dan
estimasi
Mensyaratkan data
terdistribusi normal dan
memenuhi kriteria
goodness of fit sebelum
estimasi parameter
Pengujian Signifikansi Tidak dapat diuji dan
difalsifikasi (harus
melalui prosedur
bootstrap atau jackknife)
Model dapat diuji dan
difalsifikasi
Software Produk PLS Graph, SmartPLS,
SPAD-PLS, XLSTAT-
PLS dan sebagainya
AMOS, EQS, LISREL,
Mplus dan sebagainya
2.10.1 Model Indikator PLS
PLS memiliki dua model indikator dalam penggambarannya, yaitu:
a. Model konstruk dengan indikator reflektif
Konstruk dengan indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian
diantara pengukuran model dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi
domain konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari konstruk ke indikator. Pada
setiap indikatornya harus ditambah dengan error terms atau kesalahan
pengukuran.
Gambar 2.5 Contoh konstruk dengan indikator reflektif
Konstruk Reflektif
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3
31
b. Model konstruk dengan indikator formatif
Konstruk dengan indikator formatif mengasumsikan bahwa setiap
indikatornya mendefinisikan atau menjelaskan karateristik domain
konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari indikator ke konstruk. Kesalahan
pengukuran ditunjukkan pada konstruk bukan pada indikatornya sehingga
pengujian validitas dan reliabilitas konstruk tidak diperlukan.
Gambar 2.6 Contoh konstruk dengan indikator formatifnya
2.10.2 Kriteria Penilaian PLS
PLS memiliki dua model evaluasi, yaitu:
a. Model Pengukuran (Outer Model)
Menurut Hair (2014), model pengukuran adalah model yang
menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan setiap blok
indikatornya. Evaluasi model pengukuran bertujuan untuk mengetahui
validitas dan reliabilitas indikator. Model pengukuran reflektif dievaluasi
dengan composite reliability untuk menilai internal consistency, individual
indicator reliability, dan average variance extracted untuk menilai
convergent validity. Selain itu Fornell-Lacker criterion dan cross loading
Konstruk Formatif
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3
32
digunakan untuk menilai discriminant validity. Berikut ini kriteria penilaian
PLS pada model pengukuran menurut Hair dkk (2014)
Tabel 2.4 Kriteria penilaian PLS pada model pengukuran
Kriteria Penjelasan
Model Pengukuran Reflektif
Loading Faktor Nilai loading faktor harus lebih besar 0.7. loading
faktor antara 0,4 sampai 0,7 dapat dihapus hanya
jika penghapusan menyebabkan peningkatan nilai
kesalahan composite reliability atau AVE
Composite Realibility Composite reliability mengukur internal
consistency dan nilainya harus lebih besar 0.60
Average Variance Extracted Nilai average variance extracted (AVE) harus
lebih besar 0.50
Validitas Diskriminan Nilai Akar kuadrat dari AVE harus lebih besar dari
pada nilai korelasi antar variabel laten
Cross Loading Diharapkan setiap blok indikator memiliki loading
lebih tinggi untuk setiap variabel katen yang
diukur dibandingkan dengan indikator untuk
variabel laten lainnya
b. Model Struktural ( Inner Model )
Menurut Hair (2014), model struktural adalah model yang
menunjukkan hubungan prediksi (estimasi) antar variabel laten dalam
model penelitian. Evaluasi model struktural atau inner model bertujuan
untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel laten dalam model
penelitian, dengan melihat koefisien jalur (path coefficient) yang
menunjukkan ada atau tidak ada hubungan (perdiksi) antara variabel laten
dalam model penelitian. Untuk melakukan evaluasi model struktural
dimulai dimulai dari melihat nilai R-Squares untuk setiap prediksi dari
model struktural, nilai R-Squares digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel laten (eksogen) tertentu terhadap variabel laten (endogen) atau
seberapa besar pengaruhnya. Berikut ini kriteria penilaian PLS pada model
33
struktural menurut Hair dkk (2014).Sistematik evaluasi hasil PLS-SEM
untuk model struktural adalah :
Tabel 2.5 Kriteria penilaian PLS pada model struktural
Kriteria Penjelasan
R square untuk variabel laten
endogen
Hasil R squaresebesar 0.75, 0.50, dan 0,25 untuk
variabel laten endogen dalam model struktural
mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”,
dan “lemah”
Estimasi koefisien jalur Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model
struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini
dapat diperoleh dengan prosedur bootsrapping
f2 untuk effect size Nilai f2 sebesar 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat
diintrepretasikan apakah predictor variabel laten
mempunyai pengaruh yang lemah, medium, atau
besar pada tingkat struktural
Relevansi prediksi Q2 dan effect
size q2
Nilai Q2 lebih besar dari 0 menunjukkan model
memiliki predictive relevance (variabel eksogen
baik sebagai variabel penjelas yang mampu
memprediksi variabel endogennya)
2.10.3 Tahap Analisis PLS-SEM
Tahapan analisis menggunakan PLS-SEM harus melalui lima proses
tahapan dimana setiap tahapan akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya,
yaitu :
Menurut Yamin dkk (2011) tahapan analisis PLS-SEM dijabarkan sebagai
berikut:
1. Merancang model struktural (Inner Model)
Pada tahap ini peneliti memformulasikan model hubungan antar konstrak.
Konsep konstrak haruslah jelas dan mudah untuk didefinisikan.
34
2. Mendefinisikan model pengukuran (Outer Model)
Pada tahap ini, peneliti mendefinisikan dan menspesifikasi hubungan antar
konstrak laten dengan indikatornya apakah bersifat reflektif atau formatif.
3. Membuat diagram jalur
Fungsi utama dari membangun diagram jalur adalah untuk
memvisualisasikan hubungan antara indikator dengan konstraknya serta
antara konstrak yang akan dipermudah peneliti untuk melihat model secara
keseluruhan.
4. Mengonversi diagram jalur ke sistem persamaan
Dalam persamaan model pengukuran (outer model) terdiri dari persamaan
model pengukuran formatif dan model pengukuran reflektif, serta
persamaan model struktural (inner model). Pada penelitian ini perhitungan
persamaan tersebut menggunakan program SmartPLS.
5. Estimasi Model
Pada langkah ini ada tiga skema pemilihan weighting dalam proses
estimasi model, yaitu factor weighting scheme, centroid weighting sceme,
dan path weighting sceme.
6. Evaluasi Model
Evaluasi model meliputi evaluasi model pengukuran dan evaluasi model
struktural.