29
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bank Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Kuncoro& Suhardjono(2002), pengertian bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. 2.1.1 Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terdapat dua tentang perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu: a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bankrepository.unair.ac.id/30274/3/SKRIPSI SUCITA DIAYU_bab2.pdfBerdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terdapat dua tentang perbankan, terdapat dua

  • Upload
    lenhu

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank

Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun

1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak. Sedangkan menurut Kuncoro& Suhardjono(2002), pengertian bank

adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta

memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya

didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan

uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote.

2.1.1 Jenis-Jenis Bank

Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terdapat dua tentang

perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu:

a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara

konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

8

b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

tidakmemberikan jasa lalu lintas pembayaran.

2.1.2 Fungsi Bank

Menurut Susilo, et al (2000) secara umum fungsi utama bank adalah

menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat

untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik

fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of

services.

1. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik

dalam halpenghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan

mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.

2. Agent of Development

Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat

diperlukan untukkelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan

bank tersebutmemungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi,

distribusi, dan juga konsumsibarang dan jasa, mengingat semua kegiatan

investasi-distribusi-konsumsi berkaitandengan penggunaan uang.

3. Agent of Sevices

Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana,

bank jugamemberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada

9

masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan

kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

2.2 Internet Banking

Internet banking memberikan jangkauan yang luas bagi nasabah untuk

melakukan transaksi elektronik melalui website bank. Menurut Tan et al. dalam

Ratnaningrum (2013), pada awal perkenalannya, internet banking sebagai

pemberi informasi bagi bank untuk memasarkan produk dan layanannya. Menurut

Maharsi et al. dalam Ratnaningrum (2013), internet banking adalah salah satu

pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,

melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan

internet dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan

perbankan melalui internet.

Menurut Hamid et al (2007), internet banking adalah istilah lain yang

digunakan untuk online banking. Keduanya mempunyai makna yang sama.

Internet banking memungkinkan pelanggan untuk memiliki akses langsung ke

informasi keuangan mereka dan melakukan transaksi keuangan tanpa pergi ke

bank.

Dalam Tong et al.dalam Ratnaningrum (2013) disebutkan bahwa bank yang

menggunakan internet banking menyediakan layanan yang rendah biaya untuk

nasabah. Internet banking memangkas biaya operasi, memperbaiki efisiensi,

mengurangi biaya kertas untuk keperluan transaksi serta memberikan kesempatan

pada bank untuk menjaga hubungannya dengan nasabah dan mencari nasabah

10

baru. Internet banking berkembang menjadi “one stop service and information

unit” yang menjanjikan keuntungan sekaligus untuk bank dan nasabahnya.

2.2.1 Keuntungan Internet Banking

Menurut Hoppe (2001),internet banking memberikan beberapa keuntungan

dibandingkan bank dengan sistem tradisional. Beberapa keuntungannya antara

lain :

1) Hemat waktu

Nasabah tidak perlu mengunjungi bank.

2) Kenyamanan

Rekening dapat digunakan untuk pembayaran dan transfer rekening tanpa

mengantri.

3) Akses

Pelayanan tersedia dalam 7 hari seminggu, 24 jam sehari.

4) Konfirmasi

Transaksi dan terlaksana dan terkonfirmasi dengan segera.

5) Jarak

Nasabah dapat melakukan apa saja dari mengecek rekening hingga mengisi

aplikasi kredit.

6) Keamanan

Nasabah memilih sendiri PIN, dan mencegah akses tidak resmi pada akun

mereka.

7) Keselamatan

Tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar.

11

2.2.2 Kerugian Internet Banking

Internet banking juga memberikan kerugian, antara lain :

1) Biaya

Internet banking memiliki sistem standar seperti akses komputer, tipe

komputer, kapasitas data, resolusi layar dan browser, yang mana dapat

menambah biaya untuk nasabah jika dibandingkan dengan bank dengan

sistem tradisional atau dengan layanan perbankan lain seperti ATM.

2) Ketersediaan

Nasabah tidak bisa membuka dan menutup rekening menggunakan

internet banking.

3) Keamanan

Serangan hacker dan penipuan.

2.3 Penerimaan Pemakai Terhadap Sistem Teknologi Informasi

Persepsi mengenai karakteristik teknologi berbeda-beda antar satu individu

dengan individu lainnya. Persepsi mereka mengenai teknologi berawal dari proses

kognitif dan keyakinan mengenai teknologi.

Persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa

faktor sebagai berikut:

a. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan produktivitas

pengguna

b. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja pengguna

12

c. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi proses

dari aktivitas yang dilakukan oleh pengguna.

Penerimaan pemakai terhadap sistem teknologi informasi dapat

didefinisikan sebagai kemauan yang nampak didalam kelompok pengguna untuk

menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam kesehariannya. Menurut

Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), semakin menerima sistem teknologi

informasi yang baru maka semakin besar kemauan pemakai untuk merubah

praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai

secara nyata pada sistem teknologi informasi yang baru. Tetapi menurut

Davis(1986), jika pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi yang

baru, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan

keuntungan yang banyak bagi organisasi/perusahaan.

Iqbaria, et al (1994) juga menyebutkan bahwa secara individu maupun

kolektif penerimaan penggunaan dapat dijelaskan dari variasi penggunaan suatu

sistem, karena diyakini penggunaan suatu sistem yang berbasis TI dapat

mengembangkan kinerja individu atau kinerja organisasi. Beberapa penelitian lain

telah mengidentifikasi indikator penerimaan TI, dimana secara umum diketahui

bahwa penerimaan TI dilihat dari penggunaan sistem dan frekuensi pengunaan

komputer dan ada juga yang melihat dari aspek kepuasan pengguna.

Menurut Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), ada lima karakteristik

dalam penerimaan teknologi yaitu:

13

a. Keuntungan relatif/relative advantage (teknologi menawarkan

perbaikan).

b. Kesesuaian/compatibility (konsisten dengan praktek sosial dan norma

yang ada pada pemakai teknologi).

c. Complexity (kemudahan untuk menggunakan atau mempelajari

teknologi).

d. Trialability (kesempatan untuk melakukan inovasi sebelum

menggunakan teknologi itu).

e. Observability (keuntungan teknologi bisa dilihat secara jelas).

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah bagaimana nasabah

memanfaatkannya, juga mengubah apa yang nasabah gunakan. Dalam proses

penerapan teknologi informasi dalam penggunaan sehari-hari, tiap individu

mernpunyai persepsi yang berbeda-beda. Model-model penerimaan teknologi

telah menggabungkan sikap/attitude nasabah terhadap teknologi informasi dan

kontrol perilaku sistem yang akan menghasilkan ketertarikan nasabah dalam

menggunakan internet banking.

2.4 Theory of Acceptance Model (TAM)

Theory of Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori tentang

penggunaan sistem teknologi informasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan

penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Teori

yang sangat berpengaruh ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1986) yang

merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan

14

Fishbein dalam Dreana (2012). Menurut Lee et al. dalam Dreana (2012), sejak

TAM dikenalkan hingga tahun 2000, teori ini telah dirujuk oleh 424 penelitian

dan hingga tahun 2003 telah dirujuk oleh 698 penelitian seperti dilaporkan oleh

Social Science Citation Index (SSCI). Model TRA didasarkan pada asumsi bahwa

keputusan yang dilakukan oleh individu untuk menerima atau menolak suatu

teknologi informasi adalah tindakan sadar yang dapat diprediksi berdasarkan niat

perilakunya.

Model TAM tidak hanya bisa untuk memprediksi, namun juga bisa

menjelaskan sehingga peneliti dan para praktisi bisa mengidentifikasi mengapa

suatu faktor tidak diterima dan memberikan kemungkinan langkah yang cepat.

Tujuan utama TAM adalah memberikan dasar langkah dari dampak suatu faktor

eksternal pada internal belief, attitude, dan intention. TAM menambahkan dua

konstruk terhadap model TRA. Dua konstruk tersebut adalah kegunaan persepsian

(perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of

use) sebagai faktor utama perilaku penerimaan teknologi.

Argumentasi TAM adalah bahwa penerimaan individual terhadap sistem

teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut. Kedua konstruk

tersebut akan mempengaruhi sikap (attitude) terhadap perilaku yang kemudian

membentuk niat perilaku (behavioral intention). Niat perilaku merupakan dasar

dari perilaku (behavior) yang dilakukan oleh individu.

TAM menjelaskan hubungan antara keyakinan/beliefs (usefulness dan ease

of use) dengan sikap/attitude, tujuan/intentions nasabah, serta penggunaan nyata

dari sistem. Perceived usefulness didefinisikan oleh Davis etal dalam Kartika

15

Gambar 2.1 Hubungan antar komponen dalam TAM

(2009) sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem

secara khusus akan meningkatkan kinerjanya. Sedangkan perceived ease of use

didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan

sistem secara khusus akan mengarah pada suatu usaha. Penelitian Leong dalam

Kartika (2009) menguji penggunaan MS Acces mengelompokan variabel-variabel

dalam TAM menjadi 3 kelompok yaitu perceived usefulness dan perceived ease of

use sebagai variabel independent, penggunaan sistem secara nyata sebagai

variabeldependent dan variabel-variabel mediasinya adalah attitude toward use

dan behavioral intention to use.

Penelitian-penelitian selanjutnya mencoba mengembangkan model TAM

dengan menambahkan variabel-variabel eksternal/eksogen (exogenous variable).

Menurut Hartono dalam Dreana (2012) bahwa variabel-variabel eksternal yang

digunakan dapat dikategorikan misalnya sebagai variabel individual, kultur,

organisasi, dan sebagainya.

Menurut Davis et al. (1989), hubungan antar komponen dalam TAM dapat

diihat pada Gambar 2.1.

16

Menurut Davis et al. (1989), TAM diterapkan untuk menjelaskan model

konseptual terhadap penerimaan pengguna sistem informasi atau teknologi baru.

Kemudahan penggunaan persepsian berpengaruh positif terhadap kegunaan

persepsian. Individu pemakai sistem akan menggunakan sistem apabila merasa

bahwa sistem tersebut mudah untuk digunakan. Kegunaan persepsian dan

kemudahan penggunaan persepsian akan berpengaruh positif terhadap niat

perilaku. Individu pengguna sistem akan mempunyai niat menggunakan teknologi

apabila merasa bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan memiliki nilai

manfaat. TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan teknologi, maka

perilaku yang timbul dari niat perilaku adalah perilaku dalam menggunakan

teknologi. Oleh karena TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan

teknologi, maka TAM akan digunakan menjadi salah satu teori dasar dari

penelitian ini.

2.5 Theory of Planned Behavior (TPB)

Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh Ajzen (1985),

merupakan pengembangan dari TRA. Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), TPB

memperluas kerangka teoritis TRA dan menjelaskan serta memprediksi pola-pola

perilaku manusia dan menambahkan sebuah konstruk yang sebelumnya tidak ada

di dalam TRA. Konstruk ini ditambahkan ke TPB untuk mengontrol perilaku yang

dibatasi oleh keterbatasan-keterbatasan kurangnya sumber daya untuk melakukan

perilaku. Konstruk yang ditambahkan tersebut adalah kontrol perilaku persepsian

(perceived behavioral control). Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), kontrol

perilaku persepsian didefinisikan sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian

17

untuk melakukan perilaku. Menurut Taylor et al dalam Dreana(2012), kontrol

perilaku persepsian adalah persepsi dan konstruk-konstruk internal dan eksternal

dari perilaku, dalam konteks sistem teknologi informasi.

Menurut Hartono dalam Dreana(2012), TPB menunjukkan bahwa perilaku

manusia didasarkan pada ketiga faktor penentu yaitu :

a. Behavioral beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang kemungkinan

terjadinya perilaku. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan sikap

terhadap perilaku.

b. Normative beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang ekspektasi-

ekspektasi normatif dari orang-orang lain dan motivasi untuk menyetujui

ekspektasi tersebut. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan norma

subyektif terhadap perilaku.

c. Control beliefs, yaitu kepercayaan – kepercayaan tentang keberadaan

faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari

perilaku dan kekuatan persepsian dari faktor-faktor tersebut. Dalam

TRA, konstruk ini belum ada dan ditambahkan ke dalam TPB sebagai

kontrol perilaku persepsian.

TPB yang merupakan pengembangan dari TRA inilah yang digunakan

menjadi salah satu teori dasar dari penelitian ini. Ketiga variabel tersebut

mempengaruhi secara positif minat berperilaku secara langsung, dan kemudian

variabel minat berperilaku akan mempengaruhi tindakan nyata.

Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), hubungan antar komponen dalam TPB

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

18

2.6 Integrasi TAM dan TPB

TAM sering diterapkan penelitian-penelitian awal mengenai sistem

teknologi informasi karena salah satu variabel utamanya adalah niat perilaku yang

dipengaruhi oleh dua variabel lainnya, yaitu perceived of use dan perceived ease

of use, terbukti berpengaruh terhadap sikap dan perilaku nasabah penggunaan

internet banking. Meskipun variabel-variabel ini relevan dan reliabel untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku, namun TAM

awalnya belum memasukkan pengaruh dari faktor sosial dan faktor kontrol

perilaku. Menurut Compeau et al.dalam Dreana(2012), penelitian-penelitian

selanjutnya menemukan bahwa self efficacy dan perceived behavioral control

mempunyai pengaruh yang signifikan pada perilaku penggunaan teknologi

informasi. Dalam TPB, self efficacy dan perceived behavioral control merupakan

faktor penentu perilaku dalam variabel norma subyektif dan variabel persepsi

kontrol perilaku. Dalam integrasi TAM dan TPB, model TPB memasukkan kedua

konstruk tersebut untuk mengatasi kelemahan TAM yang tidak dapat mengontrol

perilaku pengguna sistem teknologi informasi. Hal ini menunjukkan bahwa TAM

dan TPB dapat digunakan bersama-sama untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi minat perilaku pengguna dalam memprediksi niat nasabah dalam

menggunakan internet banking . Menurut Nasri et al (2012), faktor yang

berpengaruh terhadap minat perilaku nasabah dalam penggunaan layanan internet

banking ada 10 variabel dapat diihat pada Gambar 2.3

19

Gambar 2.2 Hubungan antar komponen dalam TPB

Gambar 2.3 Model penelitian integrasi TAM dan TPB

20

Gambar 2.4 Hipotesis model penelitian integrasi TAM dan TPB

2.6.1 Perceived Usefulness

Menurut Davis dalam Kartika(2009), perceived usefulness terhadap suatu

sistem, didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa

penggunaan sistem tertentu akan dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam

hubungannya dengan layanan internet banking yang diteliti, dengan demikian jika

seseorang merasa yakin bahwa layanan internet banking bermanfaat, maka orang

tersebut akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa bahwa sistem

tersebut tidak bermanfaat maka orang tersebut tidak menggunakannya.

21

2.6.2 Perceived Ease of Use

Menurut Davis dalam Ratnaningrum(2013), perceived ease of use sebuah

teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa

komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dalam kondisi normal

jika seseorang merasa bahwa layanan internet banking mudah digunakan, maka

dia akan cenderung ingin menggunakannya. Sebaliknya jika pengguna merasa

sistem tersebut sulit digunakan, maka orang tersebut berfikir lebih baik tidak

menggunakannya.

2.6.3 Security and Privacy

Privasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan

mengelola informasi tentang diri sendiri. Informasi nasabah meliputi data pribadi

mereka seperti nama, jenis kelamin, alamat dan lainnya adalah online data

nasabah. Semua informasi ini dapat membantu petugas bank online untuk

menciptakan gambaran yang lebih rinci dari setiap nasabah, dan strategi

pemasaran bank yang sukses semakin bergantung pada penggunaan efektif

sejumlah besar data nasabah rinci.

Sedangkan, keamanan didefinisikan sebagai ancaman yang menciptakan

situasi, kondisi, atau peristiwa yang berpotensi untuk menyebabkan kesulitan

ekonomi untuk data atau sumber daya jaringan dalam bentuk kerusakan,

pengungkapan, modifikasi data, penolakan layanan dan/ atau penipuan dan

penyalahgunaan .

Menurut Nasri et al. (2012), keamanan dan privasi adalah hambatan yang

signifikan untuk adopsi perbankan online. Selanjutnya, telah dinyatakan dalam

22

penelitian lain bahwa tantangan terbesar untuk sektor perbankan elektronik akan

memenangkan kepercayaan dari pelanggan atas masalah privasi dan keamanan.

2.6.4 Attitude

Fishbein et al. dalam Nugroho (2013) mendefinisikan sikap sebagai jumlah

dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak

suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan

individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau

monolak dan sebagainya. Menurut Jogiyanto dalam Nugroho(2013), sikap

(Attitude) adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif maupun negatif dari

seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Dengan demikian

sikap seseorang terhadap layanan internet banking menunjukkan seberapa jauh

orang tersebut merasakan bahwa sistem informasinya baik atau jelek.

2.6.5 Subjective Norm

Menurut Ajzen dalam Nugroho (2013), subjective norms menunjuk pada

persepsi tekanan sosial yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi perilaku

seseorang. Lainnya, Jogiyanto dalam Nugroho(2013) mendefinisikan norma

subjektif sebagai persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-

kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau

tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.

2.6.6 Self Efficacy

Menurut Nasri et al (2012), self efficacy didefinisikan sebagai penilaian

kemampuan seseorang untuk menggunakan komputer. Teori self efficacy

menunjukkan bahwa ada empat bidang sumber informasi yang digunakan oleh

23

individu ketika membentuk penilaian self efficacy, yaitu : prestasi kinerja,

pengalaman perwakilan, persuasi verbal dan kondisi fisiologis. Self efficacy

didefinisikan sebagai penilaian masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk

mengatur dan melaksanakan suatu program untuk mencapai tujuan. Orang yang

merasa kurang mampu menangani situasi mungkin menolak karena perasaan

mereka tidak mampu atau ketidaknyamanan. Individu dengan tinggi self efficacy

akan melihat penggunaan IB menjadi user friendly dan mudah digunakan karena

efek dari self efficacy pada tingkat usaha, ketekunan dan tingkat pembelajaran dan

akan lebih tahan terhadap perubahan. Oleh karena itu, self efficacy akan

mempengaruhi dirasakan kontrol perilaku konsumen dalam penggunaan IB.

2.6.7 Goverment Support

Nasri et al (2012) menyatakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi

adopsi teknologi baru tergantung pada tingkat dukungan yang mereka berikan.

Dukungan pemerintah dapat memainkan peran intervensi dan kepemimpinan

dalam difusi inovasi untuk mengukur persepsi individu mengenai tingkat

dukungan. Semakin besar tingkat dukungan pemerintah yang dirasakan oleh

seorang individu semakin besar kemungkinan dia akan menggunakan layanan

internet banking.

2.6.8 Technology Support

Menurut Nasri et al (2012), dukungan teknologi menjadi mudah dan

tersedia sebagai aplikasi e-commerce seperti layanan internet banking menjadi

lebih layak. Dalam hal penggunaan internet ini akan mengacu pada sumber daya

teknologi dan infrastruktur yang tersedia.

24

Dengan demikian persepsi mengenai kualitas infrastruktur internet dapat

mempengaruhi kontrol perilaku yang dirasakan individu dalam penggunaan

layananinternet banking.

2.6.9 Perceived Behavioral Control

Menutur Ajzen dalam Nugroho(2012), perceived behavioral control

didefinisikan sebagai sumber daya dan kesempatan yang mengarahkan seseorang

pada kemungkinan perilaku yang diharapkan. Pengertian yang hampir sama

didefinisikan oleh Jogiyanto dalam Nugroho (2012), Jogiyanto mendefinisikan

persepsi pengendali perilaku sebagai persepsi mudah atau sulitnya seseorang

untuk melakukan perilaku tertentu. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa persepsi

seseorang tentang pengendali perilaku merefleksikan pengalaman masa lalu dan

dengan evaluasi dapat digunakan untuk mengantisipasi halangan-halangan yang

akan terjadi di masa depan.

2.6.10 Intention to Use IB

Menurut Jogiyanto dalam Nugroho (2012), minat atau intensi berperilaku

adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Minat berbeda dengan perilaku.

Minat masih berupa keinginan sedangkan perilaku adalah kegiatan nyata yang

dilakukan. Jadi dengan demikian maksud dari minat penggunaan internet banking,

2.7 Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung

secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan

secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.

25

2. Observasi

Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati

dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.

3. Kuesioner

Metode kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan

mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti.

2.8 Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert

yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang.

Biasanya cara pengisian kuisioner jenis ini dengan menggunakan cecklist

atau pilihan ganda. Kemudian untuk masing‐masing sikap di beri bobot,

seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Susunan skala likert

Persepsi Responden Nilai Sikap

Sangat Setuju (SS) 5

Setuju (S) 4

Ragu-ragu (R) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Respons terhadap sejumlah item yang berkaitan dengan konsep atau variabel

tertentu disajikan kepada tiap responden. Menggunakan skala likert sebelumnya,

nyatakan tingkat kesetujuan anda dengan tiap pernyataan berikut:

26

Tabel 2.2 Contoh pernyataan dalam skala likert

No. Pertanyaan Nilai/Skala

1. Bank memberikan layanan yang

berkualitas

1 2 3 4 5

2. Bank memilih lokasi yang tidak

menyusahkan

1 2 3 4 5

3. Jam operasi bank tidak

menyusahkan

1 2 3 4 5

4. Bank menawarkan kredit

berbunga rendah

1 2 3 4 5

2.9 Populasi dan Sampling

Nursalam (2013) menyatakan bahwa populasi adalah subjek (misalnya

manusia;klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili

populasi. Menurut Nursalam (2013) Cara pengambilan sampel dapat digolonglan

menjadi dua, yaitu:

a. Probability sampling

Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subyek dalam

populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai

sampel.

b. Nonprobability sampling

Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap ensure atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah nonprobability

sampling yaitu purposive sampling, purposive sampleyang mencakup

27

responden, subjek atau elemen yang dipilih karena karateristik atau kualitas

tertentu, dan mengabaikan mereka yang tidak memenuhi kriteria yang

ditentukan. Melalui teknik purposive sample ini, sampel dipilih berdasarkan

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya mengenai populasi, yaitu

pengetahuan mengenai elemen – elemen yang terdapat pada populasi, dan

tujuan penelitian yang hendak dilakukan.

Purposive sampling dapat didefinisakan sebagai tipe penarikan sampel

nonprobabilitas yang mana unit yang hendak diamati atau diteliti dipilih

berdasarkan pertimbangan peneliti dalam hal unit yang mana dianggap paling

bermanfaat dan representatif. Dengan demikian, pada sampel purposive,

responden atau anggota sampel dengan sengaja dipilih tidak secara acak.

Penentuan sampel terpilih ditentukan dengan pengetahuan bahwa sampel

bersangkutan tidaklah representatif terhadap populasi. Dengan kata lain,

purposive sample adalah sampel yang dipilih berdasarkan suatu panduan

tertentu.

Panduan sampel yang digunakan akan menentukan batasan jumlah, atau

kategori responden yang boleh dipilih, dan diundang sebagai anggota sampel.

Misal, jika manajemen suatu stasiun radio ingin melakukan penelitian terhadap

target audiensi mereka, yaitu pria berumur 25-44 tahun untuk mengetahui

tanggapan mereka terhadap program radio bersangkutan, maka penelitian

tersebut hanya ditunjukkan kepada siapa saja pria berusia 25-44 tahun.

28

2.10 Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM)

Partial Least Squares merupakan metode analisis yang powefull dan sering

disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS

(Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara

multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen

(Latan et al, 2012). Mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan

data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas

data (Latan et al, 2012). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada

tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan

untuk mengkonfirmasi teori (Latan et al, 2012). Dibandingkan dengan metoda

Maximum Likelihood, PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan

oleh SEM berbasis covariance yaitu improrer solutions dan factor indeterminacy

(Latan et al, 2012).

PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary

Least Squares) sehingga persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah

untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan

menghindarkan masalah untuk model bersifat non-recursive (model yang bersifat

timbal balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM

berbasis covariance. Sebagai alternatif analisis covariance based SEM,

pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji

model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi

komponen (Latan et al, 2012).

29

CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk

menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari

PLS adalah prediksi, pendekatan PLS lebih cocok karena pendekatan ini

mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah variance yang berguna untuk

dijelaskan.

PLS dikatakan sebagai metode analisis yang powerful, karena tidak

didasarkan pada banyak asumsi (Latan et al, 2012). Misalnya, data tidak harus

berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal,

interval, sampai rasio dapat digunakan model yang sama). Selain dapat digunakan

untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada

tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis

konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif, hal ini tidak dapat

dilakukan oleh CB SEM karena akan menjadi unidentified model.

Tabel 2.3 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM

Kriteria PLS-SEM CB-SEM

Tujuan Penelitian Untuk mengembangkan

teori atau membangun

teori (orientasi prediksi)

Untuk menguji teori atau

mengkonfirmasi teori

(orientasi parameter)

Pendekatan Berdasarkan variance Berdasarkan covariance

Metode Estimasi Least Squares Maximum Likelihood

(umumnya)

Spesifikasi Model dan

Parameter Model

Components two

loadings, path koefisien

dan component weight

Factors one loadings,

path koefisien, error

variances dan factor

means

Model Struktural Model dengan

kompleksitas besar

dengan banyak konstruk

dan banyak indikator

Model dapat berbentuk

recursive dan non-

recursive dengan tingkat

kompleksitas kecil

30

(hanya berbentuk

recursive)

sampai menengah

Evaluasi Model dan

Asumsi Normalitas

Data

Tidak mensyaratkan data

terdistribusi normal dan

estimasi

Mensyaratkan data

terdistribusi normal dan

memenuhi kriteria

goodness of fit sebelum

estimasi parameter

Pengujian Signifikansi Tidak dapat diuji dan

difalsifikasi (harus

melalui prosedur

bootstrap atau jackknife)

Model dapat diuji dan

difalsifikasi

Software Produk PLS Graph, SmartPLS,

SPAD-PLS, XLSTAT-

PLS dan sebagainya

AMOS, EQS, LISREL,

Mplus dan sebagainya

2.10.1 Model Indikator PLS

PLS memiliki dua model indikator dalam penggambarannya, yaitu:

a. Model konstruk dengan indikator reflektif

Konstruk dengan indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian

diantara pengukuran model dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi

domain konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari konstruk ke indikator. Pada

setiap indikatornya harus ditambah dengan error terms atau kesalahan

pengukuran.

Gambar 2.5 Contoh konstruk dengan indikator reflektif

Konstruk Reflektif

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3

31

b. Model konstruk dengan indikator formatif

Konstruk dengan indikator formatif mengasumsikan bahwa setiap

indikatornya mendefinisikan atau menjelaskan karateristik domain

konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari indikator ke konstruk. Kesalahan

pengukuran ditunjukkan pada konstruk bukan pada indikatornya sehingga

pengujian validitas dan reliabilitas konstruk tidak diperlukan.

Gambar 2.6 Contoh konstruk dengan indikator formatifnya

2.10.2 Kriteria Penilaian PLS

PLS memiliki dua model evaluasi, yaitu:

a. Model Pengukuran (Outer Model)

Menurut Hair (2014), model pengukuran adalah model yang

menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan setiap blok

indikatornya. Evaluasi model pengukuran bertujuan untuk mengetahui

validitas dan reliabilitas indikator. Model pengukuran reflektif dievaluasi

dengan composite reliability untuk menilai internal consistency, individual

indicator reliability, dan average variance extracted untuk menilai

convergent validity. Selain itu Fornell-Lacker criterion dan cross loading

Konstruk Formatif

Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3

32

digunakan untuk menilai discriminant validity. Berikut ini kriteria penilaian

PLS pada model pengukuran menurut Hair dkk (2014)

Tabel 2.4 Kriteria penilaian PLS pada model pengukuran

Kriteria Penjelasan

Model Pengukuran Reflektif

Loading Faktor Nilai loading faktor harus lebih besar 0.7. loading

faktor antara 0,4 sampai 0,7 dapat dihapus hanya

jika penghapusan menyebabkan peningkatan nilai

kesalahan composite reliability atau AVE

Composite Realibility Composite reliability mengukur internal

consistency dan nilainya harus lebih besar 0.60

Average Variance Extracted Nilai average variance extracted (AVE) harus

lebih besar 0.50

Validitas Diskriminan Nilai Akar kuadrat dari AVE harus lebih besar dari

pada nilai korelasi antar variabel laten

Cross Loading Diharapkan setiap blok indikator memiliki loading

lebih tinggi untuk setiap variabel katen yang

diukur dibandingkan dengan indikator untuk

variabel laten lainnya

b. Model Struktural ( Inner Model )

Menurut Hair (2014), model struktural adalah model yang

menunjukkan hubungan prediksi (estimasi) antar variabel laten dalam

model penelitian. Evaluasi model struktural atau inner model bertujuan

untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel laten dalam model

penelitian, dengan melihat koefisien jalur (path coefficient) yang

menunjukkan ada atau tidak ada hubungan (perdiksi) antara variabel laten

dalam model penelitian. Untuk melakukan evaluasi model struktural

dimulai dimulai dari melihat nilai R-Squares untuk setiap prediksi dari

model struktural, nilai R-Squares digunakan untuk menjelaskan pengaruh

variabel laten (eksogen) tertentu terhadap variabel laten (endogen) atau

seberapa besar pengaruhnya. Berikut ini kriteria penilaian PLS pada model

33

struktural menurut Hair dkk (2014).Sistematik evaluasi hasil PLS-SEM

untuk model struktural adalah :

Tabel 2.5 Kriteria penilaian PLS pada model struktural

Kriteria Penjelasan

R square untuk variabel laten

endogen

Hasil R squaresebesar 0.75, 0.50, dan 0,25 untuk

variabel laten endogen dalam model struktural

mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”,

dan “lemah”

Estimasi koefisien jalur Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model

struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini

dapat diperoleh dengan prosedur bootsrapping

f2 untuk effect size Nilai f2 sebesar 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat

diintrepretasikan apakah predictor variabel laten

mempunyai pengaruh yang lemah, medium, atau

besar pada tingkat struktural

Relevansi prediksi Q2 dan effect

size q2

Nilai Q2 lebih besar dari 0 menunjukkan model

memiliki predictive relevance (variabel eksogen

baik sebagai variabel penjelas yang mampu

memprediksi variabel endogennya)

2.10.3 Tahap Analisis PLS-SEM

Tahapan analisis menggunakan PLS-SEM harus melalui lima proses

tahapan dimana setiap tahapan akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya,

yaitu :

Menurut Yamin dkk (2011) tahapan analisis PLS-SEM dijabarkan sebagai

berikut:

1. Merancang model struktural (Inner Model)

Pada tahap ini peneliti memformulasikan model hubungan antar konstrak.

Konsep konstrak haruslah jelas dan mudah untuk didefinisikan.

34

2. Mendefinisikan model pengukuran (Outer Model)

Pada tahap ini, peneliti mendefinisikan dan menspesifikasi hubungan antar

konstrak laten dengan indikatornya apakah bersifat reflektif atau formatif.

3. Membuat diagram jalur

Fungsi utama dari membangun diagram jalur adalah untuk

memvisualisasikan hubungan antara indikator dengan konstraknya serta

antara konstrak yang akan dipermudah peneliti untuk melihat model secara

keseluruhan.

4. Mengonversi diagram jalur ke sistem persamaan

Dalam persamaan model pengukuran (outer model) terdiri dari persamaan

model pengukuran formatif dan model pengukuran reflektif, serta

persamaan model struktural (inner model). Pada penelitian ini perhitungan

persamaan tersebut menggunakan program SmartPLS.

5. Estimasi Model

Pada langkah ini ada tiga skema pemilihan weighting dalam proses

estimasi model, yaitu factor weighting scheme, centroid weighting sceme,

dan path weighting sceme.

6. Evaluasi Model

Evaluasi model meliputi evaluasi model pengukuran dan evaluasi model

struktural.

35

7. Interpretasi model

Intrepretasi ini bedasarkan kepada hasil model yang dibangun oleh peneliti

yaitu bedasarkan kepada prediksi hubungan antar variabel yang tertuang

dalam hipotesis, yaitu signifikansi hubungan antar variabel.