Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kasih Sayang dalam Perspektif Johnson Behavioral System Model 2.1.1 Teori Johnson Behavioral System Model
Teori behavioral system dari Dorothy E. Johnson muncul dari keyakinan
Nigthingale bahwa tujuan keperawatan adalah membantu individu mencegah
atau memulihkan dari penyakit atau cedera (Alligood, 2017). Dorothy E.
Johnson memandang individu sebagai sistem perilaku yang selalu ingin
mencapai keseimbangan dan stabilitas, baik dilingkungan internal atau
eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan menyesuaikan dari
pengaruh yang ditimbulkannya. Intervensi yang digunakan untuk merubah
perilaku pasien dalam behavioral system Model yaitu regulasi eksternal,
misalnya dengan cara membatasi perilaku dan menghambat respon perilaku
yang tidak efektif, merubah elemen struktur dengan tujuan untuk memotivasi
pasien dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dan konseling dan
memenuhi kebutuhan subsistem dengan cara nurture, protect dan stimulate
(SolonMery, Putri, & Naing, 2018).
Sistem tingkah laku atau sistem perilaku merupakan suatu sikap yang
mencakup cara berperilaku yang berpola, repetitif, dan terarah. cara-cara
berperilaku ini membentuk unit fungsional yang terorganisir dan terintegrasi
yang menentukan dan membatasi interaksi antara orang dan lingkungannya
dan menetapkan hubungan orang tersebut dengan objek, peristiwa, dan situasi
dalam lingkungannya. Biasanya perilaku tersebut dapat dijelaskan dan
dijelaskan. Manusia sebagai sistem perilaku mencoba untuk mencapai
stabilitas dan keseimbangan dengan penyesuaian dan
10
adaptasi yang berhasil sampai ke tingkat tertentu untuk fungsi yang efisien dan
afektif. Secara garis besar terdapat 3 faktor cross-culturally yang dikendalikan
oleh faktor psikologis, sosiologis, dan biologis dan di dalamnya terdapat 7
subsystem yang yang mencakup attachment-affiliative, dependency, ingestive,
eliminative, sexual, achievement, dan aggressive/protective. Attacment affiliative (kasih
sayang) merupakan salah satu dari 7 subsystem yang sangat dasar dan umum.
Selain itu attachment affiliative berperan penting dalam hal memberikan rasa
aman (Alligood, 2017)
Attacment affiliative (kasih sayang) menurut dorothy johnson sesuatu
yang paling dasar dalam membentuk suatu ikatan sosial baik antara ibu dan
anak maupun antar lingkungan sosial. Keintiman dalam memberikan kasih
kepada seseorang akan membentuk ikatan sosial yang kuat pada individu
tersebut (Alligood, 2014)
Gambar 2.1 Johnson’s Behavioral System Model
11
2.1.2 Definisi perilaku kasih sayang (attachment)
Attachment (kemelekatan) atau kasih sayang adalah ikatan emosional
abadi dan resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yangsama-sama
memberikan kontribusi terhadap kualitas hubungan pengasuh bayi atau anak
. Attacmment juga diartikan sebagai ikatan afeksi kuat yang hanya dirasakana
oleh orang tertentu dalam hidup kita sehingga membuat kita merasa senang
bila berinteraksi dengan orang tersebut dan menimbulkan rasa nyaman bila
berada di dekat kita di masa-masa tertekan/sulit (Nasution, 2017). Rasa
nyaman ini akan memunculkan keterikatan yang nantinya membentuk
attachment (kasih sayang )antara kedua individu (Yodatama, 2015)
Kasih sayang/attacment afiliative/ bounding attacment merupakan suatu
ikatan kasih sayang antara orang tua dan bayi atau anak yang ditunjukkan
melalui sikap perilaku pengasuh sebagai ibu terhadap bayinya (Yodatama,
2015). Kasih sayang memiliki peran penting untuk mendukung tumbuh
kembang anak. hal ini dikarenakn kasih sayang berkontribusi dalam
kelangsungan hidup jangka panjang dan kesuburan, maka orang tua harus
memberikan lebih banyak kasih sayang kepada anak-anaknya. Pendapat lain
mengatakan bahwa untuk menumbuhkan rasa kasih sayang pada anak di mulai
dari tahun awal dari kehidupan mereka. Kasih sayang tersebut didapatkan dari
hubungan dengan lingkungan dan keluarga hal ini sangat penting agar
terciptanya hubungan harmonis antara orang tua dan anak. rasa kasih sayang
juga di maknai dengan ditandai dengan cara aktif maupun pasif. Pendapat ini
lebih menekankan pada bentuk-bentuk kasih sayang baik secara lisan maupun
nonlisan. Ungkapan kasih sayang pada anak banyak caranya. Tinggal orang
12
tualah yang bijak untuk memilih wujud kasih sayang yang tepat, dan
disesuaikan dengan kondisi anak (Sumarni, 2014)
Wujud kasih sayang dari ibu yang dapat dirasakan oleh anak pada saat
bayi yaitu debengan beberapa aktifitas:
a. Sentuhan (touch)
Ibu memulai dengan sebuah ujung jarinya untuk memeriksa bagian
kepala dan ekstremitas bayinya. Perabaan digunakan untuk membelai tubuh,
dan mungkin bayi akan dipeluk oleh lengan ibunya, gerakan dilanjutkan
sebagai usapan lembut untuk menenangkan bayi, bayi akan merapat pada
payudara ibu, menggenggam satu jari atau seuntai rambut dan terjadilah ikatan
antara keduanya. (Anggraini, 2011)
b. Kontak mata (Eye to eye contact)
Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan dengan segera.
Kontak mata mempunyai efek yang erat terhadap perkembangannya,
dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting dalam
hubungan manusia pada umumnya. Bayi baru dapat memusatkan perhatian
kepada satu objek pada saat 1 jam setelah kelahiran dengan jarak 20-25 cm.
Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa
lebih dekat dengan bayinya.
c. Bau badan (Odor)
Indera penciuman pada bayi baru lahir sudah berkembang dengan
baik dan masih memainkan peran dalam nalurinya untuk mempertahankan
hidup. Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung
dan pola pernafasannya berubah setiap kali hadir bau yang baru. Tetapi
bersamaan dengan semakin dikenalnya bau itu, sibayi pun berhenti bereaksi.
13
Pada akhir minggu pertama, seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau
tubuh dan air susu ibunya. Indera penciuman bayi akan sangat kuat, jika
seorang ibu dapat memberikan bayinya ASI pada waktu tertentu.
d. Kehangatan tubuh (Body warm)
Jika tidak ada komplikasi yang serius, seorang ibu akan dapat
langsung meletakkan bayinya diatas perutnya, setelah tahap kedua dari proses
melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong. Kontak yang segera ini
memberi banyak manfaat baik bagi ibu maupun sibayi yaitu terjadinya kontak
kulit yang membantu agar bayi tetap hangat.
e. Suara (voice)
Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing-masing. Orang tua
akan menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut, ibu akan
menjadi tenang karena merasa bayinya baik-baik saja. Bayi dpaat mendengar
sejak dalam rahim, jadi tidak mengherankan jika ia dapat mendengar suara
suara dan membedakan nada kekuatan sejak lahir, meskipun suara-suara
tersebut terhalang selama beberapa hari oleh cairan amniotik dari rahim ang
melekat pada telinga. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa bayi-bayi
yang baru lahir bukan hanya mendengar secara pasif meainkan mendengar
dengan sengaja, dan mereka nampaknya lebih dapat menyesuaikan dir dengan
suara-suara tertentu dari pada yang lain contohnya suara jantung.
f. Entraiment (gaya bahasa)
Bayi baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaraan
orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-
nendang kaki, seperti sedang berdansa mengikuti nada suara orang tuanya.
Entraiment terjadi saat anak sudah mulai berbicara. Irama ini berfungsi
14
memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakan suatu pola
komunikasi efektif yang positif.
g. Bioritme
Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada
dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu salah satu tugas bayi bayu lahir adalah
bembentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini
dengan memberi kasih sayang yang konsisten dengan memanfaatkan waktu
saat bayi mengembangkan prilaku yang responsif. Hal ini dapat
meningkatkan iteraksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilku kasih
sayang merupakan ikatan emosional yang abadi antar ibu dan anak yang dapat
dilihat dari perilaku ibu dan anak serta pola interaksi antara pengasuh dan
anak. dengan cara memberikan aktifitas-aktifitas tertentu, yang oleh anak
sudah bisa merasakan sejak dia bayi dan pola perilaku ibu dalam membesarkan
anaknya akan mempengaruhi sikap anak. hal ini akan mempengaruhi
hubungan antara ibu dan anak, sehingga ibu kesulitan untuk merawat anak
karena tidak terdapat ikatan yang terjalin sebelumnya. Termasuk dalam hal
menangani anak sulit makan.
2.1.3 Faktor mempengaruhi kasih sayang
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian kasih
sayang yaitu pendidikan, informasi, umur Ayu, (2015) status emosional
(Hasanpoor, 2015), dan ibu bekerja (Ahsan, 2014). Pendidikan memiliki
peranan yang penting dalam menentukan kualitas manusia dengankata lain
bahwa pendidikan ibu yang lebih tinggi akan membuat pemahaman tentang
bounding attachment yang menjadi hal yang mendasar bagi ibu dan anak dalam
15
menumbuhkan iatan emosional antra ibu dan anak (Ayu, 2015)., menurut
(Kobrosly et al., 2011) juga berpendapat bahwa ada hubungan pendidikan
pengasuh pada pemberian kasih sayang yang berhubungan juga dengan
pemebentukan kognitif yang baik pada anak.
Informasi yang dimaksud antara lain berupa adanya penyuluhan
kesehatan, pendidikan kesehatan yang sering di dapatkan oleh ibu baik dalam
berupa buku serta informasi dari berbagai media. Ibu yang kurang
mendapatkan informasi tentang bounding attachment cenderung memiliki
pengetahuan yang rendah tentang bounding attachment. Hal ini dikarenakan
informasi yang dimiliki ibu sangat mempengaruhi pengetahuan ibu dalam
merawat bayinya seperti pengetahuan ibu tentang bounding attachment. Ibu yang
pernah mendapatkan informasi akan lebih mengetahui tentang suatu hal
dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah mendapatkan informasi. Apabila
ibu telah mendapatkan informasi maka pengetahuan ibu terutama tentang
bounding attachment akan meningkat dan ibu akan melaksanakan bounding
attachment dengan benar kepada bayinya atau anaknya (Ayu, 2015).
Umur/ usia merupakan lamanya hidup individu yang terhitung mulai
saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. ibu dengan dewasa awal (20-40)
tahun memiliki kematangan dalam berpikir dan mengetahui bounding
attachment. Ibu dengan usia dewasa akhir (40-60) tahun cendrung kurang
mengetahui tentang bounding attachment atau mulai menyepelekan bounding
attachment dan kemampuan dalam hal merawat anak tidak mkasiml di
karenakan tenaga atau kekuatan yang dimiliki ibu dangan dewasa akhir mulai
mengalami penurunan. Karena semakin bertambahnya umur ibu, maka hal-
hal seperti bounding attachment kurang di perhatikan bagi ibu dengan umur
16
dewasa akhir (Ayu, 2015). Namun ibu dengan umur di bawah 20 tahun juga
akan kurang kompeten dalam hal pemenuhan kasih sayang pada anaknya hal
ini dapat disebabkan kurangnya pengalaman. Ibu dengan umur di bawah 20
tahun memilki kurang sensitifitas pada anak sehingga akan mempengaruhi
hubungan antara ibu dan anak juga kurang maksimalnya pemberian kasih
sayang pada anak (Crugnola, 2016)
Menurut Hasanpoor (2015) Status emosional, ibu adalah role model bagi
anaknya, sikap yang diperlihatkan ibu pada anak akan mempengaruhi tingkah
laku anak. ibu/pengasuh dengan sataus emosional yang terganggu akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak. salah satu hal yang kurang didapatkan
oleh anak dengan gangguan status emosional adalan kasih sayang. Dimana
anak dengan ibu yang mengalami gangguan status emosional akan jarang
untuk bertemu dan berinteraksi dengan anaknya (Hasanpoor, 2015). Status
emosional ibu yang kurang baik juga dikarenakan kualitas hubungan dengan
lingkungan sosial yang kurang. Adanya masalah pada status emosional pada
ibu ini akan mempengaruhi perkembangan sosial dan emosional anak ibu
dalam hal mengekspresikan emosional yang dirasakan seperti pada saat anak
merasa lapar, sakit, dan kesusahan yang sering kali dirasakan oleh anak, namun
dengan kondisi ibu dengan status emosional yang terganggu pesan
emosional tersebut kurang tersampaikan antara ibu dan anak sehingga
hubungan yang terjalin antara ibu dan anak tidak maksimal dan pengasuhan
pada anak tidak terpenuhi (Lee, 2017)
Ibu bekerja (Ahsan, 2014)Ibu bekerja Kasus dengan ibu bekerja
ataupun tidak masih menjadi pro dan kontra sebagai salah satu penyebab
dalam gangguan pertumbuhan anak dan pemberi pola asuh kasih dan sayang
17
pada anak. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa anak yang sering
ditinggalkan ibunya bekerja mengalami keterlambatan pertumbuhan,
sedangkan penelitian lainnya menyatakan bahwa anak dengan ibu bekerja
mengalami sikap moral yang kurang baik (Ahsan, 2014).
Kasus dengan ibu bekerja menjadi pro dan kontra sebagi salah satu
penyebab dalam gangguan pertumbuhan anak dan pemberi pola asuh kasih
dan sayang pada anak. Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa anak yang
sering ditinggalkan ibunya bekerja mengalami keterlambatan pertumbuhan,
sedangkan penelitian lainnya menyatakan bahwa anak dengan ibu bekerja
mengalami sikap moral yang kurang baik (Ahsan, 2014).
Berdasarkan dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
perilaku ibu dapat disebabkan oleh pendidikan, informasi, umur, satus
emosional, ibu bekerja dapat mempengaruhi pemberian kasih sayang pada
anak. yang dapat menyebabkan anak mengalami sulit makan dari hal
pendidkan anak dengan ibu yang pendidikan rendah tidak mengetahui
bagaimana caranya merawat anak dengan baik dan tidak mengetahui nutrisi
apa saja yang baik utuk anaknya (ayu,2015). berhungan dengan pendidikan
yang tinggi, rata-rata ibu memilih untuk bekerja sehingga anak tidak mendapat
perhatian atau pola asuh yang cukup dan anak juga sering menghabiskan
waktu bermain dengan temannya dan mengkonsumsi jajanan yang kurang
baik tanpa dikontrol oleh ibuknya
(ahsan, 2014). Hal ini menjadikan anak lebih suka mengkonsumsi jajanan
diluar rumah yang tanpa kita ketahui kandungan dan kebersihannya. Sehingga
18
anak mengalami sulit makan karena hanya mau makan makanan yang disukai,
dan kecukupan nutrisi tidak tercapai.
2.1.4 Bentuk perilaku kasih sayang
Menurut Aznar & Tenenbaum (2016) perilaku kasih sayang pada anak
bisa dilakukan pada konteks pengasuhan dengan sentuhan positif. Sentuhan
positif
tersebut meliputi menyentuh anak dengan lembut, menepuk, membelai,
berpegangan tangan, menggelitik, memeluk, mencium, dan secara fisik
membimbing anak.
Rasa kasih sayang juga di maknai dengan ditandai dengan cara aktif
maupun pasif. Aktif (misalnya memeluk, mencium, menepuk-nepuk)
sedangkan secara pasif (misalnya tersenyum, duduk dipangkuan) ekspresi non
verbal kasih sayang, serta keterangan lisan mengungkapkan cinta, pujian atau
persahabatan. Pendapat ini lebih menekankan pada bentuk-bentuk kasih
sayang baik secara lisan maupun nonlisan. Ungkapan kasih sayang pada anak
dapat dilakukan dengan berbagai banyak cara. Tinggal orang tualah yang bijak
untuk memilih wujud kasih sayang yang tepat, dan disesuaikan dengan kondisi
anak (Sumarni, 2014).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku pengasuh
dengan sentuhan positif, cara aktif dan pasif dapat memberikan rasa kasih
sayang pada anak dan diperlihatkan dengan berbagi macam ungkapan serta
tindakan ibu pada anak.
19
2.1.5 Indikator perilaku kasih sayang
Dalam pemberian kasih sayang ada beberapa indikator yang salah satunya
yitu perasaan aman, Individu dengan perasaan yang aman memiliki tingkat
kepercayaan dan kepuasan yang lebih tinggi dan tingkat kontradiksi yang lebih
rendah dalam hubungan interpersonal (Ebrahimi, 2017). Ketidakpercayaan
akan muncul akibat dari kekhawatiran ibu pada kondisi anak yang jauh dari
pengawasanya. Kekhawatiran juga dapat disebabkan akan perilaku anak atau
kondisi anak yang sebelumnya tidak baik atau dalam keadaan sakit
(Werdiningsih & Astarani, 2012).
Kondisi anak yang sakit akan memunculkan rasa kasihan ataupun empati
seorang ibu terhadap anaknya, perasaan kasihan ini yang nantinya akan
ditunjukan oleh seorang ibu dalam bentuk perilaku kasih sayang dengan
bersikap iba atau belas asih terhadap anaknya. Dalam perilaku anak sulit
makan seorang ibu sering berperilaku iba ataupun kasihan terhadap anaknya
yang mengalami sulit makan, namun sering kali sikap yang ditunjukan ibu
cenderung memaksa anaknya untuk memakan makanan yang telah disediakan,
padahal dalam hal ini diperlukan suatu sikap toleransi terhadap sikap anak,
khusunya dalam hal anak sulit makan.
Sikap toleransi penting dalam mengoptimalkan kasih sayang pada anak,
toleransi yang dimaksud yaitu sikap toleransi ibu dalam menghadapi dan
membesarkan anak yang memiliki sikap dan perilaku yang mebutuhkan
perhatian yang lebih (Simangunsong, 2013). Sikap toleransi juga bentuk dari
menahan perasaan atau keinginan dari seorang individu yang tidak bisa dia
paksa untuk berubah sesuai dengan keinginannya (Yunita & Lestari, 2017).
20
Untuk memehami keinginan anak yang sering kali ibu tidak memahaminya,
dibutuhkan komunikasi yang baik antara ibu dan anak.
komunikasi merupakan salah satu faktor yang penting dalam hal
menumbuhkan rasa sayang serta dapat membantu dalam hal menyelesaikan
masalah yang apabila muncul dalam suatu keluarga dan akan meningkat
kualitas hubungan dalam keluarga (Gani & Lestari, 2018). Frekuensi
komunikas dan perhatian saat berkomunikasi dapat menentukan kuantitas
dan kualitas komunikasi, frekuensi komunikasi sendiri merupakan seberapa
sering ibu, kelurga dan anak sering mengobrol dengan masing-masing anggota
keluarga sehingga hubungan dalam hal komunikasi antara pengasuh atau
orang tua dapat terjalin dengan baik (Cinantya, 2014). Meningkatkan intesitas
komunikasi antara ibu dan anak tidak akan berjalan lancar tanpa adanya
bantuan anggota keluarga lainnya. Hal ini diperlukan quality time atau waktu
bersama keluarga sehingga akan meningkatkan kualitas hubungan dan
komunikasi antar kelurga dengan menyisihkan waktu luang bersama kelurga
(Lesmana, 2017). Ibu atau pengasuh yang sering mengahabiskan waktu
bersama keluarga akan mempererat hubungan antara ibu dan anak, hal ini juga
berlaku bagi ayah serta anggota keluarga yang lain dengan latar belakang
keluarga yang pekerja ataupun sibuk (Anggarwati, Kusumawati, & Werdani,
2018)
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa perasaan aman, perasaan
kasihan, toleransi terhadap sikap anak, komunikasi, dan waktu bersama
keluarga atau quality time dapat menimbulkan perilaku kasih sayang sehingga
dapat membantu anak dengan sulit makan.
2.2 Perilaku ibu
21
2.2.1 definisi perilaku ibu dalam mengelola anak sulit makan
Perilaku ibu merupakan suatu kegiatan kompleks yang mencakup
banyak tindakan spesifik guna mempengaruhi perkembangan kepribadian,
karakter, serta kompetensi anak. Perilaku ibu yang ideal ini akan menjadi
suatu yang penting bagi anak. perilaku ibu yang ideal dapat dilihat dari
beberapa cara yang ditunjukkan oleh ibu kepada anaknya, seperti
menampilkan unsur penerimaan, kehangatan, keterlibatan, kesensitifan,
responsif, serta pemberian kesempatan bagi anak untuk berlatih secara
konsisten. Untuk memberikan perilaku yang baik dan maksimal ibu harus
memberikan pola asuh yang sesuia kebutuhan anak. Perilaku ibu pada anak
harus disertakan dengan afeksi yaitu kebutuhan kasih sayang dalam
membesarkannya karena akan membuat anak merasa nyaman, aman,
menghilangkan kecemasan dan membangun harga diri anak (Rishanty &
Pandia, 2018).
Perilaku ibu juga merupakan upaya yang dilakukan ibu untuk
mengembangkan potensi anak dan membahagiakannya (Asilah, 2014). Ibu
sebagai salah satu faktor lingkungan keluarga yang berpengaruh pada tumbuh
kembang, memainkan peran di dalam mendidik anak, terutama pada masa
balita. Peranan ibu tersebut dibedakan menjadi tiga tugas penting, yaitu ibu
sebagai pemuas kebutuhan anak, ibu sebagai teladan atau “model” peniruan
anak dan sebagai pemberi stimulasi bagi perkembangan anak. Peran lain ibu
dalam menunjang pertumbuhan anak adalah memberikan pola asuh makan
yang baik. Praktek pola asuh makan terdiri dari pemberian makan yang sesuai
umur dan kemampuan anak, kepekaan ibu atau pengasuh mengetahui saat
anak perlu makan, upaya menumbuhkan nafsu makan anak, dan menciptakan
22
situasi makan yang baik seperti memberi rasa nyaman saat makan. Selain pola
asuh makan, pemberian stimulus oleh ibu juga tidak kalah penting.
Rangsangan stimulus sangat berguna dalam pertumbuhan dan perkembangan
organ-organ yang belum lengkap pada waktu lahir, khususnya rangsangan
yang diberikan oleh ibu. Selain itu pula perilaku pengasuhan oleh ibu mampu
memberikan rangsangan yang akan memperkaya pengalaman dan mempunyai
pengaruh yang besar bagi perkembangan kognitif, visual, verbal serta mental
anak. Anak juga membutuhkan interaksi positif dengan ibunya atau
pengasuhnya untuk menumbuhkan rasa saling menyayangi antara ibu dan
anak maupun keluarga (Febrianita & Pratama, 2012).
2.2.2 Tujuan Dari Perilaku Ibu
Salah satu tujuan dalam perilaku ibu ialah memastikan kompetensi
intelektual dan sosial anak berkembang dengan baik. Kompetensi intelektual
dan sosial anak dapat dilihat pada perkembangan kognitif dan kemandirian
anak yang menjadi tolak ukur yang digunakan untuk melihat kesiapan anak
untuk masuk sekolah. Pada masa anak-anak, dengan kompetensi yang
muncul, mereka berusaha untuk membangun rasa kontrol diri, kecukupan,
dan kebanggaan dalam prestasi merekaselain itu dapat mengembangkan
kemampuan kognitif sehingga mampu melakukan proses kumulatif yang
komplikatif dari interpretasi suatu hubungan. Anak usia prasekolah
mengembangkan kemampuan kognitif dan emosinya untuk mempersiapkan
diri mereka dalam menguasai materi dan bertransisi ke (Latifah, 2016)tahap
usia sekolah. Sejumlah studi menunjukkan bahwa gaya pengasuhan dan
attachment memiliki pengaruh terhadap perkembangan kemandirian dan
kognitif anak. Selain itu pengasuhan akan mampu mengembangkan
23
kemandirian, yang di dukung dengan hubungan antara ibu dengan anak
(Latifah, 2016).
2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Merawat/Mengasuh Anak
1). Usia ibu
Rentang usia ibu sangat mempengaruhi bentuk perilaku ibu. Apabila
terlalu muda dan terlalu tua mungkin tidak dapat menjalankan peran secara
optimal karena dalam memberikan pengasuhan diperlukan kekuatan fisik atau
psikososial.
2). Keterlibatan ibu dan ayah
Kedekatan hubungan antara ibu dan anak sama pentingnya dengan
ayah. Walaupun secara kodrat ada perbedaan. Didalam sebuah rumah
tangga ayah dapat melibatkan dirinya dalam melakukan peran
pengasuhan kepada anaknya. Seorang ayah tidah hanya bertanggung
jawab dalam memberikan nafkah akan tetapi dapat pula bekerja sama
dengan ibu dalam melakukan perawatan kepada anak.
3). Pendidikan ibu
Membesarkan anak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua.
Orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang
berpendidikan rendah sangat berbeda. Karena orang tua yang
berpendidikan tinggi lebih mengetahui cara mengasuh anak dengan baik.
4). Pengalaman Sebelumnya dalam Mengasuh Anak
Ibu yang mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak
akan lebih siap untuk menjalankan pengasuhan yang lebih rileks
(Hidayah, 2017).
24
Dari beberapa literatur tentang pengasuhan orang tua dalam mengelola eating
disorder maka dapat disimpulkan beberapa indikator dalam penelitian ini yaitu
orang tua dapat bekerjasama dengan tim kesehatan atau keluarga dalam
mengembangkan rencana untuk menyelesaikan masalah sulit makan pada anak,
orang tua dapat mengembangkan hubungan yang suportif dengan anak,
monitor tanda-tanda vital seperti BB dan TB anak, monitor jumlah cairan yang
masuk dan keluar pada anak, menetapkan harapan yang sesuai dari perilaku
makan seperti asupan makanan atau cairan, orang tua dapat memodifikasi
perilaku dalam meningkatkan perilaku makan yang sehat, orang tua dapat
berdiskusi dengan tim kesehatan terhadap kemajuan kondisi anak, dan orang
tua mengambil tanggungjawab penuh terkait dengan aktifitas fisik dan
kebutuhan makan anak. Sehingga anak tumbuh dan berkembang dengan baik
sesuai dengan harapan orang tua.
2.3 Sulit makan pada anak
2.3.1 Definisi sulit makan pada anak
Perilaku sulit makan merupakan bentuk perilaku anak yang menolak
untuk makan, hanya makan makanan tertentu saja, dan menghabiskan porsi
makan dengan lambat bahkan sering tidak menghabiskan porsi makan setiap
jam makan. Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan untuk makan dan
menolak makanan tertentu. Pada kesulitan makan mempunyai gejala berupa
memenuhkan atau menyembur- nyemburkan makanan yang sudah masuk
didalam mulut, sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut,
makan berlama-lama dan memainkan makanan, tidak mengunyah tetapi
langsung menelan makanan dan kesulitan (Hadi, 2017)
25
Anak sulit makan merupakan salah satu risiko anak dapat mengalami
kurang gizi, karena anak sulit makan cenderung memiliki asupan energi,
protein, karbohidrat, vitamin dan mineral lebih rendah dibandingkan anak
normal lainnya. Anak yang mengalami sulit makan memiliki permasalahan
mengonsumsi asupan makan yang kurang bervariasi dan biasanya rendah
sayuran, buah, makanan kaya protein dan serat karena penolakan terhadap
makanan. Makanan yang disukai dan tidak disukai memiliki peran penting
dalam pemilihan makan, dimana anak sulit makan dapat menunjukkan adanya
preferensi kuat terhadap makanan. Anak sulit makan merupakan fase
perkembangan normal. Namun, hasil penelitian menyebutkan tiga perempat
anak dengan sulit makan akan mengalami berat badan yang kurang apabila
terus berlanjut.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa anak sulit makan perilaku
anak yang menolak untuk makan, hanya makan makanan tertentu saja, dan
menghabiskan porsi makan dengan lambat bahkan sering tidak menghabiskan
porsi makan. selain itu dapat menimbulkan kuraang gizi karena asupan
makanan yang dikonsumsi tidak bervariasi sehingga kebutuhan untuk
pertumbuhannya pun tidak tercukupi.
2.3.2 Faktor penyebab sulit makan
Perilaku sulit makan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kebiasaan makan,
psikologis, dan organik. Faktor lain penyebab sulit makan adalah, faktor
lingkungan, faktor psikologis, faktor organik. Faktor lingkungan, seperti
mengikuti perilaku makan teman sebaya atau orang-orang sekitar rumah dan
lingkungan tempat tinggal, mengiyakain dan menolak jenis makanan yang
sama pada waktu yang berbeda, atau suka mengkonsumsi makanan yang tidak
26
seharusnya di konsumsi diusianya. Faktor psikologis, pada faktor psikologis
ini masih ada hubungan dengan pola asuh keluarga karena psikologis anak
dapat diketahui dari cara pengasuhan, lingkungan dan hubungan didalam
keluarga, semakin baik hubungan dalam keluarga maka semakin kecil
kemungkinan untuk anak mengalami anoreksia psikogenik atau kesulitan
makan karena gangguan psikologis. Faktor organik terjadi akibat adanya suatu
penyakit, infeksi atau kelainan (Hadi, 2017).
Menurut Aizah, (2013) terdapat dua faktor penyebab sulit makan pada
anak, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab kesulitan
makan karena faktor internal adalah gangguaan pencernaan berupa gangguan
gigi dan rongga mulut (seperti sariawan, gigi berlubang, karies,tonsilitis).
Selain itu gangguan psikologis juga menjadi penyebab anak sulit makan.
Beberapa gangguan psikologis yang dapat menyebabkab sulit makan pada
anak yaitu seperti aturan makan yang ketat atau berlebihan, ibu sebgai
pengasuh suka memaksa kehendak terhadap anak, hubungan anggota
keluarga tidak harmonis dan anak mengalami alergi pada makanan.
Penyabab kasulitan makan pada anak dari faktor eksternal dibagi
menjadi 3 faktor yaitu faktor makanan kesukaan, faktor kebiasaan makan dan
faktor lingkungan. Faktor makanan kesukaan merupakan faktor yang sering
di jumpai dimana anak akan mengonsumsi makanan yang hanya di sukain (
chiki, cokelat, potato chip,keripik, permen dan lain-lain ), selain itu sering kali
anak beralasan merasa kenyang pada ibunya sehingga anak tersebut tidak ingin
makan. Faktor yang kedua yaitu faktor kebiasaan makan, pada faktor
kebiasaan anak ini sering kali anak bosan dengan menu masakan yang
disajikan oleh ibu atau pengasuh. Anak lebih menyukai menu makanan yang
27
beragam atau berubah-ubah sehingga manambah nafsu makan pada anak dan
meningkatkan nafsu makan pada anak. faktor ketiga yaitu faktor lingkungan,
contoh faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi sulit makan pada
anak adalah perilaku ibu sebagai pengasuh yang terkadang malas untuk makan
dan secara tidak langsung akan berdampak pada anaknya, karena anak akan
mengikuti perilaku ibuknya. Contoh yang lain dari faktor lingkungan adalah
anak akan lupa untuk makan apabila sudah asik dengan permainan yang
sedang dia mainkan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa ada bebrapa faktor
penyebab anak sulit makan yaitu faktor lingkungan, faktor psikologis, faktor
organik, faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor diatas dapat
menyebabkab anak sulit makan.
2.3.3 Dampak dari sulit makan
Sulit makan yang berat dan berlangsung lama berdampak negatif pada
keadaan kesehatan anak, keadaan tumbuh kembang dan aktifitas sehari-
harinya. Dampak jangka
pendek untuk anak berperilaku sulit makan adalah anak menjadi apatis,
mengalami gangguan bicara dan perkembangan. Sedangkan dampak jangka
panjang adalah. Apabila perilaku sulit makan dibiarkan begitu sajamaka akan
menimbulkan permasalan yang cukup besar yaitu kurang gizi ataupun
menimbulkan gizi buruk (Hadi, 2017)
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa sulit makan akan
memberikan dampak jangka pendek dan panjang. Dampak jangka pendek
yaitu pada kesehatan anak, keadaan tumbuh kembang, aktivitas sehari-hari,
28
apatis, gangguan bicara sedangkan dampak jangka panjang yaitu faktor
internal dan faktor eksternal serta anak dapat megalami kekurangan gizi.
2.4 Perilaku pengasuh dalam mengelola sulit makan pada anak
Menurut simangunsong (2013) anak-anak sering mengalami kesulitan
atau tidak mau makan meskipun orang tua sudah menyiapkan makanan
terbaik. Hal tersebut dapat diatasi dengan berbagai upaya, antara lain:
a. Porsi
Berikan makanan dalam porsi secukupnya (jangan banyak sekaligus),
karena anak akan bangga jika berhasil menghabiskan porsi makannya. Beri
makan saat lapar Apabila hendak menyajikan jenis makanan baru yang belum
dikenal anak, sebaiknya diberikan pada saat anak lapar.
b. Pujian atau reward
Beri pujian apabila anak mampu menghabiskan porsi makannya, berilah
pujian sehingga menyenangkan hati anak. Biarkan anak mengambil porsinya
sendiri berikan kebebasan kepada anak untuk mengambil makanannya sendiri
sebab anak akan merasa dihormati dan bertanggung jawab terhadap habisnya
makanan tersebut. Memberi hadiah jika anak dijanjikan akan diberi hadiah jika
dapat menghabiskan makanannya, ini dapat memberi motivasi kepada anak
untuk menghabiskan makanannya.
c. Hindari rasa bersalah
Apabila anak memecahkan peralatan makan, jangan dimarahi. Berikan
kata-kata atau kalimat yang tidak meyakiti persaan anakk. Untuk itu, gunakan
peralatan yang terbuat dari plastik.
d. Sajian makanan
29
Sajikan makanan terbaik berikan yang padat kalori seperti daging, ikan,
selai kacang, keju, pisang, kacang-kacangan. Dengan menu yang berbeda-beda
untuk tiap harinya.
e. Suasana lingkungan makan
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan biarkan anak makan
sambil bermain-main atau apa saja yang disukainya. Kurangi hal-hal yang
dapat mengalihkan
f. Suasana lingkungan makan
Ciptakan suasana makan yang menyenangkan biarkan anak makan
sambil bermain-main atau apa saja yang disukainya. Kurangi hal-hal yang
dapat mengalihkan perhatian Telivisi sering mengganggu perhatian anak pada
waktu makan meskipun anak tidak sungguh-sungguh menonton. Demikian
juga halnya kehadiran kakak atau anak lain juga menyebabkan anak kurang
perhatian pada makanannya.
g. menyajikan makanan yang disukai anak
Turuti keinginan anak pada umumnya anak menolak makanan
campuran dalam satu piring, misalnya nasi, sayur dan lauk jadi satu. Turuti
keinginan anak dengan menyajikan berbagai jenis makanan yang terpisah.
h. Toleransi terhadap sikap anak
Jangan memaksa rapi anak lebih menyukai makan dengan caranya
sendiri yang terkadang menjadi berantakan. Untuk itu, diperlukan toleransi
orang tua untuk tidak memaksa anak makan dengan rapi sebab dengan cara
tersebut anak akan lebih banyak menghabiskan makananya.
i. Tidak memaksa
30
Mau menerima jawaban tidak apabila anak mengatakan “Sudah
Kenyang” dan tidak mau makan lagi, jangan paksa untuk makan mesti hanya
satu suap lagi.
j. Rasa sabar
Bersabar selera makan anak cepat berubah sehingga jenis makanan yang
kemarin digemari, sekarang bisa saja dihindari. Untuk itu, dituntut kesabaran
dari orang tua.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku yang
memperhatikan porsi makan, perlaku anak saat makan, sikap ibu menyikapi
anak pada saat tidak ingin makan, dukungan kakak ataupun keluarga,
menjauhi tontonan TV pada saat mekan serta memberikan hadiah atau
achievment (apabila sebelumnya sudah dijanjikan) dapat mmeberi motivasi
pada anak yang mengalami sulit makan, dan dalam jangka panjang akan
mampu memperbaiki pola makan anak sulit makan.
2.5 Konsep asuhan keperawatan dalam mengelola anak sulit makan
Perencanan asuhan keperawatan merupakan proses penyusunan
stategi Yang diperlukan untuk mencegah,mengurangi, dan mengatasi suatu
masalah kesehatan dalam bekerjasama dalam tim kesehatan (Sahar, 2017).
Strategi dalam membentuk suatu intervensi keperawatan yang ditunjuk untuk
mencapai hasil yang di harapkan berikut ini pada
Tabel 2.5 akan menguraikan intervensi keperawatan yang perlukan
oleh Keluarga dengan mengelola anak sulit makan bedasarkan nursing outcome
classification (NOC) dan nursing interventions classification (NIC)
31
ketidak Efektifan pola makan pada anak (00107)
Status nutrisi intake makan dan minum (1004)
No Indikator
1 Asupan gizi
2 Asupan makanan
3 Asupan cairan
4 Energi
5 Rasio berat badan
6 Hidrasi
Keterangan : 1.Sangat menyimpang dari rentang normal 2.Banyak menyimpang dari rentang normal 3. cukup menyimpang dari rentang normal 4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari normal
anajemen gangguan makan(1030)
1. Kalaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana keperawatan dengan melibatkan psien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
2. Rundingkan dengan ahli gizi
dalam menentukan asupan klori
harian yang diperlukan untuk
mempertahankan berat badan
yang sudah di tentukan 3. Ajarkan dan dukung konsep
nutrisi baik dengan psien (dan orang terdekat psien dengan tepat)
4. Monitor tanda- tanda psiologis (tanda-tanda vital, elektrolit) jika diperlukan
5. Timbang berat badan psien
secara rutin (pada hari yang
sama dan setelah BAB/BAK)
6. Berikan dukungan terhadap peningkatan berat badan dan prilaku yang meningkatkan berat badan
7. Bantu psien (dan orang-orang terdekat pasien dengan tepat) untuk mengkaji dan memecehkan persalah personal berkontribusi terhadap terjadinya gangguan makan.
8. Rundingkan dengan tim kesehatan lainnya setiap hari terkai perembangan pasien
9. Monitor berat badan pasien dengan rutin.
2.6 Hubungan antara kasih sayang dengan perilaku pengasuhan ibu dalam mengelola anak sulit makan.
Attachment (kemelekatan) atau kasih sayang adalah ikatan emosional
abadi dan resiprokal antara bayi dan pengasuhnya, yang sama-sama
32
memberikan kontribusi terhadap kualitas hubungan pengasuh bayi atau anak
(Nasution, 2017).
Atacmment juga diartikan sebagai ikatan afeksi kuat yang hanya
dirasakana oleh orang tertentu dalam hidup kita sehingga membuat kita
merasa senang bila berinteraksi dengan orang tersebut dan menimbulkan rasa
nyaman bila berada di dekat kitadi masa-masa tertekan/sulit (Nasution, 2017).
Rasa nyaman ini akan memunculkan keterikatan yang nantinya membentuk
attachment (kasih sayang) antara kedua individu (Yodatama et al., 2015)
Mebentuk perilaku kasih sayang pada anak dapat di pengaruhi oleh
beberapa Faktor yaitu pendidikan, informasi dan umur. Ketiga faktor tersebut
menjadi hal yang penting dalam mewujudkan perilaku kasih sayang (Ayu,
2015). Peneliti Hasanpoor (2015) dan Ahsan (2014) mengemukakan bahwa
status emosional dan ibu bekerja dapat mempengaruhi kasih sayang ibu
terhadap anak, hal ini dikarenakan ibu yang bekerja sering kali tidak memilik
waktu luang terhadap anaknya sehingga pemberian kasih sayang pada anak
tidak maksimal. Faktor status emosional juga mempengaruhi kasih sayang
pada anak, dikarenakan status emosional ibu yang terganggu sehingga
mempengaruhi sikap ibu dalam respon emosional dalam mengekspresikan
meosional dalam hal ini ibu sebagai pengasuh tidak peka terhadap anak,
sehingga pemberian kasih sayang yang seharusnya menunjukan sifat-sifat yang
positif tidak terlaksanakan dengan baik. Sifat-sifat perilaku yang positif
tersebut dapat membantu ibu atau pengasuh dalam meningktkan hubungan
antara ibu dan anak dan dapat membantu pengasuhan ibu terhadap anaknya
salah satunya yaitu pemenuhan nutrisi dengan perilaku kasih sayang pada ibu
kepada anak yang mengalami sulit makan.
33
Anak sulit makan Perilaku sulit makan merupakan bentuk perilaku anak
yang menolak untuk makan, hanya makan makanan tertentu saja, dan
menghabiskan porsi makan dengan lambat bahkan sering tidak menghabiskan
porsi makan setiap jam makan. Kesulitan makan merupakan ketidakmampuan
untuk makan dan menolak makanan tertentu. Pada kesulitan makan
mempunyai gejala berupa memenuhkan atau menyembur- nyemburkan
makanan yang sudah masuk didalam mulut, sama sekali tidak mau
memasukkan makanan ke dalam mulut, makan berlama-lama dan memainkan
makanan, tidak mengunyah tetapi langsung menelan makanan dan kesulitan
(Hadi, 2017)
Faktor yang mempengaruhi anak sulit makan ialah faktor eksternal
dan internal. Faktor eksternal ialah faktor yang di akibatkan dari 3 aspek yaitu
makanan keesukaan, faktor kebiasaan makanan dan faktor lingkungan. Faktor
internal adalah faktor yang diakibatkan oleh gangguan pencernaan (gigi atau
mulut), selain itu gangguan psikologis juga dapat mempengaruhi sulit makan
pada anak Aizah (2013). Menurut (Hadi, 2017) terdapat 3 faktor yaitu faktor
lingkungan, faktor psikologis, faktor organik. Faktor lingkungan yang di
maksud Faktor lingkungan, seperti mengikuti perilaku makan teman sebaya
atau orang-orang sekitar rumah dan lingkungan tempat tinggal, mengiyakain
dan menolak jenis makanan yang sama pada waktu yang berbeda, atau suka
mengkonsumsi makanan yang tidak seharusnya di konsumsi diusianya. Faktor
psikologis sendiri yaitu diakibatkan dari adanya kesalahan pada pola asuh ibu
atau orang tua, karena psikologis anak dapat diketahui dari pola asuh orang
tua. Faktor organik pada faktor ini yang menjadi penyeabab adalah adanya
gangguan pada fisik anak, akibat dari adanya infeksi ataupun kecacatan.
34
Apabila faktor penyebab diatas tidak dapat diselesaikan maka anak akan
mengalami kurang gizi atau yang lebih fatal yaitu gizi buruk.
Dari kesimpulan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara sistem perilaku kasih sayang dengan perilaku pengasuhan ibu dalam
mengelola sulit makan.