40
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran 2.1.1 Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengrajin adalah seseorang yang pekerjaannya atau profesinya membuat barang kerajinan (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan pengrajin ukiran merupakan orang yang pekerjaan sehari-harinya menghasilkan barang-barang ukiran atau hiasan artistik (Radiawan, 2009). 2.1.2 Posisi dan Pola Kerja Sikap tubuh dalam beraktivitas merupakan sikap tubuh dalam keadaan pasif tanpa melakukan aktivitas atau pekerjaan. Sikap-sikap tubuh yang diaplikasikan pada pekerjaan disebut sikap kerja. Contoh sikap kerja yaitu sikap berdiri, berbaring, jongkok, dan duduk. (Radiawan, 2009). Sikap seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu (Radiawan, 2009): a. Fisik, umur, jenis kelamin, ukuran antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, kemampuan gerakan sendi sistem musculoskeletal, tajam penglihatan, masalah kegemukan, riwayat penyakit. b. Jenis keperluan tugas, pekerjaan memerlukan ketelitian, kekuatan tangan, ukuran tempat duduk, giliran tugas, waktu istirahat dan lain-lain. c. Desain tempat kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja, kondisi bidang pekerjaan, dan faktor-faktor lingkungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengrajin Ukiran

2.1.1 Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengrajin adalah seseorang

yang pekerjaannya atau profesinya membuat barang kerajinan (Departemen

Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan pengrajin ukiran merupakan orang yang

pekerjaan sehari-harinya menghasilkan barang-barang ukiran atau hiasan artistik

(Radiawan, 2009).

2.1.2 Posisi dan Pola Kerja

Sikap tubuh dalam beraktivitas merupakan sikap tubuh dalam keadaan

pasif tanpa melakukan aktivitas atau pekerjaan. Sikap-sikap tubuh yang

diaplikasikan pada pekerjaan disebut sikap kerja. Contoh sikap kerja yaitu sikap

berdiri, berbaring, jongkok, dan duduk. (Radiawan, 2009).

Sikap seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu (Radiawan, 2009):

a. Fisik, umur, jenis kelamin, ukuran antropometri, berat badan, kesegaran

jasmani, kemampuan gerakan sendi sistem musculoskeletal, tajam

penglihatan, masalah kegemukan, riwayat penyakit.

b. Jenis keperluan tugas, pekerjaan memerlukan ketelitian, kekuatan tangan,

ukuran tempat duduk, giliran tugas, waktu istirahat dan lain-lain.

c. Desain tempat kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan

kerja, kondisi bidang pekerjaan, dan faktor-faktor lingkungan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

11

d. Lingkungan kerja (environment): intensitas penerangan, suhu lingkungan,

kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan getaran.

Berdasarkan empat faktor di atas, sikap kerja yang terjadi pada pengrajin

ukiran adalah sikap bersila di lantai dan telapak kaki mencengkram benda,

punggung agak membungkuk, dengan tangan kiri memegang pahat, dan yang

kanan memegang palu kayu (pengotok). Pekerjaan mengukir yang selalu

dilakukan di Banjar Puaya, Desa Batuan adalah sikap membungkuk dengan lutut

menekuk dengan menyentuh dada, hal ini terjadi sikap yang memaksa terjadinya

iklinasi kepala, tubuh condong ke depan. Sikap kerja paksa yang terlalu

lama dapat menimbulkan keluhan pada sistem muskuloskeletal dan terjadi

tekanan cukup besar pada diskus interverbralis sehingga menimbulkan NPB

(Radiawan, 2009).

2.1.3 Masalah Kesehatan yang Sering Terjadi pada Pengrajin Ukiran

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Depkes RI (2014) pada bulan

Desember di wilayah Jabodetabek, pengrajin yang mengaku sakit selama 1 bulan

terakhir sebanyak 43,55%. Pengrajin yang menderita gangguan saluran pernafasan

sebesar 31,40%, dan keluhan terbanyak diderita adalah pegal linu yaitu sebesar

36,77%. Kecelakaan kerja selama 1 bulan terakhir dialami oleh 16.95% pengrajin,

kebanyakan akibat terkena benda tajam 59,63%, mengenai anggota tubuh 94,49%,

menyebabkan luka terbuka 64,22%, masih dapat bekerja 79,82%, ditanggulangi

dengan pengobatan sendiri 68,81%.

Pekerjaan mengukir menimbulkan sikap paksa (membungkuk atau

mendongak) selama bekerja. Sikap paksa ini mengakibatkan adanya keluhan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

12

subjektif pada sistem otot rangka (muskuloskeletal). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Soewarno (2005) pada pengrajin Kelongsong Peluru di Kabupaten

Klungkung diperoleh hasil yaitu 100%pengrajin mengalami keluhan pada leher,

keluhan pada bahu kiri 33,3%, keluhan pada bahu kanan 66,6%, keluhan pada

punggung 100%, keluhan pada pinggang 100%, dan keluhan pada pantat 66,6%.

Data tersebut menunjukkan bahwa keluhan pada leher terjadi karena

tumpuan untuk menyangga berat kepala. Keluhan pada bahu terjadi karena tangan

menahan beban pada saat bekerja, dimana tangan kanan lebih dominan digunakan

dari tangan kiri, sehingga keluhan lebih dominan diderita adalah pada bahu kanan.

Posisi duduk yang tidak ergonomis menimbulkan keluhan pada pinggang, pantat,

dan punggung (Soewarno, 2005). Berdasarkan hal tesebut maka dapat

disimpulkan bahwa sikap paksa (membungkuk) pada pengrajin ukiran sangat

berpengaruh terhadap munculnya gangguan sistem otot rangka.

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi

Nyeri merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak nyaman disebabkan

oleh stimulus tertentu. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik,

maupun mental. Nyeri bersifat subjektif, sehingga respon setiap orang tidak sama

saat merasakan nyeri (Potter & Perry, 2006: 1502). Menurut Corwin (2009) nyeri

adalah sensasi subyektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri dirasakan apabila reseptor nyeri

spesifik teraktivasi. Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang

terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Nyeri sering dijelaskan dalam istilah proses

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

13

destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, dirobek-robek

dan atau suatu reaksi badan atau emosi (perasaan takut, mual, mabuk) (Fauci, et al,

2009).

2.2.2 Pengukuran Skala Nyeri

Penilaian nyeri dapat menggunakan beberapa metode, yaitu secara subjektif

dan objektif. Penilaian secara subjektif didasari oleh jawaban pasien secara

langsung. Metode pemeriksaan ini merupakan indikator yang paling dipercaya

untuk penilaian intensitas nyeri. Metode yang biasa digunakan untuk mengukur

nyeri ada dua, yaitu unidimensi yang mempunyai satu variabel pengukur

intensitas nyeri dan multidimensi. Metode multidimensi dapat dilakukan dengan

mencatat pengalaman nyeri dan perilaku pasien, penggunaan gambar tubuh

manusia dimana pasien diminta untuk menandainya sesuai dengan nyeri yang

dialami, serta penggunaan skala wajah. Metode unidimensi meliputi pemeriksaan

nyeri dengan menggunakan Verbal Ratting Scales (VRS), Numerical Rating Scale

(NRS), Visual Analogue Scale (VAS). Metode sederhana ini biasa digunakan

secara efektif di rumah sakit, klinik dan pada saat memberikan informasi

mengenai nyeri (Wijayanti, 2014).

Skala nyeri nurmerik (Numerical Rating Scale/NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Skala tersebut paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik

(Potter & Perry, 2006: 1519). Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan

skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

meningkatnya skala nyeri, semakin meningkat pula sensasi nyeri yang dirasakan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

14

Skala Nyeri Deskriptif/Verbal Descriptor Scale (VDS)

Skala Nyeri Analog/Visual Analog Scale (VAS)

Skala Nyeri Numerik/Numerical Rating Scale (NRS)

Gambar 2.1 Skala Pengukuran Nyeri (Tamsuri, 2007)

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter dan Perry (2006: 1511-1515), faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri adalah sebagai berikut.

1) Usia

Usia sangat mempengaruhi pemahaman tentang nyeri. Toleransi terhadap

nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin

bertambahnya usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman

tentang nyeri dan usaha mengatasinya.

2) Jenis Kelamin

Umumnya, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon

terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin,

misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak

Tidak

ada

nyeri

Nyeri

ringan

Nyeri

sedang

Nyeri

hebat

Nyeri

sangat

hebat

Nyeri

paling

hebat

Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

15

harus menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi

yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang

melibatkan pria dan wanita. Akan tetapi, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi

oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu,

tanpa memperhatikan jenis kelamin.

3) Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka.

4) Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan

secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan

mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut

memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.

5) Perhatian

Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,

sedangkan upaya pengalihan yang dilakukan dengan memfokuskan perhatian

dan konsentrasi pada stimulus lain dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun.

6) Ansietas

Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu mentoleransi

nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki status emosional

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

16

kurang stabil. Klien yang mengalami cedera atau menderita penyakit kronis,

seringkali mengalami kesulitan mengontrol lingkungan dan perawatan diri

dapat menimbulkan tingkat ansietas yang tinggi. Nyeri yang tidak kunjung

hilang menyebabkan gangguan psikosis dan kepribadian.

7) Keletihan

Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap

individu yang menderita penyakit dalam jangka waktu yang lama.

8) Pengalaman Sebelumnya

Klien yang sudah pernah mengalami nyeri cenderung mampu untuk mengatasi

nyeri yang dirasakan atau beradaptasi dengan nyeri yang dialami saat ini.

9) Gaya Koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun

keseluruhan. Berbagai sumber koping yang dapat digunakan antara lain

dengan dukungan dari keluarga, melakukan latihan atau menyanyi. Koping

tersebut bermanfaat untuk mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu.

10) Dukungan Keluarga dan Sosial

Individu yang mengalami nyeri akan bergantung pada anggota keluarga atau

teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan.

2.2.4 Reaksi Terhadap Nyeri

Reaksi terhadap nyeri menurut Potter & Perry (2006: 1508-1510)

merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan

nyeri.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

17

1) Respon Fisiologis

Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju ke batang otak dan

thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon

stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang

superfisial menimbulkan reaksi flight atau fight yang merupakan sindrom

adaptasi umum.

Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan

respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus menerus, berat, atau dalam,

dan secara tipikal melibatkan organ-organ viseral (seperti nyeri pada infark

miokard, kolik akibat kandung empedu atau batu ginjal), sistem saraf

parasimpatis menghasilkan suatu reaksi. Respon fisiologis terhadap nyeri

dapat sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri

traumatik yang berat, yang menyebabkan individu mengalami syok,

kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi yaitu tanda-tanda fisik

kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan

selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik.

2) Respon Perilaku

Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus yang apabila

tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat

mengubah kualitas kehidupan individu secara bermakna. Menurut Meinhart

dan McCaffery (1983) dalam Potter dan Perry (2006) mendeskripsikan 3 fase

pengalaman nyeri antara lain:

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

18

a. Fase Antisipasi

Fase ini terjadi sebelum mempersepsikan nyeri. Seorang individu

mengetahui nyeri akan terjadi. Fase antisipasi biasanya akan

mempengaruhi dua fase lain. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan

individu untuk belajar memahami nyeri dan mengontrol ansietas sebelum

nyeri terjadi. Perawat berperan penting dalam membantu klien selama fase

antisipatori. Penjelasan yang benar membantu klien memahami dan

mengontrol ansietas yang mereka alami. Pada situasi klien merasa terlalu

takut atau terlalu cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat

meningkatkan persepsi keparahan nyeri.

b. Fase Sensasi

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap

nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Toleransi individu terhadap nyeri

merupakan titik yaitu terdapat suatu ketidakinginan untuk menerima nyeri

dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama.

Klien yang memiliki toleransi tinggi terhadap nyeri, mampu menahan

nyeri tanpa bantuan. Seringkali seorang perawat harus mendorong pasien

dengan karakteristik tersebut untuk menerima upaya-upaya mengatasi

nyeri supaya aktivitas dan asupan nutrisinya tidak menurun secara drastis.

Sebaliknya, seorang klien yang memiliki toleransi nyeri yang rendah dapat

mencari upaya untuk menghilangkan nyeri sebelum nyeri terjadi. Misalnya

seorang klien meminta aspirin dalam upaya untuk mengantisipasi nyeri

kepala.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

19

Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri

meliputi menggerakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri,

postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai. Seorang

klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah, atau sering memanggil

perawat.

c. Fase Akibat (Aftermath)

Fase akibat merupakan fase ketika nyeri berkurang atau berhenti. Setelah

mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik,

seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau depresi. Jika klien

mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat

(aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.

2.3.5 Penatalaksanaan Nyeri

Menurut Potter dan Perry (2006) penanganan nyeri dapat dilakukan secara

farmakologis dan dengan tindakan nonfarmakologis.

1) Terapi Nyeri Farmakologis

Analgesik merupakan metode yang paling umum digunakan untuk megatasi

nyeri. Terdapat tiga jenis analgesic yang yang digunakan untuk mengatasi nyeri

yaitu, analgesik non-narkotik dan OAINS, analgesik narkotik atau opiat, dan

koanalgesik atau obat tambahan. Analgesik non-narkotik dan OAINS umumnya

digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang

terkait dengan artritis rheumatoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah

minor, episiotomy, dan masalah pada punggung bawah. OAINS berkerja dengan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

20

menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat respon selular selama

inflamasi.

Analgesik opiat atau narkotik umumnya diberikan pada nyeri sedang sampai

berat, seperti nyeri pasca operasi dan nyeri maligna. Analgesik jenis ini bekerja

pada system saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresi dan

menstimulasi. Koanalgesik atau analgesik tambahan diberikan untuk mengatasi

cemas, meningkatkan kontrol nyeri atau mengatasi gejala lain yang menyertai

nyeri, misalnya depresi dan mual. Agen koanalgesik diberikan dalam bentuk

tunggal atau disertai analgesik. Obat sedatif juga merupakan salah satu contoh

dari koanalgesik, dan digunakan untuk mengatasi nyeri kronik. Obat-obatan ini

dapat menimbulkan rasa kantuk dan kerusakan koordinasi, dan kewaspadaan

mental.

2) Tindakan Peredaan Nyeri Nonfarmakologis

Tindakan nonfarmakologis yang digunakan untuk mengatasi nyeri

mencakup intervensi perilaku-kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan

intervensi perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri,

mengubah perilaku nyeri, dan memberikan klien rasa pengendalian yang lebih

besar. Agen-agen fisik bertujuan memberikan rasa nyaman, memperbaiki

disfungsi fisik, mengubah respons fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang

terkait imobilisasi. Beberapa contoh teknik nonfarmakologis adalah sebagai

berikut.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

21

a. Distraksi

Distraksi adalah metode untuk mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal

yang lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami (Alfarini &

Sukmasari, 2012). Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal lain dan

dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri serta

meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Distraksi bekerja memberikan

pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri

intensif hanya berlangsung beberapa menit (Potter & Perry, 2006).

b. Biofeedback

Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan

individu informasi tentang respon fisiologis dan cara untuk melatih ontrol

volunter terhadap respon tersebut. Terapi ini digunakan untuk menghasilkan

relaksasi dalam dan sangat efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan

migren (Potter & Perry, 2006).

c. Hipnosis Diri

Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti

positif. Suatu pendekatan holistic, hypnosis diri menggunakan sugesti diri dan

kesan tentang perasaan yang rileks dan damai. Konsentrasi yang intensif

mengurangi ketakutan dan stress karena individu berkonsentrasi hanya pada

satu pikiran (Potter & Perry, 2006).

d. Stimulasi Kutaneus

Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk

menghilangkan nyeri. Stimulasi ini akan menyebabkan pelepasan hormon

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

22

endorfin, sehingga memblok tranmisi stimulasi nyeri. Berdasarkan teori gate

control, stimulasi kutaneus mengantifkan transmisi serabut saraf sensori A-

beta yang lebih besar dan lebih cepat. Contoh dari stimulasi kutaneus yaitu

masase, kompres dingan dan panas, dan stimulasi saraf elektrik transkutaneus

(Potter & Perry, 2006).

2.3 Nyeri Punggung Bawah (NPB)

2.3.1 Definisi NPB

NPB merupakan nyeri dan ketidaknyamanan, yang terlokalisasi di bawah

sudut iga terakhir (costal margin) dan di atas lipat bokong bawah (gluteal inferior

fold), dengan atau tanpa nyeri pada tungkai (Smeltzer & Bare, 2005). NPB adalah

nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal

maupun nyeri radikuler atau keduanya (Sadeli & Tjahjono, 2001 dalam

Kantana, 2010). NPB adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio

punggung bagian bawah yang merupakan akibat dari berbagai sebab yaitu

kelainan tulang punggung sejak lahir, trauma, perubahan jaringan, pengaruh

gaya berat (Vira, 2009).

2.3.2 Faktor Risiko Terjadinya NPB

Menurut Septiawan (2013), faktor risiko terjadinya NPB dibagi menjadi tiga

yaitu sebagai berikut.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

23

1) Faktor Personal

a. Usia

Pada umumnya keluhan otot sekeletal mulai dirasakan pada usia

kerja 25-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun

dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya

umur (Tarwaka, dkk 2004:120). Menurut Olviana, Saftarina, dan Wintoko

(2013) pada usia ≥ 30 terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan,

pergantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan.

b. Masa Kerja

Masa kerja menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di

tempat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama terkena

paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit

akibat kerja. Pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari lima tahun

memiliki tingkat resiko 7,26 kali lebih besar menderita nyeri punggung

dibanding dengan yang memilki masa kerja kurang dari lima tahun

(Septiawan, 2013: 21).

c. Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarwaka, dkk

(2004) didapatkan hasil bahwa jenis kelamin menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat risiko keluhan otot, di mana wanita lebih

berisiko. Hal ini disebabkan karena wanita mempunyai kekuatan fisik

tubuh yang lebih rendah dari laki-laki.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

24

d. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok menyebabkan penurunan pasokan oksigen dan

berkurangnya oksigen dalam darah, sehingga seorang pekerja akan mudah

merasa lelah. Hal tersebut juga menyebabkan pembakaran karbohidrat

menjadi terhambat, terjadi penumpukan asam laktat, dan akhirnya

menimbulkan nyeri otot (Latif, 2007; Septiawan, 2013; Tarwaka, dkk,

2004).

e. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu faktor ekspresi dari gaya

hidup. Semakin tidak teratur gaya hidup dengan tidak mengontrol pola

makan, semakin tinggi resiko terkena obesitas. Hal ini membawa

konsekuensi akan meningkatnya resiko terkena penyakit-penyakit lain

salah satunya adalah NPB (Purnamasari, Gunarso, & Rujito, 2010: 26-

27). Kelebihan berat badan meningkatkan beban pada tulang belakang

dan tekanan pada diskus, struktur tulang belakang, serta herniasi pada

diskus lumbalis (Elders, 2007). Menurut Zamna (2007) seseorang dengan

obesitas atau dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25 kg/m2), memiliki

risiko mengalami NPB.

f. Kebugaran Jasmani

Pekerja dengan kebugaran jasmani yang lemah akan berisiko

mengalami cedera punggung. Menurut Jiwa (2012) dalam penelitian

prospektif terhadap 1.652 pemadam kebakaran, didapatkan hasil bahwa

frekuensi cedera yang dialami kelompok pekerja yang kurang bugar

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

25

sebanyak 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pekerja

yang sebagian masih bugar. Jadi dapat disimpulkan, kebugaran jasmani

berperan dalam mencegah terjadinya cedera punggung.

2) Faktor Pekerjaan

a. Beban Kerja

Beban kerja adalah beban pekerjaan yang ditanggung oleh pelakunya

baik fisik, mental, maupun sosial (Septiawan, 2013: 24). Penelitian yang

dilakukan oleh Lestari (2004) tentang hubungan antara beban kerja dengan

keluhan punggung bawah (NPB) pada perawat RS. Roemani Semarang

menunjukan adanya hubungan antara beban kerja dengan keluhan nyeri

punggung bawah pada perawat RS. Roemani Semarang dengan nilai p =

0,003.

b. Lama Kerja

Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya enam

sampai delapan jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan

dalam keluarga atau masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya

tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan

produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit,

dan kecelakaan (Septiawan, 2013: 25). Menurut Kantana (2010),

pengemudi yang bekerja selama lebih dari empat jam sehari, enam

kali lebih beresiko absen dari pekerjaannya karena NPB daripada orang

yang mengemudi kurang dari dua jam.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

26

c. Sikap Kerja

Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan

pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan

lain-lain. Sikap kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan

menambah resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal (Astuti,

2007). Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu:

(1) Sikap Kerja Duduk

Posisi duduk pada otot rangka dan tulang belakang terutama pada

pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari

nyeri dan cepat lelah (Septiawan, 2013: 26). Tekanan tulang belakang

akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk

tidak benar dan akan semakin meningkat apabila saat duduk diikuti

dengan posisi tubuh membungkuk (Santoso, 2004: 26).

(2) Sikap Kerja Berdiri

Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering

dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan (Astuti, 2007). Sikap

kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang

vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus menyebabkan

penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki. Sikap kerja

berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

27

sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk

(Septiawan, 2013: 27).

(3) Sikap Kerja Membungkuk

Membungkuk merupakan salah satu posisi yang tidak nyaman

untuk diterapkan saat bekerja. Pada saat membungkuk tulang

punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi

depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan,

sedangkan pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk

mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan

menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah (Astuti, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Samara (2005) tentang sikap

membungkuk dan memutar selama bekerja sebagai faktor resiko nyeri

punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk

memperbesar resiko nyeri punggung bawah sebesar 2,68 kali

dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak.

3) Faktor Lingkungan

a. Tekanan

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai

contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan

yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan

apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang

menetap (Tarwaka dkk, 2004:119).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

28

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot

bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,

penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul rasa nyeri otot

(Tarwaka dkk, 2004:119).

2.3.3 Tanda dan Gejala

Pasien biasanya mengeluh nyeri punggung akut maupun nyeri punggung

kronis (berlangsung lebih dari enam bulan tanpa perbaikan) dan kelemahan. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya spasme otot paravertebralis

(peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang berlebihan) disertai

hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal dan mungkin ada deformitas

tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam keadaan tengkurap, otot spinal akan

relaksasi dan deformitas yang diakibatkan oleh spasme akan menghilang

(Smeltzer & Bare, 2005).

Bila pasien menderita radikulopati (gangguan serabut saraf) atau nyeri

punggung kronik, diperlukan pemeriksaan diagnostik multipel. Kadang-kadang

dasar organik nyeri punggung tak dapat ditemukan. Kecemasan dan stress dapat

membangkitkan spasme otot dan nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan

manifestasi depresi atau konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan

dan kehidupan (Smeltzer & Bare, 2005).

Menurut Tholib (2010), tanda dan gejala klinis dari NPB adalah sebagai

berikut.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

29

1) Nyeri

Nyeri didefinisikan sebagai perasaan tidak menyenangkan dan merupakan

pengalaman emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual

maupun potensial atau dideskripsikan sebagai istilah adanya kerusakan

jaringan. Nyeri pada NPB dirasakan akan bertambah saat melakukan

aktivitas dan rasa kaku pada punggung bawah.

2) Spasme Otot

Pada pemeriksaan ditemukan kelainan yang ringan berupa spasme ringan

pada otot-otot punggung bawah dan otot-otot perut serta gangguan

pergerakan tulang belakang. Spasme otot biasanya mengenai m. erector

spine dan pada m. quadratus lumborum

3) Kelemahan Otot

Kekuatan otot-otot punggung menjadi menurun tergantung daerah nyeri dan

dikarenakan adanya nyeri yang membatasi terjadinya gerakan yang akan

dilakukan pasien, sehingga terjadi kecenderungan kelematan otot karena

pasien enggan bergerak. Biasanya otot-otot yang mengalami kelemahan

adalah m. quadratus lumborum.

4) Ganggung Fungsional

Terganggunya seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pengukuran

kemampuan fungsional bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

kemungkinan terganggunya pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

30

2.3.4 Klasifikasi NPB

NPB disebabkan oleh berbagai kelainan atau perubahan patologik yang

mengenai berbagai macam organ atau jaringan tubuh. Klasifikasi NPB menurut

Harsono (2009) adalah sebagai berikut.

1) NPB Viserogenik

NPB yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di

daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat

dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Penderita

NPB viserogenik akan mangalami nyeri hebat dan untuk meredakan perasaan

nyeri penderita akan menggeliat.

2) NPB Vaskulogenik

Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri

punggung atau menyerupai iskalgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan

NPB di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas tubuh.

3) NPB Neurogenik

Merupakan keadaan patologi pada saraf yang menyebabkan NPB, yang

terdiri dari:

a. Neoplasma

Neoplasma interkanalis spinal sering ditemukan adalah neurioma

hemangloma, ependimoma, dan meningioma. Pada umumnya gejala

pertama adalah rasa nyeri, kemudian timbul gejala neurologik yaitu

gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif. Nyeri akan berkurang dengan

berjalan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

31

b. Araknoditis

Pada araknoiditis terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul bila

terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersebut.

c. Stenosis Kanalis Spinalis

Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan oleh karena proses

degenerasi diskus intervertebralis dan biasanya disertai oleh ligamentum.

Gejala klinik yang timbul ialah adanya klauikasio intermiten yang disertai

rasa kesemutan dan pada saat penderita istirahat maka rasa nyeri masih tetap

ada. Bedanya dengan klausdikasio intermiten pada penyumbatan arteri ialah

disini denyut nadi hilang dan tidak ada rasa kesemutan.

4) NPB Spondilogenik

NPB Spndilogenik ialah suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses

patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik),

diskus intervetebralis (diskogenik), miofasial (miogenik), dan proses patologik di

artikulasio sakroiliaka.

a. NPB Osteogenik

NPB ini sering disebabkan oleh radang atau infeksi dan trauma. Radang

atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral dan spondilitis tuberkulosa,

yang masih sering dijumpai meskipun jarang ditemui di daerah lumbal,

karena predileksinya di daerah torakal. Trauma, yang dapat

mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis (bergesernya korpus

vertebra terhadap korpus vertebra dibawahnya).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

32

b. NPB Diskogenik

(1) Spondilitis, disebabkan oleh proses degenarasi yang progresif pada

diskus vertebralis, yang mengakibatkan menyempitnya jarak diantara

vertebra sehingga menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan

kanalis spinalis dan forameninter vertebrale, serta iritasi persendian

posterior. Rasa nyeri spondilitis ini disebabkan oleh terjadinya

osteoartritis dan tertekannya radiks oleh kantong durameter yang

mengakibatkan iskemi dan radang.

(2) Hernia Neukleus Pulposus (HNP) ialah keadaan dimana nekleus

purposes keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis

spinal melalui annulus fibrosus yang robek. Penonjolan dapat terjadi

di bagian lateral disebut HNP lateral, dapat pula terjadi dibagian

tengah dan disebut HNP sentral. Dasar terjadinya HNP ini adalah

proses degenarasi diskus intervertebralis, maka banyak terjadi pada

usia pertengahan.

(3) Spondilitis ankilosa, proses ini biasanya mulai dari sendi sakroiliaka,

yang kemudian menjalar ke atas. Gejala permulaan berupa rasa kaku

di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah

mengadakan gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran yang

mirip dengan ruas-ruas bambu sehingga disebut bamboo spine

c. NPB miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spame otot, defisiensi

otot dan hipersensitif

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

33

(1) Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau

berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekkan otot, yang

akhirnya akan menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan

terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak atau

kurang fisiologi.

(2) Spasme otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan

otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang

pemanasan. Spasme otot ini memberikan gejala khas, ialah dengan

adanya kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat. Setiap gerakan

akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

(3) Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat

dari mekanisasi yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama

maupun karena imobilisasi.

(4) Otot yang hipersensitif akan menciptakan satu daerah kecil apabila

dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah

tertentu (target area). Daerah kecil ini disebut noctah picu (tirgger

point).

5) NPB Psikogenik

Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah

dilakukan pemeriksaan yang lengkap dan hasilnya tidak memberikan

jawaban yang pasti. Hal ini memang bersifat legeartis, dimana semua

kemungkinan faktor organik tidak dapat dibuktikan sebagai faktor etiologi

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

34

NPB. NPB psikogenik pada umunya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau

kecemasan dan depresi atau campuran keduanya.

2.3.5 Patofisiologi Terjadinya NPB

Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastik yang

tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksibel (diskus

intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai

ligamen dan otot paravertebralis. Kontruksi punggung yang unik tersebut

memungkinkan fleksibilitas sementara di sisi lain tetap dapat memberikan

perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan

tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau

melompat. Batang tubuh membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot

abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Bila tidak

pernah dipakai akan melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah

postur, masalah struktur, dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang

dapat berakibat nyeri punggung (Smeltzer & Bare, 2005).

Diskus vertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah

tua., Diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus pada

orang muda, kemudian akan menjadi kartilago yang padat dan tidak teratur pada

saat lansia. Degenerasi diskus merupakan penyebab nyeri punggung yang biasa.

Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stres mekanis paling berat dan

perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus (herniasi nukleus pulposus) atau

kerusakan sendi faset dapat mengkibatkan penekanan pada saraf ketika keluar dari

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

35

kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf

tersebut (Smeltzer & Bare, 2005).

2.3.6 Penetapan Diagnosis NPB

Menurut Huldani (2012), penetapan diagnosis NPB dibagi dalam beberapa

tahap yaitu sebagai berikut.

A. Anamnesis

Dalam anamnesis NPB perlu diketahui:

1) Awitan

NPB yang disebabkan oleh faktor mekanis akan menimbulkan nyeri

mendadak yang terjadi setelah posisi mekanis yang tidak ergonomis. Kondisi ini

kemungkinan terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi.

Keluhan karena penyebab lain timbul secara bertahap.

2) Lama dan Frekuensi Serangan

NPB akibat faktor mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa

bulan, sedangkan herniasi diskus membutuhkan waktu delapan hari. Degenerasi

diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik yang terjadi selama dua

sampai empat minggu.

3) Lokasi dan Penyebaran

Kebanyakan NPB terjafi akibat gangguan mekanis, terutama di daerah

lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai

bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat

disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunyai pola

penyebaran yang tetap.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

36

4) Faktor yang Memperberat atau Memperingan

Pada lesi mekanis, keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat

aktivitas, sedangkan pada penderita HNP duduk dengan posisi membungkuk akan

memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri.

Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring.

5) Kualitas atau Intensitas

Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri serta dapat

membandingkannya dengan berjalannya waktu. Bila nyeri punggung lebih berat

daripada nyeri tungkai, tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan

tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang sudah lama dan

intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu

NPB yang terjadinya secara mekanis. Suatu tindakan atau gerakan yang

mendadak dan berat, yang berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan

suatu NPB, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu

gerakan yang relatif sederhana, seperti membungkuk atau memungut barang yang

ringan. Gerakan-gerakan yang dapat menyebabkan bertambahnya nyeri NPB,

yaitu duduk dan mengendarai mobil. Nyeri akan berkurang bila tiduran (bed rest)

atau berdiri, dan setiap gerakan yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdominal akan memperberat nyeri. Nyeri juga dapat disebabkan oleh faktor

nonmekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa

menunjukkan adanya suatu kondisi keganasan ataupun infeksi.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

37

B. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang

membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta

adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan

oleh spasme otot paravertebral.

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

a. Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

b. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada

tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis

lumbal. Gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga

menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal fleksi ke depan (forward

flexion) yang secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada

HNP. Hal ini terjadi akibat ketegangan pada saraf yang terinflamasi di atas

suatu diskus protusio sehingga meningkatkan tekanan pada saraf spinal

tersebut dengan cara meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di

sebelahnya (jackhammer effect).

c. Lokasi dari HNP dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke

depan, ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral

yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya

HNP pada sisi yang sama.

d. Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan

kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

38

2) Palpasi

Adanya nyeri (tenderness) pada kulit menunjukkan adanya kemungkinan

suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Pemeriksaan ini

dapat menentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan memberi

tekanan pada ruangan intervertebralis atau dengan cara menggerakkan prosesus

spinosus ke kanan ke kiri sambil melihat respons pasien. Spondilolistesis yang

berat dapat diketahui dengan cara meraba adanya ketidakrataan (step-off) di

tempat yang terkena. Penekanan dengan ibu jari pada prosesus spinosus dilakukan

untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.

3) Pemeriksaan Motoris

Pemeriksaan ini dilakukan dengan membandingkan kedua sisi untuk

menemukan abnormalitas motoris dan memperhatikan miotom yang

mempersarafinya.

4) Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan

perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti

diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai

dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam

menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.

5) Tanda-Tanda Rangsangan Meningeal

a. Tanda Laseque

Menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5

atau S1 (Huldani, 2012). Tes ini dilakukan dengan cara meluruskan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

39

kedua kaki kemudian mengangkat satu tungkai secara lurus (straight leg

raising) dengan fleksi pada sendi panggul. Tanda Laseque bernilai

positif apabila dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang saat tungkai

diangkat. Tes ini positif pada penderita HNP (Muttaqin, 2008). Fleksi

sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri

sepanjang n. ischiadicus (Juwono, n.d).

b. Tanda Laseque Kontralateral (Contralateral Laseque Sign)

Dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak

nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada

tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.

C. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin, dilihat laju endap darah (LED) dan

morfologi darah tepi (mengidentifikasi infeksi atau mieloma), kalsium, fosfor,

asam urat, alkali fosfatase, asam fosfatase, antigen spesifik prostat (jika ada

kecurigaan metastasis karsinoma prostat), elektroforesis protein serum (protein

mieloma), dalam kasus khusus, dapat dilakukan tes tuberculin atau tes Brucella,

dan tes faktor rheumatoid.

2) Pemeriksaan Radiologis

Foto rontgen pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique dilakukan

untuk pemeriksaan rutin NPB dan sciatica. Gambaran radiologis sering

terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruang diskus

intervertebral, osteofit pada sendi faset, penumpukan kalsium pada vertebrae,

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

40

pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis), dan infiltasi tulang oleh tumor.

Penyempitan ruangan intervertebral serta dapat terlihat bersamaan dengan

suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot

paravertebral.

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan status

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. MRI (akurasi

73-80%) biasanya digunakan saat vertebra dan level neurologis belum jelas,

kecurigaan kelainan patologis pada medula spinalis atau jaringan lunak, untuk

menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi

atau neoplasma.

Menurut Alfred (2013), gejala-gejala riwayat medis, dan hasil pemeriksaan

fisik dapat diperkirakan penyebab NPB. Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat

diminta untuk bergerak dengan cara tertentu untuk memastikan jenis nyeri. Jika

penyebab nyeri pada NPB adalah ketegangan otot, maka tidak diperlukan

pemeriksaaan tambahan untuk mendiagnosa. Jika diduga penyebab NPB oleh

sebab lain, maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa nyeri.

2.3.7 Penatalaksanaan NPB

Menurut Harsono (2009), penatalaksanaan NPB dibagi menjadi dua tahap,

yaitu tahap konservatif dan operatif.

1) Terapi Konservatif

Cara konservatif meliputi bed rest (tirah baring), medikamentosa dan

fisioterapi.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

41

a. Bed Rest

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan

sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau peer. Tempat

tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah

baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut, fraktur, dan

HNP. Pada HNP sikap terbaring paling banyak ialah dalam posisi setengah

duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul atau lutut. Lama

tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan

penderita.

b. Mendikamentosa

Ada dua jenis obat dalam tatalaksana NPB ini, ialah obat yang bersifat

simptomatik dan yang bersifat kausal. Obat-obat simptomatik antara lain:

salisilat, paracetamol, kortikosteroid, anti-inflamasi non steroid (AINS),

antidepresan, diazepam, dan klordiasepoksid. Obat-obatan kausal misalnya

antituberkulosis, antibiotika untuk spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya

khimopapain, kolagenase (untuk HNP).

c. Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan

yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi

pelvis untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

(1) Terapi Panas

Terapi menggunakan kantong dingin-kantong panas. Dengan menaruh

sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

42

sakit selama 5-10 menit. Jika selama dua hari atau 48 jam rasa nyeri masih

terasa gunakan heating pad (kantong hangat).

(2) Elektro Stimulus

(3) Akupuntur

(4) Traction, helaan atau tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot

(5) Ultrasound

(6) Radiofrequency Lesioning, dengan menggunakan impuls listrik untuk

merangsang saraf, seperti :

a) Spinal Endoscopy, dengan memasukkan endoskopi pada kanalis

spinalis untuk memindahkan atau menghilangkan jaringan scar.

b) Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS).

c) Elektro Thermal Disc Decompression

d) Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), menggunakan

alat dengan tegangan kecil.

(7) Alat Bantu

a) Back corsets.

Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk

mengatasi NPB yang dapat membungkus punggung dan perut.

b) Tongkat jalan.

(8) Back Exercise

Back exercise mempunyai manfaat untuk memperkuat otot-otot perut dan

otot-otot punggung sehingga tubuh dalam keadaan tegak secara fisiologis.

Back exercise yang dilakukan dengan baik dan benar dalam jangka waktu

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

43

yang relatif lama akan meningkatkan kekuatan otot secara aktif sehingga

disebut stabilisasi aktif. Peningkatan kekuatan otot juga mempunyai efek

peningkatan daya tahan tubuh terhadap perubahan gerakan atau

pembebanan secara statis dan dinamis. Contoh back exercise yaitu latihan

Fleksi William (latihan penguatan otot-otot fleksor) dan latihan Mc Kenzis

(latihan penguatan otot-otot ekstensor) (Dachlan, 2009).

2) Terapi Operatif

Pada dasarnya terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif

selama tiga sampai minggu tidak memberikan hasil yang nyata atau terhadap

kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologis, ini

memerlukan tindakan segera (cito). Defisit neurologis yang dapat diketahui

adalah gangguan fungsi otonom dan paraplegia. Pada kasus HNP, tindakan

operatif perlu dikerjakan apabila terapi konservatif tidak memberi hasil atau

kambuh berulang-ulang, atau telah terjadi defisit neurologik (Harsono, 2009).

2.4 Latihan Flexi William

2.4.1 Definisi

William Flexion Exercise adalah suatu latihan yang ditujukan pada otot

fleksor pada daerah lumbosakral, khususnya m. abdominalis dan gluteus

maksimus (Fisioterapi ID, 2011). Latihan Fleksi William salah satu bentuk latihan

yang bertujuan mengurangi nyeri punggung bawah. Caranya adalah dengan

menguatkan (strengthening) otot-otot abdomen dan gluteus maksimus, serta

mengulur (stretching) otot-otot ekstensor punggung. Bentuk latihannya berupa

fleksi lumbosakral (Dachlan, 2009).

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

44

2.4.2 Teknik Pelaksanaan Latihan Flexi William

Latihan metode william (William Felxion) menurut Posture Committee of

the American Academy of Orthopaedic Surgery dalam Sa’adah (2013) dan

Priyambodo (2008) yaitu:

1) Gerakan Satu (Pelvic Tilting)

Posisi awal: tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki rata

pada permukaan matras.

Gerakan: ratakan pinggang dengan menekankan pinggang ke dasar lantai atau

matras dengan cara mengkontraksikan otot-otot perut dan otot pantat,

kontraksi otot dilakukan selama delapan hitungan (ulangi empat kali)

Tujuan dari gerakan ini adalah penguluran otot-otot ekstensor trunk,

mobilisasi sendi panggul, dan penguatan otot-otot perut.

2) Gerakan Dua (Partial Sit-Up)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki

rata pada permukaan matras.

Gerakan: pasien mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala

sehingga dagu menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Gerakan

dilakukan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali

pengulangan.

Tujuan: penguluran otot-otot ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan

otot sternokleidomastoideus.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

45

3) Gerakan Tiga (Single Knee to Chest)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki

rata pada permukaan matras.

Gerakan: memfleksikan satu lutut ke arah dada sejauh mungkin, kemudian

kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lutut ke dada. Pada waktu

besamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari

matras. Latihan diulangi pada tungkai yang lain, setiap gerakan dilakukan dan

ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali

pengulangan.

Tujuan: merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor

trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot-otot hamstring.

4) Gerakan Empat (Double Knee to Chest)

Posisi awal: posisi tidur terlentang dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua kaki

rata pada permukaan matras.

Gerakan: memfleksikan kedua lutut ke arah dada sejauh mungkin, kemudian

kedua tangan mencapai paha belakang dan menarik lutunya ke dada. Pada

waktu besamaan angkat kepala hingga dagu menyentuh dada dan bahu lepas

dari matras. Gerakan ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan

empat kali pengulangan.

Tujuan: merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor

trunk, sendi panggul, sendi sakroiliaka, dan otot-otot hamstring.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

46

5) Gerakan Lima

Posisi awal: posisi start awal saat akan berlari

Gerakan: memfleksikan satu tungkai dalam fleksi maksimal pada sendi lutut

dan paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di belakang. Posisi

kepala terangkat hingga pandangan ke depan, otot-otot perut ditekan pada

paha dengan mengkontraksikan otot-otot punggung. Kemudian pada posisi

tersebut tekan badan ke depan dan ke bawah, setiap gerakan dilakukan dan

ditahan selama delapan hitungan (delapan detik) dengan empat kali

pengulangan.

Tujuan: mengulur atau stretching otot-otot fleksor hip dan fascia latae.

6) Gerakan Enam (Wall Squat)

Posisi awal: berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit 10-15

cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding.

Gerakan: satu tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada

dinding hingga sendi lutut membentuk sudut 90o dan dengan

mengkontraksikan otot-otot perut, tahan delapan hitungan dan ulangi

sebanyak empat kali

Tujuan: penguatan otot quadriceps, otot perut, ekstensor trunk.

2.4.3 Mekanisme Latihan Fleksi William dalam Menurunkan Nyeri

Prinsip dari latihan Fleksi William adalah untuk mengurangi nyeri punggung

bawah dan membentuk stabilitas batang tubuh bagian bawah (Wahyuni, 2012).

Latihan ini mengurangi tekanan oleh beban pada sendi faset (articular weight-

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

47

bearing stress), meregangkan otot dan fasia (meningkatkan ekstensibilitas

jaringan lunak) di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat untuk mengoreksi postur

tubuh yang salah (Kurniawan, 2004).

Latihan fleksi ini juga meningkatkan stabilitas di dearah lumbal karena

secara aktif melatih otot-otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring. Latihan

fleksi akan meningkatkan tekanan intra abdominal yang mendorong kolumna

vertebralis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis. Secara

teoritis, latihan fleksi ini dapat membantu mengurangi nyeri dengan cara

mengurangi gaya kompresi pada sendi faset, serta meregangkan (stretching)

fleksor hip dan ekstensor lumbal. (Kurniawan, 2004)

Gerakan-gerakan pada terapi latihan Fleksi William juga dapat membuka

foramen intervertebralis, meregangkan struktur ligamen dan distraksi sendi

apophyseal. Gerakan pelvic tilt berfungsi untuk menguatkan otot-otot penyokong

di sekitar punggung bawah terutama otot-otot abdomen. Gerakan pelvic tilt juga

memberi sedikit efek massage pada punggung sehingga dapat mengurangi spasme

otot. Gerakan selanjutnya dari latihan Fleksi William adalah single and double

knee to chest berfungsi untuk meregangkan otot-otot punggung bawah. Partial sit

up bertujuan untuk mengurangi lordosis lumbal (Wahyuni, 2012).

Mekanisme pengurangan nyeri sendiri berasal dari gerakan yang disadari

yang dilakukan secara perlahan dan berirama. Gerakan tersebut dilihat dari sistem

neurofisiologis, yang akan menstimulasi afferent (serabut saraf sensoris)

berpenampang tebal untuk menghambat aktivasi reseptor nyeri (nociceptor).

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

48

Gerak yang dilakukan juga dapat membantu memberikan “pumping action”

sehingga aliran darah menjadi lancar dan nyeri akan berkurang.

Mekanisme latihan Fleksi William dalam peningkatan kekuatan otot

didapatkan dari gerak aktif yang dilakukan akan meningkatkan kekuatan otot

karena gerakan tubuh selalu disertai oleh kontraksi otot. Apabila tahanan

diberikan pada otot yang berkontraksi, otot akan beradaptasi dan memaksa otot

bekerja, sehingga bergerak untuk melawan gerakan tersebut dan secara tidak

langsung kekuatan otot akan meningkat. Hal ini juga didukung dengan adanya

pengurangan nyeri, maka kerja otot untuk berkontraksi semakin kuat (Safitri,

2009).

2.4.4 Dosis Latihan

Dosis latihan dinyatakan dalam jumlah repetisi dan durasi tiap sesi latihan,

intensitas (bila menggunakan tahanan atau beban), frekuensi (berapa kali dalam

seminggu) dan lamanya atau periode latihan. Untuk meningkatkan mobilitas atau

fleksibilitas lumbal pada pasien-pasien dengan NPB, tidak dibutuhkan latihan

dengan peningkatan tahanan atau dengan pemberian tahanan yang besar,

melainkan dengan latihan peningkatan ROM bertahap atau dengan latihan

stretching (meningkatkan ROM dengan mengulur struktur jaringan lunak (otot

dan tendon)). Latihan peningkatan mobilitas dapat dilakukan latihan sebanyak tiga

sampai lima repetisi setiap sesi latihan, durasi latihan selama 15-30 menit, dalam

sehari satu sampai sesi latihan, dan frekuensi latihan tiga kali dalam seminggu.

Evaluasi dapat dilakukan setelah dua sampai empat minggu menjalani progam

latihan (Kurniawan, 2004). Waktu yang efektif digunakan untuk melakukan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengrajin Ukiran BAB II.pdf · Penilaian skala nyeri dengan NRS menggunakan skala 0 sampai 10, dimana 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri dan semakin

49

latihan adalah pada sore hari, karena otot-otot tubuh cenderung sudah hangat

akibat aktivitas sebelumnya, fleksibel, dan tidak kaku, sehingga risiko cedera

dapat diturunkan (Jiwa, 2012).

2.4.5 Kontraindikasi

Kontraindikasi dari latihan fleksi punggung ini adalah instabilitas atau

hipermobilitas segmental dari kolumna vertebralis lumbal, misalnya pada keadaan

spondilolistesis, spondilolitis, herniasi diskus, peningkatan nyata dari nyeri

punggung bawah, penjalaran nyeri ke tungkai bawah (nyeri radikuler). Karena

latihan fleksi punggung ini meningkatkan tekanan intra abdominal, maka

sebaiknya latihan fleksi dihindari oleh pasien dengan gangguan kardiovaskuler,

seperti hipertensi yang tidak terkontrol, riwayat infark miokard akut, dan riwayat

stroke (Jiwa, 2012).