Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
32
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan
penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang digunakan. Hasil penelitian terdahulu yang relevan
dalam menunjang penelitian ini adalah:
Tabel 2.1
Daftar Jurnal Penelirian Terdahulu
No
.
Nama Peneliti Judul Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
1. Giovanni
Aristha Siregar
(2017)
Kebijakan Proyek
Operasi Nasional
Agraria (PRONA)
Dalam Rangka
Mewujudkan Tertib
Administrasi
Pertanahan di Kota
Pekanbaru
Deskriptif,
dengan
pendekatan
kualitatif
Hasil penelitian mengenai
Kebijakan Proyek Operasi Nasional
Agraria (PRONA) dalam Rangka
Mewujudkan Tertib Administrasi
Pertanahan di Kota Pekanbaru
sudah berjalan cukup optimal
dimana standar dan sasaran
kebijakan sudah mengarah kearah
yang tepat dimana standar dan
sasaran kebijakan adalah untuk
mewujudkan tertib administrasi
pertanahan di kota Pekanbaru lewat
kebijakan PRONA dan masyarakat
yang menerima kebijakan haruslah
masyarakat yang memenuhi kriteria
untuk mendapatkan sertifikat
PRONA yaitu masyarakat dari
golongan ekonomi lemah sampai
menengah baik yang
berpenghasilan tetap maupun yang
berpenghasilan tidak tetap.
2. Alfi Khairi Implementasi
program pendaftaran
tanah sistematis
lengkap (PTSL) di
Kabupaten Kuantan
Sangigi Tahun 2017
Kualitatif Implementasi Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
di Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2017 kurang terlaksana
dengan baik. Hal ini yang paling
dominan untuk mempengaruhi
implementasi Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
33
di Kabupaten Kuantan Singingi
adalah faktor sumberdaya.
Implementasi Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
di Kabupaten Kuantan Singingi
Tahun 2017 tidak mencapai target
atau volume yang sudah
direncanakan khususnya staff yang
berjumlah 6 (enam) orang tidak
seimbang dengan jumlah
target/volume yang sudah
ditetapkan dalam Program
Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) di Kabupaten
Kuantan Singingi.
3. Ana Silviana
dan Mira
Novana
Ardiani
(2018)
“Sinden Betapa”
Metode Menuju
Tertib Administrasi
Bidang Pertanahan
Yuridis
empiris/sosio
logis
Mekanisme “Sinden Bertapa” di
Desa Trisari Kecamatan Gubug,
Kabupaten Grobogan dan
pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap (PTSL) adalah
melalui metode pemetaan
partisipatif yang menempatkan
masyarakat sebagai bagian dari
salah satu proses pemetaan desa
bersama pemerintahan kabupaten
sebagai pengkoordinasi wilayah,
dan Kantor Pertanahan Kabupaten
grobogan sebagai perencana dengan
penyediaan Peta Citra sebagai dasar
pelaksanaan pemetaan partisipatif.
Upaya membangun sistem
informasi untuk mewujudkan satu
peta Pendaftaran Tanah menuju
tertib administrasi pertanahan
apabila dikaji dengan Teori Sistem
Hukum dalam penataan terhadap
substansi hukum bahwa tujuan dari
pendaftaran tanah adalah
memberikann jaminan kepastian
hukum (rechts cadastre) hak atas
tanah dan perlindungan hukum
kepada pemegang atau pemilik hak
atas tanah sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 19 UUPA dengan
peraturan pelaksanaannya. Tujuan
akan kepastian hukum dan
perlindungan hukum dalam
kepemilikan tanah akan terwujud
apabila Administrasi bidang
Pertanahan sudah tertata dengan
rapi dan tertib. Perlu dibenahi tata
kerja Kantor Pertanahyan karena
masih minimnya SDM untuk
34
pelaksanaan pemetaan (juru ukur)
dan kualitasnya masih rendah juga
pemahaman SDM tentang tugas
kerja masing-masing bidang yang
masih tumpang tindih. Penataan
Budaya hukum, yaitu melalui
penyuluhan hukum dalam
mengembangkan partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah. Peningkatan
kesadara hukum masyarakat dalam
pelaksanaan pendaftaran tanah
merupakan keniscayaan, sehingga
kegiatan penyuluhan dan pelatihan
tentang pendaftaran tanah perlu
selalu ditingkatkan.
4. Fairuz Syifa
Arifin, SH
Pembaruan Agraria
Nasional (Pan)
Dengan Program
Sertipikasi Tanah
Melalui Prona Guna
Menyukseskan
Tertib Administrasi
Pertanahan Di
Kabupaten Pemalang
Yuridis
Sosiologis
Pelaksanaan PPAN dengan
program sertipikasi tanah melalui
PRONA di Kabupaten Pemalang
dilaksanakan melalui tahapan
penetapan lokasi, penyuluhan,
pengukuran dan pemetaan,
pengumpulan data yuridis,
pengumuman, penetapan
hak, pembukuan hak, penerbitan
sertifikat, dan penyerahan sertifikat.
Pelaksanaan sertipikasi tanah
melalui PRONA dilaksanakan pada
Tahun Anggaran 2007 di
Kabupaten Pemalang telah
memenuhi target yang telah
ditentukan yaitu sebesar 1000
sertifikat., hal ini dikarenakan
faktor-faktor sebagai berikut :
a) Adanya penyuluhan yang
intensif yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan
dengan bantuan aparat desa /
kelurahan dengan maksud untuk
memberikan
informasi dan pengetahuan tentang
PRONAdan manfaatnya.
b) Adanya keinginan dari
masyarakat sendiri untuk
mensertifikatkan tanahnya,
karena untuk pelaksanaan PRONA
ini dibebaskan dari biaya untuk
menyertipikatkan tanahnya oleh
Kantor Pertanahan.
5. Tongam
Nadeak
(2018)
Implementasi
Kebiajakan
Percepatan
Deskriptif,
dengan
pendekatan
ada beberapa indikator yang
berpengaruh dalam implementasi
Kebijakan Percepatan Pelaksanaan
35
Pelaksanaan PTSL
diBadan Pertanahan
Nasional Kota
Medan
kualitatif Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) di Badan
Pertanahan Nasional Kota Medan,
Yaitu:
a. Sejauh mana kepentingan
kelompok sasaran atau target
groups termuat dalam isi
kebijakan (interst affected)
kepentingan yang dipengaruhi
di sini adalah kepentingan akan
adanya perlindungan hukum
masyarakat kota medan yang
memiliki bidang tanah dan
kepentingan buat pemeritah
adalah untuk mendata kembali
administrasi kepemilikan tanah
serta menatanya kembali.
b. Jenis Manfaat Yang Diterima
Oleh Target Groups di
lapangan, manfaat yang
diterima oleh masyarakat telah
terinci dengan baik yaitu
masyarakat akan menerima
manfaat perindungan hukum
dalam wujud sertifikat yang
menjadi simbol atau bukti
kepemilikan tanah masyarakat.
c. Sejauh mana perubahan yang
diinginkan dari sebuah
kebijakan, perubahan yang
ingin dicapai oleh badan
pertanahan nasional (bpn) kota
medan dilihat dari target yang
ditetapkan mereka sebagai
wujud dari kinerja yaitu
sebanyak 9.000 bidang tanah
yang ingin di selesaikan dalam
satu tahun kerja.
d. Letak sebuah program sudah
tepat melihat bahwa kebijakan
percepatan pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) ini memiliki
tujuan yang jelas dan output
yang real yaitu kepastian
hukum terhadap tanah hak
milik masyarakat kota medan
tang dibuktikan dengan
sertifikat.
e. Apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya
dengan rinci, di lapang, BPN
sebagai implentor kebijakan
36
Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap untuk wilayah kota
Medan telah menyampaikan
kepada masyarakat bawha BPN
merupakan lembaga atau badan
yang merupakan perpanjangn
tangan pemerintah pusat dalam
menyelenggarakan pendaftaran
tanah ini di wilayah kebijakan
kota Medan.
f. Apakah sebuah program
didukung oleh sumber daya
yang memadai, di lapangan
kebijakan PTSL ini telah
didukung oleh sumber daya
yaitu dari segi sumber daya
manusia tenaga pelaksanan
program PTSL ada sebanyak 45
pegawai yang terdiri dari satuan
tugas Yuridis, Fisik dan
Ajudikasi. Dari segi sumber
daya Finansial, program PTSL
bersumber dari pemerintah baik
dari Daftar Isian Program
Anggaran (DIPA) Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PBNP)
dan lainnya. \
g. Seberapa yaitu BPN sebagai
lembaga penyelenggara
memiliki kekuasaan yang besar
dalam mempengaruhi
masyarakat untuk berpartisipasi
aktif dalam menyelenggarakan
kebijakan PTSL ini, sebagai
instansi resmi BPN lebih
mudah mendapatkan
kepercayaan dari target group.
h. Karakteristik institusi dan
rejim yang sedang berkuasa
merujuk kepada budaya
organisasi BPN kota Medan
dalam pelaksanaan suatu
kebijakan, dalam hal ini Badan
Pertanahan Nasional Kota
Medan melaksanakan kegiatan
dengan melakukan
pendistribusian tenaga pegawai
kedalam tiga bidang satuan
sehingga ketiga bidang ini
dapat bekerjasama dengan
bbidang lainnya yang
membentuk suatu budaya
kerjasama yang baik.
37
i. Tingkat kepatuhan dan
responsivitas kelompok sasaran
Kebijakan Pendafatran Tanah
Sistematis Lengkap yang
dilaksanakan oleh BPN kota
Medan mendapatkan respon
positif dari masyarakat kota
medan kususnya masyarakat
yang belum memiliki
sertiopikat ataupun yang sudah
memiliki sertifikat tetapi belum
resmi dan BPN menunjukkan
bahwa masyarakat proaktif
dalam menyelenggarakan
Kebijakan ini terlihat dalam
tiga bentuk yaitu hasil pada
tahap implementasi, dampak
dari pelaksanaan kebijakan dan
hambatan serta permasalahan
dalam pelaksanaan kebijakan.
6. Aditya
Nursamsi
Mohammad
(2018)
Kebijakan PTSL di
Kota Manado
Deskriptif,
dengan
pendekatan
kualitatif
a. Implementasi dari kebijakan
PTSL (Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap) sudah
berjalan dengan baik dilihat
dari segi komunikasi.
Sosialisasi tentang hal-hal
terkait dari kebijakan PTSL
telah dilaksanakan oleh pihak
Kantor Pertanahan (ATR/BPN)
Kota Manado, sehingga
masyarakat mengetahui
langsung adanya kebijakan dan
kejelasan informasi mengenai
PTSL. Komunikasi antara
pihak Kantor Pertanahan
(ATR/BPN) Kota Manado dan
pemerintah kelurahan, sampai
pada kepala lingkungan sangat
terjalin baik. Karena saling
membantu dalam
mensukseskan program PTSL.
b. Implementasi program PTSL
belum berjalan kurang baik
dilihat dari segi sumberdaya.
Sumber daya manusia
pelaksana kebijakan PTSL dari
Kantor Pertanahan (ATR/BPN)
Kota Manado kurang memadai
dari segi kuantitas, sehingga
dari pihak Panitia PTSL harus
bekerja lebih keras dan sebaik
mungkin mengatur waktu
antara pekerjaan rutin dan
38
PTSL. Tapi dari segi kualitas
sumber daya manusia dari
panitia PTSL sudah sangat
baik.
c. Implementasi program PTSL
sudah baik dilihat dari disposisi
atau sikap dari pelaksana
PTSL. Disposisi yang dimiliki
oleh Panitia PTSL sudah efektif
terutama dalam hal komitmen
dan konsistensi dilihat dari
bagaimana ketika masyarakat
yang kurang antusias sehingga
dari panitia PTSL lebih antusias
untuk mengajak para
masyarakat yang belum
mempunyai sertifikat tanah
untuk mengikuti program ini,
karena banyak sekali manfaat
dari program PTSL ini.
Implementasi program PTSL
sudah berjalan dengan baik
dilihat dari segi struktur
birokrasi atau organisasi.
Panitia PTSL telah mengikuti
SOP (Standar Operasional
Prosedur) dan telah melakukan
fragmentasi, manfaatnya adalah
menyebar tanggung jawab tiap-
tiap pelaksana menjadi
beberapa unit kerja yag sesuai
dengan bidangnya masing-
masing, sehingga PTSL bisa
berjalan lebih efektif. SOP dan
fragmentasi ini telah mengacu
pada petunjuk teknis dan
petunku pelaksanaan PTSL
yang terbit setiap tahunnya.
7. Nur Utami dan
Puji
Wulandari,
S.H., M.Kn
Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap
(PTSL) Di BPN Kota
Yogyakarta Untuk
Mewujudkan Tertib
Administrasi Tanah
Deskriptif
dengan
Pendekatan
Kualitatif
1. Pelaksanaan Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap di
BPN Kota Yogyakarta tahun
2017 memiliki hasil akhir dari
target 5.100 bidang tanah
dikategorikan menjadi
2. Kluster, yakni kluster I
sebanyak 1.430 bidang tanah
berhasil disertifikatkan, dan
kluster III sebanyak 3.670
bidang tanah yang masih
dalam status peta bidang,
tersebar dalam 45 Kelurahan
dan 14 Kecamatan melalui 4
kali perubahan dalam
39
penentuan lokasi yang
dikeluarkan dengan Surat
Keterangan dari Kantor BPN.
Semua data yang ada
dimasukkan dan diarsipkan
dalam warkah-warkah tanah
di BPN Kota Yogyakarta
sebagai perwujudan tertib
administrasi tanah di Kota
Yogyakarta. Prosedur
pelaksanaan Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap di
BPN Kota Yogyakarta adalah
sebagai berikut: a.
Perencanaan dan Persiapan 1.
Menyusun time schedule 2.
Penentuan lokasi, dari usulan
penentuan awal lokasi ada 42
kelurahan dari 14 Kecamatan
di wilayah Kota Yogyakarta.
3. Persiapan percepatan
Pelaksanaan Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap 4.
Membentuk calon kepanitiaan
Ajudikasi, satgas fisik dan
satgas yuridis b. Penetapan
lokasi c. Penentuan dan
Penetapan Panitia Ajudikasi
PTSL d. Penyuluhan e.
Pengumpulan data fisik dan
yuridis bidang tanah f.
Pemeriksaan tanah g.
Pengumuman data fisik dan
yuridis bidang tanah serta
pembuktian hak h.
Pembukuan dan penerbitan
sertifikat Hak Atas Tanah i.
Penyerahan sertifikat Hak
Atas Tanah
8. Ahmad Rizki
Dewanto,
Agus Susyono,
Abdullah said
Pelaksanaan Progam
LARASITA dalam
Penertiban
Administrasi
Pertanahan
Deskripstif,
dengan
pendekatan
Kuaitatif
a. Pada dasarnya, program
LARASITA telah disusun dan
direncanakan dengan baik.
Segala sesuatunya merupakan
upaya untuk menunjang
keberhasilan tugas dan fungsi
dari Kantor Pertanahan
Kabupaten Karanganyar secara
khusus dan BPN RI pusat
secara umum. Karena
keberadaan program
LARASITA telah sesuai dan
selaras dengan tugas pokok dan
fungsi BPN RI maka
40
kedepannya dapat mendukung
dan menunjang sasaran-sasaran
strategis yang dicita-citakan
oleh BPN RI sebagai organisasi
pemerintah yang khusus
menangani masalah-masalah
seputar pertanahan.
b. BPN Kabupaten Malang telah
berusaha meningkat pelayanan
bagi masyarakat di daerah-
daerah terpencil dengan
menggunakan program
LARASITA, BPN menjangkau
dengan kantor bergerak berupa
kendaraan-kendaraan mobile
seperti roda empat(mobil) dan
roda dua (sepeda motor).
Dalam pelayanannya
masyarakat tidak perlu lagi
untuk mendatangi kantor BPN,
hanya cukup dengan mengurus
di mobil LARASITA
masyarakat dapat terlayani.
LARASITA adalah sama
dengan kegiatan yang
dilaksanakan di Kantor
Pertanahan. Tentunya
pelaksanaan LARASITA
mengalami penyesuaian-
penyesuaian dengan
ketersediaan peralatan dan
kondisi di lapangan. Kegiatan
LARASITA mengacu pada
Keputusan Kepala BPN RI
Nomor 1 Tahun 2005 dan
Peraturan Kepala BPN RI
Nomor 6 Tahun 2008.
Kabupaten Malang banyak
kawasan terpencil yang sulit
terjangkau serta jauh dari
Kantor Pertanahan. Peran
pelayanan menggunakan mobil
dan sepeda motor menjadikan
lebih mudah dalam melayani
masyarakat. Serta di lengkapi
dengan sarana internet yang
memudahkan penyampaian
data dari front office mobil dan
motor ke back office kantor
BPN Kabupaten Malang.
Secara keseluruhan program
LARASITA berjalan dengan
lancar. Masyarakat menyambut
41
positif keberadaan program
tersebut. Bahkan secara spesifik
dapat mengutarakan manfaat
program yang mereka peroleh.
Walaupun sudah berjalan
dengan baik tetapi tentunya
pelaksanaan program Larsita
tidak terlepas dari kendala-
kendala yang timbul dari
internal maupun eksternal
organisasi. Beberapa faktor
yang turut menentukan
keberhasilan.
Sumber: Data sekunder, diolah.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Giovanni Aristha Siregar yang
berjudul Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) Dalam Rangka
Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan Di Kota Pekanbaru. Untuk metode
dalam penelitiannya menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
penelitian kualitatif. Dalam isi penelitian ini mengacu pada tanah sebagai
penopang kehidupan manusia, sehingga penelitian ini didasarkan pada kebutuhan
manusia akan tanah dan pentingnya memiliki sertifikat tanah untuk keseluruhan
masyarakat termasuk yang lemah secara ekonomi hingga menengah. Pada
penelitian ini mengacu pada kebijakan sebelum adanya PTSL yaitu PRONA.
PTSL merupakan program yang serupa tapi tak sama dengan PRONA. PTSL
adalah bentuk dari penyempurnaan dari PRONA. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn dengan analisis
data deskriptif kualitatif yang mengungkap asal-usul atau fakta, situasi, fenomena,
variabel dan keadaan yang terjadi selama penelitian dengan mempresentasikan
apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini menginterpretasikan dan
menggambarkan data yang berkaitan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap dan
pandangan yang terjadi dalam suatu masyarakat, konflik antara dua negara atau
42
lebih, hubungan antara variabel yang muncul, perbedaan antara fakta dan
pengaruhnya terhadap suatu kondisi dan sebagainya. Setelah peneliti melakukan
penelitian di Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru
(BPN) peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa selama lima tahun terakhir
pelaksanaan Kebijakan PRONA di Pekanbaru telah berjalan cukup optimal.
Meskipun masih menemukan beberapa kendala dalam implementasi, seperti
komunikasi yang kurang baik dan kurangnya partisipasi masyarakat karena
kurangnya informasi yang didapat oleh publik dari BPN Kota Pekanbaru tentang
Kebijakan PRONA.
Kedua, Alfi Khan melakukan penelitian tentang Implementasi Program
PTSL di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini dilakukan di
Kabupaten Kuantan Singingi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
analisis data kualitatif. Sementara hasil penelitian menyimpulkan bahwa
Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di
Kabupaten Kuantan Singingi pada 2017 tidak cukup baik. Ini adalah hal yang
paling dominan untuk mempengaruhi Implementasi Program Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Singingi adalah faktor sumber
daya. Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di
Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2017 tidak mencapai target atau volume
yang telah direncanakan, terutama staf yang berjumlah 6 (enam) staf tidak
seimbang dengan jumlah target yang telah ditetapkan. dalam Program Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Singingi.
43
Ketiga, Ana Silviana dan Mira Novana Ardani mengkaji dan
menganalisis tentang “Sinden Bertapa (Sistem Informasi Desa/Kelurahan berbasis
Pemetaan Partispatif)” di desa Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Gerobongan
terkait dengan PTSL. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji secara teori (law in
book), juga dikaji bagaimana yang terjadi di masyarakat (law in action) dengan
kata lain tidak hanya aspek hukumnya juga realitas empiriknya dalam masyarakat
yang melakukan kegiatan pemetaan partisipatif. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji dan menganalisis tentang “Sinden Bertapa” yang dapat menjadi metode
menuju Tertib Administrasi Bidng Pertanahan. Metode pendekatan dalam
penelitian ini adalah yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder dan data
primer. Hasil dari penelitian ini adalah “Sinden Bertapa” merupakan produk
pemetaan partisipatif yang dapat mewujudkan Tertib Administrasi Bidang
Pertanahan sebagai data awal dalam rangka membantu program pendaftaran tanah
melalui PTSL untuk membangun One Map Policy.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fairuz Syifa Arifin SH
berhubungan dengan pembaruan agraria dengan program sertifikasi tanah yaitu
PRONA, metode yang digunakan oleh peneliti adalah yuridis sosiologis dengan
spesifikasi deskriptif analitis. Dalam pelaksanaan PRONA di Kabupaten
Pemalang sudah sesuai dengan aturan yang ada yang berdasarkan pada peraturan
Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang
ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah walaupun demikian dalam pelaksanaanya tetap ditemukan
beberapa hambatan antara lain; kesadaran hukum dan minat masyarakat disana
masih rendah. Kesimpulan dalam pelaksanaan sertipikasi tanah melalui PRONA
44
di Kabupaten Pemalang yaitu bahwa pelaksanaan tersebut berjalan dengan lancar
dan telah memenuhi target yang telah ditentukan, hal ini dikarenakan faktor-faktor
antara lain adanya penyuluhan yang intensif yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dan adanya keinginan dari masyarakat sendiri untuk mensertifikatkan
tanahnya. Kesadaran hukum dan minat masyarakat tentang sertipikasi tanah di
Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa kesadaran hukum untuk pendaftaran
tanah di Kabupaten Pemalang masih rendah. Faktor yang turut berperan dalam
rendahnya kesadaran hukum tersebut adalah keadaan sosial ekonomi masyarakat
itu sendiri. Sebagai pemecahannya, perlu adanya transparansi biaya pelayanan
yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dan jangka waktu penyelesaian dalam
penyertipikatan tanah.
Kelima, jurnal oleh Nadaek Tongam yang berjudul Implementasi
Kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Badan Pertanahan
Nasional Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
pendekatan kualitatif dengan analisis deskripstif yang menggambarkan fenomena
sesungguhnya yang terjadi di lapangan dengan pendekatan teori Merilee S Grindle
yang mengemukakan keberhasilan suatu kebijakan (context of policy).
Implementasi kebijakan PTSL oleh Badan Pertanahan Kota Medan berjalan
dengan baik walaupun sumber daya manusia atau tenaga pelaksana di lapangan
masih kurang secara kuantitas. Sehingga implementator di lapangan harus bekerja
dengan beban kerja yang tidak sesuai.
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Aditya Nursamsi Mohammad
yang berjudul “Kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kota
Manado” peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan melihat
45
fenomena yang ada dilapangan dengan pendekatan teori dari George Edward III
yang mengemukaan keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi oleh empat variable
yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap), dan struktur birokrasi. Tujuan
dari penelitian merupakan mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan
pendaftaran tanah sistematis lengkap di Kota Manado. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa implementasi kebijakan PTSL di Kota Manado pada tahun
2017 mencapai target sebanyak 250 sertifikat tanah. Meskipun seumber daya
manusia secara kuantitas masih dianggap kurang, sehingga para pelaksana harus
bekerja lebih keras dan mengatur waktusebaik mungkin antara pekerjaan PTSL
dan pekerjaan rutin di Kantor Pertanahan Kota Manado.
Ketujuh, penelitian dengan judul “Pelaksanaan PTSL Di BPN Kota
Yogyakarta Untuk Mewujudkan Tertib Administrasi Tanah” oleh Nur Utami dan
Puji Wulandari, S.H., M.Kn menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah, pelaksanaan PTSL di
BPN Kota Yogyakarta sudah terlaksana sesuai dengan prosedur dari peraturan
Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap dengan hasil 5100 bidang tanah, 1430 bidang berhasil bersertifikat
masuk kluster I, dan 3670 bidang masuk dalam kluster III dicatat dalam peta
bidang. Hambatan yang telah dihadapi yaitu kurangnya sumber daya manusia
(SDM) dalam panitia adjudikasi PTSL, minimnya sarana dan prasarana,
sosialisasi yang belum merata, masih banyaknya tanah sultan ground, dan
Pakualaman Ground. Serta pelaporan SKMPP (Sistem Kendali Mutu Program
Pertanahan) yang mengharuskan untuk mencantumkan bidang tanah dalam kluster
I saja. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu dengan
46
memberdayakan pegawai tidak tetap (PTT) dan pegawai purna tugas dalam
pelaksanaan PTSL, sosialisasi lebih ditekankan sampai pada RT dan RW. Hasil
dari pelaksanaan PTSL telak didokumentasikan dalam sistem informasi
pertanahan sebagai bentuk dari impikasi tertib administrasi tanah di Kota
Yogyakarta.
Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rizki Dewanto dan
Agus Suryono juga Abdullah Said tentang “Pelaksanaan Program LARASITA
dalam Penertiban Administrasi Pertanahan” peneliti menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan adanya
penelitian ini adalah menggambarkan pelaksanaan program LARASITA dalam
penertiban Administrasi pertanahan di BPN dalam memberikan pelayanananya
kepada masyarakat dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat.
Gambaran pelaksanaan program LARASITA dalam penelitian ini difokuskan
pada pelayananan sertifikasi tanah meliputi: peraturan yang dipakai, wewenang
dan administrasi, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa program LARASITA merupakan
suatu langkah maju BPN Kabupaten Malang dalam mempermudah pengurusan
sertifikat bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil.
Berdasarkan penelitian terdahulu bagian empat yang dijelaskan oleh
Fairuz Syifa Arifin, SH. Dengan judul “Pembaruan Agraria Nasional (PAN)
Dengan Program Sertipikasi Tanah Melalui Prona Guna Menyukseskan Tertib
Administrasi Pertanahan Di Kabupaten Pemalang”, penelitian terdahulu ini
merupakan penelitian yang memiliki banyak kesamaan dengan penelitian peneliti,
namun juga banyak perbedaan yang signifikan seperti metode penelitian yang
47
digunakan oleh peneliti yaitu kualitatif deskriptif berbeda dengan penelitian oleh
Fairus Syifa Arifin,SH. yang menggunakan metode yuridis sosiologis yang lebih
menitik beratkan dalam menganalisa permasalahan berpedoman pada norma-
norma dan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku. Perbedaan yang jelas
juga terdapat pada judul Fairuz Syifa Arifin menggunakan pembaruan Agraria
nasional yang biasa disingkat dengan PAN, sedangkan peneliti menggunakan
Reforma Agraria yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat dalam
Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla yang sekarang sedang berjalan. Perbedaan yang
terakhir yaitu Fairuz Syifa Arifin, SH. membahas tentang Prona yang sekarang
sudah diperbaharui menjadi PTSL yang menjadi subjek dari penelitian peneliti.
Namun dalam hal pembahasan penelitian Fairuz Syifa Arifin, SH. tidak jauh
berbeda dengan apa yang nanti akan dibahas oleh peneliti, yaitu pelaksanaan
PTSL dalam mewujudkan catur tertib administrasi di Kota Batu.
Yang menjadi pembeda disini adalah penelitian kedelapan oleh Ahmad
Rizki Dewanto, Agus Susyono, Abdullah Said yang berjudul “Pelaksanaan
Program LARASITA Dalam Penertiban Administrasi Pertanahan”, perbedaan
yang sangat menonjol antara penelitian ini dengan penelitian peniliti yaitu terletak
pada program yang menjadi subjek penelitian yaitu LARASITA dengan PTSL.
Namun pada intinya tujuan yang akan dicapai sama yaitu dalam rangka
mewudkan tertib administrasi pertanahan
Selain penelitian dua yang peneliti sebutkan di atas semua memiliki
kesamaan yaitu pelaksanaan PTSL melalui Reforma Agraria dalam mewujudkan
tertib administrasi pertanahan di daerah masing-masing.
48
2.2 Kajian Teori
2.2.1 Kebijakan Publik
2.2.1.1 Pengertian kebijakan publik
Dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari, dan dalam kaitannya
degan hubungan antar negara dengan rakyat, nampaknya yang luput dari
perhatian banyak khalayak umum adalah dimensi kebijkan publik. Perlu
disadari bahwa esensi dari dari keberadaan negara adalah kebijakan publik.
Kebijakan publik adalah bentuk nyata ataupun bentuk konkret dari proses
persatuan negara dengan rakyatnya.
Menurut Thomas R. Dye (2008:01) “Public policy is whatever government
choose to do or not to do” dalam kutipan ini Dye menjelaskan bahwa
kebijakan publik merupakan apa saja yang ditetapkan pemerintah untuk
dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dalam defenisi ini Dye mendasarkan pada
kenyataan bahwa banyak sekali masalah-masalah publik yang harus diatasi,
serta banyak keinginan atau kehendak masyarakat yang harus dipenuhi.
Pengertian yang masih cukup luas dari Dye kemudia disederhanakan oleh
beberapa ahli berikutnya seperti James E Anderson (dalam H.Sunarko,
2003:42) yang mendefinisikan bahwa “public policy is the relationship of a
government unit to its environment”. Yang artinya bahwa kebijakan
pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap
lingkungannya. Dengan demikian Enderson menyimpulkan suatu konsep
kebijakan publik sebagai berikut
49
“kebijakan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang bertujuan, yang
dilaksanakan oleh pelaku-pelaku kebijakan dalam mengatasi suatu masalah
atau urusan-urusan yang”. Dalam pandangan terhadap kebijakan publik yang
diurakan oleh Dye maupun Enderson yang mengarahkan kepada peran
pemerintah dalam memenuhi kehendak lingkungannya.
Dalam pengertian lain, Dunn mengutarakan “Kebijakan Publik (Public
Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan- pilihan
kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak
bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132)
Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan
publik hendakanya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang
adal dalam masyarakat (Dikutip Dye,1981) hal ini berarti kebijakan publik
tidak boleh bertentangan dengam nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang
ada dalam masyarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena
mencakup berbagai sector atau bidang pembangunan seperti kebijakan publik
dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan dan
sebagainya dan secara hirarki, kebijakan publik bersifat nasional, regional,
maupun local seperti undang-Undang, peraturan pemerintah, peraturan
pemerintah provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/kota dan keputusan
Bupati/Walikota.
2.2.1.2 Proses Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual
yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis
50
tersebut Nampak dalam serangkaian kegiatan seperti yang diungkapkan Dunn
(2003:24) yang mencakup tahapn-tahapan berikut :
Yang pertama yaitu Tahap Penyusunan Agenda, dalam penyusunan
agenda kebijakan beberapa kegiatan yang dilakukan adalah (1) membangun
persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar
dianggap sebagai masalah; (2) membuat batasn masalah; dan (3) memobilisasi
dukungan agar masalh tersebut dalam agenda pemerintah. Sebelumnya
masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke
dalam agenda kebijakan. Pada, akhirnya beberapa masalah masuk ke agenda
kebijakan para perumus kebijakan.
Kedua yaitu Tahap Formulasi Kebijakan, Masalah yang telah masuk ke
agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan dengan
menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dnegan masalah yang
bersangkutan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari
berbagai alternatif yang ada. Pada tahap ini masing-masing alternative-
alternatif kebijakan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang
diambil untuk memecahkan masalah sehingga sampai kepada sebuah
kebiajakan yang dipilih.
Ketiga, Tahap Adopsi Kebijakan Dari beberapa alternatif kebijakan yang
ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif
kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,
konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
51
Keempat, Tahap Implementasi Kebijakan Dukungan sumberdaya sangat
diperlukan pada tahap ini. Organisasi pelaksana disusun sehingga kebijakan
yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.
Kelima, Tahap Penilaian Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah
dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan
yang dibuat. Ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi
dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang
diinginkan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi pembentukan kebijakan baru
dimasa yang akan datang agar lebih baik dan lebih berhasil.
Dari tahap-tahap kebijakan diatas dapat digambarkan sebagai berikut;
Gambar 2.1 Tahapan kebijakan Publik
Perumusan
masalah
Peramalan
Rekomendasi
Pemantauan
Penilaian
Penyusunan Agenda
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Formulasi Kebijakan
52
2.2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Grindle (1980) dalam Agustino (2008:139) Implementasi
Kebijakan adalah:
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya
ditentukan dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program
sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action
program dari individual proyek dan yang kedua apakah tujuan
program tersebut tercapai,”
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan model
implementasi yang mampu menjamin kompleksitas masalah yang akan
diselesaikan melalui kebijakan tertentu. Model implementasi kebijakan ini
tentunya diharapkan model yang semakin operasional sehingga mampu
menjelaskan hubungan kualitas antar variabel yang terkait dengan kebijakan.
2.2.1.4 Model Implementasi Kebijakan Publik
Model Grindle (dalam Nugroho, 2006: 134) ditentukan oleh “isi kebijakan dan
konteks implementasinya”. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan”. Dalam model
Grindle tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh derajat implementability
dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan (Content of Policy) mencakup:
Sumber: William N. Dunn, 2003:25
53
1. Interest Affected (Kepentingan Kelompok Sasaran)
Kepentingan kelompok sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan menyangkut sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target
groups termuat dalam isi kebijakan. Kepentingan tersebut berkaitan dengan
berbagai kepentingan yang memiliki pengaruh terhadap suatu implementasi
kebijakan. Indikator ini memiliki argumen bahwa dalam pelaksanaan sebuah
kebijakan pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana pengaruh yang
dibawa oleh kepentingan-kepentingan tersebut terhadap implementasinya.
2. Type of Benefits (Tipe Manfaat)
Yaitu jenis manfaat yang diterima oleh target group. Dalam konten kebijakan,
manfaat kebijakan berupaya untuk menunjukkan dan menjelaskan bahwa di dalam
sebuah kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang memuat dan
menghasilkan dampak positif oleh pengimplementasian kebijakan yang akan
dilaksanakan.
3. Extent of Change Envision (Derajat Perubahan yang Diinginkan)
Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari adanya sebuah kebijakan. Derajat
perubahan yang ingin dicapai menunjukkan seberapa besar perubahan yang
hendak atau ingin dicapai melalui adanya sebuah implementasi kebijakan harus
memiliki skala yang jelas.
4. Site of Decision Making (Letak Pengambilan Keputusan)
Apakah letak sebuah program sudah tepat atau belum. Pengambilan sebuah
keputusan di dalam sebuah kebijakan memegang peranan penting dalam
pelaksanaan sebuah kebijakan, oleh karena itu pada bagian ini harus dijelaskan
54
dimana letak pegambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan
diimplementasikan.
5. Program Implementer (Pelaksana Program)
Maksudnya apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya
dengan rinci. Dalam melaksanakan suatu kebijakan atau program harus didukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang memiliki kompetensi dan capable demi
keberhasilan suatu kebijakan.
6. Resources Committed (Sumber Daya yang Dilibatkan)
Apakah sebuah program didukung dengan sumberdaya yang memadai.
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung dengan sumberdaya yang
memadai dengan tujuan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.
Sedangkan variable Lingkungan Kebijakan (Context of Implementation)
1. Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Strategi dari Aktor yang
Terlibat
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para
aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Dalam sebuah kebijakan perlu
untuk diperhitungkan mengenai kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta
strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna melancarkan
pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.
2. Karakteristik Lembaga dan Penguasa
Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah keberadaan institusi dan
rezim yang sedang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut
dilaksanakan juga memiliki pengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada
55
bagian ini dijelaskan bagaimana karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut
mempengaruhi suatu kebijakan.
3. Tingkat Kepatuhan dan Daya Tanggap (Responsifitas)
Kepatuhan dan respon dari para pelaksana juga dirasa menjadi sebuah aspek
penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan, maka yang hendak dijelaskan
pada poin ini adalah sejauhmanakah kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam
menanggapi suatu kebijakan.
Gambar 2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle
Sumber: Heru Gernandes
2.2.2 Reforma Agraria
Perjalanan Reforma Agraria di Indonesia mempunyai jalan yang panjang,
tidak pernah lepas dari realitas sosial masyarakat. Agraria adalah soal hidup dan
56
penghidupan manusia, sebab dari agraria makanan berasal. Perebutan tanah berarti
sama dengan perebutan makanan tak heran jika banyak manusia yang rela
berjibaku hanya untuk mempertahankan tanah dan terlibat konflik didalamnya.
Salah satu komitmen pemerintah adalah menata semua persoalan tentang Reforma
Agraria yang sudah sudah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Dengan adanya peraturan ini
merupakan sebuah wujud pemerintah dalam menjamin pemerataan struktur
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.1
Berbeda dengan Reformasi Agraria, Reforma Agraria adalah mengubah
struktur yang ada atau penataan kembali. Sedangkan reformasi Agraria yaitu
mempertahankan struktur yang ada. Lingkup Reforma Agraria atau konsep agraria
tidak hanya sebatas pada tanah atau tanah pertanian saja. Secara etomologis istilah
dari “Agraria” berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, “ager” yang artinya:
(a) lapangan; (b) wilayah; (c) tanah negara. Dari pengertian-pengertian tersebut
nampak jelas bahwa yang dicakup oleh istilah “agraria” itu bukanlah sekedar
“tanah” atau “pertanian” saja. Kata-kata “wilayah”, “tanah negara” itu jelas
menunjukkan arti yang lebih luas, karena di dalamnya tercakup segala sesuatu
yang terwadahi olehnya. Kata “tanah negara”, misalnya, di situ ada tumbuh-
tumbuhan, ada air, ada sungai, mungkin ada tambang, ada hewan, dan sudah
barang tentu ada masyarakat manusia (Wiradi, 2009a). 2
1 Humas Kementrian ATR/BPN,”Babak Baru Pelaksanaan Reforma Agraria”
(https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/babak-baru-pelaksanaan-reforma-agraria-77173, Diakses
pada 26 Juli 2019, 2019) 2 Hendra Hadiyatna Djantika, Skripsi: “Dampak Landreform dari Bawah (By Leverage) dan Arah Transfer
Manfaat Dalam Kebijakan Program Pembaruan Agraria Nasional” (Bogor: IPB 2010), Hal. 7
57
Sedangkan makna dari Reforma Agraria sendiri (Wiradi 2009a)
merupakan penataan kembali (atau pembaharuan) struktur pemilikan, penguasaan
dan penggunaan tanah/ wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan
buruh tani tak bertanah. Oleh karena itu, Soetarto dan Shohibuddin (2006)
menyatakan bahwa inti dari Reforma Agraria adalah upaya politik sistematis
untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan
kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan
alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi
melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani,
hingga infrastruktur lainnya.3
Secara ideologis, Reforma Agraria ini dibuat dan dijalankan sebagai
pelaksanaan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa
perekonomian negara disusun dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, dengan mengembangkan bentuk-bentuk ekonomi kerakyatan. Yang
berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
menjadi landasan konstitusional bagi pelaksanaan penataan penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, hutan dan kekayaan alam. 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria atau yang dikenal sebagai UU Pokok Agraria (UUPA) merupakan
rujukan pokok bagi pelaksanaan Reforma Agraria. Pengaturan penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang digariskan UUPA
3 Ibid 4 Teten Masduki, Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional Reforma Agraria Dalam Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2017 (Jakarta: Kantor Staff Kepresidenan, 2016), Hal. 11
58
dimaksudkan untuk memastikan tanah tidak dimonopoli oleh segelintir penguasa
tanah, dengan mengorbankan golongan ekonomi lemah yang hidupnya tergantung
pada tanah, terutama para petani produsen makanan.
Kiblat Reforma Agraria dalam penelitian ini yaitu sesuai dengan jalannya
Nawacita rezim Jokowi-Jusuf Kalla. Dokumen Jalan Perubahan Menuju
Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program
Aksi Joko Widodo-Jusuf Kalla” memuat sembilan agenda prioritas yang
dinamakan Nawacita. Dengan terpilihnya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil
Presiden (2014-2019), dokumen itu meningkat statusnya sebagai Janji Politik dan
sekaligus amanat rakyat kepada Presiden terpilih untuk melaksanakannya.
Nawacita memuat agenda Reforma Agraria dan strategi membangun Indonesia
dari pinggiran, dimulai dari daerah dan desa. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015-2019 memuat pula komponen-komponen program
Reforma Agraria secara terpisah-pisah. Agar agenda Reforma Agraria yang ada
dalam Nawacita dan RPJMN berjalan efektif dan berhasil mencapai tujuannya.
Dalam pelaksanaan Reforma Agraria terdapat 5 (lima) program prioritas
yaitu; (1) Penguatan Kerangka Regulasi Dan Penyelesaian Konflik (2) Penataan
Penguasaan Dan Pemilikan Tanah Objek Reforma Agraria (3) Kepastian Hukum
Dan Legalisasi Hak Atas Tanah Objek Reofrma Agraria (4) Pemberdayaan
Masyarakat Dalam Penggunaan Pemanfaatan Dan Produksi Atas Tanah Obyek
Reforma Agraria; Dan (5) Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat Dan
Daerah. Penentu keberhasilan Reforma Agraria harus diimbangi dengan program-
program yang mendukung lima program prioritas Reforma Agraria, contohnya
program yang terdapat dalam program prioritas (3) yaitu Kepastian Hukum dan
59
Legalisasi Hak Atas Tanah didalam program ini terdapat percepatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), jika pemerintah melakukan program tersebut
dengan komitmen yang kuat, koordinasi dan sinergi antara kementrian dan
lembaga pelaksana program, kerjasama yang kompak antara pemerintah daerah
dan pemerintah desa akan menjadikan suatu program (PTSL) melahirkan hasil
yang maksimal. Untuk itu sebagai contoh keseriusan pemerintah dalam
mendukung program Reforma Agraria, Pemerintah melalui Kementrian
ATR/BPN fokus melaksanakan PTSL untuk menjamin kepastian hukum atas
tanah yang terdapat dalam program prioritas Reforma Agraria (3).
Gambar 2.2 Skema Pelaksanaan Reforma Agraria Versi Kementrian ATR/BPN
Sumber: Web Kementrian ATR/BPN
Tujuan umum dari pelaksanaan Program Prioritas “Reforma Agraria” ialah
mengurangi konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah, hutan dan kekayaan
alam lainnya di tangan segelintir pihak, serta memperkuat kepastian hak dan akses
atas pemilikan dan penguasaan tanah bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,
khususnya petani miskin di pedesaan secara bersama.
Reforma Agraria
Legalisasi Aset Redistribusi Tanah
Legalisasi Aset
Tanah Transmigrasi
yang belum bersertifikat
HGU habis dan
Tanah Terlantar
Pelepasan
kawasan hutan
60
Sedangkan tujuan Reforma Agraria menurut Peraturan Presiden No 86
Tahun 2018 tentang Reforma Agraria adalah; (a) Mengurangi ketimpangan
penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan; Dengan
diadakannya Reforma Agraria akan mengurangi bahkan meniadakan ketimpangan
penguasaan dan pemilikan tanah seperti double sertifikat, sengketa tanah/lahan,
dengan mengurangi masalah-masalah tersebut keadilan akan terjaga. (b)
Menangani Sengketa dan Konflik Agraria; Adanya Program PTSL didalam
Reforma Agraria akan sangat meminimalisir Konflik Agraria. (c) Menciptakan
sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui
pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;
menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; (d) Memperbaiki
akses masyarakat kepada sumber ekonomi; (e) Meningkatkan ketahanan dan
kedaulatan pangan; dan (f) Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
2.2.3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
a. Pendaftaran Tanah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pasal 1 ayat 1 Pendaftaran
tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian
sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah
ada hak tertentu yang membebaninya.
61
Menurut AP Parlindungan5, Pendaftaran berasal dari kata Cadaster (bahasa
Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang luas,
nilai dan kepemilikan atau lain - lain alas hak terhadap suatu bidang tanah. Selain
itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum” yang berarti suatu register
atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas
Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan – lahan, nilai daripada tanah dan
pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya). UUPA memberi
pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian
kegiatan yang meliputi : (a) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah, (b)
Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut, (c) Pembuktian surat-surat
tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat.
Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah akan
menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta
pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas,
dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa
pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut akan diperoleh keterangan-
keterangan tentang status tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya, dan
subyek dari haknya. Kegiatan terakhir dari pendaftaran tanah adalah pemberian
surat bukti atas tanah yang lazim disebut dengan sertifikat.
Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 24
Tahun 1997 adalah :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah
secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
5 AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2002), hal 11
62
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-
satuan rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebani. ”
Kegiatan yang berupa pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan serta
penyajian akan menghasilkan peta-peta pendaftaran tanah yang berguna untuk
memastikan berapa luas, letak, batas tanah yang dikehendaki sehingga di sini akan
diperoleh data fisik dan data yuridis dari tanah yang didaftarkan tersebut.
Boedi Harsono memberikan definisi pendaftaran tanah sebagai :
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah secara terus
menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu yang
ada di wilayah – wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya
bagi kepentingan rakyat, dalam memberikan jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya.6
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, apabila diperinci maka
pendaftaran tanah itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Dilakukan secara terus-menerus
Terus-menerus dimaksudkan apabila sekali tanah itu didaftarkan maka setiap
terjadi perubahan atas tanah maupun subyeknya harus diikuti dengan pendaftaran
tanah. Boedi Harsono berpendapat bahwa kata “terus-menerus” menunjuk kepada
6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi dan
Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 1999), Hal. 62
63
pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang
sudah terkumpul dan tersedia selalu harusdisesuaikan dengan perubahan-
perubahan yang kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.7
2. Pengumpulan Data Tanah
Data yang dikumpulkan pada dasarnya meliputi 2 macam, yaitu :
a. Data fisik, yaitu data mengenai letak tanahnya, batas – batas tanahnya dan
luasnya berapa serta, bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
b. Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak
tersebut, serta peralihan dan pembebanannya jika ada.
3. Tujuan Tertentu
Pendaftaran tanah diadakan untuk menjamin kepastian hukum (legal cadastre)
dan kepastian hak atas sebagaiman tercantum dalam ketentuan Pasal 19 UUPA.
Hal tersebut berbeda dengan pendaftaran tanah sebelum UUPA, yang bertujuan
untuk dasar penarikan pajak (fiskal cadastre).
4. Penerbitan alat bukti hak / sertifikat
Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat
ukur dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sertifikat terdiri atas salinan buku tanah yang
memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang
bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Sertifikat
hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah
7 Ibid.
64
yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan
olehnya.
b. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Membicarakan pendaftaran tanah tidak bisa dilepaskan dari sudut pandang
hukum, mengingat bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Oleh
sebab itu semua kebijakan Pemerintah harus ada dasar hukumnya. Maka
kebijaksanaan Pemerintah di bidang pertanahan khususnya tentang pendaftaran
tanah diatur pula dalam peraturan perundang – undangan.
Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok
Agraria merupakan landasan bagi pembaharuan hukum agraria guna memberikan
jaminan kepastian hukum bagi masyarakat, sehingga dapat dicegah sengketa
tanah.
Dasar hukum pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA yang
menyebutkan :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : (a) Pengukuran,
pemetaan dan pembukuan tanah, (b) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan
hak-hak tersebut , (c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
65
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan
masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi, serta kemungkinan
penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran termasuk dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang
tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
Pasal 19 UUPA ditujukan kepada Pemerintah untuk melaksanakan
pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dan pendaftaran tanah
ini bersifat Recht Kadaster yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum hak
atas tanah yang pelaksanaannya di tuangkan dalam PP No. 24 Tahun 1997 yang
mulai berlaku efektif tanggal 8 Oktober 1997.
Selanjutnya dalam UUPA ada ketentuan yang ditujukan kepada pemegang
hak atas tanah yang bersangkutan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanahnya.
Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah :
1. Pasal 23 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa hak milik, demikian pula
setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus
didaftarkan menurut kententuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19
UUPA.
2. Pasal 32 ayat (2) UUPA menentukan bahwa hak guna usaha termasuk syarat-
syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak
tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19 UUPA.
66
3. Pasal 38 ayat (2) UUPA menentukan bahwa hak guna bangunan, termasuk
syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak
tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19 UUPA.
Penjelasan Umum UUPA bab IV menegaskan bahwa pendaftaran itu
diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan, jika tidak diwajibkan
bagi para pemegang hak yang bersangkutan, maka diadakannya pendaftaran
tanah, yang terang akan memerlukan banyak tenaga, alat dan biaya itu, tidak akan
ada artinya sama sekali.
PP No. 24 Tahun 1997 mengatur secara teknis penyelenggaraan pendaftaran
tanah di Indonesia. Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
yang mengatur tentang pelaksanaan dari PP No. 24 Tahun 1997.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia oleh
Pemerintah dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini perlu ketekunan dan
ketelitian dari Pemerintah yang didukung oleh masyarakat agar tercapai apa yang
menjadi tujuan dari pendaftaran tanah dimaksud.
c. Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan UUPA adalah untuk mendapatkan
kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (recht kadaster/legal cadastre).
Berkenaan dengan tujuan pendaftaran tanah, diharapkan agar kegiatan pendaftaran
itu dapat diciptakan suatu keadaan dimana :8
8 Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, (Jakarta : PT. Gramedia Utama, 1995), Hal. 80-81
67
1. Orang-orang dan badan-badan hukum yang mempunyai tanah dengan mudah
dapat membuktikan, bahwa merekalah yang berhak atas tanah itu, hak apa
yang dipunyai dan tanah yang manakah yang dihaki. Tujuan ini dicapai
dengan memberikan surat tanda bukti kepada pemegang hak yang
bersangkutan;
2. Siapapun yang memerlukan dapat dengan mudah memperoleh keterangan
yang bersangkutan mengenai tanah-tanah yang terletak di wilayah pendaftaran
yang bersangkutan (baik calon pembeli atau calon kreditor) yang ingin
memperoleh kepastian apakah keterangan yang diberikan kepadanya oleh
calon penjual atau kreditor itu benar. Tujuan ini dicapai dengan memberikan
sifat terbuka bagi umum pada data yang disimpan.
Kemudian Djoko Prokoso dan Budiman Adi Purwanto mengemukakan
adanya tiga tujuan pokok pendaftaran yaitu :9
1. Memberikan kepastian obyek Kepastian mengenai bidang teknis (yaitu
kepastian mengenai letak, luas, dan batas -batas tanah yang bersangkutan). Hal
ini diperlukan untuk menghindarkan sengketa di kemudian hari baik dengan
pihak yang menyerahkan maupun pihak-pihak yang mempunyai tanah yang
berbatasan.
2. Memberikan kepastian hak Ditinjau dari segi yuridis mengenai satus haknya,
siapa yang berhak atasnya (siapa yang mempunyai) dan ada atau tidaknya hak-
hak dan kepentingan pihak lain (pihak ke tiga). Kepastian mengenai status
hukumnya dari tanah yang bersangkutan diperlukan, karena dikenal tanah-
tanah dengan berbagai macam status hukum, yang masing-masing
9 Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, Hal. 21
68
memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan
kepada pihak yang mempunyai, hal mana akan terpengaruh pada harga tanah.
3. Memberikan kepastian subyek Kepastian mengenai siapa yang mempunyai
diperlukan untuk mengetahui dengan siapa kita, harus berhubungan untuk
dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada atau
tidak adanya hak-hak dan kepentingan pihak ke tiga diperlukan untuk
mengetahui perlu atau tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk
menjamin penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan secara efektif
dan aman.
Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah maka pihak-pihak yang
bersangkutan dengan mudah pula akan dapat mengetahui status dan kedudukan
hukum daripada tanah-tanah yang dihadapi, letak, luas, batas-batas, siapa yang
mempunyai dan beban-beban apa yang ada diatasnya.10 Tujuan pendaftaran tanah
menurut PP No. 24 Tahun 1997 dirinci dalam Pasal 3 yang memuat sebagai
berikut :
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dapat mengadakan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
10 Notonegoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, (Jakarta : CV. Pancuran Tujuh, 1974),
Hal 5.
69
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya
pendaftaran tanah secara baik, merupakan dasar dan perwujudan tertib
administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib perwujudan tertib
administrasi tersebut setiap tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan
pembebanan dan hapusnya wajib didaftar. Demikian ditentukan dalam Pasal 4
ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997, yaitu :
“Untuk mencapai tertib adminstrasi sebagimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan tanah dan satuan
rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas
bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.”
D. Asas-Asas Pendaftaran Tanah
Asas diperlukan yakni untuk melahirkan pemikiran dasar dalam pembuatan
hukum (law making), juga diperlukan ketika untuk menghadapi konflik sebagai
tuntutan kebutuhan dan keinginan dalam masyarakat yang saling bertentangan
satu sama lain, saat ini tercermin dalam asas-asas pendaftaran tanah. Asas-asas
pendaftaran tanah menurut Pasal 2 PP Nomor 24 tahun 1997 11 adalah sebagai
berikut :
1. Asas Sederhana
Asas sedarhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-
ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
2. Asas Aman
11 Supriadi, Hukum Agraria,Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 164
70
Asas aman mengisyaratkan agar penelitian data fisik dan data yuridis dalam
prosedur perolehan pemilikan hak atas tanah dilaksanakan dengan teliti dan
cermat yang di mungkinkan menggunakan peralatan komputerisasi tekhnologi
modern sehingga tercapai tujuan pendaftaran tanah yaitu kepastian hukum
pemilikan hak atas tanah.
3. Asas Terjangkau
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang
memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan
golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang
memerlukan.
4. Asas Mutakhir
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang
tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di
kemudian hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah
secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di
Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan
masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
Untuk itulah diberlakukan asas terbuka.
71
5. Asas Terbuka
Asas terbuka mengisyaratkan agar data pendaftaran tanah yang tersedia dapat
diinformasikan kepada pemegangnya atau kepada pihak lain yang membutuhkan
untuk digunakan sesuai prosedur yang berlaku.
2.2.2.1 Tinjauan Umum tentang PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap)
a. Pengertian dan dasar hukum PTSL
Pemerintah menjamin kepastian hukum diadakannya Pendaftaran Tanah di
seluruh wilayah Indonesia sudah tertuang dalam pasal 19 Undang-Undang No 5
tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Untuk itu diadakan
percepatan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA.
Percepatan Pendaftaran Tanah melalui PTSL yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017.
PTSL merupakan program yang ada didalam Reforma Agraria yang termasuk
dalam legaliasi Aset. Di dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 pada Pasal
1 menyebutkan bahwa, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah;
“kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak
bagi semua obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu,
yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan
pendaftarannya.”
72
Pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap tidak membebankan biaya
yang besar bagi pemohonnya karena adanya berbagai macam sumber pembiayaan.
Sumber pembiayaan untuk percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, Corporate Social
Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,
badan hukum swasta dan/atau dana masyarakat melalui Sertifikat massal swadaya.
Pembiayaan berasal dari: (a) Daftar Isian Program Anggaran (DIPA)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dan/atau
kementerian/lembaga pemerintah lainnya, (b) Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota dan Dana Desa, (c) Corporate Social
Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. (d)
Dana masyarakat melalui Sertifikat massal swadaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (e) Penerimaan lain yang sah berupa hibah
(grant), pinjaman (loan) badan hukum swasta atau bentuk lainnya melalui
mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Pendapatan
Negara Bukan Pajak. Sumber pembiayaan, pembiayaan percepatan pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap juga dimungkinkan berasal dari kerjasama
dengan pihak lain yang diperoleh dan digunakan serta dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.12
b. Ruang Lingkup dan Tujuan PTSL
Ruang lingkup peraturan menteri ini adalah percepatan pelaksanaan program
pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang dilaksanakan desa demi desa di
12 Pasal 33 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017
73
wilayah kabupaten dan kelurahan demi kelurahan di wilayah perkotaan yang
meliputi semua bidang tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Tujuan dari pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) adalah untuk
percepatan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas tanah
masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka
serta akuntabel sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan
konflik pertanahan. 13
c. Obyek dan Tahapan Pelaksanaan PTSL
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dilaksanakan untuk seluruh
obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Obyek PTSL ini
sendiri meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang
belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik merupakan tanah
aset Pemerintah/Pemerintah daerah, Tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah, Tanah Desa, Tanah Negara, Tanah Masyarakat Hukum
Adat, Kawasan Hutan, Tanah Obyek Landrefrom, Tanah Transmigrasi, dan Tanah
bidang lainnya. Obyek PTSL sebagai mana yang dimaksud diatas adalah baik
untuk 33 bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan
ditetapkan tanda batasnya dalam pelaksanaan kegiatan PTSL. Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilakukan dengan tahapan: (a)
Perencanaan dan persiapan, (b) Penetapan lokasi kegiatan PTSL, (c) Pembentukan
dan penetapan Panitia Ajudikasi PTSL, (d) Penyuluhan, (e) Pengumpulan Data
Fisik dan Data Yuridis bidang tanah, (f) Pemeriksaan tanah, (g) Pengumuman
13 Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017
74
Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah serta pembuktian hak, (h) Penerbitan
keputusan pemberian atau pengakuan Hak atas Tanah, (i) Pembukuan dan
penerbitan Sertifikat Hak atas Tanah, dan (j) Penyerahan Sertifikat Hak atas
Tanah.
d. Penetapan Lokasi
Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi kegiatan PTSL di wilayah
kerjanya. Penetapan Lokasi dapat dilakukan dalam satu wilayah desa/kelurahan
atau secara bertahap bagian demi bagian dalam satu hamparan.Penetapan lokasi
dilakukan dengan ketentuan berdasarkan ketersediaan anggaran khusus PTSL
yang telah dialokasikan dalam APBN/APBD. Diprioritaskan pada lokasi
desa/kelurahan yang ada kegiatan PRONA/PRODA, dana desa, lintas sektor,
massal swadaya masyarakat, Corporate Social Responsibility (CSR) dan/atau
program pendaftaran tanah massal lainnya, atau berdasarkan ketersediaan dana
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk 1 (satu)
desa/kelurahan PTSL. Dan mempertimbangkan ketersediaan peta kerja,
ketersediaan dan kemampuan optimal pelaksana PTSL pada masing-masing
Kantor Pertanahan.
Dalam hal lokasi yang ditetapkan terdiri dari beberapa desa/kelurahan,
diupayakan agar desa/kelurahan yang menjadi obyek PTSL letaknya berdekatan.14
e. Pembentukan dan Penetapan Panitia Ajudikasi
Kepala Kantor Pertanahan membentuk dan menetapkan Panitia Ajudikasi
PTSL. Susunan Panitia Ajudikasi PTSL terdiri atas Ketua Panitia merangkap
14 Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No.12 Tahun 2017
75
anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan dengan Wakil
Ketua yang membidangi infrastruktur agraria merangkap anggota yang dijabat
oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan yang memahami urusan infrastruktur
pertanahan, wakil Ketua yang membidangi hubungan hukum agraria merangkap
anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan yang memahami
urusan hubungan hukum pertanahan. Dengan sekretaris yang dijabat oleh seorang
pegawai Kantor Pertanahan; dengan menunjuk Kepala Desa/Kelurahan setempat
atau seorang Pamong Desa/Kelurahan. Dan yang terakhir anggota dari unsur
Kantor Pertanahan sesuai kebutuhan.15
f. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh Kantor Pertanahan beserta Panitia Ajudikasi
PTSL, Satgas Fisik dan Satgas Yuridis. Penyuluhan dilakukan dengan
memberikan penjelasan paling sedikit mengenai manfaat bagi masyarakat,
pemerintah dan negara atas hasil pelaksanaan program PTSL. Dilanjutkan dengan
tahapan dan mekanisme kegiatan PTSL. Tidak lupa penyuluh mengungkapkan
Penetapan dan pemasangan tanda batas masing-masing bidang tanah dengan
Dokumen yuridis yang perlu disiapkan. Memberikan informasi tentang jadwal
pengukuran bidang tanah dan pengumpulan data yuridis oleh Satgas Fisik dan
Satgas Yuridis. Dan menjelaskan hasil akhir kegiatan program PTSL, pembiayaan
yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau sumber lain yang sah melalui kegiatan
PTSL dan yang terakhir kemungkinan biaya dan/atau pajak yang akan ditanggung
oleh peserta kegiatan PTSL.16
15 Pasal 8 Peraturan Menteri Agraria No.12 Tahun 2017 16 Pasal 10 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017
76
g. Pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis
Data Fisik Pengumpulan Data Fisik dilaksanakan melalui kegiatan
pengukuran dan pemetaan bidang tanah. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah
dilakukan dengan menggunakan teknologi survei dan pemetaan seperti drone,
Global Positioning System (GPS), Continuously Operating Reference Station
(CORS), Total Station, Distometer dan lainnya, serta memanfaatkan peta
citra/peta foto dengan resolusi tinggi sebagai dasar pembuatan peta pendaftaran.
Pengumpulan Data Fisik dilaksanakan oleh Satgas Fisik dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan pengukuran
bidang tanah, Satgas Fisik harus mengetahui data atau informasi tentang masing-
masing pemilik atau pihak yang berhak atas tanahnya, paling sedikit berupa
fotokopi KTP, alas hak dan surat keterangan kepemilikan atau surat pernyataan
peguasaan fisik atas tanahnya.17 Data Yuridis Pengumpulan Data Yuridis
dilakukan oleh Satgas Yuridis dengan berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam melakukan tugas, Satgas Yuridis dapat dibantu oleh
Pengumpul Data Yuridis melalui tata cara dan pembiayaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.Standar, kriteria, metode, prosedur, dan
mekanisme pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta pemeliharaan data dan
dokumen yuridis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.18
Pengumpulan Data Yuridis dilaksanakan melalui kegiatan pengumpulan dan
pemeriksaan riwayat kepemilikan tanah dengan menggunakan formulir isian
inventarisasi dan identifikasi peserta PTSL.
17 Pasal 12 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 18 Pasal 13 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017
77
Hasil pengumpulan Data Yuridis dibuat dalam bentuk Rekapitulasi Data Isian
Inventarisasi dan Identifikasi PTSL. Untuk Formulir isian inventarisasi dan
identifikasi peserta Ajudikasi PTSL, dan Rekapitulasi Data Isian Inventarisasi dan
Identifikasi PTSL merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
Agraria ini No. 12 Tahun 2017.
h. Pemeriksaan Tanah
Pemeriksaan tanah dilakukan untuk memastikan keterangan yang tertuang di
dalam data yuridis sesuai dengan keadaan di lapangan. Dilakukan dengan cara
menggali informasi yang meliputi kesesuaian nama dan profesi peserta
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). membandingan keterangan yang
tertera di dalam formulir isisan inventarisasi dan dokumen/data yuridis dengan
kesesuaian dengan kondisi penguasaan, penggunaan tanah tersebut di lapangan,
serta kesesuaian letak, batas dan luas yang tertuang dalam data fisik (Peta Bidang
Tanah) dengan kenyataan di lapangan. Hasil pemeriksaan tanah mendukung
analisis terhadap data yuridis yang menghasilkan K1, K2, K3 dan K4. Hasil
pemeriksaan tanah dimuat dalam daftar isian sesuai dengan risalah penelitian data
yuridis dan penetapan batas. 19
i. Pengumuman
Pengumuman untuk memenuhi asas publisitas dan memberikan kesempatan
kepada warga masyarakat pemilik tanah atau pihak lain yang berkepentingan
untuk mengajukan sanggahan mengenai nama kepemilikan, luas, letak dan bentuk
bidang tanah. Pengumuman meliputi seluruh bidang tanah yang diukur dan/atau
19 Petunjuk Teknis Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis,
hlm. 14
78
dipetakan. Apabila terdapat bidang tanah yang bersengketa dan atau berperkara
dibuatkan catatan didalam peta pengumuman. Apabila terdapat bidang tanah
sertifikat yang tidak dapat dipetakan meskipun dalam satu desa/kelurahan tersebut
seluruh obyek bidang tanah telah dipetakan, maka pengumumkan dilakukan agar
pemilik sertifikat tanah melapor kepada Tim Ajudikasi Percepatan guna
melakukan verifikasi. Jika terdapat sanggahan pada saat pengumuman dan
berdasarkan penelitian Panitia Ajudikasi Percepatan terdapat kekeliruan mengenai
hasil ukuran bidang tanah yang tercantum pada Peta Bidang Tanah, maka
dilakukan perubahan pada peta bidang tanah dan peta pendaftaran.20
Hasil pemeriksaan tanah yang menyimpulkan dapat dibukukan dan atau
diterbitkannya Sertifikat hak atas tanah atas satu bidang tanah diumumkan dalam
papan pengumuman di Kantor Pertanahan dan/atau Kantor Kelurahan/Desa
dan/atau Sekretariat RT/RW lokasi bidang tanah tersebut selama 14 hari kerja,
dengan tujuan untuk diketahui khalayak masyarakat dan memberi kesempatan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan keberatan jika ada
keberatan.21
j. Penerbitan Keputusan pemberian hak atas tanah
Ketua Panitia Ajudikasi PTSL menetapkan Keputusan Penetapan Hak atau
Keputusan Penegasan/Pengakuan Hak. Untuk penerbitan Keputusan Pemberian
Hak, peserta PTSL harus melampirkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak
Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Penghasilan (PPh) pada saat
20 Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan, 2016, Petunjuk Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Bidang
Tanah Sistematik Lengkap, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, hlm. 18 21 Direktorat Jenderal Hubungan HukumKeagrariaan, 2017, Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional, hlm. 14
79
pendaftaran hak. Dalam hal peserta PTSL tidak atau belum mampu membayar
BPHTB maka yang bersangkutan harus membuat surat penyataan BPHTB
terhutang. Dalam hal bidang tanah berasal dari hasil jual beli di masa lampau di
mana pembeli sekarang tidak mempunyai bukti pembayaran PPh dari pihak
penjual di masa lalu, maka yang bersangkutan harus membuat surat keterangan
PPh terhutang.22
k. Pembukuan
Terhadap tanah yang sudah dibuatkan berita acara penyelesaian proses
Pendaftaran Tanahnya, dibukukan dalam daftar umum Pendaftaran Tanah dan
daftar lainnya, dan ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi PTSL.
Penandatanganan Sertifikat Hak atas Tanah tersebut diatas merupakan hasil
pelaksanaan program Ajudikasi PTSL dapat dilaksanakan oleh Ketua Panitia
Ajudikasi PTSL untuk dan atas nama Kepala Kantor Pertanahan.23
l. Penerbitan dan Penyerahan sertifikat
Panitia Ajudikasi Percepatan Bidang Yuridis menyiapkan/mencetak Sertifikat
Hak Atas Tanah, Kepala Kantor Pertanahan menandatangani Sertifikat hak atas
tanah atau dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan Sertifikat kepada
Ketua Panitia Ajudikasi Percepatan. Panitia Ajudikasi Percepatan menyerahkan
Sertifikat Hak Atas Tanah kepada Pemegang Hak atau kuasanya dengan
mencatatnya dalam daftar isian penyerahan Sertifikat.24
22 Pasal 24 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 23 Pasal 25 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 24 Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan, 2017, Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional, hlm. 15
80
Dalam pendekatan PTSL, semua bidang tanah di Desa/Kelurahan akan
dipetakan dan terdaftar di Kantor Pertanahan dan data terkait dimasukan dalam
basis data elektronik (KKP). Bidang tanah yang sebelumnya tidak disertifikasi
dan terbebas dari masalah pertanahan akan dinyatakan layak untuk diterbitkan
sertifikat. Dalam hal ini akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap
administrasi pertanahan.
Ruang lingkup dalam pelaksanaan PTSL adalah untuk menyediakan peta
kadaster dan juga menggambarkan batas-batas kawasan hutan. Kedua output ini
akan menjadikan dasar Kementrian ATR/BPN dalam meaksanakan kebijakan dan
layanan administrasi pertanahan .
m. Manfaat PTSL
Manfaat PTSL dapat dirasakan oleh masyarakat setelah menjalankan kegiatan
PTSL, dengan manfaat sebagai berikut; Batas-batas yang diakui secara sah antara
daerah permukiman, lahan pertanian, area umum dan htan dihasilkan secara
bertahap, Sengketa tanah/perambahan diidentifikasi dan ditangani (transparasi hak
penggunaan lahan, Menghasilkan data untuk perlindungan sumber daya alam
yang lebih baik, Memberikan nilai tambah pada dan pemanfaatan dari kegiatan
perencanaan tata ruang.
n. Produk-produk PTSL
Produk yang dihasilkan PTSL berupa pemetaan secara sistematis dan partisipatif
terhadap semua ahan di wilayah tertentu. Dilengkapi dengan daftar tayangan
publik, Pemilahan bidang tanah sesuai dengan status hukum saat ini, Data dan
81
informasi untuk pendaftaran. Dan dokumentasi yang siap untuk menghasilkan
sertifikat hak bila diperlukan.
2.2.4 Tertib Administrasi Pertanahan
2.2.3.1 Pengertian Pelaksanaan Tertib Administrasi Pertanahan
Menurut Rusmadi Murad Administrasi Pertanahan adalah;
“Suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan
sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan Perundang-
undangan yang berlaku.”
Administrasi pertanahan merupakan suatu usaha pemerintah dalam
melaksanakan kebijaksanaan dibidang pertanahan yang pelaksanaanya dilakukan
oleh stake holder pertanahan. Landasan hukum tentang administrasi pertanahan
sudah terdapat dalam pasa 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
Sedangkan Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap
usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan
yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber
daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar
lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan
umum yang adil dan merata.25
Jadi, pelaksanaan tertib administrasi pertanahan adalah suatu tindakan guna
mempermudah dan memperlancar masyarakat dalam segala proses pelayanan di
bidang pertanahan yang bertujuan supaya tidak terjadi ketimpangan sosial
25 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114
82
masyarakatagar prosedur pelayanan tertib, lancar, murah, cepat dan tidak berbelit-
belit.
Tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin
terlaksananya pembangunan bidang pertanahan oleh pemerintah maupun swasta,
yaitu meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah, meningkatkan
kelancaran pelayanan kepada masyarakat, meningkatan daya hasil guna tanah
lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat di bidang pertanahan maka dibuat Keputusan Presiden No 7 Tahun
1979 tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib
administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan tertib pemeliharaan tanah
lingkungan hidup. Keempat tertib pertanahan tersebut merupakan suatu pedoman
bagi penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan dan pengembangan administrasi
pertanahan.
2.2.3.2 Tertib Administrasi Pertanahan Bagian dari Catur Tertib
Pertanahan
Atas dasar Tap MPR No. IV/MPR/1978, Presiden mengeluarkan
kebijaksanaan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang
Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979,
meliputi:26
1. Tertib Hukum Pertanahan Diarahkan pada program (a) Meningkatkan tingkat
kesadaran hukum masyarakat, (b) Melengkapi peraturan perundangan di
26 Samun Ismaya, Hukum Administrasi,Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm.22-24.
83
bidang pertanahan, (c) Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang
terjadi, (d) Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam pelaksanaan
hukum agraria;
2. Tertib Administrasi Pertanahan Diarahkan pada program (a) Mempercepat
proses pelayanan yang menyangkut urusan pertanahan, (b) Menyediakan peta
dan data penggunaan tanah, keadaan sosial ekonomi masyarakat sebagai
bahan dalam penyusunan perencanaan penggunaan tanah bagi kegiatan-
kegiatan pembangunan. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-
tanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah
Negara, (c) Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-tanah kelebihan
batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah negara, (d)
Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria maupun di
kantor PPAT, (e) Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka
pensertifikatan hak atas tanah.
Dengan adanya tertib administrasi pertanahan dimaksud bahwa data-data
setiap bidang tanah tercatat dan diketahui dengan mudah, baik mengenai riwayat,
kepemilikan, subjek haknya, keadaan fisik serta ketertiban prosedur dalam setiap
urusan yang menyangkut tanah.27 Adapun yang berkaitan dengan tertib
administrasi adalah :28 Prosedur permohonan hak tanah sampai terbit sertifikat
tanda bukti, Penyelesaian tanah-tanah yang terkena ketentuan peraturan
landreform dan biaya-biaya mahal dan pungutan-pungutan tambahan.
27 http://adm-pertanahan.blogspot.co.id/2013/01/pengertian-administrasi-pertanahan.html , Diakses pada 15
februari 2019, 2019 28 http://iyasyusuf.blogspot.co.id/2012/06/catur-tertib-pertanahan.html, Diakses pada 15 Februari 2019, 2019
84
PP No. 24 Tahun 1997 mengenai tujuan Pendaftaran Tanah untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan sebagaimana dimaksud Pasal 3
huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan,
pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun wajib didaftarkan.
3. Tertib Penggunaan Tanah diarahkan pada usaha untuk (a) Menumbuhkan
pengertian mengenai arti pentingnya penggunaan tanah secara berencana dan
sesuai dengan kemampuan tanah, (b) Menyusun rencana penggunaan tanah
baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, (c) Menyusun petunjuk-petunjuk
teknis tentang peruntukan dan penggunaan tanah, (d) Melakukan survey
sebagai bahan pembuatan peta penggunaan tanah, peta kemampuan dan peta
daerah-daerah kritis.
Tujuan pembangunan di bidang pertanahan adalah menciptakan kemakmuran
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pencapaian tujuan tersebut dilaksanakan
dengan pengelolaan pertanahan dan pengembangan administrasi pertanahan.
Untuk itu dibuatlah Keputusan Presiden No. 7 tahun 1979 tentang Catur Tertib
Pertanahan. Masalah paling mendasar yang dihadapi bidang pertanahan adalah
suatu kenyataan bahwa persediaan tanah selalu terbatas sedangkan kebutuhan
manusia akan tanah selalu meningkat.
Mengingat pentingnya masalah pertanahan tersebut, langkah-langkah untuk
memperbaiki administrasi pertanahan harus diambil yaitu :29
29 21http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-
1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/Landpolicy.pdf, Diakses pada 28 Jul. 19,
2019
85
a. Memperjelas dasar hukum atas kepemilikan tanah.
Ada banyak peluang bagi Indonesia untuk memecahkan berbagai hambatan
yang menyebabkan para pelaku ekonomi tidak dapat memperoleh hak yang pasti
atas tanah mereka. Penyelesaian masalah ini akan membuat masyarakat dapat
memanfaatkan secara penuh keuntungan dari tanah yang mereka miliki, dan
memberikan insentif atas penggunaan tanah secara berkelanjutan.
Memperkenalkan pengakuan hukum atas kepemilikan, serta memperbolehkan
bukti non-dokumenter sebagai basisnya. Masyarakat yang telah mengelola suatu
lahan dalam waktu yang lama, umumnya telah menginvestasikan waktu dan
sumber daya mereka pada tanah tersebut. Tetapi, hanya pemilik tanah yang
mempunyai bukti kepemilikan yang dapat menerima perlindungan hukum,
walaupun sertifikasi pertanahan Indonesia hanya mencakup 20% dari lahan yang
ada. Pengakuan atas kepemilikan berdasar penempatan lahan, serta berbagai bukti
informal lainnya, seperti bukti pembayaran pajak ditambah dengan pengakuan
dari para tetangga, misalnya, dapat meningkatkan jaminan terhadap kepemilikan
oleh masyarakat miskin. Hal ini juga dapat menjadi dasar untuk
memformalisasikan jutaan pengalihan lahan secara informal, sehingga dapat
mengurangi sumber konflik dan meningkatkan insentif dalam mendukung
investasi pada sumber daya tanah yang tersedia. Jika dijalankan, program ini akan
memberikan hasil yang jauh lebih tinggi daripada program pendataan tanah secara
formal yang berlangsung saat ini.
b. Menciptakan sistem pertanahan yang lebih memenuhi kebutuhan
masyarakat ekonomi modern.
86
Bersamaan dengan pembangunan ekonomi di Indonesia, banyak tuntutan yang
tidak lagi dapat dipenuhi oleh sistem pengelolaan pertanahan yang ada.
Memisahkan pemberian hak atas tanah dengan penggunaan lahan. Penggunaan
tanah di Indonesia harus sesuai dengan izin yang ditetapkan pada hak atas tanah
yang diberikan. Perubahan penggunaan lahan membutuhkan pengurusan hak baru
yang melibatkan proses birokratis yang panjang dan dapat menjadi sumber
korupsi dan salah kelola. Untuk menanggulangi masalah ini, diperlukan
pemisahan fungsi-fungsi teknis, seperti pencatatan, dari aspek politis seperti
alokasi pertanahan.
Perubahan terhadap masalah ini juga harus memasukan provisi yang
memperbolehkan perusahaan untuk memiliki tanah, sehingga dapat membantu
pengembangan pasar untuk pinjaman dan surat berharga lainnya, seperti hipotek.
Memperbaiki fasilitas hipotek dan surat berharga lainnya, seperti dengan cara
menampilkan suku bunga hipotek pada sertifikat tanah serta memperbarui praktik
pelaksanaanya, akan membantu perubahan budaya pembayaran tanah, menjadi
basis untuk pemberian fasilitas hipotek sekunder dan berbagai jenis hak pemilikan
lainnya yang lebih komplek. Pada akhirnya perkembangan tersebut akan
memperbaiki kinerja sistem keuangan, yang akan membuat penanam modal lebih
mudah dalam mengakses modal yang lebih murah.
Memperbaiki efisiensi sistem registrasi dan mengurangi biaya yang tidak
perlu. Jika biaya pendaftaran tanah menjadi terlalu tinggi, biasanya pemilik lahan
akan merujuk pada cara-cara informal, yang dapat menurunkan tujuan dari
pendaftaran tersebut, yaitu memberikan informasi yang otoritatif dan tersedia
untuk umum. Prosedur yang tidak efiesien dan berulang, seperti tidak
87
digunakannya informasi yang dikumpulkan oleh badan pengelola PBB, telah
menaikkan biaya pendaftaran dan menghambat keberlangsungan administrasi
pertanahan. Untuk memecahkan hal ini, penetapan standar pelayanan dalam
pengelolaan pertanahan menjadi penting. Begitu pula tersedianya informasi yang
terbuka mengenai skema biaya pelayanan dan kinerja kantor-kantor pertanahan,
diterapkannya audit independen, serta dimungkinkannya partisipasi sektor swasta,
akan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan.
c. Pengelolaan lahan di area kehutanan secara berkesinambungan.
Ketidakmampuan dalam memberikan hak penggunaan ataupun kepemilikan,
seperti dijabarkan pada UU Kehutanan 1967, membatasi besarnya modal yang
dapat dikumpulkan oleh industri kehutanan, serta membuat pemegang konsesi
tidak memperhatikan keberlangsungan dalam jangka panjang dan membuat
komunitas lokal tidak dapat turut merasakan pendapatan yang didapatkan dari
sumber daya kehutanan. Selain diberlakukannya hukum tradisional sebagai bukti
untuk klaim atas lahan, perlu pula diakui pola penggunaan dan pemukiman lahan
(seperti adat sebelum dan sesudah konsesi diberikan, ketika aktifitas pemotongan
hutan selesai, dalam proses konversi kehutanan, dan lain-lain) sebagai bukti
alternatif untuk memperkuat peran adat. Hal ini akan memperkuat basis atas
peraturan mengenai penggunaan tanah, misalnya dengan mengharuskan lahan
tertentu tetap menjadi lahan hutan, dengan menghubungkan hak kepemilikan dan
tanggung jawab bagi pengelolaan pertanahan dan kehutanan yang
berkesinambungan, serta dengan mendefinisikan hak kepemilikan lahan bagi
sumber daya perkayuan ketika konsesi yang diberikan berakhir.
88
Pemegang konsesi juga mendapat kesempatan untuk menjadi pemilik lahan,
melalui pembelian tanah dimana tidak terdapat hak penggunaan atas lahan
tersebut. Perjanjian standar antara pemegang konsesi dan komunitas lokal akan
memberikan kesempatan bagi komunitas tersebut dalam mendapatkan bagian
yang lebih besar atas pendapatan dari sumber daya kehutanan tersebut. Mengganti
pemberian izin dengan hak penggunaan atas lahan hutan negara, swasta dan
komunal. Pada satu sisi pemberian hak ini akan memberikan penduduk dan
komunitas lokal di wilayah hutan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan
pemberian konsesi yang tidak memperhitungkan para penduduk lokal tersebut. Di
sisi yang lain, dengan mengurangi prosedur formal dalam pengurusan konsesi
maka akan lebih banyak modal yang ditanamkan untuk menggiatkan proses
sekuritisasi. Untuk itu, hak swasta atas penggunaan lahan hutan dapat
diperkenalkan ketika konsesi yang diberikan telah habis dan didasarkan atas
kajian dalam penggunaan konsesi sebelumnya. Memperbaiki pengelolaan konflik
dan meningkatkan proses kesinambungan di daerah kehutanan. Tingginya tingkat
ketidakpastian akan menyuburkan perselisihan, yang ditambah dengan tidak
tersedianya fasilitas pengadilan secara cukup, akan membuat proses peradilan
tidak dapat merespon dengan cepat dan efektif. Ini akan menghambat investasi.
Sementara konflik yang ada dapat dipercepat dengan mengusahakan berbagai
sarana alternatif penyelesaian konflik, kemungkinan terciptanya konflik baru juga
dapat diturunkan dengan memetakan sumber daya dengan melibatkan partisipasi
komunitas dan staf teknis pada berbagai dinas di tingkat kecamatan dan
pemerintahan lokal. Informasi tersebut dapat diintegrasikan dengan rencana tata
89
ruang di tingkat kabupaten untuk mengidentifikasi berbagai wilayah dimana dapat
terjadi konflik dan perlu mendapat perhatian.
d. Memperkuat berbagai lembaga independen dan memberikan insentif fiskal
dalam pelaksanaan aturan pertanahan.
Mendayagunakan pajak pertanahan untuk meningkatkan pelayanan
pertanahan.Dengan basis pajak yang begitu besar, sekitar 75 juta lahan
pertanahan, maka pendayagunaan pajak pertanahan yang progresif dapat
menunjang aktifitas pemerintahan lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan menaikan
pajak pertanahan ke tingkat yang lebih realistis, ditetapkan oleh pemerintahan
lokal, berdasarkan biaya pelayanan pertanahan dan kebutuhan pajak lokal. Pajak
yang lebih tinggi dapat ditetapkan pada lahan yang tidak digunakan, sementara
keringan pajak diberikan pada pemilik lahan kecil dan miskin. Pada saat
bersamaan pemerintah pusat dapat menentukan tingkat pajak maksimum dan
minimum, mengurangi beban pajak dari pemerintah lokal dan mengelola
redistribusi horizontal. Pajak atas proses konversi tanah serta pajak keuntungan
penjualan juga dapat diberlakukan. Memberikan hukuman atas tindakan penipuan
dan pemalsuan, serta memperkenalkan sistem penanganan berbagai keluhan.
Meskipun bukan merupakan hal yang spesifik terjadi atas pertanahan, jumlah
pelanggaran yang besar dalam kasus-kasus pertanahan, membuat pemberian
hukuman atas penipuan dalam masalah petanahan menjadi penting. Begitu pula
sikap menghormati hak dari korban untuk melakukan tuntutan balik atas kerugian
yang ditimbulkan oleh pelaku, serta mengumumkan aktifitas pencatatan yang
tidak sah dan penipuan tersebut. Disamping itu juga diperlukan tindakan tegas,
termasuk kemungkinan pemecatan, terhadap para pegawai pemerintah atas
90
kesalahan dan penipuan yang terjadi di depan mata mereka. Hasil dari usaha ini
dapat disebarluaskan secara terbuka untuk menurunkan biaya transaksi,
perselisihan dan ketegangan atas berbagai masalah pertanahan.
Menciptakan sistem administrasi pertanahan nasional dalam satu atap. Dalam
jangka panjang, mengelola administrasi pertanahan di bawah satu atap, termasuk
untuk lahan milik pemerintah, lahan hutan, pertambangan dan lahan bukan hutan,
merupakan suatu rencana yang patut dipertimbangkan. Dengan begitu duplikasi
dapat dikurangi serta meningkatkan skala ekonomis dengan menggabungkan
administrasi pertanahan dan pajak pertanahan. Ini juga dapat menghilangkan
permasalah antara BPN dengan Departemen Kehutanan dan membuat aktifitas
monitoring dan pemberlakuan peraturan menjadi lebih mudah.
Dengan kondisi tersebut maka pengaturan terhadap tanah sangat dibutuhkan
dan disini administrasi pertanahan memegang peranan yang sangat penting.
Tujuan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin terlaksananya
pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun swasta, yaitu: a.
meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah. b. meningkatkan
kelancaran pelayanan kepada masyarakat. c. meningkatkan daya hasil guna tanah
lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
2.2.3.3 Ruang Lingkup Administrasi Pertanahan
Diselenggarakan tertib administrasi pertanahan dalam pendaftaran tanah
supaya dapat menumbuhkan ketentraman kepada pemilik yang telah memiliki
sertifikasi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan demikian, sertifikat tanah
merupakan keputusan tata usaha Negara. Sertifikat tanah yang tumpang tindih
91
(overlapping) sehingga membawa ketidakpastian hukum pemeganghak atas tanah
mengakibatkan sertifikat dapat dibatalkan karena mengalami cacat hukum
administrasi di dalam penerbitannya. Sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat
maksudnya bahwa sertifikat tersebut akan memberikan jaminan kepastian hukum
apabila tidak ada pihak lain yang merasa memiliki atas sertifikat tersebut.
Menurut soeprapto bahwa kepastian hukum tersebut harus meliputi: 30 Kepastian
hukum mengenai subjek hukum yang menjadi pemegang hak hak atas tanah,
Kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas bidang tanah hak (objek hak),
Kepastian hukum mengenai hak yang melekat atas tanah tersebut.
Rusmadi Murad mengemukakan tujuan pembangunan dibidang pertanahan
adalah menciptakan kemakmuran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ruang
lingkup administrasi pertanahan yaitu : 31
1. Penatagunaan tanah.
Menurut Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, penatagunaan tanah adalah sama
dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui
pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.32
Penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP No. 16 Tahun 2004 bahwa pedoman teknis
penatagunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan
tanah yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS) diwilayah pedesaan serta
30 R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, Jakarta, 1986, hlm 323. 31 http://gheronisme.blogspot.co.id/2010/06/administrasi-pertanahan.html, Diakses pada 01 juli 2019, 2019 32 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah
92
aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan yang menjadi
persyaratan penyelesaian administrasi pertanahan. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah tujuan dari
penatagunaan tanah ialah pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk
kepentingan masyarakat secara adil. Secara rinci penatagunaan tanah bertujuan
untuk : (a) Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi
berbagai kebutuhan agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. (b)
Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah. (c) Menjamin kepastian
hukum untuk memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan
hukum dengan tanah.
2. Penataan Penguasaan Tanah
Kegiatan penataan penguasaan tanah merupakan suatu upaya untuk
mengatur pemberian status hukum atas tanah yang diarahkan agar
pemanfaatannya dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Kegiatan pendataan penguasaan dan pemilikan tanah yang
meliputiidentifikasi tanah negara dan identifikasi penguasaan dan pemilikan
tanah pertanian. Untuk membantu masyarakat golongan ekonomi lemah telah
dilaksanakan perombakan struktur penguasaan tanah melalui landreform.
3. Pengurusan Hak atas Tanah
Untuk memperoleh kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah yang
dimilikinya, telah dilakukan kegiatan pemberian sertifikat tanah secara masal
93
melalui sebagai contoh kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Untuk mempercepat kegiatan pelayanan administrasi pertanahan.
4. Pengukuran dan Pendaftaran Tanah
Dan yang terakhir sebagai pengukuran dan pendaftaran tanah, pendaftaran
tanah sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pendaftaran tanah secara
Sporadik, PRONA, PTSL dan masih banyak lagi, semua kegiatan tersebut
tentunya bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan.