62
32 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang digunakan. Hasil penelitian terdahulu yang relevan dalam menunjang penelitian ini adalah: Tabel 2.1 Daftar Jurnal Penelirian Terdahulu No . Nama Peneliti Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Giovanni Aristha Siregar (2017) Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Pekanbaru Deskriptif, dengan pendekatan kualitatif Hasil penelitian mengenai Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Pekanbaru sudah berjalan cukup optimal dimana standar dan sasaran kebijakan sudah mengarah kearah yang tepat dimana standar dan sasaran kebijakan adalah untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan di kota Pekanbaru lewat kebijakan PRONA dan masyarakat yang menerima kebijakan haruslah masyarakat yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan sertifikat PRONA yaitu masyarakat dari golongan ekonomi lemah sampai menengah baik yang berpenghasilan tetap maupun yang berpenghasilan tidak tetap. 2. Alfi Khairi Implementasi program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Sangigi Tahun 2017 Kualitatif Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2017 kurang terlaksana dengan baik. Hal ini yang paling dominan untuk mempengaruhi implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan peneliti dalam melakukan

penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam

mengkaji penelitian yang digunakan. Hasil penelitian terdahulu yang relevan

dalam menunjang penelitian ini adalah:

Tabel 2.1

Daftar Jurnal Penelirian Terdahulu

No

.

Nama Peneliti Judul Metode

Penelitian

Hasil Penelitian

1. Giovanni

Aristha Siregar

(2017)

Kebijakan Proyek

Operasi Nasional

Agraria (PRONA)

Dalam Rangka

Mewujudkan Tertib

Administrasi

Pertanahan di Kota

Pekanbaru

Deskriptif,

dengan

pendekatan

kualitatif

Hasil penelitian mengenai

Kebijakan Proyek Operasi Nasional

Agraria (PRONA) dalam Rangka

Mewujudkan Tertib Administrasi

Pertanahan di Kota Pekanbaru

sudah berjalan cukup optimal

dimana standar dan sasaran

kebijakan sudah mengarah kearah

yang tepat dimana standar dan

sasaran kebijakan adalah untuk

mewujudkan tertib administrasi

pertanahan di kota Pekanbaru lewat

kebijakan PRONA dan masyarakat

yang menerima kebijakan haruslah

masyarakat yang memenuhi kriteria

untuk mendapatkan sertifikat

PRONA yaitu masyarakat dari

golongan ekonomi lemah sampai

menengah baik yang

berpenghasilan tetap maupun yang

berpenghasilan tidak tetap.

2. Alfi Khairi Implementasi

program pendaftaran

tanah sistematis

lengkap (PTSL) di

Kabupaten Kuantan

Sangigi Tahun 2017

Kualitatif Implementasi Program Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

di Kabupaten Kuantan Singingi

Tahun 2017 kurang terlaksana

dengan baik. Hal ini yang paling

dominan untuk mempengaruhi

implementasi Program Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

33

di Kabupaten Kuantan Singingi

adalah faktor sumberdaya.

Implementasi Program Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

di Kabupaten Kuantan Singingi

Tahun 2017 tidak mencapai target

atau volume yang sudah

direncanakan khususnya staff yang

berjumlah 6 (enam) orang tidak

seimbang dengan jumlah

target/volume yang sudah

ditetapkan dalam Program

Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap (PTSL) di Kabupaten

Kuantan Singingi.

3. Ana Silviana

dan Mira

Novana

Ardiani

(2018)

“Sinden Betapa”

Metode Menuju

Tertib Administrasi

Bidang Pertanahan

Yuridis

empiris/sosio

logis

Mekanisme “Sinden Bertapa” di

Desa Trisari Kecamatan Gubug,

Kabupaten Grobogan dan

pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Sistematik Lengkap (PTSL) adalah

melalui metode pemetaan

partisipatif yang menempatkan

masyarakat sebagai bagian dari

salah satu proses pemetaan desa

bersama pemerintahan kabupaten

sebagai pengkoordinasi wilayah,

dan Kantor Pertanahan Kabupaten

grobogan sebagai perencana dengan

penyediaan Peta Citra sebagai dasar

pelaksanaan pemetaan partisipatif.

Upaya membangun sistem

informasi untuk mewujudkan satu

peta Pendaftaran Tanah menuju

tertib administrasi pertanahan

apabila dikaji dengan Teori Sistem

Hukum dalam penataan terhadap

substansi hukum bahwa tujuan dari

pendaftaran tanah adalah

memberikann jaminan kepastian

hukum (rechts cadastre) hak atas

tanah dan perlindungan hukum

kepada pemegang atau pemilik hak

atas tanah sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 19 UUPA dengan

peraturan pelaksanaannya. Tujuan

akan kepastian hukum dan

perlindungan hukum dalam

kepemilikan tanah akan terwujud

apabila Administrasi bidang

Pertanahan sudah tertata dengan

rapi dan tertib. Perlu dibenahi tata

kerja Kantor Pertanahyan karena

masih minimnya SDM untuk

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

34

pelaksanaan pemetaan (juru ukur)

dan kualitasnya masih rendah juga

pemahaman SDM tentang tugas

kerja masing-masing bidang yang

masih tumpang tindih. Penataan

Budaya hukum, yaitu melalui

penyuluhan hukum dalam

mengembangkan partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan

pendaftaran tanah. Peningkatan

kesadara hukum masyarakat dalam

pelaksanaan pendaftaran tanah

merupakan keniscayaan, sehingga

kegiatan penyuluhan dan pelatihan

tentang pendaftaran tanah perlu

selalu ditingkatkan.

4. Fairuz Syifa

Arifin, SH

Pembaruan Agraria

Nasional (Pan)

Dengan Program

Sertipikasi Tanah

Melalui Prona Guna

Menyukseskan

Tertib Administrasi

Pertanahan Di

Kabupaten Pemalang

Yuridis

Sosiologis

Pelaksanaan PPAN dengan

program sertipikasi tanah melalui

PRONA di Kabupaten Pemalang

dilaksanakan melalui tahapan

penetapan lokasi, penyuluhan,

pengukuran dan pemetaan,

pengumpulan data yuridis,

pengumuman, penetapan

hak, pembukuan hak, penerbitan

sertifikat, dan penyerahan sertifikat.

Pelaksanaan sertipikasi tanah

melalui PRONA dilaksanakan pada

Tahun Anggaran 2007 di

Kabupaten Pemalang telah

memenuhi target yang telah

ditentukan yaitu sebesar 1000

sertifikat., hal ini dikarenakan

faktor-faktor sebagai berikut :

a) Adanya penyuluhan yang

intensif yang dilakukan oleh Kantor

Pertanahan

dengan bantuan aparat desa /

kelurahan dengan maksud untuk

memberikan

informasi dan pengetahuan tentang

PRONAdan manfaatnya.

b) Adanya keinginan dari

masyarakat sendiri untuk

mensertifikatkan tanahnya,

karena untuk pelaksanaan PRONA

ini dibebaskan dari biaya untuk

menyertipikatkan tanahnya oleh

Kantor Pertanahan.

5. Tongam

Nadeak

(2018)

Implementasi

Kebiajakan

Percepatan

Deskriptif,

dengan

pendekatan

ada beberapa indikator yang

berpengaruh dalam implementasi

Kebijakan Percepatan Pelaksanaan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

35

Pelaksanaan PTSL

diBadan Pertanahan

Nasional Kota

Medan

kualitatif Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap (PTSL) di Badan

Pertanahan Nasional Kota Medan,

Yaitu:

a. Sejauh mana kepentingan

kelompok sasaran atau target

groups termuat dalam isi

kebijakan (interst affected)

kepentingan yang dipengaruhi

di sini adalah kepentingan akan

adanya perlindungan hukum

masyarakat kota medan yang

memiliki bidang tanah dan

kepentingan buat pemeritah

adalah untuk mendata kembali

administrasi kepemilikan tanah

serta menatanya kembali.

b. Jenis Manfaat Yang Diterima

Oleh Target Groups di

lapangan, manfaat yang

diterima oleh masyarakat telah

terinci dengan baik yaitu

masyarakat akan menerima

manfaat perindungan hukum

dalam wujud sertifikat yang

menjadi simbol atau bukti

kepemilikan tanah masyarakat.

c. Sejauh mana perubahan yang

diinginkan dari sebuah

kebijakan, perubahan yang

ingin dicapai oleh badan

pertanahan nasional (bpn) kota

medan dilihat dari target yang

ditetapkan mereka sebagai

wujud dari kinerja yaitu

sebanyak 9.000 bidang tanah

yang ingin di selesaikan dalam

satu tahun kerja.

d. Letak sebuah program sudah

tepat melihat bahwa kebijakan

percepatan pelaksanaan

Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap (PTSL) ini memiliki

tujuan yang jelas dan output

yang real yaitu kepastian

hukum terhadap tanah hak

milik masyarakat kota medan

tang dibuktikan dengan

sertifikat.

e. Apakah sebuah kebijakan telah

menyebutkan implementornya

dengan rinci, di lapang, BPN

sebagai implentor kebijakan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

36

Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap untuk wilayah kota

Medan telah menyampaikan

kepada masyarakat bawha BPN

merupakan lembaga atau badan

yang merupakan perpanjangn

tangan pemerintah pusat dalam

menyelenggarakan pendaftaran

tanah ini di wilayah kebijakan

kota Medan.

f. Apakah sebuah program

didukung oleh sumber daya

yang memadai, di lapangan

kebijakan PTSL ini telah

didukung oleh sumber daya

yaitu dari segi sumber daya

manusia tenaga pelaksanan

program PTSL ada sebanyak 45

pegawai yang terdiri dari satuan

tugas Yuridis, Fisik dan

Ajudikasi. Dari segi sumber

daya Finansial, program PTSL

bersumber dari pemerintah baik

dari Daftar Isian Program

Anggaran (DIPA) Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PBNP)

dan lainnya. \

g. Seberapa yaitu BPN sebagai

lembaga penyelenggara

memiliki kekuasaan yang besar

dalam mempengaruhi

masyarakat untuk berpartisipasi

aktif dalam menyelenggarakan

kebijakan PTSL ini, sebagai

instansi resmi BPN lebih

mudah mendapatkan

kepercayaan dari target group.

h. Karakteristik institusi dan

rejim yang sedang berkuasa

merujuk kepada budaya

organisasi BPN kota Medan

dalam pelaksanaan suatu

kebijakan, dalam hal ini Badan

Pertanahan Nasional Kota

Medan melaksanakan kegiatan

dengan melakukan

pendistribusian tenaga pegawai

kedalam tiga bidang satuan

sehingga ketiga bidang ini

dapat bekerjasama dengan

bbidang lainnya yang

membentuk suatu budaya

kerjasama yang baik.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

37

i. Tingkat kepatuhan dan

responsivitas kelompok sasaran

Kebijakan Pendafatran Tanah

Sistematis Lengkap yang

dilaksanakan oleh BPN kota

Medan mendapatkan respon

positif dari masyarakat kota

medan kususnya masyarakat

yang belum memiliki

sertiopikat ataupun yang sudah

memiliki sertifikat tetapi belum

resmi dan BPN menunjukkan

bahwa masyarakat proaktif

dalam menyelenggarakan

Kebijakan ini terlihat dalam

tiga bentuk yaitu hasil pada

tahap implementasi, dampak

dari pelaksanaan kebijakan dan

hambatan serta permasalahan

dalam pelaksanaan kebijakan.

6. Aditya

Nursamsi

Mohammad

(2018)

Kebijakan PTSL di

Kota Manado

Deskriptif,

dengan

pendekatan

kualitatif

a. Implementasi dari kebijakan

PTSL (Pendaftaran Tanah

Sistematis Lengkap) sudah

berjalan dengan baik dilihat

dari segi komunikasi.

Sosialisasi tentang hal-hal

terkait dari kebijakan PTSL

telah dilaksanakan oleh pihak

Kantor Pertanahan (ATR/BPN)

Kota Manado, sehingga

masyarakat mengetahui

langsung adanya kebijakan dan

kejelasan informasi mengenai

PTSL. Komunikasi antara

pihak Kantor Pertanahan

(ATR/BPN) Kota Manado dan

pemerintah kelurahan, sampai

pada kepala lingkungan sangat

terjalin baik. Karena saling

membantu dalam

mensukseskan program PTSL.

b. Implementasi program PTSL

belum berjalan kurang baik

dilihat dari segi sumberdaya.

Sumber daya manusia

pelaksana kebijakan PTSL dari

Kantor Pertanahan (ATR/BPN)

Kota Manado kurang memadai

dari segi kuantitas, sehingga

dari pihak Panitia PTSL harus

bekerja lebih keras dan sebaik

mungkin mengatur waktu

antara pekerjaan rutin dan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

38

PTSL. Tapi dari segi kualitas

sumber daya manusia dari

panitia PTSL sudah sangat

baik.

c. Implementasi program PTSL

sudah baik dilihat dari disposisi

atau sikap dari pelaksana

PTSL. Disposisi yang dimiliki

oleh Panitia PTSL sudah efektif

terutama dalam hal komitmen

dan konsistensi dilihat dari

bagaimana ketika masyarakat

yang kurang antusias sehingga

dari panitia PTSL lebih antusias

untuk mengajak para

masyarakat yang belum

mempunyai sertifikat tanah

untuk mengikuti program ini,

karena banyak sekali manfaat

dari program PTSL ini.

Implementasi program PTSL

sudah berjalan dengan baik

dilihat dari segi struktur

birokrasi atau organisasi.

Panitia PTSL telah mengikuti

SOP (Standar Operasional

Prosedur) dan telah melakukan

fragmentasi, manfaatnya adalah

menyebar tanggung jawab tiap-

tiap pelaksana menjadi

beberapa unit kerja yag sesuai

dengan bidangnya masing-

masing, sehingga PTSL bisa

berjalan lebih efektif. SOP dan

fragmentasi ini telah mengacu

pada petunjuk teknis dan

petunku pelaksanaan PTSL

yang terbit setiap tahunnya.

7. Nur Utami dan

Puji

Wulandari,

S.H., M.Kn

Pelaksanaan

Pendaftaran Tanah

Sistematik Lengkap

(PTSL) Di BPN Kota

Yogyakarta Untuk

Mewujudkan Tertib

Administrasi Tanah

Deskriptif

dengan

Pendekatan

Kualitatif

1. Pelaksanaan Pendaftaran

Tanah Sistematik Lengkap di

BPN Kota Yogyakarta tahun

2017 memiliki hasil akhir dari

target 5.100 bidang tanah

dikategorikan menjadi

2. Kluster, yakni kluster I

sebanyak 1.430 bidang tanah

berhasil disertifikatkan, dan

kluster III sebanyak 3.670

bidang tanah yang masih

dalam status peta bidang,

tersebar dalam 45 Kelurahan

dan 14 Kecamatan melalui 4

kali perubahan dalam

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

39

penentuan lokasi yang

dikeluarkan dengan Surat

Keterangan dari Kantor BPN.

Semua data yang ada

dimasukkan dan diarsipkan

dalam warkah-warkah tanah

di BPN Kota Yogyakarta

sebagai perwujudan tertib

administrasi tanah di Kota

Yogyakarta. Prosedur

pelaksanaan Pendaftaran

Tanah Sistematik Lengkap di

BPN Kota Yogyakarta adalah

sebagai berikut: a.

Perencanaan dan Persiapan 1.

Menyusun time schedule 2.

Penentuan lokasi, dari usulan

penentuan awal lokasi ada 42

kelurahan dari 14 Kecamatan

di wilayah Kota Yogyakarta.

3. Persiapan percepatan

Pelaksanaan Pendaftaran

Tanah Sistematik Lengkap 4.

Membentuk calon kepanitiaan

Ajudikasi, satgas fisik dan

satgas yuridis b. Penetapan

lokasi c. Penentuan dan

Penetapan Panitia Ajudikasi

PTSL d. Penyuluhan e.

Pengumpulan data fisik dan

yuridis bidang tanah f.

Pemeriksaan tanah g.

Pengumuman data fisik dan

yuridis bidang tanah serta

pembuktian hak h.

Pembukuan dan penerbitan

sertifikat Hak Atas Tanah i.

Penyerahan sertifikat Hak

Atas Tanah

8. Ahmad Rizki

Dewanto,

Agus Susyono,

Abdullah said

Pelaksanaan Progam

LARASITA dalam

Penertiban

Administrasi

Pertanahan

Deskripstif,

dengan

pendekatan

Kuaitatif

a. Pada dasarnya, program

LARASITA telah disusun dan

direncanakan dengan baik.

Segala sesuatunya merupakan

upaya untuk menunjang

keberhasilan tugas dan fungsi

dari Kantor Pertanahan

Kabupaten Karanganyar secara

khusus dan BPN RI pusat

secara umum. Karena

keberadaan program

LARASITA telah sesuai dan

selaras dengan tugas pokok dan

fungsi BPN RI maka

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

40

kedepannya dapat mendukung

dan menunjang sasaran-sasaran

strategis yang dicita-citakan

oleh BPN RI sebagai organisasi

pemerintah yang khusus

menangani masalah-masalah

seputar pertanahan.

b. BPN Kabupaten Malang telah

berusaha meningkat pelayanan

bagi masyarakat di daerah-

daerah terpencil dengan

menggunakan program

LARASITA, BPN menjangkau

dengan kantor bergerak berupa

kendaraan-kendaraan mobile

seperti roda empat(mobil) dan

roda dua (sepeda motor).

Dalam pelayanannya

masyarakat tidak perlu lagi

untuk mendatangi kantor BPN,

hanya cukup dengan mengurus

di mobil LARASITA

masyarakat dapat terlayani.

LARASITA adalah sama

dengan kegiatan yang

dilaksanakan di Kantor

Pertanahan. Tentunya

pelaksanaan LARASITA

mengalami penyesuaian-

penyesuaian dengan

ketersediaan peralatan dan

kondisi di lapangan. Kegiatan

LARASITA mengacu pada

Keputusan Kepala BPN RI

Nomor 1 Tahun 2005 dan

Peraturan Kepala BPN RI

Nomor 6 Tahun 2008.

Kabupaten Malang banyak

kawasan terpencil yang sulit

terjangkau serta jauh dari

Kantor Pertanahan. Peran

pelayanan menggunakan mobil

dan sepeda motor menjadikan

lebih mudah dalam melayani

masyarakat. Serta di lengkapi

dengan sarana internet yang

memudahkan penyampaian

data dari front office mobil dan

motor ke back office kantor

BPN Kabupaten Malang.

Secara keseluruhan program

LARASITA berjalan dengan

lancar. Masyarakat menyambut

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

41

positif keberadaan program

tersebut. Bahkan secara spesifik

dapat mengutarakan manfaat

program yang mereka peroleh.

Walaupun sudah berjalan

dengan baik tetapi tentunya

pelaksanaan program Larsita

tidak terlepas dari kendala-

kendala yang timbul dari

internal maupun eksternal

organisasi. Beberapa faktor

yang turut menentukan

keberhasilan.

Sumber: Data sekunder, diolah.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Giovanni Aristha Siregar yang

berjudul Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) Dalam Rangka

Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan Di Kota Pekanbaru. Untuk metode

dalam penelitiannya menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

penelitian kualitatif. Dalam isi penelitian ini mengacu pada tanah sebagai

penopang kehidupan manusia, sehingga penelitian ini didasarkan pada kebutuhan

manusia akan tanah dan pentingnya memiliki sertifikat tanah untuk keseluruhan

masyarakat termasuk yang lemah secara ekonomi hingga menengah. Pada

penelitian ini mengacu pada kebijakan sebelum adanya PTSL yaitu PRONA.

PTSL merupakan program yang serupa tapi tak sama dengan PRONA. PTSL

adalah bentuk dari penyempurnaan dari PRONA. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn dengan analisis

data deskriptif kualitatif yang mengungkap asal-usul atau fakta, situasi, fenomena,

variabel dan keadaan yang terjadi selama penelitian dengan mempresentasikan

apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini menginterpretasikan dan

menggambarkan data yang berkaitan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap dan

pandangan yang terjadi dalam suatu masyarakat, konflik antara dua negara atau

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

42

lebih, hubungan antara variabel yang muncul, perbedaan antara fakta dan

pengaruhnya terhadap suatu kondisi dan sebagainya. Setelah peneliti melakukan

penelitian di Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru

(BPN) peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa selama lima tahun terakhir

pelaksanaan Kebijakan PRONA di Pekanbaru telah berjalan cukup optimal.

Meskipun masih menemukan beberapa kendala dalam implementasi, seperti

komunikasi yang kurang baik dan kurangnya partisipasi masyarakat karena

kurangnya informasi yang didapat oleh publik dari BPN Kota Pekanbaru tentang

Kebijakan PRONA.

Kedua, Alfi Khan melakukan penelitian tentang Implementasi Program

PTSL di Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Kuantan Singingi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

analisis data kualitatif. Sementara hasil penelitian menyimpulkan bahwa

Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di

Kabupaten Kuantan Singingi pada 2017 tidak cukup baik. Ini adalah hal yang

paling dominan untuk mempengaruhi Implementasi Program Pendaftaran Tanah

Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Singingi adalah faktor sumber

daya. Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di

Kabupaten Kuantan Singingi pada tahun 2017 tidak mencapai target atau volume

yang telah direncanakan, terutama staf yang berjumlah 6 (enam) staf tidak

seimbang dengan jumlah target yang telah ditetapkan. dalam Program Pendaftaran

Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di Kabupaten Kuantan Singingi.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

43

Ketiga, Ana Silviana dan Mira Novana Ardani mengkaji dan

menganalisis tentang “Sinden Bertapa (Sistem Informasi Desa/Kelurahan berbasis

Pemetaan Partispatif)” di desa Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Gerobongan

terkait dengan PTSL. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji secara teori (law in

book), juga dikaji bagaimana yang terjadi di masyarakat (law in action) dengan

kata lain tidak hanya aspek hukumnya juga realitas empiriknya dalam masyarakat

yang melakukan kegiatan pemetaan partisipatif. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengkaji dan menganalisis tentang “Sinden Bertapa” yang dapat menjadi metode

menuju Tertib Administrasi Bidng Pertanahan. Metode pendekatan dalam

penelitian ini adalah yuridis empiris dengan menggunakan data sekunder dan data

primer. Hasil dari penelitian ini adalah “Sinden Bertapa” merupakan produk

pemetaan partisipatif yang dapat mewujudkan Tertib Administrasi Bidang

Pertanahan sebagai data awal dalam rangka membantu program pendaftaran tanah

melalui PTSL untuk membangun One Map Policy.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fairuz Syifa Arifin SH

berhubungan dengan pembaruan agraria dengan program sertifikasi tanah yaitu

PRONA, metode yang digunakan oleh peneliti adalah yuridis sosiologis dengan

spesifikasi deskriptif analitis. Dalam pelaksanaan PRONA di Kabupaten

Pemalang sudah sesuai dengan aturan yang ada yang berdasarkan pada peraturan

Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang

ketentuan pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

pendaftaran tanah walaupun demikian dalam pelaksanaanya tetap ditemukan

beberapa hambatan antara lain; kesadaran hukum dan minat masyarakat disana

masih rendah. Kesimpulan dalam pelaksanaan sertipikasi tanah melalui PRONA

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

44

di Kabupaten Pemalang yaitu bahwa pelaksanaan tersebut berjalan dengan lancar

dan telah memenuhi target yang telah ditentukan, hal ini dikarenakan faktor-faktor

antara lain adanya penyuluhan yang intensif yang dilakukan oleh Kantor

Pertanahan dan adanya keinginan dari masyarakat sendiri untuk mensertifikatkan

tanahnya. Kesadaran hukum dan minat masyarakat tentang sertipikasi tanah di

Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa kesadaran hukum untuk pendaftaran

tanah di Kabupaten Pemalang masih rendah. Faktor yang turut berperan dalam

rendahnya kesadaran hukum tersebut adalah keadaan sosial ekonomi masyarakat

itu sendiri. Sebagai pemecahannya, perlu adanya transparansi biaya pelayanan

yang harus dikeluarkan oleh masyarakat dan jangka waktu penyelesaian dalam

penyertipikatan tanah.

Kelima, jurnal oleh Nadaek Tongam yang berjudul Implementasi

Kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Badan Pertanahan

Nasional Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

pendekatan kualitatif dengan analisis deskripstif yang menggambarkan fenomena

sesungguhnya yang terjadi di lapangan dengan pendekatan teori Merilee S Grindle

yang mengemukakan keberhasilan suatu kebijakan (context of policy).

Implementasi kebijakan PTSL oleh Badan Pertanahan Kota Medan berjalan

dengan baik walaupun sumber daya manusia atau tenaga pelaksana di lapangan

masih kurang secara kuantitas. Sehingga implementator di lapangan harus bekerja

dengan beban kerja yang tidak sesuai.

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Aditya Nursamsi Mohammad

yang berjudul “Kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kota

Manado” peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan melihat

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

45

fenomena yang ada dilapangan dengan pendekatan teori dari George Edward III

yang mengemukaan keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi oleh empat variable

yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap), dan struktur birokrasi. Tujuan

dari penelitian merupakan mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan

pendaftaran tanah sistematis lengkap di Kota Manado. Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa implementasi kebijakan PTSL di Kota Manado pada tahun

2017 mencapai target sebanyak 250 sertifikat tanah. Meskipun seumber daya

manusia secara kuantitas masih dianggap kurang, sehingga para pelaksana harus

bekerja lebih keras dan mengatur waktusebaik mungkin antara pekerjaan PTSL

dan pekerjaan rutin di Kantor Pertanahan Kota Manado.

Ketujuh, penelitian dengan judul “Pelaksanaan PTSL Di BPN Kota

Yogyakarta Untuk Mewujudkan Tertib Administrasi Tanah” oleh Nur Utami dan

Puji Wulandari, S.H., M.Kn menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah, pelaksanaan PTSL di

BPN Kota Yogyakarta sudah terlaksana sesuai dengan prosedur dari peraturan

Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap dengan hasil 5100 bidang tanah, 1430 bidang berhasil bersertifikat

masuk kluster I, dan 3670 bidang masuk dalam kluster III dicatat dalam peta

bidang. Hambatan yang telah dihadapi yaitu kurangnya sumber daya manusia

(SDM) dalam panitia adjudikasi PTSL, minimnya sarana dan prasarana,

sosialisasi yang belum merata, masih banyaknya tanah sultan ground, dan

Pakualaman Ground. Serta pelaporan SKMPP (Sistem Kendali Mutu Program

Pertanahan) yang mengharuskan untuk mencantumkan bidang tanah dalam kluster

I saja. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu dengan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

46

memberdayakan pegawai tidak tetap (PTT) dan pegawai purna tugas dalam

pelaksanaan PTSL, sosialisasi lebih ditekankan sampai pada RT dan RW. Hasil

dari pelaksanaan PTSL telak didokumentasikan dalam sistem informasi

pertanahan sebagai bentuk dari impikasi tertib administrasi tanah di Kota

Yogyakarta.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Rizki Dewanto dan

Agus Suryono juga Abdullah Said tentang “Pelaksanaan Program LARASITA

dalam Penertiban Administrasi Pertanahan” peneliti menggunakan metode

penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan adanya

penelitian ini adalah menggambarkan pelaksanaan program LARASITA dalam

penertiban Administrasi pertanahan di BPN dalam memberikan pelayanananya

kepada masyarakat dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat.

Gambaran pelaksanaan program LARASITA dalam penelitian ini difokuskan

pada pelayananan sertifikasi tanah meliputi: peraturan yang dipakai, wewenang

dan administrasi, serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa program LARASITA merupakan

suatu langkah maju BPN Kabupaten Malang dalam mempermudah pengurusan

sertifikat bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil.

Berdasarkan penelitian terdahulu bagian empat yang dijelaskan oleh

Fairuz Syifa Arifin, SH. Dengan judul “Pembaruan Agraria Nasional (PAN)

Dengan Program Sertipikasi Tanah Melalui Prona Guna Menyukseskan Tertib

Administrasi Pertanahan Di Kabupaten Pemalang”, penelitian terdahulu ini

merupakan penelitian yang memiliki banyak kesamaan dengan penelitian peneliti,

namun juga banyak perbedaan yang signifikan seperti metode penelitian yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

47

digunakan oleh peneliti yaitu kualitatif deskriptif berbeda dengan penelitian oleh

Fairus Syifa Arifin,SH. yang menggunakan metode yuridis sosiologis yang lebih

menitik beratkan dalam menganalisa permasalahan berpedoman pada norma-

norma dan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku. Perbedaan yang jelas

juga terdapat pada judul Fairuz Syifa Arifin menggunakan pembaruan Agraria

nasional yang biasa disingkat dengan PAN, sedangkan peneliti menggunakan

Reforma Agraria yang merupakan program pemerintah pusat yang terdapat dalam

Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla yang sekarang sedang berjalan. Perbedaan yang

terakhir yaitu Fairuz Syifa Arifin, SH. membahas tentang Prona yang sekarang

sudah diperbaharui menjadi PTSL yang menjadi subjek dari penelitian peneliti.

Namun dalam hal pembahasan penelitian Fairuz Syifa Arifin, SH. tidak jauh

berbeda dengan apa yang nanti akan dibahas oleh peneliti, yaitu pelaksanaan

PTSL dalam mewujudkan catur tertib administrasi di Kota Batu.

Yang menjadi pembeda disini adalah penelitian kedelapan oleh Ahmad

Rizki Dewanto, Agus Susyono, Abdullah Said yang berjudul “Pelaksanaan

Program LARASITA Dalam Penertiban Administrasi Pertanahan”, perbedaan

yang sangat menonjol antara penelitian ini dengan penelitian peniliti yaitu terletak

pada program yang menjadi subjek penelitian yaitu LARASITA dengan PTSL.

Namun pada intinya tujuan yang akan dicapai sama yaitu dalam rangka

mewudkan tertib administrasi pertanahan

Selain penelitian dua yang peneliti sebutkan di atas semua memiliki

kesamaan yaitu pelaksanaan PTSL melalui Reforma Agraria dalam mewujudkan

tertib administrasi pertanahan di daerah masing-masing.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

48

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Kebijakan Publik

2.2.1.1 Pengertian kebijakan publik

Dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari, dan dalam kaitannya

degan hubungan antar negara dengan rakyat, nampaknya yang luput dari

perhatian banyak khalayak umum adalah dimensi kebijkan publik. Perlu

disadari bahwa esensi dari dari keberadaan negara adalah kebijakan publik.

Kebijakan publik adalah bentuk nyata ataupun bentuk konkret dari proses

persatuan negara dengan rakyatnya.

Menurut Thomas R. Dye (2008:01) “Public policy is whatever government

choose to do or not to do” dalam kutipan ini Dye menjelaskan bahwa

kebijakan publik merupakan apa saja yang ditetapkan pemerintah untuk

dilakukan ataupun tidak dilakukan. Dalam defenisi ini Dye mendasarkan pada

kenyataan bahwa banyak sekali masalah-masalah publik yang harus diatasi,

serta banyak keinginan atau kehendak masyarakat yang harus dipenuhi.

Pengertian yang masih cukup luas dari Dye kemudia disederhanakan oleh

beberapa ahli berikutnya seperti James E Anderson (dalam H.Sunarko,

2003:42) yang mendefinisikan bahwa “public policy is the relationship of a

government unit to its environment”. Yang artinya bahwa kebijakan

pemerintah adalah hubungan suatu lembaga pemerintah terhadap

lingkungannya. Dengan demikian Enderson menyimpulkan suatu konsep

kebijakan publik sebagai berikut

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

49

“kebijakan pemerintah adalah suatu arah tindakan yang bertujuan, yang

dilaksanakan oleh pelaku-pelaku kebijakan dalam mengatasi suatu masalah

atau urusan-urusan yang”. Dalam pandangan terhadap kebijakan publik yang

diurakan oleh Dye maupun Enderson yang mengarahkan kepada peran

pemerintah dalam memenuhi kehendak lingkungannya.

Dalam pengertian lain, Dunn mengutarakan “Kebijakan Publik (Public

Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan- pilihan

kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak

bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132)

Harrold Laswell dan Abraham Kaplan berpendapat bahwa kebijakan

publik hendakanya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang

adal dalam masyarakat (Dikutip Dye,1981) hal ini berarti kebijakan publik

tidak boleh bertentangan dengam nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang

ada dalam masyarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena

mencakup berbagai sector atau bidang pembangunan seperti kebijakan publik

dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan dan

sebagainya dan secara hirarki, kebijakan publik bersifat nasional, regional,

maupun local seperti undang-Undang, peraturan pemerintah, peraturan

pemerintah provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/kota dan keputusan

Bupati/Walikota.

2.2.1.2 Proses Kebijakan Publik

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual

yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

50

tersebut Nampak dalam serangkaian kegiatan seperti yang diungkapkan Dunn

(2003:24) yang mencakup tahapn-tahapan berikut :

Yang pertama yaitu Tahap Penyusunan Agenda, dalam penyusunan

agenda kebijakan beberapa kegiatan yang dilakukan adalah (1) membangun

persepsi dikalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-benar

dianggap sebagai masalah; (2) membuat batasn masalah; dan (3) memobilisasi

dukungan agar masalh tersebut dalam agenda pemerintah. Sebelumnya

masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke

dalam agenda kebijakan. Pada, akhirnya beberapa masalah masuk ke agenda

kebijakan para perumus kebijakan.

Kedua yaitu Tahap Formulasi Kebijakan, Masalah yang telah masuk ke

agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan dengan

menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dnegan masalah yang

bersangkutan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif yang ada. Pada tahap ini masing-masing alternative-

alternatif kebijakan bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang

diambil untuk memecahkan masalah sehingga sampai kepada sebuah

kebiajakan yang dipilih.

Ketiga, Tahap Adopsi Kebijakan Dari beberapa alternatif kebijakan yang

ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif,

konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

51

Keempat, Tahap Implementasi Kebijakan Dukungan sumberdaya sangat

diperlukan pada tahap ini. Organisasi pelaksana disusun sehingga kebijakan

yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

Kelima, Tahap Penilaian Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah

dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan

yang dibuat. Ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi

dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang

diinginkan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi pembentukan kebijakan baru

dimasa yang akan datang agar lebih baik dan lebih berhasil.

Dari tahap-tahap kebijakan diatas dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 2.1 Tahapan kebijakan Publik

Perumusan

masalah

Peramalan

Rekomendasi

Pemantauan

Penilaian

Penyusunan Agenda

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Penilaian Kebijakan

Formulasi Kebijakan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

52

2.2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Grindle (1980) dalam Agustino (2008:139) Implementasi

Kebijakan adalah:

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya

ditentukan dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program

sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action

program dari individual proyek dan yang kedua apakah tujuan

program tersebut tercapai,”

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan model

implementasi yang mampu menjamin kompleksitas masalah yang akan

diselesaikan melalui kebijakan tertentu. Model implementasi kebijakan ini

tentunya diharapkan model yang semakin operasional sehingga mampu

menjelaskan hubungan kualitas antar variabel yang terkait dengan kebijakan.

2.2.1.4 Model Implementasi Kebijakan Publik

Model Grindle (dalam Nugroho, 2006: 134) ditentukan oleh “isi kebijakan dan

konteks implementasinya”. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan

ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan”. Dalam model

Grindle tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh derajat implementability

dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan (Content of Policy) mencakup:

Sumber: William N. Dunn, 2003:25

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

53

1. Interest Affected (Kepentingan Kelompok Sasaran)

Kepentingan kelompok sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi oleh

kebijakan menyangkut sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target

groups termuat dalam isi kebijakan. Kepentingan tersebut berkaitan dengan

berbagai kepentingan yang memiliki pengaruh terhadap suatu implementasi

kebijakan. Indikator ini memiliki argumen bahwa dalam pelaksanaan sebuah

kebijakan pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana pengaruh yang

dibawa oleh kepentingan-kepentingan tersebut terhadap implementasinya.

2. Type of Benefits (Tipe Manfaat)

Yaitu jenis manfaat yang diterima oleh target group. Dalam konten kebijakan,

manfaat kebijakan berupaya untuk menunjukkan dan menjelaskan bahwa di dalam

sebuah kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang memuat dan

menghasilkan dampak positif oleh pengimplementasian kebijakan yang akan

dilaksanakan.

3. Extent of Change Envision (Derajat Perubahan yang Diinginkan)

Sejauhmana perubahan yang diinginkan dari adanya sebuah kebijakan. Derajat

perubahan yang ingin dicapai menunjukkan seberapa besar perubahan yang

hendak atau ingin dicapai melalui adanya sebuah implementasi kebijakan harus

memiliki skala yang jelas.

4. Site of Decision Making (Letak Pengambilan Keputusan)

Apakah letak sebuah program sudah tepat atau belum. Pengambilan sebuah

keputusan di dalam sebuah kebijakan memegang peranan penting dalam

pelaksanaan sebuah kebijakan, oleh karena itu pada bagian ini harus dijelaskan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

54

dimana letak pegambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan

diimplementasikan.

5. Program Implementer (Pelaksana Program)

Maksudnya apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya

dengan rinci. Dalam melaksanakan suatu kebijakan atau program harus didukung

dengan adanya pelaksana kebijakan yang memiliki kompetensi dan capable demi

keberhasilan suatu kebijakan.

6. Resources Committed (Sumber Daya yang Dilibatkan)

Apakah sebuah program didukung dengan sumberdaya yang memadai.

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung dengan sumberdaya yang

memadai dengan tujuan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.

Sedangkan variable Lingkungan Kebijakan (Context of Implementation)

1. Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan dan Strategi dari Aktor yang

Terlibat

Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para

aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Dalam sebuah kebijakan perlu

untuk diperhitungkan mengenai kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta

strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna melancarkan

pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.

2. Karakteristik Lembaga dan Penguasa

Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah keberadaan institusi dan

rezim yang sedang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut

dilaksanakan juga memiliki pengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

55

bagian ini dijelaskan bagaimana karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut

mempengaruhi suatu kebijakan.

3. Tingkat Kepatuhan dan Daya Tanggap (Responsifitas)

Kepatuhan dan respon dari para pelaksana juga dirasa menjadi sebuah aspek

penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan, maka yang hendak dijelaskan

pada poin ini adalah sejauhmanakah kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam

menanggapi suatu kebijakan.

Gambar 2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Sumber: Heru Gernandes

2.2.2 Reforma Agraria

Perjalanan Reforma Agraria di Indonesia mempunyai jalan yang panjang,

tidak pernah lepas dari realitas sosial masyarakat. Agraria adalah soal hidup dan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

56

penghidupan manusia, sebab dari agraria makanan berasal. Perebutan tanah berarti

sama dengan perebutan makanan tak heran jika banyak manusia yang rela

berjibaku hanya untuk mempertahankan tanah dan terlibat konflik didalamnya.

Salah satu komitmen pemerintah adalah menata semua persoalan tentang Reforma

Agraria yang sudah sudah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Dengan adanya peraturan ini

merupakan sebuah wujud pemerintah dalam menjamin pemerataan struktur

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.1

Berbeda dengan Reformasi Agraria, Reforma Agraria adalah mengubah

struktur yang ada atau penataan kembali. Sedangkan reformasi Agraria yaitu

mempertahankan struktur yang ada. Lingkup Reforma Agraria atau konsep agraria

tidak hanya sebatas pada tanah atau tanah pertanian saja. Secara etomologis istilah

dari “Agraria” berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, “ager” yang artinya:

(a) lapangan; (b) wilayah; (c) tanah negara. Dari pengertian-pengertian tersebut

nampak jelas bahwa yang dicakup oleh istilah “agraria” itu bukanlah sekedar

“tanah” atau “pertanian” saja. Kata-kata “wilayah”, “tanah negara” itu jelas

menunjukkan arti yang lebih luas, karena di dalamnya tercakup segala sesuatu

yang terwadahi olehnya. Kata “tanah negara”, misalnya, di situ ada tumbuh-

tumbuhan, ada air, ada sungai, mungkin ada tambang, ada hewan, dan sudah

barang tentu ada masyarakat manusia (Wiradi, 2009a). 2

1 Humas Kementrian ATR/BPN,”Babak Baru Pelaksanaan Reforma Agraria”

(https://www.atrbpn.go.id/Berita/Siaran-Pers/babak-baru-pelaksanaan-reforma-agraria-77173, Diakses

pada 26 Juli 2019, 2019) 2 Hendra Hadiyatna Djantika, Skripsi: “Dampak Landreform dari Bawah (By Leverage) dan Arah Transfer

Manfaat Dalam Kebijakan Program Pembaruan Agraria Nasional” (Bogor: IPB 2010), Hal. 7

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

57

Sedangkan makna dari Reforma Agraria sendiri (Wiradi 2009a)

merupakan penataan kembali (atau pembaharuan) struktur pemilikan, penguasaan

dan penggunaan tanah/ wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan

buruh tani tak bertanah. Oleh karena itu, Soetarto dan Shohibuddin (2006)

menyatakan bahwa inti dari Reforma Agraria adalah upaya politik sistematis

untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan

kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan

alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi

melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani,

hingga infrastruktur lainnya.3

Secara ideologis, Reforma Agraria ini dibuat dan dijalankan sebagai

pelaksanaan dari amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa

perekonomian negara disusun dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat, dengan mengembangkan bentuk-bentuk ekonomi kerakyatan. Yang

berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

menjadi landasan konstitusional bagi pelaksanaan penataan penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, hutan dan kekayaan alam. 4

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria atau yang dikenal sebagai UU Pokok Agraria (UUPA) merupakan

rujukan pokok bagi pelaksanaan Reforma Agraria. Pengaturan penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang digariskan UUPA

3 Ibid 4 Teten Masduki, Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional Reforma Agraria Dalam Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2017 (Jakarta: Kantor Staff Kepresidenan, 2016), Hal. 11

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

58

dimaksudkan untuk memastikan tanah tidak dimonopoli oleh segelintir penguasa

tanah, dengan mengorbankan golongan ekonomi lemah yang hidupnya tergantung

pada tanah, terutama para petani produsen makanan.

Kiblat Reforma Agraria dalam penelitian ini yaitu sesuai dengan jalannya

Nawacita rezim Jokowi-Jusuf Kalla. Dokumen Jalan Perubahan Menuju

Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian, “Visi, Misi, dan Program

Aksi Joko Widodo-Jusuf Kalla” memuat sembilan agenda prioritas yang

dinamakan Nawacita. Dengan terpilihnya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil

Presiden (2014-2019), dokumen itu meningkat statusnya sebagai Janji Politik dan

sekaligus amanat rakyat kepada Presiden terpilih untuk melaksanakannya.

Nawacita memuat agenda Reforma Agraria dan strategi membangun Indonesia

dari pinggiran, dimulai dari daerah dan desa. Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional 2015-2019 memuat pula komponen-komponen program

Reforma Agraria secara terpisah-pisah. Agar agenda Reforma Agraria yang ada

dalam Nawacita dan RPJMN berjalan efektif dan berhasil mencapai tujuannya.

Dalam pelaksanaan Reforma Agraria terdapat 5 (lima) program prioritas

yaitu; (1) Penguatan Kerangka Regulasi Dan Penyelesaian Konflik (2) Penataan

Penguasaan Dan Pemilikan Tanah Objek Reforma Agraria (3) Kepastian Hukum

Dan Legalisasi Hak Atas Tanah Objek Reofrma Agraria (4) Pemberdayaan

Masyarakat Dalam Penggunaan Pemanfaatan Dan Produksi Atas Tanah Obyek

Reforma Agraria; Dan (5) Kelembagaan Pelaksana Reforma Agraria Pusat Dan

Daerah. Penentu keberhasilan Reforma Agraria harus diimbangi dengan program-

program yang mendukung lima program prioritas Reforma Agraria, contohnya

program yang terdapat dalam program prioritas (3) yaitu Kepastian Hukum dan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

59

Legalisasi Hak Atas Tanah didalam program ini terdapat percepatan Pendaftaran

Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), jika pemerintah melakukan program tersebut

dengan komitmen yang kuat, koordinasi dan sinergi antara kementrian dan

lembaga pelaksana program, kerjasama yang kompak antara pemerintah daerah

dan pemerintah desa akan menjadikan suatu program (PTSL) melahirkan hasil

yang maksimal. Untuk itu sebagai contoh keseriusan pemerintah dalam

mendukung program Reforma Agraria, Pemerintah melalui Kementrian

ATR/BPN fokus melaksanakan PTSL untuk menjamin kepastian hukum atas

tanah yang terdapat dalam program prioritas Reforma Agraria (3).

Gambar 2.2 Skema Pelaksanaan Reforma Agraria Versi Kementrian ATR/BPN

Sumber: Web Kementrian ATR/BPN

Tujuan umum dari pelaksanaan Program Prioritas “Reforma Agraria” ialah

mengurangi konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah, hutan dan kekayaan

alam lainnya di tangan segelintir pihak, serta memperkuat kepastian hak dan akses

atas pemilikan dan penguasaan tanah bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,

khususnya petani miskin di pedesaan secara bersama.

Reforma Agraria

Legalisasi Aset Redistribusi Tanah

Legalisasi Aset

Tanah Transmigrasi

yang belum bersertifikat

HGU habis dan

Tanah Terlantar

Pelepasan

kawasan hutan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

60

Sedangkan tujuan Reforma Agraria menurut Peraturan Presiden No 86

Tahun 2018 tentang Reforma Agraria adalah; (a) Mengurangi ketimpangan

penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan; Dengan

diadakannya Reforma Agraria akan mengurangi bahkan meniadakan ketimpangan

penguasaan dan pemilikan tanah seperti double sertifikat, sengketa tanah/lahan,

dengan mengurangi masalah-masalah tersebut keadilan akan terjaga. (b)

Menangani Sengketa dan Konflik Agraria; Adanya Program PTSL didalam

Reforma Agraria akan sangat meminimalisir Konflik Agraria. (c) Menciptakan

sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui

pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; (d) Memperbaiki

akses masyarakat kepada sumber ekonomi; (e) Meningkatkan ketahanan dan

kedaulatan pangan; dan (f) Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

2.2.3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

a. Pendaftaran Tanah

Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 pasal 1 ayat 1 Pendaftaran

tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus

menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta

pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai

bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun, termasuk pemberian

sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah

ada hak tertentu yang membebaninya.

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

61

Menurut AP Parlindungan5, Pendaftaran berasal dari kata Cadaster (bahasa

Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang luas,

nilai dan kepemilikan atau lain - lain alas hak terhadap suatu bidang tanah. Selain

itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum” yang berarti suatu register

atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas

Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan – lahan, nilai daripada tanah dan

pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya). UUPA memberi

pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian

kegiatan yang meliputi : (a) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah, (b)

Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut, (c) Pembuktian surat-surat

tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat.

Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah akan

menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta

pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas,

dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa

pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut akan diperoleh keterangan-

keterangan tentang status tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya, dan

subyek dari haknya. Kegiatan terakhir dari pendaftaran tanah adalah pemberian

surat bukti atas tanah yang lazim disebut dengan sertifikat.

Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 24

Tahun 1997 adalah :

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah

secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,

5 AP Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2002), hal 11

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

62

pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data

yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-

satuan rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi bidang-bidang

tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-

hak tertentu yang membebani. ”

Kegiatan yang berupa pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan serta

penyajian akan menghasilkan peta-peta pendaftaran tanah yang berguna untuk

memastikan berapa luas, letak, batas tanah yang dikehendaki sehingga di sini akan

diperoleh data fisik dan data yuridis dari tanah yang didaftarkan tersebut.

Boedi Harsono memberikan definisi pendaftaran tanah sebagai :

Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah secara terus

menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu yang

ada di wilayah – wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya

bagi kepentingan rakyat, dalam memberikan jaminan kepastian hukum di bidang

pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya.6

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, apabila diperinci maka

pendaftaran tanah itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Dilakukan secara terus-menerus

Terus-menerus dimaksudkan apabila sekali tanah itu didaftarkan maka setiap

terjadi perubahan atas tanah maupun subyeknya harus diikuti dengan pendaftaran

tanah. Boedi Harsono berpendapat bahwa kata “terus-menerus” menunjuk kepada

6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi dan

Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 1999), Hal. 62

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

63

pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang

sudah terkumpul dan tersedia selalu harusdisesuaikan dengan perubahan-

perubahan yang kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.7

2. Pengumpulan Data Tanah

Data yang dikumpulkan pada dasarnya meliputi 2 macam, yaitu :

a. Data fisik, yaitu data mengenai letak tanahnya, batas – batas tanahnya dan

luasnya berapa serta, bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.

b. Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak

tersebut, serta peralihan dan pembebanannya jika ada.

3. Tujuan Tertentu

Pendaftaran tanah diadakan untuk menjamin kepastian hukum (legal cadastre)

dan kepastian hak atas sebagaiman tercantum dalam ketentuan Pasal 19 UUPA.

Hal tersebut berbeda dengan pendaftaran tanah sebelum UUPA, yang bertujuan

untuk dasar penarikan pajak (fiskal cadastre).

4. Penerbitan alat bukti hak / sertifikat

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan

pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat

ukur dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah. Menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sertifikat terdiri atas salinan buku tanah yang

memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang

bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Sertifikat

hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah

7 Ibid.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

64

yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan

olehnya.

b. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

Membicarakan pendaftaran tanah tidak bisa dilepaskan dari sudut pandang

hukum, mengingat bahwa Negara Indonesia merupakan negara hukum. Oleh

sebab itu semua kebijakan Pemerintah harus ada dasar hukumnya. Maka

kebijaksanaan Pemerintah di bidang pertanahan khususnya tentang pendaftaran

tanah diatur pula dalam peraturan perundang – undangan.

Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok

Agraria merupakan landasan bagi pembaharuan hukum agraria guna memberikan

jaminan kepastian hukum bagi masyarakat, sehingga dapat dicegah sengketa

tanah.

Dasar hukum pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA yang

menyebutkan :

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran

tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi : (a) Pengukuran,

pemetaan dan pembukuan tanah, (b) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan

hak-hak tersebut , (c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

65

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan

masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi, serta kemungkinan

penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan

pendaftaran termasuk dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang

tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Pasal 19 UUPA ditujukan kepada Pemerintah untuk melaksanakan

pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dan pendaftaran tanah

ini bersifat Recht Kadaster yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum hak

atas tanah yang pelaksanaannya di tuangkan dalam PP No. 24 Tahun 1997 yang

mulai berlaku efektif tanggal 8 Oktober 1997.

Selanjutnya dalam UUPA ada ketentuan yang ditujukan kepada pemegang

hak atas tanah yang bersangkutan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanahnya.

Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah :

1. Pasal 23 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa hak milik, demikian pula

setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus

didaftarkan menurut kententuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19

UUPA.

2. Pasal 32 ayat (2) UUPA menentukan bahwa hak guna usaha termasuk syarat-

syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak

tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud

dalam Pasal 19 UUPA.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

66

3. Pasal 38 ayat (2) UUPA menentukan bahwa hak guna bangunan, termasuk

syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak

tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam

Pasal 19 UUPA.

Penjelasan Umum UUPA bab IV menegaskan bahwa pendaftaran itu

diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan, jika tidak diwajibkan

bagi para pemegang hak yang bersangkutan, maka diadakannya pendaftaran

tanah, yang terang akan memerlukan banyak tenaga, alat dan biaya itu, tidak akan

ada artinya sama sekali.

PP No. 24 Tahun 1997 mengatur secara teknis penyelenggaraan pendaftaran

tanah di Indonesia. Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997

yang mengatur tentang pelaksanaan dari PP No. 24 Tahun 1997.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia oleh

Pemerintah dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini perlu ketekunan dan

ketelitian dari Pemerintah yang didukung oleh masyarakat agar tercapai apa yang

menjadi tujuan dari pendaftaran tanah dimaksud.

c. Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan UUPA adalah untuk mendapatkan

kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (recht kadaster/legal cadastre).

Berkenaan dengan tujuan pendaftaran tanah, diharapkan agar kegiatan pendaftaran

itu dapat diciptakan suatu keadaan dimana :8

8 Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, (Jakarta : PT. Gramedia Utama, 1995), Hal. 80-81

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

67

1. Orang-orang dan badan-badan hukum yang mempunyai tanah dengan mudah

dapat membuktikan, bahwa merekalah yang berhak atas tanah itu, hak apa

yang dipunyai dan tanah yang manakah yang dihaki. Tujuan ini dicapai

dengan memberikan surat tanda bukti kepada pemegang hak yang

bersangkutan;

2. Siapapun yang memerlukan dapat dengan mudah memperoleh keterangan

yang bersangkutan mengenai tanah-tanah yang terletak di wilayah pendaftaran

yang bersangkutan (baik calon pembeli atau calon kreditor) yang ingin

memperoleh kepastian apakah keterangan yang diberikan kepadanya oleh

calon penjual atau kreditor itu benar. Tujuan ini dicapai dengan memberikan

sifat terbuka bagi umum pada data yang disimpan.

Kemudian Djoko Prokoso dan Budiman Adi Purwanto mengemukakan

adanya tiga tujuan pokok pendaftaran yaitu :9

1. Memberikan kepastian obyek Kepastian mengenai bidang teknis (yaitu

kepastian mengenai letak, luas, dan batas -batas tanah yang bersangkutan). Hal

ini diperlukan untuk menghindarkan sengketa di kemudian hari baik dengan

pihak yang menyerahkan maupun pihak-pihak yang mempunyai tanah yang

berbatasan.

2. Memberikan kepastian hak Ditinjau dari segi yuridis mengenai satus haknya,

siapa yang berhak atasnya (siapa yang mempunyai) dan ada atau tidaknya hak-

hak dan kepentingan pihak lain (pihak ke tiga). Kepastian mengenai status

hukumnya dari tanah yang bersangkutan diperlukan, karena dikenal tanah-

tanah dengan berbagai macam status hukum, yang masing-masing

9 Djoko Prakoso dan Budiman Adi Purwanto, Op.Cit, Hal. 21

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

68

memberikan wewenang dan meletakkan kewajiban-kewajiban yang berlainan

kepada pihak yang mempunyai, hal mana akan terpengaruh pada harga tanah.

3. Memberikan kepastian subyek Kepastian mengenai siapa yang mempunyai

diperlukan untuk mengetahui dengan siapa kita, harus berhubungan untuk

dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum secara sah mengenai ada atau

tidak adanya hak-hak dan kepentingan pihak ke tiga diperlukan untuk

mengetahui perlu atau tidaknya diadakan tindakan-tindakan tertentu untuk

menjamin penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan secara efektif

dan aman.

Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah maka pihak-pihak yang

bersangkutan dengan mudah pula akan dapat mengetahui status dan kedudukan

hukum daripada tanah-tanah yang dihadapi, letak, luas, batas-batas, siapa yang

mempunyai dan beban-beban apa yang ada diatasnya.10 Tujuan pendaftaran tanah

menurut PP No. 24 Tahun 1997 dirinci dalam Pasal 3 yang memuat sebagai

berikut :

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain

yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai

pemegang hak yang bersangkutan.

2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dapat mengadakan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan

satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

10 Notonegoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, (Jakarta : CV. Pancuran Tujuh, 1974),

Hal 5.

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

69

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya

pendaftaran tanah secara baik, merupakan dasar dan perwujudan tertib

administrasi di bidang pertanahan. Untuk mencapai tertib perwujudan tertib

administrasi tersebut setiap tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan

pembebanan dan hapusnya wajib didaftar. Demikian ditentukan dalam Pasal 4

ayat (3) PP No. 24 Tahun 1997, yaitu :

“Untuk mencapai tertib adminstrasi sebagimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan tanah dan satuan

rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas

bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.”

D. Asas-Asas Pendaftaran Tanah

Asas diperlukan yakni untuk melahirkan pemikiran dasar dalam pembuatan

hukum (law making), juga diperlukan ketika untuk menghadapi konflik sebagai

tuntutan kebutuhan dan keinginan dalam masyarakat yang saling bertentangan

satu sama lain, saat ini tercermin dalam asas-asas pendaftaran tanah. Asas-asas

pendaftaran tanah menurut Pasal 2 PP Nomor 24 tahun 1997 11 adalah sebagai

berikut :

1. Asas Sederhana

Asas sedarhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-

ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh

pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2. Asas Aman

11 Supriadi, Hukum Agraria,Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 164

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

70

Asas aman mengisyaratkan agar penelitian data fisik dan data yuridis dalam

prosedur perolehan pemilikan hak atas tanah dilaksanakan dengan teliti dan

cermat yang di mungkinkan menggunakan peralatan komputerisasi tekhnologi

modern sehingga tercapai tujuan pendaftaran tanah yaitu kepastian hukum

pemilikan hak atas tanah.

3. Asas Terjangkau

Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang

memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan

golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka

penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang

memerlukan.

4. Asas Mutakhir

Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam

pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang

tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti

kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di

kemudian hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah

secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di

Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan

masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

Untuk itulah diberlakukan asas terbuka.

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

71

5. Asas Terbuka

Asas terbuka mengisyaratkan agar data pendaftaran tanah yang tersedia dapat

diinformasikan kepada pemegangnya atau kepada pihak lain yang membutuhkan

untuk digunakan sesuai prosedur yang berlaku.

2.2.2.1 Tinjauan Umum tentang PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap)

a. Pengertian dan dasar hukum PTSL

Pemerintah menjamin kepastian hukum diadakannya Pendaftaran Tanah di

seluruh wilayah Indonesia sudah tertuang dalam pasal 19 Undang-Undang No 5

tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Untuk itu diadakan

percepatan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA.

Percepatan Pendaftaran Tanah melalui PTSL yang telah diatur dalam Peraturan

Menteri ATR/BPN Nomor 12 Tahun 2017.

PTSL merupakan program yang ada didalam Reforma Agraria yang termasuk

dalam legaliasi Aset. Di dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 pada Pasal

1 menyebutkan bahwa, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah;

“kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak

bagi semua obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia

dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu,

yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis

mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan

pendaftarannya.”

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

72

Pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap tidak membebankan biaya

yang besar bagi pemohonnya karena adanya berbagai macam sumber pembiayaan.

Sumber pembiayaan untuk percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis

Lengkap dapat berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, Corporate Social

Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,

badan hukum swasta dan/atau dana masyarakat melalui Sertifikat massal swadaya.

Pembiayaan berasal dari: (a) Daftar Isian Program Anggaran (DIPA)

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional dan/atau

kementerian/lembaga pemerintah lainnya, (b) Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah (APBD) Provinsi, Kabupaten/Kota dan Dana Desa, (c) Corporate Social

Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah. (d)

Dana masyarakat melalui Sertifikat massal swadaya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. (e) Penerimaan lain yang sah berupa hibah

(grant), pinjaman (loan) badan hukum swasta atau bentuk lainnya melalui

mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Pendapatan

Negara Bukan Pajak. Sumber pembiayaan, pembiayaan percepatan pelaksanaan

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap juga dimungkinkan berasal dari kerjasama

dengan pihak lain yang diperoleh dan digunakan serta dipertanggungjawabkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.12

b. Ruang Lingkup dan Tujuan PTSL

Ruang lingkup peraturan menteri ini adalah percepatan pelaksanaan program

pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) yang dilaksanakan desa demi desa di

12 Pasal 33 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

73

wilayah kabupaten dan kelurahan demi kelurahan di wilayah perkotaan yang

meliputi semua bidang tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia.

Tujuan dari pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) adalah untuk

percepatan pemberian kepastian hukum dan perlindungan hukum Hak atas tanah

masyarakat secara pasti, sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka

serta akuntabel sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran

masyarakat dan ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan

konflik pertanahan. 13

c. Obyek dan Tahapan Pelaksanaan PTSL

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dilaksanakan untuk seluruh

obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Obyek PTSL ini

sendiri meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang

belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik merupakan tanah

aset Pemerintah/Pemerintah daerah, Tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan

Usaha Milik Daerah, Tanah Desa, Tanah Negara, Tanah Masyarakat Hukum

Adat, Kawasan Hutan, Tanah Obyek Landrefrom, Tanah Transmigrasi, dan Tanah

bidang lainnya. Obyek PTSL sebagai mana yang dimaksud diatas adalah baik

untuk 33 bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan

ditetapkan tanda batasnya dalam pelaksanaan kegiatan PTSL. Pelaksanaan

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dilakukan dengan tahapan: (a)

Perencanaan dan persiapan, (b) Penetapan lokasi kegiatan PTSL, (c) Pembentukan

dan penetapan Panitia Ajudikasi PTSL, (d) Penyuluhan, (e) Pengumpulan Data

Fisik dan Data Yuridis bidang tanah, (f) Pemeriksaan tanah, (g) Pengumuman

13 Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

74

Data Fisik dan Data Yuridis bidang tanah serta pembuktian hak, (h) Penerbitan

keputusan pemberian atau pengakuan Hak atas Tanah, (i) Pembukuan dan

penerbitan Sertifikat Hak atas Tanah, dan (j) Penyerahan Sertifikat Hak atas

Tanah.

d. Penetapan Lokasi

Kepala Kantor Pertanahan menetapkan lokasi kegiatan PTSL di wilayah

kerjanya. Penetapan Lokasi dapat dilakukan dalam satu wilayah desa/kelurahan

atau secara bertahap bagian demi bagian dalam satu hamparan.Penetapan lokasi

dilakukan dengan ketentuan berdasarkan ketersediaan anggaran khusus PTSL

yang telah dialokasikan dalam APBN/APBD. Diprioritaskan pada lokasi

desa/kelurahan yang ada kegiatan PRONA/PRODA, dana desa, lintas sektor,

massal swadaya masyarakat, Corporate Social Responsibility (CSR) dan/atau

program pendaftaran tanah massal lainnya, atau berdasarkan ketersediaan dana

yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, untuk 1 (satu)

desa/kelurahan PTSL. Dan mempertimbangkan ketersediaan peta kerja,

ketersediaan dan kemampuan optimal pelaksana PTSL pada masing-masing

Kantor Pertanahan.

Dalam hal lokasi yang ditetapkan terdiri dari beberapa desa/kelurahan,

diupayakan agar desa/kelurahan yang menjadi obyek PTSL letaknya berdekatan.14

e. Pembentukan dan Penetapan Panitia Ajudikasi

Kepala Kantor Pertanahan membentuk dan menetapkan Panitia Ajudikasi

PTSL. Susunan Panitia Ajudikasi PTSL terdiri atas Ketua Panitia merangkap

14 Pasal 5 Peraturan Menteri Agraria No.12 Tahun 2017

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

75

anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan dengan Wakil

Ketua yang membidangi infrastruktur agraria merangkap anggota yang dijabat

oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan yang memahami urusan infrastruktur

pertanahan, wakil Ketua yang membidangi hubungan hukum agraria merangkap

anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Kantor Pertanahan yang memahami

urusan hubungan hukum pertanahan. Dengan sekretaris yang dijabat oleh seorang

pegawai Kantor Pertanahan; dengan menunjuk Kepala Desa/Kelurahan setempat

atau seorang Pamong Desa/Kelurahan. Dan yang terakhir anggota dari unsur

Kantor Pertanahan sesuai kebutuhan.15

f. Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan oleh Kantor Pertanahan beserta Panitia Ajudikasi

PTSL, Satgas Fisik dan Satgas Yuridis. Penyuluhan dilakukan dengan

memberikan penjelasan paling sedikit mengenai manfaat bagi masyarakat,

pemerintah dan negara atas hasil pelaksanaan program PTSL. Dilanjutkan dengan

tahapan dan mekanisme kegiatan PTSL. Tidak lupa penyuluh mengungkapkan

Penetapan dan pemasangan tanda batas masing-masing bidang tanah dengan

Dokumen yuridis yang perlu disiapkan. Memberikan informasi tentang jadwal

pengukuran bidang tanah dan pengumpulan data yuridis oleh Satgas Fisik dan

Satgas Yuridis. Dan menjelaskan hasil akhir kegiatan program PTSL, pembiayaan

yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau sumber lain yang sah melalui kegiatan

PTSL dan yang terakhir kemungkinan biaya dan/atau pajak yang akan ditanggung

oleh peserta kegiatan PTSL.16

15 Pasal 8 Peraturan Menteri Agraria No.12 Tahun 2017 16 Pasal 10 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

76

g. Pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis

Data Fisik Pengumpulan Data Fisik dilaksanakan melalui kegiatan

pengukuran dan pemetaan bidang tanah. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah

dilakukan dengan menggunakan teknologi survei dan pemetaan seperti drone,

Global Positioning System (GPS), Continuously Operating Reference Station

(CORS), Total Station, Distometer dan lainnya, serta memanfaatkan peta

citra/peta foto dengan resolusi tinggi sebagai dasar pembuatan peta pendaftaran.

Pengumpulan Data Fisik dilaksanakan oleh Satgas Fisik dengan berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan pengukuran

bidang tanah, Satgas Fisik harus mengetahui data atau informasi tentang masing-

masing pemilik atau pihak yang berhak atas tanahnya, paling sedikit berupa

fotokopi KTP, alas hak dan surat keterangan kepemilikan atau surat pernyataan

peguasaan fisik atas tanahnya.17 Data Yuridis Pengumpulan Data Yuridis

dilakukan oleh Satgas Yuridis dengan berpedoman pada ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dalam melakukan tugas, Satgas Yuridis dapat dibantu oleh

Pengumpul Data Yuridis melalui tata cara dan pembiayaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.Standar, kriteria, metode, prosedur, dan

mekanisme pengumpulan, pengolahan, dan penyajian serta pemeliharaan data dan

dokumen yuridis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.18

Pengumpulan Data Yuridis dilaksanakan melalui kegiatan pengumpulan dan

pemeriksaan riwayat kepemilikan tanah dengan menggunakan formulir isian

inventarisasi dan identifikasi peserta PTSL.

17 Pasal 12 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 18 Pasal 13 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

77

Hasil pengumpulan Data Yuridis dibuat dalam bentuk Rekapitulasi Data Isian

Inventarisasi dan Identifikasi PTSL. Untuk Formulir isian inventarisasi dan

identifikasi peserta Ajudikasi PTSL, dan Rekapitulasi Data Isian Inventarisasi dan

Identifikasi PTSL merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri

Agraria ini No. 12 Tahun 2017.

h. Pemeriksaan Tanah

Pemeriksaan tanah dilakukan untuk memastikan keterangan yang tertuang di

dalam data yuridis sesuai dengan keadaan di lapangan. Dilakukan dengan cara

menggali informasi yang meliputi kesesuaian nama dan profesi peserta

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). membandingan keterangan yang

tertera di dalam formulir isisan inventarisasi dan dokumen/data yuridis dengan

kesesuaian dengan kondisi penguasaan, penggunaan tanah tersebut di lapangan,

serta kesesuaian letak, batas dan luas yang tertuang dalam data fisik (Peta Bidang

Tanah) dengan kenyataan di lapangan. Hasil pemeriksaan tanah mendukung

analisis terhadap data yuridis yang menghasilkan K1, K2, K3 dan K4. Hasil

pemeriksaan tanah dimuat dalam daftar isian sesuai dengan risalah penelitian data

yuridis dan penetapan batas. 19

i. Pengumuman

Pengumuman untuk memenuhi asas publisitas dan memberikan kesempatan

kepada warga masyarakat pemilik tanah atau pihak lain yang berkepentingan

untuk mengajukan sanggahan mengenai nama kepemilikan, luas, letak dan bentuk

bidang tanah. Pengumuman meliputi seluruh bidang tanah yang diukur dan/atau

19 Petunjuk Teknis Kegiatan Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap bidang yuridis,

hlm. 14

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

78

dipetakan. Apabila terdapat bidang tanah yang bersengketa dan atau berperkara

dibuatkan catatan didalam peta pengumuman. Apabila terdapat bidang tanah

sertifikat yang tidak dapat dipetakan meskipun dalam satu desa/kelurahan tersebut

seluruh obyek bidang tanah telah dipetakan, maka pengumumkan dilakukan agar

pemilik sertifikat tanah melapor kepada Tim Ajudikasi Percepatan guna

melakukan verifikasi. Jika terdapat sanggahan pada saat pengumuman dan

berdasarkan penelitian Panitia Ajudikasi Percepatan terdapat kekeliruan mengenai

hasil ukuran bidang tanah yang tercantum pada Peta Bidang Tanah, maka

dilakukan perubahan pada peta bidang tanah dan peta pendaftaran.20

Hasil pemeriksaan tanah yang menyimpulkan dapat dibukukan dan atau

diterbitkannya Sertifikat hak atas tanah atas satu bidang tanah diumumkan dalam

papan pengumuman di Kantor Pertanahan dan/atau Kantor Kelurahan/Desa

dan/atau Sekretariat RT/RW lokasi bidang tanah tersebut selama 14 hari kerja,

dengan tujuan untuk diketahui khalayak masyarakat dan memberi kesempatan

kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyampaikan keberatan jika ada

keberatan.21

j. Penerbitan Keputusan pemberian hak atas tanah

Ketua Panitia Ajudikasi PTSL menetapkan Keputusan Penetapan Hak atau

Keputusan Penegasan/Pengakuan Hak. Untuk penerbitan Keputusan Pemberian

Hak, peserta PTSL harus melampirkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak

Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Penghasilan (PPh) pada saat

20 Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan, 2016, Petunjuk Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Bidang

Tanah Sistematik Lengkap, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, hlm. 18 21 Direktorat Jenderal Hubungan HukumKeagrariaan, 2017, Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan

Pertanahan Nasional, hlm. 14

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

79

pendaftaran hak. Dalam hal peserta PTSL tidak atau belum mampu membayar

BPHTB maka yang bersangkutan harus membuat surat penyataan BPHTB

terhutang. Dalam hal bidang tanah berasal dari hasil jual beli di masa lampau di

mana pembeli sekarang tidak mempunyai bukti pembayaran PPh dari pihak

penjual di masa lalu, maka yang bersangkutan harus membuat surat keterangan

PPh terhutang.22

k. Pembukuan

Terhadap tanah yang sudah dibuatkan berita acara penyelesaian proses

Pendaftaran Tanahnya, dibukukan dalam daftar umum Pendaftaran Tanah dan

daftar lainnya, dan ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi PTSL.

Penandatanganan Sertifikat Hak atas Tanah tersebut diatas merupakan hasil

pelaksanaan program Ajudikasi PTSL dapat dilaksanakan oleh Ketua Panitia

Ajudikasi PTSL untuk dan atas nama Kepala Kantor Pertanahan.23

l. Penerbitan dan Penyerahan sertifikat

Panitia Ajudikasi Percepatan Bidang Yuridis menyiapkan/mencetak Sertifikat

Hak Atas Tanah, Kepala Kantor Pertanahan menandatangani Sertifikat hak atas

tanah atau dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan Sertifikat kepada

Ketua Panitia Ajudikasi Percepatan. Panitia Ajudikasi Percepatan menyerahkan

Sertifikat Hak Atas Tanah kepada Pemegang Hak atau kuasanya dengan

mencatatnya dalam daftar isian penyerahan Sertifikat.24

22 Pasal 24 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 23 Pasal 25 Peraturan Menteri Agraria No. 12 Tahun 2017 24 Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan, 2017, Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/ Badan

Pertanahan Nasional, hlm. 15

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

80

Dalam pendekatan PTSL, semua bidang tanah di Desa/Kelurahan akan

dipetakan dan terdaftar di Kantor Pertanahan dan data terkait dimasukan dalam

basis data elektronik (KKP). Bidang tanah yang sebelumnya tidak disertifikasi

dan terbebas dari masalah pertanahan akan dinyatakan layak untuk diterbitkan

sertifikat. Dalam hal ini akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap

administrasi pertanahan.

Ruang lingkup dalam pelaksanaan PTSL adalah untuk menyediakan peta

kadaster dan juga menggambarkan batas-batas kawasan hutan. Kedua output ini

akan menjadikan dasar Kementrian ATR/BPN dalam meaksanakan kebijakan dan

layanan administrasi pertanahan .

m. Manfaat PTSL

Manfaat PTSL dapat dirasakan oleh masyarakat setelah menjalankan kegiatan

PTSL, dengan manfaat sebagai berikut; Batas-batas yang diakui secara sah antara

daerah permukiman, lahan pertanian, area umum dan htan dihasilkan secara

bertahap, Sengketa tanah/perambahan diidentifikasi dan ditangani (transparasi hak

penggunaan lahan, Menghasilkan data untuk perlindungan sumber daya alam

yang lebih baik, Memberikan nilai tambah pada dan pemanfaatan dari kegiatan

perencanaan tata ruang.

n. Produk-produk PTSL

Produk yang dihasilkan PTSL berupa pemetaan secara sistematis dan partisipatif

terhadap semua ahan di wilayah tertentu. Dilengkapi dengan daftar tayangan

publik, Pemilahan bidang tanah sesuai dengan status hukum saat ini, Data dan

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

81

informasi untuk pendaftaran. Dan dokumentasi yang siap untuk menghasilkan

sertifikat hak bila diperlukan.

2.2.4 Tertib Administrasi Pertanahan

2.2.3.1 Pengertian Pelaksanaan Tertib Administrasi Pertanahan

Menurut Rusmadi Murad Administrasi Pertanahan adalah;

“Suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan penyelenggaraan

kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan

sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan Perundang-

undangan yang berlaku.”

Administrasi pertanahan merupakan suatu usaha pemerintah dalam

melaksanakan kebijaksanaan dibidang pertanahan yang pelaksanaanya dilakukan

oleh stake holder pertanahan. Landasan hukum tentang administrasi pertanahan

sudah terdapat dalam pasa 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Sedangkan Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap

usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan

yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber

daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar

lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan

umum yang adil dan merata.25

Jadi, pelaksanaan tertib administrasi pertanahan adalah suatu tindakan guna

mempermudah dan memperlancar masyarakat dalam segala proses pelayanan di

bidang pertanahan yang bertujuan supaya tidak terjadi ketimpangan sosial

25 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

82

masyarakatagar prosedur pelayanan tertib, lancar, murah, cepat dan tidak berbelit-

belit.

Tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin

terlaksananya pembangunan bidang pertanahan oleh pemerintah maupun swasta,

yaitu meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah, meningkatkan

kelancaran pelayanan kepada masyarakat, meningkatan daya hasil guna tanah

lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut serta meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat di bidang pertanahan maka dibuat Keputusan Presiden No 7 Tahun

1979 tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib

administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah, dan tertib pemeliharaan tanah

lingkungan hidup. Keempat tertib pertanahan tersebut merupakan suatu pedoman

bagi penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan dan pengembangan administrasi

pertanahan.

2.2.3.2 Tertib Administrasi Pertanahan Bagian dari Catur Tertib

Pertanahan

Atas dasar Tap MPR No. IV/MPR/1978, Presiden mengeluarkan

kebijaksanaan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang

Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979,

meliputi:26

1. Tertib Hukum Pertanahan Diarahkan pada program (a) Meningkatkan tingkat

kesadaran hukum masyarakat, (b) Melengkapi peraturan perundangan di

26 Samun Ismaya, Hukum Administrasi,Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013, hlm.22-24.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

83

bidang pertanahan, (c) Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang

terjadi, (d) Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam pelaksanaan

hukum agraria;

2. Tertib Administrasi Pertanahan Diarahkan pada program (a) Mempercepat

proses pelayanan yang menyangkut urusan pertanahan, (b) Menyediakan peta

dan data penggunaan tanah, keadaan sosial ekonomi masyarakat sebagai

bahan dalam penyusunan perencanaan penggunaan tanah bagi kegiatan-

kegiatan pembangunan. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-

tanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah

Negara, (c) Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-tanah kelebihan

batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah negara, (d)

Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria maupun di

kantor PPAT, (e) Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka

pensertifikatan hak atas tanah.

Dengan adanya tertib administrasi pertanahan dimaksud bahwa data-data

setiap bidang tanah tercatat dan diketahui dengan mudah, baik mengenai riwayat,

kepemilikan, subjek haknya, keadaan fisik serta ketertiban prosedur dalam setiap

urusan yang menyangkut tanah.27 Adapun yang berkaitan dengan tertib

administrasi adalah :28 Prosedur permohonan hak tanah sampai terbit sertifikat

tanda bukti, Penyelesaian tanah-tanah yang terkena ketentuan peraturan

landreform dan biaya-biaya mahal dan pungutan-pungutan tambahan.

27 http://adm-pertanahan.blogspot.co.id/2013/01/pengertian-administrasi-pertanahan.html , Diakses pada 15

februari 2019, 2019 28 http://iyasyusuf.blogspot.co.id/2012/06/catur-tertib-pertanahan.html, Diakses pada 15 Februari 2019, 2019

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

84

PP No. 24 Tahun 1997 mengenai tujuan Pendaftaran Tanah untuk

terselenggaranya tertib administrasi pertanahan sebagaimana dimaksud Pasal 3

huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan,

pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah

susun wajib didaftarkan.

3. Tertib Penggunaan Tanah diarahkan pada usaha untuk (a) Menumbuhkan

pengertian mengenai arti pentingnya penggunaan tanah secara berencana dan

sesuai dengan kemampuan tanah, (b) Menyusun rencana penggunaan tanah

baik tingkat nasional maupun tingkat daerah, (c) Menyusun petunjuk-petunjuk

teknis tentang peruntukan dan penggunaan tanah, (d) Melakukan survey

sebagai bahan pembuatan peta penggunaan tanah, peta kemampuan dan peta

daerah-daerah kritis.

Tujuan pembangunan di bidang pertanahan adalah menciptakan kemakmuran

dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pencapaian tujuan tersebut dilaksanakan

dengan pengelolaan pertanahan dan pengembangan administrasi pertanahan.

Untuk itu dibuatlah Keputusan Presiden No. 7 tahun 1979 tentang Catur Tertib

Pertanahan. Masalah paling mendasar yang dihadapi bidang pertanahan adalah

suatu kenyataan bahwa persediaan tanah selalu terbatas sedangkan kebutuhan

manusia akan tanah selalu meningkat.

Mengingat pentingnya masalah pertanahan tersebut, langkah-langkah untuk

memperbaiki administrasi pertanahan harus diambil yaitu :29

29 21http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-

1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/Landpolicy.pdf, Diakses pada 28 Jul. 19,

2019

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

85

a. Memperjelas dasar hukum atas kepemilikan tanah.

Ada banyak peluang bagi Indonesia untuk memecahkan berbagai hambatan

yang menyebabkan para pelaku ekonomi tidak dapat memperoleh hak yang pasti

atas tanah mereka. Penyelesaian masalah ini akan membuat masyarakat dapat

memanfaatkan secara penuh keuntungan dari tanah yang mereka miliki, dan

memberikan insentif atas penggunaan tanah secara berkelanjutan.

Memperkenalkan pengakuan hukum atas kepemilikan, serta memperbolehkan

bukti non-dokumenter sebagai basisnya. Masyarakat yang telah mengelola suatu

lahan dalam waktu yang lama, umumnya telah menginvestasikan waktu dan

sumber daya mereka pada tanah tersebut. Tetapi, hanya pemilik tanah yang

mempunyai bukti kepemilikan yang dapat menerima perlindungan hukum,

walaupun sertifikasi pertanahan Indonesia hanya mencakup 20% dari lahan yang

ada. Pengakuan atas kepemilikan berdasar penempatan lahan, serta berbagai bukti

informal lainnya, seperti bukti pembayaran pajak ditambah dengan pengakuan

dari para tetangga, misalnya, dapat meningkatkan jaminan terhadap kepemilikan

oleh masyarakat miskin. Hal ini juga dapat menjadi dasar untuk

memformalisasikan jutaan pengalihan lahan secara informal, sehingga dapat

mengurangi sumber konflik dan meningkatkan insentif dalam mendukung

investasi pada sumber daya tanah yang tersedia. Jika dijalankan, program ini akan

memberikan hasil yang jauh lebih tinggi daripada program pendataan tanah secara

formal yang berlangsung saat ini.

b. Menciptakan sistem pertanahan yang lebih memenuhi kebutuhan

masyarakat ekonomi modern.

Page 55: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

86

Bersamaan dengan pembangunan ekonomi di Indonesia, banyak tuntutan yang

tidak lagi dapat dipenuhi oleh sistem pengelolaan pertanahan yang ada.

Memisahkan pemberian hak atas tanah dengan penggunaan lahan. Penggunaan

tanah di Indonesia harus sesuai dengan izin yang ditetapkan pada hak atas tanah

yang diberikan. Perubahan penggunaan lahan membutuhkan pengurusan hak baru

yang melibatkan proses birokratis yang panjang dan dapat menjadi sumber

korupsi dan salah kelola. Untuk menanggulangi masalah ini, diperlukan

pemisahan fungsi-fungsi teknis, seperti pencatatan, dari aspek politis seperti

alokasi pertanahan.

Perubahan terhadap masalah ini juga harus memasukan provisi yang

memperbolehkan perusahaan untuk memiliki tanah, sehingga dapat membantu

pengembangan pasar untuk pinjaman dan surat berharga lainnya, seperti hipotek.

Memperbaiki fasilitas hipotek dan surat berharga lainnya, seperti dengan cara

menampilkan suku bunga hipotek pada sertifikat tanah serta memperbarui praktik

pelaksanaanya, akan membantu perubahan budaya pembayaran tanah, menjadi

basis untuk pemberian fasilitas hipotek sekunder dan berbagai jenis hak pemilikan

lainnya yang lebih komplek. Pada akhirnya perkembangan tersebut akan

memperbaiki kinerja sistem keuangan, yang akan membuat penanam modal lebih

mudah dalam mengakses modal yang lebih murah.

Memperbaiki efisiensi sistem registrasi dan mengurangi biaya yang tidak

perlu. Jika biaya pendaftaran tanah menjadi terlalu tinggi, biasanya pemilik lahan

akan merujuk pada cara-cara informal, yang dapat menurunkan tujuan dari

pendaftaran tersebut, yaitu memberikan informasi yang otoritatif dan tersedia

untuk umum. Prosedur yang tidak efiesien dan berulang, seperti tidak

Page 56: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

87

digunakannya informasi yang dikumpulkan oleh badan pengelola PBB, telah

menaikkan biaya pendaftaran dan menghambat keberlangsungan administrasi

pertanahan. Untuk memecahkan hal ini, penetapan standar pelayanan dalam

pengelolaan pertanahan menjadi penting. Begitu pula tersedianya informasi yang

terbuka mengenai skema biaya pelayanan dan kinerja kantor-kantor pertanahan,

diterapkannya audit independen, serta dimungkinkannya partisipasi sektor swasta,

akan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan.

c. Pengelolaan lahan di area kehutanan secara berkesinambungan.

Ketidakmampuan dalam memberikan hak penggunaan ataupun kepemilikan,

seperti dijabarkan pada UU Kehutanan 1967, membatasi besarnya modal yang

dapat dikumpulkan oleh industri kehutanan, serta membuat pemegang konsesi

tidak memperhatikan keberlangsungan dalam jangka panjang dan membuat

komunitas lokal tidak dapat turut merasakan pendapatan yang didapatkan dari

sumber daya kehutanan. Selain diberlakukannya hukum tradisional sebagai bukti

untuk klaim atas lahan, perlu pula diakui pola penggunaan dan pemukiman lahan

(seperti adat sebelum dan sesudah konsesi diberikan, ketika aktifitas pemotongan

hutan selesai, dalam proses konversi kehutanan, dan lain-lain) sebagai bukti

alternatif untuk memperkuat peran adat. Hal ini akan memperkuat basis atas

peraturan mengenai penggunaan tanah, misalnya dengan mengharuskan lahan

tertentu tetap menjadi lahan hutan, dengan menghubungkan hak kepemilikan dan

tanggung jawab bagi pengelolaan pertanahan dan kehutanan yang

berkesinambungan, serta dengan mendefinisikan hak kepemilikan lahan bagi

sumber daya perkayuan ketika konsesi yang diberikan berakhir.

Page 57: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

88

Pemegang konsesi juga mendapat kesempatan untuk menjadi pemilik lahan,

melalui pembelian tanah dimana tidak terdapat hak penggunaan atas lahan

tersebut. Perjanjian standar antara pemegang konsesi dan komunitas lokal akan

memberikan kesempatan bagi komunitas tersebut dalam mendapatkan bagian

yang lebih besar atas pendapatan dari sumber daya kehutanan tersebut. Mengganti

pemberian izin dengan hak penggunaan atas lahan hutan negara, swasta dan

komunal. Pada satu sisi pemberian hak ini akan memberikan penduduk dan

komunitas lokal di wilayah hutan kepastian yang lebih tinggi dibandingkan

pemberian konsesi yang tidak memperhitungkan para penduduk lokal tersebut. Di

sisi yang lain, dengan mengurangi prosedur formal dalam pengurusan konsesi

maka akan lebih banyak modal yang ditanamkan untuk menggiatkan proses

sekuritisasi. Untuk itu, hak swasta atas penggunaan lahan hutan dapat

diperkenalkan ketika konsesi yang diberikan telah habis dan didasarkan atas

kajian dalam penggunaan konsesi sebelumnya. Memperbaiki pengelolaan konflik

dan meningkatkan proses kesinambungan di daerah kehutanan. Tingginya tingkat

ketidakpastian akan menyuburkan perselisihan, yang ditambah dengan tidak

tersedianya fasilitas pengadilan secara cukup, akan membuat proses peradilan

tidak dapat merespon dengan cepat dan efektif. Ini akan menghambat investasi.

Sementara konflik yang ada dapat dipercepat dengan mengusahakan berbagai

sarana alternatif penyelesaian konflik, kemungkinan terciptanya konflik baru juga

dapat diturunkan dengan memetakan sumber daya dengan melibatkan partisipasi

komunitas dan staf teknis pada berbagai dinas di tingkat kecamatan dan

pemerintahan lokal. Informasi tersebut dapat diintegrasikan dengan rencana tata

Page 58: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

89

ruang di tingkat kabupaten untuk mengidentifikasi berbagai wilayah dimana dapat

terjadi konflik dan perlu mendapat perhatian.

d. Memperkuat berbagai lembaga independen dan memberikan insentif fiskal

dalam pelaksanaan aturan pertanahan.

Mendayagunakan pajak pertanahan untuk meningkatkan pelayanan

pertanahan.Dengan basis pajak yang begitu besar, sekitar 75 juta lahan

pertanahan, maka pendayagunaan pajak pertanahan yang progresif dapat

menunjang aktifitas pemerintahan lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan menaikan

pajak pertanahan ke tingkat yang lebih realistis, ditetapkan oleh pemerintahan

lokal, berdasarkan biaya pelayanan pertanahan dan kebutuhan pajak lokal. Pajak

yang lebih tinggi dapat ditetapkan pada lahan yang tidak digunakan, sementara

keringan pajak diberikan pada pemilik lahan kecil dan miskin. Pada saat

bersamaan pemerintah pusat dapat menentukan tingkat pajak maksimum dan

minimum, mengurangi beban pajak dari pemerintah lokal dan mengelola

redistribusi horizontal. Pajak atas proses konversi tanah serta pajak keuntungan

penjualan juga dapat diberlakukan. Memberikan hukuman atas tindakan penipuan

dan pemalsuan, serta memperkenalkan sistem penanganan berbagai keluhan.

Meskipun bukan merupakan hal yang spesifik terjadi atas pertanahan, jumlah

pelanggaran yang besar dalam kasus-kasus pertanahan, membuat pemberian

hukuman atas penipuan dalam masalah petanahan menjadi penting. Begitu pula

sikap menghormati hak dari korban untuk melakukan tuntutan balik atas kerugian

yang ditimbulkan oleh pelaku, serta mengumumkan aktifitas pencatatan yang

tidak sah dan penipuan tersebut. Disamping itu juga diperlukan tindakan tegas,

termasuk kemungkinan pemecatan, terhadap para pegawai pemerintah atas

Page 59: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

90

kesalahan dan penipuan yang terjadi di depan mata mereka. Hasil dari usaha ini

dapat disebarluaskan secara terbuka untuk menurunkan biaya transaksi,

perselisihan dan ketegangan atas berbagai masalah pertanahan.

Menciptakan sistem administrasi pertanahan nasional dalam satu atap. Dalam

jangka panjang, mengelola administrasi pertanahan di bawah satu atap, termasuk

untuk lahan milik pemerintah, lahan hutan, pertambangan dan lahan bukan hutan,

merupakan suatu rencana yang patut dipertimbangkan. Dengan begitu duplikasi

dapat dikurangi serta meningkatkan skala ekonomis dengan menggabungkan

administrasi pertanahan dan pajak pertanahan. Ini juga dapat menghilangkan

permasalah antara BPN dengan Departemen Kehutanan dan membuat aktifitas

monitoring dan pemberlakuan peraturan menjadi lebih mudah.

Dengan kondisi tersebut maka pengaturan terhadap tanah sangat dibutuhkan

dan disini administrasi pertanahan memegang peranan yang sangat penting.

Tujuan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin terlaksananya

pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun swasta, yaitu: a.

meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah. b. meningkatkan

kelancaran pelayanan kepada masyarakat. c. meningkatkan daya hasil guna tanah

lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

2.2.3.3 Ruang Lingkup Administrasi Pertanahan

Diselenggarakan tertib administrasi pertanahan dalam pendaftaran tanah

supaya dapat menumbuhkan ketentraman kepada pemilik yang telah memiliki

sertifikasi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan demikian, sertifikat tanah

merupakan keputusan tata usaha Negara. Sertifikat tanah yang tumpang tindih

Page 60: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

91

(overlapping) sehingga membawa ketidakpastian hukum pemeganghak atas tanah

mengakibatkan sertifikat dapat dibatalkan karena mengalami cacat hukum

administrasi di dalam penerbitannya. Sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat

maksudnya bahwa sertifikat tersebut akan memberikan jaminan kepastian hukum

apabila tidak ada pihak lain yang merasa memiliki atas sertifikat tersebut.

Menurut soeprapto bahwa kepastian hukum tersebut harus meliputi: 30 Kepastian

hukum mengenai subjek hukum yang menjadi pemegang hak hak atas tanah,

Kepastian hukum mengenai lokasi, batas serta luas bidang tanah hak (objek hak),

Kepastian hukum mengenai hak yang melekat atas tanah tersebut.

Rusmadi Murad mengemukakan tujuan pembangunan dibidang pertanahan

adalah menciptakan kemakmuran dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ruang

lingkup administrasi pertanahan yaitu : 31

1. Penatagunaan tanah.

Menurut Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16

Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, penatagunaan tanah adalah sama

dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui

pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu

kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.32

Penjelasan Pasal 13 ayat (5) PP No. 16 Tahun 2004 bahwa pedoman teknis

penatagunaan tanah bertujuan untuk menciptakan penggunaan dan pemanfaatan

tanah yang lestari, optimal, serasi dan seimbang (LOSS) diwilayah pedesaan serta

30 R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, Jakarta, 1986, hlm 323. 31 http://gheronisme.blogspot.co.id/2010/06/administrasi-pertanahan.html, Diakses pada 01 juli 2019, 2019 32 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah

Page 61: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

92

aman, tertib, lancar dan sehat (ATLAS) di wilayah perkotaan yang menjadi

persyaratan penyelesaian administrasi pertanahan. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah tujuan dari

penatagunaan tanah ialah pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk

kepentingan masyarakat secara adil. Secara rinci penatagunaan tanah bertujuan

untuk : (a) Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi

berbagai kebutuhan agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. (b)

Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah. (c) Menjamin kepastian

hukum untuk memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan

hukum dengan tanah.

2. Penataan Penguasaan Tanah

Kegiatan penataan penguasaan tanah merupakan suatu upaya untuk

mengatur pemberian status hukum atas tanah yang diarahkan agar

pemanfaatannya dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Kegiatan pendataan penguasaan dan pemilikan tanah yang

meliputiidentifikasi tanah negara dan identifikasi penguasaan dan pemilikan

tanah pertanian. Untuk membantu masyarakat golongan ekonomi lemah telah

dilaksanakan perombakan struktur penguasaan tanah melalui landreform.

3. Pengurusan Hak atas Tanah

Untuk memperoleh kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah yang

dimilikinya, telah dilakukan kegiatan pemberian sertifikat tanah secara masal

Page 62: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/55634/3/BAB II.pdf · penelitian sehingga peneliti dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian

93

melalui sebagai contoh kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Untuk mempercepat kegiatan pelayanan administrasi pertanahan.

4. Pengukuran dan Pendaftaran Tanah

Dan yang terakhir sebagai pengukuran dan pendaftaran tanah, pendaftaran

tanah sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pendaftaran tanah secara

Sporadik, PRONA, PTSL dan masih banyak lagi, semua kegiatan tersebut

tentunya bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan.