33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan hasil penelitian yang terdahulu. Yang dilakukan oleh : Darsono Fak. Ekonomi Manajemen Universitas Muhammadiyah Gresik Tahun 2005 dengan judul “ Analisis Penerapan Sistem Akuntansi Instansi Terhadap Efesiensi Anggaran Belanja Negara Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan kabupaten Pamekasan”. Masalah yang diteliti pada penelitian terdahulu adalah peranan Sistem Akuntansi Instansi pada tingkat efisiensi penggunaan anggaran belanja Negara rutin pada kabupaten pamekasan. Sedangkan hipotesis yang diambil pada penelitian terdahulu adalah terdapat kenaikan efisiensi setelah diterapkannya Sistem Akuntansi Instansi dalam pengelolaan Anggaran Belanja Negara Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Pamekasan. Kesamaan dari penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah. Perumusan masalah dan teknis analisisnya, untuk meningkatkan tingkat efisiensi pada anggaran Negara atau daerah. Sedangkan segi perbedaannya adalah disini peneliti menggunakan objek penelitian yang berbeda yaitu pada Kantor Kas Daerah Kabupaten Gresik. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan hasil penelitian yang

terdahulu. Yang dilakukan oleh : Darsono Fak. Ekonomi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Gresik Tahun 2005 dengan judul “ Analisis

Penerapan Sistem Akuntansi Instansi Terhadap Efesiensi Anggaran Belanja

Negara Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan kabupaten

Pamekasan”.

Masalah yang diteliti pada penelitian terdahulu adalah peranan

Sistem Akuntansi Instansi pada tingkat efisiensi penggunaan anggaran

belanja Negara rutin pada kabupaten pamekasan.

Sedangkan hipotesis yang diambil pada penelitian terdahulu adalah

terdapat kenaikan efisiensi setelah diterapkannya Sistem Akuntansi Instansi

dalam pengelolaan Anggaran Belanja Negara Rutin pada Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Pamekasan.

Kesamaan dari penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu

adalah. Perumusan masalah dan teknis analisisnya, untuk meningkatkan

tingkat efisiensi pada anggaran Negara atau daerah. Sedangkan segi

perbedaannya adalah disini peneliti menggunakan objek penelitian yang

berbeda yaitu pada Kantor Kas Daerah Kabupaten Gresik.

8

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006

Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri tersebut menjelaskan siklus

keuangan daerah mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran,

penatausahaan, serta akuntansi dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

Selain itu juga disajikan sistem dan prosedur keungan daerah beserta

contoh-contoh formulir yang bisa digunakan oleh pemerintah daerah baik

secara manual maupun terkomputerisasi (computerized).

Permendagri Nomor 13 ini adalah pengganti Kepmen 29 tahun 2002

tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan

Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan

Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Permendagri 13/2006 merupakan tindak lanjut dari pasal 155

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, di mana perlu ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Menteri

Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Daerah melakukan fasilitasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah. Sejalan dengan hal tersebut, dipandang perlu menerbitkan

serangkaian Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang mencakup antara

lain, Sistem dan Prosedur Penganggaran, Penata usahaan dan Akuntansi,

Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Dalam tahap pelaksanaan tata usaha keuangan daerah diperlukan

pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang meliputi sistem dan prosedur

pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan APBD dan pengeluaran APBD

serta sistem dan prosedur akuntansi.

Pedoman Sistem dan Prosedur penatausahaan dan Akuntansi,

Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana

dimaksud merupakan informasi minimal yang dapat digunakan sebagai salah

satu pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Kepala

Daerah tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai

Pasal 330 Permendagri No 13 Th 2006, yang subtansinya tetap berpedoman

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan

kondisi daerah masing-masing.

Pada Pasal 308 dan Pasal 309 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,

mengamanatkan bahwa Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan

pengawasan Pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

antara lain berupa pemberian pedoman sistem dan prosedur pengelolaan

keuangan daerah, mencakup tata cara penatausahaan dan akuntansi,

pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Berkenaan dengan ketentuan tersebut diatas, Menteri Dalam Negeri

melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah

menerbitkan pedoman sistem dan prosedur penata usahaan dan akuntansi,

pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah, yang subtansinya

meliputi :

1. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui bendahara penerimaan

2. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui bendahara penerimaan

pembantu

3. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui Bank pemerintah yang

ditunjuk, Bank lain, Badan, Lembaga keuangan, dan atau Kantor Pos.

4. Sistem dan prosedur pertanggung jawaban bendahara penerimaan.

5. Sistem dan prosedur penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan

anggaran (DPA)-SKPD

6. Sistem dan prosedur penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan

anggaran lanjutan (DPAL)-SKPD

7. Sistem dan prosedur dokumen pelaksanaan perubahan anggaran

(DPPA)-SKPD

8. Sistem dan prosedur anggaran kas.

9. Sistem dan prosedur pembuatan surat penyediaan dana.

10. Sistem dan prosedur pengajuan surat permintaan pembayaran(SPP).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

11. Sistem dan prosedur penerbitan surat perintah pembayaran (SPM).

12. Sistem dan prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D).

13. Sistem dan prosedur pelaksanaan belanja uang persediaan (UP)

14. Sistem dan prosedur pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ)

pengeluaran.

15. Sistem dan prosedur pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ)

pengeluaran pembantu.

16. Sistem dan prosedur akuntansi satuan kerja.

17. Sistem dan prosedur akuntansi pejabat pengelola keuangan daerah

(PPKD)

18. Sistem dan prosedur laporan keuangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pengelolaan

keuangan daerah yang tertib, efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan

auditable, pemerintah daerah dalam menyusun peraturan Kepala Daerah

tentang sistem dan prosedur piñata usah 1x aan dan akuntansi, pelaporan, dan

pertanggungjawaban keuangan daerah, dapat mengacu pada pedoman dan

sistem terlampir.

Pedoman sistem dan prosedur penatausahaan dan pengelolaan

keuangan daerah merupakan dokumen yang dinamis (live documents), yang

artinya akan senantiasa diperbaharui (up date) dan Pemerintah Daerah dapat

menyesuaikan sesuai kondisi daerah masing-masing dengan tetap mengacu

pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

A. Alur siklus pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah,

Dalam rangka membangun logika berpikir yang komprehensif

terhadap sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, diperlukan media untuk

mempermudah memahami lingkup pengelolaan keuangan daerah. Dalam

kaitan itu disusun bagian alir (flowchart) yang pada prinsipnya memuat

serangkaian proses dengan menggunakan symbol-simbol yang lazim

digunakan dalam penyusunan bagan alir suatu business process. Setiap

symbol memiliki arti yang menggambarkan sebuah makna, alur proses,

dokumen, data base, pihak-pihak terkait atau unsur lainnya yang

kesemuanya merupakan satu kesatuan sistem yang saling berhubungan

untuk mencapai suatu tujuan.

Bagan alir tersebut terbagi kedalam dua jenis, yaitu Pertama bagan

alir yang menggambarkan arus dokumen, disertai narasi yang menjelaskan

arus dokumen tersebut. Kedua, bagan alir yang menggambarkan secara

teknis dan rinci terhadap proses pengelolaan keuangan daerah. Dengan

meggunakan bagan alir ini kita dapat melihat proses secara keseluruhan.

Kedua jenis bagan alir tersebut merupakan satu kesatuan yang saling

melengkapi.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Sejalan dengan cakupan pengelolaan keuangan daerah, maka dalam

bagan alir yang disajikan proses pengelolaan keangan daerah dibagi kedalam

lima kelompok yaitu :

1. Penyusuna rancangan APBD

2. Dokumen pelaksanaan APBD

3. Pelaksanaan dan penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran

4. Akuntansi keuangan Daerah

5. Pelaporan pelaksanaan APBD

Dengan membaca secara menyeluruh bagan alir tersebut diatas,

diharapkan kita memiliki kesamaan persepsi atau pemahaman yang sama

dan mampu menjelaskan kepada pihak-pihak lainnya secara baik dan benar

tentang subtansi pengelolaan keuangan daerah, sehingga dapat terhindar dari

adanya penafsiran yang bias terhadap ketentuan yang harus dipedomani di

dalam pengelolaan keuangan daerahsebagai mana diamanatkan dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.

2.2.2 Anggaran Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan

instrument yang menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan

keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah.

Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik

dan benar, maka dalam perauturan Pemerintah No 58/2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah diatur landasan administrative dalam

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis

penganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat azaz.

Selain itu dalam kontek belanja, pemerintah daerah harus

mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relative dapat

dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakan tanpa diskriminasi, khususnya

dalam pemberian pelayanan umum.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya suatu peraturan

pelaksanaan yang komprehenship dan terpadu (omnibus regulation) dari

berbagai undang-undang yang bertujuan memudahkan dalam

pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerapannya.

Peraturan dimaksud memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan,

pelaksanaan, penata usahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

A. Anggaran Belanja Daerah Menurut PP No58/2005

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah pelaksanaan penyusunan anggaran belanja

daerah memuat beberapa pokok-pokok yaitu :

1. Perencanaan dan Penganggaran

Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses

penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar

belakang pengembilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan

umum, sekala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber

daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu dalam

proses dan mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam Peraturan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah akan memperjelas siapa bertanggung jawab apa sebagai landasan

pertanggungjawaban baik secara eksekutif dan DPRD, maupun di

internal eksekutif itu sendiri.

Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam

penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa 1) Pendapatan yang

direncanakan merupakan perkiraan yang trukur secara rasional yang

dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang

dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2)

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian

tersedianyan penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan

melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit

anggarannya dalam APBD / Perubahan APBD; 3) semua penerimaan

dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus

dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum.

Dalam kontek belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja

daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh

kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian

pelayanan umum.

2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah

Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan

pemerintahan daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam

pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku

pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja

perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah

dibawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini akan memberikan

kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab,

terlaksananya mekanisme checks dan balances serta untuk mendorong

upaya peningkatan profesionalisme dalam menjalankan tugas

pemerintahan. Sehubungan dengan hal itu, dalam Peraturan Pemerintah

ini diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai instansi

pengguna anggaran dan pelaksana program.

Berkaitan dengan sitem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam

rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas satuan kerja

perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verivikasi

(pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan

pembayaran) berada pada satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja

Pengelola Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke

Satuan Kerja Perangkat daerah. Checks and balances mungkin dapat

terbangun melalui (a. ketaatan terhadap ketentuan hukum, (b.

pengamanan dini melalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan

yang berlaku, (c. sesuai dengan spesifikasi teknis, (d. menghindari

pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan

keyakinan bahwa uang daerah dikelola dengan benar.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka

untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparasi. Dalam rangka

pelgelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah

Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1. Laporan

Realisasi Anggaran, (2. Neraca, (3. Laporan Arus Kas, (4. Catatn atas

Laporan Keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan

Standard Akuntansi Pemerintah.

B. Pengertian Anggaran Belanja Daerah

Beberapa macam pengertian Anggaran Balanja Daerah menurut

pendapat beberapa pakar :

1. Burkhead dan Winer (1993;18) menyebutkan :

"Anggaran adalah rencana pengeluaran dan penerimaan negara atau

daerah untuk tahun anggaran mendatang dan harus dihubungkan dengan

rencana dan proyek-proyek untuk jangka waktu yang lebih lama".

2. Welsch (1993;18) menyebutkan :

"Anggaran adalah suatu bentuk statemen dari pada rencana dan

kebijakan manajemen yang dipakai dalam suatu priode tertentu sebagai

petunjuk atau blue print dalam periode itu".

3. Hadi (1975;18) mengemukakan sebagai berikut :

Anggaran Belanja Negara/Daerah digunakan sebagai pedoman untuk

membiayai tugas-tugas Negara/Daerah disegala bidang termasuk belanja

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

pegawai untuk jangka waktu tertentu lazimnya satu tahun mendatang.

Tugas-tugas Negara/Daerah diselenggarakan demi kepentingan

masyarakat (rakyat) jadi masyarakat dibebani biaya untuk

penyelenggaraan tugas-tugas ini. Itulah sebabnya masyarakat dikenakan

pungutan-pungutan berupa pajak, bea dan cukai dan lain-lain pungutan.

Untuk memperkirakan berapa besarnya pungutan-pungutan itu, maka

direncanakan anggaran pendapatan.

4. Bukhori (1993;19) mengemukakan sebagai berikut :

"Anggaran merupakan kompas yang menunjuk arah yang harus dianut

oleh pemerintah di dalam menjalankan administrasi keuangan dan

sekaligus merupakan roda yang dapat mengemudikan arah itu".

5. Marsono (1957;19) memberikan definisi sebagai berikut :

"Anggaran ialah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada suatu

pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang

mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada suatu

masa depan dan pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan) yang

mungkin akan dapat diterima dalam masa tersebut".

Dari definisi-definisi anggaran diatas menurut Tojip (1993;9) pengertian

anggaran Negara adalah :

1. mewujudkan suatu rencana keuangan Negara / pemerintah

2. mewujudkan suatu rencana anggaran belanja Negara

3. mewujudkan suatu rencana anggaran pendapatan Negara

4. berlaku selama satu tahun anggaran

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Menurut Tojib (1993;19-20) pengertian anggaran dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang sebagai berikut :

1. dalam arti formal

Apabila anggaran telah ditetapkan menjadi undang-undang

anggaran pendapatan dan belanja Negara atau daerah maka

angka-angka yang tercantum didalamnya, merupakan batas

ketetapan tertinggi dalam arti pengeluaran. Dengan demikian

setiap pejabat Negara atau Daerah yang menguasai anggaran di

instansinya tidak boleh melakukan tindakan pengeluaran apabila

dananya tidak tersedia atau tidak mencukupi.

2. dalam arti Material

Anggaran Negara maupun Daerah telah ditetapkan menjadi

undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara/Daerah

(UU-APBN/APBD) masih merupakan rencana yang belum tentu

sama atau sesuai pelaksanaannya.

Untuk mengantisipasi adanya perubahan dalam segi pembiayaan

atau pengeluaran atas anggaran yang telah ditetapkan (kenaikan

tingkat harga umum) sehingga dana yang ada dalam daftar isian

kegiatan/daftar isian proyek/surat keputusan otorisasi tidak

mencukupi, maka pemerintah diberikan kesempatan untuk

mengajukan anggaran belanja tambahan (ABT) melalui

pengajuan rencana undang-undang tambahan anggaran

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

pendapatan dan belanja Negara kepada Dewan Perwakilan

Rakyat.

3. dalam arti kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan

Anggaran disusun adalah untuk mencapai dua sasaran pokok

pemerintah yang identik dengan tujuan Negara yaitu :

a. membangun dan memelihara negara hukum yang teratur dan

tertib.

b. membangun memelihara kesejahteraan kehidupan masyarakat

secara nasional dalam arti kata yang seluas luasnya.

Untuk maksud itu. Maka dalam anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dibedakan dalam dua jenis anggaran yaitu Anggaran Belanja Negara

Rutin dan Anggaran Belanja Negara Pembangunan

C. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Penyusunan Anggaran Belanja Daerah

Dalam Anggaran Negara dikenal beberapa Asas dalam penyusunan

anggaran menurut Tojib (1993;30) yaitu :

1) Prinsip Anggaran Berimbang

Prinsip Anggaran Berimbang artinya pengeluaran dan penerimaan

sama (seimbang)

Prinsip ini merupakan kunci utama untuk memantapkan ekonomi yang

stabil. Anggaran berimbang disini bukan semata-mata membatasi

pengeluaran yang berarti mengikat diri sehingga tidak dapat bergerak,

akan tetapi tujuannya adalah untuk memelihara dan mempertahankan

stabilitas ekonomi

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

2) Prinsip Anggaran Berimbang Dinamis

Anggaran Berimbang Dinamis artinya Anggaran Pendapatan dan

Belanaja Negara tahun yang sekarang harus lebih besar dari tahun

yang lalu

Pengertian dinamis disini adalah bahwa jika terjadi kenaikan disisi

Penerimaan maka terbuka kemungkinan untuk mengadakan

penyesuaian disisi Pengeluaran sedemikian rupa sehingga kembali

kepada keadaan seimbang

3) Prinsip Berdasarkan Skala Prioritas

Prinsip ini mempunyai pengertian, meskipun berusaha keras untuk

meningkatkan penerimaan sehingga dapat lebih banyak membiayai

pembangunan, namun bagaimanapun masih dibatasi kemampuan yang

ada. Karena itu dalam memilih proyek-proyek pembangunan dan

dalam menentukan rencana-rencana kerja didahulukan apa yang perlu

dan tangguhkan apa yang belum mendesak

4) Prinsip Berdasarkan Program

Prinsip ini bertitik tolak dari prinsip berdasarkan skala prioritas, maka

timbul keharusan bekerja berdasarkan program yang selalu merupakan

dasar berikutnya dalam menyusun setiap rencana Undang-Undang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

5) Prinsip Dana-dana Pembangunan yang Bersumber dari Dalam Negeri

harus terus meningkat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Pengertian ini adalah bahwa dana-dana pembiayaan pembangunan

yang bersumber dari dalam negeri sendiri harus terus meningkat

Sedangkan asas-asas dalam penyusunan anggaran belanja negara yang

dipakai menurut Tojib (1993;33) adalah :

1) Asas Kecermatan

Asas ini menyatakan bahwa anggaran harus diperkirakan secara

cermat, sehingga dapat dihindari keborosan atau sebaliknya

kekurangan-kekurangan baik karena salah menghitung ataupun

kelupaan mencantumkan, anggaran untuk suatu kegiatan

Hal ini diperlukan bukan saja karena kecermatan itu akan

memperlancar proses pelaksanaan anggaran, tetapi juga dihubungkan

dengan soal pencegahan atau kemungkinan pemborosan keuangan

negara

2) Asas Terperinci

Asas ini dimaksud agar anggaran yang disusun itu diperinci sampai

dengan yang sekecil-kecilnya, sehingga jelas rencana kerja dan akibat-

akibat keuangannya. Hal ini penting kaitannya dengan pengawasan

yang terkandung di dalamnya

3) Asas Keseluruhan

Asas ini menetapkan bahwa anggaran yang disusun itu harus

mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu organisasi pemerintah

sehingga tidak ada aktivitas keuangan yang tidak tercantum dalam

anggaran

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

4) Asas Keterbukaan

Asas ini memungkinkan pembahasan anggaran dalam badan

perwakilan merupakan pengikut sertaan rakyat melalui wakil-wakilnya

dalam menentukan kebijakan negara

Pada dasarnya asas-asas ini bukan saja untuk pembahasan rancangan

anggaran, tetapi juga mengenai perhitungan anggaran sebagai

pertanggung jawaban pemerintah mengenai penggunaan anggaran

maupun hasil-hasil pengawasan yang dilakukan pertanggungjawaban

pemerintah mengenai penggunaan anggaran maupun hasil-hasil

pengawasan yang dilakukann oleh pengawasan ekstern

5) Asas Periodik

Anggaran yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945 telah ditentukan berlaku periodik selama satu tahun,

karena kurang dari satu tahun akan merupakan penambahan kesibukan

dan lebih dari satu tahun akan merupakan kesulitan dalam peninjauan

kembali anggaran atau kebijaksanaan

6) Asas Pembebanan

Yang dimaksud dengan asas pembebanan adalah dasar pembukuan

terhadap pengeluaran Anggaran dan Penerimaan Anggaran, dengan

kata lain kapan suatu pengeluaran dibebankan kepada anggaran

ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran

Ada dua jenis dasar pembukuan yang dikenal yaitu dasar pembukuan

berdasarkan asas :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

a) Akrual

Yaitu suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang

seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk

penerimaan yang seharusnya diterima; asas ini diperlukan

walaupun yang seharusnya dibayar atau diterima pada kas

b) Kas

Yaitu anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi

pengeluaran anggaran pada Kas Negara, sebaliknya anggaran

penerimaan akan diuntungkan apabila telah ada penerimaan

anggaran oleh Kas Negara

7) Asas Pleksibilitas

Dalam pelaksanaan kegiatan Angaran Belanja Negara kemungkinan

timbul hal-hal yang menyebabkan anggaran yang telah disusun dengan

baik belum memadai, hal tersebut dapat timbul karena beberapa hal

seperti kenaikan harga barang-barang ataupun kalau didalam proyek

adanya harga standar yang berubah atau karena hal lainnya.

Agar pemerintah dapat leluasa melaksanakan kegiatan atau

programnya maka perlu diberi kelonggaran (fleksibilitas) dalam

pelaksanaan anggaran tersebut.

D. Siklus Anggaran (Budget Cyclus)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Tojib (1993;43) menyatakan bahwa siklus anggaran atau daur anggaran

adalah jangka waktu berputarnya perjalanan anggaran yang dimualai pada

saat anggaran disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran negara

disahkan dengan undang-undang

Tojib (1993;44) mengungkapkan bahwa siklus anggaran dibagi menjadi

dalam berbagai tahap, tahap-tahap siklus anggaran atau daur anggaran

adalah :

1) Perencanaan/penyusunan Rencana Anggaran pendapatan dan

Belanja Negara (RAPBN) oleh pemerintah

2) Pengesahan/penyampaian Rencana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (RAPBN) kepada Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara oleh

Dewan Perwakilan Rakyat

3) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara oleh

Pemerintah

4) Pengawasan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan

5) Pertanggungjawaban/perhitungan Anggaran Negara (PAN)

E. Klasifikasi Anggaran Belanja Negara/Daerah

Menurut Tojib (1993;98) pengertian klasifikasi anggaran adalah :

”Klasifikasi anggaran adalah pengelompokan-pengelompokan anggaran atau

pengalokasian biaya-biaay yang disediakan dalam anggaran sesuai dengan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan-kegiatan pemerintah serta

pengaruh-pengaruh dari pembiyaan tersebut”

Menurut Tojib (1993;98) klasifikasi anggaran mempunyai tujuan :

Mempermudah formulasi program yang meliputi aspek penerimaan dan

aspek pengeluaran

1) Supaya penyelenggaraan anggaran lebih efektif dan mempermudah

menghitung atau membandingkan efisiensi

2) Dasar pembukuan dan pertanggung jawaban, serta mempermudah

pengawasan atau pemeriksaan

3) Memungkinkan analisa tentang pengaruh yang diakibatkannya

Menurut Tojib (1993;98) ada beberapa jenis-jenis klasifikasi anggaran,

yaitu :

1) Klasifikasi Ekonomi

Klasifikasi ini merupakan pengelompokan biaya yang bersifat

ekonomis. Dengan klasifikasi ini tergambar bagaimana

kebijaksanaan ekonomi digariskan dalam anggaran, sehingga bisa

ditinjau dari segi pengaruhnya dan anggaran, sehingga bisa ditinjau

dari segi pengaruhnya dalam rangka pembangunan

Dalam Anggaran Negara Indonesia klasifikasi ini dikenal dengan

pengelompokkan dalam Anggaran Rutin dan Anggaran

Pembangunan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

2) Klasifikasi Organik

Klasifikasi ini menitik beratkan pada pengelompokkan biaya

menurut organisasi pemerintah yaitu per Departemen/Lembaga

serta unit-unit dibawahnya. Penerimaan/Pengeluaran yang akan

dilakukan hanya didasarkan atas pengalokasian biaya menurut

biaya yang disediakan untuk unit-unit tersebut tanpa

memperhatikan untuk tujuan apa, output apa yang diperoleh, serta

pengaruh apa yang ditimbulkan oleh pengeluaran.penerimaan

tersebut

Ada tiga tingkatan pembagian klasifikasi ini :

a) Tingkat Pertama yaitu Departemen/Lembaga Negara yang

menguasai bagian anggaran, ini disebut bagian

b) Tingkat kedua yaitu Unit Departemen/Lembaga Negara yakni

Sekretariat Jendral/Direktorat Jendral/Inspektorat Jendral, dan

ini disebut Pos

c) Tingkat Ketiga yaitu elemen daripada Unit

Departemen/lembaga negara yakni Biro Setditjen, Direktorat

dan Kantor Wilayah yang disebut Fatsal

3) Klasifikasi Fungsi

Klasifikasi ini untuk menghindari terjadinya crossing/overlopping

antar tugas masing-masing Departemen/Lembaga Negara, dimana

dalam klasifikasi ini segala tugas dan fungsi program pemerintah

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

dikelompokan dalam beberapa sektor dan dari sektor dibagi lagi

dalam beberapa sub sektor

Dalam kalsifikasi ini Anggaran belanja Rutin dibagi menjadi 16

sektor dan tiap-tiap sektor terbagi dalam 31 sub sektor, sedangkan

dalam Anggaran Belanja Pembangunan dibagi menjadi 18 sektor

dan tiap-tiap sektor dibagi dalam 33 sub sektor

4) Klasifikasi Obyek

Sifat klasifikasi ini memudahkan dalam penyusunan anggaran dan

memudahkan dalam pengawasannya, karena seluruh penerimaan

dan pengeluaran dikelompokkan berdasarkan jenis-jenis

penerimaan dan pengeluaran dan dari jenis-jenis penerimaan dan

pengeluaran yang disebut Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan

Mata Anggaran pengeluaran (MAK)

5) Klasifikasi Anggaran Performance

Klasifikasi ini merupakan suatu klasifikasi anggaran yang

menggambarkan tujuan-tujuan dan sasaran yang akan dicapai dan

berapa besarnya dana yang diperlukan dan untuk biaya yang

diperlukan dengan hasil yang dicapai diperlukan data-data yang

bersifat kuantitatif sebagai ukuran atas keduanya, jadi dapat

diketahui apakah suatu proyek/kegiatan tersebut efisien atau tidak

6) Klasifikasi Planning Programming and Budgenting System (PPBS)

Sistem ini merupakan sistem yang menyeluruh dan terintegrasi,

sehingga segala sesuatu yang memungkinkan terjadi pada masa

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

yang akan datang dari keputusan-keputusan yang diambil sekarang

sudah tergambar dalam suatu rencana

Pelaksanaan Klasifikasi PPBS di negara kita dijumpai dalam

anggaran Belanja Pembangunan dengan memakai metode daftar

Isian Proyek, sedangkan untuk anggaran Belanja Rutin digunakan

metode Daftar Isian Kegiatan.

7) Klasifikasi Zerro Base Budgeting

Klasifikasi ini merupakan anggaran yaang diusulkan dari suatu

pusat tanggung jawab yang dikaji kembali secara menyeluruh

dengan titik awal dari dasar nol

B. Pengawasan Pelaksanaan

Menurut Tojib (1993;75) pengawasan adalah suatu usaha untuk

menjaga agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan atau dengan pengawasan ini diharapkan dapat

memperkecil timbulnya hambatan-hambatan sedangkan hambatan-hambatan

yang telah terjadi dapat segara diketahui untuk dilakukan tindakan-tindakan

perbaikan

Pengawasan Anggaran Belanja Negara dapat dilihat dari bebarapa

sudut pandang sebagai berikut :

1. Pengawasan dipandang dari sifat dan waktu pengawasan, dibedakan :

a. Pengawasan Preventif (Pre Audit);

Adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu kegiatan

dilaksanakan. Pengawasan ini bersifat untuk membatasi/mencegah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

timbulnya hal yang tidak diinginkan Contoh : pengawasan oleh Kantor

perbendaharaan dan Kas Negara sebelum penerbitan SPM Keuangan

(BPK) badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BKP),

Inspektorat Jendral dan sebagainya.

2. Pengawasan dipandang dari subyek pengawasan, dibedakan :

a) Pengawasan Intern

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang

ada didalam unit organisasi yang diawasi

b) Pengawasan Ekstern

Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang

ada diluar unit organisasi yang diawasi

3. Pengawasan dipandang dari tempat melakukan pengawasan,

dibedakan:

c) Pengawasan Langsung (Dekat) :

Adalah pengawasan yang dilakukan secara langsung (on the spot)

d) Pengawasan Tak Langsung (dari jauh)

Adalah pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung,

misalnya pengawasan yang dilakukan melalui laporan-laporan

4. Pengawasan dipandang dari sudut formalitas pengawas, dibedakan:

e) Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan

berdasarkan fungsinya

f) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung

(Pengawasan Melekat)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Adalah pengawasan dengan sistem pengendalian yang benar-benar

dapat dirasakan oleh bawahan

2.2.2.f.1.Aparat Pengawasan Anggaran Belanja Negara

1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Menurut Undang-Undang dasar 1945 pasal 23 ayat Lima

bahwa aparat pengawasan tertinggi di Indonesia adalah Badan

Pemeriksa keuangan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal

23 ayat Lima juga menyatakan :

”Untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara

diadakan suatu Badan pemeriksa Keuangan, yang peraturannya

ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksa itu

diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”

2. Menteri Keuangan dibantu oleh semua Menteri/Pimpinan

Lembaga Negara

Didalam Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Tiga

Tahun 196 dinyatakan bahwa :

- Menteri Keuangan melaksanakan penertiban tata usaha

keuangan negara dengan cara meningkatan pengawasan

represif atau pengurusan keuangan negara yang dilakukan

oleh Departemen, lembaga, instansi, badan dan lain-lain.

Memberi petunjuk tehnis mengenai tata usaha keuangan

negara yang dilaksanakan departemen / lembaga / instansi /

badan dan sebaginya.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

- Semua menteri/Pimpinan Lembaga Negara yang menguasai

anggaran sendiri, membantu sepenuhnya pelaksanaan

penertiban tatausaha keuangan negara

3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia 31 tahun

1983, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

dibentuk dengan pertimbangan sebagai berikut :

- Bahwa peningkatan pembangunan yang dilakukan oleh

pemerintah memerlukan pula peningkatan pengawasannya

- Bahwa agar diperoleh hasil pengawasan yangobyektif maka

di samping pengawasan yang melekat pada masing-masing

unit organisasi pemerintah, diperlukan adanya pengawasan

yang terlepas dari unit-unit pelaksana

- Bahwa pengawasan dimaksud dalam huruf b tidak hanya

merupakan pengawasan keuangan dan ketaatan kepada

peraturan perundang-undangan melainkan juga pengawasan

terhadap kehematan, daya guna dan hasil guna program dan

kegiatan pemerintah dan pembangunan

- Bahwa untuk meningkatkan fungsi pengawasan yang

dewasa ini dilakukan oleh direktorat jendral pengawasan

keuangan negara sebagai unit pengawasan intern

pemerintah agar dapat melaksanakan pengawasan terhadap

semua keuangan dan kegiatan pemerintah, baik dipusat

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

maupun diseluruh wilayah Republik Indonesia dan di luar

negeri, dianggap untuk membentuk badan yang melakukan

pengawasan keuangan dan pembangunan

4. Inspektorat jendral Departemen

Menurut Keputusan Presiden republik Indonesia Nomor 44

tahun 1974 dijelaskan tugas pokok inspektorat jendral adalah

melaksanakan pengawasan dalam lingkungan departemen

terhadap pelaksanaan tugas semua unsur departemen agar

supaya dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan

yang berlaku, baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas-

tugas pembangunan

Kelemahan perundang undangan dalam bidang keuangan negara

menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan

dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan

penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang

berkesinambungan (suitinable) sesuai dengan aturan pokok terbuka, dan

bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam

Undang Undang Dasar. Sesuai dengan amanat pasal 23C Undang Undang

Dasar 1945, Undang undang tentang keuangan negara perlu menjabarkan

aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang Undang Dasar tersebut

kedalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama

dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas spesialitas

maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best prectices (penerapan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara maupun

daerah.

2.2.2.g. Penggunaan Anggaran Belanja Daerah

Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42

tahun 2002 pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas

prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis

yang diisyaratkan

b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana,

program/kegiatan, serta fungsi setiap

departemen/lembaga/pemerintah daerah

c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri

Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas

hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran

Tas beban anggaran belanja negara tidak diperkenankan melakukan

pengeluaran untuk keperluan :

1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, dan hari ulang tahun

departemen/lembaga/pemerintah daerah;

2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga,

dan sebagainya untuk berbagai peristiwa

3) Pesta untuk berbagai pertistiwa dan pekan olah raga pada

departemen/lembaga/pemerintah daerah

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan keperluan yang sejenis serupa

dengan yang tersebut diatas

2.2.2.h. Efisiensi Anggaran Belanja Negara

a. Pengertian efisiensi

Beberapa pengertian efisiensi menurut beberapa pakar dan

keputusan pemerintah, adalah :

1) Menurut Atmosudirjo (1978;18) :

”Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input dan output

atau antar daya usaha dan hasil atau antara ongkos dan

kenikmatan yang dicapai”

2) Menurut Kamelus, dkk (2004;i)

”Efisiensi anggaran belanja negara adalah proses perencanaan

dan penganggaaran berjalan secara konsisten dengan tidak

terjadi duplikasi kegiatan yang dapat menghamburkan waktu

dan biaya.”

3) Menurut keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000

Efisiensi anggaran belanja negara mengharuskan pejabat yang

berwenang mengambil keputusan yang mengakibatkan

pengeluaran atas beban anggaran belanja negara yang

berwenang menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO),

demikian pula bendaharawan, untuk memperhatikan dan turut

mengusahakan penghematan di segala bidang serta

menghindari pengeluaran yang tidak penting

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

4) Menurut Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003

”Efisiensi anggaran belanja negara berarti pengadaan

barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan

daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan

dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat

dipertanggungjawabkan.”

5) Menurut Penjelasan Undang-Undang Nomor Satu Tahun 2004:

”Efisiensi anggaran belanja negara adalah pentingnya Fungsi

perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya

keuangan pemerintah yang terbatas”

Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi, terutama,

perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak terjadi

penyimpangan dan kebocoran dan penyimpangan, pencarian

sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana

yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah

sumber daya keuangan. Untuk mewujudkan maka laporan

pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan

secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi

pemerintah. Sehubungan dengan itu, perlu diletakkan ketentuan

yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar :

- Laporan keuangaan pemerintah dihasilkan melalui proses

akuntansi

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

- Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan

standar akuntansi keuangan pemerintah

- Laporan keuangan disajikan sebagai wujud

pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan yang meliputi

laporan keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan

kementrian negara/lembaga, dan laporan keuangan

pemerintah daerah.

6) Menurut Raise (2005;88) :

”Efisiensi adalah kesesuaian antara masukan dengan proses

yang dilaksanakan. Tingkatan efisiensi dapat diperlihatklan

dengan bagaimana peran dan kinerja manajemen dalam

pelaksanaan proses tersebut.” Tingkat efisiensi dapat dihitung

berdasarkan perbandingan antara masukan yang telah

dimanfaatkan dengan masukan yang dpaat/harus digunakan

dalam melaksanakan proses tersebut. Semakin kecil hasil

perbandingan maka semakin kecil pula tingkat efisiensinya.

Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

E = ((I-O)/I)x100%

Keterangan :

E = efisiensi

O = Masukan yang telah dimanfaatkan

I = masukan yang dapat/harus digunakan

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

2.3. Kerangka Pemikiran

Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri tersebut menjelaskan siklus

keuangan daerah mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran,

penatausahaan, serta akuntansi dan pertanggung jawaban keuangan daerah.

Selain itu dalam kontek belanja pemerintah daerah harus

mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat

dininikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi,

khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Oleh karena itu untuk dapat

mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam

perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan

dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kerja yang ingin dicapai; (2)

penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan

harga satuan yang rasional.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disusun kerangka

pemikiran sebagai berikut :

Efisiensi pengelolaan ABD Rutin

Uji Statistik : Uji t (simple paired test)

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Efisiensi Realisasi

ABD sebelum

Permendagri 13/2006

(Sampel ujicoba)

Efisiensi Realisasi

ABD setelah Permendagri

No 13/2006

(Sampel Experimen)

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulueprints.umg.ac.id/1300/3/BAB II.pdf · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan

Dalam alur kerangka berpikir tersebut terdapat satu variabel yaitu X1

dan satu variabel yaitu X2. Untuk mengetahui apakah penerapan

Permendagri No 13 Th 2006 dapat menjadikan pengelolaan anggaran

belanja daerah lebih efisien maka digunakan, teknik statistik dengan

membandingkan antara kondisi pengelolaan anggaran belanja sebelum (pre

test) dan sesudah (post test) diberlakukanya Permendagri No 13 Th 2006

dengan menggunakan uji statistik yaitu Uji-t kategori paired sample test

2.4. Hipotesis

Hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diduga secara logis

anatara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji

secara empiris (Indriantonro dan Supomo;2002) atau merupakan jawaban

sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti, sehingga harus diuji

kebenarannya secara empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Terdapat perbedaan efisiensi penggunaan Anggaran Belanja Satuan

Kerja Perangkat Daerah antara sebelum dan setelah diterapkannya Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 pada Kantor Kas Daerah

Kabupaten Gresik.