Upload
nguyenminh
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan saat ini berdasarkan hasil penelitian yang
terdahulu. Yang dilakukan oleh : Darsono Fak. Ekonomi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Gresik Tahun 2005 dengan judul “ Analisis
Penerapan Sistem Akuntansi Instansi Terhadap Efesiensi Anggaran Belanja
Negara Rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan kabupaten
Pamekasan”.
Masalah yang diteliti pada penelitian terdahulu adalah peranan
Sistem Akuntansi Instansi pada tingkat efisiensi penggunaan anggaran
belanja Negara rutin pada kabupaten pamekasan.
Sedangkan hipotesis yang diambil pada penelitian terdahulu adalah
terdapat kenaikan efisiensi setelah diterapkannya Sistem Akuntansi Instansi
dalam pengelolaan Anggaran Belanja Negara Rutin pada Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Pamekasan.
Kesamaan dari penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu
adalah. Perumusan masalah dan teknis analisisnya, untuk meningkatkan
tingkat efisiensi pada anggaran Negara atau daerah. Sedangkan segi
perbedaannya adalah disini peneliti menggunakan objek penelitian yang
berbeda yaitu pada Kantor Kas Daerah Kabupaten Gresik.
8
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006
Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri tersebut menjelaskan siklus
keuangan daerah mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, serta akuntansi dan pertanggung jawaban keuangan daerah.
Selain itu juga disajikan sistem dan prosedur keungan daerah beserta
contoh-contoh formulir yang bisa digunakan oleh pemerintah daerah baik
secara manual maupun terkomputerisasi (computerized).
Permendagri Nomor 13 ini adalah pengganti Kepmen 29 tahun 2002
tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah Dan
Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.
Permendagri 13/2006 merupakan tindak lanjut dari pasal 155
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, di mana perlu ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Menteri
Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan
Daerah melakukan fasilitasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah. Sejalan dengan hal tersebut, dipandang perlu menerbitkan
serangkaian Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang mencakup antara
lain, Sistem dan Prosedur Penganggaran, Penata usahaan dan Akuntansi,
Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Dalam tahap pelaksanaan tata usaha keuangan daerah diperlukan
pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan, dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang meliputi sistem dan prosedur
pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan APBD dan pengeluaran APBD
serta sistem dan prosedur akuntansi.
Pedoman Sistem dan Prosedur penatausahaan dan Akuntansi,
Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud merupakan informasi minimal yang dapat digunakan sebagai salah
satu pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Kepala
Daerah tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai
Pasal 330 Permendagri No 13 Th 2006, yang subtansinya tetap berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan
kondisi daerah masing-masing.
Pada Pasal 308 dan Pasal 309 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
mengamanatkan bahwa Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan
pengawasan Pengelolaan keuangan daerah kepada pemerintah daerah,
antara lain berupa pemberian pedoman sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah, mencakup tata cara penatausahaan dan akuntansi,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Berkenaan dengan ketentuan tersebut diatas, Menteri Dalam Negeri
melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah
menerbitkan pedoman sistem dan prosedur penata usahaan dan akuntansi,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah, yang subtansinya
meliputi :
1. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui bendahara penerimaan
2. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui bendahara penerimaan
pembantu
3. Sistem dan prosedur pendapatan daerah melalui Bank pemerintah yang
ditunjuk, Bank lain, Badan, Lembaga keuangan, dan atau Kantor Pos.
4. Sistem dan prosedur pertanggung jawaban bendahara penerimaan.
5. Sistem dan prosedur penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan
anggaran (DPA)-SKPD
6. Sistem dan prosedur penyusunan dan pengesahan dokumen pelaksanaan
anggaran lanjutan (DPAL)-SKPD
7. Sistem dan prosedur dokumen pelaksanaan perubahan anggaran
(DPPA)-SKPD
8. Sistem dan prosedur anggaran kas.
9. Sistem dan prosedur pembuatan surat penyediaan dana.
10. Sistem dan prosedur pengajuan surat permintaan pembayaran(SPP).
11. Sistem dan prosedur penerbitan surat perintah pembayaran (SPM).
12. Sistem dan prosedur penerbitan surat perintah pencairan dana (SP2D).
13. Sistem dan prosedur pelaksanaan belanja uang persediaan (UP)
14. Sistem dan prosedur pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ)
pengeluaran.
15. Sistem dan prosedur pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ)
pengeluaran pembantu.
16. Sistem dan prosedur akuntansi satuan kerja.
17. Sistem dan prosedur akuntansi pejabat pengelola keuangan daerah
(PPKD)
18. Sistem dan prosedur laporan keuangan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang tertib, efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan
auditable, pemerintah daerah dalam menyusun peraturan Kepala Daerah
tentang sistem dan prosedur piñata usah 1x aan dan akuntansi, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan daerah, dapat mengacu pada pedoman dan
sistem terlampir.
Pedoman sistem dan prosedur penatausahaan dan pengelolaan
keuangan daerah merupakan dokumen yang dinamis (live documents), yang
artinya akan senantiasa diperbaharui (up date) dan Pemerintah Daerah dapat
menyesuaikan sesuai kondisi daerah masing-masing dengan tetap mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
A. Alur siklus pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah,
Dalam rangka membangun logika berpikir yang komprehensif
terhadap sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, diperlukan media untuk
mempermudah memahami lingkup pengelolaan keuangan daerah. Dalam
kaitan itu disusun bagian alir (flowchart) yang pada prinsipnya memuat
serangkaian proses dengan menggunakan symbol-simbol yang lazim
digunakan dalam penyusunan bagan alir suatu business process. Setiap
symbol memiliki arti yang menggambarkan sebuah makna, alur proses,
dokumen, data base, pihak-pihak terkait atau unsur lainnya yang
kesemuanya merupakan satu kesatuan sistem yang saling berhubungan
untuk mencapai suatu tujuan.
Bagan alir tersebut terbagi kedalam dua jenis, yaitu Pertama bagan
alir yang menggambarkan arus dokumen, disertai narasi yang menjelaskan
arus dokumen tersebut. Kedua, bagan alir yang menggambarkan secara
teknis dan rinci terhadap proses pengelolaan keuangan daerah. Dengan
meggunakan bagan alir ini kita dapat melihat proses secara keseluruhan.
Kedua jenis bagan alir tersebut merupakan satu kesatuan yang saling
melengkapi.
Sejalan dengan cakupan pengelolaan keuangan daerah, maka dalam
bagan alir yang disajikan proses pengelolaan keangan daerah dibagi kedalam
lima kelompok yaitu :
1. Penyusuna rancangan APBD
2. Dokumen pelaksanaan APBD
3. Pelaksanaan dan penatausahaan Penerimaan dan Pengeluaran
4. Akuntansi keuangan Daerah
5. Pelaporan pelaksanaan APBD
Dengan membaca secara menyeluruh bagan alir tersebut diatas,
diharapkan kita memiliki kesamaan persepsi atau pemahaman yang sama
dan mampu menjelaskan kepada pihak-pihak lainnya secara baik dan benar
tentang subtansi pengelolaan keuangan daerah, sehingga dapat terhindar dari
adanya penafsiran yang bias terhadap ketentuan yang harus dipedomani di
dalam pengelolaan keuangan daerahsebagai mana diamanatkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
2.2.2 Anggaran Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan
instrument yang menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan
keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah.
Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik
dan benar, maka dalam perauturan Pemerintah No 58/2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah diatur landasan administrative dalam
pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis
penganggaran yang harus diikuti secara tertib dan taat azaz.
Selain itu dalam kontek belanja, pemerintah daerah harus
mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relative dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakan tanpa diskriminasi, khususnya
dalam pemberian pelayanan umum.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya suatu peraturan
pelaksanaan yang komprehenship dan terpadu (omnibus regulation) dari
berbagai undang-undang yang bertujuan memudahkan dalam
pelaksanaannya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerapannya.
Peraturan dimaksud memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan,
pelaksanaan, penata usahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
A. Anggaran Belanja Daerah Menurut PP No58/2005
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah pelaksanaan penyusunan anggaran belanja
daerah memuat beberapa pokok-pokok yaitu :
1. Perencanaan dan Penganggaran
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar
belakang pengembilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan
umum, sekala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber
daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu dalam
proses dan mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah akan memperjelas siapa bertanggung jawab apa sebagai landasan
pertanggungjawaban baik secara eksekutif dan DPRD, maupun di
internal eksekutif itu sendiri.
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa 1) Pendapatan yang
direncanakan merupakan perkiraan yang trukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2)
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianyan penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD / Perubahan APBD; 3) semua penerimaan
dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum.
Dalam kontek belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja
daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian
pelayanan umum.
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah
Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah juga pemegang kekuasaan dalam
pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut
dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku
pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah
dibawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pemisahan ini akan memberikan
kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab,
terlaksananya mekanisme checks dan balances serta untuk mendorong
upaya peningkatan profesionalisme dalam menjalankan tugas
pemerintahan. Sehubungan dengan hal itu, dalam Peraturan Pemerintah
ini diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah sebagai instansi
pengguna anggaran dan pelaksana program.
Berkaitan dengan sitem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam
rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas satuan kerja
perangkat daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verivikasi
(pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan
pembayaran) berada pada satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke
Satuan Kerja Perangkat daerah. Checks and balances mungkin dapat
terbangun melalui (a. ketaatan terhadap ketentuan hukum, (b.
pengamanan dini melalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan
yang berlaku, (c. sesuai dengan spesifikasi teknis, (d. menghindari
pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan
keyakinan bahwa uang daerah dikelola dengan benar.
3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka
untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparasi. Dalam rangka
pelgelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah
Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1. Laporan
Realisasi Anggaran, (2. Neraca, (3. Laporan Arus Kas, (4. Catatn atas
Laporan Keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan
Standard Akuntansi Pemerintah.
B. Pengertian Anggaran Belanja Daerah
Beberapa macam pengertian Anggaran Balanja Daerah menurut
pendapat beberapa pakar :
1. Burkhead dan Winer (1993;18) menyebutkan :
"Anggaran adalah rencana pengeluaran dan penerimaan negara atau
daerah untuk tahun anggaran mendatang dan harus dihubungkan dengan
rencana dan proyek-proyek untuk jangka waktu yang lebih lama".
2. Welsch (1993;18) menyebutkan :
"Anggaran adalah suatu bentuk statemen dari pada rencana dan
kebijakan manajemen yang dipakai dalam suatu priode tertentu sebagai
petunjuk atau blue print dalam periode itu".
3. Hadi (1975;18) mengemukakan sebagai berikut :
Anggaran Belanja Negara/Daerah digunakan sebagai pedoman untuk
membiayai tugas-tugas Negara/Daerah disegala bidang termasuk belanja
pegawai untuk jangka waktu tertentu lazimnya satu tahun mendatang.
Tugas-tugas Negara/Daerah diselenggarakan demi kepentingan
masyarakat (rakyat) jadi masyarakat dibebani biaya untuk
penyelenggaraan tugas-tugas ini. Itulah sebabnya masyarakat dikenakan
pungutan-pungutan berupa pajak, bea dan cukai dan lain-lain pungutan.
Untuk memperkirakan berapa besarnya pungutan-pungutan itu, maka
direncanakan anggaran pendapatan.
4. Bukhori (1993;19) mengemukakan sebagai berikut :
"Anggaran merupakan kompas yang menunjuk arah yang harus dianut
oleh pemerintah di dalam menjalankan administrasi keuangan dan
sekaligus merupakan roda yang dapat mengemudikan arah itu".
5. Marsono (1957;19) memberikan definisi sebagai berikut :
"Anggaran ialah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada suatu
pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang
mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada suatu
masa depan dan pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan) yang
mungkin akan dapat diterima dalam masa tersebut".
Dari definisi-definisi anggaran diatas menurut Tojip (1993;9) pengertian
anggaran Negara adalah :
1. mewujudkan suatu rencana keuangan Negara / pemerintah
2. mewujudkan suatu rencana anggaran belanja Negara
3. mewujudkan suatu rencana anggaran pendapatan Negara
4. berlaku selama satu tahun anggaran
Menurut Tojib (1993;19-20) pengertian anggaran dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang sebagai berikut :
1. dalam arti formal
Apabila anggaran telah ditetapkan menjadi undang-undang
anggaran pendapatan dan belanja Negara atau daerah maka
angka-angka yang tercantum didalamnya, merupakan batas
ketetapan tertinggi dalam arti pengeluaran. Dengan demikian
setiap pejabat Negara atau Daerah yang menguasai anggaran di
instansinya tidak boleh melakukan tindakan pengeluaran apabila
dananya tidak tersedia atau tidak mencukupi.
2. dalam arti Material
Anggaran Negara maupun Daerah telah ditetapkan menjadi
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara/Daerah
(UU-APBN/APBD) masih merupakan rencana yang belum tentu
sama atau sesuai pelaksanaannya.
Untuk mengantisipasi adanya perubahan dalam segi pembiayaan
atau pengeluaran atas anggaran yang telah ditetapkan (kenaikan
tingkat harga umum) sehingga dana yang ada dalam daftar isian
kegiatan/daftar isian proyek/surat keputusan otorisasi tidak
mencukupi, maka pemerintah diberikan kesempatan untuk
mengajukan anggaran belanja tambahan (ABT) melalui
pengajuan rencana undang-undang tambahan anggaran
pendapatan dan belanja Negara kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
3. dalam arti kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan
Anggaran disusun adalah untuk mencapai dua sasaran pokok
pemerintah yang identik dengan tujuan Negara yaitu :
a. membangun dan memelihara negara hukum yang teratur dan
tertib.
b. membangun memelihara kesejahteraan kehidupan masyarakat
secara nasional dalam arti kata yang seluas luasnya.
Untuk maksud itu. Maka dalam anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dibedakan dalam dua jenis anggaran yaitu Anggaran Belanja Negara
Rutin dan Anggaran Belanja Negara Pembangunan
C. Prinsip-Prinsip dan Asas-Asas Penyusunan Anggaran Belanja Daerah
Dalam Anggaran Negara dikenal beberapa Asas dalam penyusunan
anggaran menurut Tojib (1993;30) yaitu :
1) Prinsip Anggaran Berimbang
Prinsip Anggaran Berimbang artinya pengeluaran dan penerimaan
sama (seimbang)
Prinsip ini merupakan kunci utama untuk memantapkan ekonomi yang
stabil. Anggaran berimbang disini bukan semata-mata membatasi
pengeluaran yang berarti mengikat diri sehingga tidak dapat bergerak,
akan tetapi tujuannya adalah untuk memelihara dan mempertahankan
stabilitas ekonomi
2) Prinsip Anggaran Berimbang Dinamis
Anggaran Berimbang Dinamis artinya Anggaran Pendapatan dan
Belanaja Negara tahun yang sekarang harus lebih besar dari tahun
yang lalu
Pengertian dinamis disini adalah bahwa jika terjadi kenaikan disisi
Penerimaan maka terbuka kemungkinan untuk mengadakan
penyesuaian disisi Pengeluaran sedemikian rupa sehingga kembali
kepada keadaan seimbang
3) Prinsip Berdasarkan Skala Prioritas
Prinsip ini mempunyai pengertian, meskipun berusaha keras untuk
meningkatkan penerimaan sehingga dapat lebih banyak membiayai
pembangunan, namun bagaimanapun masih dibatasi kemampuan yang
ada. Karena itu dalam memilih proyek-proyek pembangunan dan
dalam menentukan rencana-rencana kerja didahulukan apa yang perlu
dan tangguhkan apa yang belum mendesak
4) Prinsip Berdasarkan Program
Prinsip ini bertitik tolak dari prinsip berdasarkan skala prioritas, maka
timbul keharusan bekerja berdasarkan program yang selalu merupakan
dasar berikutnya dalam menyusun setiap rencana Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
5) Prinsip Dana-dana Pembangunan yang Bersumber dari Dalam Negeri
harus terus meningkat
Pengertian ini adalah bahwa dana-dana pembiayaan pembangunan
yang bersumber dari dalam negeri sendiri harus terus meningkat
Sedangkan asas-asas dalam penyusunan anggaran belanja negara yang
dipakai menurut Tojib (1993;33) adalah :
1) Asas Kecermatan
Asas ini menyatakan bahwa anggaran harus diperkirakan secara
cermat, sehingga dapat dihindari keborosan atau sebaliknya
kekurangan-kekurangan baik karena salah menghitung ataupun
kelupaan mencantumkan, anggaran untuk suatu kegiatan
Hal ini diperlukan bukan saja karena kecermatan itu akan
memperlancar proses pelaksanaan anggaran, tetapi juga dihubungkan
dengan soal pencegahan atau kemungkinan pemborosan keuangan
negara
2) Asas Terperinci
Asas ini dimaksud agar anggaran yang disusun itu diperinci sampai
dengan yang sekecil-kecilnya, sehingga jelas rencana kerja dan akibat-
akibat keuangannya. Hal ini penting kaitannya dengan pengawasan
yang terkandung di dalamnya
3) Asas Keseluruhan
Asas ini menetapkan bahwa anggaran yang disusun itu harus
mencakup semua aktivitas keuangan dari suatu organisasi pemerintah
sehingga tidak ada aktivitas keuangan yang tidak tercantum dalam
anggaran
4) Asas Keterbukaan
Asas ini memungkinkan pembahasan anggaran dalam badan
perwakilan merupakan pengikut sertaan rakyat melalui wakil-wakilnya
dalam menentukan kebijakan negara
Pada dasarnya asas-asas ini bukan saja untuk pembahasan rancangan
anggaran, tetapi juga mengenai perhitungan anggaran sebagai
pertanggung jawaban pemerintah mengenai penggunaan anggaran
maupun hasil-hasil pengawasan yang dilakukan pertanggungjawaban
pemerintah mengenai penggunaan anggaran maupun hasil-hasil
pengawasan yang dilakukann oleh pengawasan ekstern
5) Asas Periodik
Anggaran yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 telah ditentukan berlaku periodik selama satu tahun,
karena kurang dari satu tahun akan merupakan penambahan kesibukan
dan lebih dari satu tahun akan merupakan kesulitan dalam peninjauan
kembali anggaran atau kebijaksanaan
6) Asas Pembebanan
Yang dimaksud dengan asas pembebanan adalah dasar pembukuan
terhadap pengeluaran Anggaran dan Penerimaan Anggaran, dengan
kata lain kapan suatu pengeluaran dibebankan kepada anggaran
ataupun suatu penerimaan menguntungkan anggaran
Ada dua jenis dasar pembukuan yang dikenal yaitu dasar pembukuan
berdasarkan asas :
a) Akrual
Yaitu suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang
seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima; asas ini diperlukan
walaupun yang seharusnya dibayar atau diterima pada kas
b) Kas
Yaitu anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi
pengeluaran anggaran pada Kas Negara, sebaliknya anggaran
penerimaan akan diuntungkan apabila telah ada penerimaan
anggaran oleh Kas Negara
7) Asas Pleksibilitas
Dalam pelaksanaan kegiatan Angaran Belanja Negara kemungkinan
timbul hal-hal yang menyebabkan anggaran yang telah disusun dengan
baik belum memadai, hal tersebut dapat timbul karena beberapa hal
seperti kenaikan harga barang-barang ataupun kalau didalam proyek
adanya harga standar yang berubah atau karena hal lainnya.
Agar pemerintah dapat leluasa melaksanakan kegiatan atau
programnya maka perlu diberi kelonggaran (fleksibilitas) dalam
pelaksanaan anggaran tersebut.
D. Siklus Anggaran (Budget Cyclus)
Tojib (1993;43) menyatakan bahwa siklus anggaran atau daur anggaran
adalah jangka waktu berputarnya perjalanan anggaran yang dimualai pada
saat anggaran disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran negara
disahkan dengan undang-undang
Tojib (1993;44) mengungkapkan bahwa siklus anggaran dibagi menjadi
dalam berbagai tahap, tahap-tahap siklus anggaran atau daur anggaran
adalah :
1) Perencanaan/penyusunan Rencana Anggaran pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) oleh pemerintah
2) Pengesahan/penyampaian Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara oleh
Dewan Perwakilan Rakyat
3) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan belanja Negara oleh
Pemerintah
4) Pengawasan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan
5) Pertanggungjawaban/perhitungan Anggaran Negara (PAN)
E. Klasifikasi Anggaran Belanja Negara/Daerah
Menurut Tojib (1993;98) pengertian klasifikasi anggaran adalah :
”Klasifikasi anggaran adalah pengelompokan-pengelompokan anggaran atau
pengalokasian biaya-biaay yang disediakan dalam anggaran sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan-kegiatan pemerintah serta
pengaruh-pengaruh dari pembiyaan tersebut”
Menurut Tojib (1993;98) klasifikasi anggaran mempunyai tujuan :
Mempermudah formulasi program yang meliputi aspek penerimaan dan
aspek pengeluaran
1) Supaya penyelenggaraan anggaran lebih efektif dan mempermudah
menghitung atau membandingkan efisiensi
2) Dasar pembukuan dan pertanggung jawaban, serta mempermudah
pengawasan atau pemeriksaan
3) Memungkinkan analisa tentang pengaruh yang diakibatkannya
Menurut Tojib (1993;98) ada beberapa jenis-jenis klasifikasi anggaran,
yaitu :
1) Klasifikasi Ekonomi
Klasifikasi ini merupakan pengelompokan biaya yang bersifat
ekonomis. Dengan klasifikasi ini tergambar bagaimana
kebijaksanaan ekonomi digariskan dalam anggaran, sehingga bisa
ditinjau dari segi pengaruhnya dan anggaran, sehingga bisa ditinjau
dari segi pengaruhnya dalam rangka pembangunan
Dalam Anggaran Negara Indonesia klasifikasi ini dikenal dengan
pengelompokkan dalam Anggaran Rutin dan Anggaran
Pembangunan
2) Klasifikasi Organik
Klasifikasi ini menitik beratkan pada pengelompokkan biaya
menurut organisasi pemerintah yaitu per Departemen/Lembaga
serta unit-unit dibawahnya. Penerimaan/Pengeluaran yang akan
dilakukan hanya didasarkan atas pengalokasian biaya menurut
biaya yang disediakan untuk unit-unit tersebut tanpa
memperhatikan untuk tujuan apa, output apa yang diperoleh, serta
pengaruh apa yang ditimbulkan oleh pengeluaran.penerimaan
tersebut
Ada tiga tingkatan pembagian klasifikasi ini :
a) Tingkat Pertama yaitu Departemen/Lembaga Negara yang
menguasai bagian anggaran, ini disebut bagian
b) Tingkat kedua yaitu Unit Departemen/Lembaga Negara yakni
Sekretariat Jendral/Direktorat Jendral/Inspektorat Jendral, dan
ini disebut Pos
c) Tingkat Ketiga yaitu elemen daripada Unit
Departemen/lembaga negara yakni Biro Setditjen, Direktorat
dan Kantor Wilayah yang disebut Fatsal
3) Klasifikasi Fungsi
Klasifikasi ini untuk menghindari terjadinya crossing/overlopping
antar tugas masing-masing Departemen/Lembaga Negara, dimana
dalam klasifikasi ini segala tugas dan fungsi program pemerintah
dikelompokan dalam beberapa sektor dan dari sektor dibagi lagi
dalam beberapa sub sektor
Dalam kalsifikasi ini Anggaran belanja Rutin dibagi menjadi 16
sektor dan tiap-tiap sektor terbagi dalam 31 sub sektor, sedangkan
dalam Anggaran Belanja Pembangunan dibagi menjadi 18 sektor
dan tiap-tiap sektor dibagi dalam 33 sub sektor
4) Klasifikasi Obyek
Sifat klasifikasi ini memudahkan dalam penyusunan anggaran dan
memudahkan dalam pengawasannya, karena seluruh penerimaan
dan pengeluaran dikelompokkan berdasarkan jenis-jenis
penerimaan dan pengeluaran dan dari jenis-jenis penerimaan dan
pengeluaran yang disebut Mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan
Mata Anggaran pengeluaran (MAK)
5) Klasifikasi Anggaran Performance
Klasifikasi ini merupakan suatu klasifikasi anggaran yang
menggambarkan tujuan-tujuan dan sasaran yang akan dicapai dan
berapa besarnya dana yang diperlukan dan untuk biaya yang
diperlukan dengan hasil yang dicapai diperlukan data-data yang
bersifat kuantitatif sebagai ukuran atas keduanya, jadi dapat
diketahui apakah suatu proyek/kegiatan tersebut efisien atau tidak
6) Klasifikasi Planning Programming and Budgenting System (PPBS)
Sistem ini merupakan sistem yang menyeluruh dan terintegrasi,
sehingga segala sesuatu yang memungkinkan terjadi pada masa
yang akan datang dari keputusan-keputusan yang diambil sekarang
sudah tergambar dalam suatu rencana
Pelaksanaan Klasifikasi PPBS di negara kita dijumpai dalam
anggaran Belanja Pembangunan dengan memakai metode daftar
Isian Proyek, sedangkan untuk anggaran Belanja Rutin digunakan
metode Daftar Isian Kegiatan.
7) Klasifikasi Zerro Base Budgeting
Klasifikasi ini merupakan anggaran yaang diusulkan dari suatu
pusat tanggung jawab yang dikaji kembali secara menyeluruh
dengan titik awal dari dasar nol
B. Pengawasan Pelaksanaan
Menurut Tojib (1993;75) pengawasan adalah suatu usaha untuk
menjaga agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan atau dengan pengawasan ini diharapkan dapat
memperkecil timbulnya hambatan-hambatan sedangkan hambatan-hambatan
yang telah terjadi dapat segara diketahui untuk dilakukan tindakan-tindakan
perbaikan
Pengawasan Anggaran Belanja Negara dapat dilihat dari bebarapa
sudut pandang sebagai berikut :
1. Pengawasan dipandang dari sifat dan waktu pengawasan, dibedakan :
a. Pengawasan Preventif (Pre Audit);
Adalah pengawasan yang dilakukan sebelum suatu kegiatan
dilaksanakan. Pengawasan ini bersifat untuk membatasi/mencegah
timbulnya hal yang tidak diinginkan Contoh : pengawasan oleh Kantor
perbendaharaan dan Kas Negara sebelum penerbitan SPM Keuangan
(BPK) badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BKP),
Inspektorat Jendral dan sebagainya.
2. Pengawasan dipandang dari subyek pengawasan, dibedakan :
a) Pengawasan Intern
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang
ada didalam unit organisasi yang diawasi
b) Pengawasan Ekstern
Adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang
ada diluar unit organisasi yang diawasi
3. Pengawasan dipandang dari tempat melakukan pengawasan,
dibedakan:
c) Pengawasan Langsung (Dekat) :
Adalah pengawasan yang dilakukan secara langsung (on the spot)
d) Pengawasan Tak Langsung (dari jauh)
Adalah pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung,
misalnya pengawasan yang dilakukan melalui laporan-laporan
4. Pengawasan dipandang dari sudut formalitas pengawas, dibedakan:
e) Pengawasan fungsional yang dilakukan oleh aparat pengawasan
berdasarkan fungsinya
f) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan langsung
(Pengawasan Melekat)
Adalah pengawasan dengan sistem pengendalian yang benar-benar
dapat dirasakan oleh bawahan
2.2.2.f.1.Aparat Pengawasan Anggaran Belanja Negara
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Menurut Undang-Undang dasar 1945 pasal 23 ayat Lima
bahwa aparat pengawasan tertinggi di Indonesia adalah Badan
Pemeriksa keuangan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal
23 ayat Lima juga menyatakan :
”Untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara
diadakan suatu Badan pemeriksa Keuangan, yang peraturannya
ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksa itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.”
2. Menteri Keuangan dibantu oleh semua Menteri/Pimpinan
Lembaga Negara
Didalam Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Tiga
Tahun 196 dinyatakan bahwa :
- Menteri Keuangan melaksanakan penertiban tata usaha
keuangan negara dengan cara meningkatan pengawasan
represif atau pengurusan keuangan negara yang dilakukan
oleh Departemen, lembaga, instansi, badan dan lain-lain.
Memberi petunjuk tehnis mengenai tata usaha keuangan
negara yang dilaksanakan departemen / lembaga / instansi /
badan dan sebaginya.
- Semua menteri/Pimpinan Lembaga Negara yang menguasai
anggaran sendiri, membantu sepenuhnya pelaksanaan
penertiban tatausaha keuangan negara
3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia 31 tahun
1983, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
dibentuk dengan pertimbangan sebagai berikut :
- Bahwa peningkatan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah memerlukan pula peningkatan pengawasannya
- Bahwa agar diperoleh hasil pengawasan yangobyektif maka
di samping pengawasan yang melekat pada masing-masing
unit organisasi pemerintah, diperlukan adanya pengawasan
yang terlepas dari unit-unit pelaksana
- Bahwa pengawasan dimaksud dalam huruf b tidak hanya
merupakan pengawasan keuangan dan ketaatan kepada
peraturan perundang-undangan melainkan juga pengawasan
terhadap kehematan, daya guna dan hasil guna program dan
kegiatan pemerintah dan pembangunan
- Bahwa untuk meningkatkan fungsi pengawasan yang
dewasa ini dilakukan oleh direktorat jendral pengawasan
keuangan negara sebagai unit pengawasan intern
pemerintah agar dapat melaksanakan pengawasan terhadap
semua keuangan dan kegiatan pemerintah, baik dipusat
maupun diseluruh wilayah Republik Indonesia dan di luar
negeri, dianggap untuk membentuk badan yang melakukan
pengawasan keuangan dan pembangunan
4. Inspektorat jendral Departemen
Menurut Keputusan Presiden republik Indonesia Nomor 44
tahun 1974 dijelaskan tugas pokok inspektorat jendral adalah
melaksanakan pengawasan dalam lingkungan departemen
terhadap pelaksanaan tugas semua unsur departemen agar
supaya dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan
yang berlaku, baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas-
tugas pembangunan
Kelemahan perundang undangan dalam bidang keuangan negara
menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan
penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang
berkesinambungan (suitinable) sesuai dengan aturan pokok terbuka, dan
bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam
Undang Undang Dasar. Sesuai dengan amanat pasal 23C Undang Undang
Dasar 1945, Undang undang tentang keuangan negara perlu menjabarkan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang Undang Dasar tersebut
kedalam asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama
dikenal dalam pengelolaan keuangan negara, seperti asas spesialitas
maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best prectices (penerapan
kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara maupun
daerah.
2.2.2.g. Penggunaan Anggaran Belanja Daerah
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42
tahun 2002 pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis
yang diisyaratkan
b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana,
program/kegiatan, serta fungsi setiap
departemen/lembaga/pemerintah daerah
c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri
Belanja atas beban anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan atas
hak dan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran
Tas beban anggaran belanja negara tidak diperkenankan melakukan
pengeluaran untuk keperluan :
1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, dan hari ulang tahun
departemen/lembaga/pemerintah daerah;
2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga,
dan sebagainya untuk berbagai peristiwa
3) Pesta untuk berbagai pertistiwa dan pekan olah raga pada
departemen/lembaga/pemerintah daerah
Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan keperluan yang sejenis serupa
dengan yang tersebut diatas
2.2.2.h. Efisiensi Anggaran Belanja Negara
a. Pengertian efisiensi
Beberapa pengertian efisiensi menurut beberapa pakar dan
keputusan pemerintah, adalah :
1) Menurut Atmosudirjo (1978;18) :
”Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara input dan output
atau antar daya usaha dan hasil atau antara ongkos dan
kenikmatan yang dicapai”
2) Menurut Kamelus, dkk (2004;i)
”Efisiensi anggaran belanja negara adalah proses perencanaan
dan penganggaaran berjalan secara konsisten dengan tidak
terjadi duplikasi kegiatan yang dapat menghamburkan waktu
dan biaya.”
3) Menurut keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000
Efisiensi anggaran belanja negara mengharuskan pejabat yang
berwenang mengambil keputusan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban anggaran belanja negara yang
berwenang menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO),
demikian pula bendaharawan, untuk memperhatikan dan turut
mengusahakan penghematan di segala bidang serta
menghindari pengeluaran yang tidak penting
4) Menurut Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
”Efisiensi anggaran belanja negara berarti pengadaan
barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan
daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan.”
5) Menurut Penjelasan Undang-Undang Nomor Satu Tahun 2004:
”Efisiensi anggaran belanja negara adalah pentingnya Fungsi
perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya
keuangan pemerintah yang terbatas”
Fungsi Perbendaharaan tersebut meliputi, terutama,
perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak terjadi
penyimpangan dan kebocoran dan penyimpangan, pencarian
sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana
yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah
sumber daya keuangan. Untuk mewujudkan maka laporan
pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan
secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi
pemerintah. Sehubungan dengan itu, perlu diletakkan ketentuan
yang mengatur mengenai hal-hal tersebut agar :
- Laporan keuangaan pemerintah dihasilkan melalui proses
akuntansi
- Laporan keuangan pemerintah disajikan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan pemerintah
- Laporan keuangan disajikan sebagai wujud
pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan yang meliputi
laporan keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan
kementrian negara/lembaga, dan laporan keuangan
pemerintah daerah.
6) Menurut Raise (2005;88) :
”Efisiensi adalah kesesuaian antara masukan dengan proses
yang dilaksanakan. Tingkatan efisiensi dapat diperlihatklan
dengan bagaimana peran dan kinerja manajemen dalam
pelaksanaan proses tersebut.” Tingkat efisiensi dapat dihitung
berdasarkan perbandingan antara masukan yang telah
dimanfaatkan dengan masukan yang dpaat/harus digunakan
dalam melaksanakan proses tersebut. Semakin kecil hasil
perbandingan maka semakin kecil pula tingkat efisiensinya.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
E = ((I-O)/I)x100%
Keterangan :
E = efisiensi
O = Masukan yang telah dimanfaatkan
I = masukan yang dapat/harus digunakan
2.3. Kerangka Pemikiran
Departemen Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Permendagri tersebut menjelaskan siklus
keuangan daerah mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, serta akuntansi dan pertanggung jawaban keuangan daerah.
Selain itu dalam kontek belanja pemerintah daerah harus
mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat
dininikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi,
khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Oleh karena itu untuk dapat
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam
perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan
dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kerja yang ingin dicapai; (2)
penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan
harga satuan yang rasional.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disusun kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Efisiensi pengelolaan ABD Rutin
Uji Statistik : Uji t (simple paired test)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Efisiensi Realisasi
ABD sebelum
Permendagri 13/2006
(Sampel ujicoba)
Efisiensi Realisasi
ABD setelah Permendagri
No 13/2006
(Sampel Experimen)
Dalam alur kerangka berpikir tersebut terdapat satu variabel yaitu X1
dan satu variabel yaitu X2. Untuk mengetahui apakah penerapan
Permendagri No 13 Th 2006 dapat menjadikan pengelolaan anggaran
belanja daerah lebih efisien maka digunakan, teknik statistik dengan
membandingkan antara kondisi pengelolaan anggaran belanja sebelum (pre
test) dan sesudah (post test) diberlakukanya Permendagri No 13 Th 2006
dengan menggunakan uji statistik yaitu Uji-t kategori paired sample test
2.4. Hipotesis
Hipotesis didefinisikan sebagai hubungan yang diduga secara logis
anatara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji
secara empiris (Indriantonro dan Supomo;2002) atau merupakan jawaban
sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti, sehingga harus diuji
kebenarannya secara empiris. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Terdapat perbedaan efisiensi penggunaan Anggaran Belanja Satuan
Kerja Perangkat Daerah antara sebelum dan setelah diterapkannya Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 pada Kantor Kas Daerah
Kabupaten Gresik.